You are on page 1of 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi anemia dalam kehamilan Anemia secara praktis didefinisikan sebagai kadar hematokrit (Ht), konsentrasi haemoglobin (Hb) atau hitung eritrosit dibawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit dipastikan karena ketiga parameter laboratorium tersebut bervariasi selama periode kehamilan. Anemia adalah kondisi seorang wanita dengan kadar Hb dalam darahnya kurang dari 12 gr%. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar Hb di bawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar Hb kurang dari 10,5 gr% pada trimester 2. Nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2 (Saifuddin, 2002).

Tabel 1. Nilai batas untuk anemia untuk perempuan1 Status kehamilan Tidak hamil Hamil Trimester 1 Trimester 2 Trimester 3 11 10,5 11 33 32 32 Hemoglobin (gr/dl) 12 Hematokrit % 36

Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan eritrosit meningkat. Namun, peningkatan volume plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkaan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi Hb akibat hemodilusi. Ekspansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologis pada kehamilan. Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit (Ht), konsentrasi Hb dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau eritrosit dalam sirkulasi. Mekanisme yang mendasari perubahan ini belum jelas. Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke 6 kehamilan dan mencapai maksimum pada minggu ke 24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke 37. Pada titik puncaknya, volume plasma sekitar 40 % lebih tinggi pada ibu hamil dibanding perempuan yang tidak hamil, penurunan Ht, konsentrasi Hb, dan hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai minggu ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16 sampai minggu ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai.

2.2 Etiologi Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Defisiensi dapat bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi buruk, atau

kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Sekitar 75 % anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit hipokrom mikrositer pada apusan darah tepi. Penyebab tersering kedua dalah anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat dan defisiensi vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang ditemui antara lain adalah hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia, dan keganasan.

2.3

Klasifikasi

2.3.1 Anemia Defisiensi besi Defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik di negara maju maupun berkembang. Penyebab anemia gizi besi dikarenakan kurang masuknya unsur besi dalam makanan dimana risikonya meningkat pada kehamilan dan berkaitan dengan asupan besi yang tidak adekuat dibandingkan pertumbuhan janin yang cepat, karena gangguan reabsorbsi, gangguan penggunaan atau terlampau banyaknya besi yang keluar dari badan misalnya perdarahan. Kebutuhan ibu hamil akan Fe meningkat untuk pembentukan plasenta dan sel darah merah sebesar 200-300%. Perkiraan jumlah zat besi yang diperlukan selama hamil adalah 1040 mg setara dengan 2 liter darah. Sebanyak 300 mg Fe ditransfer ke janin yaitu 50-75 mg untuk pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah jumlah sel darah merah dan 200 mg hilang ketika melahirkan. Kebutuhan Fe selama

kehamilan trimester 1 relatif sedikit yaitu 0,8 mg sehari yang kemudian meningkat tajam selama trimester III yaitu 6,3 mg sehari, jumlah sebanyak itu tidak mungkin tercukupi hanya melalui makanan (Arisman, 2004). Anemia defsiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurunan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi Hb atau nilai Ht yang menurun. 2.3.2 Anemia Megaloblastik Anemia Megaloblastik terjadi sekitar 29% pada kehamilan. Kekurangan vitamin B12 (sianokobalamin) dan/atau asam folat adalah penyebab anemia jenis ini. Pada kehamilan, kebutuhan asam folat meningkat lima sampai sepuluh kali lipat karena transfer asam folat dari ibu ke janin yang menyebabkannnya dilepasnya cadangan folat maternal. Peningkatan lebih besar dapat terjadi karena kelainan multipel, diet yang buruk, infksi, adanya anemia hemolitik atau pengobatan antikonvulsi. Kadar estrogen dan progesteron yang tinggi selama kehamilan tampaknya memiliki efek penghambatan terhadap absorpsi asam folat. Defisiensi asam folat sangat umum terjadi pada kehamilan dan merupakan penyebab utama anemia megaloblastik pada kehamilan. Selain akibat defisiensi asam folat, anemia megaloblastik juga dapat terjadi karena defisiensi vitamin B12. Anemia terjadi karena tubuh kekurangan vitamin B12 sedangkan vitamin tersebut diperlukan untuk membuat sel darah merah dan menjaga sistem saraf bekerja normal. Hal ini biasa didapatkan

pada orang yang tubuhnya tidak dapat menyerap vitamin B12 karena gangguan usus atau sistem kekebalan tubuh atau makan makanan yang kurang mengandung vitamin B12. Anemia megaloblastik adalah kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai dengan adanya sel-sel megaloblastik yang khas untuk anemia jenis ini. 2.3.3 Anemia Hipoplastik Anemia hipoplastik terjadi sekitar 8% kehamilan dan disebabkan oleh sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Etiologinya belum diketahui secara pasti, kecuali yang disebabkan oleh infeksi berat (sepsis), keracunan dan sinar rontgen atau radiasi. Mekanisme terjadinya anemia jenis ini adalah karena kerusakan sel induk dan kerusakan mekanisme imunologis Biasanya anemia hipoplastik karena kehamilan, apabila wanita tersebut telah selesai masa nifas akan sembuh dengan sendirinya. Dalam kehamilan berikutnya biasanya wanita tersebut akan mengalami anemia hipoplastik lagi. Ciri-cirinya adalah pada darah tepi terdapat gambaran normositer dan normokrom, tidak ditemukan ciri-ciri defisiensi besi, asam folat atau vitamin B12, sumsum tulang bersifat normoblastik dengan hipoplasia eritropoesis yang nyata (Madiun,2009).

2.3.4

Anemia hemolitik Anemia hemolitik disebabkan oleh proses hemolisis. Hemolisis adalah

penghancuran atau pemecahan sel darah merah sebelum waktunya. Hemolisis berbeda dengan proses penuaan yaitu pemecahan eritrosit karena memang sudah cukup umurnya.15 Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu anemia hemolitik karena faktor di dalam eritrosit sendiri (intrakorpuskular) yang sebagian besar bersifat herediter dan anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit (ekstrakorpuskular): a. Faktor intra kopuskuler dijumpai pada anemia hemolitik herediter, talasemia, anmia sel sabit, paroksismal nocturnal b. Faktor ekstrakorpuskular yang disebabkan oleh malaria, sepsis, keracuanan zat logam dan dapat disebabkan obat-obatan. Proses hemolisis akan mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin yang akan mengakibatkan anemia. Hemolisis dapat terjadi perlahan-lahan, sehingga dapat diatasi oleh mekanisme kompensasi tubuh tetapi dapat juga terjadi tiba-tiba sehingga segera menurunkan kadar hemoglobin Wanita dengan anemia ini sukar menjadi hamil, apabila hamil maka biasanya anemia menjadi berat. Gejala proses hemolitik adalah anemia, hemoglobinemia, hemoglobinuria, hiperbilirubinuria, hiperurobilirubinuria (Madiun,2009).

2.4

Patofisiologi anemia dalam kehamilan Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena

perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Kebutuhan ibu selama kehamilan adalah 800 mg besi, diantaranya 300 mg untuk janin dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3 mg besi/hari.17 Volume darah ibu bertambah lebih kurang 50% yang menyebabkan konsentrasi sel darah merah mengalami penurunan. Keadaan ini tidak normal bila konsentrasi turun terlalu rendah yang menyebabkan Hb sampai <11 gr%. Meningkatnya volume darah berarti meningkat pula jumlah zat besi yang dibutuhkan untuk memproduksi sel-sel darah merah sebagai kompensasi tubuh untuk menormalkan konsentrasi hemoglobin.18

Pada kehamilan, fetus menggunakan sel darah merah ibu untuk pertumbuhan dan perkembangan terutama pada tiga bulan terakhir kehamilan. Bila ibu telah mempunyai banyak cadangan zat besi dalam sumsum tulang sebelum hamil maka pada waktu kehamilan dapat digunakan untuk kebutuhan bayinya.19 Akan tetapi bila pembentukan sel-sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah yang menyebabkan konsentrasi atau kadar hemoglobin tidak dapat mencapai normal sehingga akan terjadi anemia. Keadaan ini dapat terjadi mulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan umur 32 sampai 36 minggu.

2.5

Tanda dan gejala anemia dalam kehamilan Anemia timbul secara perlahan-lahan. Pada awalnya gejala yang ada mungkin

ringan atau tidak ada sama sekali. Saat gejala bertambah berat dapat timbul gejala seperti rasa lelah, lemas, pusing, sakit kepala, kebas atau dingin pada telapak tangan atau kaki, kulit pucat, denyut jantung yang cepat atau tidak teratur, napas pendek, nyeri dada, tidak optimal saat bekerja. Gejala-gejala ini dapat muncul karena jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah yang berisi oksigen ke seluruh tubuh Gejala yang khas pada anemia defisiensi besi adalah kuku menjadi rapuh dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok, gejala seperti ini disebut koilonychia. Selain itu, anemia jenis ini juga mengakibatkan permukaan lidah menjadi licin,

adanya peradangan pada sudut mulut dan nyeri pada saat menelan. Disamping itu penderita kekurangan zat besi akan menurunkan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi Anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12 dan asam folat mempunyai gejala anemia diatas ditambah dengan terjadinya ikterus ringan dan lidah berwarna merah. Tetapi pada defisiensi vitamin B12 disertai dengan gejala neurologik seperti mati rasa. Selain itu juga ditemukan adanya malnutrisi, glositis berat, diare dan kehilangan nafsu makan. Anemia hipoplastik biasanya ditandai dengan gejala perdarahan seperti petekie dan ekimosis (perdarahan kulit), perdarahan mukosa dapat berupa epistaksis, perdarahan subkonjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis melena dan pada wanita dapat berupa menorhagia. Perdarahan organ dalam lebih jarang dijumpai, tetapi jika terjadi perdarahan pada otak sering bersifat fatal. Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal jantung akibat anemia berat dan kematian akibat infeksi yang disertai perdarahan. Seperti pada anemia lainnya pada penderita anemia hemolitik juga mengalami lesu, cepat lelah serta mata berkunang-kunang. Pada anemia hemolitik yang disebabkan oleh faktor genetik gejala klinik yang timbul berupa ikterus, splenomegali, kelainan tulang dan ulkus pada kaki

2.6 Dampak Anemia dalam Kehamilan a. bahaya selama hamil - dapat terjadi abortus - persalinan prematuritas - hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim - mudah terjadi infksi - ancaman dekompensatio cordis bila kadar Hb < 6 gr% - mola hidatidosa - hiperemesis gravidarum - perdarahan antepartum - ketuban pecah dini b. bahaya saat persalinan - Gangguan his - kala satu dapat berlangsuung lama dan terjadi partus terlantar - kala dua berlangsung lama sehingga dapat meleleahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan - kala pengeluaran plasenta dapat diikuti retensio plasenta dan perdarahan post partum karena atonia uteri - kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan aatonia uteri

c. bahaya pada masa nifas - subinvolusi uteri - infeksi puerperium - pengeluaran asi berkurang - dekompensatio cordis mendadak setelah melahirkan - anemia kala nifas d. bahaya terhadap janin - Abortus - kematian intrauterine - peralinan prematuritas - Berat badan lahir rendah - kelahiran dengan anemia - cacat bawaan - bayi mudah mendappat infeksi sampai kematian perinatal - intelegensi rendah

2.7 Penatalaksanaan 2.7.1 Pencegahan a. Edukasi Petugas kesehatan dapat berperan sebagai edukator seperti memberikan dorongan agar ibu hamil mengkonsumsi bahan makanan yang tinggi Fe dan konsumsi tablet besi atau tablet tambah darah minimal selama 90 hari.

b. Suplementasi Fe (Tablet Besi) Anemia defisiensi besi dicegah dengan memelihara keseimbangan antara asupan Fe dan kehilangan Fe. Jumlah Fe yang dibutuhkan untuk memelihara keseimbangan ini bervariasi antara satu wanita dengan yang lainnya tergantung pada riwayat reproduksi. Jika kebutuhan Fe tidak cukup terpenuhi dari diet makanan, dapat ditambah dengan suplemen Fe terutama bagi wanita hamil dan masa nifas. Suplemen besi dosis rendah (30mg/hari) sudah mulai diberikan sejak kunjungan pertama ibu hamil c. Fortifikasi Makanan dengan Zat Besi Fortifikasi makanan merupakan cara terampuh dalam pencegahan defisiensi besi. Produk makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum serta roti makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung serta beberapa produk susu

2.7.2 Pengobatan a. Suplemen tambahan Pengobatan anemia defisiensi besi dapat berupa oral maupun perenteral. Terapi oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu ferosulfat, feroglukonat atau Natrium ferobisitrat. Pemberian preparat besi 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% tiap bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia. Tablet besi akan

diserap dengan maksimal jika diminum 30 menit sebelum makan. Biasanya cukup diberikan 1 tablet/hari, kadang-kadang diperlukan 2 tablet. Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% Anemia megaloblastik lebih banyak disebabkan oreh kekurangan asam folat, jarang disebabkan defisiensi vitamin B12. Pengobatannya berupa: a. Asam folat 15 30 mg per hari b. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari c. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi darah. Pengobatan anemia hemolitik tergantung pada jenis anemia hemolitik dan beratnya anemia. Obat-obat penambah darah tidak memberi hasil. Tranfusi darah, kadang dilakukan berulang untuk mengurangi penderitaan ibu dan menghindari bahaya hipoksia janin.

b. Perbaikan diet/pola makan, mengkonsumsi bahan kaya protein, zat besi dan Asam folat Penyebab utama anemia pada ibu hamil adalah karena diet yang buruk. Perbaikan pola makan dan kebiasaan makan yang sehat dan baik selama kehamilan akan membantu ibu untuk mendapatkan asupan nutrisi yang cukup sehingga dapat mencegah dan mengurangi kondisi anemia Bahan kaya protein dapat diperoleh dari hewan maupun tanaman. Daging, hati, dan telur adalah sumber protein yang baik bagi tubuh. Hati juga banyak mengandung zat besi, vitamin A dan berbagai mineral lainnya. Kacang-kacangan, gandum/beras yang masih ada kulit arinya, beras merah, dan sereal merupakan bahan tanaman yang kaya protein nabati dan kandungan asam folat atau vitamin B lainnya. Sayuran hijau, bayam, kangkung, jeruk dan berbagai buah-buahan kaya akan mineral baik zat besi maupun zat lain yang dibutuhkan tubuh untuk membentuk sel darah merah dan hemoglobin.

You might also like