You are on page 1of 15

Karsinoma Nasofaring Merupakan suatu neoplasma yang berasal dari sel epitel dengan frekuensi tinggi pada orang

Cina. Neoplasma ini diperkirakan berkaitan dengan infeksi EBV. Tiga varian histologik: Karsinoma sel skuamosa keratinisasi Karsinoma sel skuamosa non keratinisasi Karsinoma tidak berdiferensiasi paling sering dan erat kaitannya dengan EBV. Ditandai dengan sel epitel besar dengan batas tak jelas (pertumbuhan sinsitium) dan nucleolus eosinofilik Pada mononucleosis infeksiosa, EBV secara langsung menginfeksi limfosit B, yang kemudian diikuti oleh proliferasi mencolok limfosit T reaktif dan menyebabkan limfositosis reaktif, yang ditemukan di daerah perifer, dan pembesaran kelenjar getah bening. Pada neoplasma ini juga terjadi influx mencolok limfosit matur sehingga sering disebut juga sebagai limfoepitelioma. Adanya sel neoplastik besar pada latar belakang limfositosis reaktif dapat menimbulkan gambaran mirip dengan limfoma non-hodgkin. Karsinoma nasofaring menginvasi secara local, menyebar ke kelenjar getah bening leher, dan kemudian bermetastasis ke tempat jauh. Karsinoma nasofaring jarang menimbulkan manifestasi sebelum tersebar ke kelenjar lymphe regional. Pembesaran masa tumor di nasofaring dapat menyebabkan obstruksi nasal (kongesti, discharge nasal, perdarahan), gangguan pendengaran (penutupan tuba eustachii;meskipun masih dapat melalui meatus accusticus externus), dan cerebral palsy ( biasanya berkaitan dengan tumor yang membesar dan menyebar hingga basis cranii) Gejala gejala lain yang sering muncul : Gejala nasal : perdarahan, obstruksi, discharge (78%) Gejala pendengaran : infeksi saluran pendengaran, ketulian, tinnitus (73%) Nyeri kepala (61%) Pembengkakan pada leher (63%) Karsinoma Laring Terjadi pada usia >40 th dan lebih banyak pada laki-laki 95% lesi skuamosa tipikal Tumor biasanya terbentuk di pita suara etiologi utama merokok, alkohol, riwayat pajanan radiasi

Manifestasi suara serak menetap Ca sel skuamosa laring berawal sbg lesi insitu tampak sbg plak abu2 mutiara keriput di permukaan mukosa mengalami ulserasi dan berbentuk spt jamur

Tumor glotis (pita suara) lebih banyak berasal dari ca sel skuamosa keratinisasi yg berdiferensiasi dgn baik

Letak tumor pada laring mempengaruhi prognosis

LARYNGEAL PAPILLOMATOSIS Papilloma laring adalah suatu neoplasma jinak, biasanya terdapat di pita suara sejati (tetapi bisa juga terdapat pada pita suara palsu tapi jarang) yang membentuk tonjolan lunak mirip buah berri dan garis tengah jarang melebihi 1 cm. Papilloma tampak sebagai kutil yang berbentuk soliter atau multipel pada pita suara, tetapi dapat juga terletak di supraglotis dan kadang-kadang di infraglotis. Penyakit ini cenderung kambuh sehingga disebut juga recurrent respiratory papillomatosis. Papilloma ini dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas atau perubahan suara. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak-anak di bawah usia 12 tahun dan bisa dijumpai pada usia 20-40 tahun. Pada dewasa biasanya papilloma tunggal, tetapi sering multipel pada anak dan disebut sebagai papillomatosis laring juvenilis, tidak menjadi ganas, sering hilang spontan saat pubertas. Pada anak, papiloma cenderung kambuh setelah eksisi. Transformasi ganas jarang terjadi. Etiologi Penyakit ini disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe 6 dan 11. Gejala Gejala yang paling sering dijumpai adalah suara serak. Disamping suara serak, sesak nafas, stridor dan batuk juga dapat ditimbulkan. Pada infant, afonia atau suara tangis yang lemah merupakan tanda pertama. Gambaran Mikroskopis Secara histologis, tumor ini terdiri atas tonjolan langsing mirip jari yang ditopang dibagian tengahnya oleh jaringan fibrovaskuler dan ditutupi oleh epitel skuamosa berlapis teratur tipikal.

Gambaran Makroskopis Papiloma laring terlihat sebagai massa multinodular yang tumbuh eksofitik. Tumor ini dapat berwarna merah muda atau putih.

Polip Nasi Adalah suatu proses inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasi yang ditandai dengan adanya massa yang edematous pada rongga hidung. Atau kantong mukosa yang edem, jaringan fibrous, pembuluh darah, sel-sel inflamasi dan kelenjar. Polip nasi muncul seperti anggur pada rongga hidung bagian atas, berasal dari dalam kompleks ostiomeatal. Terdiri dari jaringan ikat longgar, edema, sel-sel inflamasi, dan beberapa kelenjar dan kapiler serta ditutupi berbagai jenis epitel, terutama epitel pernafasan pseudostratified dengan sel silia dan sel goblet.Polip nasi banyak dijumpai pada ruang transisi antara hidung dan sinus.

Polip merupakan manifestasi utama dari inflamasi kronis. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan polip yaitu alergi dan non alergi, sinusitis alergi jamur,intoleransi aspirin,asma,sindrom churg-strauss,fibrosis kistik, kartagener syndrome dan young syndrome. Polip nasi terjadi akibat ketidakseimbangan vasomotor, gans NO,

superantigen,gangguan transportasi ion transepitel, gangguan polisakarida, dan rupture epitel.Patogenesis pasti belum diketahui, tapi perkembangan polip dihubungkan dengan inflamasi kronis, disfungsi system saraf otonom dan prediposisi genetic. Berbagai keadaan telah dihubungkan dengan polip nasi, yang dibagi menjadi rinosinusitis kronik dengan polip nasi eosinofilik dan rinosinusitis kronik dengan polip nasi non eosinofilik, biasanya neutrofilik. Pada penelitian dikatakan polip berasal dari adanya epitel mukosa yang rupture karena trauma, infeksi dan alergi yang menyebabkan edema mukosa sehingga jaringan menjadi prolaps seperti fenomena Bernoulli (udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negative pada sekitarnya.jaringan yang lemah akan terisap oleh tekanan negative sehingga mnyebabkn edema mukosa dan pembentukan poluip). Polip bias bilateral atau multiple. Gejala utamanya berupa sumbatan hidung yang terus menerusnamun dpat bervariasi tergantung lokasi polip. Dan mungkin keluar ingus encer dan post nasi drip gejala lainnya anosmia, hiposmia, sakit kepala tapi jatang, pada px rinoskopi ditemukan masa plipoid, licin, warna pucat keabu-abuan yg kebanykn berasal dri meatus media dan prolpas kekavum nasi. Polip nasi tidak sensitive terhadap palpasi dan tidk mudah berdarah. Pada pemeriksaan histopatologi di tandai epitel kolumnar bersilia, penebalan dasar membrane,stoma edematous tanpa vaskularisasi dan adanya infiltrasi sel plasma dan eosinofil. Berdasarkan penemuan histopatologi, Hellquist HB mengklasifikasikan menjadi 4, yaitu : 1. Eosinofilic edematous type (stroma edematous dengan eosinofil yg bnyak) 2. Chronic inflammatory or fibrotic type(mengandun bnyak sel inflamasi trutama limfost dan neutrofil seta eosinofil) 3. Seromucinous gland type (tipe 1+hyperplasia kelenjar seromocuos 4. Atypical stromal type. Penegakkan diagnosis dengan anamnesis, px rinoskopo anterior, px nasoendoskopi. KAPANG OPORTUNISTIK 1 MUKORMIKOSIS (Zygomikosis)

Mukormikosis dan aspergillus invasive : hampir selalu terbatas pada pejamu dg gangguan kekebalan (mengidap keganasan hemato-limfoid, neutropenia berat, terapi kortikosteroid, atau pasca transplantasi sumsum tulang alogeneik2). Morfologi Mukomikosis disebabkan oleh kelas fungus Zygomycetes. Hifa Zygomicetes tidak bersekat dan bercabang dengan sudut tegak lurus. Sebaliknya, hifa pada spesies Aspergillus bersekat dan bercabang dengan sudut lebih lancip. (lihat gbr @patologi robin kumar hal.552 bag. D) Rhizopus dan Mucor contoh Zygomicetes yg paling penting di medis. Zygomicetes dan Aspergillus rx supuratif tak khas, kadang granulomatosa3, predileksi menginvasi dinding pembuluh darah dan menyebabkan nekrosis vascular dan infark. Sindroma Klinis a. Mukormikosis rinoserebrum dan paru o Zygomicosis cendereung mengoloni rongga hidung atau sinus menyebar ke dalam otakm orbita, dan struktur lain di kepala dan leher. o Pasien dg ketoasidosis diabetes kemungkinan besar mengalami bentuk invasive fulminan4 mukormikosis serebrum. o Pada paru bersifat local (missal kavitas), secara radiologis tampak miliaris. b. Aspergilosis invasive o Terjadi pd pasien imunosupresi o Fungus mengoloni di paru, paling sering bermanifes sbg pneumonia nekrotikans (lihat Gbr @patologi robin kumar hal. 552 bag. C-D). o Aspergillus cenderung menginvasi pemb. Darah penyebaran sistemik, terutama ke otak c. Aspergilosis bronkopulmonal alergik o Terjadi pd pasien asma yg mengalami eksaserbasi5 gejala akibat hipersensitivitas tipe 1 thdp jamur yg tumbuh di bronkus o Pasien memiliki IgE thdp Aspergillus dan eosinofilia primer. d. Aspergiloma (bola jamur; fungus ball) o Dikarenakan kolonisasi kavitas paru yg sudah ada oleh jamur o Infeksi bs berfungsi menjadi katup bola yg menyumbat kavitas dan mempermudah terjadinya infeksi dan hemoptisis6.

Keterangan:
1

kapang : jamur. Oportunistik : dapat menyebabkan penyakit pada saat system kekebalan

tubuh terganggu.
2 3

alogeneik : sel atau jaringan yg diperoleh dr para donor untuk ditransplantasi. granulomatosa : gambaran histopatologi yg mengacu pd koleksi kecil sel-sel makrofag yg

terbentuk ketika sist. Imun ingin mecoba menyekat zat-zat penyusup yg tidak dapat dihilangkan.
4 5 6

fulminan : terjadi secara tiba-tiba, dengan cepat, dan dg keparahan yg berat dan intens. eksaserbasi : kondisi perburukan yg bersifat akut. hemoptisis : batuk darah akibat perdarahan pd saluran napas di bawah laring.

LEUKOPLAKIA

DEFINISI Leukoplakia berarti suatu bercak atau plak mukosa keputihan berbatas tegas yang disebabkan oleh penebalan epidermis atau hiperkeratosis. 3-6% (tergantung letak) mengalami transformasi menjadi karsinoma sel skuamosa. Transformasi paling tinggi terjadi pada lesi di bibir dan lidah, terendah pada lesi di dasar mulut.

ETIOLOGI Lesi ini tidak diketahui penyebabnya. 1. Terkait erat dengan dengan pemakaian tembakau, terutama merokok dengan pipa dan tembakau asap (kantung tembakau, tembakau sedotan, mengunyah). 2. Yang keterkaitannya lebih lemah : gesekan kronis, misalnya akibat gigi palsu yang pemasangannya kurang pas atau gigi yang bergerigi penyalahgunaan alkohol makanan iritan.

3. Ditemukan antigen human papiloma virus pada lesi yang berkaitan dengan tembakau.

MAKROSKOPIS Sering ditemukan pada laki-laki lanjut usia dan tersering terletak dibatas vermilion bibir bawah, mukosa pipi, dan palatum durum dan mole dan jarang didasar mulut dan tempat intraoral lainnya. Tampak sebagai daerah penebalan mukosayang diskret, lokal, kadang-

kadang multifokal atau bahkan difus, halus atau kasar, seperti kulit, dan berwarna putih.

MIKROSKOPIS Lesi bervariasi dari hiperkeratosis banal tanpa displasia epitel dibawahnya sampai displasia ringan hingga berat yang mendekati karsinoma in situ.

Terdapat tiga lesi yang sedikit banyak saling terkait dan perlu dibedakan dengan leukplakia oral : 1. Leukoplakia berambut : ditemukan hampir hanya pada pasien AIDS yang memperlihatkan permukaan kasar atau berbulu dan bukan penebalan putih opak seperti leukoplakia oral dan dilaporkan tidak berkaitan dengan timbulnya kanker mulut. 2. Leukoplakia verukosa : permukaan kasar akibat hiperkeratosis berlebihan, bentuk leukoplakia yang tampak tidak berbahaya ini kambuh dan meluas seiring waktu, menghasilkan lesi oral difus mirip kutil yang mungkin berisi karsinoma sel skuamosa. 3. Eritoplasia : daerah sirkumskripta, merah, seperti beledu, sering granular, semakin meninggi, dan batasnya irregular difus. Secara histologis hampir selalu memperlihatkan displasia epitel yang mecolok (transformasi maligna > 50%), sehingga identifikasi lesi ini lebih penting dibandingkan leukoplakia oral.

AMELOBLASTOMA

Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari epitelial odontogenik. Ameloblastoma biasanya pertumbuhannnya lambat, secara lokal invasif dan sebagian besar tumor ini bersifat jinak. Tumor ini dapat berasal dari: Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian tengah mengalami degenerasi serta menyerupai retikulum stelata. Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista odontogenik Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma. Terdapat ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma. Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan epiteluim oral. Klasifikasi WHO membagi ameloblastoma secara histologis terdiri dari follikular, pleksiform, acanthomatous, sel granular dan tipe sel basal.

Tipe Folikular Ameloblastoma tipe folikular menunjukan gambaran histologi yang tipikal dengan adanya sarang-sarang folikular dari sel-sel tumor yang terdiri dari sebuah lapisan periferal dari sel-sel kolumnar atau kuboidal dan sebuah massa sentral dari sel yang tersusun jarang yang menyerupai retikulum stellata. Degenerasi dari jaringan yang berbentuk seperti retikulum stellata itu akan menghasilkan pembentukan kista.

Tipe Pleksiform Ameloblastoma tipe pleksiform ditandai dengan kehadiran sel tumor yang berbentuk seperti pita yang tidak teratur dan berhubungan satu sama lain. Stroma terbentuk dari jaringan ikat yang longar dan edematous fibrous yang mengalami degenerasi kistik.

Tipe Acanthomatous

Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan karakteristik adannya squamous metaplasia dari retikulum stelata yang berada diantara pulau-pulau tumor. Kista kecil terbentuk di tengah sarang sellular. Stroma terdiri dari jaringan ikat yang fibrous dan padat. Tipe Sel Granular Pada ameloblatoma tipe sel granular ditandai dengan adanya transformasi dari sitoplasma biasanya berbentuk seperti sel retikulum stelata, sehingga memberikan gambaran yang sangat kasar, granular dan eosinofilik. Tipe ini sering melibatkan periferal sel kolumnar dan kuboidal. Tipe sel granular ini cenderung merupakan lesi agresif ditandai dengan kecenderungan untuk rekurensi bila tidak dilakukan tindakan bedah yang tepat pada saat operasi pertama. Sebagai tambahan, beberapa kasus dari tumor ini dilaporkan pernah terjadi metastasis. Tipe Sel Basal Ameloblastoma tipe sel basal ini mirip karsinoma sel basal pada kulit. Sel epithelial tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya tersusun dalam lembaranlembaran, lebih banyak dari tumor jenis lainnya. Tumor ini merupakan tipe yang paling jarang dijumpai.

KOLESTEATOMA Kolesteatoma adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi jaringan epitel (keratin). Deskuamasi terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatoma bertambah besar. Seringkali kolesteatoma dihubungkan dengan kehilangan pendengaran dan infeksi pada telinga yang menghasilkan cairan pada telinga. Tetapi dapat juga tanpa gejala. Kolesteatom ini akan menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis diperhebat oleh karena adanya pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri. Klasifikasi a. Kolesteatom Kongenital Kolesteatoma kongenital terjadi karena perkembangan dari proses inklusi pada embrional atau dari sel-sel epitel embrional. Kriteria Kolesteatoma Kongenital Telinga Tengah 1. 2. 3. Terdapatnya masa putih pada membran tympani yang normal Pars tensa dan flaccida yang normal Tidak adanya riwayat otorrhea ataupun perforasi sebelumnya

4.

Tidak ada riwayat prosedut otologi sebelumnya

Tipikal kolesteatom kongenital ditemukan pada bagian anterior mesotympanum atau pada area sekitar tuba eustachius, dan sering terjadi pada awal kanak-kanak (6 bulan sampai 5 tahun). b. Kolesteatom Aquisita Kolesteatoma aquisita dibagi menjadi dua, yaitu primer dan sekunder. Faktor terpenting dari kolesteatoma aquisita, baik primer maupun sekunder, adalah epitel skuamous keratinisasi tumbuh melewati batas normal. Kolesteatoma aquisita primer merupakan manifestasi dari perkembangan membran tympani yang

retraksi. Kolesteatoma aquisita sekunder sebagai konsekuensi langsung dari trauma pada membrane tympani. Jika terjadi disfungsi tuba Eustachius, maka terjadilah keadaan vakum pada telinga tengah. Sehingga pars flaccida membrana tympani tertarik dari terbentuklah kantong (retraction pocket). Jika kantong retraksi ini terbentuk maka terjadi perubahan abnormal pola migrasi epitel tympani, menyebabkan akumulasi keratin pada kantong tersebut. Akumulasi ini semakin lama semakin banyak dan kantong retraksi bertambah besar ke arah medial. Destruksi tulang-tulang pendengaran sering terjadi pada kasus ini. Pembesaran dapat berjalan semakin ke posterior mencapai aditus ad antrum menyebar ke tulang mastoid, erosi tegmen mastoid ke durameter dan atau ke lateral kanalis semisirkularis yang dapat menyebabkan ketulian dan vertigo. Patogenesis kolesteatoma aquisita sekunder diterangkan dengan beberapa teori, yaitu: teori implantasi, teori metaplasi, dan teori invasi epitelial. Teori implantasi, epitel skuamous terimplantasi ke telinga tengah sebagai akibat pembedahan, adanya benda asing, atau trauma. Teori metaplasia, epitel terdeskuamasi diubah menjadi epitel skuamosa stratified keratinisasi akibat terjadinya otitis media akut berulang ataupun kronis. Teori invasi epitel adalah bahwa kapanpun terjadi perforasi pada mambran tympani, epitel squamous akan bermigrasi melewati tepi perforasi dan bejalan ke medial sejajar dengan permukaan bawah gendang telinga merusak epitel kolumnar yang ada.

Telah diyakini bahwa proses ini disebabkan infeksi kronik yang terus berlangsung dalam cavum tympani. Pertumbuhan papiler ke dalam yang menyebabkan

perkembangan kolesteoma bermula pada pars flaccida. Dulu dianggap bahwa tekanan yang terjadi karena kolesteatom yang membesar menyebabkan destruksi tulang. Kini terbukti bahwa erosi tulang disebabkan karena adanya enzim osteolitik atau kolagenase yang disekresi oleh jaringan ikat subepitel. Proses osteogenesis ini disertai osteogenesis dalam mastoid dengan adanya sklerosis. Infeksi pada kolesteatoma bukan hanya menyebabkan sklerosis mastoid yang cepat tetapi juga peningkatan proses osteolitik.

KISTA BRANKIAL Definisi Branchial Cleft Cyst atau Kista celah brankial merupakan sisa aparatus brankial janin yang tertinggal dimana struktur leher berasal. Kista celah brankial dilapisi oleh campuran epitel skuamosa dan epitel respiratorius serta dikelilingi oleh dinding jaringan limfoid, sehingga mungkin terjadi kekacauan histologi. 1,3,9,10 Sebagian besar kista celah brankial (berkembang dari arkus kedua, ketiga dan keempat) biasanya terdapat sebagai tonjolan atau muara saluran sinus sepanjang batas anterior otot sternokleidomastoideus. Saluran interna atau muara kista terletak pada derivatif embriologik sulkus faringeal yang sama, misalnya tonsil (arkus kedua), atau sinus piriformis (arkus ketiga dan keempat). Letak saluran kista juga ditentukan oleh hubungan embriologik arkusnya dengan derivat arkus yang terletak proksimal dan kaudal terhadap arkus. 12,13

Penyebab terjadinya kista brankial masih belum jelas, terdapat 4 teori terjadinya kista brankial: Teori aparatus brankial, kista terjadi karena tidak selesainya obliterasi dari celah brankial, arkus brankial, dan kantong brankial. Hal tersebut menyebabkan sisa- sisa sel yang tidak aktif terpacu tumbuh kemudian membentuk terjadinya suatu kista dan terjadi pada minggu ketiga sampai minggu ke delapan masa kehamilan. Teori sinus servikal. Terjadi dikarenakan sisa sel dari sinus servikal, yang mana terbentuk dari pertumbuhan arkus brankial kedua menuju arkus brankial lima. Teori duktus thimopharingeal. Kista terjadi karena adanya sisa hubungan antara thimus dan kantong brankial ketiga.

Teori inklusi. Kista ini merupakan inklusi epitel pada kelenjar limfe, banyak mengandung jaringan limfoid pada dindingnya dan dapat ditemukan pada glandula parotis dan faring.

Klasifikasi

Kista brankial diklasifikasikan ke dalam empat tipe: a. Kista celah brankial pertama (First Branchial Cleft Cyst) Kista celah brankial pertama dibagi menjadi tipe I dan tipe II. Kista tipe I berlokasi dekat kanalis auditorius eksterna. Umumnya, kista ini berada di inferior dan posterior dari tragus, tetapi bisa saja berada di glandula parotis atau angulus mandibula. Kista ini sangat sulit dibedakan dengan massa padat parotis dalam pemeriksaan klinis. Kista tipe II berhubungan dengan glandula submandibula atau ditemukan di anterior trigonum cervikalis. 12,13,14

b.

Kista celah brankial kedua (Second Branchial Cleft Cyst) Kista celah brankial kedua dilaporkan sebanyak 90% dari kelainan brankialis. Kebanyakan, kista ini di temukan sepanjang pinggir anterior sepertiga atas otot sternokleidomastoideus. Bagaimanapun, kista ini bisa terlihat dimanapun sepanjang saluran fistula brankialis kedua, yang berjalan dari kulit lateral leher, di antara arteri karotis eksterna dan interna, dan sampai tonsil palatine. Oleh karena itu, kista celah brankial sebagai diagnosa pembanding dari massa parafaringeal.12,15

c.

Kista celah brankial ketiga (Third Branchial Cleft Cyst) Kista celah brankial ketiga dan keempat jarang terjadi. Kista celah brankial ketiga terlihat di anterior otot sternokleidomastoideus dan di leher lebih rendah dibandingkan kista celah brankial pertama dan kedua. Kista ini berada lebih dalam ke lengkunagan derivatif ketiga (misalnya nervus glosofaringeal dan arteri carotis interna) dan superficial ke lengkungan derivatif keempat (misalnya nervus vagus). Kelainan ini berakhir di faring pada membran tirohioid atau sinus piriformis.13,16,17

d.

Kista celah brankial keempat (Fourth Branchial Cleft Cyst) Kista celah brankial keempat memiliki manifestasi klinis yang sama dengan kista celah brankial ketiga. Biasanya didapatkan pada anak-anak dan dewasa muda yang sering

ditemukan sebagai abses leher lateral yang telah resisten terhadap pengobatan antibiotik. Seperti yang dilaporkan oleh Godin dkk, 93 % kista celah brankial berlokasi di cervikalis lateral sinistra di trigonum cervikalis.17 Sialadenitis Siala denitis merupakam peradangan pada kelenjar liur major.

Gambar 1 Sialogram pada kronik sialadenitis, yang menunjukan adanya stenosis

ETIOLOGI 1. Bakteri (disebut sialadenitis bakterialis) paling sering akibat obstruksi duktus karena adanya sialolitiasis akibat penjalaran retrograd bakteri dari mulut pada keadaan dehidrasi berat, misal pasca operasi faktor resiko : pada pasien dengan penyakit kronis yang mengalami gangguan imun atau mendapat obat yang menyebabkan dehidrasi 2. Virus (etiologi utama) Paramiksovirus menyebabkan peradangan intertisium difus yang ditandai dengan edema, sebukan sel radang, kadang nekrosis 3. Autoimun (disebut sialadenitis autoimun) Penyebab utama sialadenitis kronis Biasanya bilateral

Kombinasi pembesaran dan peradangan kelenjar liur dan lakrimalis, biasanya tidak nyeri , disertai xerostomia disebut sindrom Mikulicz

Tumor warthin Kistadenoma papilaris limfomatosum, kistadenolimfoma Tumor jinak jarang di regio kelenjar parotis Mencerminkan kelenjar liur heteropik yg terperangkap di dalam kelenjar getah bening regional saat embriogenesis Merupakan masa kecil, berkapsul, bulat/ovoid Mikroskopis : Lapisan epitel 2 deret melapisi rongga yang bercabang, kistik Ada jaringan limfoid di dekatnya kadang2 membentuk sentrum germinativum

You might also like