You are on page 1of 22

PENGARUH PEMBELAJARAN TEKNIK LEMPARAN DAN KEMAMPUAN MOTORIK TERHADAP HASIL BELAJAR PITCHING Oleh : Jajat Darajat KN*

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara pembelajaran teknik lemparan windmill jumping dan pembelajaran teknik lemparan windmill terhadap hasil belajar keterampilan pitching untuk mahasiswa yang memiliki kemampuan motorik yang berbeda. Hipotesis yang diajukan adalah : Pertama, secara keseluruhan hasil belajar keterampilan pitching kelompok mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill jumping lebih baik dari pada kelompok mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran teknik lempaan windmill. Kedua terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran teknik lemparan dengan kemampuan motorik terhadap hasil belajar keterampilan pitching. Ketiga, bagi kelompok mahasiswa yang memiliki tingkat kemampuan motorik tinggi, kelompok yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill jumping lebih baik dari pada kelompok yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill. Keempat, bagi kelompok mahasiswa yang memiliki tingkat kemampuan motorik rendah, kelompok yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill lebih baik dari pada kelompok yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill jumping. Penelitian ini dilakukan di Unit Kegiatan Mahasiswa Softball-Baseball UPI. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan rancangan desain factorial 2x2. Jumlah sample seluruhnya 20 orang. Hasil belajar keterampilan pitching Diukur dengan Tes Kecepatan dan Ketepatan. Teknik analisis yang digunakan adalah Analysis of Varians (ANOVA) dua arah yang dilanjutkan dengan uji Tuckey pada taraf signifikansi = 0,05. Penelitian menyimpulkan bahwa : Pertama, secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan hasil belajar keterampilan pitching antara yang menggunakan pembelajaran teknik lemparan windmill jumping dengan yang menggunakan pembelajaran teknik lemparan windmill. Kedua, pengaruh interaksi antara pembelajaran teknik lemparan dengan kemampuan motorik terhadap hasil belajar keterampilan pitching. Ketiga, bagi mahasiswa yang memiliki tingkat kemampuan motorik tinggi, kelompok yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill jumping lebih baik dari pada kelompok yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill. Keempat, bagi mahasiswa yang memiliki tingkat kemampuan motorik rendah, kelompok yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill lebih baik dari pada kelompok yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill jumping.

1. Pendahuluan Permainan softball merupakan cabang olahraga yang cukup populer Indonesia, hal ini terlihat dengan semakin banyaknya perkumpulan-perkumpulan softball di kota-kota besar maupun di daerah-daerah. Selain itu juga minat para generasi muda terhadap cabang olahraga ini, baik di perguruan tinggi, sekolah-sekolah semakin menunjukkan perhatian yang tinggi. Hal ini tentu sangat mempengaruhi untuk pembinaan dan prestasi dimasa yang akan datang.

Menurut pengamatan penulis, pada Asian Men's Softball Championship di Kitakyushu Jepang pada tahun 2006, ketika tim Jepang mengalahkan tim Filipina di final nampak sekali perbedaan yang nyata yakni keunggulan pitcher-pitcher Jepang. Begitu juga keberhasilan tim Indonesia saat mengalahkan tim Hong Kong yang begitu dramatis sehingga tim Indonesia untuk pertama kalinya lolos kualifikasi untuk Kejuaraan Dunia di Canada tahun 2008 yang menduduki ranking 3. Ini membuktikan bahwa pitcher-pitcher Indonesia mengalami banyak kemajuan dalam hal pithing yang mampu mengatasi atau menahan penyerangan dari tim Hong Kong. Setiap cabang olahraga mempunyai karakteristik yang berbeda, ciri dari permainan softball dapat dilihat dari sifat permainan, teknik-teknik gerak, peraturan permainan dan perlengkapan yang digunakan. Softball adalah permainan cepat dan tepat artinya permainan ini memerlukan kecepatan dalam berlari, kecepatan dalam memukul, ketepatan dalam melempar dan memukul bola, kelincahan dalam menangkap dan menguasai bola dalam lapangan, begitu juga seorang pitcher harus mampu melemparkan bolanya secara cepat dan tepat pada sasaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa posisi pitcher-lah yang memegang peranan penting yang paling dominan untuk mematikan serangan dari tim lawan. Hal ini sejalan dengan pendapat Kneer dan Cord (1976:36) dalam buku Softball Slow and Fast Pitch, menjelaskan tentang peranan penting seorang pitcher yaitu sebagai berikut The pitcher is crucial to success in softball. The Initiation of activity begins with the pitcher and probably seventy five percent of winning will defend upon pitching. Dari kutipan tersebut diatas jelas bahwa seorang pitcher mempunyai peranan yang sangat tinggi dalam mematahkan serangan lawan. Pitching dapat dilakukan dengan beberapa bentuk lemparan, Kneer dan Cord (1976:37) dalam buku yang sama mengemukakan bahwa bentuk lemparan yang lazim dilakukan pitcher yaitu : Most pitchers use a windmill or a slingshot type of delivery. Dalam teknik lemparan windmill dikenal ada dua cara yaitu teknik lemparan windmill dan teknik windmill jumping, dari kedua teknik ini merupakan suatu gerak rotasi yang berpangkal pada bahu, lengan dan kekuatan lecutan pergelangan tangan. Berbeda dengan teknik windmill jumping selain dari faktor diatas gerakan ini mempunyai keunggulan yaitu dengan adanya pengerahan kekuatan yang besar akibat melangkah jauh kedepan sehingga mengahasilkan impuls yang besar dan gaya momentum kedepan. Untuk menjadi seorang pitcher yang terampil, pemain yang bersangkutan haruslah mempunyai kemampuan motorik atau kemampuan kecakapan gerak yang tinggi dan struktur tubuh yang cocok. Jadi dalam hai ini proses pembelajaran seorang pitcher itu dipengaruhi oleh faktor ekternal dan internal, seperti yang diungkapkan oleh Rusli Lutan dalam buku Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode adalah sebagai berikut : Kondisi internal mencakup karakteristik yang melekat pada individu, seperti tipe tubuh, motivasi, atau atribut lainnya. Sedangkan kondisi eksternal mencakup faktor-faktor yang trdapat diluar individu yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap penampilan gerak sesorang. Sehubungan dengan hal ini yang dimaksud dengan faktor internal adalah kemampuan gerak individu. begitu juga diungkapkan oleh Dell Bethel (1987:22) dalam Petunjuk Lengkap Softball dan Baseball, mengemukakan sebagai berikut : . Khusus untuk seorang pitcher harus memiliki kecakapan kemampuan gerak yang tinggi dan dicairkan orang-orang yang badannya tinggi, besar dan perkasa. Seorang pitcher harus memiliki lengan yang panjang, lentur dan kuat. Dia harus pandai mengkoordinasikan lengan, bahu berikut badannya. Dari kutipan tersebut, dapat dijelaskan bahwa untuk menjadi seorang pitcher yang terampil diperlukan kemampuan kecakapan gerak yang tinggi, artinya pitcher harus menguasai dan memiliki komponen gerak yaitu agilitas, fleksibilitas yang tinggi, stamina, power, kecepatan, koordinasi dan keseimbangan. Hanya dengan

kondisi fisik yang baik, pitcher atau atlit akan merasa siap dalam melakukan latihan atau pembelajaran yang diaplikasikan dalam setiap pertandingan yang harus mampu melempar secara cepat dan tepat ke daerah strike zone selama 7 inning atau lebih, keseluruhan gerak pitching ini harus mengkoordinasikan gerakan seluruh anggota tubuhnya, baik lengan, bahu, pinggul, badan maupun kakinya. Kesemua komponen gerak tersebut harus mutlak dipunyai oleh seorang atlit pada umumnya dan pitcher khususnya. Dari uraian tersebut diatas, pembelajaran teknik tersebut dapat dikembangkan dan disesuaikan dengan kemampuan motorik dari tiap individu. Teknik lemparan pitching sampai saat ini yang lebih dominan dipakai adalah pembelajaran teknik lemparan windmill dan windmill jumping. Dalam tulisan ini, penulis ingin mempelajari dan mengembangkan pembelajaran teknik lemparan yang disesuaikan dengan kemampuan motorik tiap individu. 2. Kajian Literatur Hakikat Teknik Lemparan Windmill 2.1 Hakikat Pembelajaran Teknik Lemparan. 2.1.1 Berdasarkan pendapat para ahli, beberapa hal yang dianggap penting dalam melakukan pitching windmill dan windmill jumping terbagi dalam beberapa tahap, yaitu sebagai berikut : Sikap Berdiri (stance), seorang pitcher harus berdiri diatas dengan kedua kaki menginjak pitchers plate. Sikap badan menghadap ke pemukul, sebagai patokan bahu kiri mengarah ke base satu, bahu kanan mengarah ke base tiga. Langkah (stride) cara melangkah sebelum pitcher melemparkan bola yang dimulai dengan memindahkan berat badan ke kaki depan (kaki kanan bagi yang bukan kidal) kemudian melangkahkan kaki belakang (kaki kiri) ke depan, sehingga bahu kiri menghadap ke arah catcher, kedua lengan ditarik kedepan dada sebagai awalan untuk melakukan wind up atau putaran lengan. Sedangkan ujung kaki kanan menekan pitchers plate, hal ini berfungsi sebagai poros atau penumpu. Gerakan lengan (arm action), gerakan lengan dimulai dengan memutarkan tangan yang memegang bola (lengan kanan) ke depan atas kepala, pada saat memutar, lengan harus menyentuh telinga, putaran lengan ini berpusat pada bahu yang dipengaruhi dua gaya yaitu gaya sentripetal yang mengarah ke pusat putaran dan gaya sentrifugal yang mengarah menjauhi pusat lemparan yang diakibatkan dari adanya gerak anguler atau gerak rotasi lengan yang disertai dengan melangkahkan kaki kiri kedepan kaki tumpu. Pada saat pitcher memutarkan lenga kanannya ke belakang untuk mengambil ancang-ancang da mengayunkan kedepan untuk melemparkan bola, posisi tangan yang memegang bola harus dalam keadaan hyperextensi, kemudian dilecutkan kea rah fleksi yang bersamaan dengan bola dilepas lurus kedepan (strike zone), sedangkan jari-jari tangan yang memegang bola hanya bergerak kearah oposisi sambil melepaskan bola gerakan jari-jari tangan akan mengikuti pergelangan tangan kearah fleksi. Yang berkontraksi pada gerakan ini adalah otot-otot disekitar bahu yaitu flexor carfiradialis dan palmaris longus dan gerakan sendi flexion serta kontraksi otot jari-jari tangan yaitu extesor digitorium yang menghasilkan lecutan atau daya ledak otot terhadap bola. Gerak Lanjut (follow Troungh), gerakan selanjutnya yang dilakukan oleh pitcher setelah bola dilepaskan yakni dengan melangkahkan kaki kanan kedepan kaki kiri, dan membiarkan lengan, pergelangan tangan mengikuti sisa gerakan setelah melepaskan bola, yang hal ini penting dilakukan untuk mendapatkan keseimbangan setelah melakukan pitching yang maksimal dan agar gerakan tidak menjadi kaku atau terputus.

2.1.2

Hakikat Teknik Lemparan Windmill Jumping

Belajar pitching dengan menggunakan windmill jumping mempunyai beberapa tahap yaitu sebagai berikut : Sikap Berdiri (stance), Sikap awalan ini kedua kaki harus menginjakkan kakinya pada pitchers plate dan tidak sejajar, badan menghadap ke pemukul, bahu kiri sejajar dengan base satu dan bahu kanan sejajar dengan base tiga. Sikap ini harus dioertahankan minimum selama 1 detik dan maksimal 10 detik hal ini sesuai dengan Official Rules of Softball yang diterjemahkan oleh Komisi Perwasitan PB PERBASASI. Langkah (stride), berbeda dengan windmill, pada gerakan ini peranan langkah kaki yang sejauh-jauhnya kedepan, jadi istilah jumping disini sebenarnya kaki belakang (kaki kiri) melangkah jauh kedepan yang diikuti dengan kaki tumpu yang ikut bergeser dan tidak disertai dengan lepasnya kaki tumpu dari permukaan tanah. Ini juga sesuai dengan Official Rules Of Softball. Peranan jumping ini sangatlah penting karena akan mempengaruhi terhadap kekuatan gerak sehingga akan menghasilkan ekstra momentum kedepan yang mempengaruhi juga gaya-gaya yang terdapat pada gerakan anguler lengan. Jadi ketika kaki belakang melangkah jauh kedepan, maka otot-otot yang bekerja adalah otot-otot daerah gelang panggul dan otot-otot tungkai, sendi lutut dan pergelangan kaki. Gerakan Lengan (arm action), Gerakan lengan hampir sama dengan teknik windmill, namun pada gerakan windmill jumping akan menambah lamanya kekuatan gerak yang akan menghasilkan momentum yang besar terhadap lemparan, maka semakin besar momentum semakin pula impuls yang dikeluarkan oleh gerak anguler tersebut. Jadi dalam gerakan ini terjadi pengerahan kekuatan yang sangat besar yang otomatis energi yang dikeluarkan juga akan lebih besar. Gerak Lanjut (follow through), gerakan ini bertujuan untuk mendapatkan keseimbangan setelah melakukan lemparan agar tidak terjadi gerakan yang terputus dan kaku serta harus siap kembali menerima bola apabila terjadi hasil pukulan balik dari lawan.

2.1.3

Perbedaan Windmill dengan Windmill Jumping

Hubungan dengan kecepatan a. Kecepatan bagi seorang pitcher merupakan salah satu faktor penunjang untuk menghasilkan lemparan yang baik sehingga dapat menyulitkan pemukul dalam memukul bola. Kecepatan hasil lemparan adalah penentu berhasil tidaknya melempar bola ke bidang sasaran atau strike zone sehingga pemukul akan kesulitan dalam mengontrol bola yang dilemparkan oleh pitcher. Selanjutnya Imam Hidayat (1982:42) menyatakan kalau kita menghendaki kecepatan (V) yang sebesar-besarnya, maka jarak (S) harus sebesar-besarnya dan waktu (T) harus sekecil-kecilnya, sesuai dengan rumus : V = S/T Keterangan : S = Jarak; T = Waktu; V = Kecepatan. Rumus diatas menyatakan : Kecepatan berbanding lurus dengan jarak, artinya makin besar jarak, makin besar pula kecepatannya. Kecepatan berbanding terbalik dengan waktu, artinya makin besar waktu yang ditempuh, makin kecil pula kecepatannya. Makin kecil waktu makin besar pula kecepatannya. Seperti halnya dalam gerak pitching, makin panjang awalan yang digunakan dan makin singkat pelaksanannya dari awalan tersebut maka makin cepat pula jalannya bola. Inilah perbedaannya antara pitching windmill dan windmill jumping. Didalam gerakan pitching windmill jumping panjang awalan adalah sangat menentukan dalam lamanya kekuatan gerak.

b. Untuk memperbesar kecepatan, harus memperbesar pula impuls yang dihasilkan dari kekuatan lecutan pergelangan tangan dan momentum sebagai hasil kekuatan terhadap bola. Imam Hidayat (1997:238) menyatakan bahwa momentum adalah besarnya gaya dorong dari suatu benda, atau bisa disebut juga kekuatan gerak. Begitu juga dalam gerakan pitching, momentum yang dihasilkannya adalah momentum kedepan jadi pada saat melakukan gerakan pitching dengan mngerahkan kekuatan, maka terjadilah kekuatan gerak (momentum) pada bola yang besarnya = massa x kecepatan bola (m x v). Momentum terhadap bola tidak hanya dihasilkan dari kekuatan gerak saja (K), makin lama kita mengerahkan kekuatan makin besar pula momentum yang dihasilkannya. Jadi besarnya K dan lamanya kekuatan gerak (t) menentukan besarnya momentum (K x t). Jadi sebetulnya K x t adalah yang menyebabkan, sedangkan m x v adalah akibat yang ditimbulkannya. Sebab akibat akan sama besar, (K x t = m x v). Dilihat dari gerakan pitcher, kalau lengan ayun lebih panjang sehingga pegerahan kekuatanya pun semakin lama sehingga impulsnya lebih besar. Impuls yang besar, otomatis momentum yang dihasilkannya juga besar. Gambar 1 Gambar 2

Keterangan : A. Gaya-gaya yang mempengaruhi gerakan Pitching Windmill Jumping Kp : Gaya Sentripetal Kf : Gaya Sentrifugal X : Geseran/gesekan kaki menunjukkan s (jarak) atau delivery K : Terjadinya pengerahan kekuatan gerak terhadap bola. B. Gaya-gaya yang mempengaruhi Pitching Windmill Kp : Gaya Sentripetal Kf : Gaya Sentrifugal A : Daerah lepasnya bola G1, G2, G3 : Kemungkinan arah lemparan. c. Perbedaan pembelajaran teknik lemparan windmill dengan windmill jumping. Berikut contoh gambarnya : A I. X Y Arah lemparan, jarak pitchers plate ke home 14,02 m A II. X Y O S O S

Keterangan :

A & A : delivery (sikap awal sampai lepasnya bola) S & S : jarak tempah bola Y & Y : target (home plate) X-O & X-Y : gerakan langkah yang dilakukan oleh pitcher.

Dengan memperhatikan gambar diatas, diketahui untuk menambah kecepatan bola itu bisa dihasilkan dengan cara memperpendek jarak tempuh bola tersebut. Pada gambar I delivery-nya kecil (A) yaitu XO, sehingga jarak tempuh bola sebesar S, sedangkan pada gambar II delivery-nya lebih besar (A) yaitu XO, sehingga jarak tempuhnya lebih kecil (S) dibanding (S). Jadi untuk memperbesar kecepatan, seorang pitcher harus dapat melangkahkan kaki sejauh-jauhnya, dengan melangkah lebih jauh maka otomatis jarak tempuh bola akan semakin pendek, dengan catatan tenaga seorang pitcher it dianggap sama. Hubungan dengan Ketepatan Hampir seluruh cabang olahraga memerlukan faktor ketepatan untuk memperoleh kemenangan seperti basket, tennis, panahan dan sebagainya. Softball juga termasuk dalam cabang olahraga yang memerlukan ketepatan dalam melempar bola secara akurat tidak hanya seorang pitcher semua pemainnya pun harus mampu melemparkan bolanya secara tepat dan akurat. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Imam Hidayat mengenai ketepatan dalam melempar adalah sebagai berikut : Agar ketepatan melempar lebih baik maka perlu digunakan prinsip Flattening of the arch. Pada prinsip ini, ketepatan ditentukan oleh besarnya sebaran (divergensi). Bahu yang bergerak sedikit memiliki divergensi yang besar karena busurnya bergerak sedikit, sedangkan bahu yang bergerak banyak memiliki divergensi yang kecil karena busurnya begerak banyak. Untuk menghasilkan ketepatan yang baik, divergensi yang dimiliki oleh busur harus sekecil-kecilnya karena dengan divergensi yang kecil akan memudahkan pengonrolan bola. Busur yang dimaksud disini adalah geran lengan pitcher pada saat melemparkan bola ke bidang sasaran. Prinsip tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Kalau saat mengayun bahu tidak bergerak, maka divergensinya akan besar. b. Kalau saat mengayun bahu bergerak sedikit, maka divergensinya akan berkurang besarnya. c. Kalau saat mengayun bahu bergerak banyak, maka divergensinya akan lebih kecil dibandingkan dengan bahu yang bergerak sedikit. Untuk lebih jelasnya mengenai prinsip Flattening of the arch perhatikan gambar berikut ini :

Jadi dari ketiga gambar divergensi diatas jelas bahwa untuk mempengaruhi ketepatan pada saat melempar sebaiknya bahu ikut bergerak (pada saat pengerahan kekuatan gerak), yang berfungsi agar memudahkan dalam pengontrolan bola terhadap ketepatan lemparan ke bidang sasaran.

2.1.4

Hakikat Kemampuan Motorik

Kemampuan adalah terjemahan dari kata ability yang hampir sama dengan pengertian keterampilan, padahal dua kata ini mempunyai pengertian yang berbeda. Menurut Schmidt (1991) ability adalah sebagai berikut : an ability is usually though to be relatively stable characteristics or trait. These traits are usually though of as being either genetically determined or developed through the relatively automatics prosecces in growth and maturation, and they are not easily modifiable by practice or experience. Skill of course can easily can modified by pratice or experience. Thus, abilities are underlying capabilities that support certain skill. Dengan kata lain bahwa ability dengan skill dapat dibedakan sebagai berikut : Ability Relatif stabil Merupakan bawaan (genetic) Proses berkembang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya Tidak mudah dibentuk melalui latihan atau pengalaman Skill Mudah berubah/dibentuk Dipengaruhi oleh lingkungan (latihan/pengalaman) Dikembangkan melalui latihan atau pengalaman

Dalam kehidupan sehari-hari pasti melakukan gerak, baik pada waktu bekerja, berjalan maupun pada saat berolahraga. Seseorang ketika berolahraga haruslah mempunyai keterampilan dan kemampuan motorik yang sesuai dengan karakteristik olahraga tersebut. Artinya bahwa kemampuan motorik (gerak) merupakan unsur yang pokok untuk memenuhi penguasaan keerampilan gerak pada setiap cabang olahraga, apalagi tujuannya adalah untuk berprestasi, itu mutlak harus dipunyai oleh seorang atlit. Yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi, seperti menurut Lutan (13:1988) dalam buku Belajar Keterampilan Motorik Pengatar Teori dan Metode adalah Faktor Eksogen dan Endogen. Faktor eksogen adalah faktor yang secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan latihan yang berkualitas, khususnya bagaimana latihan atau pengajaran diorganisasikan juga akan mempengaruhi pembebanan untuk meningkatkan prestasi. Beban latihan berkaitan langsung dengan tuntutan spesifik dari suatu cabang olahraga, ruang lingkup latihan, dan derajat kemampuan seseorang mentoleransi stress atau beban latihan. Beban latihan yang berat harus diikuti dengan rileksasi yang cukup. Latihan harus dilaksanakan dalam kondisi yang akan dijumpai dalam pertandingan dan kondisi yang memungkinkan pencapaian prestasi, termasuk penguasaan teknik olahraga yang bersangkutan dapat berlangsung seoptimal mungkin. Faktor endogen meliputi anatomi, fisiologi, dan system persyarafan berpengaruh langsung terhadap limit prestasi seseorang. Karakteristik dari setiap cabang olahraga tentu berbeda, namun demikian cirri-ciri fisik yang ideal tidaklah merupakan jaminan untuk mencapai standar prestasi tinggi, karena semua faktor tersebut merupakan pra kondisi untuk berprestasi. Kemampuan keterampilan gerak atau motorik merupakan suatu tingkat (kapasitas) kemahiran atau penguasaan yang berkaitan erat dengan gerak anggota tubuh. Yang menjadi faktor utama dalam penguasaan unsur keterampilan kemampuan motorik

adalah tergantung pada kemampuan dasar seseorang. Kemampuan seseorang itu akan berperan sebagai pengembangan penguasaan keterampilan gerak motorik menjadi tingkat mahir. Kemampuan motorik ini adalah proses dimana seorag individu mengembangkan kemampuan geraknya menjadi respon yang terkoordinasi, terkontrol dan teratur. Seperti menurut Schmidt, 1988 yang dikutif oleh Lutan (1988:38) abilitas semacam himpunan dari perlengkapan milik seseorang yang dipakai olehnya untuk melakukan suatu keterampilan motorik. Abilitas itulah yang menentukan baik buruknya suatu keterampilan motorik yang dapat dilakukannya. Jadi abilitas (kemampuan) kapabilitas kemampuan-kemampuan potensial yang menyokong keterampilan tertentu. Ada juga yang disebut dengan Physical Proficiency Abilities atau yang disebut kemampuan tambahan lainnya yang berkaitan dengan aspek struktur badan atau fisik. (Fleishmen, 1964) mengidentifikasikannya sebagai berikut : Fleksibilitas Statis, Fleksibilitas Dinamis, Kekuatan Statis, Kekuatan Dinamis, Kekuatan Togok, Kekuatan Eksplosif, Koordinasi Badan, Keseimbangan Badan, dan Stamina (Daya Tahan Kardiovaskular). Kesembilan abilitas itu merupakan landasan bagi dimensi kesegaran jasmani, agaknya terpisah dengan abilitas yang membutuhkan keterampilan. Sedangkan komponen-komponen yang mempengaruhi gerakan pitching Motor ability, yang didalamnya terdapat kemampuan keseimbangan (balance), kecepatan reaksi (reaction speed), dan kinesthetic. Jadi untuk mengetahui ukuran diagnosis dari setiap faktor-faktor abilitas, maka penulis mendapat kesan bahwa abilitas atau kemampuan keterampilan umum dapat diukur dengan menggunakan metode General Motor Ability yaitu Barrow Motor Ability Test. Komponen yang diukur adalah sebagai berikut : (1) Standing Broad Jump, untuk mengukur power tungkai; (2) Softball Throw, untuk mengukur power lengan; (3) Zig-zag Run, untuk mengukur gerak kelincahan seseorang; (4) Wall Pass, untuk mengukur koordinasi mata dan tangan; (5) Medicine Ball Put Test, untuk mengukur power otot lengan; (6) Sprint 50 m, untuk mengukur kecepatan.

2.1.5

Hakikat Belajar Gerak (Pitching)

Belajar gerak dapat diartikan sebagai perubahan tempat, posisi, kecepatan tubuh atau bagian tubuh manusia yang terjadi dalam suatu dimensi ruang dan waktu serta dapat diamati secara objektif. seperti menurut Lutan (102:1988) dalam buku Belajar Keterampilan Motorik Pengatar Teori dan Metode adalah seperangkat yang bertalian dengan latihan atau pengalaman yang mengantarkan kearah perubahan yang permanen dalam prilaku terampil. Dalam belajar gerak, latihan merupakan suatu proses yang paling utama dalam rangka peguasaan keterampilan gerak. Dalam teori belajar gerak, kata yang diterjemahkan sebagai sinonim dari kata motor dan movement, dilihat dari pengertian kedua kata tersebut berbeda. Kata movement adalah gerak yang bersifat ekternal atau dari luar, sebagai cirinya adalah gerak ini mudah diamati. Sedangkan kata motor adalah gerak yang bersifat internal atau dari dalam, konstan dan sukar diamati. Gerakan ini dapat ditinjau dari segi yaitu dari segi ruang dan jarak dari system otot. Dilihat dari ruang dan jarak, gerakan ini dapat dibagi menjadi gerakan Lokomotor dan Non Lokomotor. Gerakan Lokomotor adalah gerakan yang menyebabkan terjadinya perpindahan tempat seperti berjalan, berlari, melompat, melangkah, skipping, dan sliding. Sedangkan gerakan Non Lokomotor adalah gerakan yang tidak menyebabkan perpindahan tempat, seperti bertepuk tangan, melenting, dan meliukkan badan. Ditinjau dari system otot, gerakan dapat dibagi menjadi tiga yaitu : (1) fleksi, (2) ektensi, (3) rotasi. Fleksi adalah gerakan kontraksi otot yang menyebabkan gerakan membengkok. Ektensi adalah gerakan yang meluruskan atau membentangkan yang berlawanan dengan fleksi. Rotasi adalah gerakan yang berputar dan yang

berporos pada suatu sumbu. Jika dilihat dari gerak dasar fundamental merupakan pola gerakan yang menjadi dasar untuk ketangkasan gerak yang lebih kompleks. Gerakangerakan ini terjadi atas dasar gerakan refleks yang berhubungan dengan badannya, merupakan bawaan sejak lahir dan terjadi tanpa melalui latihan. Gerakan-gerakan fundamental adalah dibagi atas : (1) Gerakan Lokomotor, (2) Gerakan Non Lokomotor, dan (3) Gerakan Manipulatif. Jadi menurut kajian teori diatas, belajar pitching itu termasuk dalam gerakan manipulatif yaitu gerakan yang dilukiskan sebagai gerakan yang mempermainkan sebuah objek tertentu sebagai medianya diantaranya melemparkan bola ke sasaran atau target. Disamping itu gerakan pitching memerlukan gerak koordinasi yang kompleks antara lengan, mata, pinggang, dan kaki. a. Klasifikasi Keterampilan Gerak Pitching. Untuk lebih memudahkan penganalisaan suatu jenis keterampilan gerak, para ahli telah mengklasifikasikan keterampilan gerak kedalam beberapa klasifikasi berdasarkan teori penganalisaan yang berbeda. Seperti menurut Agus Mahendra dan Amung Mamun (1996:89) dalam bukunya Teori Belajar Motorik mengklasifikasikan gerak kedalam : (1) Jenis keterampilan tertutup dan terbuka, (2) Jenis keterampilan gerak Halus dan Kasar, (3) Jenis keterampilan Diskrit, Berkelanjutan dan Serial. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk menganalisis keterampilan pitching dalam kajian adalah sebagai berikut : Jenis keterampilan tertutup dan terbuka. Menurut Schmidt (1991) Keterampilan Terbuka (open skill) adalah keterampilan yang ketika dilakukan, lingkungan yang berkaitan dengannya bervariasi dan tidak dapat diduga. Begitu juga menurut Magil (1985) keterampilan-keterampilan yang melibatkan lingkungan yang selalu berubah dan tidak bias diperkirakan. Menurut Schmidt dan Magil Keterampilan Tertutup (close skill) adalah keterampilan yang dilakukan dalam lingkungan yang relatif stabil dan dapat diduga. Seperti dalam keterampilan pitching yaitu melemparkan bola ke sasaran. Bola yang akan dilemparkan itu tetap dalam keadaan sama. Oleh karena itu, seorang pitcher tidak selalu merubah posisi ketika hendak melakukan pitching, karena posisi bola dan sasaran atau target tersebut selalu dalam keadaan diam (statis) tetapi lingkungan yang mepengaruhi gerak pitching itu adalah hembusan angin, sinar matahari, keadaan sekitar dan sebagainya. Jadi seorang pitcher disamping harus menguasai teknik dan menghadapi musuh juga harus dapat beradaptasi dalam segala hal tentunya akan mempengaruhi terhadap pitching-nya kearah yang lebih baik. Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa keterampilan pitching itu termasuk pada jenis keterampilan tertutup, maksudnya adalah keadaan lingkungan sekitarnya yang diam (statis) dalam hal ini target yang statis.

Keterampilan gerak halus dan keterampilan gerak kasar. Keterampilan gerak halus (fine motor skill) adalah keterampilan-keterampilan yang memerlukan kemampuan utnuk mengontrol otot-otot kecil/halus untuk mencapai pelaksanaan keterampilan yang sukses. Menurut Magil, keterampilan ini melibatkan koordinasi mata dan tangan dan memerlukan ketepat derajat yang tinggi untuk berhasilnya keterampilan ini. Keterampilan gerak kasar (gross motor skill) adalah keterampilan yang bercirikan gerak yang melibatkan kelompok otot-otot besar sebagai

dasar utama gerakannya. Perbedaan antara keterampilan halus dan kasar terletak pada besar kecilnya jumlah otot-otot yang dipakai atau yang dilibatkan dalam satu rangkaian gerakan. Jadi keterampilan pitching termasuk kedal jenis keterampilan kasar, karena didalam gerakan ini meleibatkan otot-otot yang besar dan hampir seluruh tubuh, terutama otot lengan, otot pinggang dan tungkai, akan tetapi dalam keterampilan pitching ini diperlukan perasaan yang halus dan memerlukan ektra konsentrasi dan juga merupakan keterampilan yang halus karena melubatkan banyak otot-otot serabut. Keterampilan diskrit berkelanjutan dan serial. Keterampilan diskrit yang diartikan oleh Scmidt yang dikutif oleh Mahendra dan Mamun (1996:91) sebagai keterampilan yang ditentukan dengan mudah awal dan akhir dari gerakannya, yang lebih sering berlangsung dalam waktu singkat, seperti melempar bola, menendang bola, gerakan-gerakan dalam senam artistic atau menembak. Magil menyebutkan tetntang keterampilan berkelanjutan (continuous skill), dikutif oleh Mahendra dan Mamun (1996:91) bahwa jika suatu keterampilan mempunyai awal dan akhir gerakan yang selalu nerubah-ubah, maka keterampilan itu dikategorikan sebagai keterampilan berkelanjutan, dalam hal ini bisa jadi pelakulah yang menentukan titik awal dan akhir dari keterampilan termaksud bkan keterampilan itu sendiri. Keterampilan serial (serial skill) Menurut Schmidt yang dikutif oleh Mahendra dan Mamun (1996:91) adalah keterampilan yang sering dianggap sebagai suatu kelompok dari keterampilan diskrit, yang digabung untuk membuat keterampilan baru atau keterampilan yang lebih kompleks. Namun demikian, kata serial disini juga menunjukkan bahwa urutan dari keterampilan-keterampilan yang digabung tadi merupakan hal yang penting dalam berhasilnya melakukan keterampilan ini, seperti : memindahkan gigi (gear) dalam mengendarai mobil. Atau pada rangkaian senam artistic yang tidak sembarang dalam menggabungkannya. Jika dilihat dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan pitching dalam permainan softball termasuk kedalam keterampilan diskrit, kanera dalam gerakan pitching ini dapat ditentukan awal dan akhir gerakannya, artinya dalam melakukan gerakan ini haruslah mempunyai kemampuan verbal yang tinggi, sebelum pitching harus sudah membaca, membuat rencana dan ditentukan apa yang akan dilakukannya.

b. Tahap-tahap Belajar Pitching. Belajar keterampilan motorik itu berlangsung dalam beberapa tahap, seperti menurut Fitss dan Posner yang dikutif oleh Lutan (1988:305) yakni sebagai berikut : Tahap Kognitif. Tahap ini adalah tatkala seseorang baru mempelajari suatu tugas keterampilan motorik, maka akan timbul pertanyaan bagaiman cara melakukan tugas tersebut dengan baik. Dia membutuhkan informasi mengenai cara-cara melaksanakan tugas gerak tersebut, oleh karena itu pelaksanaan tugas gerak itu diawali dengan penerimaan informasi dan pembentukan pengertian, termasuk bagaimana menerapkan informasi atau pengetahuan yang diperoleh. Pada tahap ini, sering juga terjadi kejutan berupa peningkatan yang besar jika dibandingkan dengan kemajuan pada tahap-tahap berikutnya. Pada tahap ini juga bukan mustahil atlit yang bersangkutan mencoba-coba dan kemudian sering salah dalam melaksanakan tugas gerak. Gerakannya memang masih nampak kaku, kurang terkoordinasi, kurang efisien, arah lemparan masih kacau, bahkan hasilnya pun tidak konsisten.

Tahap Asosiatif. Tahap ini adalah tahap dimana semua informasi yang dikumpulkan dan dilaksanakan dan ditandai dengan adanya gerakan yang semakin efektif cara-cara atlit melaksanakan tugas gerak dan dia mulai mampu menyesuaikan diri dengan keterampilan yang dilakukannya. Akan nampak perbedaan penampilan yang lbih terkoordinasi dengan perkembangan yang terjadi secara bertahap, dan lambat laun gerakan gerakannya semakin konsisten. Contoh tahap asosiatif dalam belajar pitching adalah lemparannya mulai terarah, gerak putaran lengan sudah luwes dan terjadi peningkatan gerakan yang lebih terkoordinasi. Tahap Otomatisasi. Tahap ini dikatakan tahap otomatisasi karena semua gerakan dan keterampilan motoriknya yang telah dilatih dengan baik selama beberapa hari, berbulanbulan, atau bahkan bertahun-tahun dapat dikerjakan secara otomatis. Seperti dalam pitching, gerakannya sudah terkoordinasi dan dilakukan degan rileks tidak ada kekakuan bahkan gerakan yang dilakukan lebih efektif dan efisien serta dapat dikataka mahir dalam melakukan pitching.

c. Ukuran Keberhasilan Pitching Sesuai dengan arti dari proses pembelajaran yaitu satu perubahan internal dari setiap individu yang ditafsirkan berdasarkan perubahan menetap dalam penampilan gerak sebagai hasil dari belajar/berlatih, maka yang lebih penting lagi bagaimana mengukur keberhasilan seorang atlit dalam belajar gerak tersebut. Menurut Scmidth (1975) mengklasifikasikan penampilan gerak atas tiga kategori : (1) Kecermatan, (2) Kecepatan, dan (3) Respons berwujud jumlah atau ukuran besar. Begitu juga menurut Drowatzky (1981) mengemukakan ada tujuh tipe pengukuran penampilan keberhasilan belajar gerak : (1) Jumlah respons, (2) Latancy dari respons, (3) Rate, (4) Error, (5) Reminiscence, (6) Trials dan (7) Retention. Lutan (1988:87) juga menjelaskan bahwa ada tiga kategori pengukuran penampilan keberhasilan belajar gerak yang dipakai sebagai acuan : (1) waktu, yakni termasuk pengukuran lantancy atau lamanya suatu respons; (2) Error, yakni pengukuran terhadap kecermatan, variabilitas atau penimpanan suatu respond dan (3) Ukuran jumlah besar (magnitude), mencakup pengukuran kuantitatif tentang seberapa jauh, seberapa banyak. Jika ditranfers kedalam ukuran keberhasilan penampilan gerak pitching dapat dilihat dari kecepatan dan ketepatan lemparan, secepat-cepatnya dan setepat-tepatnya agar para pemukul akan mengalami kesulitan dalam memukul bola. Seperti tabel berikut ini :

Tabel 1 Tiga Kategori Pengukuran Penampilan Gerak Kategori 1. W aktu Contoh Pengukuran Waktu menyelesaikan tugas (misalnya milidetik/detik) Waktu reaksi (misalnya milidetik/detk) Jumlah error Banyaknya error Tinggi (cm, m) Jarak (m, yard) Mengenai sasaran velocity Contoh Penampilan Gerak Lari 50m, pitching (lepasnya bola sampai target sejauh 14,02m) Berapa kali berhasil ? Berapa kali meleset ? Berapa tinggi lompatan ? Berapa jauh lemparan ? Berapa skor lemparan ?

2. E rror 3. M agnitu de

Jadi menurut tabel diatas, untuk mengukur penamplan gerakan pitching dapat diukur dari beberapa baik dari gerakan maupun hasil lemparan yaitu (1) waktu tempuh bola, (2) waktu gerakan pitching, (3) berapa kali error lemparan, (4) error lemparan, (5) berapa jumlah total skor lemparan yang masuk target. Untuk memudahkan pengukuran keterampilan pitching ada tiga kategori yaitu sebagai berikut : (1) waktu diukur dengan menggunakan stopwatch, yaitu seberapa cepat bola sampai pada sasaran atau target, (2) Error, jumlah error dapat dihitung dari banyaknya bola yang masuk kesasaran atau berapa kali bola yang masuk kedalam sasaran dari 15 kali lemparan, (3) Magnitude, yaitu dengan menjumlahkan skor bola yang masuk ke sasaran. 4. Kerangka Berpikir. Dalam pembelajaran teknik lemparan pitching yaitu pembelajaran teknik lemparan windmill jumping dan windmill, teknik lemparan ini diperlukan beberapa unsur yang mendukung terhadap berhasilnya suatu lemparan bahkan bias dikatan gerakan ini adalah gerakan yang kompleks dalam arti gerrakan tersebut memerlukan koordinasi gerak yang tinggi antara putaran lengan, kaki, pinggang dan mata. Selain itu juga diperlukan yang mendukung yang melekat pada setiap individu yaitu kemampuan motorik yang bersifat fundamen. Kemampuan motorik ini akan memudahkan bagi para calon atlit atau peserta didik dalam pembelajaran. Dalam kesempatan ini, proses pembelajaran ini ada dua metode yang akan diterapkan yaitu pembelajaran teknik lemparan windmill jumping dan windmill. 4.1 Perbedaan Pembelajaran Teknik Windmill dan Pembelajaran Teknik Windmill Jumping terhadap Hasil Belajar Keterampilan Pitching. Berdasarkan kajian teori diatas, kedua pembelajaran teknik lemparan tersebut pada prinsipnya hampir sama, namun terdapat beberapa perbedaan terutama pada tahap langkah (stride). Pada gerakan pitching windmill jumping, langkah kaki ini sangat berpengaruh terhadap hasil lemparan bola, karena selain jarak pitching menjadi lebih dekat, kecepatan pun menjadi lebih maksimal disbanding dengan pitching windmill.

Pada gerakan pitching windmill jumping terjadi pengerahan kekuatan yan sangat besar yang mengakibatkan adanya ektra momentum yang dapat mempengaruhi hasil lemparan. Selain kecepatan bertambah, ketepatan pun dapat diperhitungkan karena bahu sebagai titik pusat gerak anguler lengan akan bergerak lebih banyak sehingga divergensinya (penyimpangan) kecil. Pada saat melakukan gerakan pitching windmill jumping terjadi kompleksitas kerja otot yang lebih tinggi serta akan lebih banyak tenaga yang dibutuhkan bila dibnding dengan gerakan pitching windmill. Dengan demikian diduga bahwa pembelajaran teknik lemparan windmill jumping akan lebih memberikan pengaruh terhadap hasil belajar pitching yaitu terhadap kecepatan dan ketepatan lemparan pitcher. 4.2 Interaksi antara Pembelajaran Teknik Lemparan dan Kemampuan Motorik terhadap Hasil Belajar Keterampilan Pitching. Kemampuan motorik itu mempunyai karakteristik yang bersifat permanen dan stabil, kemampuan motorik bisa disebut sebagai salah satu unsur pendukung yang dimiliki oleh setiap individu dalam proses pembelajaran teknik lemparan yang lebih baik. Ini berarti bahwa kemampuan motorik menentukan baik tidaknya dalam melakukan lemparan pitching. Seperti kita ketahui bahwa untuk meningkatkan keterampilan pitching bisa melalui latihan yang berulang-ulang yang berkualitas dan dari pengalaman yang banyak. Dengan demikian, kemampuan motorik yang dimiliki oleh setiap peserta didik tidak merupakan satu-satunya syarat untuk memperoleh hasil latihan atau hasi belajar pitching yang baik, karena kualitas proses pembelajaran pun akan berpengaruh pula terhadap hasil belajar pitching. Peserta didik yang memiliki kemampuan motorik tinggi tanpa diberi perlakuan dalam proses belajar mengajar yang tepat akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Begitu juga sebaliknya bagi peserta didik yag memiliki kemampuan motorik rendah tanpa diberi perlakuan dalam proses belajar mengajar yang tepat akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya. Kedua pembelajaran teknik lemparan yang dikaji dalam penelitian ini, diyakini betul akan memberikan perlakuan pada peserta didik yang sesuai dengan kualitas kemampuan motorik yang dimiliki oleh atlit. Pembelajaran teknik pitching widmill jumping merupakan suatu proses pembelajaran melempar yang memerlukan kemampuan motorik yang tinggi karena gerakan pitching ini lebih kompleks, pembelajaran teknik lemparan windmill merupakan pembelajaran melempar yang lebih sederhana, yang relatif tidak terlalu memerlukan kemampuan motorik yang tinggi. Dengan memperhatikan uraian diatas maka diduga bahwa terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran teknik lemparan dan kemampuan motorik terhadap hasil belajar pitching. 4.3 Perbedaan Hasil Belajar Pitching antara Pembelajaran Teknik Windmill Jumping dan Pembelajaran Teknik Windmill pada Atlit atau Mahasiswa yang memiliki Kemampuan Motorik Tinggi. Kemampuan motorik adalah sebagai potensi untuk mendukung hasil belajar pitching, dengan mempunyai kemampuan motorik yang tinggi akan lebih menguntungkan dan tidak akan mengalami hambatan dalam proses pebelajarannya. Individu yang mempunyai kemampuan motorik tinggi tingkat penguasaan keterampilan akan lebih cepat dan cakap serta tak ada hambatan yang berarti meskipun pembelajaran pitching windmill jumping lebih kompleks. Berdasarkan tersebut uraian, dapat diduga bahwa pitcher yang memiliki kemampuan motorik tinggi hasil belajar yang menggunakan pembelajaran teknik lemparan windmill jumping akan lebih baik dari pada yang menggunakan pembelajara teknik lemparan windmill.

4.4 Perbedaan Hasil Belajar Pitching antara Pembelajaran Teknik Windmill Jumping dan Pembelajaran Teknik Windmill pada Atlit atau Mahasiswa yang memiliki Kemampuan Motorik Rendah. Apabila mahasiswa / atlit yang memiliki kemampuan motorik rendah, maka akan mempengaruhi terhadap performa gerak yang dilakukannya. Kemampuan motorik rendah bisa juga dikatakan sebagai seseorang yang memiliki potensi yang amat terbatas. Dengan kemampuan motorik rendah dalam mempelajari teknik lemparan windmill jumping relatif akan mengalami kesulitan dan perlu pengerahan kekuatan yang besar dan korrdinasi yang tinggi. Jadi meskipun peserta didik yang memiliki kemampuan motorik rendah dilatih atau mengalami proses pembelajaran yang sama dengan mahasiswa yan memiliki kemampuan motorik tinggi, maka hasilnya pun akan relatif berbeda, jadi hasilnya pun tidak akan berkembang pesat atau menetap jika dibanding dengan mahasiswa yang memiliki kemampuan motorik tingi. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka dapat diduga bahwa pada mahasiswa atau peserta didik yang memiliki kemampuan motorik rendah, hasil belajar kelompok yang menggunakan pembelajaran teknik lemparan windmill akan lebih baik. 5. Hipotesis Berdasarkan Kajian Literatur dan Kerangka Berpikir diatas, maka hipotesis yang ajukan adalah sebagai berikut : 5.1 Secara keseluruhan, hasil belajar keterampilan pitching yang menggunakan teknik windmill jumping akan lebih baik daripada yang menggunakan teknik windmill. 5.2 Terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran teknik lemparan dengan kemampuan motorik terhadap hasil belajar keterampilan pitching. 5.3 Bagi mahasiswa atau atlit yang memiliki kemampuan motorik tinggi, hasil belajar keterampilan pitching yang menggunakan teknik windmill jumping lebih baik dibandingkan dengan yang menggunakan teknik windmill. 5.4 Bagi mahasiswa atau atlit yang memiliki kemampuan motorik rendah, hasil belajar keterampilan pitching yang menggunakan teknik windmill lebih baik dibandingkan dengan yang menggunakan teknik windmill jumping.

6. Hasil Pengolahan dan Analisis Data 6.1 Deskripsi Data Data hasil belajar keterampilan pitching yang digunakan untuk analisis adalah total skor dari skor ketepatan dan kecepatan lemparan yang mengikuti selama 18 kali pertemuan. Data tersebut memiliki satuan pengukuran yang berbeda, sehingga perlu distandarkan atau dirubah menjadi T-skor. Hasil akhirnya adalah jumlah skor keseluruhan hasil tes keterampilan pitching. Berikut rangkuman harga-harga x (mean) dan s untuk setiap perlakuan dan sel yang diperlihatkan pada tabel berikut :

Tabel 2 Rangkuman hasil perhitungan nilai mean (x) dan s data hasil penelitian. KEMAMPUAN MOTORIK TINGGI PEMBELAJARAN TEKNIK LEMPARAN WINDMILL JUMPING WINDMILL n=5 n=5 x = 117,89 x = 88,22 s = 7,50 s = 9,03 n=5 n=5 x = 86,36 x = 107,58 s = 8,04 s = 5,12 n = 10 n = 10 x = 102,12 x = 97,90 s = 18,16 s = 12,33

RENDAH

TOTAL

6.2 Pengujian Persyaratan Analisis Data penelitian ini diolah dengan menggunakan analisi varians (ANAVA) dua arah. Sebelum data diolah terlebih dahulu diuji persyaratan analisisnya, yaitu uji normalitas da uji homogenitas. Uji Normalitas. Uji normalitas ini menggunakan uji Liliefors pada taraf signifikansi = 0,05 berikut tabel rangkuman penghitungannya. Tabel 3 Ringkasan hasil uji normalitas sample masing-masing kelompok Kelompok 1 2 3 4 N 5 5 5 5 L0 0,2801 0,2255 0,1974 0,1996 Lt 0,3370 0,3370 0,3370 0,3370 Kesimpulan Normal Normal Normal Normal

Keterangan : Kelompok 1 : Kelompok mahasiswa dengan kemampuan motorik tinggi yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill jumping. Kelompok 2 : Kelompok mahasiswa dengan kemampuan motorik tinggi yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill. Kelompok 3 : Kelompok mahasiswa dengan kemampuan motorik rendah yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill jumping. Kelompok 4 : Kelompok mahasiswa dengan kemampuan motorik rendah yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill. Uji Homogenitas. Uji homogenitas ini menggunakan uji Bartlett pada taraf signifikansi = 0,05 berikut tabel rangkuman penghitungannya.

Tabel 4 Ringkasan hasil uji homogenitas populasi kelompok KELOMPOK 1 2 3 4 VARIANSI 7,50 9,03 8,04 5,12 VARIANSI GABUNGAN 57,617 20 0,66 2t 7,81 KESIMPULAN

HOMOGEN

Keterangan : Kelompok 1 : Kelompok mahasiswa dengan kemampuan motorik tinggi yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill jumping. Kelompok 2 : Kelompok mahasiswa dengan kemampuan motorik tinggi yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill. Kelompok 3 : Kelompok mahasiswa dengan kemampuan motorik rendah yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill jumping. Kelompok 4 : Kelompok mahasiswa dengan kemampuan motorik rendah yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill. 6.3 Pengujian Hipotesis Dengan terujinya normalitas dan homogenitas data hasil penelitian, maka syarat untuk analisis varians (ANAVA) dua arah telah terpenuhi, berikut tabel ringkasan hasil penghitungan. Tabel 5 Ringkasan hasil analisis varians skor keterampilan pitching pada taraf nyata = 0,05 SUMBER VARIANSI RATA-RATA VARIANSI A B AB KEKELIRUAN JUMLAH dk 1 1 1 1 16 20 JK 2000044,00 89,21 185,08 3238,51 914,21 204471,01 KT 2000044,00 89,21 185,08 3238,51 57,14 F0 1,56ts 3,24ts 56,68s Ft 4,49 4,49 4,49 -

Keterangan : dk = Derajat kebebasan JK = Jumlah kuadrat KT= Kuadrat total F0 = F Observasi Ft = Harga F tabel ts = Tidak Signifikan s = Signifikan pada = 0,05

a. Perbedaan keterampilan pitching kelompok mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran teknik windmill jumping dan kelompok mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran teknik windmill secara keseluruhan. Berdasarkan hasil penelitian analisis varians (ANAVA) pada taraf = 0,05 didapat F0 = 1,56 dan Ft = 4,49. Dengan demikian F0 < Ft, sehingga H0 diterima, ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil keterampilan pitching secara signifikan antara kelompok mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran teknik windmill jumping dan kelompok mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran teknik windmill. Hipotesis penelitian menyatakan bahwa keterampilan pitching kelompok mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran teknik windmill jumping lebih baik dari pada kelompok mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran teknik windmill tidak didukung oleh data hasil penelitian (ditolak). b. Interaksi antara pembelajaran teknik lemparan dengan kemampuan motorik terhadap hasil belajar pitching. Berdasarkan hasil penelitian analisis varians (ANAVA) pada taraf = 0,05 didapat F0 = 56,68 dan Ft = 4,49. Dengan demikian F0 > Ft, sehingga H0 ditolak, hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran teknik lemparan dengan kemampuan motorik terhadap hasil belajar pitching. Hipotesis yang kedua menyatakan terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran teknik lemparan dengan kemampuan motorik didukung oleh data dari hasil penelitian. Oleh karena adanya interaksi, maka perlu dilakukan uji lanjut. Teknik yang digunakan untuk uji lanjut adalah Uji Tuckey, berikut ringkasan hasil penghitungannya : Tabel 6 Ringkasan uji lanjut dengan menggunakan metode Tuckey No. 1 2 Kelompok yang dibandingkan P1 dengan P2 P3 dengan P4 Q0 8,78 6,28 Qt 3,96 3,96 Keterangan Signifikan Signifikan

Keterangan : Kelompok 1 : Kelompok mahasiswa dengan kemampuan motorik tinggi yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill jumping. Kelompok 2 : Kelompok mahasiswa dengan kemampuan motorik tinggi yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill. Kelompok 3 : Kelompok mahasiswa dengan kemampuan motorik rendah yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill jumping. Kelompok 4 : Kelompok mahasiswa dengan kemampuan motorik rendah yang diajar dengan pembelajaran teknik lemparan windmill. c. Perbedaan hasil belajar keterampilan pitching kelompok kemampuan motorik tinggi antara yang diajar dengan pembelajaran teknik windmill jumping dan yang diajar dengan pembelajaran teknik windmill. Kelompok P1 jika dibandingkan dengan kelompok P2, diperoleh Q0 (8,78) > Qt (3,96). Kesimpulannya pada mahasiswa yang memiliki kemampuan motorik tinggi yang menggunakan pembelajaran teknik windmill jumping dapat ditafsirkan lebih baik dari pada yang menggunakan pembelajaran teknik windmill.

d. Perbedaan hasil belajar keterampilan pitching kelompok kemampuan motorik rendah antara yang diajar dengan pembelajaran teknik windmill dan yang diajar dengan pembelajaran teknik windmill jumping. Kelompok P4 jika dibandingkan dengan kelompok P3, diperoleh Q0 (6,28) > Qt (3,96). Kesimpulannya pada mahasiswa yang memiliki kemampuan motorik rendah yang menggunakan pembelajaran teknik windmill dapat ditafsirkan lebih baik dari pada yang menggunakan pembelajaran teknik windmill jumping. 7. Pembahasan Hasil Penelitian Pengujian hipotesis pertama, menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil keterampilan antara kelompok mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran teknik windmill jumping dengan kelompok mahasiswa yang diajar dengan pembelajaran teknik windmill. Maka dengan demikian antara teknik windmill jumping dan windmill dapat memberikan pengaruh yang sama. Hipotesis penelitian yang pertama belum teruji atau belum dapat diuji kebenarannya karena tidak didukung dilapangan. Hal ini sesuai dengan kajian teori dan kerangka berpikir yaitu masih tetap diduga bahwa keterampilan pitching kelompok teknik windmill jumping lebih baik dari pada kelompok teknik windmill. Pembelajaran teknik windmill jumping memiliki beberapa keunggulan dari pada teknik windmill, keunggulan itu diantaranya dapat memperbesar kecepatan dan ketepatan sehingga akan lebih menguntungkan bagi seorang pitcher. Oleh karena itu, meskipun hasil penelitian menunjukkan hasil yang sama atau sebanding antara teknik windmill jumping dan windmill, namun penulis tetap menduga bahwa terdapat perbedaan pengaruh antara kedua pembelajaran teknik lemparan tersebut terhadap hasil belajar pitching. Dalam penelitian ini pun banyak variable ektra yang tidak terkontrol dan tidak dapat dikuasai oleh penulis bahwa berpengaruh terhadap hasil penelitian. Variabel-variabel tersebut diantaranya : motivasi, minat, bakat, tingkat kecerdasan dan kondisi lingkungan. Motivasi merupakan unsur yang tidak dapat dibaca dan dilihat oleh penulis, oleh karena itu variable sangat berpengaruh dalam pelaksanaan treatment. Kadang kala mahasiswa kurang bersemangat dalam melakukan latihan sehingga menghambat proses pembelajaran atau ada hal lain yang mempengaruhi pikirannya sehingga kurang konsentrasi. Kurang minat juga tidak dapat dirasakan oleh observer yang selalu mengawasi jalan proses pembelajaran sehingga merasa terpaksa, faktor ini juga dapat berpengaruh dalam progresivitas peningkatan kualitas latihan sehingga kekuatan pendorong dalam melaksanakan tugas gerak pitching dan bahkan akan terlihat asal-asalan. Bakat merupakan potensi internal mahasiswa yang menentukan kecepatan proses pembelajaran sehingga jumlah waktu yang dibutuhkan terlalu lama dalam menjalankan suatu tugas, makin berbakat seseorang maka makin sedikit waktu yang diperlukannya. Bagi mahasiswa yang mempunyai bakat yang tinggi akan lebih cepat menguasai dibanding dengan mahasiswa yang kurang berbakat. Tingkat kecerdasan seseorang sangat besar pengaruhnya dalam mempelajari suatu keterampilan olahraga, apabila seseorang mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi maka akan sangat membantu dalam proses pembelajaran keterampilan motorik. Dalam hal ini penulis menduga bahwa didalam proses latihan/belajar pitching memiliki

karakteristik bagaimana melemparkan bola secepat dan setepat mungkin, maka dibutuhkan kecerdasan dan kecerdikan yang baik agar dapat mengambil suatu keputusan secara cepat dan tepat, sehingga hasil lemparan pun akan maksimal. Kondisi lingkungan, faktor inipun tidak dapat dikontrol misalnya keadaan hujan, setelah hujan lapangan juga akan berpengaruh terhadap proses belajar. Misalnya tanah menjadi gembur, becek sehingga pijakan kaki pun merasa tidak nyaman dan sebagainya. Variabel-variabel lain yang tidak terkontrol diduga saling berhubungan dan berinteraksi satu sama lainnya sehingga akan berpengaruh terhadap hasil peneitian, misalnya dalam teknik pengambilan sampel randomize group design yang digunakan dalam penelitian ini memungkinkan penyebaran variabel-variabel ektra yang tidak terkontrol tersebut tidak merata dalam setiap kelompok eksperimen, sehingga data hasil lapangan tidak mendukung hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini. Pengajuan hipotesis yang kedua yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran teknik lemparan dengan kemampuan motorik terhadap hasil belajar keterampilan pitching yang didukung hasil penelitian dilapangan. Hal ini menunjukkan bahwa variabel-variabel ysng berpengaruh terhadap hasil belajar pitching seperti yang sudah dijelaskan dalam latar belakang, kajian teori dan kerangka berpikir, yang dikontrol dalam penelitian yang akan berpengaruh nyata terhadap hasil penelitian. Secara keseluruhan hasil belajar pitching dua kelompok mahasiswa yang berkemampuan motorik tinggi yang berasal dari kelompok yang diajar teknik windmill jumping dan windmill lebih baik dari dua kelompok mahasiswa yang berkemampuan motorik rendah yang berasal dari kelompok yang diajar teknik windmill. Hal ini berarti bahwa pembelajaran teknik lemparan secara bersama-sama dengan kemampuan motorik berinteraksi mempengaruhi hasil belajar pitching. Hasil pengujian hipotesis yang ketiga menunjukkan bahwa hasil belajar pitching yang berkemampian motorik tinggi, kelompok yang diajar dengan teknik windmill jumping dapat ditafsirkan lebih baik dari pada kelompok yang diajar dengan teknik windmill. Kesimpulannya adalah bagi mahasiswa yang mempunyai kemampuan motorik tinggi pembelajaran teknik windmill jumping lebih cocok dibandingkan dengan pembelajaran teknik windmill. Hasil pengujian hipotesis yang keempat yang menyatakan bahwa hasil belajar pitching bagi mahasiswa yang mempunyai kemmpuan motorik rendah, kelompok pembelajaran teknik windmill dapat ditafsirkan lebih baik dari kelompok pembelajaran teknik windmill jumping. Hal ini berarti bahwa untuk berlatih atau belajar pitching bagi mahasiswa yang mempunyai motorik rendah, pembelajaran teknik windmill lebih cocok dari pada pembelajaran teknik windmill jumping. 8. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan uji hipotesis diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Pertama, secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan hasil belajar pitching antara pembelajaran teknik windmill jumping dan teknik windmill. Kedua, terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran teknik lemparan dengan kemampuan motorik terhadap hasil belajar pitching dalam permainan softball. Ketiga, bagi mahasiswa yang memiliki kemampuan motorik tinggi, hasil belajar pitching dengan pembelajaran teknik windmill jumping lebih baik dari pada pembelajaran teknik windmill.

Keempat, bagi mahasiswa yang memiliki kemampuan motorik rendah, hasil belajar pitching dengan pembelajaran teknik windmill lebih baik dari pada pembelajaran teknik windmill jumping. Sedangkan implikasi dari penelitian ini dapat diterapkan dan diarahkan bahwa dari hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk berlatih atau belajar keterampilan pitching, antara teknik windmill jumping dan teknik windmill memberikan pengaruh yang seimbang. Dengan demikian kedua pembelajaran teknik lemparan tersebut dapat digunakan sebagai alternatif untuk memilih dan menetapkan bentuk yang digunakan dalam belajar pitching. Dilihat dari proses pembelajaran, bahwa hasil belajar pitching yang menggunakan teknik windmill jumping dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengembangkan teknik lemparan yang dihubungkan dengan kemampuan motorik atlit atau mahasiswa. Pada teknik lemparan windmill jumping ini mempunyai tingkat kompleksitas yang tinggi dan mempunyai ciri khas yakni pada saat melangkahkan kaki yang disertai jump yang sangat berpengaruh terhadap pengerahan kekuatan lecutan pergelangan tangan dibandingkan dengan teknik windmill, oleh karena itu dibutuhkan kemampuan motorik yang tinggi agar para atlit tidak akan mengalami kesulitan gerak dalam melakukan pembelajaran. Selain itu, dalam proses pembelajaran teknik windmill jumping harus dilakukan secara sistematis dari yang sederhana menuju pada tingkat kesulitan yang lebih tinggi, dan diperlukan pula waktu pembelajaran yang cukup lama. Berbeda dengan gerakan teknik windmill, gerakan tersebut lebih sederhana dan hanya melangkahkan kaki saja sehingga pengaruh terhadap pengerahan kekuatan lecutannya pun lebih kecil. Selain proses pembelajaran teknik lemparan, hasil penelitian ini menemukan pula tingkat kemampuan motorik memiliki pengaruh interaksi dengan pembelajaran teknik melempar terhadap hasil belajar pitching. Teknik windmill jumping lebih cocok digunakan bagi mahasiswa atau atlit yang memiliki kemampuan motorik tinggi sedangkan untuk teknik windmill dapat digunakan bagi atlit atau mahasiswa yang memilki kemampuan motorik rendah. Sehingga dengan adannya penelitian ini, hasil latihan dari kedua teknik ini dapat diketahui hasil proses latihan dengan menghubungkan tinggkat kemampuan motorik atlit. Sepengetahuan penulis, sampai dengan penelitian ini ditulis belum banyak para pelatih softball khususnya pitcher yang melibatkan tingkat kemampuan motorik atlit dalam proses pemilihan dan penetapan pembelajaran teknik melempar yang akan diterapkan. Oleh karena itu hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan dan khasanah pengetahuan baru mengenai keterkaitan tingkat kemampuan motorik dengan teknik melempar.

DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (1992). Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Bina Aksara. Bethell Dell. (1987). Petunjuk Lengkap Softball dan Baseball. Semarang : Dahara Prize. Brockmeyer and Potter. (1989). Softball Step To Success. Canada : Leisure Press Champatgh, Illnois. Damiri, Ahmad. (1994). Anatomi Manusia. Bandung : Diktat FPOK UPI Bandung. Giriwijoyo, YS Santosa. (1992) Ilmu Faal Olahraga. Bandung : Diktat FPOK UPI Bandung. Gunarsa, Singgih D. (1989). Psikologi Olahraga. Jakarta : Gunung Mulia. Harsono. (1988). Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta : CV Tambak Kusumah. Hidayat, Imam. (1990). Biomekanika Olahraga. Bandung : Diktat FPOK UPI Bandung. Hovart, Theodore. (1985). Basic Statistics For Behavioral Sciences. Boston Toronto : Little Brown and Company. Johnson, Barry L and Nelson, Jack K. (1989). Practical Measurements for Evaluation in Physical Education. Minneapolis : Burgess Publishing Company. Komisi Perwasitan PB PERBASASI. (1998). Official Rules of Softball. Jakarta : PB PERBASASI. Loren, Walsh. (1979). Coaching Winning Softball. Chicago : Contemporary Books, Inc. Lutan, Rusli. (1988). Belajar Keterampilan Motorik, Pengantar Teori dan Metode. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi P2LPTK. Marian, Kneer and Cord. (1976). Softball Slow and Fast Pitch. Texas : Wm C Brown Company Publishers. Mahendra, Agus dan Mamun, Amung. (1996). Teori Belajar Motorik. Bandung : FPOK UPI Bandung. ____________. (1981). Characteristics of a Good Coach. National Softball Coaching Certification Program. (1977). Coaching Manual Level I Technical. Published by The Canadian Amateur Softball Association. National Softball Coaching Certification Comitee. (1979). Coaching Manual Level II. Published by The Canadian Amateur Softball Association.

Nazir, Moh. (1988). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Nurhasan. (1994). Tes Pengukuran Pendidikan Olahraga. Bandung : Diktat FPOK UPI Bandung. Sudjana. (1989). Metode Statistika. Edisi ke-5. Bandung : Tarsito. Supranto, J. (1994). Statistik, Teori dan Aplikasi. Jakarta : Erlangga. Tjahwa, Jep. (1996). Pedoman Mengajar Teknik Dasar Permainan Softball. Bandung : Diktat FPOK UPI Bandung. Tim Penyusun Kamus. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1991). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cetakan ke-2. Jakarta : Balai Pustaka.

You might also like