You are on page 1of 12

HHD Definisi

Hipertensi Heart Disease atau Penyakit Jantung Hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini, prevalensi hipertensi di Indonesia sekitar 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). (Marulam, 2007)

Etiologi Klasifikasi Tekanan Darah (JNC VII)

Klasifikasi Normal Prehipertensi Hipertensi stage 1 Hipertensi stage 2

Sistolik <120 120-139 140-159 160

Diastolik Dan <80 Atau 80-89 Atau 90-99 Atau 100

Berdasarkan klasifikasi JNC VII, hipertensi atau tekanan darah tinggi yaitu tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. Tekanan darah tinggi merupakan faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi merupakan penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi. Prevalensi kematian pada pasien dengan penyakit jantung hipertensi terjadi pada sekitar 7 dari 1000 orang.1,2 Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat. Tekanan darah tinggi juga dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik (menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.1,2 Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang akan

mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke.

Patofisiologi dan Patogenesis Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah interaksi yang kompleks dari faktor hemodinamik, struktural, neuroendokrin, selular, dan molekular. Di satu sisi faktorfaktor ini berperan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, sementara di sisi lain peningkatan tekanan darah juga mempengaruhi faktor-faktor tersebut. Peningkatan tekanan darah akan menyebabkan perubahan struktur dan fungsi jantung dengan 2 jalur: secara langsung melalui peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui interaksi neurohormonal dan vaskular (Riaz K, 2003). Hipertrofi ventrikel kiri merupakan kompensasi jantung menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohormonal yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA memacu mekanisme Frank-Starling melalui peningkatan volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard (penurunan/gangguan fungsi diastolik) (PAPDI, 2006). Iskemia miokard (asimtomatik, angina pektoris, infark jantung, dll) dapat terjadi karena kombinasi akselerasi proses aterosklerosis dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat dari hipertrofi ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri, iskemia miokard, dan gangguan fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada hipertensi (PAPDI, 2006). a. Left Ventricular Hypertrophy (LVH) Pada pasien dengan hipertensi, 15-20% memiliki LVH. Risiko LVH meningkat 2 kali lipat diasosiasikan dengan obesitas. Penelitian telah menunjukkan hubungan langsung antara level dan durasi peningkatan tekanan darah dan LVH. LVH, didefinisikan sebagai peningkatan massa di ventrikel kiri, disebabkan oleh respon myosit pada stimulus yang bermacam-macam yang menemani peningkatan tekanan darah. Hipertrofi myosit dapat muncul sebagai respon kompensasi pada

peningkatan afterload. Stimulus mekanik dan neurohormonal yang muncul seiring dengan hipertensi dapat menyebabkan aktivasi dari myocardial cell growth, ekspresi gen, dan karena itu menimbulkan LVH. Sebagai tambahan, aktivasi sistem renin-

angiotensin, melalui kerja angiotensin II pada reseptor angiotensin I, menyebabkan pertumbuhan interstitium dan komponen sel matriks. Kesimpulannya, timbulnya LVH dikarakterisasi dengan hipertrofi myosit dan ketidakseimbangan antara myosit dan interstitium dari struktur miokardium. Pola bervariasi dari LVH telah dideskripsikan, termasuk remodeling konsentrik, LVH konsentrik, dan LVH eksentrik. LVH konsentrik adalah peningkatan ketebalan dan massa ventrikel kiri disertai peningkatan volume dan tekanan diastolik ventrikel kiri, biasa ditemukan pada orang dengan hipertensi. LVH eksentrik adalah peningkatan ketebalan ventrikel kiri tidak menyeluruh tetapi pada tempat tertentu seperti septum. LVH awalnya memainkan peran protektif sebagai respon dari peningkatan tekanan dinding untuk mempertahankan cardiac output yang adekuat. Namun setelah itu, perkembangan ini menyebabkan disfungsi diastolik dan sistolik miokardium. b. Atrium kiri yang abnormal Perubahan struktural dan fungsional dari atrium kiri sangat sering ditemui pada pasien hipertensi tetapi tidak terlalu diperhatikan. Peningkatan afterload mempengaruhi atrium kiri, yaitu karena peningkatan tekanan end-diastolic ventrikel kiri sekunder dari peningkatan tekanan darah menyebabkan gangguan atrium kiri, penambahakan ukuran dan ketebalan atrium. Sebagai tambahan dari perubahan-perubahan struktural tersebut, pasien memiliki faktor risiko terhadap fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium dengan hilangnya kontribusi atrium pada keadaan disfungsi diastolik akan menyebabkan gagal jantung. c. Penyakit katup jantung (valvular disease) Walaupun penyakit katup jantung tidak menyebabkan PJH, hipertensi yang kronik dan parah dapat menyebabkan dilatasi aorta, menuju pada insuffisiensi signifikan dari aorta. Selain menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga diperkirakan mempercepat proses sklerosis pada aorta dan menyebabkan regurgitasi mitral. d. Gagal jantung Gagal jantung adalah komplikasi yang biasa terjadi pada peningkatan tekanan darah kronik. Pasien dengan hipertensi ada yang asimtomatik tetapi memiliki risiko untuk menjadi gagal jantung (stage A atau B menurut klasifikasi ACC/AHA tergantung apakah pasien memiliki penyakit jantung struktural sebagai konsekuensi hipertensi), ada juga yang simtomatik gagal jantung (stage C atau D menurut klasifikasi ACC/AHA). Hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kronik biasanya tidak disadari,

karena pada saat terjadi gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri tidak mampu untuk menaikkan tekanan darah, karena itu mengaburkan etiologi gagal jantung. Disfungsi diastolik biasa ditemukan pada orang dengan hipertensi. Sering juga disertai oleh LVH. Selain peningkatan afterload, faktor lain yang berkontribusi pada disfungsi diastolic termasuk koeksistensi CAD, penuaan, disfungsi sistolik, dan struktur abnormal seperti fibrosis dan LVH. e. Myocardial ischemia Pasien dengan angina mempunyai prevalensi hipertensi yang tinggi. Hipertensi adalah faktor risiko yang melipatgandakan kemungkinan munculnya CAD. Munculnya iskemi pada pasien hipertensi adalah multifaktorial. Shear stress yang berasosiasi dengan hipertensi dan hasilnya adalah disfungsi endotel, menyebabkan gangguan sintesis dan pelepasan poten vasodilator nitric oxide (NO). Penurunan level NO memicu timbulnya dan mempercepat arteriosclerosis dan pembentukan plaque. Morfologi plaque nya identik dengan pada pasien tanpa hipertensi. f. Aritmia jantung Aritmia jantung biasa ditemukan pada pasien dengan hipertensi termasuk fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel prematur, dan takikardia ventrikel. Risiko kematian jantung mendadakmeningkat. Berbagai macam mekanisme diperkirakan memainkan peran pada patogenesis aritmia, termasuk gangguan struktur selular dan metabolisme, perfusi yang buruk, fibrosis miokardium, dan fluktuasi afterload. Semua hal tersebut dapat meningkatkan risiko takiaritmia ventrikel. Fibrilasi atrium (paroxysmal, kronik rekuren, atau kronik persisten) biasa ditemukan pada pasien hipertensi. Walaupun penyebab pastinya tidak diketahui, abnormalitas struktur atrium kiri, CAD, dan LVH ikut berperan penting. Kontraksi prematur ventrikel, aritmia ventrikel, dan kematian jantung mendadak lebih sering ditemukan pada pasien dengan LH daripada tanpa LVH. Etiologi aritmia ini diperkirakan adalah CAD dan fibrosis miokardium.

Evaluasi pasien hipertensi atau penyakit jantung hipertensi ditujukan untuk: Meneliti kemungkinan hipertensi sekunder Menetapkan keadaan pra pengobatan Menetapkan factor-faktor yang mempengaruhi pengobatan atau factor yang akan berubah karena pengobatan Menetapkan kerusakan organ target Menetapkan factor risiko PJK lainnya

Gejala Klinis Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya, kebanyakn pasien tidak ada keluhan. Bila simtomatik maka biasanya disebabkan oleh: Peningkatan tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy), dan impoten Penyakit jantung/vaskular hipertensi seperti cepat capek, sesak napas, sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, transient cerebral ischemic. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsi, poliuria,dan kelemahan otot pada aldosteronism primer; peningkatan BB dengan emosi yang labi pada sindrom Cushing. Phaeocromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (PAPDI, 2006).

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium awal meliputi: Urinalisis: protein, leukosit, eritrosit, silinder Darah lengkap: leukosit, hemoglobin, hematokrit, trombosit Elektrolit darah: kalium, kalsiuj, fosfor Ureum/kreatinin Gula darah puasa Total kolesterol, trigliserida, HDl, LDL Elektrokardiografi TSH Foto thorax

Ekokardiografi Ekokardiografi dilakukan karena dapat menemukan hipertrofi ventrikel kiri lebih dini dan lebih spesifik. Indikassi ekokardiografi pada pasien hipertensi adalah: Konfirmasi gangguan jantung atau murmur Hipertensi dengan kelainan katup Hipertensi pada anak atau remaja Hipertensi saat aktivitas, tetapi normal saat istirahat Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya (gangguan fungsi sistolik atau diastolik) Ekokardiografi doopler dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolik (gangguan fungsi relaksasi ventrikel kiri, pseudo-normal, atau tipe restriktif) (PAPDI, 2006)

Penatalaksanaan Perubahan gaya hidup Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah memiliki pengaruh baik pada pencegahan maupun penatalaksanaan hipertensi. Modifikasi gaya hidup yang meningkatkan kesehatan direkomendasikan bagi individu dengan prehipertensi dan sebagai tambahan untuk terapi obat pada individu hipertensif. Intervensi-intervensi ini harus diarahkan untuk mengatasi risiko penyakit kardiovaskular secara keseluruhan. Walaupun efek dari intervensi gaya hidup pada tekanan darah jauh lebih nyata pada individu dengan hipertensi, pada uji jangka-pendek, penurunan berat badan dan reduksi NaCl diet juga telah terbukti mencegah perkembangan hipertensi. Pada individu hipertensif, bahkan jika intervensi-intervensi ini tidak menghasilkan reduksi tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, namun jumlah pengobatan atau dosis yang diperlukan untuk kontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang secara efektif mengurangi tekanan darah yaitu penurunan berat badan, reduksi masukan NaCl, peningkatan masukan kalium, pengurangan konsumsi alkohol, dan pola diet sehat secara keseluruhan.2,3 Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi Reduksi berat badan Reduksi garam Memperoleh dan mempertahankan BMI<25 kg/m2 < 6 g NaCl/hari

Adaptasi rencana diet jenis-DASH

Diet yang kaya buah-buahan, sayur sayuran,dan produk susu rendah-lemak dengan kandungan lemak tersaturasi dan total yang dikurangi

Pengurangan konsumsi alkohol

Bagi mereka yang mengkonsumsi alkohol,minumlah 2 gelas/hari untuk laki-laki dan 1 gelas/hari untuk wanita

Aktivitas fisik Aktivitas aerobik teratur, seperti jalan cepat selama 30 menit/hari Pencegahan dan penatalaksanaan obesitas penting untuk mengurangi tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Pada uji jangka-pendek, bahkan penurunan berat badan yang moderat dapat mengarah pada reduksi tekanan darah dan peningkatan sensitivitas insulin. Reduksi tekanan darah rata-rata sebesar 6.3/3/1 mmHg telah diamati terjadi dengan reduksi berat badan ratarata sebesar 9.2 kg. Aktivitas fisik teratur memudahkan penurunan berat badan, mengurangi tekanan darah, dan mengurangi risiko keseluruhan untuk penyakit kardiovaskular. Tekanan darah dapat dikurangi oleh aktivitas fisik intensitas moderat selama 30 menit, seperti jalan cepat, 6-7 hari per minggu, atau oleh latihan dengan intensitas lebih dan frekuensi kurang. Terdapat variasi individual dalam sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variasi ini mungkin memiliki dasar genetis. Berdasarkan hasil dari metaanalisis, penurunan tekanan darah dengan pembatasan masukan NaCl harian menjadi 4.4-7.4 g (75-125 mEq) menghasilkan reduksi tekanan darah sebesar 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada individu hipertensif dan reduksi yang lebih rendah pada individu normotensif. Diet yang kurang mengandung kalium, kalsium, dan magnesium berkaitan dengan tekanan darah yang lebih tinggi dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi. Perbandingan natrium terhadap kalium urin memiliki hubungan yang lebih kuat terhadap tekanan darah dibanding natrium atau kalium saja. Suplementasi kalium dan kalsium memiliki efek antihipertensif moderat yang tidak konsisten, dan, tidak tergantung pada tekanan darah, suplementasi kalium mungkin berhubungan dengan penurunan mortalitas stroke. Penggunaan alkohol pada individu yang mengkonsumsi tiga atau lebih gelas per hari (satu gelas standar mengandung ~14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah yang lebih tinggi, dan reduksi konsumsi alkohol berkaitan dengan reduksi tekanan darah. Mekanisme bagaimana kalium, kalsium, atau alkohol dapat mempengaruhi tekanan darah masihlah belum diketahui. Uji DASH secara meyakinkan mendemonstrasikan bahwa pada periode 8 minggu, diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu rendah-lemak mengurangi tekanan darah pada individu dengan tekanan darah tinggi-normal atau hipertensi ringan. Reduksi masukan NaCl harian menjadi <6 g (100 mEq) menambah efek diet ini pada tekanan darah. Buah buahan

dan sayur-sayuran merupakan sumber yang kaya akan kalium, magnesium, dan serat, dan produk susu merupakan sumber kalsium yang penting. Terapi farmakologis Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan tekanan darah 140/90 mmHg. Derajat keuntungan yang diperoleh dari agen-agen antihipertensif berhubungan dengan besarnya reduksi tekanan darah. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10-12 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 5-6 mmHg bersama-sama memberikan reduksi risiko sebesar 35-40% untuk stroke dan 12-16% untuk CHD dalam 5 tahun dari mulai penatalaksanaan. Risiko gagal jantung berkurang sebesar >50%. Terdapat variasi yang nyata dalam respon individual terhadap kelas-kelas agen antihipertensif yang berbeda, dan besarnya respon terhadap agen tunggal apapun dapat dibatasi oleh aktivasi mekanisme counter-regulasi yang melawan efek hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen antihipertensif, dan kombinasi agen-agen, harus dilakukan secara individual, dengan pertimbangan usia, tingkat keparahan hipertensi, faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, kondisi komorbid, dan pertimbangan praktis yang berkenaan dengan biaya, efek samping, dan frekuensi pemberian obat. o Diuretik Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini pertama, sendiri atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensif lain. Thiazide menghambat pompa Na+/Cl- di tubulus konvultus distal sehingga meningkatkan ekskresi natrium. Dalam jangka panjang, mereka juga dapat berfungsi sebagai vasodilator. Thiazide bersifat aman, memiliki efikasi tinggi, dan murah serta mengurangi kejadian klinis. Mereka memberikan efek penurunan-tekanan darah tambahan ketika dikombinasikan dengan beta blocker, ACE inhibitor, atau penyekat reseptor angiotensin. Sebaliknya, penambahan diuretik terhadap penyekat kanal kalsium adalah kurang efektif. Dosis biasa untuk hydrochlorothiazide berkisar dari 6,25 hingga 50 mg/hari. Karena peningkatan insidensi efek samping metabolik (hipokalemia, resistansi insulin, peningkatan kolesterol), dosis yang lebih tinggi tidaklah dianjurkan. Dua diuretik hemat kalium, amiloride dan triamterene, bekerja dengan menghambat kanal natrium epitel di nefron distal. Agen agen ini merupakan agen antihipertensif yang lemah namun dapat digunakan dalam kombinasi dengan thiazide untuk melindungi terhadap hipokalemia. Target farmakologis utama untuk diuretik loop yaitu kotransporter Na+-K+-2Cl- di lengkung Henle ascenden tebal. Diuretik loop umumnya dicadangkan bagi pasien hipertensif dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerular [kreatinin serum refleksi >220 mol/L (>2.5 mg/dL)], CHF, atau retensi natrium dan edema karena alasan-alasan lain seperti penatalaksanaan dengan vasodilator yang poten, seperti monoxidil.

o Penyekat sistem renin-angiotensin ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II, meningkatkan kadar bradikinin, dan mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat reseptor angiotensin II menyediakan blokade reseptor AT1 secara selektif, dan efek angiotensin II pada reseptor AT2 yang tidak tersekat dapat menambah efek hipotensif. Kedua kelas agen-agen ini merupakan agen antihipertensif yang efektif yang dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan diuretik, antagonis kalsium, dan agen-agen penyekat alfa. Efek samping ACE inhibitor dan penyekat reseptor angiotensin antara lain yaitu insufisiensi ginjal fungsional karena dilatasi arteriol eferen ginjal pada ginjal dengan lesi stenotik pada arteri renalis. Kondisi-kondisi predisposisi tambahan terhadap insufisiensi ginjal yang diinduksi oleh agen-agen ini antara lain dehidrasi, CHF, dan penggunaan obat-obat antiinflamasi non steroid. Batuk kering terjadi pada 15% pasien, dan angioedema terjadi pada <1% pasien yang mengkonsumsi ACE inhibitor. Angioedema paling sering terjadi pada individu yang berasal dari Asia dan lebih lazim terjadi pada orang Afrika Amerika dibanding orang Kaukasia. Hiperkalemia yang disebabkan hipoaldosteronisme merupakan efek samping yang kadang terjadi baik pada penggunaan ACE inhibitor maupun penyekat reseptor angiotensin. o Antagonis aldosteron Spironolakton merupakan antogonis aldosteron nonselektif yang dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Spironolakton merupakan agen yang terutama efektif pada pasien dengan hipertensi esensial rendah-renin, hipertensi resistan, dan aldosteronisme primer. Pada pasien dengan CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi mortalitas dan perawatan di rumah sakit karena gagal jantung ketika diberikan sebagai tambahan terhadap terapi konvensional dengan ACE inhibitor, digoxin, dan diuretik loop. Karena spironolakton berikatan dengan reseptor progesteron dan androgen, efek samping dapat berupa ginekomastia, impotensi, dan abnormalitas menstruasi. Efek-efek samping ini dihindari oleh agen yang lebih baru, eplerenone, yang merupakan antagonis aldosteron selektif. Eplerenone baru-baru ini disetujui di US untuk penatalaksanaan hipertensi. o Beta blocker Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui penurunan curah jantung, karena reduksi kecepatan detak jantung dan kontraktilitas. Mekanisme lain yang diajukan mengenai bagaimana beta blocker mengurangi tekanan darah yaitu efek pada sistem saraf pusat, dan inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien hipertensif dengan takikardia, dan potensi hipotensif mereka dikuatkan oleh pemberian bersama diuretik. Pada dosis yang lebih rendah, beberapa beta blocker secara selektif menghambat reseptor 1

jantung dan kurang memiliki pengaruh pada reseptor 2 pada sel-sel otot polos bronkus dan vaskular; namun tampak tidak terdapat perbedaan pada potensi antihipertensif beta blocker kardio selektif dan non kardio selektif. Beta blocker tertentu memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik, dan tidaklah jelas apakah aktivitas ini memberikan keuntungan atau kerugian dalam terapi jantung. Beta blocker tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik mengurangi tingkat kejadian kematian mendadak (sudden death), mortalitas keseluruhan, dan infark miokardium rekuren. Pada pasien dengan CHF, beta blocker telah dibuktikan mengurangi risiko perawatan di rumah sakit dan mortalitas. Carvedilol dan labetalol menyekat kedua reseptor 1 dan 2 serta reseptor adrenergik perider. Keuntungan potensial dari penyekatan kombinasi dan adrenergik dalam penatalaksanaan hipertensi masih perlu ditentukan. o Penyekat adrenergik Antagonis adrenoreseptor selektif postsinaptik mengurangi tekanan darah melalui penurunan resistansi vaskular perifer. Antagonis adrenoreseptor merupakan agen antihipertensif yang efektif, yang digunakan sebagai monoterapi maupun dalam kombinasi dengan agen agen lain. Namun dalam uji klinis pada pasien hipertensif, penyekatan alfa tidak terbukti mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular ataupun menyediakan perlindungan terhadap CHF sebesar kelas-kelas agen antihipertensif lain. Agen-agen ini juga efektif dalam menangani gejala tractus urinarius bawah pada pria dengan hipertropi prostat. Antagonis adrenoreseptor nonseletif berikatan dengan reseptor postsinaptik dan presinaptik dan terutama digunakan untuk penatalaksanaan pasien dengan pheokromositoma. o Agen-agen simpatolitik Agonis simpatetik yang bekerja secara sentral mengurangi resistansi perifer dengan menghambat aliran simpatis. Mereka terutama berguna pada pasien dengan neuropati otonom yang memiliki variasi tekanan darah yang luas karena denervasi baroreseptor. Kerugian agen ini antara lain somnolens, mulut kering, dan hipertensi rebound saat penghentian. Simpatolitik perifer mengurangi resistansi perifer dan konstriksi vena melalui pengosongan cadangan norepinefrin ujung saraf. Walaupun merupakan agen antihipertensif yang potensial efektif, kegunaan mereka dibatasi oleh hipotensi orthostatik, disfungsi seksual, dan berbagai interaksi obat. o Penyekat kanal kalsium Antagonis kalsium mengurangi resistansi vaskular melalui penyekatan L-channel, yang mengurangi kalsium intraselular dan vasokonstriksi. Kelompok ini terdiri dari bermacam agen yang termasuk dalam tiga kelas yaitu phenylalkylamine (verapamil), benzothiazepine

(diltiazem), dan 1,4-dihydropyridine (mirip-nifedipine). Digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan agen-agen lain (ACE inhibitor, beta blocker, 1-adrenergic blocker), antagonis kalsium secara efektif mengurangi tekanan darah. Namun, apakah penambahan diuretik terhadap penyekat kalsium menghasilkan penurunan lebih lanjut pada tekanan darah tidak jelas. Efek samping seperti flushing, sakit kepala, dan edema dengan penggunaan dihydropyridine berhubungan dengan potensi mereka sebagai dilator arteriol; edema disebabkan peningkatan gradien tekanan transkapiler, dan bukan karena retensi garam dan cairan. o Vasodilator Langsung Agen-agen ini mengurangi resistensi perifer, lazimnya mereka tidak dianggap sebagai agen lini pertama namun mereka paling efektif ketika ditambahkan dalam kombinasi yang menyertakan diuterik dan beta blocker. Hydralazine merupakan vasodilator direk yang poten yang memiliki efek antioksidan dan penambah NO, dan minoxidil merupakan agen yang amat poten dan sering digunakan pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang refrakter terhadap semua obat lain. Hydralazine dapat menyebabkan sindrom mirip-lupus, dan efek samping minoxidil yaitu hipertrikosis dan efusi pericardial.4

G. Prognosis Resiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertrofi ventrikel kiri. Semakin besar ventrikel kiri, semakin besar kemungkinan komplikasi terjadi. Pengobatan hipertensi dapat mengurangi kerusakan pada ventrikel kiri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi hipertropi ventrikel kiri akibat penyakit jantung hipertensi. Bagaimanapun juga, penyakit jantung hipertensi merupakan penyakit yang serius yang memiliki resiko kematian mendadak.

Panggabean, Marulam M. 2007. Penyakit Jantung Hipertensi. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI Nafrialdi. 2007. Obat Kardiovaskuler. Dalam : Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : FKUI Riaz, Kamran. 2003. Hypertensive Hearth Disease. http://www.emedicine.com

You might also like