You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pergeseran paradigma pembangunan yang terjadi selama ini merupakan refleksi adanya pemikiran-pemikiran baru tentang diskusi pembangunan. Pengalaman empiris mengenai aspek human capital dalam pembangunan telah menunjukkan bahwa sumber daya manusia selama ini cukup terabaikan. Hasil pemikiran tersebut memperlihatkan bahwa manusia belum berperan pada fokus pembangunan. Ironisnya, diskusi terhadap barbagai fenomena keterlambatan pembangunan yang memunculkan ketimpangan bahkan kemiskinan tidak difokuskan pada aspek kualitas manusia sebagai aktor dan alat pembangunan itu sendiri, melainkan hanya fokus pada aspek mekanis dan sumber daya hayati. Tugas yang paling utama dan harus dijawab oleh program pembangunan adalah bagaimana memajukan masyarakatnya. Untuk mewujudkan jawaban tersebut maka diperlukan adanya pemikiran baru tentang pergeseran pola konseptualisasi pembangunan agar mengarah kepada terwujudnya kemajuan masyarakat. Pada tahun tujuh puluhan telah muncul paradigma pertumbuhan (growth paradigm) yang didasarkan pada argumentasi bahwa tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat secara ekonomis menunjukkan adanya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal ini menyebabkan munculnya idealisme yang mengasumsikan bahwa tingkat keberhasilan pembangunan dapat diukur dari prespektif laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Seiring dengan semaraknya diskusi mengenai berbagai tuntutan terhadap masyarakat dan upaya pemantapan pertumbuhan ekonomi, muncul gagasan baru yang pada hakikatnya merupakan pemikiran kritis mengenai hakekat

pertumbuhan. Idealisme tersebut ditujukan untuk mempertanyakan sasaran dari pelaksanaan pembangunan. Pemikiran tersebut yang kemudian memberikan solusi bahwa implementasi pembangunan tersebut hanya untuk manusia. Dengan kata lain, paradigma ini menjelaskan bahwa pembangunan akan dikatakan berhasil jika pembangunan tersebut mampu meningkatkan kualitas kehidupan masyarakatnya. Pada masa sekarang ini, fenomena yang terjadi dalam masyarakat Indonesia mengisyaratkan adanya kesadaran akan pentingnya dimensi

kemanusiaan dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini dapat diketahui secara jelas dari terjadinya pergeseran orientasi pembangunan. Orientasi yang berawal dari pemikiran yang mengasumsikan bahwa sumber daya manusia sebagai obyek pembangunan telah berubah kearah pimikiran yang mengasumsikan bahwa sumber daya manusia harus berperan aktif sebagai subyek yang terlibat dalam proses pembangunan. Dari pergeseran paradigma dan konsepsi serta berbagai fenomena yang terjadi dalam masyarakat, secara esensial dapat kita maknai betapa pentingnya aspek sumber daya mausia dalam setiap organisasi. Secara tidak langsung hal ini akan menimbulkan kesadaran bahwa efektivitas organisasi pada akhirnya akan bermuara pada kualitas manusianya. Pentingnya kualitas manusia disebabkan karena manusia memiliki demensi yang hakiki sebagai pemegang kunci sukses

dalam setiap organisasi. Dalam hubungan ini Karlov dan Ostblom (1997) menyatakan bahwa sejak dasawarsa delapan puluhan, tumbuh kenyataan yang menegaskan bahwa kemampuan mengelola manusia dalam suatu organisasi dengan cara yang efektif akan dapat membantu untuk memperbaiki kualitas pekerjaan dan produktivitas organisasi. Dengan kata lain, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa manusia yang diperlakukan dengan baik akan termotivasi dan akan memiliki usaha yang lebih besar untuk melakukan pekerjaannya dengan baik sehingga akhirnya akan meningkatkan gaji dan upah yang diterimanya, dan akan menggunakan energi yang lebih besar untuk menyelesaikan tugasnya. Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu organisasi pemerintah yang memiliki peran besar dalam pengaturan sumber daya manusia bagi organisasi pemerintah. Semakin besarnya peran suatu organisasi pemerintah didalam masyarakat menyebabkan organisasi pemerintah tersebut juga menghadapi tuntutan yang lebih besar. Tuntutan tersebut antara lain adalah tuntutan terhadap peningkatan efektivitas organisasi. Pada dasarnya peningkatan kinerja organisasi pemerintah tidak dapat dilepaskan dari faktor sumber daya yang tersedia. Salah satu sumber daya yang memiliki peran cukup besar terhadap efektivitas organisasi pemerintah adalah sumber daya manusia. Keberhasilan dan kemunduran suatu organisasi juga tidak lepas dari aspek manusia tersebut, sehingga menjadi pokok perhatian dari sistem pengendalian manajemen. Pengendalian manajemen adalah proses dimana pemimpin mempengaruhi anggota organiasasi untuk melaksanakan strategi organisasi (Halim, 2003: 8).

Kesuksesan kinerja manajemen suatu organisasi dapat terjadi karena adanya pengendalian manajemen yang tepat. Dalam proses tersebut, manajemen menitik beratkan pada perencanaan strategis, anggaran, umpan balik, ataupun evaluasi untuk merealisir rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses tersebut disebut juga dengan pengendalian secara formal. Selain pengendalian secara formal, organisasi juga membutuhkan komponen informal dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. Komponen informal merupakan suatu kerangka implisit yang diyakini dan dianut oleh seluruh elemen organisasi sebagai referensi untuk melakukan suatu tindakan. Komponen informal bersifat non materi, namun tampak dari gaya berpikir dan cara menyelesaikan suatu permasalahan. Salah satu faktor dari komponen informal yang memiliki peranan penting untuk membangun sumber daya manusia dalam organisasi adalah manajemen kepegawaian. Manajemen kepegawaian adalah suatu bidang manajemen yang mengatur hubungan dan peranan manusia dalam organisasi. Unsur manajemen kepegawaian adalah manusia yang merupakan tenaga kerja pada organisasi. Komponen formal dan informal dalam organisasi akan berguna sebagai penghubung antara motif organisasi dengan anggota atau sumber daya manusia pada organisasi tersebut. Namun demikian, perlu disadari bahwa masing-masing anggota organisasi mempunyai tujuan yang berbeda-beda dan tidak selalu sesuai dengan tujuan organisasi. Perbedaan yang terjadi secara signifikan akan berakibat kurang baik bagi organisasi. Oleh karena itu, sangat diperlukan suatu sistem manajemen kepegawaian yang baik guna memadukan keberagaman kepentingan antar anggota organisasi agar dapat tercipta keselarasan tujuan.

Penyusunan suatu sistem manajemen kepegawaian yang baik merupakan suatu tantangan bagi setiap organisasi. Tantangan bagi organisasi tersebut khususnya menyangkut cara untuk menyiasati penyusunan sistem manajemen kepegawaian tersebut, dan bagaimana mengimplementasikannya dalam

manajemen organisasi berkelanjutan, adaptif dan proaktif, serta interaktif. Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah melakukan perekayasaan atau pembentukan manajemen kepegawaian sebagai komponen informal dalam pencapaian tujuan organisasi. Apabila dilihat dari fungsinya, sebagaimana manajemen pada umumnya maka manajemen kepegawaian juga menyangkut perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap kepegawaian. Menurut Dessler (2006: 5), manajemen kepegawaian memiliki fungsi yang berhubungan dengan proses memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan kompensasi kepada pegawai, memerhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan, keamanan dan masalah keadilan. Manajemen kepegawaian yang adaptif, proaktif, dan interaktif dapat berkorelasi positif terhadap peningkatan kinerja pegawai atau keunggulan organisasi dalam jangka panjang. Dalam suatu organisasi yang memiliki kebehasilan dalam menerapkan manajemen kepegawaian, nilai-nilai bersama dipahami sacara mendalam, dianut, dan diperjuangkan oleh sebagian besar para anggota organisasi (pegawai). Nilai-nilai manajemen yang kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan kinerja anggota organisasi (Deal dalam Sutrisno, 2010: 3).

Berdasarkan uraian mengenai manajemen kepegawaian diketahui bahwa manajemen kepegawaian merupakan salah satu kunci sukses bagi organisasi dalam rangka pencapaian tujuannya, serta mencapai peningkatan kinerja pegawai. berbagai organisasi pemerintah pada umumnya telah memiliki sistem manajemen kepegawaian yang baik. Namun demikian, masih banyak organisasi yang mengalami permasalahan dalam mengimplementasikan manajemen kepegawaian tersebut. Hal ini disebabkan sebagian besar pimpinan dalam suatu organisasi masih belum menyadari bahwa manajemen terhadap pegawai merupakan kunci keberhasilan dalam pencapaian tujuan organisasi. Salah satu organisasi pemerintah yang memerlukan terciptanya

implementasi yang positif adalah Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau. Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau merupakan unsur penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Riau. Adapun tugas pokoknya adalah melakukan pendidikan dan pelatihan terhadap aparat pelaksana pemerintahan daerah. Meskipun Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau merupakan salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menunjang tugas kepala daerah di bidang pendidikan dan pelatihan, namun ada terdapat hal yang perlu dilihat sebagai sesuatu yang khas, menyangkut dengan sumberdaya manusia atau pegawai yang ditugaskan untuk melakukan tugas-tugas pendidikan dan pelatihan. Sumber daya manusia pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau harus memiliki kinerja yang lebih baik secara

teknis maupun operasional. Kinerja dari keseluruhan organisasi tentunya juga dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia yang bekerja pada organisasi tersebut. Salah satu praktek yang dianggap paling penting dalam manajemen kepegawaian adalah penilaian kinerja. Sistem penilaian kinerja akan

menghubungkan

aktivitas

pegawai

dengan

tujuan

strategik

organisasi,

menghasilkan informasi yang valid dan berguna untuk keputusan administratif pegawai seperti promosi, pelatihan, transfer termasuk sistem reward dan punishment (Pertama & Sudibya, 2011). Penilaian kinerja bagi PNS di Indonesia didasarkan pada Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Legalitas DP3 secara formal dijamin melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974, khususnya pasal 20 tentang pokok-pokok kepegawaian yang telah diubah dengan UU No. 43 Tahun 1999. Pengaturan lebih lanjut tentang DP3 terdapat dalam PP Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS. Penilaian dalam DP3 tersebut meliputi delapan unsur, yakni (1) kesetiaan, (2) prestasi kerja, (3) tanggung jawab, (4) ketaatan, (5) kejujuran, (6) kerjasama, (7) prakarsa dan (8) kepemimpinan. Hasil dari penilaian terhadap kinerja pegawai dengan menggunakan DP3 tentunya akan berakibat terhadap pengembangan pegawai. Pengembangan pegawai merupakan suatu program pembangunan sumber daya manusia dalam organiasi. Dalam rangka pembangunan sumber daya manusia, banyak instrumen atau pola yang dapat dilakukan. Namun ada satu hal yang patut untuk dikaji lebih mendalam, yaitu pentingnya strategi pengembangan sumber daya manusia.

Program pengembangan sumber daya manusia dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat). Agar pelaksanaan program pengembangan sumber daya manusia bisa menjadi efektif dan efisien maka dibutuhkan suatu strategi untuk mengatur berbagai instrumen program dalam rangka pengembangan sumber daya manusia. Implementasinya adalah ditempatkannya program-program yang bersifat

pendidikan, pelatihan, dan pengembangan sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuan dan kondisi lingkungan organisasi. Efektivitas penyelenggaraan program pengembangan pegawai sangat tergantung pada efektivitas

organisasinya. Sementara itu, lingkungan yang sangat dinamis yang selalu mengalami perubahan baik yang bersifat alamiah maupun rekayasa. Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam pengembangan sumber daya manusia sangat diperlukan suatu formulasi strategi yang mampu merespon perubahan lingkungan. Sumber daya manusia yang handal dan memiliki kemampuan serta kualitas dapat ditunjang dengan adanya program-program pengembangan dari organisasi. Namun peningkatan kualitas sumber daya manusia tidak dapat dilakukan secara maksimal tanpa adanya strategi pengembangan sumber daya manusia yang baik. Intinya adalah untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia hendaknya berangkat dari manajemen atas strategi pengembangan sumber daya manusia. Menurut Mangkunegara (2001), perbaikan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat dilaksanakan melalui berbagai metode pengembangan, seperti latihan, understudies, job rotasi dan kemajuan bersama, serta coaching-counseling.

Pada dasarnya, strategi pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh peningkatan kualitas sumber daya manusia akan memberikan nilai tambah pada organisasi, meminimalkan kelemahan internal organisasi serta membantu organisasi dalam mengatasi ancaman dari luar. Selain hasil penilaian kinerja yang dilakukan melalui DP3, tentunya juga ada faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi program pengembangan pegawai yang dilaksanakan. Diantara faktor tersebut adalah faktor kompetensi. Pada saat sekarang ini, kompetensi merupakan suatu faktor yang cukup banyak dipertimbangkan ketika menyusun program pengembangan pegawai. Pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi akan mempertinggi kinerja karyawan sehingga kualitas kerja pun lebih tinggi pula dan berujung pada puasnya pelanggan dan organisasi akan diuntungkan. Mengingat bahwa sumber daya manusia merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi terwujudnya tujuan organisasi, maka program

pengembangan sumber daya manusia harus dilaksanakan dengan baik. Agar pelaksanaan program pengembangan tersebut berjalan dengan baik maka dibutuhkan suatu strategi yang dapat dijadikan sebagai kerangka untuk membimbing dan mengendalikan pilihan-pilihan yang menetapkan sifat-sifat dan tujuan pelaksanaan program tersebut. Dalam hal ini, manajemen strategi merupakan faktor yang dapat menunjang keberhasilan program pengembangan sumber daya manusia. Strategi pengembangan tentunya harus didasarkan pada hasil penilaian kinerja pegawai yang dilakukan melalui DP3 dan koompetensi

10

pegawai, khususnya pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagaimana berikut. 1. Bagaimanakah hasil penilaian kinerja pegawai melalui DP3 pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau? 2. Bagaimakah kompetensi pegawai pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau? 3. Bagaimanakah pengembangan pegawai yang dilaksanakan pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau? 4. Adakah implikasi penilaian kinerja melalui DP3 dan kompetensi terhadap pengembangan pegawai pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau? C. Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagaimana berikut. 1. Untuk mengetahui hasil penilaian kinerja pegawai melalui DP3 pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau. 2. Untuk mengetahui kompetensi pegawai melalui DP3 pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau. 3. Untuk mengetahui pengembangan pegawai yang dilaksanakan pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau.

11

4. Untuk mengetahui implikasi penilaian kinerja melalui DP3 dan kompetensi terhadap pengembangan pegawai pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau. D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian tentang efektivitas pengadaan pegawai pada BKPP Provinsi Kepulauan Riau ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Secara Teoretis Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti/penelitian berikutnya mengenai manajemen kepegawaian, khususnya terkait penilaian kinerja melalui DP3, kompetensi pegawai dan implikasinya terhadap program pengembangan pegawai. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur dan sumber informasi di lingkungan Program Pasca Sarjana Magister Administrasi Publik (MAP) Universitas Terbuka. 2. Secara Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaatmanfaat berikut ini. a. Bagi Bagian Kepegawaian Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Kepulauan Riau, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam penyelenggaraan manajemen kepegawaian, khususnya dalam pengembangan pegawai.

12

b. Bagi Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kesempatan untuk menerapkan teori, dan konsep-konsep yang berkaitan dengan perilaku organisasional, serta pengembangan sumberdaya manusia dalam praktek nyata terutama yang berhubungan dengan manajemen

kepegawaian dalam hal penilaian kinerja melalui DP3, kompetensi dan implikasinya terhadap pengembangan pegawai di lingkungan pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.

You might also like