You are on page 1of 40

Necrophilia adalah suatu kelainan seks dimana seseorang lebih memilih mayat sebagai partner seksnya.

Kadang kita berpikiran bahwa penyakit ini hanya terjadi pada pria saja. Tidak sepenuhnya salah sebab selama ini berita tentang oknum yang menyetubuhi mayat memang selalu didominasi oleh pria. Padahal sebenarnya wanita juga bisa mengidap penyakit ini. Hanya saja 90% kasus necrophilia memang diidap oleh pria. Penyebab Necrophilia juga bermacam macam, seperti : Ketakutan akan ditolak pasangan/minder, kerinduan akan partner lama, sekedar ketertarikan biasa, untuk mengatasi kecemasan dan perasaan terisolir dan mungkin juga untuk menunjukkan kekuasaannya/membalaskan dendamnya kepada si mayat. Dari semua penyebab ini, ketidakpercayaan diri terhadap partner sangat mendominasi. 68% dari kasus Necrophilia ialah karena si pasangan tidak merasa cukup percaya diri untuk berhubungan secara normal. Hingga ia memilih mayat untuk partner sex nya. Banyaknya pria yang mengalami ejakulasi dini, paras yang tidak menarik serta ukuran alat kelamin yang mini membuat mereka tidak percaya diri. Hingga mayat adalah sasaran terakhir, dimana mayat tidak akan protes dengan segala keadaan. Selain penyebab-penyebab necrophilia di atas, ternyata necrophilia juga terbagi dalam 3 macam, yakni : 1. necrophilic homicide, penderitanya harus membunuh terlebih dahulu untuk mendapatkan mayat dan memperoleh kepuasan seksual. 2. regular necrophilia, si penderita hanya menggunakan mayat yang sudah mati untuk memperoleh kepuasan seksual. 3. necrophilic fantasy, si penderita berfantasi berhubungan seks dengan mayat, tetapi tidak melakukannya. Namun penyakit ini juga bisa disembuhkan dengan perawatan piskopatologi dan terapi kognitif. Di sisi lain, besarnya persentase pria minder dalam berhubungan seksual dengan manusia normal adalah salah satu akar permasalahannya. Sehingga sangat tidak dianjurkan bagi partner sex, istri atau pacar untuk meledek pasangannya bila terjadi kelemahan atau kekurangan dari partner. Hal ini dapat berakibat traumatic pada pasangan yang berujung ke necrophilia ini. Fenomena keminderan pria, khususnya pria Indonesia sudah terlihat. Contoh, pria Indonesia jarang mencari seorang wanita bule untuk menjadi pendampingnya karena para pria lokal merasa minder untuk bisa memuaskan calon pasangannya tersebut. Walaupun si Pria menyukainya. Sebaliknya mayoritas wanita Indonesia sangat mengidamkan pria bule untuk menjadi pendampingnya karena merasa bahwa pria bule akan bisa memuaskannya.

Berdasarkan riset terhadap 122 kasus yang terjadi, sebagian besar penderitanya masuk dalam golongan kedua. Separuh dari mereka bekerja di kamar mayat atau perusahaan pemakaman. Seorang penggali kubur di Italia mengaku bergairah dan melakukan masturbasi setelah menguburkan mayat gadis muda yang cantik. Agar mencapai klimaks ia harus menyentuh mayat si gadis. Kegiatan seksual tak lazim itu dilakukan setelah sepi dan tak ada orang di sekitar kuburan. Dalam pengakuannya, ia mengatakan sudah bercumbu dengan ratusan mayat yang dikuburkannya. Dalam seminggu, ia melakukan aktivitas seks dengan mayat antara 4-5 kali. Ia bahkan pernah mengisap darah dan urin dari mayat anak perempuan yang masih remaja.

Sejarah mencatat hal serupa terjadi di Mesir ribuan tahun lalu. Para suami yang takut mayat istrinya diperlakukan tak senonoh oleh pembalsem, menyimpan mayat istrinya di rumah sampai benarbenar membusuk. Salah satu yang menjadi legenda hingga kini adalah Raja Herod yang membunuh istrinya, kemudian berhubungan seks dengan mayatnya selama lebih dari 7 tahun.

Jenis kelamin penderita necrophilia, 90 persen laki-laki dan heteroseksual. Hanya sebagian kecil yang melibatkan kaum gay dan wanita. Salah satunya, kisah seorang wanita yang bertugas membalsem mayat di sebuah perusahaan pemakaman. Selama 4 bulan masa kerjanya ia sudah berhubungan seks dengan banyak mayat lelaki.

Necrophilia adalah kelainan seksual di mana seseorang memiliki hasrat seksual terhadap mayat. Ada tiga jenis Necrophilia: 1. necrophilic homicide, penderitanya harus membunuh terlebih dahulu untuk mendapatkan mayat dan memperoleh kepuasan seksual. 2. regular necrophilia, si penderita hanya menggunakan mayat yang sudah mati untuk memperoleh kepuasan seksual. 3. necrophilic fantasy, si penderita berfantasi berhubungan seks dengan mayat, tetapi tidak melakukannya. Dalam studi penelitian yang dilakukan oleh Dr Jonathan Rosman dan Dr Phillip Resnick diperoleh hasil bahwa dari 122 kasus necophilia didominasi kasus regular necophilia. Umumnya, penderita bekerja di kamar mayat atau di jasa pemakaman. Data lain menunjukkan bahwa 90% penderita kelainan seksual ini adalah laki-laki. Gejala Hasrat seksual pada mayat atau terangsang melihat mayat Perawatan Penderita kelainan seksual ini harus mendapatkan perawatan psikopatologi yang sesuai. Salah satu perawatan untuk penderita kelaianan seksual ini adalah dengan terapi kognitif.

http://misterisdunia.blogspot.com/2011/08/necrophiliac-bercumbu-dengan-mayat.html http://sawah31.wordpress.com/2012/10/12/necrophilia-si-pemerkosa-mayat/ http://id.wordpress.com/tag/necrophilia/

MAKALAH NECROPHILIA (Penyimpangan Seksual Menyetubuhi Mayat) diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biologi

Oleh : Irpan Erpiana I-C ( P17320110027 )

JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES BANDUNG 2010

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allh SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat NECROPHILIA. Tugas ini untuk mengetahui dan mempelajari pokok permasalahan yang berkaitan dengan Mata KuliahBiologi. Mulai perencanaan sampai dengan penyelesaian tugas ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan-bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak dan tidak lupa kritik dan saran yang membangun sangat dinantikan. Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Kepada pembaca atau penulis lain mungkin masih bisa mengembangkan hasil tugas ini pada ruang lingkup yang lebih luas dan analisis yang lebih tajam. Akhirnya semoga tugas ini ada manfaatnya. menyelesaikan tugas individu dengan judul :

Bandung, Desember 2010

Penulis DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................... ii Daftar Isi.....................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah1 1.2 Rumusan masalah.2 1.3 Tujuan penulisan..2

1.4 Metode penulisan..2 BAB II PEMBAHASAN.3 2.1 Penyimpangan seksual..3 2.2 Apa itu necrophilia.........................................................................10 2.3 Kapan dan dimana necrophilia mulai muncul....................................11 2.4 Siapa yang melakukan penyimpangan necrophilia11 2.5 Bagaimana necrophilia terpenuhi...12 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan........................................................................................16 3.2 Saran...16 Daftar Pustaka...............................................................................................17

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah Gangguan orientasi seksual pada remaja saat ini paling banyak disebabkan oleh pornografi yang saat ini begitu mudah di dapat, terutama lewat dunia maya, padahal gangguan ini menimbulkan perubahan konstan pada neorotransmiter dan melemahkan fungsi kontrol. Ini yang membuat orang-orang yang sudah kecanduan tidak bisa lagi mengontrol perilakunya Kondisi itu tidak terjadi secara cepat dalam waktu singkat namun melalui beberapa tahap yakni kecanduan yang ditandai dengan tindakan impulsif, ekskalasi kecanduan, desensitisasi dan akhirnya penurunan perilaku. Kurang terkontrolnya prilaku seksual menyebabkan penyimpangan. Salah satu penyimpangan yang dibahas dalam makalah ini adalah Necrophilia, yaitu suatu penyimpangan seksual yang bersetubuh dengan mayat.

Penyimpangan seksual ini sudah ada sejak dulu. Di zaman sekarang ini prilaku tidak senonoh itu semakin banyak, bahkan di Indonesia sendiri sudah terungkap berbagai kasus necrophilia.

1.2 Rumusan masalah 1. apa yang dimaksud penyimpangan seksual? 2. apa yang dimaksud necrophilia? 3. kapan dan dimana necrophilia mulai muncul? 4. siapa yang melakukan penyimpangan seksual necrophilia? 5. bagaimana necrophilia bisa terpenuhi?

1.3 Tujuan penulisan 1. mengetahui sebagian kelainan seksual yang ada di dunia. 2. memahami arti kelainan seksual necrophilia. 3. mengetahui asal-usul necrophilia. 4. mengetahui terhadap siapa saja kelainan seksual necrophilia dapat terjadi. 5. mengetahui cara pemenuhan seksual orang yang memiliki kelainan seksual necrophilia. 1.3 metode penulisan dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode pengumpulan data dari berbagai sumber. setelah data terkumpul baik dari media masa Internet dan buku penulis menyusun makalah dengan merangkum materi yang telah didapatkan tadi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penyimpangan seksual Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar. Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik. Berikut ini macam-macam bentuk penyimpangan seksual:

no 1

Jenis penyimpangan Homoseksual

Arti Suka sesame jenis

Sadomasokisme

Kepuasan seksual dengan menyiksa dulu

Ekshibisionisme

Memperlihatkan kemaluan

4 5

Voyeurisme Fetishisme

Mengintip Masturbasi dengan BH

Pedophilia

Pedophil

Sex dengan anak dibawah umur

Pedofilia / Pedofil

Bestially

Sex dengan binatang

Incest

Sex dengan anggota keluarga

Necrophilia/Necrofil

Sex dengan mayat

10

Zoophilia

Terangsang melihat hewan yang bersenggama

11 12

. Sodomi Frotteurisme/Frotteuris

Sex melalui anus Menggosok-gosok kemaluan pada wanita di tempat umum

13

Gerontopilia

Kepuasan atau jatuh cinta pada Lansia

1. Homoseksual

Homoseksual

merupakan

kelainan

seksual

berupa

disorientasi

pasangan

seksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbi untuk penderita perempuan. Hal yang memprihatinkan disini adalah kaitan yang erat antara homoseksual dengan peningkatan risiko AIDS. Pernyataan ini dipertegas dalam jurnal kedokteran Amerika (JAMA tahun 2000), kaum homoseksual yang "mencari" pasangannya melalui internet, terpapar risiko penyakit menular seksual (termasuk AIDS) lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak.

2. Sadomasokisme

Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan seksual diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya. Sedangkan masokisme seksual merupakan kebalikan dari

sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual.

3. Ekshibisionisme

Penderita ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan seksualnya dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai dengan kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik dan menjerit ketakutan, ia akan semakin terangsang. Kondisi begini sering diderita pria, dengan memperlihatkan penisnya yang dilanjutkan dengan masturbasi hingga ejakulasi.

4. Voyeurisme

Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia) berasal dari bahasa Prancis yakni vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan mengintipnya, penderita tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Dia hanya mengintip atau melihat, tidak lebih. Ejakuasinya dilakukan dengan cara bermasturbasi setelah atau selama mengintip atau melihat korbannya. Dengan kata lain, kegiatan mengintip atau melihat tadi merupakan rangsangan seksual bagi penderita untuk memperoleh kepuasan seksual. Yang jelas, para penderita perilaku seksual menyimpang sering membutuhkan bimbingan atau konseling kejiwaan, disamping dukungan orang-orang terdekatnya agar dapat membantu mengatasi keadaan mereka.

5. Fetishisme

Fatishi berarti sesuatu yang dipuja. Jadi pada penderita fetishisme, aktivitas seksualnya disalurkan melalui bermasturbasi dengan BH (breast holder), celana dalam, kaos kaki, atau benda lain yang dapat meningkatkan hasrat atau dorongan seksual.

Sehingga, orang tersebut mengalami ejakulasi dan mendapatkan kepuasan. Namun, ada juga penderita yang meminta pasangannya untuk mengenakan benda-benda favoritnya, kemudian melakukan hubungan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya tersebut.

6. Pedophilia / Pedophil / Pedofilia / Pedofil

Adalah orang dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks / kontak fisik yang merangsang dengan anak di bawah umur.

7. Bestially

Bestially adalah manusia yang suka melakukan hubungan seks dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain sebagainya.

8. Incest

Adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga sendiri non suami istri seperti antara ayah dan anak perempuan dan ibu dengna anak cowok.

9. Necrophilia/Necrofil

Adalah orang yang suka melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah menjadi mayat / orang mati.

10. Zoophilia

Zoofilia adalah orang yang senang dan terangsang melihat hewan melakukan hubungan seks dengan hewan.

11. Sodomi

Sodomi adalah pria yang suka berhubungan seks melalui dubur pasangan seks baik pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan.

12. Frotteurisme/Frotteuris

Yaitu suatu bentuk kelainan sexual di mana seseorang laki-laki mendapatkan kepuasan seks dengan jalan menggesek-gesek / menggosok-gosok alat kelaminnya ke tubuh perempuan di tempat publik / umum seperti di kereta, pesawat, bis, dll.

13. Gerontopilia

adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang pelaku jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia lanjut (nenek-nenek atau kakek-kakek). Gerontopilia termasuk dalam salah satu diagnosis gangguan seksual, dari sekian banyak gangguan seksual seperti voyurisme, exhibisionisme, sadisme, masochisme, pedopilia, brestilia, homoseksual, fetisisme, frotteurisme, dan lain sebagainya. Keluhan awalnya adalah merasa impoten bila menghadapi istri/suami sebagai pasangan hidupnya, karena merasa tidak tertarik lagi. Semakin ia didesak oleh pasangannya maka ia semakin tidak berkutik, bahkan menjadi cemas. Gairah seksualnya kepada pasangan yang sebenarnya justru bisa bangkit lagi jika ia telah bertemu dengan idamannya (kakek/nenek). Manusia itu diciptakan Tuhan sebagai makhkluk sempurna, sehingga mampu mencintai dirinya (autoerotik), mencintai orang lain beda jenis (heteroseksual) namun juga yang sejenis (homoseksual) bahkan dapat jatuh cinta makhluk lain ataupun benda, sehingga kemungkinan terjadi perilaku menyimpang dalam perilaku seksual amat banyak. Manusia walaupun diciptakanNya sempurna namun ada keterbatasan, misalnya manusia itu satu-satunya makhluk yang mulut dan hidungnya tidak mampu menyentuh genetalianya; seandainya dapat dilakukan mungkin manusia sangat mencintai dirinya secara menyimpang pula. Hal itu sangat berbeda dengan hewan, hampir semua hewan mampu mencium dan menjilat genetalianya, kecuali Barnobus (sejenis Gorilla) yang sulit mencium genetalianya. Barnobus satu-satunya jenis apes (monyet) yang bila bercinta menatap muka pasangannya, sama dengan manusia. Hewanpun juga banyak yang memiliki penyimpangan perilaku seksual seperti pada manusia, hanya saja mungkin variasinya lebih sedikit, misalnya ada hewan yang homoseksual, sadisme, dan sebagainya

2.2 Apa itu Necrophilia? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia necrophilia adalah penyakit (kelainan) berupa tertarik secara seksual untuk menyetubuhi mayat. Kata ini berasal dari bahasa Yunani: *nekros (mayat atau mati) *philia (persahabatan).

Istilah ini berasal dari karya Krafft-Ebing tahun 1886. Kelainan ini disebut juga thanatofilia atau necrolagnia. kelainan seksual ini terjadi pada orang yang suka melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah menjadi mayat / orang mati.
2.3 Kapan dan dimana Necrophilia mulai muncul ?

Sejarah mencatat necrophilia terjadi di Mesir ribuan tahun lalu. Para suami yang takut mayat istrinya diperlakukan tak senonoh oleh pembalsem, menyimpan mayat istrinya di rumah sampai benar-benar membusuk.

2.4 Siapa yang melakukan penyimpangan Necrophilia?

Terungkapnya kasus Baikuni alias Babe yang diduga melakukan Nekrofilia terhadap korbannya membuat istilah nekrofilia ini kembali mencuat. Salah satu yang menjadi legenda hingga kini adalah Raja Herod yang membunuh istrinya, kemudian berhubungan seks dengan mayatnya selama lebih dari 7 tahun. Sementara pada beberapa kebudayaan kuno aktivitas itu dijadikan media berkomunikasi dengan jin. Dalam lintasan sejarah, tercatat Sersan Bertrand dari resimen ke-74 militer

Prancis pernah membongkar kuburan beberapa wanita dan berhubungan seks dengan mayat wanita itu.

Guido Henckel von Donnersmarck (mati 1916) juga diduga melakukannya dengan mayat istri pertamanya yang ia simpan dalam tangki alkohol raksasa. Ada juga orang bernama Henri Blot yang membongkar kuburan seorang penari balet, Fernande Mery, pada Maret dan Juni 1886 dan berhubungan seks dengan mayat itu.
2.5 Bagaimana necrophilia terpenuhi.

Ada 3 tipe penderita Necrophilic Yaitu :

1. necrophilic homicide, penderitanya harus membunuh terlebih dahulu untuk mendapatkan mayat dan memperoleh kepuasan seksual.

2. regular necrophilia, si penderita hanya menggunakan mayat yang sudah mati untuk memperoleh kesenangan seksual.

3. necrophilic fantasy, si penderita berfantasi berhubungan seks dengan mayat, tetapi tidak melakukannya.

Berdasarkan riset terhadap 122 kasus yang terjadi, sebagian besar penderitanya masuk dalam golongan kedua. Separuh dari mereka bekerja di kamar mayat atau perusahaan pemakaman. Seorang penggali kubur di Italia mengaku bergairah dan melakukan masturbasi setelah menguburkan mayat gadis muda yang cantik. Agar mencapai klimaks ia harus menyentuh mayat si gadis. Kegiatan seksual tak lazim itu dilakukan setelah sepi dan tak ada orang di sekitar kuburan. Dalam pengakuannya, ia mengatakan sudah bercumbu dengan ratusan mayat yang dikuburkannya. Dalam seminggu, ia melakukan aktivitas seks dengan mayat antara 4-5 kali. Ia bahkan pernah mengisap darah dan urin dari mayat anak perempuan

yang

masih

remaja.

Jenis kelamin penderita necrophilia, 90 persen laki-laki dan heteroseksual. Hanya sebagian kecil yang melibatkan kaum gay dan wanita. Salah satunya, kisah seorang wanita yang bertugas membalsem mayat di sebuah perusahaan pemakaman. Selama 4 bulan masa kerjanya ia sudah berhubungan seks dengan banyak mayat lelaki.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan


necrophilia adalah penyakit (kelainan) berupa tertarik secara seksual untuk menyetubuhi mayat yang sudah ada sejak zaman mesir ribuan tahun lalu. Pada umumnya, Ada 3 tipe penderita Necrophilic Yaitu :

1. necrophilic homicide, (harus membunuh terlebih dahulu) 2. regular necrophilia, (memakai mayat untuk kepuasan) 3. necrophilic fantasy, ( berfantasi dan tidak melakukan dengan mayat)

3.2 Saran Dalam penulisan makalah ini penulis memberikan keleluasaan pada pembaca yang hendak melengkapi makalah dari sumber yang berbeda. dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. 2000. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba Medika Wijaya, Andik. 2004. 55 Masalah Seksual. Jakarta : Gramedia Pangkahila, Wimpie. 1998. Seksualitas Anak dan Remaja. Jakarta : Grasindo http://forum.kafegaul.com/archive/index.php/t-176776.html, 25 Desember 2010
http://setengahbaya.info/tag/necrophilia, 27 Desember 2010

http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2009/03/penyimpangan-seksual.html, 30 Desember 2010


http://asaborneo.blogspot.com/2010/01/apa-itu-nekrofilia-kelainan-seks-dengan.html. 30

Desember 2010

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PENYIMPANGAN SEKSUAL


3 Desember 2008 oleh Ramadhan

OLEH : ERFANDI A. Pengertian Sek merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat total, multi-determined dan multidimensi. Oleh karena itu seksualitas bersifat holistik yang melibatkan aspek biopsikososial kultural dan spiritual B. Proses Perkembangan Kesadaran Diri terhadap Seksualitas Tingkat kesadaran diri perawat terhadap seksualitas mempunyai dampak langsung pada kemampuannya melakukan intervensi keperawatan, menurut Stuart & Sundeen (1995), empat tahap proses kesadaran diri meliputi : 1. Tahap Ketidaksesuaian Kognitif.dapat diatasi dengan :

Menghindari tangguang jawab profesional dan tetap berpegang pada keyakinan pribadi Memeriksa fakta bahwa seksualitas merupakan bagian integral dari keadaan manusia 2. Tahap Ansietas

Perawat mengalami ansietas, rasa takut dan syok Perawat menyadari bahwa semua orang mengalami ketidakpastian, merasa tidak aman, bertanya-tanya dan bermasalah yang berkaitan dengan seksualitas 3. Tahap Marah

Kemarahan umumnya ditujukan pada diri sendiri, klien dan masyarakat Perawat mulai mengakui bahwa masalah yang berkaitan dengan seks dan seksualitas bersifat emosional 4. Tahap Tindakan

Pada tahap terakhir ini, perasaan marah mulai berkurang Perawat mulai menyadari bahwa menyalahkan diri sendiri atau masyarakat karena ketidaktahuannya, tidak akan membantu klien dengan masalah seksualnya Dengan memahami ke empat tahap perkembangan kesadaran perawat tentang seksualitas, akan memudahkan dan memungkinkan perawat untuk menjalankan empat tugas utamanya sebagai perawat berkaitan dengan yang dikemukakan oleh Johnson, 1989 yaitu : 1. Berpengetahuan tentang seksualitas dan norma masyarakat 2. Menggunakan pengetahuan tersebut untuk memahami perbedaan antara perilaku dan sikap orang lain dengan diri sendiri sebagai akibat dari pengaruh sosial budaya

3. Menggunakan pemahaman ini untuk membantu adaptasi klien dan keadaan sehat yang optimal 4. Menyadari dan merasa nyaman dengan seksualitas diri sendiri C. Faktor yang Mempengaruhi Seksualitas 1. Pertimbangan Perkembangan

Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek psikososial, emosional dan biologik kehidupan yang selanjutnya akan mempengaruhi seksualitas individu Hanya aspek seksualitas yang telah dibedakan sejak fase konsepsi 2. Kebiasaan Hidup Sehat dan Kondisi Kesehatan

Tubuh, jiwa dan emosi yang sehat merupakan persyaratan utama untuk dapat mencapai kepuasan seksual Trauma atau stress dapat mempengaruhi kemampuan individu untuk melakukan kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-hari yang tentunya juga mempengaruhi ekspresi seksualitasnya, termasuk penyakit

Kebiasaan tidur, istirahat, gizi yang adekuat dan pandangan hidup yang positif mengkontribusi pada kehidupan seksual yang membahagiakan 3. Peran dan Hubungan

Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat mempengaruhi kualitas hubungan seksualnya Cinta dan rasa percaya merupakan kunci uatama yang memfasilitasi rasa nyaman seseorang terhadap seksualitas dan hubungan seksualnya dengan seseorang yang dicintai dan dipercayainya

Pengalaman dalam berhubungan seksual seringkali ditentukan oleg dengan siapa individu tersebut berhubungan seksual 4. Konsep Diri

Pandangan individu terhadap dirinya sendiri mempunyai dampak langsung terhadap seksualitas 5. Budaya, Nilai dan Keyakinan

Faktor budaya, termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas dapat mempengaruhi individu Tiap budaya mempunyai norma-norma tertentu tentang identitas dan perilaku seksual Budaya turut menentukan lama hubungan seksual, cara stimulasi seksual dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual 6. Agama

Pandangan agama tertenmtu yang diajarkan, ternyata berpengaruh terhadap ekspresi seksualitas seseorang Berbagai bentuk ekspresi seksual yang diluar kebiasaan, dianggap tidak wajar

Konsep tentang keperawanan dapat diartikan sebagai kesucian dan kegiatan seksual dianggap dosa, untuk agama tertentu 7. Etik

Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997) tergantung pada terbebasnya individu dari rasa berssalah dan ansietas Apa yang diyakini salah oleh seseorang, bisa saja wajar bagi orang lain D. Penyimpangan Perilaku Seksual 1. Transeksualisme : Rasa tidak nyaman yang menetap dan adanya ketidakwajaran seks dengan preokupasi yang menetap (sedikitnya untuk 2 tahun) dengan menyisihkan karakteristik seks primer dan sekunder dan memperoleh karakteristik lawan jenis 2. Gangguan identitas jender pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa : Tekanan yang kuat dan menetap mengenai status sebagai laki-laki atau perempuan dengan keinginan yang kuat untuk berjenis kelamin lawan seks dan penanggalan struktur anatomis individu 3. Pedofilia : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan seorang anak atau lebih yang berusia 13 tahun kebawah 4. Eksibisionisme : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain dengan memamerkan genitalnya kepada orang asing/orang yang belum dikenal 5. Sadisme Seksual : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang menimbulkan kesakitan yang nyata atau stimulasi psikologis dan penderitaan fisik 6. Masokisme Seksual : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan ,fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan penghinaan, pemukulan, pengikatan atau hal-hal lain yang sengaja dilakukan untuk menderita 7. Voyeurisme : terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsunag selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain yang melibatkan pengamatan terhadap orang-orang yang telanjang, sedang menanggalkan pakaian atau sedang melakukan kegiatan seksual tanpa diketahui mereka 8. Fetisisme : terjadi hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selama 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantsi atau rangsangan lain dengan menggunakan objek mati 9. Fetisisme Transvestik : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berlangsung selam 6 bulan, antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain dengan menggunakan pakaian orang lain 10. Frotterurisme : Terjadinya hubungan yang menetap, sedikitnya berakhir 6 bulan antara rangsangan dan keinginan seksual, tindakan, fantasi atau rangsangan lain meraba tanpa persetujuam pihak lain 11. Gangguan keinginan Seksual Hipoaktif : Defisit yang menetap/berulang atau tidak terdapatnya fantasi seksual dan keinginan untuk melakukan kegiatan seksual

12. Gangguan Keengganan Seksual : Keengganan yang berlebihan dan menetap dan menghindari semua atau hampir semua kontak dengan pasangan seksual 13. Gangguan Rangsangan Seksual : Kegagalan yang menetap dan sebagian untuk mencapai atau mempertahankan respons fisiologis dari kegiatan seksual atau hilangnya kepuasan seksual selama kegiatan seksual dilakuak 14. Hambatan Orgasme : Keterlambatan yang menetap atau tidak adanya orgasme yang menyertai pada saat fase puncak hubungan seksual, walaupun menurut tenaga profesional terhadap intensitas, lama dan fokus yang sesuai dengan usia individu F. Proses Keperawatan 1. Pengkajian Berikut ini pedoman wawancara yang baik dalam mengumpulkan data yang berkaitan dengan aspek psikoseksual : a. menggunakan pendekatan yang jujur dan berdasarkan fakta yang menyadari bahwa klien sedang mempunyai pertanyaan atau masalah seksual b. Mempertahankan kontak mata dan duduk dekat klien c. Memberikan waktu yang memadai untuk membahas masalah seksual, jangan terburu-buru d. Menggunakan pertanyaan yang terbuka, umum dan luas untuk mendapatkan informasi mengenai penngetahuan, persepsi dan dampak penyakit berkaitan dengan seksualitas e. Jangan mendesak klien untuk membicarakan mengenai seksualitas, biarkan terbuka untuk dibicarakan pada waktu yang akan datang f. Masalah citra diri, kegiatan hidup sehari-hari dan fungsi sebelum sakit dapat dipakai untuk mulai membahas masalah seksual g. Amati klien selama interaksi, dapat memberikan informasi tentang masalah ap yang dibahs, bigitu pula masalah apa yang dihindari klien h. Minta klien untuk mengklarifikasi komunikasi verbal dan nonverbal yang belum jelas i. Berinisiatif untuk membahas masalah seksual berarti menghargai kjlien sebagai makhluk seksual, memungkinkan timbulnya pertanyaan tentang masalah seksual. Perlu dikaji berbagai mekanisme koping yang mungkin digunakan klien untuk mengekspresikan masalah seksualnya, antara lain : a. Fantasi, mungkin digunakan untuk meningkatkan kepuasan sekasual b. Denial, mungkin digunakan untuk tidak mengakui adanya konflik atau ketidakpuasan seksual c. Rasionalisasi, mungkin digunakan untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan tentang motif, perilaku, perasaan dan dorongan seksual d. Menarik Diri, mungkin dilakukan untuk mengatasi perasaan lemah, perasaan ambivalensi terhadap hubungan intim yang belum terselesaikan secara tuntas

2. Diagnosa Keperawatan 1. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh, penganiayaan fisik (seksual), depresi Batasan Karakteristik :

Tidak adanya hasrat untuk aktivitas seksual Perasaan jijik, ansietas, panik sebagai respons terhadap kontak genital Tidak adanya pelumasan atau sensasi subjektif dari rangsangan seksual selama aktivitas seksual Kegagalan untuk mencapai atau mempertahankan ereksi penis selama aktivitas seksual Ketidakmampuan untuk mencapai orgasme atau ejakulasi Ejakulasi prematur Nyeri genital selama koitus Kontriksi vagina yang mencegah penetrasi penis Tujuan Jangka Pendek

Pasien akan mengidentifikasi stresor yang berperan dalam penurunan fungsi seksual dalam 1 minggu Pasien akan mendiskusikan patofisiologi proses penyakitnya yang menimbulkan disfungsi seksual dalam 1 minggu Untuk pasien dengan disfungsi permanen karenan proses penyakit : pasien akan mengatakan keinginan untuk mencari bantuan profesional dari seorang terapis seks supaya belajar alternatif cara untuk mencapai kepuasan seksual dengan pasangannya dalam dimensi waktu ditetapkan sesuai individu Tujuan Jangka Panjang

Pasien akan mendapatkan kembali aktivitas seksual pada tingkat yang memuaskan untuk dirinya dan pasangannya (dimensi waktu ditentukan oleh situasi individu) Intervensi : 1. Kaji riwayat seksual dan tingkat kepuasan sebelumnya dalam hubunngan seksual 2. Kaji persepsi pasien terhadap masalah 3. Bantu pasien menetapkan dimensi waktru yang berhubungan dengan awitan masalah dan diskusikan apa yang terjadi dalam situasi kehidupannya pada waktu itu 4. Kaji alam perasaan dan tingkat energi pasien 5. Tinjau aturan pengobatan, observasi efek samping 6. Anjurkan pasien untuk mendiskusikan proses penyakit yang mungkin menambah disfungsi seksual 7. Dorong pasien untuk menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan seksual dan fungsi yang mungkin menyusahkan dirinya 2. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan pilihan sksual yang berbeda, penyesuaian diri terhadap seksual terlambat

Batasan Karakteristik : Laporan adanya kesukaran, pembatasan atau perubahan dalam perilaku atau aktivitas seksual Laporan bahwa getaran seksual hanya dapat dicapai melalui praktik yang berbeda Hasrat untuk mengalami hubungan seksual yang memuaskan dengan individu lain tanpa butuh getaran melalui praktik yang berbeda Tujuan Jangka Pendek : 1. pasien akan mengatakan aspek-aspek seksualitas yang ingin diubah 2. pasien dan pasangannya akan saling berkomunikasi tentang cara-cara dimana masing-masing meyakini hubungan seksual mereka dapat diperbaiki Tujuan Jangka Panjang ; 1. Pasien akan memperlihatkan kepuasan dengan pola seksualitasnya sendiri 2. Pasien dan pasangannya akan memperlihatkan kepuasan dengan hubungan seksualnya Intervensi : 1. Ambil riwayat seksual, perhatikan ekspresi area ketidakpuasan pasien terhadap pola seksual 2. Kaji area-area stress dalam kehidupan pasien dan periksa hubungan dengan pasangan seksualnya 3. Catat faktor-faktor budaya, sosial, etnik dan religius yang mungkin menambah konflik yang berkenaan dengan praktik seksual yang berbeda 4. Terima dan jangan menghakimi 5. Bantu terapis dengan perencanaan modifikasi perilaku untuk membantu pasien yang berhasrat untuk menurunkan perilaku-perilaku seksual yang berbeda 6. Jika perubahan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit atau pengobatan medis, berikan informasi untuk pasien dan pasangannya berkenaan dengan hubungan antara penyakit dan perubahan seksual G. Hasil Pasien Yang Diharapkan/Kriteria Pulang 1. Pasien mampu menghubungkan faktor-faktor fisik atau psikososial yang mengganggu fungsi seksual 2. Pasien mampu berkomunikasi dengan pasangannya tentang hubungan seksual mereka tanpa merasa tidak nyaman 3. Pasien dan pasangannya mengatakan keinginan dan hasrat untuk mencari bantuan dari terapi seks yang profesional 4. Pasien mengatakan kembali bahwa aktivitas seksualnya ada pada tahap yang memuaskan dirinya dan pasangannya

5. Pasien dan pasangannya mengatakan modifilkasi dalam aktivitas seksual dalam berespon pada keterbatasan karena penyakit atau tindakan medis

askep jiwa pada anak dan remaja


Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 10 sampai 19 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal ( 10-14 tahun ), masa remaja penengahan ( 14-17 tahun ) dan masa remaja akhir ( 17-19 tahun ). Pada masa remaja, banyak terjadi perubahan baik biologis, psikologis maupun social. Tetapi umumnya proses pematangan fisik terjadi lebih cepat dari proses pematangan kejiwaan (psikolososial). Seorang remaja tidak lagi dapat disebut sebagai anak kecil, tetapi belum juga dianggap sebagai orang dewasa, disatu sisi ia ingin bebas dan mandiri, lepas dari pengaruh orang tua, di sisi lain pada dasarnya ia tetap membutuhkan bantuan dukungan orang tuanya. Orang tua tidak mengetahui atau memahami perubahan yang terjadi sehingga tidak menyadari bahwa anak mereka telah tumbuh menjadi seorang remaja. Orang tua menjadi bingung menghadapi labilitas emosi dan perilaku remaja, sehingga tidak jarang terjadi konflik diantara keduanya. Kondisi yang merupaka stresor bagi remaja antara lain timbul berbagai keluhan fisik yang tidak jelas penyebabnya, maupun berbagai permasalahan yang berdampak social. Beberapa jenis gangguan jiwa yang banyak terjadi pada remaja antara lain : 1. Perilaku kekerasan antar pelajar (tawuran) 2. Menyalah gunakan NAPZA 3. Perilaku seksual kehamilan 4. Bunuh diri 5. Gangguan depresi 6. Gangguan psikotik 7. Gangguan cemas (ansietas) 8. Masalah diit makanan / malnutrisi 9. Gangguan obsesi kompilsif Kondisi seperti ini, bila tidak segera diatasi dapat berlanjut sampai dewasa dan dapat berkembang kearah yang lebih negatif. Maka dari itu, kami disini ingin membahas salah satu gangguan jiwa pada remaja yaitu Gangguan Obsesif Kompulsif.

B. Perumusan Masalah Dalam penyusunan makalah ini, kami merumuskan masalah pada asuhan keperawatan jiwa .

C. Tujuan Penyusunan Tujuan umum : Meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang kesehatan jiwa remaja sehingga dapat menciptakan lingkuangan yang kondusif untuk perkembangan anak. Tujuan khusus : 1. Memberikan pembekalan kepada tenaga kesehatan untuk dapat menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai kesehatan jiwa remaja. 2. Meningkatkan peran serta mahasiswa dalam menangani remaja bermasalah dan upaya pencegahannya. 3. Meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa remaja.

D. Manfaat Penyusunan Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan jiwa terutama gangguan jiwa pada anak dan remaja.

E. Metode Penyusunan

Dalam penyusunan studi kasus ini, penulis menggambarkan metode deskriptif (mula-mula data/fakta dikumpulkan, dianalisa, kemudian disimpulkan). Adapun teknik pengumpulan datanya dengan Studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisa bahan bacaan dari berbagai referensi sesuai dengan masalah yang dibahas.

Bab ii Tinjauan teoritis A. Selayang Pandang Gangguan Jiwa Pada Anak Dan Remaja Berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan, remaja adalah usia yang rentan, konsep diri nya belum matang, masih terlalu mudah meniru perilaku dari idolanya, kemampuan analisisnya masih rendah, kemampuan kontrol emosi juga masih rendah. Apakah tidak ada aspek positif dari remaja? tentu saja banyak diantaranya : a. Spontanitas Mereka secara spontan melakukan suatu kegiatan tanpa pertimbangan rasional dan analisa berpikir, ketika salah seorang teman mereka merokok dan terlihat "Gentleman" di mata mereka maka secara mencuri - curi mereka akhirnya merokok. Petualang, mereka senang sekali bereksplorasi dengan berbagai situasi dan keadaan, ketika sedang hangatnya friendster mereka makai friendster, ketika lagi demam facebook maka mereka ikut membuat account facebook.

b. Kebebasan Mereka menuntut kebebasan dari orangtuanya untuk melakukan apa yang ingin mereka lakukan, jika kebebasan ini terfasilitasi maka mereka akan menjadi generasi kreatif yang mampu mengharumkan nama bangsa. Tetapi tentu saja mereka memiliki beberapa kelemahan : a. Tawuran, ketika melihat film Only The Strong maka mereka berkeinginan menjadi jagoan, kemudian mereka mengumpulkan teman - teman mereka dan akhirnya menyerang kelompok remaja lain untuk menunjukkan eksistensinya.

b. Sex Bebas, kurangnya kontrol orang tua dan terlalu mudahnya akses ke situs - situs porno membuat mereka memiliki keinginan untuk mencoba, percobaan pertama menjadi pengalaman menyenangkan akhirnya kecanduan menjadi sebuah pengalaman yang berulang. c. Penyalahgunaan obat, masa remaja adalah masa transisi, mereka membutuhkan sebuah pembentukan identitas sehingga ketika ada masalah yang menekan psikologis mereka, kemudian mereka tidak menemukan seseorang yang mau membantu mereduksi tekanan psikologis mereka akhirnya mereka melarikan diri ke obat - obatan terlarang, minuman keras bahkan narkotika.

d. Terlibat kegiatan kriminal ringan, karena mereka masih labil masih mudah dibujuk maka bujukan untuk melakukan sebuah perbuatan kriminal bisa menjadi ajang pembuktian siapa mereka, akibatnya mereka harus berurusan dengan aparat akibat kesalahan mereka tersebut. Masih banyak hal lain yang terjadi pada remaja, salah satu hal menyakitkan yang menimpa remaja adalah gangguan jiwa, mengapa remaja bisa terkena gangguan jiwa dan apa penyebabnya?

a.

Sibling rivalry, persaingan dengan sudara kandung, "seorang anak yang dibandingkan dengan sauadara kandungnya secara terus menerus dan dalam jangka waktu lama maka dia bisa mengalami gangguan konsep diri harga diri rendah"

b. Loneliness, kesepian atau kesendirian adalah sebuah situasi dimana anak tidak memiliki teman, jarang bermain dengan teman sebaya karena berbagai alasan, diharuskan mengasuh adik, diminta bekerja oleh orang tua, dipekerjakan oleh orang lain dll, resiko yang mungkin muncul adalah halusinasi c. Salah pergaulan, jika anak salah berkumpul dengan grup yang salah maka mereka bisa melakukan perilaku kekerasan secara kelompok.

d. Karena status orang tua, seorang anak yang memiliki seorang bapak yang ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi kemudian ditahan maka anak tersebut akan berusaha menghindar dari sosial atau melakukan isolasi social Banyak kejadian yang bisa terjadi pada remaja, peran kita sangat dibutuhkan untuk mencegah hal - hal negatif terjadi pada remaja - remaja yang kita kenal, remaja - remaja yang kelak akan meneruskan tongkat estafet pembangunan, berikan contoh positif kepada mereka lewat tayangan sinetron yang mendidik, tayangan televisi yang mendidik, film - film yang mendidik. Karena semakin gencar bentuk bentuk penyimpangan memasuki alam bawah sadar maka ledakan emosi dan gangguan jiwa hanya menunggu waktu. Gangguan jiwa pada anak-anak merupakan hal yang banyak terjadi, yang umumnya tidak terdiagnosis dan pengobatannya kurang adekuat. Masalah kesehatan jiwa terjadi pada 15% sampai 22% anak-anak dan remaja, namun yang mendapatkan pengobatan jumlahnya kurang dari 20% ( keys, 1998 ). Gangguan hiperaktivitas-defisit perhatian (ADHD / Attention Deficit-Hyperactivety) adalah gangguan kesehatan jiwa yang paling banyak terjadi pada anak-anak, dimana indensinya diperkirakan antara 6% sampai 9%. Diagnosis gangguan jiwa pada anak-anak dan remaja adalah perilaku yang tidak sesuai dengan tingkat usianya, menyimpang bila dibandingkan dengan norma budaya, yang mengakibatkan kurangnya atau terganggunya fungsi adaptasi (Townsend, 1999). Dasar untuk memahami gangguan yang terjadi pada bayi, anak-anak, dan remaja adalah sdengan menggunakan teoi perkembangan. Penyimpangan dari norma-norma perkembangan merupakan tanda bahaya penting adanya suatu masalah. Gangguan spesifik dengan awitan pada masa kanak-kanak meliputi redartasi mental, gangguan perkembangan, gangguan eliinasi, gangguan perilaku disruptif, dan gangguan ansietas. Gangguan yang terjadi pada anak-anak dan juga terjadi pada masa dewasa adalah gangguan mood dan gangguan psikotik. Gejala-gejala gangguan jiwa pada anak-anak atau remaja berbeda dengan orang dewasa yang mengalami gangguan serupa. Jenis Gangguan Jiwa Anak-anak 1. Gangguan perkembangan pervasif. Ditandai dengan masalah awal pada tiga area perkembangan utama : perilaku, interaksi sosial, dan komunikasi.

a.

Retardasi mental Muncul sebelum usia 18 tahun dan dicirikan dengan keterbatasan sustandar dalam berfungsi, yang dimanifestasikan dengan fungsi intelektual secarasignifikan berada dibawah rata-rata (mis., IQ dibawah 70) dan keterbatasan terkait dalam dua bidang ketrampilan adaptasi atau lebih (mis., komunikasi, perawatan diri, aktivitas hidup sehari-hari, ketrampilan sosial, fungsi dalam masyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keselamatan, fungsi akademis, dan bekerja.

b. Autisme Dicirikan dengan gangguan yang nyata dalam interaksi sosial dan komunikasi, serta aktivitas dan minat yang terbatas (Johnson, 1997). Gejala-gejalanya meliputi kurangnya responsivitas terhadap orang lain, menarik diri dan berhubungan sosial, kerusakan yang menonjol dalam komunikasi, dan respon yang aneh terhadap lingkungan (mis., tergantung pada benda mati dangerakan tubuh yang berulang-ulang seperti mengepakkan tangan, bergoyang-goyang, dan memukul-mukul kepala). c. Ganguan perkembangan spesifik Dicirikan dengan keterlambatan perkembanga yang mengarah pada kerusakan fungsional pada bidang bidang, seperti membaca, aritmatika, bahasa, dan artikulasi verbal. 2. Defisit perhatian dan gangguan perilaku disrutif a. Attention Deficit-Hyperactivity Disorder (ADHD) Dicirikan dengantingkat gangguan perhatian, impulsivitas, dan hiperaktivitas yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan. Menurut DSM IV, ADHD pasti terjadi di sekitanya dua tempat (mis., disekolah dan di rumah) dan terjadi sebelum usia 7 tahun (DSM IV, 1994). b. Gangguan perilaku Dicirikan dengan perilaku berulang, disuptif, dan kesengajaan untuk tidak patuh, termasuk melanggar norma dan peraturan social. Sebagian besaranak-anak dengan gangguan ini mengalami penyalahgunaan zat atau gangguan kepribadian antisocial setelah berusia 18 tahun. Contoh perilaku pada anak-anak dengan gangguan ini meliputi mencuri, berbohong, menggertak, melarikan diri, membolos, menyalahgunakan zat, melakukan pembakaan, bentuk vandalisme yang lain, jahat terhadap binatang, dan seranga fisik terhadap orang lain. c. Gangguan penyimpangan oposisi Gangguan ini merupakan bentuk gangguan perilaku yang lebih ringan, meliputi perilaku yangkurang ekstrim. Perilaku dalam gangguan ini tidak melanggar hak-hak orang lain sampai tingkat yang terlihat dalam gangguan perilaku. Perilaku dalam gangguan ini menujukkan sikap menentang, seperti berargumentasi, kasar, marah, toleransi yang rendah erhadap frustasi, dan menggunakan minuman keras, zat terlarang, atau keduanya. 3. Gangguan ansietas sering terjadi pada masa kanak-kanak atau remaja dan berlanjut ke masa dewasa

a.

Gangguan obsesif kompulsif, gangguan ansietas umum, dan fobia banyak terjadi pada anak-anak dan remaja, dengan gejala yang sama dengan yang terlihat pada orang dewasa.

b. Gangguan ansietas akibat perpisahan adalah gangguan masa kanak-kanak yang ditandai dengan rasa takut berpisah dari orang yangpaling dekat dengannya. Gejala-gejalanya meliputi menolak pergi ke sekolah, keluhan somatic, ansietas berat terjadap perpisahan dan khawatir tentang adanya bahaya pada orang-orang yang mengasuhnya. 4. Skizofrenia a. Skizofrenia anak-anak jarang terjadi dan sulit didiagnosis. Gejala-gejalanya dapat meneyrupaigangguan pervasive, seperti autisme. walaupun penelitian tentang skizofrenia anak-anak sangat sedikit, namun telah dijumpai perilaku yang khas (Antai-Otong, 1995b), seperti beberapa gangguan kognitif dan perilaku, menarik diri secara social, komunikasi.

b. Skizofrenia pada remaja merupakan hal yang umum dan insidensinya selama masa remaja akhir sangat tinggi. Gejala-gejalanya mirip dengan skizofrenia dewasa. Gejala awalnya meliputi perubahan ekstrim dalamperilaku sehari-hari, isolasi social, sikap yang aneh, penurunan nilai-nilai akademik, dan mengekspresikan perilaku yang tidak disadarinya. 5. Gangguan mood a. Gangguan ini jarang terjadi pada masa anak-anak dan remaja dibanding pada orang dewasa (Kelter, 1999). Prevalensi pada anak-anak dan remaja berkisar antara 1% sampai 5% untuk gangguan depresi. Eksistensi gangguan biolar (jenis manik) pada anak-anak masih controversial. Prevalensi penyakit bipolar pada remaja diperkirakan 1%. Gejala depresi pada anak-anak sama dengan yang diobservasi pada orang dewasa.

b. Bunuh diri. Adanya gangguan mood merupakan faktor yang serius untuk bunuh diri. Bunuh diri adalah penyebab kematian utama ketiga padaindividu berusia 15 sampai 24 tahun. Tanda-tanda bahaya bunuh diri pada remaja meliputi menarik diri secara tiba-tiba, berperilaku keras atau sangat memberontak, menyalahgunakan obat atau alkohol, secara tidak biasanya mengabaikan penampilan diri, kualitas tugastugas sekolah menurun, membolos, keletian berlebihan dan keluhan somatic, respon yang buruk terhadap pujian, ancaan bunuh diri yang terang-terangan secara verbal, dan membuang benda-benda yang didapat sebagai hadiah ( Newman, 1999) 6. Gangguan penyalahgunaan zat a. Gangguan ini banyak terjadi ; diperkirakan 32% remaja menderita gangguan penyalahgunaan zat (Johnson, 1997). Angka penggunaan alkohol atau zat terlarang lebih tinggi pada anak laki-laki disbanding perempuan. Risiko terbesar mengalami gangguan ini terjadi pada mereka yang berusia antara 15 sampai 24 tahun. Pada remaja, perubahan penggunaan zat dapat berkembang menjadi ketegantungan zat dalam waktu2 tahun sedangkan pada orang dewasa membutuhkan waktu antara 15 sampai 20 tahun.

b. Komorbiditas dengan gangguan psikiatrik lainya merupakan hal yang banyak terjadi, termasuk gangguan mood, gangguan ansietas, dan gangguan perilaku disruptif.

c.

Tanda-bahaya penyalahgunaan zat pada remaja, diantaranya adalah penurunan fungsi sosial dan akademik, perubahan dari fungsi sebelumnya, seperti perilaku menjadi agresif atau menarik diri dari interaksi keluarga, perubahan kepribadian dan toleransi yang rendah terhadap frustasi, berhubungan dengan remaja lain yang juga menggunakan zat, menyembunyikan atau berbohong tentang penggunaan zat.

BAB III PEMBAHASAN A. Konsep Dasar Gangguan Jiwa Obsesif-Kompulsif 1. Definisi Obsesif Kompulsi Obsesif adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi (Sinopsis Psikiatri : Kaplan dan Sadock, Edisi Ketujuh Jilid Dua : 40) yang menggangu (intrusif).

Obsesif adalah isi pikiran yang kukuh (Persistent) timbul, biarpun tidak diketahuinya bahwa hal itu tidak wajar atau tidak mungkin. (Catatan ilmu kedokteran Jiwa : W.F Maramis : 116) Kompulsi adalah pikiran atau yang disadari, dilakukan dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa, mencari, dan menghindari. (Sinopsis Psikiatri : Kaplan dan Sadock, Edisi Ketujuh Jilid Dua : 40 - 41) Obsesif meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kolpulsi menurunkan kecemasan melakukan suatu kompulsi, kecemasan adalah meningkat. Seseorang dengan gangguan Obsesif-Kompulsi biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi sebagai egodistorik. Gangguan obsesif-kompulsi merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaa, karena obsesif dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas social yang biasanya, atau ubungan dengan teman dan anggota keluarga.

2. Etiologi Faktor predisposisi dan faktor presipitasi, Faktor predisposisi yang mungkin mengakibatkan timbulnya gangguan proses pikir obsesif dan kompulsif adalah : a. Faktor Biologis Neurotransmiter Suatu disregulasi serotinin adalah terlibat dalam pembentukan gejaa osesif dan kompulsif dari gangguan.

Data menunjukkan bahwa obat serotonergik adalah lebih efektif dibandingkan obat yang mempegaruhi neurotransmitter lain. Penelitian pencitraan otak Dengan menggunakan PET (Positron Emession Thomography) ditemukan peningkatan aktivitas (sebagai contohnya : metabolisme dan aliran darah) dilobus frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Genitika Pada penelitian kesesuaian pada anak kembar untuk gangguan obsesif-kompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik.

b. Faktor Perilaku Menurut ahli teori belajar, obsesif adalah stimulasi yang dibiasalan. Stimulasi yang relatif netral menjadi disertai dengan responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi objek pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu menimbulkan kecemasan atau gangguan. Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda, seseorang menemukan bahwa tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional. c. Faktor Psikososial

d. Faktor Kepribadian Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan kepribadian obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid ; dengan demikian, sejak kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan ganguan obsesif-kompulsif. 3. Manifestasi klinik / Perilaku Obsesif dan kompulsif memiliki siri tertentu, secara umum diantaranya : a. Suatu gangguan atau impuls yang memaksa dirinya secara bertubi-tubi dan terus menerus ke dalam kesadaran seseorang.

b. Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan, yang menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan melawan gagasan atau impuls awal. c. Obsesif dan kompulsif adalah asing bagi ego (ego-alien) ; yaitu ia dialami sebagai makhlu asing bagi pengalaman seseorang tenang dirinya seagai makhluk psikologis.

d. Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesif atau kompulsi tersebut, orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk akal.

e.

Orang yang menderita akibat obsesif dan kompulsi biasanya merasakan suatu dorongan yang kuat untuk menahannya, tetapi kira-kira separuh dari semua pasien memiliki pertahanan yang kecil terhadap kompulsi. Kira-kira 80% dari semua pasien percaya bahwa kompulsi adalah irasional. Gambaran obsesif dan kompulsi adalah heterogen pada orang dewasa, demikian juga pada anak-anak remaja.

f.

4. Psikodinamik Individu yang mengalami OCD diduga menggunakan empt tipe mekanisme pertahanan : regresi, isolasi, formasi reaksi, dan undoing. Individu penderita OCD diyakini mengalami regresi dan menjadi terfiksasi pada tahap anal menurut freud. Mereka yang mengalami tipe kompulsi rapid an teratur dikatakan berada pada tahap anal retentive ; tipe berantakan atau agresif dikatakan berada pada tahap anal eksplosif. Misalnya, klien yang tidak ingin merawat orangtuanya yang sakit, tetapi menyadari bahwa hal tersebut tidak dapat diterima secara social, mengalami regresi ketingkat perkembangan sebelumnya (anal retentive) dan melakukan ritual yang memberikan rasa nyaman, misalnya mencuci atau mengupayakan segala sesuatu menjadi teratur ; mengisolasi peristiwa tersebut dari emosi dan tidak nyaman dengan emosi (ansietas); menggunakan formasi reaksi untuk menyingkirkan pikiran tidak mau merawat orang tuanya; dan menjadi seorang anak super , erawat orangtuanya dengan baik dan menjaga kebersihan lingkungan sehingga menggagalkan (undoing) impuls awal yang tidak dapat diterima untuk mengabaikan kebutuhan orangtuanya. Persamaan menarik yang mengaitkan OCD dengan regresi ialah observasi bahwa jika ritual OCD individu terganggu, ia harus memulai lagi dari awal. Hal ini serupa dengan orangtua yang ingin mendapatkan pokok cerita kemudian memotong cerita anaknya yang berusia empat tahun hanya untuk menemukan bahwa anak tersebut harus memulai kembali cerita tersebut dari awal. Pada akirnya cerita tersebut memakan waktu dua kali lebih lama. 5. Mekanisme Koping Sigmun freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan psikologis utama yang menentukan bentuk dankualitas gejala dan sifat karakter obsesif-kompulsif : a. Isolasi Adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari aspek danimpuls yang mencetuskan kecemasan. b. Meruntuhkan (UNDOING) Adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau menentukan akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan. c. Pembentukan Reaksi (Raction Fomation)

Pembentukan rekasi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Seringkali pola yang terlihat oleh pangamat adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai. d. Pikiran Magis Adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran awal, ketimbang impulas ; yaitu fungsi ego dan juga fungsi id, dipengaruhi oleh regresi yangmelekat padapikiran magis adalah pikiran kemahakuasaan. e. Faktor prepitasi kebanyakan mengarah kepada kejadian ataupun peristiwa yang menyebabkan stress karena tidak efektifnya koping individu terhadap stress tersebut.

6. Penatalaksanaan SSRI adalah obat obatan terkini yang disetujui untk mengobati OCD. Fluvoksamin (Luvox), paroksetin (paxil), sertralin (Zoloft), dan fluoksetin (Prozac) disetujui untuk mengobati OCD. SSRI tidak bisa diberikan bersamaan dngan MAOI karena dapat enyebabkan krisis hipertensi. Pemberian MAIO harus dihentikan tiga sampai lima minggu sebelum memulai pemberian SSRI untuk menghindari krisis hipertensi. Keberhasilan terapi OCD dengan menggunakan SSRI memperlihatkan bahwa serotonin berperan dalam proses penyakit ini. Antidepresan. Obat pertama yang ditemukan untuk mengurangi perilaku OCD berulang dan tidak dapat dikendalikan ialah klomipramin ATS (Anafranil). Obat ini diyakini menghambat reuptake erotonin edan norepineprin di sinaps. ATS kemungkinan efektif dalam mengobati OCD karena menyekat reuptake norepineprin dan serotonin. Obat obatan ini tidak adiktif dan terapi jangka panjang direkomendasikan. Pemberian MAOI harus dihentikan tiga sampai lima minggu sebelum memulai pemberian ATS untuk menghindari krisis hipertensi. Ada periode keterlambatan atau sampai tiga minggu sebelum gejala mulai berkurang. Ansiolitik. Buspiron ansiolitik (BuSpar) dan klonazepam (Klonopin) adalah satu satunya obat yang efektif dalam mengatasi OCD. 7. Perjalanan Penyakit dan Prognosisnya Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50%-70% pasien memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stress. karena banyak pasien tetap marahasiakan gejalanya, maka sering kali terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum pasien dating ntuk perhatian psiaktrik, walaupun keterlambatan tersebut keungkinan dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran atau gangguan tersebut diantara orang awam dan professional. Perjalan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi ; bebrapa pasien mengalami perjalan penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain mengalami perjalan penyakit yang konstan. Kira-kira 20% - 30% pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki gangguan defresi berat dan bunuh dii adalah resiko bagi semua pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu prognosis yang buruk dinyatakan oleh mengolah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizarre) perlu perawatan di rumah sakit, gangguan defresi berat yang menyertai,

kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) yaitu penerimaan obsesi dankompulsi dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian social dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis.

B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian OCD biasanya diobati di komunitas. Perawat harus meluangkan waktu yang adekuat, mungkin dengan beberapa kali kunjungan, untuk mengidentifikasi rentang perilaku OCD. Untuk pengkajian yang akurat, perawat perlu memperoleh informasi yang spesifik tentang perilaku OCD untuk menetapkan suatu pola perilaku, termasuk perilaku atau ritual yang dilakukan, kapan dan berapa kali dilakukan, dan respons klien terhadap perilaku mengurangi kecemasan ini. Pengkajian keperawatan harus mencakup hal-hal berikut : Deskripsi perilaku Kapan perilaku paling sering terjadi Peristiwa / perilaku spesifik individu lain yang meningkatkan dan mengurangi perilaku. Berapa kali dalam sehari kompulsi terlihat Jumlah waktu yang diperlukan untuk melakukan setiap pengulangan ritual. Informasi ini dapat digunakan untuk mengkaji berapa lama waktu yang diluangkan dari aktivitas hidup sehari-hari dan nantinya akan membantu untuk menetapkan batasan waktu pelaksanaan ritual. Jumlah pengulangan pada setiap set perilaku. Bagaimana klien berespons ketika melakukan perilaku mengurangi kecemasan ini. Tindakan klien ketika sesuatu atau seseorang menggunakan pelaksanaan ritual.

2. Masalah Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan a. Masalah Keperawatan Tidak efektifnya koping individu

b. Gangguan konsep diri : HDR c. Isolasi social : menarik diri

d. Tidak efektifnya penatalaksanaan program terapeutik

e. f.

Tidak efektifnya koping keluarga, ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah Kerusakan komunikasi verbal

g. Proses pikir waham

a.

Diagnosa Keperawatan Isolasi social menarik diri berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu

b. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan harga diri rendah c. Tidak efektifnya penatalaksanaan program terapeutik berhubungan dengan ketidakmampuan keluaga merawat klien di rumah

d. Kerusakan komunikasi vebal berhubungan dengan waham 3. Intervensi a. Intervensi keperawatan untuk klien yang mengalami OCD Kembangkan hubungan terapeutik

b. Tawarkan dorongan, dukungan, dan bantuan c. Jelaskan kepada klien bahwa anda percaya ia dapat berubah

d. Kurangi waktu klien secara bertahap untuk melakukan perilaku ritual e. f. Diskusikan fungsi ritual dalam kehidupan klien, tanpa penilaian. Klien menggunakan teknik perilaku imajinasi, relaksasi progresif,menghentikan pikiran, dan meditasi untuk mengurangi ansietas

g. Klien meminum obat-obatan yang diprogramkan dengan aman h. Klien mengatakan keinginannya untuk tetap meneruskan terapi i. j. Klien melakukan kembali aktivitas social, keluarga dan pekerjaan Keluarga memperlihatkan penurunan partisipasi dalam secondary gain klien yang terkait dengan perilaku OCD dan meningkatkan perhatian selama aktivitas non-OCD.

4. Evaluasi a. Klien mengungkapkan perasaannya

b. Klien mau dibantu oleh orang lain c. Klien memahami bahwa dirinya bias berubah

d. Klien mengikuti e. f. Klien mengetahui dan memahami Klien mengikuti anjuran perawat

g. Klien mengikuti anjuran perawat h. Klien mengerti apa yang terjadi dengan dirinya i. j. Klien melakukan aktivitas sesuai biasanya Klien mengerti

Bab iv Penutup A. Kesimpulan Gangguan obsesif-kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress). Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejalagejala obsesif atau tindakan komplusif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut-turut. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk penatalaksanaan gangguan obsesif-kompulsif antara lain terapi farmakologi (farmakoterapi) dan terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan beik apabila kehidupan sosial dan pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik.

B. Saran Diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan jiwa sebagai bekal ketika praktek belajar lapangan jiwa (PBL Jiwa) di rumah sakit jiwa, dan mampu melakukannya secara komperhensif dan sesuai teori.

Daftar pustaka

Videbeck, Sheila L.2oo1. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC Isaac, Ann.2004. Panduan Belajar ; Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatrik . Jakarta : EGC Keliat, Budi Aaan, dkk. 1990. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC Doenges, MerilynnE, dkk.2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri edisi 3. EGC

Yosep,Iyus.2007. Keperawatan Jiwa Ed.Revisi .Bandung:Refika Aditama. Hamid, Achir yani S. 1999. Askep Kesehatan Jiwa pada Anak dan Remaja. Jakarta : Widya Medika.

www.google(teori keperawatan jiwa).com

You might also like