You are on page 1of 9

Ku Percayakan Semuanya pada Pilihan-Nya Malam ini sering disebut mereka malam panjang, gak tau mengapa bisa

sampai itu terucap. Mungkin karena besoknya libur ? -- Saturday Night Bagi ku semua malam dalam seminggu sama saja, tak pernah ada istilah istimewa yang lantas mengharuskan ku hura-hura, pulang lebih larut karena asyik bercengkrama dengan teman sebaya atau sekedar nongkrong di Coffee Cafe yang belakangan ini menjamur dan menjadi tempat tongkrongan paling favorit anak muda yang katanya masa kini. Bagaimana bisa ku lakukan hal itu, sekedar bisa keluar rumah untuk kumpul dengan teman SMA ku pun kadang sulit dapat izin dari Mama. Yah, begitulah aku dengan semua aturan rumah yang sebagian orang akan bilang Kuno banget mama mu atau mengatakan "Wah..Parah banget", sebagian lagi mengatakan "Kamu gak usaha buat nentang, apalagi usia kamu bukan usia anak-anak yang perlu perhatian ekstra karena pasti bisa bertanggungjawab dengan diri sendiri". Semua itu pernyataan dan pertanyaan yang sering kali didengar daun telinga ini, bukan hal asing. Dan bukan hal baru untuk ku alami, sebab dari SD sampai aku bekerja sekarang. Masih seperti malam-malam sebelumnya aku masih berada dirumah sepulang kantor setengah hari sampai aku terlelap di malam harinya. Kali ini aku sibuk dengan sebuah novel karangan Donny Dhirgantoro, berusaha masuk kedalam sebuah cerita yang dengan filosofi "5cm" nya membuat ku yakin suatu saat pasti mimpi-mimpi yang terotak disini (nunjuk kening) akan terjadi, yah asalkan aku tetap keras berusaha dan pastinya berdoa. Aku hanyut dalam cerita itu, membayangkan setiap kata yang tertulis untuk ku gambarkan dalam hayalan dibenakku. Sampai pada akhirnya aku pun terlelap, masuk dalam cerita yang berjudul "NGANTUK". KODRAT KITA PARA WANITA Kamar ku --- 05.00 WIB Sepertinya panggilan ayam subuh ini sangat mengganggu mata ku yang berat, tapi tak ada toleransi untuk ku bangun siang. Minggu ini aku juga masih sama dengan hari-hari kemarin, sebangun pagi aku lanjut shalat subuh, kemudian memulai dengan rutinitas membabu ku. Sebagai anak perempuan paling besar dirumah aku punya tanggungjawab besar untuk semua urusan rumah tangga. Tanggungjawab itu bukan karena mama ku yang tak sanggup lagi melakukan apa apa, tapi karena dari kecil mama sudah mendidik ku menjadi seorang wanita yang bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah. So, dijalani aja toh gak akan ada ruginya anggap aja bekal ketika menikah nanti. Tapi yang terlihat zaman sekarang banyak anak gadis di masing masing rumah tangga yang tak bisa melakukan pekerjaan di rumahnya. Bahkan untuk sekedar membersihkan kamar pun dia tak mampu, hanya berandalkan ibunya atau mungkin pembantu rumah tangga yang dibayar mahal kedua orangtuanya. Tapi menurutku ini bukan persoalan kalau banyak uang kenapa masih harus repot, melainkan ini masalah belajar menjadi wanita yang sebenarnya ketika memasuki dunia pernikahan. Karena tak sedikit orang tua dari pria pria mapan diluar sana yang mengharapkan seorang menantu yang bisa mengurus anak laki-lakinya ketika sudah berumah tangga. Oya satu lagi, ini juga berkaitan dengan rezeki pernikahan yang mungkin saja kita (para wanita) gak semuanya bisa mendapatkan pasangan yang mapan secara financial sehingga bisa membayar mahal pekerja rumah tangga. Jadi, buat kita (kamu juga) yang merasa akan menjadi calon istri dan ibu dari anak-anak pintar dan shaleh/shaleha

gak ada ruginya bisa lebih mandiri mengurus hal-hal sederhana dirumahkan ?. Mulai dari sekarang kalau begitu, gak ada kata terlambat kok yang penting ada niat dan pastinya usaha, karena pada kodratnya itulah wanita yang harus menjadi pelayan untuk suaminya.

BIARKAN JODOH JADI RAHASIA ALLAH Ruang Kerja --- 15.00 WIB Seharian dengan kerjaan menumpuk membuat ku penat pada siang itu. Tak banyak yang bisa ku lakukan ketika penat melanda, hal yang biasa ku lakukan kalau tidak mendengarkan lagu Colbie Calliat Something Special, I Call It Love by Lionel Richie, dan mungkin saja lagu penyemangat dari Jason Mraz I wont Give up. Sepertinya ketiga lagu itu selalu menjadi urutan 3 teratas di Winamp PC (Personal Computer) kerja ku. Untuk sekedar merilekskan pikiran waktu 15 menit ku rasa cukup utnuk mengembalikan semua semangat kerja dalam diri ini. Dan benar saja semangat ku kembali terbangun, dan kembali ku lanjutkan pekerjaan yang menunggu. Otak atik keyboard PC dengan berbagai macam pekerjaan rutin ku, hingga saatnya waktu untuk pulang tiba. Tak banyak waktu ku gunakan untuk menyiapkan diri pulang, ku ambil jaket rajut andalan ku yang kata mama sudah sepantasnya diganti, atau kadang teman sekantor ku gak akan mau dipinjamkan jaket itu karena dikhawatirkan gak dicuci selama seminggu. Bukan karena pelit gak mau beli jaket baru, atau malas mencuci tapi semakin lama jaket rajut ini dipakai maka akan semakin hangat dipakai dibadan. Jadi jangan salahkan kalau jaket ini sudah 10 tahun bersamaku, tapi ya tetap saja dia pernah dicuci dan harum. Karena kebetulan warnanya yang hitam dan seperti jaket polisi dengan kerah panjang dileher sampai setiap sobekannya akan ku jahit seadanya. Yang ku ingat jaket rajut ini adalah pemberian Atok ku setelah dia meninggal, Cuma jaket ini yang menarik perhatian ku ketika kami cucu cucunya diberikan kesempatan mengambil bagian untuk barang barang atok. Jaket rajut kesayangan sudah terpasang dibadang, helm hitam sudah dikenakan, kunci matic kesayangan juga sudah ditangan siap membelah jalanan menuju rumah untuk sekedar merebahkan badan yang letih. Tak perlu banyak waktu untuk ku sampai dirumah, karena kebetulan sore ini jalanan tidak terlalu macet yang setiap harinya membuat letih ku dari kantor semakin memuncak yang sering kali menghadirkan emosi ketika supir angkot yang seenaknya nyerobot atau berhenti mendadak menepi kekiri untuk menurunkan penumpangnya. Ketika memasuki pagar rumah, terlihat mata ku ada sepasang sandal berhak tidak terlalu tinggi berwarna putih gading parikir di lantai teras rumah ku. Tak begitu ku hiraukan, mungkin saja tamu mama atau papa. Ternyata sandal putih gading itu dimiliki oleh seorang wanita setengah abad yang memiliki seorang anak laki laki yang saat ini sedang mempersiapkan diri untuk masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri), ya dia adalah tante ku adik mama yang paling kecil. Kaget plus senang, karena hampir 5 tahun dia tidak pulang ke sini karena ikut suaminya merantau ke Bandung dan menetap disana. Jadi waktunya kangen kangenan dengan tante tersayang,

yang berujung si tante tak menyangka aku sudah sebesar ini bahkan sudah jadi karyawan bukan seorang gadis kecil yang masih duduk di bangku sekolah. Moment ini berjalan dengan sangat menyenangkan, sampai suatu waktu tante bertanya pada ku Berapa usia kakak sekarang ?. 24 tahun tan.. Lantas tante melanjutkan pertanyaanya, Kenalkan tante dengan pacar kakak dong, pasti sudah ada pacar kan ? Pertanyaan itu membuat ku terhenyak, malas untuk bercakap dan berbaur dengan kumpulan orang tua yang sedang merindukan menjadi seorang cucu Mama, papa dan tante. Pengen pergi dari tempat itu tanpa sepatah katapun. Hingga akhirnya aku menjawab dengan nada rendah dan senyum terpaksa Insya Allah tan, kalau sudah saatnya pasti dikenalkan Sudah jangan lama lama lagi, kalau sudah merasa cocok untuk apa ditunda. Toh kakak sudah bekerja dan pastinya pacar kakak sudah bekerja juga kan..? Carikanlah dia Rum Tiba tiba mama nyambung percakapan aku dengan tante Harum. Yang membuat ku semakin ingin pergi dari tempat itu. Haaaaaaaa..... (Mimpi buruk akibat si tante datang dan bertanya macam macam ) Mana foto kakak biar Tante kenalkan dengan anak teman Tante Rasanya benar benar tidak mau melanjutkan percakapan ini dan benar sebenarnya meninggalkan tempat ini. Kakak shalat ashar dulu ya, udah jam 5 lewat tuh mata sambil menunjuk ke arah jam di dinding ruang keluarga kami. --------------------------------- oo --------------------------------

Begitulah percakapan yang selalu ku temukan ketika aku mulai menginjak usia 23 tahun sampai usia ku sekarang 24 tahun. Pertanyaan tentang sebuah pernikahan, sebuah rencana besar untuk melakukan sunnah Rasul untuk sepasang pria dan wanita. Bukan hal yang menyenangkan jika percakapan itu berlangsung ketika ada aku disana, aku tak begitu suka dengan percakapan itu. Mungkin terkesan bodoh kalau aku ceritakan kenapa aku tidak suka karena aku sempat menjadi korban sebuah pengkhianatan dari sebuah ketulusan yang sudah diyakini. Yap, aku sempat menjalin hubungan yang baik bahkan kedua orang tua ku sudah sangat mengenal pria

yang menjalin hubungan dengan ku. Bukan hanya keluarga ku, bahkan keluarganya pun sudah ku kenal. Pembicaraan tentang pernikahanpun sudah pernah kami bicarakan, bermacam macam harapan dan impian untuk sebuah keluarga yang sakinahpun sudah sempat kami paparkan, bahkan untuk sebutan kami ketika sudah menjadi orang tuapun sudah kami sepakati. Terlalu dini mungkin, terkesan takabur sehingga Allah tidak mngijabah setiap mimpi kami. Sampai pada akhirnya, Allah membalikkan perasaan pria yang selama ini mengaku mencintai ku sehingga dia mencintai wanita lain yang baru saja dikenalnya. Hubungan kami juga belum lama, baru menginjak satu tahun. Tak tahu kenapa aku sampai langsung yakin dia adalah pria yang baik dan pantas menjadi pendamping ku, tapi yang ku tahu saat itu aku yakin kalau dia adalah jodoh yang dikirimkan Allah. Tapi ternyata, apa yang ku yakini tidak sejalan dengan apa takdir Allah pada ku. Perasaannya berubah alias menghilang dan dia lebih memilih wanita yang baru dikenalnya. Aku tau, dia memang pria yang terlalu mudah untuk jatuh cinta bahkan sempat aku tetap bertahan untuk tetap bisa mewujudkan mimpi mimpi yang sempat kami khayalkan, tapi aku bisa menerima kekurangannya itu bahkan berniat untuk membuatnya tidak seperti itu lagi dengan setulus hati mencintainya, tapi ternyata cara ku salah. Hingga akhirnya aku merasa lelah untuk kegantungan rasa ini dan memutuskan untuk mengakhirkan hubungan yang indah (kelihatannya). Singkat cerita, setelah pengalaman buruk itu hingga akhirnya aku punya kesimpulan tidak ada daya manusia untuk memutuskan jalan kehidupan sekalipun kita telah merangkainya dengan sangat indah. Dan Allah Maha membalikkan hati tanpa kita sadari walau semuanya berawal dari sebuah cinta yang menggebu. Sulit untuk ku kembali membuka hati dan memulai kembali. Trauma mungkin, dan itu manusiawi kurasa. Ketika hati terluka maka jera yang dirasa. Hingga akhirnya didalam kekecewaan ku itu muncul seorang pria yang telah lama punya cinta untuk ku, tapi tak pernah ku sadari dan pada akhirnya dia menjadi orang yang selalu ada setiap aku mengingat kembali kepedihan dikhianati. Perlahan perasaan ku mulai netral, tak begitu sakit. Itu semua ku yakini karena dia selalu mendengarkan apa saja kesedihan dan bahagia ku. Kami berteman, tapi bisa dibilang bukan teman biasa. Aku kenal dia, aku tau bagaimana perasaannya terhadapku dan begitu juga sebaliknya. Tapi ntah kenapa belum saja siap rasanya kembali membangun komitmen yang kalau pada akhirnya akan kandas hanya karena terlalu berambisi dan terkesan melangkahi Kuasa Tuhan kalau dia lebih tau apa yang sebenarnya akan terjadi di detik berikutnya dalam kehidupan ini. Dia bukan pria yang banyak waktu untuk sekedar mengunjungi ku, dia selalu sibuk dengan usaha yang dari kuliah telah dia geluti dengan penuh keyakinan tetap dengan hobinya yang dijakdikannya profesi yang menghasilkan pundi pundi rupiah. Dia pekerja keras, punya visi yang jelas dan matang untuk kedepan. Aku sebagai wanita yang sempat mengabaikan perasaannya pada ku sekarang hanya bisa berharap rasa yang sama masih ada didalam hatinya walau status tidak melekat dikami. Dia dan aku yakin, ketika Tuhan telah menjodohkan kita dengan seseorang maka hal itu akan terjadi dan demikian sebaliknya. Berserah diri pada Tuhan, tetap jadi orang yang tidak pernah berniat menyakiti hati siapapun, bairkan takdir bicara apa kesimpulan dari sebuah perasaan yang telah dirawat sedemikian rupa. Tetap saling menjaga selama kehalalan belum menjadi hak kita, jangan saling merugikan secara lahir maupun batin dan yang pasti tetap menjaga hati, bukan berarti

berkomitmen seakan pasti akan terjadi. Namun berusaha menjadi seorang yang tidak mengmbar hati dan cinta. Mama dan papa mengenalnya, beberapa kali dia pernah kerumah dan pernah juga pergi dengan ku. Tapi setiap ditanya aku tidak pernah bilang kalau dia pacar ku, tapi ku jawab dia teman ku dan dalam hati aku berkata Insya Allah dia akan menjadi TEMAN MASA DEPAN KU. Dan yang ku tau, banyak mimpi yang sangat ingi dicapainya ketika menjadi seorang pria yang dewasa. Ingin menata masa depan dan menjaga orang yang disayang (bukan memiliki). Oleh karena itu aku tidak pernah memaksakan kemauanku dulu kepadanya, ku biarkan hubungan ini mengalir apa adanya. Bahkan jika diperjalanan ini diantara kami menemukan seseorang yang kemudian membuat perasaan berubah sebaiknya dikatakan. Semenjak itu dia tidak mau terkesan mengumbar harapan yang belum bisa dia pastikan, bukan hanya kepada ku tapi juga kepada orang tua ku. Sehingga dia jarang bahkan tidak pernah main ke rumah ku, bukan karena dia takut dengan papa atau sungkan dengan mama, tapi semua itu dia lakukan untuk menjaga hubungan yang tetap sehat. Tapi yang ku ingat dia pernah bilang, yang penting Papa dan mama mu mengenalku, dan mereka tau kalau aku ada dan dekat dengan anak perempuannya, bukan pria khayalan yang sama sekali tidak ada. Dan aku berpikir tak perlu ada perjodohan yang mendesak untuk mengatasi masalah ku (menurut keluargaku, karena aku merasa itu bukan masalah) Dan aksi gila kami tentang sebuah hubungan tanpa status dan menjalaninya lebih nyaman dan bebas menjadikan kami berpikir, Biarkan jodoh menjadi rahasia Allah . Walau orang disekitar kami, terutama orang disekitarku merasa ini tidak adil untuk ku jalani.

SEKALI SEBULAN CUKUP Namanya juga teman, ya teman yang diharapkan jadi teman masa depan. Bukan suatu kewajiban/ keharusan seperti hubungan yang dinamakan pacaran untuk bertemu setiap hari. Aku dan dia berkomunikasi hanya melalui pesan singkat, kadang melalui telepon itu juga kalau akan cerita panjang kali lebar. Bukan kebutuhan untuk aku selalu bertemunya dan begitu juga dengan dia. Semua orang terdekat ku mempertanyakan hubungan abstrak (menurut mereka) yang kami jalani, ada, tapi seperti tidak ada Aku tidak pernah bohong ketika perasaan rindu menghujam aku, aku juga manusia dan dia juga manusia yang punya perasaan rindu yang kadang menjangkit di hati. Ketika perasaan menyakitkan dan indah itu terjadi, kami hanya bisa mengungkapkan dan kalau waktu kami memungkinkan untuk ketemu sekedar makan siang dengan waktu singkat hanya 1 2 jam pun tak jadi masalah. Yang penting aku tidak pernah lupa wajahnya yang selalu senyum, berbanding terbalik dengan wajahku yang sulit untuk tersenyum. Ketika bertemu kami sering mengobrol apa saja yang terjadi selama kami tidak bertemu dan diskusi ringan tentang semua kejadian yang ada disekitar. Selama dekat dengannya, aku yang dulunya tidak mengenal malam minggu sampai detik inipun memang tidak mengenal malam minggu. Pesan singkat yang selalu menjadi penghubung kami, karena yang ku pahami pekerjaannya akan sangat sibuk dihari sabtu dan minggu jadi cukup mengerti dengan apa yang dia lakoni walau protes sering ku lemparkan

padanya dan dia selalu memberikanku penjelasan untuk itu. Dia selalu membuatku nyaman walau kadang seharian aku tidak mendapati pesan singkat darinya, tidak seperti masa lalu ku yang selalu heboh kalau tidak mendapati pesan singkat atau telepon dari sang mantan (masa lalu jangan dikenang, tapi jadikan pelajaran). Aku membebaskan dia, bahkan kadang dia merasa aku yang cuek. Padahal sikap ku adalah akibat pantulan sikapnya yang sibuk dan cuek sehingga mengharuskan ku memahami dan bersikap seolah cuek. Bertemu sekali dalam sebulan itu bukan hal asing yang ku alami bersamanya. Waktu yang terasa terulang kembali ketika kami baru pertama kali bertemu. Setiap pertemuan sekali sebulan kami, aku selalu merasakan perasaanku bersemi, senang dan merasa jatuh cinta untuk setiap pertemuan dengannya kembali. Oleh karena itu, ku rasa sebulan sekali cukup untuk ku mengobati rindu karena komunikasi via pesan singkat selalu dibangun dengan baik walau orang lain bilang itu hubungan yang mustahil. WAKTU INDAH ITU AKAN TIBA Hubungan ku dengannya berjalan cukup lama, hubungan abu abu, abstrak, mustahil untuk lama, atau hubungan apalah itu disebut orang orang terdekat kami, terutama orang terdekat dari pihak ku. Wajar sajalah, posisi ku sebagai seorang wanita dewasa yang sudah pantas menjalani hubungan serius dengan rencana rencana indah tentang sebuah pernikahan, masih saja berani dengan hubungan hantu itu. Yah, begitulah indahnya cinta ketika kita bisa menikmati setiap prosesnya yang membuat kita sebagian dari hamba yang selalu dekat dengan-Nya tanpa melanggar aturan-Nya. Yah, 4 tahun ku jalani hubungan ini. Aku tidak pernah bertanya serius tentang kelanjutan hubungan ini. Bukan karena aku tidak cinta dengannya atau aku tidak berharap hubungan yang halal itu, tapi hal ini ku lakukan semata mata karena aku tau apa yang sedang dia lakukan untuk mempersiapkan masa depannya dan mungkin saja cara anehnya menjaga ku dari kejauhan tanpa menyentuhku barang sedikit pun. Sore itu sebuah pesan singkat di telepon genggamku masuk. Tak ada yang spesial, pastilah pesan singkat darinya. Karena semenjak dekat dengannya aku memutuskan untuk tidak seperti jaman kuliah menjalin komunikasi yang cukup sering dengan banyak orang, apalagi dengan teman lelaki ku. Aku selalu berusaha menjaga marwah ku sebagai seorang wanita, agar menjadi kado terindah untuk pria shaleh yang akan menjadi suami ku kelak Pesan singkat darinya ku anggap biasa, dia tanya Sedang apa? Tak perlu waktu lama untuk membalasnya, Baru aja pulang kerja, kamu lagi apa? Pertanyaan basi itu sering kali kami lontarkan ke satu dan lainnya, kenapa basi karena apa kepentingannya kita tanya sedang apa dan lagi dimana. Perhatian gak ada salahnya buat yang disayang kan ? Balasan masuk, Ntar malam kamu kemana? Dirumah aja, emangnya kenapa? Gapapa, Cuma nanya doang Papa mama kamu apa kabar?

Ya Allah, pertanyaannya kok kaku banget? Kaku gimana? Ya kaku Jadi mereka apakabar? Alhamdulillah sehat. Aku bersih bersih dulu ya, gerah pulang kerja dari pagi sampe sore badan lengket. Oke dah Yah, percakapan singkat yang sering kamu lakukan. Aneh isi pesannya kali ini, tidak seperti biasanya. Tapi ya, ditanggapi positif aja berarti dia masih peduli dengan keluarga ku. Ada niat baiknya untuk sayang juga dengan keluarga ku walaupun mereka tidak tau dengan siapa anak mereka menjalin hubungan selama 4 tahun ini. Insya Allah, dia bisa menjadikan ku bunga yang akan mekar ketika telah sah. Selesai bersih bersih, mata rasanya berat. Tapi setibanya dikamar bukannya tidur, malah melamun. Memandang langit langit kamar yang selalu jadi pengawal lelap ku. Lebih kurang 30 menit aku banting badan kanan kiri, berharap segera tidur. Padahal jam masih pukul 20.30 WIB. Tak juga terlelap, akhirnya ku putuskan keluar dari kamar sekedar untuk mengambil segelas air putih. Suara mengejutkan ketika pintu kamar ku buka. Sepertinya aku kenal suara ini, tidak asing, dan aku kenal sekali dengan suara ini. Suara ini berasal dari ruang tamu rumah kami, yang berhadapan langsung dan dibatasi kain gordyn berwarna cokelat yang membuat ku tidak bisa melihat kearah ruang tamu begitu juga tamu yang ada tidak bisa melihat yang ada dibalik kain gordyn. Aku kembali masuk kamar sekedar mengenakan hijab untuk bisa keluar menuju ruang tamu, untuk mendapati informasi siapa gerangan yang datang. Hijab telah dikenakan dengan pakaian tidur lengkap. Tiba tiba papa dan mama memanggil ku. Kak.... O kak.. Sini dulu, ada yang mau ditanya Ya ma, pa. Sebentar Pemandangan ajaib, terasa mimpi tapi nyata. Sepertinya pandanganku tidak salah, tepat sangat tepat sekali tak salah barang sedikit pun. Kaget, terkejut, shock, semua maksud dari kata itu ku alami saat ini. Kamu... Ngapai disini..?? Kok datang gak bilang bilang ?. Jam berapa datang..? Bertubi tubi pertanyaan ku lontarkan dengan spontan, masih tidak percaya saat ini dia yang selama ini dikatakan orang terdekat ku abstrak kini ada dihadapan kedua orang tua ku. Mereka saling berhadapan dengan lipatan wajah serius tak pernah tau apa yang telah mereka bicarakan. Apa dia dapat omelan dari mama yang selalu mempertanyakan kejelasan hubungan ku denganny, atau dapat sindiran dari papa karena sebagai laki laki papa dulu gak

pernah bersikap abstrak seperti itu terhadap orang yang dicintainya alias yang akan menjadi calon istrinya (ya, mama) sementara dia melakukan hal ini pada anak gadis beliau. Banyak hal yang terbayangkan, tapi tak menjadi jawaban pasti. Duduk dulu, jangan cerewet Mama bicara sedikit tegas, tapi ya begitu aku selalu dianggap mama cerewet, padahal bibitnya aku dapat dari mama. Iya ma . Tak ku lihat dia akan menjawab semua pertanyaan pertanyaanku tadi. Cuma melihat senyuman yang ku rindukan setiap menerima pesan singkat darinya selama 4 tahun. Umur kakak berapa?. Papa melontarkan pertanyaan aneh pada ku 25 tahun pa, kenapa? Sudah punya karir berapa lama? . Kembali aneh ku rasa pertanyaan itu 4 tahun pa, kenapa sih pa. Pertanyaan papa aneh Sudah merasa cukup ngerasa uang hasil keringat sendiri ?. Pertanyaan papa tambah aneh Sudah pa, tapi kalau ditanya cukup ya gak akan pernah cukup. Mau sampai kapan pun dan semaksimal apapun, sifat manusia yang gak pernah puas akan selalu ada. Tapi sejauh ini kakak udah merasa puas dan bersyukur dengan kehidupan kakak sampai usia 25 tahun ini. Jadi, sudah siap untuk berkarir dalam rumah tangga? Papa kenapa sih?. Maksudnya apa? Kamu sudah siap untuk jadi istri?. Atau kalau kamu kurang paham, kamu sudah siap menikah? Kaget luar biasa, hari ini rasa kaget ku berlipat ganda. Mau bilang aneh tapi senang, mau bilang senang tapi bingung karena gak tau senang untuk apa. Insya Allah sudah pa, memang kakak punya cita cita menikah di usia 25 tahun.. Jawaban ku cukup tegas, bahkan sangat tegas. Jawaban ini membuktikan kalau aku sudah dewasa dan sudah cukup dewasa untuk menyampaikan keinginan menikah Kamu dengar Dam? Papa melontarkan pertanyaan kepada Mas Adam, pria yang selama ini dianggap mereka abstrak Dengar pak. Mas Adam menjawab dengan wajah senyum, seperti mendapatkan undian lotere. Oke Kak, malam ini Adam mendatangi Papa dan Mama tanpa sepengetahuan kamu. Dia sudah hampir satu jam duduk disini dan ngobrol dengan papa dan mama. Dia sudah menceritakan tentang dirinya, tentang hubungan kalian yang selama ini kami anggap abstrak sehingga kami sering berusaha menjodohkan kamu, dan dia juga sudah menyampaikan niat tulusnya datang kerumah ini untuk menemui Papa dan Mama. Emangnya Mas Adam mau apa kemari pa? Kakak masih belum ngerti dari tadi yang papa tanyakan, apa yang papa bicarakan dan apa maksud kedatangan tiba tiba Mas Adam ke rumah kita dan bicara bertiga dengan Papa dan Mama. Adam, lebih baik kamu yang menyampaikan niat itu Papa melempar wewenang untuk berbicara pada Mas Adam Baik Pak . Mas Adam menjawab dengan penuh semangat dan tersenyum

Ra, Mas sengaja hari ini gak bilang ke kamu akan datang ke rumah. Sms Mas tadi sore juga mungkin terkesan aneh, karena tiba tiba saja menanyakan kabar Papa dan Mama. Sebenarnya dari awal kita sepakat dengan hubungan yang kamu bilang abu abu ini, Mas sudah berniat serius dan akan menjadikan kamu istri Mas. Banyak hal hal yang mungkin tanpa kamu sadari menjadi cara Mas menjaga kamu, kehormatan kamu sebagai wanita yang akan Mas jadikan istri dan ibu dari anak anak Mas kelak, telah Mas lakukan ke kamu. Mulai dari jarang ketemu, komunikasi via sms dan telpon aja atau banyak hal lagi yang kalau orang lain yang tidak paham mereka akan bilang Mas bukan pria baik yang mengabaikan orang yang katanya dia cintai. Semua itu Mas lakukan untuk tujuan menikahi kamu, meminta kamu menjadi istri Mas yang selalu mendampingi Mas dengan kondisi apapun. Mas sudah pikirkan ini semua dari awal kita sepakati hubungan ini. Sampai kedatangan Mas malam ini juga sudah Mas pikirkan dari 4 tahun yang lalu. Rasanya bagai melayang ketika Mas Adam bercerita seperti itu di depan Papa dan Mama. Dia sangat menghargaiku, menyayangi ku dengan seutuhnya cinta Allah. Tak sedikitpun terbesit dipikirannya untuk merugikanku. Dia menyayangi ku dengan menjaga marwahku, menjaga ku seolah putri yang tak boleh tersentuh apapun. Lantas ?. Nada bicaraku sedikit menegang Maukan Tara menjadi teman masa depan Mas, menjadi pendamping hidup Mas, menjadi orang yang selalu ada disuka dan dukanya Mas, dan menjadi Ibu dari anak anak Mas dari kamu nantinya? Ya Allah, air mata bahagia itu terurai tanpa ku minta. Aku bahagia, pria yang selama ini ku banggakan akan menjadi pria baik yang dipilihkan Allah untuk ku menyampaikan harapan indahnya untuk bisa hidup bersama ku. Mama merangkul ku, meminta ku menjawab pertanyaan Mas Adam dengan mengelus pundakku. Insya Allah, Tara mau Mas. Dari awal kesepakatan kita, tidak ada pria lain yang terlintas dipikiran Tara untuk menjadi pendamping hidup Tara, menjadi teman dimasa depan Tara, menjadi ayah dari anak anak yang Tara kandung. Gak pernah terlintas sebuah nama atau wajah siapapun selain Mas Adam. Awalnya tara ragu dengan hubungan ini, tapi semakin dijalani Tara mulai paham apa yang seharusnya kita jalani dalam mendekati jodoh. Dan Tara percaya waktu indah itu akan tiba jika kita tetap berada dijalan-Nya

Jawaban dari mulut ku seakan telah ku atur sedemikian rupa, begitu mengalir. Kalimat yang keluar melambangkan syukur ku atas semua nikmat dan karunia cinta yang Allah berikan pada ku dan Mas Adam. Sebab semenjak aku mengenal Mas Adam, nurani ku sudah berbisik Ku Percayakan Semuanya pada Pilihan-Nya dan Insya Allah semuanya akan indah tepat pada waktunya.

You might also like