You are on page 1of 17

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Kata delirium berasal dari bahasa latin delirare yang artinya lepas jalur, menjadi gila atau menjadi kacau. Suatu frasa yang biasa digunakan untuk menggambarkan keadaan delirium adalah clouding of consciousness yang berarti orang yang menderita delirium memiliki kekurangan dalam hal kewaspadaan terhadap sekelilingnya. Sindrom ini pernah dilaporkan pada masa Hippocrates dan pada tahun 1813 Sutton mendeskripsikan sebagai delirium tremens, kemudian Wernicke menyebutnya sebagai Encephalopathy Wernicke. 1,2,3,5 Delirium adalah suatu gangguan yang ditandai dengan adanya gangguan kesadaran, biasanya terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi, dan perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum. Sedangkan tremor, asteriksis, nistagmus, inkordinasi, dan inkontinensia urin merupakan gejala neurologis yang umum. Biasanya, delirium mempunyai awitan yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada penderita individual.2,3,5,6,7 Delirium adalah sebuah sindrom neuropsikiatrik yang kompleks dengan onset yang akut dan berfluktuasi. Sindrom ini mempengaruhi kesadaran dan fungsi kognitif yang mungkin diikuti oleh peningkatan aktivitas psikomotor. Selain itu, delirium juga mempengaruhi atensi dan beberapa penderita ada yang mengalami gangguan persepsi 1,3,5,8 Ciri khasnya adalah gangguan visual juga di pancaindera lain, dan gangguan perilaku, seperti agitasi. Biasanya, delirium mempunyai awitan yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi

dan dihilangkan. Gangguan ini berlangsung pendek dan ber-jam hingga berhari, taraf hebatnya berfluktuasi, hebat di malam hari, kegelapan membuat halusinasi visual & gangguan perilaku meningkat. Biasanya reversibel. Tetapi, masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada penderita individual.1,2,8 Delirium adalah suatu kondisi yang dicirikan dengan adanya perubahan kognitif akut (defisit memori,disorientasi,gangguan berbahasa) dan gangguaan pada sistem kesadaran manusia. Delirium bukanlah suatu penyakit melainkan suatu sindrom dengan penyebab multipel yang terdiri atas berbagai macam gejala akibat dari suatu penyakit dasar. Delirium didefinisikan sebagai disfungsi cerebral yang reversible,akut dan bermanifestasi klinis pada abnormalitas neuropsikiatri.1,2,5 2.2. Epidemiologi Usia lanjut adalah faktor resiko utama untuk perkembangan delirium. Sekitar 30-40% penderita yang dirawat di rumah sakit dan berusia lebih dari 65 tahun mempunyai suatu episode delirium. Faktor predisposisi lainnya untuk perkembangan delirium adalah usia yang muda (anak-anak), cedera otak yang telah ada sebelumnya (dementia, penyakit kardiovaskular, tumor), riwayat delirium, ketergantungan alkohol, diabetes, kanker, gangguan sensoris, dan malnutrisi.1,2,6,7 Adanya delirium merupakan tanda prognostik yang buruk. Angka mortalitas pada penderita yang mempunyai suatu episode delirium diperkirakan adalah 23-33%. Angka mortalitas satu tahun untuk penderita yang mempuanyai suatu episode delirium mungkin mecapai 50%.1 2.3. Etiologi Penyebab utama dari delirium adalah penyakit sistem saraf pusat (seperti, abses otak, stroke, trauma kecelakaan, keadaan post-ictal). Penyebab lainnya yang sering didapat adalah gangguan sistemik (seperti aritmia dini pada penderita lanjut usia, fibrilasi atrium, dan iskemia jantung).
4

Delirium sering timbul pada orang yang mempunyai riwayat medis serius, bedah, penyakit neurologik, mereka yang berada didalam intoksikasi obat atau pusu obat. Karena perkembangan delirium dapat menjadi petunjuk pertama gangguan fisik, dengan adanya delirium mengharuskan pencarian penjelasan medis sesegera mungkin. 1,2,6,11 Delirium bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu gejala. Lebih baik bila delirium dilihat sebagai jalan terakhir dari beberapa penyebab penyakit. Gangguan metabolik dengan infeksi, panas, hipoksia, hipoglikemia, keadaan putus obat atau keracunan obat, encephalopati hepatic, biasanya menyebabkan delirium. Delirium juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan, tetapi lingkungan tidak dapat mempengaruhi delirium.1,2,11,13 Tabel 1. Penyebab Delirium No 1 Penyebab Penyebab Intrakranial 2 Penyebab Ekstrakranial 3 4 Racun Disfungsi Endokrin
5

Keterangan Epilepsi atau keadaan pasca kejang Trauma otak (terutama gegar) Infeksi (Meningitis, Ensefalitis) Neoplasma Gangguan vaskular Obat-obatan Obat antikolinergik Antikonvulsan Anti hipertensif Anti psikotik Karbonmonoksida (CO) Logan berat Hipofisis Pankreas Adrenal Paratiroid

Penyakit Organ Nonendokrin

Tiroid Ensefalopati Hepatik Ensefalopati Uremik Narkosis Karbon Dioksida Hipoksia Gagal Jantung Aritmia Hipotensi Defisiensi thiamin Defisiensi Asam Nikotinik Defisiensi B12 atau Asam folat Dengan sepsis dan demam

Penyakit Defisiensi

7 8 9

Infeksi Sistemik Ketidakseimbangan Asam Basa Keadaan Pasca

Operatif Sumber : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th editon 2.4. Anatomi dan Fisiologi

Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls sensorik protopatik, propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif primer disebut lintasan asendens spesifik atau lintasan asendens lemniskal. Ada pula lintasan asendens aspesifik yakni
6

formasio retikularis di sepanjang batang otak yang menerima dan menyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaran pada batang otak bagian atas serta meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya disebarkan difus ke seluruh permukaan otak.2,3,4,5,6 Pada hewan, pusat kesadaran(arousal centre) terletak di rostral formasio retikularis daerah pons sedangkan pada manusia pusat kesadaran terdapat didaerah pons, formasio retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan aspesifik ini oleh Merruzi dan Magoum disebut diffuse ascending reticular activating system (ARAS). Melalui lintasan aspesifik ini, suatu impuls dari perifer akan menimbulkan rangsangan pada seluruh permukaan korteks serebri. Dengan adanya 2 sistem lintasan tersebut terdapat penghantaran asendens yang pada pokoknya berbeda.2,3,4,5,6

Lintasan spesifik menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens aspesifik menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke seluruh korteks serebri. 2,3,4,5,6 Neuron-neuron di korteks serebri yang digalakkan oleh impuls asendens aspesifik itu dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, sedangkan yang berasal dari formasio retikularis dan nuklei intralaminaris talami disebut neuron penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis
7

neuron tersebut oleh sebab apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran.


2,3,4,5,6

2.5. Patofisiologi Tanda dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan neuronal, biasanya melibatkan area di korteks cerebri dan reticular activating sistem. Dua mekanisme yang terlihat langsung dalam terjadinya delirium adalah pelepasan neurotransmitter yang berlebihan (kolinergik muskarinik dan dopamine) serta jalannya impuls yang abnormal. Aktivitas yang berlebihan dari neuron kolinergik muskarinik pada reticular activating sistem, korteks, dan hipokampus berperan pada gangguan fungsi kognisi (disorientasi, berkurang, berpikir misalnya kongkrit, pada dan inattention) stress dalam delirium. Adanya Peningkatan pelepasan dopamine serta pengambilan kembali dopamine yang peningkatan metabolic. peningkatan dopamine yang abnormal ini dapat bersifat neurotoksik melalui produksi oksiradikal dan pelepasan glutamate, suatu neurotransmitter eksitasi. Adanya gangguan neurotransmitter ini menyebabkan hiperpolarisasi membrane yang akan menyebabkan depresi membran.5 Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Delirium menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan struktural dan fisiologik. Neuropatologi dari delirium telah dipelajari pada pasien dengan hepatic encephalopathy dan pada pasien dengan putus alcohol. Hipotesis utama yaitu gangguan metabolisme oksidatif yang reversibel dan abnormalitas dari neurotransmitter.1,5 a. Asetilkolin Data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari neurotransmiter yang penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Kadar asetilkolin yang redah menyebabkan munculnya gejalagejala pada pasien delirium. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan bingung,pada pasien dengan transmisi kolinergik yang terganggu juga
8

muncul gejala ini. Pada pasien post operatif delirium serum antikolinergik juga meningkat. b. Dopamin Pada otak, hubungan muncul antara aktivitas dopaminergik. Pada delirium muncul aktivitas dopaminergik. Pengobatan simptomatis kolinergik dan berlebih dari

dengan pemberian obat

antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat dopamin. c. Neurotransmitter lainnya Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan encefalopati hepatikum. d. Mekanisme peradangan/inflamasi Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1 dan interleukin-6,dapat menyebabkan delirium. Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang luas dan paparan toksik,bahan pirogen endogen seperti interleukin-1 dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan iskemia, yang sering dihubungkan dengan delirium,terdapat hubungan respon otak yang dimediasi oleh interleukin-1 dan interleukin 6. e. Mekanisme reaksi stress Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya delirium. f. Mekanisme struktural Pada studi menggunakan MRI, terdapat data yang mendukung hipotesis bahwa jalur anatomi tertentu memainkan peranan yang penting dalam patofisiologi delirium. Formatio retikularis dan jalurnya memainkan peranan penting dari bangkitan delirium. Jalur tegmentum dorsal diproyeksikan dari formation retikularis mesensephalon ke
9

10

tectum dan thalamus adalah struktur yang terlibat pada delirium . Adanya gangguan metabolik (hepatic encephalopathy) dan gangguan struktural (stroke, trauma kepala) yang mengganggu jalur anatomis tersebut dapat menyebabkan delirium. 4 Kerusakan pada sawar darah otak juga dapat menyebabkan delirium,mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neuro toksik dan sel-sel peradangan (sitokin) untuk menembus otak.1,4,5 2.6. Pembagian dan Klasifikasi Terdapat dua subtipe dari delirium berdasarkan perubahan dari aktivitas psikomotor, yaitu :4,5,6 1. Subtipe Hipoaktif-Hipoalert Subtipe ini bercirikan retardasi psikomotor. Penderita mengalami letargi dan penurunan arousal. 2. Subtipe Hiperaktif-Hiperalert Penderita ini mengalami kewaspadaan yang lebih tinggi, agitasi serta kerja berlebihan dari sistem saraf otonomik. Tipe ini lebih cenderung untuk mengalami waham dan gangguan persepsi. Berdasarkan tingkat kesadarannya, delirium dapat dibagi tiga, yakni :5,8 1. Delirium Hiperaktif Delirium hiperaktif merupakan delirium yang paling sering terjadi. Pada penderita terjadi agitasi, psikosis, labilitas mood, penolakan untuk terapi medis, dan tindakan dispruptif lainnya. Kadang diperlukan pengawas karena penderita mungkin mencabut selang infuse atau catheter atau mencoba pergi dari tempat tidur. Biasanya ditemukan pada penderita dalam keadaan penghentian alkohol yang tiba-tiba, intoksikasi Phencyclidine (PCP), amfetamin, dan Lisergic dietilamid (LSD). 2. Delirium Hipoaktif
10

11

Delirium hipoaktif adalah delirium yang paling sering terjadi, tetapi sedikit dikenali oleh klinisi. Penderita tampak bingung, malas, dan letargi. Hal itu mungkin sulit dibedakan dengan keadaan fatigue dan somnolen, bedanya penderita akan mudah dibangunkan dan berada didalam tingkat kesadaran normal. Rangsangan yang kuat diperlukan untuk membangunkan, biasanya bangun tidak komplet dan transient. Biasanya ditemukan pada penderita Ensefalopati Hepatik dan Hiperkapnia. 3. Delirium Campuran 2.7. Manifestasi Klinis Ciri utama dari delirium adalah tidak mampu memusatkan perhatian. Penderita tidak dapat berkonsentrasi, sehingga mereka memiliki kesulitan dalam mengolah informasi yang baru dan tidak dapat mengingat peristiwa yang baru saja terjadi. Hampir semua penderita mengalami disorientasi waktu dan bingung dengan tempat dan dimana mereka berada. Pikiran mereka kacau, mengigau, dan terjadi inkoherensia.1,5,8 Pada beberapa kasus yang berat, penderita tidak mengetahui diri mereka sendiri. Beberapa penderita mengalami paranoia dan delusi (percaya bahwa sedang terjadi hal-hal yang aneh). Respon penderita terhadapa kesulitan yang dihadapinya berbeda-beda. Ada yang sangat tenang dan menarik diri, sedangkan yang lainnya menjadi hiperaktif dan mencoba melawan halusinasi maupun delusi yang dialaminya.1,5,8 Dibawah ini beberapa hal yang mengalami gangguan pada penderita delirium, yaitu :1,5,6 1. Kesadaran (Arousal) Gambaran kunci dari suatu delirium adalah suatu gangguan kesadaran yang oleh DSM IV digambarkan sebagai penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan, dengan penurunan untuk
11

12

memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian. Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium, satu pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai dengan penurunan kesiagaan. Penderita delirium yang berhubungan dengan putus zat sering kali mempunyai delirium hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik, seperti kemerahan kulit, pucat, berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual, muntah, dan hipertermia. Penderita dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai depresi, katatonik, atau mengalami demensia. 2. Orientasi Orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang harus diuji pada penderita delirium. Orientasi tehadap waktu terkadang hilang bahkan pada kasus delirium yang ringan. Orientasi terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain mungkin juga dapat terganggu pada kasus delirium yang berat. Penderita dengan delirium jarang kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri. 3. Bahasa dan Kognisi Penderita delirium seringkali mempunyai kelainan dalam bahasa. Kelainan dapat berupa bicara yang melantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan kemampuan untuk mengerti pembicaraan. Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada penderita delirium adalah fungsi ingatan dan kognitif umum. Kemampuan untuk menyusun, mempertahankan, dan mengingat kenangan mungkin terganggu. Walaupun mungkin ingatan kenangan yang jauh dapat dipertahankan. Disamping penurunan perhatian, penderita mungkin mempunyai penurunan kognitif yang dramatis sebagai suatu gejala hipoaktif delirium yang karakteristik. Penderita delirium juga mempunyai kemampuan memecahkan masalah dan
12

13

mungkin mempunyai waham yang tidak sistemik, kadang-kadang paranoid. 4. Persepsi Penderita dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk membedakan antara stimuli sensorik dan untuk mengintergasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu mereka. Halusinasi relatif sering pada penderita delirium. Halusinasi paling sering adalah visual atau auditoris walaupun dapat juga halusinasi olfaktorik atau taktil. Ilusi visual dan auditorik adalah ilusi yang paling sering ditemui pada penderita delirium. 5. Suasana Perasaan Penderita dengan delirium mempunyai kelainan dalam pengaturan suasana. Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan suasana perasaan lain adalah apati, depresi, dan euphoria. 6. Gejala Penyerta Gangguan tidur-bangun. Tidur pada penderita delirium secara karakteristik adalah terganggu. Paling sedikit mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan tidur sekejap di tempat tidurnya atau di ruang keluarga. Seringkali keseluruhan siklus tidur-bangun pasien dengan delirium semata-mata terbalik. Penderita seringkali mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur, situasi klinis ini dikenal luas sebagai sundowning. 7. Gejala Neurologis Gejala neurologis yang menyertai termasuk disfagia, tremor, asteriksis, inkoorinasi, dan inkontinensia urine. 2.8. Diagnosis
13

14

Diagnosis delirium dibagi dalam dua proses:5 1. Deteksi delirium, melalui pemeriksaan riwayat dan status mental yang terfokus pada kriteria diagnosis delirium berdasarkan DSM-IV. 2. Identifikasi penyebab dari delirium. Karena manifestasi klinis hanya memberikan sedikit petunjuk untuk kausa, sehingga penting untuk dilakukan anamnesis terhadap riwayat umum, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Kriteria diagnosis delirium berdasarkan DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) IV dibedakan berdasarkan etiologinya. 9 1. Kriteria diagnostik untuk delirium akibat kondisi medis tertentu a. Gangguan kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk memfokuskan diri. b. Perubahan fungsi kognitif (deficit memori, disorientasi, gangguan bahasa) c. Awitan yang tiba-tiba (beberapa jam atau hari), singkat dan fluktuatif. d. Bukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik atau laboratorium yang menunjukkan gangguan fisiologis yang berkonsekuensi pada terjadinya delirium. 2. Kriteria diagnostik untuk delirium akibat intoksikasi zat tertentu a. Gangguan kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk memfokuskan diri b. Perubahan fungsi kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan bahasa) c. Awitan yang tiba-tiba (beberapa jam atau hari), singkat dan fluktuatif d. Bukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik atau laboratorium yang menunjukan: (1) Gejala kriteria A dan B terjadi selama intoksikasi zat tertentu, (2) Penggunaan obat sebagai etiologi dari delirium
14

15

3. Kriteria diagnostik untuk delirium akibat withdrawal a. Gangguan kesadaran dengan penurunan kemampuan untuk memfokuskan diri b. Perubahan fungsi kognitif (seperti defisit memori, disorientasi, gangguan bahasa) c. Awitan yang tiba-tiba (beberapa jam atau hari), singkat dan fluktuatif d. Bukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik atau laboratorium yang menunjukan bahwa kriteria A dan B terjadi selama atau seketika setelah obat dihentikan (withdrawal sindrom) 4. Kriteria diagnostik untuk delirium akibat etiologi multiple a. Gangguan kesadaran diri dengan penurunan kemampuan untuk memfokuskan gangguan bahasa) c. Awitan yang tiba-tiba (beberapa jam atau hari), singkat dan fluktuatif d. Bukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik atau laboratorium yang menunjukan bahwa delirium memiliki lebih dari 1 etiologi 5. Kriteria diagnostik untuk delirium yang tidak spesifik Kategori ini digunakan apabila tidak tergolongkan pada kriteriakriteria delirium spesifik. a. Delirium yang diperkirakan akibat kondisi medis tertentu, atau intoksikasi namun bukti-bukti yang didapatkan tidak cukup b. Delirium yang disebabkan oleh suatu penyebab yang tidak tercantum (seperti kekurangan stimulus sensorik) 2.9. Diagnosis Banding Diagnosis banding dari delirium adalah dementia seperti yang tertera pada tabel berikut1,8
15

b. Perubahan fungsi kognitif (seperti defisit memori, disorientasi,

16

Onset Lama

Delirium Biasanya tiba-tiba Biasanya singkat/ < 1 bulan

Demensia Biasanya perlahan biasanya lama dan progressif. Paling banyak dijumpai pada usia > 65 th. Hipertensi, hipotensi, anemia. Racun, defisit vitamin, tumor atropi

Stressor

Racun, infeksi, trauma, Hipertermia

Perilaku

jaringan otak Fluktuasi tingkat kesadaran Hilang daya ingat - Disorientasi - Gelisah - Agitasi - Ilusi - Halusinasi - Pikiran tidak teratur Kerusakan penilaian Perhatian menurun Perilaku sosial tidak sesuai Afek labil Gelisah Agitasi

Gangguan penilaian dan Pengambilan keputusan Afek labil

2.10. Penatalaksanaan Beberapa langkah penting dalam manajemen delirium, yakni:4,5,6,13,14 1. Mencari penyebab dan mengobati kausa tersebut. 2. Perbaikan keseimbangan cairan dan elektrolit, status nutrisi dan penanganan awal infeksi. 3. Intervensi melalui lingkungan. Pasien perlu penentraman hati dan reorientasi untuk mengurangi ansietas. Pada perawatan di rumah sakit pasien sebaiknya dirawat di ruangan yang tenang, yang juga cukup akan cahaya matahari agar pasien tahu dimana dia sedang berada tetapi tetap juga dengan penerangan yang cukup. Hal lain yang perlu dilakukan dalam upaya member ketenangan
16

17

pada pasien, yakni minimalisasi pergantian staf medis yang merawat pasien, minimalisasi stimulasi sensoris yang menganggu (contohnya, suara bising), pemasangan music yang lebut serta pembatasan kedatangan dari orang asing yang belum dikenal pasien. Keluarga pasien perlu diberitahukan dan diterangkan secara jelas mengenai penyakit pasien agar mengurangi kecemasannya sehingga keluarga pasien dapat menolong pasien dalam perawatan sehingga pasien merasa lebih tentram. Keluarga maupun teman perlu menemani dan menjenguk pasien. 4. Pendekatan komunikasi dan dukungan yang tepat terhadap pasien delirium. Hal ini merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Bila memungkinkan, semua hal harus dijelaskan kepada pasien dengan baik dan lengkap. Gangguan persepsi seperti halusinasi yang dialami pasien tidak seharusnya ditentang atau justru didukung. Pasien harus sesering mungkin diberikan dukungan emosional. 5. Kewaspadaan terhadap faktor resiko. Hal ini juga merupakan hal yang cukup penting yang perlu diperhatikan. Strategi intervensi faktor resiko delirium mencakup manajemen enam faktor resiko kunci pada delirium (gangguan kognitif, gangguan tidur, immobilitas, gangguan visual, gangguan pendengaran, dan dehidrasi) dapat mengurangi episode dan lama durasi MRS pada pasien tua yang mengalami delirium.

Terapi Farmakoligis Secara umum, lebih baik untuk menghindari penggunaan obat pada pasien delirium, karena dapat mengaburkan gejala klinis. Semua medikasi pasien harus didata ulang dan obat-obatan yang tidak diperlukan harus dihentikan. Ketika medikasi diperlukan, pasien harus
17

18

diberikan dosis sekecil mungkin dan tidak diberikan obat golongan barbiturate yang dapat menimbulkan reaksi paradoks. Obat hipnotik golongan benzodiazepine diperlukan untuk membantu pasien dalam regulasi siklus tidur. Obat-obatan diperlukan bila tingkah laku pasien berpotensi untuk menjadi berbahaya, menganggu perawatan atau dapat mengakibatkan distress pada pasien. Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah psikosis dan insomnia. Medikasi yang dapat diberikan antara lain : 1. Neuroleptik 5 a. Haloperidole Suatu antipsikosis dengan potensi tinggi. Salah satu antipsikosis efektif untuk delirium. Dosis dewasa untuk gejala ringan 0,5-2 mg per oral, gejala berat 3-5 mg per oral. Sedangkan untuk dosis anak dengan usia 3-12 tahun 0,05mg/KgBB/hari 0,15mg/KgBB/hari. b. Risperidone Merupakan antipsikotik golongan terbaru dengan efek ekstrapiramidal lebih sedikit dibandingkan dengan haloperidole. Mengikat reseptor dopamine D2 dengan afinitas 20 kali lebih rendah daripada 5-HT2-reseptor. Dosis dewasa 0,5-2mg per oral dan untuk geriatric 0,5 mg per oral. dan untuk usia 6-12 tahun

2. Short acting sedative 5,14 Penggunaan benzodiazepine seharusnya dihindari, kecuali bila sumber deliriumnya adalah reaksi putus zat alcohol atau sedative atau ketika agitasi yang berat tidak dapat dikontrol oleh obat neuroleptik. Hal ini disebabkan karena benzodiazepine
18

19

dapat menyebabkan reaksi berkebalikan yang memperburuk delirium. Reaksi berkebalikan yang diakibatkan oleh benzodiazepine adalah sedasi yang berlebihan yang dapat

menyulitkan penilaian status kesadaran pasien itu sendiri. Namun, ada pendapat yang mengatakan benzodiazepine dosis kecil yang diberikan pada malam hari sangat berguna untuk membuat pasien tidur. 3. Thiamine, Vitamin dan cyanoccobalamine 13 Defisiensi vitamin B6 dan vitamin B12 dapat menyebabkan delirium maka untuk mencegahnya dapat diberikan preparat vitamin B per oral. Dosis yang dianjurkan untuk dewasa 100mg per IV utnuk thiamine dan 100mcg per oral/hari untuk nascobal cyomin dan crystamine. Sedangkan untuk dosis anak yang dianjurkan adalah 50 mg per IV untuk thiaminedan 10-50 mcg per IM/hari untuk nascobal, cyomin dan crystamine. 4. Terapi cairan dan nutrisi 2.11. Prognosis Walaupun awitan delirium biasanya mendadak, gejala prodomal (kegelisahan dan ketakukan) dapat muncul pada beberapa hari sebelum awitan. Setelah identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, gejala delirium biasanya menghilang dalam periode 3 sampai 7 hari, walaupun beberapa gejela memerlukan waktu sampai 2 minggu untuk menghilang secara lengkap. Semakin lanjut usia pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama waktu yang diperlukan bagi delirium menghilang. Ingatan tentang yang dialaminya selama mengalami delirium, biasanya hilang timbul, dan biasanya pasien akan menganggapnya sebagai mimpi atau pengalaman buruk yang diingat secara samar.1

19

You might also like