You are on page 1of 19

1

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA II


( PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI)

DISUSUN OLEH : TIRA RAFFLESIA ANISA MALA SANTIKA SULISTIANINGSIH POPI JUDIKA. N. ELISA Br S DEPARI ERNI 04101003006 04101003008 04101003010 04101003017 04101003064 04101003065 040910030

PERONIKA SINURAT 04101003058

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan. Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan pengunjung di rumah sakit dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi atau infeksi nosokomial yaitu infeksi yang diperoleh di rumah sakit, baik karena perawatan atau datang berkunjung ke rumah sakit. Angka infeksi nosocomial terus meningkat (Al Varado, 2000) mencapai sekitar 9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia. Hasil survey point prevalensi dari 11 Rumah Sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya dan Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun 2003 didapatkan angka infeksi nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka Operasi) 18,9%, ISK (Infeksi Saluran Kemih) 15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah Primer) 26,4%, Pneumonia 24,5% dan Infeksi Saluran Napas lain 15,1%, serta Infeksi lain 32,1%. Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) serta kewaspadaan baku bagi tenaga kesehatan khusunya perawat yaitu kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan, serta monitoring dan evaluasi. Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit (PPIRS) serta kewaspadaan baku sangat penting karena menggambarkan mutu pelayanan rumah sakit. Apalagi akhir-akhir ini muncul berbagai penyakit infeksi baru (new emerging, emerging diseases dan re-emerging diseases). Wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dari penyakit infeksi sulit diperkirakan datangnya, sehingga kewaspadaan melalui surveilans dan tindakan pencegahan serta pengendaliannya perlu terus ditingkatkan. Selain itu infeksi yang terjadi di rumah sakit tidak saja dapat dikendalikan tetapi juga dapat dicegah dengan melakukan langkah-langkah yang sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI bersama World Health Organization (WHO) ke rumah sakit - rumah sakit di Propinsi / Kabupaten / Kota disimpulkan bahwa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (KPPIRS) selama ini belum berfungsi optimal sebagaimana yang diharapkan. Penelitian juga menunjukkan bahwa anggota Komite belum memahami dengan baik tugas, kewenangan, serta tanggung jawab yang harus dilaksanakan dalam lingkup pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Direktorat Bina Pelayanan Medik Spesialistik menyusun Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi serta kewaspadaan baku di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya yang merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat penting untuk mendapat dukungan dan komitmen dari pimpinan rumah sakit dan seluruh petugas. B. Tujuan 1. Untuk mengetahui introduksi pencegahan infeksi dan bagaimana pengendalian infeksi 2. Untuk mengetahui kewaspadaan baku 3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pencegahan dan pengendalian infeksi C. Manfaat 1. Mahasiswa dapat mengetahui introduksi pencegahan infeksi dan pengendalian infeksi 2. Mahasiswa dapat mengetahui kewaspadaan baku 3. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pencegahan dan pengendalian infeksi

BAB II PEMBAHASAN

A. Introduksi Pencegahan Infeksi 1. Definisi Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Jika mikroorganisme gagal menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan, infeksi ini disebut asimptomatik. Penyakit timbul jika patogen berkembang biak dan menyebabkan perubahan pada jaringan normal. Jika penyakit infeksi dapat ditularkan langsung dari satu orang ke orang lain, penyakit ini merupakan penyakit menular atau contagius (Perry, 2005: 933). Tindakan pencegahan infeksi (PI) tidak terpisah dari komponen- komponen lain dalam asuhan selama persalinan persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan, dan tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karenabakteri, virus, dan jamur. Dilakukan pula untuk mengurangi risiko penularan penyakit-penyakit berbahaya yang hingga kini belum ditemukan dengan cara pengobatannya, seperti misalnya HIV/AIDS (APN, 2007). Kewaspadaan universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mencegah penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam,2007). Tujuannya adalah melindungi tenaga kesehatan dan semua pasien dari tertular penyakit selama menjalani

perawatan, mengurangi jumlah mikroba patogen dilingkungan rumah sakit. Kewaspadaan universal meliputi cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, pemakaian alat pelindung diri (sarung tangan, masker, apron), pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan jarum dan alat kesehatan untuk perlukaan (DEP KES RI, 2003).

2. Siklus penyebaran penyakit Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba pathogen dan bersifat sangat dinamis (Darmadi,2008). Penyebaran mikroba pathogen ini tentunya sangat merugikan bagi orang-orang yang dalam kondisi sehat, dan lebih-lebih bagi orangorang yang sedang dalam keadaan sakit (penderita). Orang sehat akan menjadi sakit dan orang yang sedang sakit serta sedang dalam proses asuhan keperawatan di rumah sakit akan memperoleh tambahan beban penderitaan dari penyebaran mikroba pathogen ini. Bibit penyakit (mikroba pthatogen) dapat menular (berpindah) dari penderita, hewan sakit atau reservoir bibit penyakit lainnya, ke manusia sehat dengan beberapa cara, yaitu : 1. Transmisi langsung (direct transmission) Penularan langsung oleh mikroba pathogen ke pintu masuk yang sesuai dari penjamu. Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya droplet nuclei saat bersin, batuk berbicara, atau saat transfusi darah dengan darah yang terkontaminasi mikroba pathogen. 2. Transmisi tidak langsung (indirect transmission) Penularan mikroba pathogen yang memerlukan adanya media perantara, baik berupa barang/bahan, air, udara, makanan/minuman, maupun vector a. Vehicle borne Sebagai media perantara penularan adalah barang/bahan yang terkontaminasi seperti peralatan makan dan minum, instrument bedah/kebidanan, peralatan laboratoirum, peralatan infus/transfuse. b. Vector borne Sebagai media perantara penularan adalah vector (serangga), yang memindahkan mikroba pathogen ke penjamu dengan cara sebagai berikut. 1. Cara mekanis

Pada kaki serangga melekat kotoran/sputum (mikroba pathogen), lalu hinggap pada makanan/minuman, dimana selanjutnya akan masuk kesaluran cerna penjamu. 2. Cara biologis Sebelum masuk ke tubuh penjamu, mikroba mengalami siklus

perkembanganbiakan dalam tubuh vector/serangga, selanjutnya mikroba dipindahkan ke tubuh pejamu melalui gigitan.

c. Food borne Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup efektif untuk menyebarkan mikroba pathogen ke penjamu, yaitu melalaui pintu masuk ( port dntree) saluran cerna. d. Water borne Tersedianya air bersih baiksecara kuantitatif maupun kualitatif , terutama untuk kebutuhan rumah sakit adalah mutak. Kualitas air yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologis, diharapkan terbesar dari mikroba pathogen sehingga aman untuk dikonsumsi. Jika tidak sebagai media perantara air sangat mudah untuk menyebarkan mikroba pathogen ke penjamu, melalui pintu masuk (port denteree) saluran cerna maupun pintu masuk yang lain. e. Air borne Udah sangat mutlak diperlukan oleh setiap orang, namun adanya udara yang terkontaminasi oleh mikroba pathogen sangat sulit untuk dideteksi. Mikroba pathogen dalam udara masuk ke saluran nafas penjamu dalam bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita (reservoir) saat batuk atau bersin, bicara atau bernafas melalui mulut atau hidung. Sedangkan dust merupakan partikel yang dapat terbang bersama debu lantai / tanah. Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi di dalam ruangan yang tertutup seperti didalam ruangan

yang tertutup seperti didalam gedung, ruangan/bangsal/kamar keperawatan, atau pada laboratorium klinik. Mekanisme transmisi mikroba pathogen atau penularan penyakit infeksi sangat jelas tergambar dalam uraian di atas, dari reservoir ke penjamu yang peka atau rentan. Dalam riwayat perjalanan penyakit, pejamu yang peka akan berinteraksi dengan mikroba pathogen, yang secara alamiah akan melewati 4 tahap. 1. Tahap rentan Pada tahap ini pejamu masih dalam kondisi relative sehat, namun peka atau labil, disertai factor predisposisi yang mempermudah terkena penyakit seperti umur, keadaan fisik, perilaku/ kebisaan hidup, social-ekonomi dan lain-lain. Faltor-faktor predisposisi tersebut mempercepat masuknyaagen penyebab penyakit (mikroba pathogen) untuk berinteraksi dengan pejamu. 2. Tahap inkubasi Setelah masuk ke tubuh penjamu, mikroba pathogen mulai beraksi, namun tanda dan gejala penyakit belum tampak ( subklinis). Saat mulai masuknya mikroba pathogen ke tubuh penjamu hingga saat munculnya tanda dan gejala penyakit yang disebut masa inkubasi. Masa inkubasi satu penyakit berbeda dengan penyakit lainnya; ada yang haya beberapa jam, da nada pula yang bertahun-tahun.

3. Tahap klinis Merupakan tahap terganggunya fungsi organ yang dapat memunculkan tanda dan gejala penyakit. Dalam perkembangannya, penyakit akan berjalan secara bertahap. Pada tahap awal, tanda dan gejala penyakit masih ringan. Penderita msih mampu melakukan aktivitas sehari-hari dan masih dapat diatasi dengan berobat jalan, karena penyakit bertambah parah, baik secara objektif maupun subjektif. Pada tahap ini penderita sudah tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehatihari dan jika berobat, umumnya harus memerlukan perawatan. 4. Tahap akhir penyakit Perjalanan penyakit pada suatu saat akan berakhir pula. Perjalanan penyakit tersebut dapat berakhir dengan 5 alternatif. a. Sembuh sempurna

Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk dan fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti sedia kala. b. Sembuh dengan cacat Penderita sembuh dari penyakitnya namun disertai adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk secara fisik, cacat mental, maupun cacat social. c. Pembawa (carrier) Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai dengan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada kondisi ini agen penyebab penyakit masih ada, dan masih potensial sebagai sumber penularan. d. Kronis Perjalanan penyakit bergerak lambat, dengan tanda dan gejala yang tetap atau tidak berubah (stagnan) e. Meninggal dunia Akhir perjalanan penyakit dengan adanya kegagalan fungsi-fungsi organ.

3. Pencegahan penyebaran infeksi Beberapa tindakan pencegahan infeksi yang dapat dilakukan adalah: a. Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau menghilangkan jumlah mikroorganisme ,baik pada permukaan benda hidup maupun benda mati agar alatalat kesehatan dapat dengan aman digunakan. Contoh : Pencucian alat dengan menggunakan sabun. b. Antiseptik,yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh lainnya. Contoh : 1) Mencuci alat dengan cara biasa, lalu setelah kering dilanjutkan dengan mencuci menggunakan alkohol.

2) Menuangkan alat dengan alkohol, lalu dibakar c. Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani oleh petugas kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis sebelum pencucian dilakukan. Contohnya adalah meja pemeriksaan, alat-alat kesehatan dan sarung tangan yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh disaat prosedur dedah/tindakan dilakukan. B. Kewaspadaan Baku / Kewaspadaan universal / Kewaspadaan umum 1. Pengertian Menurut Prof. Dr. Sulianti Saroso (2006) Kewaspadaan Universal adalah suatu cara penanganan baru untuk meminimalkan pajanan darah dan cairan tubuh dari semua pasien, tanpa memperdulikan status infeksi. Kewaspadaan standar tersebut dirancang untuk mengurangi risiko infeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui (Depkes, 2008).. Kewaspadaan Universal hendaknya dipatuhi oleh tenaga kesehatan karena ia merupakan panduan mengenai pengendalian infeksi yang dikembangkan untuk melindungi para pekerja di bidang kesehatan dan para pasiennya sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit yang disebarkan melalui darah dan cairan tubuh tertentu. Penerapan Kewaspadaan Standar diharapkan dapat menurunkan risiko penularan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari sumber yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Penerapan ini merupakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus rutin dilaksanakan terhadap semua pasien dan di semua fasilitas pelayanan kesehatan (Tietjen, dkk, 2004). 2. Tujuan Kewaspadaan Umum Menurut Nursalam (2007), kewaspadaan umum perlu diterapkan dengan tujuan: a. Mengendalikan infeksi secara konsisten. b. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak terdiagnosa atau tidak terlihat seperti risiko. c. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien. d. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya. 3. Rekomendasi Kewaspadaan Standar di Fasiltas Pelayanan Kesehatan a. Kebersihan tangan (cuci tangan), (WHO, 2008) :

10

Kebersihan tangan merupakan komponen terpenting dari Kewaspadaan Standar dan merupakan salah satu metode yang paling efektif dalam mencegah penularan patogen yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan Ringkasan teknik: 1) Cuci tangan (40-60 detik): basahi tangan dan gunakan sabun, gosok seluruh permukaan, bilas kemudian keringkan dengan handuk sekali pakai, sekaligus untuk mematikan keran. 2) Penggosokan tangan (20-30 detik): gunakan produk dalam jumlah cukup untuk seluruh bagian tangan, gosok tangan hingga kering. Ringkasan indikasi: 1) 2) 3) 4) 5) 6) Sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien dan di antara pasien, baik menggunakan maupun tidak menggunakan sarung tangan. Segera setelah sarung tangan dilepas. Sebelum memegang peralatan. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekret, ekskresi, kulit terluka, dan benda-benda terkontaminasi. Selama merawat pasien, saat bergerak dari sisi terkontaminasi ke sisi bersih dari pasien. Setelah kontak dengan benda-benda di samping pasien.

b. Alat Pelindung Diri (APD), yang terdiri dari: Alat Pelindung Diri (APD) adalah alat yang digunakan untuk melindungi diri dari sumber bahaya tertentu baik yang berasal dari pekerjaan maupun dari lingkungan kerja dan berguna dalam usaha untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan cidera atau cacat, dan terdiri dari berbagai jenis APD di rumah sakit yaitu sarung tangan, masker, penutup kepala, gaun pelindung dan sepatu pelindung (Syukri, 1982 dalam Jumata, 2010). Barrier nursing adalah upaya teknis dari asuhan keperawatan yang dititikberatkan pada upaya melindungi petugas dari penularan dengan menggunakan perlengkapan pelindung diri , antara lain: 1) Penggunaan sarung tangan Sarung tangan atau istilahnya handscoon merupakan salah satu kunci dalam meminimalisasi penularan penyakit, merupakan alat yang mutlak harus

11

dipergunakan oleh petugas kesehatan termasuk perawat. Pemakaian sarung tangan bertujuan untuk melindungi tangan dari kontak dengan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, kulit yang tidak utuh, selaput lendir pasien dan benda yang terkontaminasi (Jumata, 2010). Gunakan bila akan menyentuh darah, cairan tubuh, sekret, ekskresi, membran mukosa, kulit yang tidak utuh. Ganti setiap kali selesai satu tindakan ke tindakan berikutnya pada pasien yang sama setelah kontak dengan bahan-bahan yang berpotensi infeksius. Lepaskan setelah penggunaan, sebelum menyentuh benda dan permukaan yang tidak terkontaminasi, dan sebelum pindah ke pasien lain. Lakukan tindakan membersihkan tangan segera setelah melepaskan sarung tangan. 2) Pelindung wajah (masker, kacamata,) Masker harus dikenakan bila diperkirakan ada percikan atau semprotan dari darah atau cairan tubuh ke wajah. Selain itu, masker menghindarkan perawat menghirup mikroorganisme dari saluran pernapasan klien dan mencegah penularan kuman patogen dari saluran pernapasan perawat ke klien. Masker yang dipakai dengan tepat terpasang pas nyaman di atas mulut dan hidung sehingga kuman patogen dan cairan tubuh tidak dapat memasuki atau keluar dari sela-selanya (Ramdayana, 2009). Langkah-langkah penggunaan masker : a) Ambil bagian atas masker (biasanya sepanjang tepi tersebut ada stip motal yang tipis). b) Pegang masker pada 2 tali atau ikatan bagian atas belakang kepala dengan tali melewati atas telinga. c) Ikatkan dua tali bagian bawah masker sampai ke bawah dagu. d) Dengan lembut jepitkan pita motal bagian atas pada batang hidung. 3) Gaun pelindung Gaun / baju pelindung atau jubah atau celemek, merupakan salah satu jenis pakaian kerja. Seperti diketahui bahwa pakaian kerja dapat berupa seragam kerja, gaun bedah, jas laboratorium dan celemek. Tujuan pemakaian gaun pelindung adalah untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lain yang dapat mencemari baju atau seragam.

12

4) Penutup kepala 5) Sepatu pelindung c. Pencegahan luka tusukan jarum dan benda tajam lainnya Dalam mencegah luka tusukan jarum dan benda tajam lainnya, maka seorang perawat harus berhati-hati dalam melakukan : 1) Memegang jarum, pisau, dan alat-alat tajam lainnya. 2) Bersihkan alat-alat yang telah digunakan. 3) Buang jarum dan alat-alat tajam lainya yang telah digunakan d. Kebersihan pernapasan dan etika batuk Seseorang dengan gejala gangguan napas harus menerapkan langkah-langkah pengendalian sumber dengan cara tutup hidung dan mulut saat batuk/bersin dengan tisu dan masker, serta membersihkan tangan setelah kontak dengan sekret saluran napas. Fasilitas pelayanan kesehatan harus: 1) Menempatkan pasien dengan gejala gangguan pernapasan akut setidaknya 1 meter dari pasien lain saat berada di ruang umum jika memungkinkan. 2) Letakkan tanda peringatan untuk melakukan kebersihan pernapasan dan etika batuk pada pintu masuk fasilitas pelayanan kesehatan. Pertimbangkan untuk meletakkan perlengkapan/ fasilitas kebersihan tangan di tempat umum dan area evaluasi pasien dengan gangguan pernapasan

e. Kebersihan lingkungan Gunakan prosedur yang memadai untuk kebersihan rutin dan disinfeksi permukaan lingkungan dan benda lain yang sering disentuh.

f.

Linen Penanganan, transportasi, dan pemrosesan linen yang telah dipakai dengan cara:

13

1) Cegah pajanan pada kulit dan membran mukosa serta kontaminasi pada pakaian. 2) Cegah penyebaran patogen ke pasien lain dan lingkungan. g. Pembuangan limbah 1) Pastikan pengelolaan limbah yang aman. 2) Perlakukan limbah yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi sebagai limbah infeksius, berdasarkan peraturan setempat. 3) Jaringan manusia dan limbah laboratorium yang secara langsung berhubungan dengan pemrosesan spesimen harus juga diperlakukan sebagai limbah infeksius. 4) Buang alat sekali pakai dengan benar h. Peralatan perawatan pasien 1) Peralatan yang ternoda oleh darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga pajanan pada kulit dan membran mukosa, kontaminasi pakaian, dan penyebaran patogen ke pasien lain atau lingkungan dapat dicegah. 2) Bersihkan, disinfeksi, dan proses kembali perlengkapan yang digunakan ulang dengan benar sebelum digunakan pada pasien lain. i. Sterilisasi alat Menurut Nystrom (1981) yang dikutip Tietjen (2004), dekontaminasi adalah\ langkah pertama dalam mensterilkan instrumen bedah/tindakan, sarung tangan dan peralatan lainnya yang kotor (terkontaminasi), terutama jika akan dibersihkan dengan tangan misalnya, merendam barang-barang yang terkontaminasi dalam larutan klorin 0,5 % atau disinfektan lainnya yang tersedia dengan cepat dapat membunuh HBV dan HIV. Dengan demikian, menjadikan instrumen lebih aman ditangani sewaktu pembersihan. Setelah instrumen dan barang-barang lain didekontaminasi, kemudian perlu dibersihkan, dan akhirnya dapat disterilisasi atau didisinfeksi tingkat tinggi. Proses yang dipilih untuk pemrosesan akhir bergantung pada apakah instrumen ini akan bersinggungan dengan selaput lendir yang utuh atau kulit yang terkelupas ataujaringan di bawah kulit yang biasanya steril. C. Asuhan keperawatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 1. Pengkajian a. Status mekanisme pertahanan

14

Meninjau penemuan pengkajian fisik dan kondisi medis klien untuk menentukan status mekanisme pertahanan terhadap infeksi yang normal. Sebagai contoh: robekan pada kulit, ulkus pada tungkai bawah klien yang menderita diabetes merupakan tempat yang potensial untuk infeksi. Setiap penurunan dalam pertahanan primer atau sekunder tubuh terhadap infeksi menempatkan individu pada resiko tinggi. b. Kerentanan klien Banyak factor yang mempengaruhi kerentanan terhadap infeksi. Usia Sepanjang kehidupan, kerentanan terhadap infeksi berubah. Bayi memiliki pertahanan yang imatur terhadap infeksi karena system imun bayi belum dapat memproduksi imunoglobulin dan sel darah putih yang diperlukan untuk melawan infeksi. Individu dewasa muda memiliki pertahanan yang diperbaharui terhadap infeksi. Flora norma, pertahanan system tubuh, inflamasi, dan respon imun memberikan perlindungan terhadap invasi mikro organisme. Individu usia lanjut juga mengalami perubahan dalam struktur dan fungsi kulit, traktus urinarius dan paru. Status gizi Kurangnya asupan protein atau nutrisi seperti karbohidrat dan lemak menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi dan proses penyembuhan luka. Stress Tubuh berespon terhadap stress emosional atau fisik dengan sindrom adaptasi umum. Stress yang berlanjut menyebabkan kelelahan, dimana cadangan energy dihabiskan dan tubuh tidak memiliki ketahanan terhadap invasi organisme. Proses penyakit Leukemia, AIDS, limfoma dan anemia aplastik merupakan kondisi yang membahayakan kondisi tubuh penjamu dengan melemahkan pertahanan terhadap organisme infeksius. Penyakit kronis seperti diabetes melitus dan sklerosis multiple juga lebih rentan untuk terinfeksi karena kerusakan luas dan gangguan nutrisi. Penyakit yang menggangu system pertahanan tubuh seperti

15

emfisema, bronchitis, kanker, dan vascular perifer terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Terapi medis Beberapa obat dan terapi medis dapat menurunkan imunitas terhadap infeksi. Pengkajian obat meliputi pengkajian pengguanaan obat bebas dan obat herbal. Adrenal kortikosteroid merupakan obat anti inflamasi yang menyebabkan kerusakan protein dan mengganggu repon inflamasi terhadap bakteri dan pathogen lain. c. Manifestasi klinis Infeksi local lebih banyak ditemukan di daerah kulit atau membrane mukosa yang rusak, seperti luka operasi, ulkus, lesi oral dan abses. Untuk mengkaji area infeksi local, dapat dilihat adanya area kemerahan dan pembengkakan yang disebabkan oleh inflamasi. Infeksi sistemik menyebabkan gejala yang lebih umum dibanding infeksi lokal. Biasanya menyebabkan deman, kelelahan, mual, muntah, dan lesu. Suatu infeksi tidak selalu menunjukkan tanda dan gejala yang khas pada semua klien. Gejala atipikal seperti kebingungan, inkontinensia, atau agitasi mungkin hanya merupakan gejala dari penyakit infeksius. d. Data laboratorium Peninjauan hasil tes laboratorium dapat menunjukkan infeksi. e. Klien dengan infeksi Beberapa klien dengan infeksi memiliki berbagai masalah, penting untuk mengajukan pertanyaan khususuntuk mengkaji kebutuhan klien dan keluarga terkait dengan status penyakit. Seperti kebutuhan fisik, psikologis, social, dan ekonomi. 2. Diagnosa keperawatan Selama pengkajian data objektif dikumpulkan seperti insisi terbuka atau penurunan asupan kalori dan data subjektif seperti keluhan klien tentang rasa nyeri pada daerah luka operasi. Kemudian data tersebut ditinjau ulang dan diteliti untuk menentukan faktor resiko yang menciptakan suatu pola.

16

Contoh diagnosa keperawatan: resiko infeksi, ketidakseimbangan nutrisi, gangguan membrane mukosa, resiko gangguan integritas kulit, isolasi social dan gangguan integritas jaringan. Keberhasilan dalam merencanakan intervensi keperawatan yang sesuai tergantung pada keakuratan diagnosis dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan klien. 3. Perencanaan a. Tujuan dan hasil Rencana perawatan klien didasarkan pada setiap diagnosis keperawatan dan factor terkait. Tujuan pelayanan yang dapat diaplikasikan pada klien dengan infeksi sebagai berikut: Mencegah terpapar organism infeksius Mengontrol dan mengurangi perluasan infeksi Mempertahankan ketahanan terhadap infeksi Mengungkapkan pemahaman tentang teknik pencegahan

b. Menentukan prioritas Prioritas pemberian terapi untuk mempercepat penyembuhan luka menyingkirkan tujuan mendidik klien untuk melakukan terapi pelayanan diri dirumah. Ketika kondisi klien membaik prioritas akan berubah dan edukasi klien menjadi intervensi yang penting. c. Pelayanan kolaborasi Perkembangan rencana perawatan termasuk pencegahan dan praktik control infeksi dari bebagai disiplin. Memilih intervensi dalam bekerjasama dengan klien, keluarga, dan pihak lain seperti ahli gizi dan ahli terapi pernafasan. Ketika pelayanan berlanjut kerumah klien, perawatan pelayanan rumah merencanakan untuk meyakinkan bahwa lingkungan rumah mendukung praktik pencegahan dan control infeksi dengan baik. 4. Implementasi a. Promosi kesehatan

17

Gunakan keterampilan berpikir kritis untuk mencegah infeksi dari perkembangan infeksi atau penyebarannya. Prosedur di implementasikan untuk meminimalkan jumlah dan jenis organism yang mungkin bersifat menular. Menghilanhkan reservoir infeksi, mengontrol jalur masuk dan keluar, dan menghindari tindakan yang menularkan mikroorganisme. Dukungan nutrisi, istirahat, perlindungan fisiologis dan imunisasi yang direkomendasikan akan melindungi klien. Ketika seorang klien mendapat infeksi, terapkan teknik dan prosedur untuk mengurangi celah bagi anggita pelayanan kesehatan dan klien lain terpapar infeksi. b. Perawatan akut Pengobatan proses infeksi meliputi tindakan menghilangkan organism infeksius dan mendukung pertahanan klien. Ketika prose penyakit atau organism penyebab teridentifikasi, oelayan kesehatan memberikan pengobatan yang paling efektif. Selama perjalanan infeksi, perawat mendukung mekanisme pertahanan tubuh klien. Sebagai contoh, jika klien terkena diare, perawat harus mempertahankan integritas kulit untuk mencegah kerusakan dan masuknya mukroorganisme lain. c. Asepsis Upaya dasar untuk meminimalkan onset dan penyebaran infeksi adalah prinsip dan teknik asepsis. Asepsis adalah hilanhnya mikroorganisme pathogen. Dua jenis teknik asepsis adalah asepsis medical dan bedah. Asepsis medical atau teknik bersih, termasuk prosedur yang digunakan untuk mengurangi jumlah organism yang ada dan perpindahan organism. Prinsip asepsis medical bisa dilakukan dirumah. Dalam asepsis medical, suatu daerah atau objek dikatakan terkontaminasi jika mengandung atau diduga mengandung pathogen. Perawat mengikuti prinsip-prinsip dan prosedur khusus, termasuk pencegahan dasar untuk mencegah dan mengontrol infeksi dan penyebarannya.

18 BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan : Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit. Jika mikroorganisme gagal menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan, infeksi ini disebut asimptomatik. Penyakit timbul jika patogen berkembang biak dan menyebabkan perubahan pada jaringan normal. Jika penyakit infeksi dapat ditularkan langsung dari satu orang ke orang lain, penyakit ini merupakan penyakit menular atau contagious Penyebaran Penyakit infeksi dapat melalui dua cara yaitu (1)Transmisi langsuns ( sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara, atau saat transfusi darah dengan darah yang terkontaminasi mikroba pathogen, (2) transmisi tidak langsung ( vehicle borne, vector borne, food borne, water borne & air borne). Pencegahan penyebaran infeksi dapat berupa beberapa tindakan pencegahan infeksi yaitu aseptic. Antiseptic dan dekontaminasi.

B. Kritik /saran : Harapan kami, makalah ini dapat berguna, menambah wawasan dan pengetahuan

bagi kita semua. Kritik dan saran yang sangat membangun sangat penulis butuhkan dan akan diterima dengan senang hati.

19

Daftar Pustaka
Hidayat, A. Aziz Alimul.2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Potter, A Patricia, Anne G Perry.2010. Fundamental Keperawatan Edisi 7 Buku 2. Jakarta: Salemba Medika. Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya.Jakarta: Salemba Medika http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33800/4/Chapter%20II.pdf

You might also like