You are on page 1of 43

BAB I LAPORAN KASUS IDENTIFIKASI Tanggal 22 Nopember 2011 Nama : Tn.

K Umur Alamat Pekerjaan : 22 tahun : Jerambah Bolong : Mahasiswa

Pendidikan : S1 Status : Belum Menikah ANAMNESA (Autoanamnesa) Tanggal 22 November 2011 Keluhan Utama : mata kiri terasa kabur. Keluhan tambahan : timbul selaput putih pada mata kiri R/ Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli mata RSUD Raden Mattaher dengan keluhan mata kiri terasa kabur sejak 2 hari sebelum pasien datang ke poli mata, pasien mengeluh pandangan mata sebelah kiri terganggu. Sebelum keluhan tersebut dirasakan oleh pasien, 3 bln yang lalu pasien mengaku awalnya mata kirinya merah dan disertai gatal. Pasien juga mengaku mata sebelah kirinya . terasa Pasien seperti ada yang bahwa

mengganjal,

mengatakan

penglihatan pada mata kiri terhalangi atau seperti tertutup oleh embun sehingga apabila melihat pada tempat yang terang terasa sangat
1

silau, Pasien juga mengatakan kalau mata kiri sering berair akan tetapi tidak disertai adanya kotoran pada mata kirinya, oleh pasien mata di beri obat tetes mata yang ia beli di apotik tanpa resep dokter, semenjak itu menurut pasien pada mata kiri nya timbul beberapa seperti selaput putih yang ukurannya sangat kecil pada pinggir bagian yang hitam dari mata pasien, akan tetapi selaput tersebut semakin lama semakin meluas kearah bagian tengah dari mata pasien, pasien lalu memeriksakan matanya ke RSUD Rd. Mattaher diberi obat tetes mata dua jenis (1x1 dan 2x1), setelah 1 minggu keluhan dirasa berkurang pasien lalu tidak datang lagi untuk control. Pasien mengaku sebelum keluhan

tersebut muncul, pasien tidak ada riwayat trauma pada mata ataupun riwayat penggunaan lensa kontak. Keluhan serupa tidak dirasakan pasien pada mata sebelah kanannya. Menurut pasien 2 hari ini keluhan yang di alaminya 3 bulan yang lalu timbul kembali disertai dengan

R/ Penyakit Dahulu

mata sebelah kiri terasa kabur Riwayat trauma pada mata disangkal Riwayat Hipertensi dan Diabetes mellitus disangkal

R/ Penyakit Keluarga R/ Gizi Keadaan ekonomi

Riwayat sakit yang sama dalam keluarga disangkal Baik Menengah

STATUS OPHTHALMOLOGIS OD Visus Kedudukan bola mata ergerakan bola mata 6/6 Ortoforia OS 6/9

Versi : baik Duksi : baik PEMERIKSAAN EXTERNAL

Versi : baik Duksi : baik Injeksi silier

Palpebra supp Palpebra inf Cilia

Infiltrate Numular Pd jam 7 uk 2 mm, jam 12 dan 13 uk 1 mm Bentuk Halo Dengan konglomerasi Edem (-), hiperemis (-), Edem (-), hiperemis (-), nyeri tekan (-) nyeri tekan (-) Edem (-), hiperemis (-), Edem (-), hiperemis (-), nyeri tekan (-) Trichiasis (-) nyeri tekan (-) Trichiasis (-)

Conj. Tars Supp

Papil

(-),

folikel

(-), Papil

(-),

folikel

(+),

hiperemis (-), Conj. Tars Inf Papil (-), folikel

hiperemis (-) ,injeksi silier (+) (-), Papil (-), folikel hiperemis silier(+) (-), Inj.konjungtiva (-),

hiperemis (-) Conj. bulbi Kornea Inj.konjungtiva Inj.silier (-), sekret (-) Jernih , infiltrat (-)

(-),injeksi (-),

Inj.silier (+), sekret (-) Keruh, infiltrat numular (+) bentuk Halo pada jam 7 uk 2 mm, jam 12 uk 1 mm, jam 13 uk 1 mm Cukup Dalam Hifema (-)

COA

Cukup Dalam Hifema (-)

Iris

Hipopion (-) Hipopion (-) Sinekia ant & post (-), Sinekia ant & post (-), iridodenesis (-) iridodenesis (-) iridodialisis(-) Bulat, reguler, D = 3 mm Jernih iridodialisis(-) Bulat, reguler, D = 3 mm Jernih

Pupil Lensa Lain-lain TIO palpasi

normal

normal

PEMERIKSAAN SLIT LAMP DAN BIOMICROSCOPY Cilia Trichiasis (-) Trichiasis (-) Conj. Bulbi Kornea Inj.konjungtiva Inj.silier (-), sekret (-) Jernih, infiltrat (-) (-), Inj.konjungtiva (-), Inj.silier (+), sekret (-) Keruh, infiltrat numular (+) bentuk Halo pada jam 7 uk 2 mm, jam 12 uk 1 mm, jam 13
4

uk 1 mm COA Cukup Dalam Hifema (-) Iris Cukup Dalam Hifema (-)

Hipopion (-) Hipopion (-) Sinekia ant & post (-), Sinekia ant & post (-), iridodenesis (-) iridodenesis (-) iridodialisis(-) Bulat, reguler, D = 3 mm Jernih Tidak dilakukan pemeriksaan iridodialisis(-) Bulat, reguler, D = 3 mm Jernih

Pupil Lensa FUNDUSKOPI

PEMERIKSAAN UMUM Kesadaran : compos mentis TB : 163 cm BB : 50- Kg TD : 120/70 mmHg Nadi : 90 x/menit RR : 20 x/menit T : afebris DIAGNOSA ANJURAN PEMERIKAAN Tes Fluoresen Funduskopi PENGOBATAN Acyclovir zalf 2x1 (os) Tetes mata (dexamethason, neomysin sulfat dan polymiksin B sulfat) 3x1 (os) Kombinasi Vitamin C dan Vit B 2 x 500 mg Edukasi : menggunakan pelindung mata (kaca mata hitam) untuk melindungi dari exposure dari luar seperti debu dan sinar ultraviolet.
5

Keratitis Numular dengan Konglomerasi OS

PROGNOSA Quo ad vitam : dubia ad bonam Quo ad fungtionam : dubia ad malam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Kornea Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, dan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan Kornea merupakan salah satu media media refrakta dengan diameter 11,5 mm, tebal + 1 mm (0,54 0,65 mm) dan dengan kekuatan bias 43 dioptri. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea,

dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Kornea terdiri dari 5 lapisan yaitu : 2,6 1. Epitel Epitel kornea berasal dari ektoderm permukaan dan memiliki ketebalaan 50 pm, terdiri atas 5 lapis sel epitel bertanduk yang saling tumpang tindih satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal terlihat mitosis sel, dan sel muds ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden dan ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.

2. Membran Bowman Membran bowman terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi 3. Stroma Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedangkan di bagian perifer serat kolagen ini bercabang dan terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara

serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma. 4. Membran Descement Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea yang dihasilkan oleh endotel. Bersifat sangat elastis dan jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskop elektron, membran ini berkembang terus seumur hidup dan mempunyai tebal + 40 mm. Lebih kompak dan elastis daripada membran Bowman. Juga lebih resisten terhadap trauma dan proses patologik lainnya dibandingkan dengan bagian-bagian kornea yang lain. 5. Endotel Berasal dari mesotelium, terdiri atas satu lapis sel berbentuk heksagonal, tebal antara 20-40 mm melekat erat pada membran descemet melalui taut. Endotel dari kornea ini dibasahi oleh aqueous humor. Lapisan endotel berbeda dengan lapisan epitel karena tidak mempunyai daya regenerasi, sebaliknya endotel mengkompensasi sel-sel yang mati dengan mengurangi kepadatan seluruh endotel dan memberikan dampak pada regulasi cairan, jika endotel tidak lagi dapat menjaga keseimbangan cairan yang tepat akibat gangguan sistem pompa endotel, stroma bengkak karena kelebihan cairan (edema kornea) dan kemudian hilangnya transparansi (kekeruhan) akan terjadi. Permeabilitas dari kornea ditentukan oleh epitel dan endotel yang merupakan membrane semipermeabel, kedua lapisan ini mempertahankan kejernihan daripada kornea, jika terdapat kerusakan pada lapisan ini maka akan terjadi edema kornea dan kekeruhan pada kornea.2,3,4

A Gambar 1. (A) Anatomi mata (B). Lapisan Kornea

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V. Saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbul Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4 II.2 Fisiologi Kornea Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh

fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut, yang mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.2,3 Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh dan substansi larut-air dapat melalui stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan larut-air sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan membran bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus, amuba, dan jamur .2,3 Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil .2 Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik, pada endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan.

10

Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah beregenerasi.2 Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Namun sekali ini cedera, stroma yang avaskuler dan membrane bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam mikroorganisme, seperti bakteri, amuba, dan jamur. Streptococcus pneumonia (pneumokokkus) adalah bakteri pathogen kornea sejati; pathogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (mis; defisiensi imun) agar dapat menimbulkan infeksi.2

II.3 Keratitis

II.3.1 Definisi Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.4 II.3.2 Etiologi dan faktor pencetus Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus dan jamur dapat menyebabkan keratitis. Penyebab paling sering adalah virus herpes simplex tipe 1. Selain itu penyebab lain adalah kekeringan pada mata, pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang masuk ke mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata, debu, polusi atau bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan penggunaan lensa kontak yang kurang baik. II.2.3 Tanda dan Gejala Umum 2,3

11

Tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltrat dapat ada di seluruh lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis. Pada peradangan yang dalam, penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan parut (sikatrik), yang dapat berupa nebula, makula, dan leukoma. Adapun gejala umum adalah :

Keluar air mata yang berlebihan Nyeri Penurunan tajam penglihatan Radang pada kelopak mata (bengkak, merah) Mata merah Sensitif terhadap cahaya

II.2.4 Klasifikasi Keratitis biasanya diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea yang terkena : yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel dan bowman dan keratitis profunda apabila mengenai lapisan stroma.5 Keratitis berdasarkan lokasinya terbagi atas : 1. Keratitis pungtata 2. Keratitis marginal 3. Keratitis interstitial

Keratitis Pungtata Keratitis pungtata (KP) ialah keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman, dengan infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. KP dapat disebabkan oleh
12

moluskum kontangiosum, akne rosasea, herpes simpleks, herpes zoster, blefaritis neuroparalitik, infeksi virus lainnya, traukoma, serta trauma radiasi. KP biasanya terdapat bilateral dan berjalan kronis tanpa terlihat gejala kelainan konjungtiva, ataupun tanda akut, yang sering terjadi pada dewasa muda.9

Keratitis Marginal Keratitis marginal merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Dapat disebabkan oleh penyakit infeksi lokal konjungtiva, bersifat rekuren, biasanya terdapat pada pasien paruh baya dengan blefarokonjungtivitis. Bila tidak diobati dengan baik akan mengakibatkan tukak kornea. Penderita akan mengeluh sakit, seperti kelilipan, lakrimasi, disertai fotofobia berat. Pada mata akan terlihat blefarospasme pada satu mata, injeksi konjungtiva, infiltrat atau ulkus yang memanjang, dangkal unilateral dapat tunggal atau multipel, sering disertai neovaskularisasai dari limbus. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika sesuai penyebabnya dan steroid dosis ringan.10

13

Keratitis Interstisial Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih dalam. Keratitis interstisial (KI) dapat terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket ke dalam stroma kornea, dan tuberkulosis. Pada keratitis interstisial akibat lues kongenital didapatkan neovaskularisasi dalam, yang terlihat pada usia 5-20 tahun pada 80% pasien lues. KI merupakan keratitis nonsupuratif profunda disertai dengan neovaskularisasi. Biasanya akan memberikan keluhan fotofobia, lakrimasi, dan penurunan visus. Pada keratitis intertisial maka keluhan bertahan seumur hidup. Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat, permukaan kornea seperti permukaan kaca. Terdapat injeksi siliar disertai serbukan pembuluh ke dalam sehingga memberikan gambaran merah kusam atau disebut juga salmon patch dari Hutchinson. Seluruh kornea dapat berbentuk merah cerah. Kelainan ini biasanya bilateral. Pengobatan tergantung penyebabnya.

Pada keratitis diberikan tetes mata sulfas atropin untuk mencegah sinekia akibat terjadinya uveitis dan tetes mata kortikosteroid. Keratitis profunda dapat juga terjadi akibat trauma sehingga mata terpajan pada kornea dengan daya tahan rendah.

14

Skema Klasifikasi Keratitis

epitel Superficia l KERATITIS subepite l stroma interstitial Profunda disiformis sklerotika n

Herpes zoster, herpes simplek, punctata Numularis, disiform neuroparalitik

Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah : 1. Keratitis punctata superfisialis Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan oleh sindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmus, keracunan obat topical, sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan pemakaian lensa kontak.3,11 Gambar : Keratitis punctata superfisialis

15

2.

Keratitis flikten Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi mempunyai

kecenderungan untuk menyerang kornea. 3. Keratitis sika Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva.

4.

Keratitis lepra

16

Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik saraf, disebut juga keratitis neuroparalitik. 5. Keratitis nummularis Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya multiple dan banyak didapatkan pada petani. Keratitis numularis disebut juga keratitis sawahica atau keratitis punctata tropika. Keratitis numularis diduga diakibatkan oleh virus. Diduga virus yang masuk ke dalam epitel kornea melalui luka setelah truma. Replikasi virus pada sel epitel diikuti penyebaran toksin pada stroma kornea sehingga menimbulkan kekeruhan atau infiltrat berbentuk bulat seperti mata uang. Pada kornea terdapat infiltrat bulat-bulat subepitel dan ditengahnya lebih jernih, seperti halo. Tes fluoresen (-). untuk melihat adanya defek pada epitel kornea dapat dilakukan uji fluoresen. Caranya, kertas fluoresen dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologi kemudian diletakkan pada saccus konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu penderita diberi anastesi lokal. Penderita diminta menutup matanya selama 20 detik, kemudian kertas diangkat. Defek kornea akan terlihat berwarna hijau dan disebut sebagai uji fluoresen positif.3,5,11

17

Gam bar : keratitis numular Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah : 1. 2. Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital Keratitis sklerotikans

II.3.5 Patofisiologi Gejala Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea.3,12

18

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berair mata dan fotofobia umumnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat. II.3.6 Diagnosa Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat diungkapkan adanya riwayat traumakenyataannya, benda asing dan abrasi merupakan dua lesi yang umum pada kornea. Adanya riwayat penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitis akibat infeksi herpes simpleks sering kambuh, namun karena erosi kambuh sangat sakit dan keratitis herpetik tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya. Hendaknya pula ditanyakan pemakaian obat lokal oleh pasien, karena mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama keratitis herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh terapi imunosupresi khusus.7

19

Dokter memeriksa di bawah cahaya yang memadai. Pemeriksaan sering lebih mudah dengan meneteskan anestesi lokal. Pemulusan fluorescein dapat memperjelas lesi epitel superfisialis yang tidak mungkin tidak telihat bila tidak dipulas. Pemakaian biomikroskop (slitlamp) penting untuk pemeriksaan kornea dengan benar; jika tidak tersedia, dapat dipakai kaca pembesar dan pencahayaan terang. Harus diperhatikan perjalanan pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea. Daerah kasar yang menandakan defek pada epitel terlihat dengan cara ini.9 Mayoritas kasus keratitis bakteri pada komunitas diselesaikan dengan terapi empiris dan dikelola tanpa hapusan atau kultur.Hapusan dan kultur sering membantu dalam kasus dengan riwayat penyakit yang tidak jelas. Hipopion yang terjadi di mata dengan keratitis bakteri biasanya steril, dan pungsi akuos atau vitreous tidak perlu dilakukan kecuali ada kecurigaan yang tinggi oleh mikroba endophthalmitis. Kultur adalah cara untuk mengidentifikasi organisme kausatif dan satusatunya cara untuk menentukan kepekaan terhadap antibiotik. Kultur sangat membantu sebagai panduan modifikasi terapi pada pasien dengan respon klinis yang tidak bagus dan untuk mengurangi toksisitas dengan mengelakkan obat-obatan yang tidak perlu. Dalam perawatan mata secara empiris tanpa kultur dimana respon klinisnya tidak bagus, kultur dapat membantu meskipun keterlambatan dalam pemulihan patogen dapat terjadi. Sampel kornea diperoleh dengan memakai agen anestesi topikal dan menggunakan instrumen steril untuk mendapatkan atau mengorek sampel dari daerah yang terinfeksi pada kornea. Kapas steril juga dapat digunakan untuk mendapatkan sampel. Ini paling mudah dilakukan dengan perbesaran Slit Lamp. Biopsi kornea dapat diindikasikan jika terjadi respon yang minimal terhadap pengobatan atau jika kultur telah negatif lebih dari satu kali dengan gambaran klinis yang sangat mendukung suatu proses infeksi. Hal ini juga dapat diindikasikan jika

20

infiltrat terletak di pertengahan atau dalam stroma dengan jaringan atasnya tidak terlibat.13 Pada pasien kooperatif, biopsi kornea dapat dilakukan dengan bantuan Slit Lamp atau mikroskop operasi. Setelah anestesi topikal, gunakan sebuah pisau untuk mengambil sepotong kecil jaringan stroma, yang cukup besar untuk memungkinkan pembelahan sehingga satu porsi dapat dikirim untuk kultur dan yang lainnya untuk histopatologi. Spesimen biopsi harus disampaikanke laboratorium secara tepat waktu. Trias keratitis fotofobia epifora blefarospasme Macam-macam infiltrate:

Nummular: keratitis numularis Punctata: keratitis punctata superficialis Dendrite/filament : herpes simpleks Disceform: stromal keratitis Komplikasi keratitis: ulkus hipopion endoftalmitis panoftalmitis meningitis/ensefalitis sembuh sikatriks

3 tingkatan sikatriks 1. Leukoma di stroma. Dengan mata telanjang bisa dilihat 2. Makula di subepitel. Dengan senter bisa dilihat 3. Nebula di epitel. Dengan slitlamp atau lup bisa dilihat

21

Menurut penyebab

Berdasarkan jenis patogen penyebab keratitis dapat terbagi atas :13 1. keratitis bakterial 2. keratitis jamur 3. keratitis virus 4. keratitis akantamuba II.4 Keratitis Bakterialis

22

Keratitis bakteri adalah gangguan penglihatan yang mengancam. Ciri-ciri khusus keratitis bakteri adalah perjalanannya yang cepat. Destruksi corneal lengkap bisa terjadi dalam 24 48 jam oleh beberapa agen bakteri yang virulen. Ulkus kornea, pembentukan abses stroma, edema kornea dan inflamasi segmen anterior adalah karakteristik dari penyakit ini. Patogen

Grup bakteri yang paling banyak menyebabkan keratitis bakteri adalah Streptococcus, Pseudomonas, Enterobacteriaceae (meliputi Klebsiella, Enterobacter, Serratia, and Proteus) dan golongan Staphylococcus. Lebih dari 20 kasus keratitis jamur (terutama candidiasis) terjadi komplikasi koinfeksi bakteri. Banyak jenis ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan hanya bervariasi dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang disebabkan bakteri oportunistik (mis., Streptococcus epidermidis, alfa-hemolyticus, dan M Staphylococcus fortuitum-chelonei), aureus, yang Staphylococcus superficial. Patofisiologi Nocardia,

menimbulkan ulkus kornea indolen yang cenderung menyebar perlahan dan

Awal dari keratitis bakteri adalah adanya gangguan dari epitel kornea yang intak dan atau masuknya mikroorganisme abnormal ke stroma kornea, dimana akan terjadi proliferasi dan menyebabkan ulkus. Faktor virulensi dapat menyebabkan invasi mikroba atau molekul efektor sekunder yang membantu proses infeksi. Beberapa bakteri memperlihatkan sifat adhesi pada struktur fimbriasi dan struktur non fimbriasi yang membantu penempelan ke sel kornea. Selama stadium inisiasi, epitel dan stroma pada area yang terluka dan infeksi dapat terjadi nekrosis. Sel inflamasi akut (terutama neutrofil) mengelilingi ulkus awal dan menyebabkan nekrosis lamella stroma.9

23

Difusi produk-produk inflamasi (meliputi cytokines) di bilik posterior, menyalurkan sel-sel inflamasi ke bilik anterior dan menyebabkan adanya hypopyon. Toksin bakteri yang lain dan enzim (meliputi elastase dan alkalin protease) dapat diproduksi selama infeksi kornea yang nantinya dapat menyebabkan destruksi substansi kornea. Temuan Klinis

a. Keratitis Pneumokokus Ulkus kornea pneumokokus biasanya muncul 24-48 jam setelah inokulasi pada kornea yang lecet. Infeksi ini secara khas menimbulkan sebuah ulkus berbatas tegas warna kelabu yang cenderung menyebar secara tak teratur dari tempat infeksi ke sentral kornea. Batas yang maju menampakkan ulserasi aktif dan infiltrasi sementara batas yang ditinggalkan mulai sembuh. (Efek merambat ini menimbulkan istilah ulkus serpiginosa akut.) Lapis superfisial kornea adalah yang pertama terlibat, kemudian parenkim bagian dalam. Kornea sekitar ulkus sering bening. Biasanya ada hipopion. Kerokan dari tepian depan ulkus kornea pneumokokus mengandung diplokokus berbentuk-lancet gram-positif. b. Keratitis Pseudomonas Ulkus kornea pseudomonas berawal sebagai infiltrat kelabu atau kuning di tempat epitel kornea yang retak. Nyeri yang sangat biasanya menyertainya. Lesi ini cenderung cepat menyebar ke segala arah karena pengaruh enzim protcolitik yang dihasilkan organisme ini. Meskipun pada awalnya superfisial, ulkus ini dapat mengenai seluruh kornea. Umumnya terdapat hipopion besar yang cenderung membesar dengan berkembangnya ulkus. Infiltrat dan eksudat mungkin berwarna hijau kebiruan. Ini akibat pigmen yang dihasilkan organisme dan patognomonik untuk infeksi P aeruginosa.

24

Pseudomonas adalah penyebab umum ulkus kornea bakteri. Kasus ulkus kornea Pseudomonas dapat terjadi pada abrasi kornea minor atau penggunaan lensa kontak lunak, terutama yang dipakai agak lama. Ulkus kornea yang disebabkan organisme ini bervariasi dari yang sangat jinak sampai yang menghancurkan. Organisme itu ditemukan melekat pada permukaan lensa kontak lunak. Beberapa kasus dilaporkan setelah penggunaan larutan florescein atau obat tetes mata yang terkontaminasi. c. Keratitis Streptokokus Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia. Terapi

1. Terapi antibiotika Tetes mata antibiotik mampu mencapai tingkat jaringan yang tinggi dan merupakan metode yang banyak dipakai dalam pengobatan banyak kasus. Salep pada mata berguna sewaktu tidur pada kasus yang kurang berat dan juga berguna sebagai terapi tambahan. Antibiotik subkonjungtiva dapat membantu pada keadaan ada penyebaran segera ke sclera atau perforasi atau dalam kasus di mana kepatuhan terhadap rejimen pengobatan diragukan. Antibiotik topikal spektrum luas empiris digunakan pada pengobatan awal dari keratitis bakteri. Untuk keratitis yang parah (melibatan stroma atau dengan defek yang lebih besar dari 2 mm dengan nanah yang luas), diberikan dosis loading setiap 5 sampai 15 menit untuk jam pertama, diikuti oleh aplikasi setiap 15 menit sampai 1 jam pada jam berikutnya. Pada keratitis yang kurang parah, rejimen terapi dengan dosis yang kurang frekuen terbukti efektif. Agen Cycloplegic dapat digunakan untuk

25

mengurangi pembentukan sinekhia dan untuk mengurangi nyeri pada kasus yang lebih parah pada keratitis bakteri dan ketika adanya peradangan bilik anterior mata. Terapi single-drug dengan menggunakan fluoroquinolone (misalnya ciprofloksasin, ofloksasin) menunjukkan efektiftivitas yang sama seperti terapi kombinasi. Tetapi beberapa patogen (misalnya Streptococcus, anaerob) dilaporkan mempunyai kerentanan bervariasi terhadap golongan fluoroquinolone dan prevalensi resistensi terhadap golongan fluoroquinolones tampaknya semakin meningkat. Gatifloksasin dan moksifloksasin (generasi keempat fluoroquinolone) telah dilaporkan memiliki cakupan yang lebih baik terhadap bakteri gram-positif dari fluoroquinolone generasi sebelumnya pada uji in-vitro. Namun, fluoroquinolone generasi keempat belum disetujui FDA untuk pengobatan keratitis bakteri.9,10 Terapi kombinasi antibiotika digunakan dalam kasus infeksi berat dan mata yang tidak responsif terhadap pengobatan. Pengobatan dengan lebih dari satu agen mungkin diperlukan untuk kasus-kasus penyebab mikobakteri non-tuberkulos. Antibiotik sistemik jarang dibutuhkan, tetapi dapat diipertimbangkan pada kasuskasus yang parah di mana proses infeksi telah meluas ke jaringan sekitarnya (misalnya, sclera) atau ketika adanya ancaman perforasi dari kornea. Terapi sistemik juga diperlukan dalam kasus-kasus keratitis gonokokal. b. Terapi kortikosteroid Terapi topikal kortikosteroid memiliki peran bermanfaat dalam mengobati beberapa kasus menular keratitis. Keuntungan potensial adalah penekanan peradangan dan pengurangan pembentukan jaringan parut pada kornea, yang dapat menyebabkan kehilangan penglihatan. Antara kerugiannya pula termasuk timbulnya aktivitas infeksi baru, imunosupresi lokal, penghambatan sintesis kolagen dan peningkatan tekanan intraokular. Meskipun berisiko, banyak ahli percaya bahwa penggunaan kortikosteroid topikal dalam pengobatan keratitis bakteri dapat mengurangi

26

morbiditas. Terapi kortikosteroid pada pasien yang sedang diobati dengan kortikosteroid topikal pada saat adanya curiganya keratitis bakteri hendaklah diberhentikan dahulu sampai infeksi telah dikendalikan. Prinsip pada terapi kortikosteroid topikal adalah menggunakan dosis minimal kortikosteroid yang bisa memberikan efek kontrol peradangan. Keberhasilan pengobatan membutuhkan perkiraan yang optimal, regulasi dosis secara teratur, penggunaan obat antibiotika yang memadai secara bersamaan, dan follow-up. Kepatuhan dari pasien sangat penting, dan tekanan intraokular harus sering dipantau. Pasien harus diperiksa dalam 1 sampai 2 hari setelah terapi kortikosteroid topikal dimulai.6

Komplikasi

Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis bakteri ini adalah penipisan kornea, dan akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan endophthalmitis dan hilangnya penglihatan. Prognosis

Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, seperti diuraikan di bawah ini, dan dapat mengakibatkan penurunan visus derajat ringan sampai berat. - Virulensi organisme yang bertanggung jawab atas keratitis

27

- Luas dan lokasi ulkus kornea - Hasil vaskularisasi dan / atau deposisi kolagen II.5 Keratitis Virus a. Keratitis Herpes Simplek Keratitis herpes simpleks merupakan salah satu infeksi kornea yang paling sering ditemukan dalam praktek. Disebabkan oleh virus herpes simpleks, ditandai dengan adanya infiltrasi sel radang & edema pada lapisan kornea manapun. Pada mata, virus herpes simplek dapat diisolasi dari kerokan epitel kornea penderita keratitis herpes simpleks. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus 13,9,6 Temuan klinis

Kelainan mata akibat infeksi herpes simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan. lnfeksi primer herpes simplek primer pada mata jarang ditemukan ditandai oleh adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans, bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kira-kira 94-99% kasus bersifat unilateral, walaupun pada 40% atau lebih dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopic (Vaughan, 2009). Bentuk ini umumnya dapat sembuh sendiri, tanpa menimbulkan kerusakan pada mata yang berarti. Terapi antivirus topikal dapat dipakai unutk profilaksis agar kornea tidak terkena dan sebagai terapi untuk penyakit kornea. Infeksi primer dapat terjadi pada setiap umur, tetapi biasanya antara umur 6 bulan-5 tahun atau 16-25 tahun. Keratitis herpes simpleks didominir oleh kelompok laki-laki pada umur 40 tahun ke atas.9 Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu pasca infeksi primer. Dengan mekanisme yang tidak jelas, virus menjadi inaktif dalam neuron sensorik atau ganglion otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis superior, ganglion n.trigeminus,

28

dan ganglion siliaris berperan sebagai penyimpan virus. Namun akhir-akhir ini dibuktikan bahwa jaringan kornea sendiri berperan sebagai tempat berlindung virus herpes simpleks. Beberapa kondisi yang berperan terjadinya infeksi kambuhan antara lain: demam, infeksi saluran nafas bagian atas, stres emosional, pemaparan sinar matahari atau angin, haid, renjatan anafilaksis, dan kondisi imunosupresi. Walaupun diobati, kira-kira 25% pasien akan kambuh pada tahun pertama, dan meningkat menjadi 33% pada tahun kedua. Peneliti lain bahkan melaporkan angka yang lebih besar yaitu 46,57% keratitis herpes simpleks kambuh dalam kurun waktu 4 bulan setelah infeksi primer. Penelitian di Yogyakarta mendapatkan angka kekambuhan hanya 11,5% dalam kurun waktu 6 bulan pengamatan setelah penyembuhan. Perbedaan angka-angka tersebut dimungkinkan oleh perbedaan cara pengobatan. Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan HSV tipe 1 namun beberapa kasus pada bayi dan dewasa dilaporkan disebabkan HSV tipe 2. Lesi kornea kedua jenis ini tidak dapat dibedakan. Gejala Klinis

Gejala utama umumnya iritasi, fotofobia, mata berair. Bila kornea bagian pusat yang terkena terjadi sedikit gangguan penglihatan. Karena anestesi kornea umumnya timbul pada awal infeksi, gejala mungkin minimal dan pasien mungkin tidak datang berobat. Sering ada riwayat lepuh lepuh, demam atau infeksi herpes lain, namun ulserasi kornea kadang kadang merupakan satu satunya gejala infeksi herpes rekurens (Vaughan, 2009). Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya

29

pada: herpes zoster oftalmikus,keratitis akibat pemaparan dan mata kering, pengguna lensa kontak, keratopati bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak adanya foto-fobia. Lesi

Keratitis herpes simplek juga dapat dibedakan atas bentuk superfisial, profunda, dan bersamaan dengan uveitis atau kerato uveitis. Keratitis superfisial dapat berupa pungtata, dendritik, dan geografik. Keratitis dendritika merupakan proses kelanjutan dari keratitis pungtata yang diakibatkan oleh perbanyakan virus dan menyebar sambil menimbulka kematian sel serta membentuk defek dengan gambaran bercabang. Lesi bentuk dendritik merupakan gambaran yang khas pada kornea, memiliki percabangan linear khas dengan tepian kabur, memiliki bulbus terminalis pada ujungnya. Pemulasan fluoresein memudahkan melihat dendrit, namun sayangnya keratitis herpes dapat juga menyerupai banyak infeksi kornea yang lain dan harus dimasukkan dalam diagnosis diferensial.8,9 Ada juga bentuk lain yaitu bentuk ulserasi geografik yaitu sebentuk penyakit dendritik menahun yang lesi dendritiknya berbentuk lebih lebar hat ini terjadi akibat bentukan ulkus bercabang yang melebar dan bentuknya menjadi ovoid. Dengan demikian gambaran ulkus menjadi seperti peta geografi dengan kaki cabang mengelilingi ulkus. Tepian ulkus tidak kabur. Sensasi kornea, seperti halnya penyakit dendritik, menurun. Lesi epitel kornea lain yang dapat ditimbulkan HSV adalah keratitis epitelial blotchy, keratitis epitelial stelata, dan keratitis filamentosa. Namun semua ini umumnya bersifat sementara dan sering menjadi dendritik khas dalam satu dua hari.

30

Gambar : Keratitis HSV : defek dengan gambaran bercabang

Patogenesa

Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal Kerusakan terjadi pada pembiakan virus intraepitelial, mengakibatkan kerusakan sel epitelial dan membentuk tukak kornea superfisial. Pada yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang yaitu reaksi antigen antibodi yang menarik sel radang kedalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stroma disekitarnya. Hal ini

31

penting diketahui karena manajemen pengobatan pada yang epitelial ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk menyerang virus dan reaksi radangnya. Perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung lama kaena stroma kornea kurang vaskuler, sehingga menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke tempat lesi. Infeksi okuler HSV pada hospes imunokompeten biasanya sembuh sendiri, namun pada hospes yang secara imunologik tidak kompeten, perjalanannya mungkin menahun dan dapat merusak. Terapi

Bertujuan menghentikan replikasi virus didalam kornea, sambil memperkecil efek merusak akibat respon radang. 1. Debridement Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epitelial, karena virus berlokasi di dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban antigenik virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea, namun epitel terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan aplikator berujung kapas khusus. Yodium atau eter topikal tidak banyak manfaat dan dapat menimbulkan keratitis kimiawi. Obat siklopegik seperti atropi 1 % atau homatropin5% diteteskan kedalam sakus konjugtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh umumny adalah 72 jam. Pengobatan tambahan dengan anti virus topikal mempercepat pemulihan epitel. Terapi obat topikal tanpa debridement epitel pada keratitis epitel memberi keuntungan karena tidak perlu ditutup, namun ada kemungkinan pasien menghadapi berbagai keracunan obat.6

32

1. Terapi obat Agen anti virus topikal yang di pakai pada keratitis herpes adalah idoxuridine, trifluridine, vidarabine, dan acyclovir. Trifluridine dan acyclovir jauh lebih efektif untuk penyakit stroma dari pada yang lain. Idoxuridine dan trifluridine sering kali menimbulkan reaksi toxik. Acyclovir oral ada mamfaatnya untuk pengobatan penyakit herpes mata berat, khususnya pada orang atopik yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif (eczema herpeticum). Study multicenter terhadap efektivitas acyclovir untuk pengobatan kerato uveitis herpes simpleks dan pencegahan penyakit rekurens kini sedang dilaksanakan ( herpes eye disease study). Replikasi virus dalam pasien imunokompeten, khususnya bila terbatas pada epitel kornea, umumnya sembuh sendiri dan pembentukan parut minimal. Dalam hal ini penggunaan kortikosteroid topikal tidak perlu, bahkan berpotensi sangat merusak. Kortikosteroid topikal dapat juga mempermudah perlunakan kornea, yang meningkatkan risiko perforasi kornea. Jika memang perlu memakai kortikosteroid topikal karena hebatnya respon peradangan, penting sekali ditambahkan obat anti virus secukupnya untuk mengendalikan replikasi virus.6 3. Bedah Keratolasti penetrans mungkin diindentifikasi untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif. Pasca bedah, infeksi herpes rekurens dapat timbul karena trauma bedah dan kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk mencegah penolakan transplantasi kornea. Juga sulit dibedakan penolakan transplantasi kornea dari penyakit stroma rekurens .9

33

Perforasi kornea akibat penyakit herpes stroma atau superinfeksi bakteri atau fungi mungkin memerlukan keratoplasti penetrans darurat. Pelekat jaringan sianokrilat dapat dipakai secara efektif untuk menutup perfosi kecil dan graft petak lamelar berhasil baik pada kasus tertentu. Keratoplasi lamelar memiliki keuntungan dibanding keratoplasti penetrans karena lebih kecil kemungkinan terjadi penolakan transparant. Lensa kontak lunak untuk terapi atau tarsorafi mungkin diperlukan untuk pemulihan defek epitel yang terdapat padakeratitis herpes simplek. 4. Pengendalian mekanisme pemicu yang mengaktifkan kembali infeksi HSV Infeksi HSV rekurens pada mata banyak dijumpai kira kira sepertiga kasus dalam 2 tahun serangan pertama. Sering dapat ditemukan mekanisme pemicunya. Setelah denga teliti mewawancarai pasien. Begitu ditemukan, pemicu itu dapat dihindari. Aspirin dapat dipakai untuk mencegah demam, pajanan berlebihan terhadap sinar matahari atau sinar UV dapat dihindari. Keadaan keadaan yang dapat menimbulkan strea psikis dapat dikurangi. Dan aspirin dapat diminum sebelum menstruasi (Vaughan, 2009). Prognosis

Prognosis akhirnya baik karena tidak terjadi parut atau vaskularisasi pada kornea. Bila tidak diobati, penyakit ini berlangsung 1-3 tahun dengan meninggalkan gejala sisa. b. Keratitis Virus Varisela Zoster Infeksi virus varicella zoster terjadi dalam 2 bentuk: primer (varicella) dan rekuren (zoster). Manifestasi pada mata jarang terjadi pada varicella namun sering pada zoster ophthalmic. Pada varicella, lesi mata umumnya pada kelopak dan tepian kelopak. Jarang ada keratitis (khas lesi stroma perifer dengan vaskularisasi), dan lebih

34

jarang lagi keratitis epithelial dengan atau tanpa pseudodendrite. Pernah dilaporkan keratitis disciformis, dengan uveitis yang lamanya bervariasi.

G ar : Keratitis Herpes zooster

amb

Berbeda dari lesi kornea varicella, yang jarang dan jinak, zoster ophthalmic relatif banyak dijumpa, kerap kali disertai keratouveitis yang bervariasi beratnya sesuai dengan status kekebalan pasien. Komplikasi kornea pada zoster ophthalmic dapat diperkirakan timbul jika terdapat erupsi kulit di daerah yang dipersarafi cabangcabang Nervus Nasosiliaris Berbeda dari keratitis HSV rekuren, yang umumnya hanya mengenai epithel, keratitis VZV mengenai stroma dan uvea anterior pada awalnya. Lesi epitelnya keruh dan amorf, kecuali kadang-kadang pada pseudodendrite linear yang sedikit mirip dendrite pada keratitis HSV. Keluhan stroma disebabkan oleh edema dan sedikit infiltrate sel yang pada awalnya hanya subepitel. Keadaan ini dapat diikuti penyakit stroma dalam dengan nekrosis dan vaskularisasi. Kadang-kadang timbul keratitis disciformis dan mirip keratitis disciformis HSV. Kehilangan sensasi kornea selalu merupakan ciri mencolok dan sering berlangsung berbulan-bulan setelah lesi kornea

35

tampak sudah sembuh. Uveitis yang timbul cenderung menetap beberapa minggu sampai bulan, namun akhirnya sembuh. Skleritis dapat menjadi masalah berat pada penyakit VZV mata.9 Acyclovir intravena dan oral telah dipakai dengan hasil baik untuk mengobati herpes zoster ophthalmic, khususnya pada pasien yang kekebalannya terganggu. Dosis oralnya adalah 800mg, 5 kali sehari untuk 10-14 hari. Terapi hendaknya dimulai 72 jam setelah timbulnya kemerahan. Peranan antivirus topikal kurang meyakinkan. Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk mengobati keratitis berat, uveitis, dan glaukoma sekunder. Penggunaan kortikosteroid sistemik masih kontroversial. Terapi ini mungkin diindikasikan untuk mengurangi insidensi dan hebatnya neuralgia paska herpes. Namun demikian keadaan ini sembuh sendiri. 2.6 Keratitis Jamur Keratitis jamur dapat menyebabkan infeksi jamur yang serius pada kornea dan berdasarkan sejumlah laporan, jamur telah ditemukan menyebabkan 6%-53% kasus keratitis ulseratif. Lebih dari 70 spesies jamur telah dilaporkan menyebabkan keratitis jamur. Etiologi

Secara ringkas dapat dibedakan : 1. Jamur berfilamen (filamentous fungi) : bersifat multiseluler dengan cabangcabang hifa. a) sp. b) Jamur tidak bersepta : Mucor sp, Rhizopus sp, Absidia sp. Jamur bersepta : Furasium sp, Acremonium sp, Aspergillus sp,

Cladosporium sp, sp, Paecilomyces sp, Phialophora sp, Curvularia sp, Altenaria

36

2. Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.

Manifestasi Klinik

Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. Agen-agen ini dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut , respon antigenik dengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat. Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan infiltrasi abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang tidak meradang tampak elevasi keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama dan berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi antara antigen jamur dan respon antibodi tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera okuli anterior dapat cukup parah. Pada keratitis candida biasaya ditandai dengan lesi berwarna putih kekuningan. Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai pedoman berikut : 1. Riwayat trauma terutama tumbuhan, pemakaian steroid topikal lama. 2. Lesi satelit. 3. Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti hifa di bawah endotel utuh.

37

4. Plak endotel. 5. Hypopyon, kadang-kadang rekuren. 6. Formasi cincin sekeliling ulkus. 7. Lesi kornea yang indolen

Diagnosa Laboratorik Sangat membantu diagnosis pasti, walaupun bila negatif belum menyingkirkan diagnosis keratomikosis. Yang utama adalah melakukan pemeriksaan kerokan kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India, dengan angka keberhasilan masing-masing 20-30%, 50-60%, 60-75% dan 80%. Lebih baik lagi melakukan biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau Methenamine Silver, tapi sayang perlu biaya yang besar. Akhir-akhir ini dikembangkan Nomarski differential interference contrast microscope untuk melihat morfologi jamur dari kerokan kornea (metode Nomarski) yang dilaporkan cukup memuaskan. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar Sabouraud atau agar ekstrak maltose. Terapi

Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang tersedia, tampaknya diperlukan kreativitas dalam improvisasi pengadaan obat, yang utama dalam terapi keratomikosis adalah mengenai jenis keratomikosis yang dihadapi bisa dibagi:

38

1. Belum diidentifikasi jenis jamur penyebabnya. 2. Jamur berfilamen. 3. Ragi (yeast). 4. Golongan Actinomyces yang sebenarnya bukan jamur sejati. Untuk golongan I : Topikal Amphotericin B 1,02,5 mg/ml, Thiomerosal (10 mg/ml), Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole. Untuk golongan II : Topikal Amphotericin B 0,15%, Miconazole 1%, Natamycin 5% (obat terpilih), econazole 1% (obat terpilih). Untuk golongan III : Econazole 1%, Amphoterisin B 0,15 %, Natamycin 5%, Clotrimazole 1%, fluoconazol 2 % (Jack, 2009). Untuk golongan IV : Golongan Sulfa, berbagai jenis Antibiotik. Steroid topikal adalah kontra indikasi, terutama pada saat terapi awal. Diberikan juga obat sikloplegik (atropin) guna mencegah sinekia posterior untuk mengurangi uveitis anterior. Tidak ada pedoman pasti untuk penentuan lamanya terapi; kriteria penyembuhan antara lain adalah adanya penumpulan (blunting atau rounding-up) dari lesi-lesi ireguler pada tepi ulkus, menghilangnya lesi satelit dan berkurangnya infiltrasi di stroma di sentral dan juga daerah sekitar tepi ulkus. Perbaikan klinik biasanya tidak secepat ulkus bakteri atau virus. Adanya defek epitel yang sulit menutup belum tentu menyatakan bahwa terapi tidak berhasil, bahkan kadang-kadang terjadi akibat pengobatan yang berlebihan. Jadi pada terapi keratomikosis diperlukan kesabaran, ketekunan dan ketelitian dari kita semua. 2.7 Keratitis Acanthamoeba
6,2

39

Acanthamoeba adalah protozoa hidup-bebas yang terdapat di dalam air tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh Acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna soft contact lens, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri, berenang di kolam renang, danau, atau air asin ketika menggunakan kontak lensa, dan kurangnya higienis kontak lensa. Infeksi ini juga ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak, setelah terpapar pada air atau tanah tercemar. Gejala awal adalah nyeri, kemerahan, dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural. Keratitis Acanthamoeba sering disalahdiagnosiskan sebagai keratitis herpes. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kerokan dan biakan pada media khusus. Biopsi kornea mungkin diperlukan. Sediaan histopatologik menampakkan adanya bentuk amuba (kista atau trofozoit). Larutan dan kotak lensa kontak harus dibiak. Sering bentuk amuba dapat ditemukan pada larutan kotak penyimpan lensa kontak. Terapi dengan obat umumnya dimulai dengan isetionate propamidine topikal (larutan 1%) secara intensif dan tetes mata neomycin. Biquanide polyhexamethylene (larutan 0,01-0,02%), dikombinasi dengan obat lain atau sendiri, kini makin populer. Agen lain yang mungkin berguna adalah paromomycin dan berbagai imidazole topikal dan oral seperti ketoconazole, miconazole, dan itraconazole. Acanthamoeba spp mungkin menunjukkan sensitivitas obat yang bervariasi dan dapat menjadi resisten. Kortikosteroid topikal mungkin diperlukan untuk mengendalikan reaksi radang kornea.2 Mungkin diperlukan keratoplasti pada penyakit yang telah lanjut atau setelah resolusi dan terbentuknya parut untuk memulihkan penglihatan. Bila amuba telah sampai di sklera maka terapi obat dan bedah tidak berguna lagi.

40

BAB III PEMBAHASAN

Pada penderita dari anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan pandangan mata sebelah kiri terganggu sejak 2 hari sebelum berobat ke poli mata, , penglihatan pasien silau. Pasien mengatakan bahwa sebelumnya mata os terasa gatal dan berwarna merah dan berair tetapi tidak menimbulkan kotoran mata. Pasien mengaku tidak ada riwayat trauma pada mata ataupun menggunakan lensa kontak. Dari anamnesis menunjukkan bahwa pasien mengalami suatu infeksi didaerah mata bagian kiri dengan keluhan mata merah, silau (fotofobia), berair dan penurunan visus (kabur). Dari gejala yang timbul tersebut menunjukkan diagnosis mengarah ke diagnosis keratitis.

41

Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea, superfisisalis maupun dalam (benda asing kornea, abrasi kornea, phlyctenule, keratitis interstisisal), menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra (terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan cahaya, lesi kornea umunya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat.2 Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena reflek yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal. Meskipun mata berarir dan fotofobia pada umumnya menyertai penyakit kornea, akan tetapi tidak terdapat kotoran pada kecuali pada ulkus bakteri purulen.2 Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = 6/6, VOS = 6/9, pemeriksaan mata sebelah kiri terdapat injeksi silier pada konjungtiva .Pada kornea didapatkan adanya infiltrat berwarna putih keruh yang menyebabkan penglihatan pasien menjadi terganggu dan merasa silau. Dari hasil pemeriksaan status lokalis ini menunjukkan bahwa infeksi pada kornea mengakibatkan penurunan visus pada mata sebelah kanan. Terapi yang diberikan yaitu tetes mata . Obat ini memiliki kandungan dexamethason, neomysin sulfat dan polymiksin B sulfat. penggunaannya diindikasikan untuk Pengobatan infeksi mata yang meradang seperti: Konjungtivitis (radang selaput ikat mata) akut atau kronis yang tak bernanah, Blefarokonjungtivitis dan keratokonjungtivitis, Keratitis superfisial (radang pada permukaan kornea/selaput bening mata) non-spesifik, radang pada kornea bagian dalam, Keratitis akne rosase,

42

Iridosiklitis (radang selaput pelangi dan badan siliar), Iritis (radang iris/selaput pelangi) akut yang ringan, Blefaritis (radang kelopak mata) yang tak bernanah, Skleritis (radang selaput mata keras), Epiekleritis (radang permukaan selaput mata keras), Sklerokonjungtivitis, Herpes zoster pada mata, pencegahan infeksi setelah operasi mata. Kombinasi Vitamin C dan Vitamin B, vitamin B kompleks penting untuk memelihara aktifitas dari susunan saraf, vitamin C memegang peranan penting dalam memelihara daya tahan tubuh, memiliki manfaat sebagai suplemen untuk nutrisi bagi mata. Indikasinya yaitu mampu menangkal radikal bebas yang merusak sel-sel mata, mencegah terjadinya katarak ,mengurangi kelelahan mata, membantu menghilangkan hemorage dan mengurangi eksudasi pada retinopati diabetes Pemberian Antiviral berupa yang efektif dan aman adalah jika mampu

menghentikan replikasi virus, tanpa merusak sel-sel sehat. Obat-obat lama sepenti idoksuridina dan acyclovir memiliki toksisitas dan khasiat guna menghentikan replikasi virus.

43

You might also like