You are on page 1of 17

ANATOMI LARING Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih terpancung dan bagian

atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring sedangkan batas kaudal kartilago krikoid Struktur penyangga Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan beberapa kartilago yang berpasangan ataupun tidak. Disebelah superior terdapat os hioideum, struktur yang berbentuk huruf U dan dapat dipalpasi dari leher depan dan lewat mulut pada dinding faring lateral.3

Gambar 1. Struktur penyangga laring Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis dan katilago tritisea. Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran. Terdapat 2 pasang kartilago aritenoid yang terletak dekat permukaan belakang laring, dan membentuk sendi dengan kartilago krikoid, disebut artikulasio krikoariteniod. 4

Otot-otot laring Gerakan laring dilakukan oleh sekelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik. Otot-otot ektrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan otot-otot intrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian laring tertentu yang berhubungan dengan gerakan pita suara.

Gambar 2. Otot-otot laring Persarafan laring Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus yaitu n. Laringis superior dan n. Laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.

Gambar 3. Persyarafan laring

Perdarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu : a. Laringis superior dan a. Laringis inferior yang berasal dari a. Tiroid . Pembuluh limfe untuk laring banyak kecuali di daerah lipatan vokal. Di daerah lipatan vokal, pembuluh limfe terdiri dari golongan superior dan inferior. 1. James I Cohen MD PhD .1997. Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : EGC, hal 369 377. 2. Bambang Hermani, Syahrial M Hutauruk. 2008. Disfonia. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hal 231-234.

FISIOLOGI LARING Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi. 1. Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk mencegah agar makanan dan benda asing masuk kedalam trakea dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis yang secara bersamaan. Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dan sekret yang berasal dari paru juga dapat dikeluarkan lewat reflek batuk. 2. Fungsi respirasi laring dengan mengatur mengatur besar kecilnya rima glotis. Dengan terjadinya perubahan tekanan udara maka didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Oleh karena itu laring juga mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi darah. 3. Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai tiga mekanisme yaitu gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus, serta mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring. Laring mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh, menangis dan lainlain yang berkaitan dengan fungsinya untuk fonasi dengan membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada. (Hermani B,Kartosudiro S & Abdurrahman B, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi ke 5, Jakarta:FKUI,2003,190-200)

Fisiologi Laring Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta fonasi. Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks.3 Pemantauan suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem dalam laring sendiri. Fungsi fonasi dengan membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis.

Syarat suara nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal dan harus ada aliran udara yang cukup kuat.2,4 Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru), laringeal (laring), dan supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi dan ekspulsi udara. Aktivitas ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase laringeal. Pada fase laringeal, pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang kemudian di modifikasi pada fase supraglotik/oral. Kata (word) terbentuk sebagai aktivitas faring (tenggorok), lidah, bibir, dan gigi.5 Disfungsi pada setiap stadium dapat menimbulkan perubahan suara, yang mungkin saja di interpretasikan sebagai hoarseness oleh seseorang/penderita.1,3 Adapun perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan ekspirasi paru dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara. Otot adduktor laringeal adalah otot yang bertanggung jawab dalam memodifikasi panjang pita suara. Akibat aktivitas otot ini, kedua pita suara akan merapat (aproksimasi), dan tekanan dari udara yang bergerak menyebabkan vibrasi dari pita suara yang elastik.6 Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen yang bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari glotis. pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring itu sendiri.4 Selama pernapasan normal, pita akan terbuka lebar agar aliran udara mudah lewat. Selama fonasi, pita menutup bersama-sama sehingga aliran udara diantara mereka akan menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya getaran terutama ditentukan oleh derajat peregangan pita, juga oleh bagaimana kerapatan pita satu sama lain dan oleh massa pada tepinya. Tepat di sebelah dalam setiap pita terdapat ligamen elastik yang kuat dan disebut ligamen vokalis. Ligamen ini melekat pada anterior dari kartilago tiroid yang besar, yaitu kartilago yang menonjol dari permukaan anterior leher dan (Adams Apple). Di posterior,ligamen vokalis terlekat pada prosessus vokalis dari kedua kartilago aritenoid. Kartilago tiroid dan kartilago aritenoid ini kemudian berartikulasi pada bagian bawah dengan kartilago lain, yaitu kartilago krikoid.4 Pita suara dapat diregangkan oleh rotasi kartilago tiroid ke depan atau oleh rotasi posterior dari kartilago aritenoid, yang diaktivasi oleh otot- otot dari kartilago tiroid dan kartilago aritenoid menuju kartilago krikoid. Otot-otot yang terletak di dalam pita suara di sebelah lateral ligament vokalis, yaitu otot tiroaritenoid, dapat mendorong kartilago aritenoid ke arah kartilago tiroid dan, oleh karena itu, melonggarkan pita suara. Pemisahan otot-otot ini juga dapat mengubah bentuk dan massa pada tepi pita suara, menajamkannya untuk menghasilkan bunyi dengan nada tinggi dan menumpulkannya untuk suara yang lebih rendah (bass) Bila plica vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. Krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan

mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.

HISTOLOGI LARING Laring Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa. Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.

epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan para pars laringeal berupa epitel respiratori

Penyebab suara serak dapat dibagi atas: 1. Anatomi tidak normal 2. Fisiologi tidak normal, dibagi 2 yaitu: 1. Korda vokalis tidak dapat bergerak ke medial (paralise, fiksasi a ritenoid) 2 Korda vokalis tidak dapat merapat ke median (korda vokalis konkaf, adanya halangan untuk merapat) Penyebab suara parau tersering, yaitu: Laringitis akut viral Nodul pita suara, polip, kista, papiloma Paralisis pita suara Kanker laring Paralisis otot laring Radang laring dapat akut atau kronik. Radang akut biasanya disertai gejala lain seperti demam, malaise, nyeri menelan atau nyeri bicara, batuk, disamping suara

parau. Kadang-kadang dapat terjadi sumbatan laring dengan gejala stridor serta cekungan di epigastrium, sela iga dan sekitar klavikula. Radang kronik tidak spesifik, dapat disebabkan oleh sinusitis kronik atau bronkitis kronik atau karena penggunaan suara yang berlebih sperti berteriak-teriak atau biasa bicara keras. Radang kronik spesifik misalnya tuberkulosa dan lues.

PEMERIKSAAN LARINGOSKOPI INDIREK Sambil membuka mulut, instruksikan penderita untuk menjulurkan lidah sejauh mungkin ke depan . Setelah dibalut dengan kasa steril lidah kemudian difiksasi diantara ibu jari dan jari tengah . Pasien diinstruksikan untuk bernafas secara normal Kemudian masukkan cermin laring yang sesuai yang sebelumnya telah dilidah apikan ke dalam orofaring . Arahkan cermin laring ke daerah hipofaring sedemikian rupa hingga tampak struktur di daerah hipofaring yaitu : epiglottis, valekula, fossa piriformis, plika ariepiglotikka, aritaenoid, plika ventrikularis dan plika vocalis. Penilaian mobilitas plika vocalis dengan menyuruh penderita mengucapkan huruf i berulang kali.

Laringitis Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada daerah laring. Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi baik akut maupun kronik.1 Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis.2 Penyebab dari laringitis akut dan kronis dapat bermacam-macam bisa disebabkan karena kelelahan yang berhubungan dengan pekerjaan maupun infeksi virus.2 Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot, dan membran mukos yang membentuk pintu masuk dari trakea. Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar, membentuk suara melalui pergerakan. Bila terjadi laringitis, makan pita suara akan mengalami proses peradangan, pita suara tersebut akan membengkak, menyebabkan perubahan suara. Akibatnya suara akan terdengar lebih serak.1 Berdasarkan hasil studi laringitis terutama menyerang pada usia 18-40 tahun untuk dewasa sedangkan pada anak-anak umumnya terkena pada usia diatas 3 tahun.2 Etiologi Hampir setiap orang dapat terkena laringitis baik akut maupun kronis. Laringitis biasanya berkaitan dengan infeksi virus pada traktus respiratorius bagian atas. Akan tetapi inflamasi tesebut juga dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab diantaranya adalah 2.3 Tabel 1. Laringitis akut dan kronis

laringitis akut 1. 2. 3. 4. 5. 6. Rhinovirus Parainfluenza virus Adenovirus Virus mumps Varisella zooster virus Penggunaan asma inhaler 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Laringitis kronis Infeksi bakteri Infeksi tuberkulosis Sifilis Leprae Virus Jamur Actinomycosis Penggunaan suara berlebih Alergi lingkungan seperti

7. Penggunaan suara berlebih dalam pekerjaan : Menyanyi, Berbicara dimuka umum Mengajar 8. 9. 10. 11. Alergi Streptococcus grup A Moraxella catarrhalis Gastroesophageal refluks

10. Faktor asap, debu

11. Penyakit sistemik : wegener granulomatosis, amiloidosis 12. 13. Alkohol Gatroesophageal refluks

Anatomi Saluran Pernafasan Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus. Saluran pernafasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Udara lalu menuju ke faring dan laring.4 Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruangan berbentuk segitiga diantara pita suara (glotis) bermuara ke dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernafasan atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernafasan bagian atas dan bawah. Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung tetap jauh lebih penting. 4 Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu dari epiglotis yang berbentuk daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam esofargus. Jika benda asing masih mampu masuk melalui glotis, fungsi batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan sekret keluar dari saluran pernafasan bagian bawah.4

Patogenesis Bila jaringan cedera karena terinfeksi oleh kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen ini menyebar lebih luas. Rekasi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki.5 Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan cedera ini dinamakan radang.5 Laringitis akut merupakan proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Bila etiologi dari laringitis akut disebabkan oleh adanya suatu infeksi, maka sel darah putih akan bekerja membunuh mikroorganisme selama proses penyembuhan. Pita suara kemudian akan menjadi tampak edema, dan proses vibrasi juga umumnya ikut mengalami gangguan. Hal ini juga dapat memicu timbulnya suara yang parau disebabkan oleh gangguan fonasi. Membran yang meliputi pita suara juga terlihat berwarna kemerahan dan membengkak.2 laringitis kronis merupakan suatu proses inflamasi yang menunjukkan adanya peradangan pada mukosa laring yang berlangsung lama. Pada laringitis kronis proses peradangan dapat tetap terjadi meskipun faktor penyebabnya sudah tidak ada. Proses inflamasi akan menyebabkan kerusakan pada epitel bersilia pada laring, terutama pada dinding belakang laring. Hal ini akan menyebabkan gangguan dalam pengeluaran sekret dari traktus trakeobronkial. Bila hal ini terjadi, sekret akan berada tetap pada dinding posterior laring dan sekitar pita suara menimbulkan reaksi timbulnya batuk. Adanya sekret pada daerah pita suara dapat menimbulkan laringospasme. Perubahan yang berarti juga dapat terjadi pada epitel dari pita suara berupa hiperkeratosis, diskeratosis, parakeratosis dan akantosis.3 LARINGITIS AKUT Penyalahgunaan suara, inhalasi uap toksik, dan infeksi menimbulkan laringitis akut. Infeksi biasanya tidak terbatas pada laring, namun merupakan suatu paninfeksi yang melibatkan sinus, telinga, laring dan tuba bronkus. Virus influenza, adenovirus dan streptokokus merupakan organisme penyebab yang tersering. Difteri harus selalu dicurigai pada laringitis, terutama bila ditemukan suatu membran atau tidak adanya riwayat imunisasi. Pemeriksaan dengan cermin biasannya memperlihatkan suatu eritema laring yang difus. Biakan tenggorokan sebaiknya diambil.6 LARINGITIS KRONIS Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang berlokasi di saluran nafas atas, bila terjadi kurang dari 3 minggu dinamakan akut dan disebut kronis bila terjadi lebih dari 3 minggu 2.3 Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan laringitis akut berulang, terpapar debu atau asap iritatif atau menggunakan suara tidak tepat dalam konteks neuromuskular. Merokok dapat menyebabkan edema dan eritema laring.6

Laringitis Kronis Spesifik Yang termasuk dalam laringitis kronis spesifik ialah laringitis tuberkulosis dan laringitis luetika 7 1. Laringitis tuberkulosis Penyakit ini hampir selalu akibat tuberkulosis paru. Biasanya pasca pengobatan, tuberkulosis paru sembun tetapi laringitis tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang melekat pada kartilago serta vaskularisasinya yang tidak sebaik paru sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago maka tatalaksananya dapat berlangsung lama. Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium yaitu : Stadium infiltrasi, mukosa laring posterior membengkak dan hiperemis, dapat mengenai pita suara. Terbentuk tuberkel pada submukosa sehingga tampak bintik berwarna kebiruan. Tuberkel membesar dan beberapa tuberkel berdekatan bersatu sehingga mukosa diatasnya meregang sehingga suatu saat akan pecah dan terbentuk ulkus Stadium ulserasi, ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus diangkat, dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri. Stadium perikondritis, ulkus makin dalam sehingga mengenai kartuilago laring terutama kartilago aritenoid dan epiglotis sehingga terjadi kerusakan tulang rawan. Stadium pembentukan tumor, terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara dan subglotik. 2. Laringitis luetika Radang menahun ini jarang dijumpai Dalam 4 stadium lues yang paling berhubungan dengan laringitis kronis ialah lues stadium tersier dimana terjadi pembentukan gumma yang kadang menyerupai keganasan laring. Apabila guma pecah akan timbul ulkus yang khas yaitu ulkus sangat dalam, bertepi dengan dasar keras, merah tua dengan eksudat kekuningan. Ulkus ini tidak nyeri tetapi menjalar cepat

Diagnosis Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemerinksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala demam,malaise, batuk, nyeri telan, ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung selama 3 minggu, dan dapat keadaan berat didapatkan sesak nafas, dan anak dapat biru-biru. Pada pemeriksaan fisik, anak tampak sakit berat, demam, terdapat stridor inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung dan/atau retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan merupakan tanda hipoksia1

Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis. Pemeriksaan darah rutin tidak memberikan hasil yang khas, namun biasanya ditemui leukositosis. pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur dapat dilakukan untuk mengetahui kuman penyebab, namun pada anak seringkali tidak ditemukan kuman patogen penyebab1 Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran nafas baik hidung, sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan foto.1 Pada laringitis kronis diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.3 Pada anamnesis dapat ditanyakan 3 1. 2. Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan mengurangi gejala Kondisi kesehatan secara umum

3. Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang dapat memicu timbulnya laringitis seperti debu, asap. 4. Penggunaan suara berlebih

5. Penggunaan obat-obatan seperti diuretik, antihipertensi, antihistamin yang dapat menimbulkan kekeringan pada mukosa dan lesi pada mukosa. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Riwayat merokok Riwayat makan Suara parau atau disfonia Batuk kronis terutama pada malam hari Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar pita suara Disfagia dan otalgia

Pada gambaran makroskopi nampak permukaan selaput lendir kering dan berbenjolbenol sedangkan pada mikroskopik terdapat epitel permukaan menebaldan opaque, serbukan sel radang menahun pada lapisan submukosa. 5 Pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan darah, kultur sputum, hapusan mukosa laring, serologik marker.3 Pada laringitis kronis juga dapat dilakukan foto radiologi untuk melihat apabila terdepat pembengkakan. CT scanning dan MRI juga dapat digunakan dan memberikan hasil yang lebih baik. 3 Pemeriksaan lain yang dapat digunakan berupa uji tes alergi.3 Penatalaksanaan Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara, antibiotik, mnambah kelembaban, dan menekan batuk. Obat-obatan dengan efek samping yang menyebabkan kekeringan harus dihindari. Penyayi dan para profesional yang mengandalkan suara perlu

dinasehati agar membiarkan proses radang mereda sebelum melanjutkan karier mereka. Usaha bernyayi selama proses radang berlangsung dapat mengakibatkan perdarahan pada laring dan perkembangan nodul korda vokalis selanjutnya.6 Terapi pada laringitis kronis terdiri dari menghilangkan penyebab, koreksi gangguan yang dapat diatasi, dan latihan kembali kebiasaan menggunakan vocal dengan terapi bicara. Antibiotik dan terapi singkat steroid dapat mengurangi proses radang untuk sementara waktu, namun tidak bermanfaat untuk rehabilitasi jangka panjang. Eliminasi obat-obat dengan efek samping juga dapat membantu.6 Pada pasien dengan gastroenteriris refluks dapat diberikan reseptor H2 antagonis, pompa proton inhibitor. Juga diberikan hidrasi, meningkatkan kelembaban, menghindari polutan. 3.6 Terapi pembedahan bila terdapat sekuester dan trakeostomi bila terjadi sumbatan laring.
3

Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik, sebagian besar berhubungan dengan pemajanan rekuren dari iritan. Asap rokok merupakan iritan inhalasi yang paling sering memicu laringitis kronis tetapi laringitis juga dapat terjadi akibat menghisap kanabis atau inhalasi asap lainnya. Pada kasus ini, pasien sebaiknya dijauhkan dari faktor pemicunya seperti dengan menghentikan kebiasaan merokok.3 Prognosis Laringitis akut umunya bersifat self limited. bila terapi dilakukan dengan baik maka prognosisnya sangat baik. Pada laringitis kronis prognosis bergantung kepada penyebab dari laringitis kronis tersebut. Definisi Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan oleh infeksi virusinfluenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae. 2,3 Biasanya laringitis akut merupakan suatu fase infeksi virus pada saluran nafas atas yang dapat sembuh sendiri, factor prediposisi dapat berupa rhinitis kronik, penyalahgunaan alcohol, tembakau serta pemakaian suara yang berlebihan.5

2.2. Etiologi Penyakit ini sering disebabkan oleh virus. Biasanya merupakan perluasan radang saluran nafas bagian atas oleh karena bakteri Haemophilus Influenzae, Staphylococcus,

streptococcus, atau pneumococcus. Timbulnya penyakit ini sering dihubungkan dengan perubahan cuaca atau suhu, giza yang kurang/malnutrisi, imunisasi yang tidak lengkap dan pemakaian suara yang berlebihan.1,3,4 Menurut Rahul K shah etiologi dari laringitis akut adalah : 1. Infeksi (biasanya infeksi virus dari saluran pernafasa atas) o Rhinovirus o Parainfluenza virus o Respiratory syncytial virus o Adenovirus o Influenza virus o Measles virus o Mumps virus o Bordetella pertusis o Varicella-zozter virus 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Gastroesophageal reflukx disease Environmental insults (polusi) Vocal trauma Komsumsi alkohol berlebihan Alergi Penggunaan suara yang berlebihan Iritasi bahan kimia atau bahan lainnya

2.5. Patofisiologi Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Parainfluenza virus, yang merupakan penyebab terbanyak dari laringitis, masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium saluran nafas lokal yang bersilia, ditandai dengan edema dari lamina propria, submukosa, dan adventitia, diikuti dengan infitrasi selular dengan histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit polimorfonuklear (PMN). Terjadi pembengkakan dan kemerahan dari saluran nafas yang terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding lateral dari trakea dibawah pita suara. Karena trakea subglotis dikelilingi oleh kartilago krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen saluran nafas dalam, menjadikannya sempit, bahkan sampai hanya sebuah celah. Membran pelindung plika vokalis biasanya merah dan membengkak. Puncak terendah pada pasien

dengan laringitis berasal dari penebalan yang tidak beraturan sepanjang seluruh plika vokalis. Beberapa penulis percaya bahwa plika vokalis mengeras daripada menebal. Pengobatan konservatif seperti yang disebutkan sebelumnya biasanya cukup mengatasi inflamsi laring dan mengembalikan aktivitas vibrasi plika vokalis.1 2.6. Gejala Klinis Pada laringitis akut ini terdapat gejala radang umum, seperti demam, malaise, gejala rinofaringitis. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).8 1. 2. 3. 4. 5. Sesak nafas dan stridor Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menelan atau berbicara. Gejala radang umum seperti demam, malaise Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius. 6. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh.10

2.7. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan suara yang serak, coryza, faring yang meradang dan frekuensi pernafasan dan denyut jantung yang meningkat, disertai pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal, infrasternal dan intercostal serta stridor yang terus menerus, dan anak bisa sampai megap-megap (air hunger). Bila terjadi sumbatan total jalan nafas maka akan didapatkan hipoksia dan saturasi oksigen yang rendah. Bila hipoksia terjadi, anak akan menjadi gelisah dan tidak dapat beristirahat, atau dapat menjadi penurunan kesadaran atau sianosis. Dan kegelisahan dan tangisan dari anak dapat memperburuk stridor akibat dari penekanan dinamik dari saluran nafas yang tersumbat. Dari penelitian didapatkan

bahwa frekuensi pernafasan merupakan petunjuk yang paling baik untuk keadaan hipoksemia. Pada auskultasi suara pernafasan dapat normal tanpa suara tambahan kecuali perambatan dari stridor. Kadang-kadang dapat ditemukan mengi yang menandakan penyempitan yang parah, bronkitis, atau kemungkinan asma yang sudah ada sebelumnya.2 2.7.1. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama dibagian atas dan bawah glotis

Gambar 2.3. Laringitis akut, gambaran ini mengambarkan laring wanita 53 tahun, dengan gejala utama serak dan suara terengah-engah. Catatan daerah-daerah eritem dan mukosa normal yang bergantian pada plika vokalis. Juga ditandai irregularitas pada kontur lipatamlipatan vocal (dikutip dari kepustakaan 1) Sebetulnya pemeriksaan rontagen leher tidak berperan dalam penentuan diagnosis, tetapi dapat ditemukan gambaran staplle sign (penyempitan dari supraglotis) Foto rontgen leher AP bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus pada foto AP dan penyempitan subglotis pada foto lateral, walaupun kadang gambaran tersebut tidak didapatkan. Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan, kecuali didapatkan eksudat di orofaring atau plika suara, pemeriksaan kultur dapat dilakukan.Dari darah didapatkan lekositosis ringan dan limfositosis.1

Gambar 2.4. Gambaran rontagen laringitis akut, gambaran steeple sign(panah) (dikutip dari kepustakaan 9) 2.8. Penatalaksanaan Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun ada indikasi masuk rumah sakit apabila : 1. 2. 3. Usia penderita dibawah 3 tahun Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted Diagnosis penderita masih belum jelas Perawatan dirumah kurang memadai Perawatan Umum Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila ada muncul sumbatan dihidung atau penggunaan larutan garam fisiologis (saline 0,9 %) yang dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal spray Perawatan Khusus Terapi Medikamentosa 1. Antibiotika golongan penisilin Anak 50 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis Dewasa 3 x 500 mg perhari.3 Menurut Reveiz L, Cardona AF, Ospina EG dari hasil penelitiannya menjelaskan dari penggunaan penisilin V dan eritromisin pada 100 psien didapatkan antibiotic yang lebih baik

yaitu eritromisin karena dapat mengurangi suara serak dalamsatu minggu dan batuk yang sudah dua minggu.10 2. Kortikosteroid diberikan untuk mengatasi edema laring.1 Pencegahan : Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara, minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan, batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering. jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara, meningkatkan pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lender.8 2.9. Prognosis Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat menyebabkan udem laring dan udem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik.8

Cody R, Thane. Kern B. Lugene, Pearson W. Bruce. Serak dan Kelainan Suara. Dalam Buku Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Alih bahasa Samsudin Sonny, Editor, Adrianto Petrus, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1991, Hal 340-354

Benovetz,JD, Gangguan Laring Jinak, Dalam : Adam, Boies, Higler, Editor. BOIES. Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 3, Jakarta ; EGC, 1997, Hal 378-396

Infeksi sekunder TBCparu Sering menetap walau TBC paru sudah sembuh ok mukosa yg lengket ke tlg. rawan serta vaskularisasi yg tidak sebaik paru

Abdul Rachman Saragih Sub Bagian Faringolaringologi Bagian THT FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan

You might also like