You are on page 1of 24

BAB I PENDAHULUAN

Malnutrisi pada balita merupakan masalah kesehatan utama di negara-negara berkembang. Terlebih karena balita merupakan golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi. Dari berbagai penyebab kematian pada balita di negaranegara berkembang, kekurangan gizi merupakan penyebab 53% kematian balita di negara-negara berkembang disebabkan oleh kekurangan gizi dengan dilatarbelakangi oleh berbagai penyakit yang menyertai seperti pneumonia, diare, malaria, campak, HIV/AIDS, kelainan perinatal dan penyakit lainnya.1

Gambar 1. Peta Penyebaran Kasus Malnutrisi (WHO dan UNICEF)1 Di Indonesia, saat ini jutaan balita tercatat memiliki status gizi yang buruk. Hasil pemetaan dari Dinas Kesehatan menunjukkan bahwa 2 dari 4 orang anak di kabupaten di seluruh Indonesia menderita gizi kurang. Masalah kurang gizi ini banyak dialami anak-anak sejak masih dalam kandungan. Anak-anak yang pernah menderita status kurang gizi cenderung memiliki tinggi badan yang pendek dan biasanya tidak 1

berprestasi dalam proses pendidikan. Berdasarkan data Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak gizi buruk (8,3%). Pada tahun 2005 terdapat 6% atau sekitar 14,5 juta orang menderita gizi buruk.2 Gizi buruk merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari. Kurang energi protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Keadaan ini terjadi oleh karena tidak terpenuhinya kebutuhan tubuh akan nutrien makro seperti karbohidrat, lemak dan protein yang didapat dari asupan makanan sehari-hari. Umumnya kejadian KEP berhubungan langsung dengan status ekonomi. Krisis ekonomi yang berkepanjangan mulai akhir tahun 1997 yang melanda Indonesia diperkirakan meningkatkan kejadian KEP secara sangat bermakna. Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari 241.973.879 penduduk Indonesia, 6% atau sekitar 14,5 juta orang menderita gizi buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak di bawah usia lima tahun (balita). Depkes juga telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukkan bahwa penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2-4 dari 10 balita menderita gizi kurang. 2 Manifestasi klinis KEP sangat bervariasi tergantung intensitas defisiensi energi dan protein. Keadaan ini juga biasanya berhubungan dengan defisiensi nutrien lain atau penyakit infeksi. KEP dapat mengenai semua kelompok umur, tetapi biasanya terjadi pada anak-anak dalam pertumbuhan, dimana energi yang dibutuhkan per-satuan tubuh (per kg berat badan) sangat tinggi. Gejalanya bervariasi dari penurunan berat badan, retardasi pertumbuhan atau merupakan sindroma dari KEP dengan defisiensi nutrien lain. KEP merupakan masalah malnutrisi yang paling penting pada negara sedang berkembang oleh karena : angka prevalensi dan kematiannya tinggi, menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik, dan menghambat perkembangan sosial. KEP lebih sering terjadi pada penyakit infeksi, dimana pada keadaan ini keperluan nutrien meningkat, atau perubahan metabolik. Kejadiannya sangat tinggi pada anakanak negara-negara berkembang, sekitar 30% di negara-negara Afrika, Timur Jauh; 15% di Amerika Latin dan Timur Dekat. Pada negara industri KEP biasanya terjadi pada anak-anak golongan sosio ekonomi rendah, pada usia lanjut yang tinggal 2

sendirian dan pada orang dewasa pecandu alkohol. Faktor sosial ekonomi (meliputi kemiskinan, ketidaktahuan, dan problem soaial lainnya), biologi (malnutrisi pada ibu saat hamil, dan penyakit infeksi) dan lingkungan (sanitasi yang buruk) sebagai penyabab rendahnya asupan makanan.1 Secara klinis KEP terdapat dalam tiga tipe yakni kwashiorkor, marasmus, dan marasmus-kwashiorkor. KEP terbagi menjadi dua yaitu KEP ringan dan KEP berat. KEP ringan biasa disebut gizi kurang, terjadi bila berat badan anak hanya 60-90 % dari berat badan menurut standar yang telah ditentukan. Sedangkan gizi buruk atau KEP berat terjadi bila berat badan anak kurang dari 60 % dari angka standar. Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun. Marasmus adalah keadaan yang disebabkan terutama akibat defisiensi kalori dan energi, sedangkan kwashiorkor mengindikasikan kekurangan protein yang berakibat pada adanya gambaran edema.1 Berdasarkan latar belakang tersebut maka diperlukan suatu upaya penanganan masalah gizi buruk khususnya marasmus. Dalam karya ilmiah ini penulis membahas marasmus dari segi etiologi, patofisiologi, hingga penatalaksanaan. Diharapkan laporan ini dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan mengenai marasmus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Marasmus Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk paling sering ditemui pada balita. Penyebabnya antara lain karena asupan makanan yang sangat kurang, infeksi, prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan lingkungan. Marasmus adalah permasalahan serius yang terjadi di negara-negara berkembang. Data WHO menunjukkan sekitar 49% dari 10,4 juta kematian yang terjadi pada anakanak di bawah usia lima tahun di negara berkembang berkaitan dengan defisiensi energi dan protein sekaligus.1 Marasmus sering dijumpai pada anak berusia 0 - 2 tahun dengan gambaran klinis: berat badan kurang dari 60% berat badan sesuai dengan usianya, suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang, dinding perut hipotonus dan kulitnya melonggar hingga hanya tampak bagai tulang terbungkus kulit, tulang rusuk tampak lebih jelas atau tulang rusuk terlihat menonjol, anak menjadi berwajah lonjong dan tampak lebih tua (old man face), otot-otot melemah, atropi, bentuk kulit berkeriput bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan, perut cekung sering disertai diare kronik (terus menerus) atau susah buang air kecil.3

Gambar 2. Penyebab Utama Kematian Balita di Negara Berkembang1 4

Marasmus umumnya terjadi pada anak-anak miskin perkotaan, anak-anak dengan penyakit kronis dan anak-anak di penjara. Tingginya jumlah penderita marasmus tak hanya menimbulkan risiko kematian tapi juga menyebabkan syaraf otak tidak berkembang optimal. Akhirnya, dampak sosial dan ekonomi akibat kekurangan energi dan protein menjadi amat besar dan sulit diperhitungkan. 2.2 Patofisiologi Marasmus Marasmus sebagai salah satu bentuk malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Meskipun faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.4 Sebagian besar manifestasi klinis marasmus menunjukkan respon adaptif terhadap kurangnya asupan protein dan energy. Untuk mengatasi kurangnya asupan, aktifitas dan energy yang dikeluarkan akan menurun. Cadangan lemak dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan energi. Namun ketika cadangan ini habis, maka katabolisme protein akan menyediakan substrat pengganti untuk menjaga metabolisme basal.4

Gambar 3. Adaptasi Hormonal Terhadap Malnutrisi.1

2.3 Manifestasi Klinis Anak-anak penderita marasmus mudah dikenali secara fisik. Meski masih anak-anak, wajahnya terlihat tua, sangat kurus karena kehilangan sebagian lemak dan ototototnya. Selain itu juga ditemukan adanya distensi atau scapoid abdomen serta keterlambatan pertumbuhan fisik. Adanya malabsorpsi laktosa juga berperan dalam terjadinya distensi abdomen. Pemeriksaan juga dapat dinilai dari hilangnya kulit di sekitar bokong dna bahu. Penderita marasmus juga cenderung hipotermi serta hipoglikemi. Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ada pun ciri-ciri lainnya adalah :3,4 1. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit 2. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada dimana pada daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar (baggy pant) 3. Perut cekung 4. Tulang rusuk menonjol (iga mengambang) 5. Sering disertai : penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) dan diare4,5

Gambar 4. Penderita Marasmus

2.4 Diagnosis Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan serta riwayat penyakit yang lalu. Tidak ada diagnosis banding untuk marasmus. Bagaimana pun , apabila ditemukan edema, maka hal ini dapat menunjukkan kwashiorkor atau insufisiensi renal atau jantung. 1. Pemeriksaan Fisik a. Mengukur TB, BB, lingkar lengan atas dan lingkar kepala. b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter) c. Mengukur ketebalan lipatan kulit di lengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body mass, massa tubuh yang tidak berlemak). 2. Pemeriksaan laboratorium : leukosit, limfosit, platlet, BUN/Sc, albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin. Untuk diagnosa dan penatalaksanaan marasmus, tidak ada evaluasi yang lebih penting dibandingkan evaluasi klinis. Sebagian besar hasil laboratorium dengan rentang (range) berbeda akan menunjukkan perubahan signifikan sesuai komposisi dan fisiologi tubuh. Lebih lanjut, dimana kasus malnutrisi sering terjadi biasanya tidak didukung dengan struktur kesehatan yang memadai, dan tes laboratorium sulit dilakukan akibat ketidak tersediaan alat. Tes laboratorium yang diadaptasi dari WHO meliputi : Glukosa darah : Hipoglikemia jika lebih rendah daripada 3 mmol/L Pemeriksaan apusan darah secara mikroskopi atau tes deteksi langsung. Adanya parasit adalah indikasi infeksi. Pemeriksaan urine dan kultur : lebih dari 10 leukosit per lapang pandang adalah indikasi infeksi Pemeriksaan feses : adanya parasit dan darah sebagai indikasi disentri

Albumin : dapat menjadi panduan untuk prognosis. Apabila albumin lebih rendah dari 35 g/L, sistesis protein tidak seimbang secara massif.

2.5 Penatalaksanaan Terapi untuk kondisi mrasmus ini bervariasi tergantung dari berat ringan penyakit. Apabila sudah sampai banyak menimbulkan penyakit penyerta, seperti diare, anemia, infeksi paru dan kulit serta berbagai penyakit lainnya, maka hal ini juga perlu diobati. Penanganan yang dini biasanya menimbulkan hasil yang baik. Pada kondisi yang sudah berat, terapi bisa meningkatkan kondisi kesehatan secara umum, namun biasanya terdapat sisa gejala fisik permanen dan akan muncul masalah intelegensia di kemudian hari.6,7 Pengobatan marasmus ialah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein dan penatalaksanaan di rumah sakit yang dibagi atas: tahap awal, tahap penyesuaian dan rehabilitasi. Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan.7 Marasmus tergolong sebagai KEP berat sehingga pentalaksanaan marasmus disesuaikan berdasarkan pedoman WHO tentang pengelolaan KEP berat di rumah sakit dengan menerapkan 10 langkah tindakan pelayanan. Tabel 1. Fase-fase Penatalaksanaan KEP Berat Aktivitas 1 2 3 4 5 6 7 Cegah hipoglikemi Cegah hipotermi Cegah dehidrasi Koreksi keseimbangan elektrolit Terapi infeksi Mulai pemberian makanan Tumbuh kejar/peningkatan Tanpa Fe Dengan Fe Awal Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 rehabilitasi Minggu ke 2 Follow up Minggu ke 3-7

pemberian makanan 8 Mikronutrien 9 Stimulasi 10 Tindak lanjut 1. Hipoglikemia

Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama. Periksa kadar gula bila suhu ketiak <36C. Bila kadar gula darah < 50 mg/dl, berikan : a. 50 ml bolus glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% (1 sdt gula dalam 5 sdm air) secara oral atau pipa nasogastrik b. selanjutnya berikan larutan tersebut tiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan seperempat bagian dari jatah untuk 2 jam) c. berikan antibiotika d. secepatnya berikan makan tiap 2 jam, siang dan malam. 2. Hipotermia Bila suhu ketiak <36C atau suhu dubur <36C, lakukan : a. segera beri makanan cair/formula khusus b. hangatkan anak dengan pakaian, selimut, penutup kepala, letakkan dekat lampu atau pemanas, peluk anak di dada ibu (metode kangguru) c. berikan antibiotika d. lakukan evaluasi tiap 30 menit 3. Dehidrasi Diupayakan rehidrasi dilakukan secara peroral. Rehidrasi i.v memiliki resiko tinggi overhidrasi dan gagal jantung. Rehidrasi secara intavena hanya dianjurkan pada keadaan syok. a. berikan cairan resomal sebanyak 5 ml/kg setiap 30 menit selama 2 jam per oral/per NGT b. selanjutnya 5-10 ml/kg/jam untuk 4-10 jam berikutnya c. ganti resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke 10 dengan formula khusus sejumlah yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil d. selanjutnya mulai beri formula khusus Awasi kelebihan cairan : frekuensi nafas dan nadi meningkat, edema dan pembengkakan kelopak mata. 4. Keseimbangan elektrolit Pada KEP terjadi kelebihan natrium tubuh walaupun kadar dalam plasma rendah. Defisiensi kalium dan magnesium sering terjadi dan minimal perlu 2 minggu untuk pemulihan. a. tambahkan kalium 2-4 mEq/kg/hari (=150-300 mg KCl/kg/hari) 9

b. tambahkan magnesium 0,3-0,6 mEq/kg/hari (=7,5-15 mg MgCl2/kg/hari) c. untuk rehidrasi berikan cairan rendah natrium (resomal/pengganti) d. siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam. 5. Pengobatan dan pencegahan infeksi Pada KEP gejala yang biasa muncul saat adanya infeksi seperti panas seringkali tidak muncul. Karenanya pada semua KEP beri secara rutin antibiotik broad spectrum. Bila tanpa komplikasi diberikan Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatric secara oral, 2x sehari selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4 kg). Bila anak sakit berat (apatis,letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemi, hipotermi, infeksi kulit/saluran nafas/saluran kencing), diberikan : Ampisilin 50 mg/kg/i.m atau i.v per 6 jam selama 2 hari dilanjutkan dengan amoksisilin per oral 15 mg/kg per 8 jam selama 5 hari. Bila tidak ada amoksisilin, makan dilanjutkan dengan pemberian ampisilin 50 mg/kg per 6 jam per oral. Gentamisin 7,5 mg/kg/i.m atau i.v sekali sehari selama 7 hari. Bila dalam 48 jam tidak ada kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25 mg/kg/i.m atau i.v per 6 jam selama 5 hari 6. Mulai pemberian makanan Untuk menghindari kelebihan kemampuan saluran pencernaan, hati dan ginjal, yang penting bahwa makanan harus diberikan dalam jumlah kecil dan diberikan berulang-ulang dengan formula laktosa rendah dan hipo/isoosmolar yang diberikan secara oral/nasogastrik. Anak seharusnya diberikan minimal 80 kkal, tetapi tidak boleh lebih dari 100 kkal/hari. Berikan protein 1-1,5 gram/kg/hari. Berikan cairan 130 ml/kg/hari (100 ml/kg/hari bila terdapat edema). Jika masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula. Bila asupan makanan tidak mencapai 80 kkal/kg/hari, berikan sisa formula melalui NGT. Yang harus dipantau selama fase ini : jumlah yang diberikan dan sisanya, muntah, frekwensi BAB dan konsistensi tinja, BB (harian). Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik, tetapi pada penderita dengan edema BB akan menurun dulu bersamaan dengan menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.

10

Tabel 2. Komposisi Diet pada Penatalaksanaan KEP Berat Zat gizi Energi Protein Vitamin A Fase Stabilisasi Transisi Rehabilitasi 100 kkal/kg/hari 150 kkal/kg/hari 150-200 kkal/kg/hari 1-1,5 gram/kg/hari 2-3 gram/kg/hari 4-6 gram/kg/hr hari ke 1, 2 dan 14 atau hari ke 1, 2 dan 14 atau hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum pulang dengan sebelum pulang dengan sebelum pulang dengan dosis : Asam folat Seng Tembaga Besi Cairan > 6-12 1 thn: bln: dosis : > 1 thn: 200.000 SI/kali 6-12 bln: 100.000 SI/kali 0-5 bln: 50.000 dosis : > 1 thn: 200.000 SI/kali 6-12 bln: 100.000 SI/kali 0-5 bln: 50.000

200.000 SI/kali 100.000 SI/kali 0-5 bln: 50.000

SI/kali SI/kali SI/kali 1 mg /hari (5 mg pd 1 mg /hari (5 mg pd hari 1 mg /hari (5 mg pd hari I) 2 mg/kg/hari 0,2 mg/kg/hari 3 mg/kg/hari 130 ml/kg/hari tanpa edema I) 2 mg/kg/hari 0,2 mg/kg/hari 3 mg/kg/hari 150 ml/kg/hari hari I) 2 mg/kg/hari 0,2 mg/kg/hari 3 mg/kg/hari 150-200 ml/kg/hari

7. Fasilitasi tumbuh kejar Pada masa rehabilitasi diharapkan tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan >= 50 gram/minggu. Awal fase rehabilitasi diteloi dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi dilakukan perlahan untuk menghindari risiko gagal jantung dan intoleransi saluran cerna yang terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak. Ganti formula khusus awal (energi 75 kkal dan protein 0,9-1 gram per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 kkal dan protein 2,9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kg/kali (=200 ml/kg/hari) Pada masa ini perlu diawasi frekwensi napas dan denyut nadi. Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi :

11

Makanan atau formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering. Energi 150-220 kkal/kg/hari Protein 4-6 gram/kg/hari Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar.

8. Koreksi defisiensi nutrien mikro Berikan setiap hari : 1. suplementasi multivitamin 2. asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama) 3. seng 2 mg/kg/hari 4. tembaga 0,2 mg/kg/hari 5. bila BB mulai naik beri Fe 3 mg/kg/hari atau sulfas ferosus 10 mg/kg/hari. 6. vit A Anemia biasa dijumpai pada KEP, jangan terburu-buru memberikan preparat Fe, tunggu sampai anak mau makan dan berat badan mulai naik. Pemberian Fe mempunyai efek terhadap terjadinya infeksi melalui 2 mekanisme : besi mempromosi bakteri untuk tumbuh besi berperan penting dalam pembentukan radikal bebas.

Pada KEP, besi banyak tertumpuk dalam hati, namun tidak terbentuk eritrosit karena terbatasnya protein. 9. Stimulasi sensorik dan dukungan emosional Pada KEP terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya perlu diberikan : kasih sayang, lingkungan yang ceria, terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit/hari, aktivitas fisik segera setelah sembuh, keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain, dsb) 10. Tindak lanjut di rumah Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan. Sarankan orang tua untuk membawa anaknya kembali kontrol secara teratur : bulan I : 1 kali per minggu

12

bulan II bulan VI

: 1 kali tiap 2 minggu : 1 kali tiap bulan.

Selain kontrol teratur, berikan suntikan/imunisasi dasar dan ulangan serta pemberian vitamin A setiap 6 bulan.

13

14

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Identitas penderita Nama Umur Jenis kelamin Alamat Agama Suku MRS 3.2 Anamnesa Keluhan utama Sesak nafas Riwayat penyakit sekarang Pasien dikeluhkan sesak nafas sejak 1 bulan SMRS. Sesak nafas dikatakan semakin lama semakin memberat. Sesak nafas tidak berkurang dengan perubahan posisi. Sesak disertai suara grok-grok tanpa suara ngik-ngik. Pasien juga dikeluhkan batuk disertai dahak sejak 6 bulan SMRS. Batuk semakin memberat sejak 2 bulan SMRS. Panas badan sejak 1 bulan yang lalu, naik turun dengan pemberian obat penurun panas. Saat ini panas badan (-),pilek (-), muntah (-), BAB 1-2x sehari, mencret (-), BAK terakhir 1 jam SMRS. Bercak putih di bagian dalam mulut dan bibir sejak 1 bulan yang lalu. Awalnya hanya di lidah kemudian menyebar dan bertambah di bagian dalam pipi. Pasien juga dikeluhkan bercak-bercak merah di kulit sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya muncul di dahi, kemudian menyebar ke wajah, leher dan lengan. Benjolan di ketiak muncul 2 bulan SMRS dan dirasakn semakin membesar. Sejak 2 bulan lalu, makan minum pasien menurun dan berat badan dikatakan turun. Riwayat pengobatan Orang tua pasien memberikan obat penurun panas saat pasien mengalami demam. Riwayat Imunisasi : PS : 1 tahun 6 bulan : laki-laki : Seririt, Buleleng : Hindu : Bali : 3 Desember 2009 Pk 11.00

15

Pasien sudah mendapatkan imunisasi BCG, Polio 2x, Hepatitis B 1x, DPT 1x. Riwayat persalinan Penderita lahir SC di rumah sakit umum, saat umur kehamilan 9 bulan, dengan berat lahir 3500 gram, panjang badan 47 cm, segera menangis, dan tidak ada kelainan. Riwayat nutrisi: ASI Susu formula Bubur bayi Bubur nasi Riwayat keluarga Kedua orang tua pasien HIV (+) sejak 8 bulan yang lalu. Ibu riwayat TB paru sudah terapi TB 6 bulan kemudian lanjut terapi ARV 2 bulan. Ayah belum mendapat terapi ARV. Riwayat sosial Penderita merupakan anak pertama. Keluarga penderita termasuk dalam kategori keluarga kelas menengah. Ayah penderita bekerja sebagai sopir sedangkan ibu pasien adalah ibu rumah tangga. Pendidikan orangtua terakhir SMA. 3.3 Pemeriksaan Fisik Status Present Keadaan umum HR RR Temperatur Axial Berat Badan Panjang Badan Berat Badan Ideal Lingkar Kepala LLA Status gizi 1. Waterlow : 65,85 % (gizi buruk) 16 : iritabel : 140 kali/ menit : 48 kali/ menit : 37,10C : 5,4 kg : 75 cm : 8,2 kg : 43 cm : 8 cm : tidak diberikan : 0 hari - sekarang : 6 bulan - 8 bulan : 9 bulan - sekarang

2. 3.

Z score (bb/tb) CDC Growth Chart

: dibawah -3 SD (sangat buruk) :

Berat badan ~ umur : di bawah persentil 5 Tinggi badan ~ umur: di bawah persentil 5 Berat badan ~tinggi badan : dibawah persentil 5 BB/TB : dibawah persentil 5, Lingkar Kepala ~ umur : di bawah persentil 5

Status generalis Kepala Mata THT Telinga : Auricula dextra : tidak ditemukan kelainan Auricula sinistra : tidak ditemukan kelainan. - Hidung Mulut Leher Inspeksi Palpasi Thoraks Jantung Inspeksi Palpasi Auskultasi Paru-paru Inspeksi Palpasi Auskultasi Abdomen Inspeksi Auskultasi : distensi (+), hernia umbilikalis (-) : bising usus (+) normal : bentuk torak simetris, gerakan dada simetris, retraksi subcostal dan intercostal : gerakan dada simetris : vesikuler +/+, ronkhi +/+, wheezing -/: iktus kordis tidak tampak : iktus kordis ICS IV MCL sinistra, kuat angkat (-), trill (-) : S1S2 tunggal reguler murmur (-) : Benjolan (-), bendungan vena jugularis (-) pendek(-) : Pembesaran Kelenjar (-), Kaku Kuduk (-) : Nafas Cuping Hidung (-), sianosis (-), rinore (-), epistaksis (-) : mukosa bibir basah (+), lidah membesar dan tebal (-) - Tenggorokan : Faring hiperemi (-), tonsil T1/T1 hiperemi (-) : normocepali : cowong, konjungtiva pucat -/- , ikterus -/- , RP +/+ isokor

17

Palpasi Perkusi Genitalia Pantat Ekstremitas Inspeksi Palpasi

: hepar teraba 1/3 1/3 padat, tepi tajam, permukaan halus Lien Sc III-IV : timpani : tidak ada kelainan : baggy pant (+) : hangat (+), edema (-),atrofi otot (+) : akral hangat (+) hangat : + + + + edema : -

3.4 Pemeriksaan Penunjang Darah lengkap (5 Januari 2012) WBC : 6.93 K/L HGB : 6,9 gr/dl HCT PLT : 22,7 % : 171,20 K/L (N= 6,0 14,0) (N= 12,0 16,0) (N= 36,0 49,0) (N= 140,0 440,0)

AGD (5 Januari 2012) pH pO2 : 7,44 : 107,00 (N=7,35-7,45) (N=35,0-45,0) (N=80,0-100,0) (N=22.0-26,0) (N=24,0-30,0) (N=95-100) pCO2 : 39 HCO3 : 26,5 TCO2 : 27,70 SO2 : 98,0

Kimia darah (5 Januari 2012) SGOT : 123,30 SGPT : 96,50 Total Protein : 6,00 Albumin : 2,28 Globulin : 3,72 GDS Na : 67 : 130,70 mmol/L (N=11,00-13,00) (N=11,00-50,00) (N=5,60-7,50) (N=3,50-5,20) (N=3,20-3,70) (N=60,00-100,00) (N=135,00-147,00)

18

K Cl Ca CRP

: 3,41 mmol/L : 98,40 mmol/L : 7,58 mg/dL : 76,20

(N=3,50-5,50) (N=94,00-111,00) (N=8,20-10,20) (N=0,00-5,00)

UL (5 Januari 2012) pH Leukosit Nitrit Protein Glucose Ketone Urobilinogen Bilirubin Erytrocyte FL (5 Januari 2012) Makroskopis : - Warna - Bau - Lendir - Darah : kuning : khas : negatif : negatif Mikroskopis: - leukosit - eritrosit - amoeba - lain-lain :::::5 : 100 : positif : 25 : normal : negatif : normal : negatif : 10 Lain-lain : - bakteri (+)/lp Colour : yellow leukosit : 8-10/lp eritrosit : -/lp sel epitel : - gepeng : 3-5/lp SEDIMEN URINE

- Konsistensi : encer

- telor cacing : -

3.5 Diagnosis Klinis SIDA stadium IV Gizi Buruk Tipe Marasmus Kondisi II Fase Stabilisasi TB Paru (putus obat) Hepatitis Drug Induced

19

3.6 Follow up pasien


Tanggal 5/1/2012 S Ma/mi menurun, muntah (-), panas badan (-), BAK (+), BAB 3x encer warna kuning O St present KU : lemah, rewel HR: 140 x/menit RR: 44 x/menit Tax: 37,10C St general Mata : anemia -/-, Ikterus -/-, RP +/+ THT : NCH (-), sekret (-) Thorax : simetris (+) , retraksi intercostal Cor : S1S2 tgl reg M (-) Pulmo : Bves +/+, Rh+/ +, Wh -/Abdomen : dist (-), Bu (+) normal, hepar teraba 1/3 1/3 padat, tepi tajam, permukaan halus, lien Sc III-IV Extremitas : hangat (+), edema (-), baggy pant (+) subcostal & A SIDA stadium IV Gizi Buruk Tipe Marasmus Kondisi II TB Paru Hepatitis Induced Drug P

Terapi: : MRS Pasang stoper Segera berikan Glukosa 10% iv 5ml/kgBB = 27cc 50ml 2 jam pertama berikan resomal per NGT @30 menitdosis 5ml/kgBB = 27cc per 30 menit, catat nadi nafas, pemberian resomal @30menit 10 jam berikutnya teruskan resomal berselangseling F75 @ 1jam dosis 5cc/kgBB/kali = 27cc, catat nadi nafas, pemberian resomal @1jam rehidrasi: Diare (-)=hentikan resomal teruskan F75 @2jam Diare (+)=resomal 50100cc/ mencret Monitoring: keluhan, vital sign, asupan tiap 30 menit KIE: pasien dan keluarga Bila sudah Dilanjutkan Glukosa 10% per NGT

20

mengenai rencana
6/1/2012 Ma/mi menurun, muntah (-), panas badan (+), BAK (+), BAB 3x encer warna kuning St present KU : lemah, rewel HR: 152 x/menit RR: 51 x/menit Tax: 36,10C St general Mata : anemia -/-, Ikterus -/-, RP +/+ THT : NCH (-), sekret (-) Thorax : simetris (+) , retraksi intercostal Cor : S1S2 tgl reg M (-) Pulmo : Bves +/+, Rh+/ +, Wh -/Abdomen : dist (-), Bu (+) normal, hepar teraba 1/3 1/3 padat, tepi tajam, permukaan halus, lien Sc III-IV Extremitas : hangat (+), edema (-), baggy pant (+) subcostal & SIDA stadium IV Gizi Buruk Tipe Marasmus Kondisi II Fase Stabilisasi TB Paru Hepatitis Induced Drug

tindakan Terapi : 1xI tab As Folat 5mg hari I selanjutnya 1x1mg po mg po Paracetamol syr cth bila Tax >38 C @4jam, kompres hangat 1xcth I Pdx: FL, Ro Thorax AP, BUN/SC, LED 1&2,UL Monitoring: vs, toleransi minum, derajat dehidrasi, perburukan KU KIE: pasien dan keluarga Terapi: : F75 12x60cc per NGT @3jam Resomal 27cc @mencret Zinc pro Cotrimoxacol e 2x3/4 cth po Estazor 3x60 F75 8x90cc per NGT @3jam Resomal 27cc @mencret Vit A 200.000 IU (hr I,II,XV) Vit C 1xI tab Vit Bkomp

12/1/2012

Mencret 5x vol gelas, demam (-), muntah (-), sesak (+), BAK (+)

St present KU : lemah, rewel HR: 140 x/menit RR: 50x/menit Tax: 37 C St general
0

SIDA stadium IV Gizi Buruk Tipe Marasmus Kondisi Stabilisasi TB Paru I Fase

21

Mata

anemia

-/-,

Hepatitis Drug Induced

1xI tab -

Vit A 200.000 IU (hr I,II,XV) Vit C 1xI tab Vit Bkomp As Folat 5mg hari I selanjutnya 1x1mg po

Ikterus -/-, RP +/+ THT : NCH (-), sekret (-) Thorax : simetris (+) , retraksi intercostal Cor : S1S2 tgl reg M (-) Pulmo : Bves +/+, Rh+/ +, Wh -/Abdomen : dist (-), Bu (+) normal, hepar teraba 1/3 1/3 padat, tepi tajam, permukaan halus, lien Sc III-IV Extremitas : hangat (+), edema (-), baggy pant (+) subcostal &

mg po -

Cotrimoxacol e 2x3/4 cth po Estazor 3x60 Paracetamol syr cth bila Tax >38 C @4jam, kompres hangat

1xcth I Pdx:

Zinc pro

FL, Ro Thorax AP, BUN/SC, LED 1&2,UL Monitoring: vs, toleransi minum, derajat dehidrasi, perburukan KU
16/1/2012 Ma/mi menurun, muntah (-), panas badan (+), BAK (+), BAB 3x encer warna kuning St present KU : lemah, rewel HR: 140 x/menit RR: 50x/menit Tax: 370C St general Mata : anemia -/-, Ikterus -/-, RP +/+ THT : NCH (-), sekret (-) Thorax : simetris (+) , retraksi intercostal subcostal & SIDA stadium IV Gizi Buruk Tipe Marasmus Kondisi Transisi TB Paru Hepatitis Drug Induced I Fase

KIE: pasien dan keluarga Terapi: : 1xI tab As Folat 5mg hari I selanjutnya F75 12x60cc per NGT @3jam Resomal 27cc @mencret Vit A 200.000 IU (hr I,II,XV) Vit C 1xI tab Vit Bkomp

22

Cor : S1S2 tgl reg M (-) Pulmo : Bves +/+, Rh+/ +, Wh -/Abdomen : dist (-), Bu (+) normal, hepar teraba 1/3 1/3 padat, tepi tajam, permukaan halus, lien Sc III-IV Extremitas : hangat (+), edema (-), baggy pant (+)

1x1mg po mg po Paracetamol syr cth bila Tax >38 C @4jam, kompres hangat 1xcth I Pdx: FL, Ro Thorax AP, BUN/SC, LED 1&2,UL Monitoring: vs, toleransi minum, derajat dehidrasi, perburukan KU KIE: pasien dan keluarga Zinc pro Cotrimoxacol e 2x3/4 cth po Estazor 3x60

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Rabinowitz, 2. Koalisi

SS

et

al.

2009. Gizi

Marasmus. Buruk.

http://emedicine.medscape.com http://www.koalisi.org/dokumen

/article/984496-overview [Akses: 11 Januari 2012] Indonesia Sehat. /dokumen1511.pdf [Akses : 11 Januari 2012] 3. Heird, W.C. Food Insecurity, Hunger and Undernutrition dalam. Nelson Textbook of Pediatric 17th edition. Saunders.USA:2003: 167-172 4. Krebs NF & Primak LE. Pediatric Nutrition and Nutrition Disorders dalam Nelson Essentials of Pediatrics Fifth Edition. Elsevier Saunders. USA:2003 5. Krebs, NF.et al. Normal Childhood Nutrition and Its Disorders dalam Current Pediatric, Diagnosis and Treatment 16th edition. McGraw Hill.USA:2003 6. Nazer HM. Malnutrition in Infancy dalam Textbook of Clinical Pediatrics. Lippincott Williams & Wilkins. USA:2001 7. Behrman, Kligmen & Jenson. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. Elsevier Saunders. USA:2003

24

You might also like