You are on page 1of 5

INFORMED CONSENT

Berasal dari kata informed yg artinya telah mendapat penjelasan atau keterangan(informasi).Dan consent yg artinya persetujuan atau memberi izin. Jadi pengertian informed consent dapat disimpulkan sbb: SUATU PERSETUJUAN SECARA TERTULIS ATAUPUN TIDAK TERTULIS YANG DILAKUKAN OLEH DOKTER DENGAN PASIEN ( BILA TIDAK BISA OLEH PASIEN BISA DIWAKILI OLEH KELUARGA PASIEN/YANG MEWAKILI PASIEN ) YANG AKAN MEMERLUKAN SUATU TINDAKAN DARI DOKTER TERSEBUT. Menurut D. Veronika Komalawati, SH , informed consent dirumuskan sebagai suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi. Persetujuan yg diberikan oleh pasien atau walinya yg berhak kepada dokter untuk melakukan suatu tindakan medis terhadap pasien sesudah pasien atau wali tersebut memperoleh informasi lengkap dan memahami tindakan itu.

Consent sendiri dibedkan menjadi 2: Expressed, dapat secara lisan atau tulisan Maupun dg bahasa isyarat. Implied, yg dianggap telah diberikan

UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, Pasal 45, ayat (3) mengatakan, bahwa penjelasan sekurang-kurangnya mencakup: a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis; b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan; c. Alternatif tindakan lain dan risikonya; d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e. Prognosis (perkiraan hasil) dari tindakan yang dilakukan. dalam memberikan informasi dokter tidak boleh memberikan informasi berlebihan mengingat kondisi pasien yg datang dalam kondisi tidak sehat, pikiran pasien biasanya mudah terpengaruh.Selain itu dokter juga harus menyesuaikan diri thd tingkat pendidikan pasien agar pasien mengerti dan memahami pembicaraan. Yg berkewajiban memberikan penjelasan antara lain:

1. Dokter yang melakukan tindakan wajib memberikan penjelasan. 2. Bila berhalangan dapat diberikan kepada dokter yg lain 3. Cara menyampaikannya lisan, yg tulisan hanya sebagai pelengkap Perkembangan sejarah Diawali di inggris. Dalam hukum inggris telah lama dikenal hak perorangan untuk bebas dari bahaya atau serangan yg menyentuhnya.Bahaya yg disengaja atau serangan dari orang lain yg menyentuhnya tanpa hak disebut battery. Persetujuan dalam pelayanan medis pertama timbul pada abad 18, yaitu pada pembedahan atau operasi yg dilakukan tanpa persetujuan. Dg demikian jika tidak terdapat persetujuan atau hak lain untuk suatu prosedur medis, pengadilan modern masih memutuskan dokter bertanggung jawab atas battery. Di Indonesia perkembangan informed consent secara yuridis formal, ditandai dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang informed consent melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent.

Tipe consent
General consent: persetujuan untuk menjalani evaluasi dasar dan pengobatan dasar. Non-emergent specific consent: persetujuan untuk menjalani prosedur dan pengobatan yang lebih invassive, lebih beresiko atau percobaan penelitian. Emergency consent: persetujuan yang tersirat karena pasien ataupun keluarganya tidak mungkin diminta persetujuan biasa.

Kompetensi untuk memberikan persetujuan (menurut H van de Klippe) harus dimiliki oleh mereka : 1. Yang dapat mengadakan pilihan (setuju atau menolak) suatu tindakan medik. 2. Yang bisa mengadakan pilihan yang wajar. 3. Yang mempunyai alasan rasional dalam memberikan pilihannya. 4. Yang bisa mengerti informasi yang diberikan. 5. Yang telah mengerti informasi yang sudah diberikan.

6. Yang dapat membuat suatu keputusan yang rasional dan mempunyai pandangan tentang keadaan yang menyangkut dirinya.

Yang berhak memberikan persetujuan


1. Pasien yg sudah berumur lebih dari 21 tahun atau sudah menikah. 2. Seseorang yg mengalami gangguan mental pemberian persetujuan harus diberikan oleh orang tua, saudara kandung, atau wali. 3. Seseorang yg belum menikah dapat member persetujuan sendiri 4. Bagi yg sudah menikah dapat diberikan oleh suami atau istrinya. 5. Anak dan saudara kandung dapat memberikan persetujuan. 6. Orangtua adopsi bisa memberikan persetujuan. (Ref : Permenkes 585/1989 dan Skep Dirjen Yanmed Depkes No HK. 00.00.3.5.1866 tanggal 21/04/1999 tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent).

Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu : 1. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed consent); 2. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien; 3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.

Menurut beauchamp dan walters bahwa informed consent dilandasi oleh prinsip etik dan moral serta otonomi pasien. Prinsip ini mengandung dua hal penting yaitu: 1. Setiap orang mempunyai hak untuk menentukan secara bebas hal yg dipilihnya berdasarkan pemahaman yg memadai (self determination) 2. Keputusan itu harus dibuat dalam keadaan yg memungkinkannya membuat pilihan tanpa adanya campur tangan atau paksaan pihak lain .

Aspek Hukum Pidana, informed consent mutlak harus dipenuhi dengan adanya pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.

Keterbatasan informed consent


Pasien yang tidak/kurang mampu mengambil keputusan : belum dewasa, sakit keras, gangguan mental, pikun, tidak sadar, sangat bingung, dll. Program kesehatan masyarakat oleh pemerintah yang mengharuskan diikuti semua warga : vaksinasi, karantina, fumigasi, penyediaan air bersih, pengamanan makanan, dll. Pasien yang sebenarnya memiliki kompetensi untuk persetujuan tetapi berada dalam kendala berat dan terpaksa tidak dapat menolak : para tahanan, para prajurit dan subyek penelitian.

You might also like