You are on page 1of 125

MODEL MANAJEMEN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN DI KOTA CIREBON

PROPOSAL DISERTASI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Ujian Seminar Proposal Disertasi Pada Program Doktoral Manajemen Pendidikan

Oleh: Nur Ahmad Ruyani

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah Pada dua dekade terakhir, Indonesia dikategorikan sebagai negara besar dengan

menempati urutan ke-4 sebagai negara berpenduduk terbanyak, yakni 230 juta orang, setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Data tersebut menyiratkan arti bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya manusia yang cukup melimpah. Potensi tersebut bisa diibaratkan dua sisi yang saling bertolak belakang. Di satu sisi ia bisa menjadi peluang (opportunity), namun di sisi lain bisa menjadi ancaman (threat) bagi kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Potensi SDM yang melimpah bisa menjadi peluang jika kita mampu membina potensi tersebut sehingga ia bermetamorfosis menjadi SDM yang berkualitas. SDM yang besar didukung oleh sumber daya alam (SDA) yang melimpah merupakan keunggulan komparatif (comparative advantage) Indonesia dibanding negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Jika kita mampu menyediakan layanan pendidikan berkualitas yang bisa mewujudkan manusia unggul dan siap bersaing di dunia global, maka potensi SDM Indonesia bisa berubah menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantage). Namun di sisi lain, jika kita lalai akan penyediaan layanan pendidikan berkualitas, maka potensi SDM tersebut justru akan menjadi faktor penghambat kemajuan bangsa

karena ia tidak mampu bersaing dengan SDM dari luar negeri bahkan menjadi beban bagi negara. Untuk menghindari sisi negatif dari potensi SDM kita, maka tak ada jalan lain kecuali peningkatan kualitas dan perluasan akses pendidikan. Dan titik penting bagi terciptanya generasi SDM yang berkualitas dan kompetitif adalah tersedianya layanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bagi seluruh rakyat, tanpa memandang status sosial ekonominya. Mengapa? Pertama, Indonesia memiliki jumlah anak usia 0-6 tahun sebanyak 30.113.300 orang (data BPS tahun 2010). Angka ini hampir sama dengan jumlah keseluruhan penduduk Australia, sungguh suatu angka yang tidak sedikit. Penelitian yang dilakukan World Bank (2007) menunjukkan bahwa tingkat kesiapan sekolah (shool readiness rates) berpengaruh signifikan terhadap angka mengulang kelas (repetition grade rates). Dan anak yang mengulang kelas memiliki resiko tinggi drop out (DO) sehingga dapat dipastikan ia tidak akan melanjutkan pendidikannya (hal ini tentunya meningkatkan angka putus sekolah). Untuk menanggulangi rendahnya tingkat kesiapan sekolah, maka titik kuncinya ada di PAUD. Kedua, masa usia dini merupakan periode emas (golden ages) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan yang optimal. Periode emas bagi perkembangan anak ditujukan untuk memperoleh proses pendidikan, dan periode ini adalah tahun-tahun yang sangat berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannnya sebagai stimulus terhadap

perkembangan

kepribadian,

psikomotor,

kognitif

maupun

sosialnya.

Berdasarkan hasil penelitian sekitar 50% kapabilitaas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80% telah terjadi perkembangan yang pesat tentang jaringan otak ketika anak berumur 8 tahun dan mencapai puncaknya ketika anak berumur 18 tahun, dan setelah itu walaupun dilakukan perbaikan nutrisi tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan kognitifnya (Rakhmat, 2005; Jensen 1998 & 2005; Risley, 1995). Hal ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya. Sehingga periode ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewatkan berarti habislah peluangnya. Ketiga, layanan PAUD bisa menjembatani gap/kesenjangan antara golongan menengah ke atas dengan golongan masyarakat miskin, karena PAUD mampu menyediakan akses kepada kesehatan anak yang lebih baik, asupan nutrisi yang cukup, dan bekal pendidikan yang memadai bagi anak-anak dari golongan miskin. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian internasional yang menyebutkan bahwa: Recent studies suggest that ECED interventions can reduce social inequalities by ensuring that disadvantaged children have access to better health, nutrition, and education services and by providing their parents with training to improve their parenting skills. These interventions stimulate childrens cognitive abilities, strengthen their nutritional status, monitor their growth, and enhance the skills of those who take care of them, usually their parents. In this way they help to compensate for the risks and stresses that stem from a disadvantaged

early environment. (Schweinhart et al. 2005; Campbell et al. 2002; Save the Children 2003; Reynolds et al. 2001). Keempat, dilihat dari kacamata ekonomi, penyediaan layanan PAUD yang memadai merupakan investasi yang memiliki nilai ekonomis tinggi (high

returns/wise investment). Studi Cost-Benefit Analysis yang dilakukan oleh Van der Gaag (1998) menunjukkan bahwa setiap 1 $ yang kita investasikan bagi pendidikan anak usia dini akan memberi keuntungan 6 $ di masa depan. Keuntungan tersebut diperoleh dari menurunnya angka buta huruf, angka mengulang kelas, angka drop out, angka putus sekolah, dan angka kriminal (bukankah kebanyakan pelaku kriminal itu berpendidikan rendah), serta meningkatnya angka partisipasi murni (APM) SD dan sekolah menengah. Penelitian selama 40 tahun di Amerika menunjukkan bahwa orang yang berpartisipasi dalam program PAUD memiliki kesempatan tinggi dalam memasuki perguruan tinggi sehingga pada gilirannya berimbas pada pendapatan yang lebih tinggi (Schweinhart et al. 2005). Selain pendapat penulis di atas, Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini Nonformal dan Informal (PAUDNI) mengemukakan alasan-alasan pentingnya pendidikan anak usia dini untuk diperhatikan dan diprioritaskan dalam PNF. Pertama, bahwa usia dini 0-6 tahun merupakan masa emas (golden age) bagi perkembangan anakanak; kedua, perkembangan kecerdasan anak yang terjadi pada usia dini sangat pesat; ketiga, perkembangan kecerdasan itu memerlukan stimulasi yang positip dari lingkungan; keempat, stimulasi harus diberikan dengan cara yang benar dan dalam porsi yang

sewajarnya, untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan fisik dan emosi anak secara optimal, serta mampu melejitkan kecerdasan anak; kelima, pendidikan anak usia dini yang merupakan suatu lingkungan dan perlakuan yang dirancang secara sadar, diarahkan untuk mengembangkan potensi positif anak-anak(PAUDNI, 2010). Kebijakan internasional dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di Dakkar, Senegal, telah menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua (The Dakkar Framework for Action Education for All ) sebagaimana disebutkan berikut ini: 1) memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini (PAUD), terutama anak yang sangat rawan dan kurang beruntung; 2) menjamin bahwa menjelang tahun 2015 semua anak, khususnya anak perempuan, anak dalam keadaan yang sulit dan mereka yang termasuk suku minoritas, memiliki kesempatan mendapatkan pendidikan dasar yang lengkap, bebas dan wajib dengan kualitas yang baik; 3) menjamin bahwa kebutuhan belajar semua anak muda dan orang dewasa terpenuhi melalui akses yang adil pada program-program belajar dan keterampilan hidup yang sesuai, 4) mencapai perbaikan 50% pada tingkat keniraksaraan orang dewasa menjelang tahun 2015, terutama bagi kaum perempuan, dan kesempatan yang sama untuk pendidikan dasar dan berkelanjutan bagi semua orang dewasa, 5) menghapus perbedaan jender pada pendidikan dasar dan menengah menjelang tahun 2005, dan mencapai persamaan gender dalam pendidikan menjelang tahun 2005 dengan satu fokus yang menjamin kesempatan yang menyeliruh dan sama, prestasi dalam pendidikan dasar dengan

kualitas yang baik, dan (6) Memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin keunggulannya, agar hasil-hasil belajar yang diakui dan terukur dapat diraih oleh semua, terutama dalam keaksaraan, kemampuan berhitung dan keterampilan hidup yang penting (UNESCO, 2008). Dari uraian di atas maka jelaslah bahwa tersedianya layanan PAUD bagi seluruh rakyat Indonesia adalah suatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, sehingga ia menjadi sine qua none (prasyarat mutlak) bagi kemajuan bangsa di masa mendatang. Pemikiran ini sejalan dengan misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2010-2014 (Misi 5K), yakni meningkatkan ketersediaan layanan pendidikan, meningkatkan keterjangkauan layanan pendidikan, meningkatkan kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan, meningkatkan kesetaraan dalam memperoleh layanan pendidikan, dan meningkatkan kepastian/keterjaminan memperoleh layanan pendidikan (Kemdiknas, 2010). Kondisi perekonomian Indonesia selama satu dekade terakhir semenjak krisis moneter tahun 1997 terus mengalami peningkatan. Dari tahun 2007 hingga tahun 2010 laju pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata mencapai angka 6,5 %. Stabilitas fundamental ekonomi juga menunjukkan penguatan, sehingga kita termasuk salah satu negara yang kuat terhadap dampak krisis keuangan Amerika dan Eropa tahun 2008 lalu. Indonesia juga merupakan negara dengan cadangan devisa terbesar di Asia Tenggara.

Peningkatan porsi anggaran pendidikan dari tahun ke tahun terus meningkat semenjak diundangkannya Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mana tersurat perintah untuk menganggarkan 20% dari APBN kepada dunia pendidikan. Tahun 2010 anggaran pendidikan mencapai 191 triliun rupiah dan meningkat menjadi 240 triliun rupiah pada tahun 2011. Terlepas dari stabilnya kondisi perekonomian dan anggaran pendidikan yang kian meningkat, kita masih dihadapkan pada beberapa masalah mendasar, yakni angka indeks pembangunan manusia (IPM) yang relatif masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga, juga dengan negara yang hampir sama nilai PDB-nya yakni Filipina dan Jordania. Walaupun angka IPM Indonesia naik dari 0,600 pada tahun 2010 menjadi 0,617 di tahun 2011, namun peringkatnya menurun 16 peringkat dari 108 di tahun 2010 menjadi 124 di tahun 2011. Hal ini berarti bahwa banyak negara yang mampu meningkatkan nilai IPM-nya secara cepat dibanding kita (World Bank, 2005). Kualitas persekolahan kita juga masih dipertanyakan ketika Program for International Student Assessment (PISA) melakukan evaluasi terhadap siswa umur 15 tahun dalam bidang literasi dan matematika yang menghasilkan laporan bahwa Indonesia berada di bawah Thailand dan Korea Selatan dengan hampir 25 % para siswa kita berada pada level 1 (level paling bawah dalam hal penguasaan literasi dan matematika), seperti terlihat pada gambar 1.1 di bawah.

Gambar 1.1. Persentase Hasil Perolehan Siswa dalam Bidang Literasi dan Matematika oleh PISA Laporan Education for All Global Monitoring Report (UNESCO, 2011) menunjukkan bahwa angka putus sekolah di Indonesia masih cukup tinggi sehingga menjadikan angka Education Development Index (EDI)-nya berada di peringka 69 dari 127 negara. Menurut data pendidikan tahun 2010, sebanyak 1,3 juta anak usia 715 tahun terancam putus sekolah. Ini berarti setiap menit, hampir 3 orang anak terancam putus sekolah. Anak-anak yang putus sekolah tersebut kebanyakan berasal dari daerah yang angka kemiskinannya tinggi.Jadi memang angka kemiskinan dan angka putus sekolah memiliki korelasi yang erat.Dan menurut laporan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS, 2010), Indonesia memiliki angka disparitas (kesenjangan) yang tinggi

antara daerah kaya dan miskin. Sebagai contoh, angka kemiskinan di kota Jakarta dan Bandung masih berada di angka 5 %, namun di daerah Indonesia bagian timur seperti Sulawesi dan Papua angka tersebut melonjak hingga 37 %. Angka memilukan ini ditambah fakta bahwa populasi terbesar penduduk Indonesia berada di daerah pedesaan (rural areas) yang memiliki tingkat kemiskinan sebesar 21 % jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan di daerah perkotaan (urban areas), yakni sebesar 15 % seperti terlihat pada gambar 1.2. di bawah.

Gambar 1.1. Persentase Jumlah Populasi Miskin Berdasarkan Kab./Kota Sumber: SUSENAS 2010. Angka kemiskinan juga sangat berpengaruh pada penyediaan layanan PAUD yang memadai.Daerah yang tingkat kemiskinannya tinggi akan melahirkan angka partisipasi PAUD yang rendah sehingga pada gilirannya akan mengakibatkan tingginya angka putus sekolah. Hal ini menjadi lingkaran kemiskinan yang harus

10

segera diputus melalui campur tangan pemerintah dengan menyediakan layanan PAUD yang terjangkau oleh kalangan menengah ke bawah. Pemerintah menargetkan pada tahun 2015 Angka Partisipasi Kasar (APK) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mencapai angka 75 persen. Hal tersebut dinilai sulit diwujudkan, mengingat pada saat ini (akhir tahun 2012) APK PAUD baru sekitar 30 persen. Hal itu diungkapkan oleh mantan Direktur Jendral (Dirjen) Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI) Kemendikbud, Fasli Jalal."Education for all untuk PAUD ini agak berat, kita diminta pada tahun 2015 harus mencapai APK PAUD 75 persen. Padahal sekarang baru sekitar 30 persen. Menurutnya, yang seharusnya menjadi sasaran utama dari pemerintah adalah anakanak usia dini yang berasal dari keluarga kategori miskin. "Paling tidak kita jangkau yang pendidikan dan pemahaman orangtuanya rendah.Kalau itu kita datangi, paling tidak akan tercapai 45 persen pada tahun 2015," ungkapnya.Oleh karena itu, sambung dia, sebaiknya pemerintah memperkuat palayanan PAUD di daerah-daerah terpencil dan pelosok. Dengan demikian, akan tercipta pemerataan pendidikan usia dini. Karena disadari atau tidak disadari, pendidikan usia dini sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup anak-anak di masa depan. "Jadi jangan sampai ketidakmerataan itu diperkuat oleh ketidak merataan pelayanan PAUD, yang berdampak pada kemampuan dia bersekolah dan kemampuan dia untuk mendapatkan income," kata mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional itu (Suara Merdeka, Desember 2012).

11

Sebenarnya kemajuan pembangunan pendidikan tidaklah ditentukan oleh faktor kaya atau miskinnya suatu negara atau daerah.Kemajuan itu tergantung pada visi, orientasi, dan keberanian serta sikap tegas pengambil kebijakan, baik di pusat maupun di daerah.Ini berarti harus ada political will dari para pemimpin dan pengambil kebijakan agar mereka lebih sadar bahwa pendidikan itu adalah investasi yang sangat berharga bagi kemajuan bangsa. Lagipula kalau kita cermati permasalahan terbatasnya anggaran pendidikan, maka sebenarnya masalah tersebut bisa diatasi jika APBN kita tidak bocor.Pada zaman orde baru, mantan menteri keuangan Marie Muhammad pernah melontarkan bahwa APBN kita bocor sebesar 30% oleh tangan-tangan tidak bertanggung jawab.Menurut Darmaningtyas (Kompas, 7 April 2010), sebenarnya negara punya dana, hanya saja alokasinya sering kurang tepat. Terbukti untuk nomboki Bank Century Rp 6,7 triliun atau meremunerasi 62.731 pegawai di Kementerian Keuangan dengan dana Rp 4,176 triliun bisa. Mengapa untuk mencerdaskan anak bangsa tidak bisa?. Maka dari itu, letak permasalahannya adalah pada kesadaran para pengambil kebijakan di negeri ini. Kesadaran akan pentingnya pendidikan anak usia dini masih terbilang baru. Istilah yang sudah lebih dahulu ada adalah taman kanak-kanak (TK) untuk anak usia 4-6 tahun dan itupun tidak diwajibkan, hanya dianjurkan saja. Maka dari itu, perlu penyadaran kolektif akan pentingnya penyediaan layanan PAUD yang memadai di seluruh daerah tanpa kecuali. Selain itu diperlukan juga solusi di bidang manajemen

12

pendidikan untuk PAUD yang sesuai dengan kondisi sosial ekonomi golongan menengah ke bawah. Berdasarkan hasil pra-survey yang dilakukan pada beberapa institusi PAUD di kota Cirebon mengindikasikan bahwa pengelolaan manajemennya masih didasarkan atas keinginan atau motivasi yang kuat untuk mendirikan PAUD dan bukan dengan landasan keilmuan manajemen pendidikan. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti model manajemen pendidikan anak usia dini untuk meningkatkan mutu pembelajarannya. B Identifikasi Masalah Permasalahan penerapan suatu model pengelolaan/manajemen suatu institusi pendidikan pada dasarnya memiliki kaitan yang erat dengan kualitas pengembangan model manejemen itu sendiri.Artinya, jika suatu desain model manajemen pendidikan sebelumnya dikembangkan secara baik dan dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, maka akan memiliki peluang besar dapat dilaksanakan secara maksimal. Namun demikian, suatu desain model manajemen pendidikan, betapa pun telah dirancang secara cermat dan bertahap melalui tahap ujicoba, tidak jarang menemui hambatan/kendala dalam aplikasi di lapangannya (Samsudi, 2006: 12).Dapat dikatakan lebih jauh, suatu model manajemen pendidikan masih berupa konseptual, dan oleh karenanya harus dioperasikan secara nyata di lapangan, dalam situasi dan kondisi pendidikan praktis.Suatu model manajemen tentu memiliki karakteristiknya sendiri dan karena itu perlu diimplementasikan sesuai dengan tuntutan ciri khas

13

institusi pendidikannya, disamping diadaptasikan secara kreatif terhadap perubahan masyarakat yang berlangsung cepat karena ditunjang kemajuan dalam dunia telekomunikasi (jaringan internet). Sesuai dengan uraian pada latar belakang masalah, maka penelitian ini memfokuskan pada permasalahan pengembangan model manajemen/pengelolaan pendidikan anak usia dini yang sesuai untuk daerah Indonesia, khususnya Cirebon. Pengembangan model tersebut diarahkan kepada pencapaian mutu layanan PAUD yang memadai, khususnya bagi kalangan keluarga menengah ke bawah.Layanan PAUD yang bermutu tercermin pada berkualitasnya pembelajaran yang terjadi di lembaga tersebut. Pembelajaran memiliki arti kegiatan di mana seseorang atau sekelompok orang dengan sengaja dikondisikan/dikendalikan dengan maksud agar dapat menunjukkan tingkah laku atau berreaksi terhadap kondisi tertentu. Hartati (2005), memandang pembelajaran anak usia dini merupakan proses interaksi antara anak, orang tua, atau orang dewasa lainnya, dalam suatu lingkungan, untuk mencapai tugas perkembangan. Interaksi yang dibangun tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hal ini disebabkan interaksi tersebut mencerminkan suatu hubungan di antara anak, akan memperoleh pengalaman yang bermakna, sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan lancar. Menurut Vigotsky, bahan pengalaman interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi

14

perkembangan proses berpikir anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi dengan orang lain. Menurut Sudjana (1987), pembelajaran adalah penyiapan suatu kondisi agar terjadinya belajar. pembelajaran adalah upaya logis yang didasarkan pada kebutuhankebutuhan belajar anak. Pembelajaran sangat bergantung kepada pemahaman guru tentang hakikat anak sebagai peserta atau sasaran belajar. Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruang saja, akan tetapi juga sistem pembelajaran. Sistem pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar di kelas atau di sekolah, belajar di luar halaman dan belajar di lingkungan tempat anak tinggal. Dengan demikian, diharapkan anak mampu berkembang dengan baik karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai komponen yang saling berkaitan. Model manajemen pendidikan anak usia dini yang akan dikembangkan dalam penelitian ini berorientasi pada peningkatan mutu pembelajaran. Ini berarti keberhasilan pengembangan model ini bergantung atau dapat diukur dari mutu pembelajaran yang dihasilkan. Secara empirik terdapat tiga kategori yang dapat mempengaruhi keberhasilan penerapan suatu program atau model pendidikan (Samsudi, 2006: 14). Pertama, tentang karakteristik program itu sendiri, yang meliputi: (1) kebutuhan ( need), untuk mendapat respon dan dukungan, suatu program pada dasarnya harus berangkat dari kebutuhan, baik dalam skala siswa, guru, sekolah, maupun masyarakat; (2) kejelasan (clarity), yang mengandung maksud kejelasan dalam arti/substansi dan tujuannya

15

(means and ends); (3) tingkat kompleksitas (complexity), yang berarti tingkat kemudahan atau sulitnya suatu program untuk diterapkan di lapangan; (4) mutu dan keterterapan (quality and practicality), yaitu apakah program tersebut memang berkualitas khususnya jika dibandingkan dengan program sebelumnya serta tingkat keterterapan/kebermanfaatannya di lapangan/masyarakat. Kategori kedua ialah karakteristik lokal (local characteristics), yang meliputi: (1) lingkungan sekolah (school district), terutama berkaitan dengan kondisi, fasilitas, dan perlengkapan pendukung di sekolah; (2) masyarakat ( community), yaitu dukungan masyarakat sekitar; (3) kepala sekolah (principal) terutama berkaitan dengan sistem manajemen dan kepemimpinan kepala sekolah; (4) guru dan siswa, yaitu respon mereka dalam bentuk usaha untuk memahami program, serta dukungan dan partisipasi guru dalam penerapan program. Kategori ketiga, faktor-faktor eksternal, yaitu bentuk-bentuk dukungan dari pemerintah maupun dukungan lembaga-lembaga swasta yang peduli dengan penerapan suatu program/model pendidikan.Jika program tersebut sebagai sebuah model manajemen PAUD, maka keterkaitannya dapat digambarkan seperti bagan 1.1 di bawah ini.

A 1 2

Karakteristik Program (Model Manajemen) Need Clarity

16

3 4

Complexity Quality & Practicality

Bagan 1.1.Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Model Manajemen Pendidikan (Samsudi, 2006; Fullan 1991) Untuk memperoleh hasil yang optimal, penyelenggaraan model manajemen PAUD perlu dirancang dan dikembangkan berdasarkan model dan pendekatan tertentu, sehingga memiliki landasan yang jelas baik secara konseptual maupun operasional. Berkenaan dengan permasalahan yang telah dijelaskan tersebut, maka masalah pokok dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Model manajemen seperti apakaha yang sesuai dengan situasi dan kondisi lembaga PAUD?. Cakupan penelitian ini berfokus pada pengembangan model manajemen PAUD yang mampu meningkatkan hasil belajar anak/siswa, serta mudah dilaksanakan oleh para pengelola PAUD. C Pembatasan Masalah

17

Untuk memberikan batasan terhadap lingkup permasalahan yang menjadi objek penelitian, maka masalah penelitian ini dibatasi dalam konteks model manajemen PAUD untuk meningkatkan mutu pembelajaran (hasil belajar), dengan rumusan sebagai berikut: a Model manajemen pendidikan adalah suatu desain strategi penyelenggaraan dan pengelolaan suatu lembaga pendidikan, yang meliputi proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi usaha pendidikan agar mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan; b Lembaga pendidikan anak usia dini adalah institusi yang memberikan layanan pengasuhan, pendidikan dan pengembangan bagi anak yang berumur nol sampai enam tahun baik yang diselenggarakan oleh instansi pemerintahmaupun non pemerintah. c Mutu pembelajaran merupakan kemampuan yang dimiliki oleh sekolah dalam menyenggarakan pembelajaran secara efektif dan efisien, sehingga menghasilkan manfaat yang bernilai bagi pencapaian tujuan pengajaran yang telah ditentukan.

Rumusan Masalah Berdasarkan masalah pokok penelitian yang telah diuraikan di atas, maka

disusunlah sub-sub masalah yang menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:

18

Manajemen atau pengelolaan PAUD seperti apakah yang saat ini dilaksanakan oleh para pengelola PAUD di kota Cirebon?. Sub masalah tersebut mencakup pertanyaan penelitian sebagai berikut: (a) Seperti apakah proses kegiatan perencanaan program PAUD di kota Cirebon saat ini?; (b) Seperti apakah proses pelaksanaan kegiatan program PAUD di kota Cirebon?; (c) Seperti apakah proses kegiatan evaluasi program PAUD di kota Cirebon?. (d) Seperti apakah bentuk dukungan para orang tua siswa/anak dan masyarakat sekitar terhadap

penyelenggaraan layanan PAUD di kota Cirebon?; (e) Bagaimanakah tingkat pencapaian kompetensi siswa PAUD di kota Cirebon saat ini?; 2 Desain model manajemen PAUD seperti apakah yang cocok diterapkan untuk lingkungan Indonesia, khususnya di wilayah kota Cirebon?. Sub masalah tersebut mencakup pertanyaan penelitian sebagai berikut: (a) Desain sub model perencanaan program PAUD apakah yang cocok untuk lingkungan Indonesia, khususnya di wilayah kota Cirebon?; (b) Desain sub model pelaksanaan program PAUD apakah yang cocok untuk lingkungan Indonesia, khususnya di wilayah kota Cirebon?; (c) Desain sub model evaluasi program PAUD apakah yang cocok untuk lingkungan Indonesia, khususnya di wilayah kota Cirebon?; 3 Bagaimanakah tingkat keterterapan desain model manajemen PAUD yang dihasilkan?. Tingkat keterterapan desain model tersebut dilihat dari aspek: (a) peningkatan mutu pembelajan di kelas; (b) dukungan dari para pengelola dan guru, khususnya dalam menyusun rencana pengelolaan lembaga PAUD,

19

pelaksanaan rencana tersebut, dan evaluasi terhadap kegiatan pelaksanaannya; (c) substansi isi dan fleksibilitas struktur desain model; (d) keselarasan dengan dukungan sarana dan prasarana; dan (e) potensi dukungan stakeholder; dan 4 Bagaimanakah dampak penerapan model manajemen PAUD yang dihasilkan dilihat dari aspek: (a) peningkatan mutu pembelajaran di kelas; dan (b) tingkat dukungan dari para pengelola dan guru terhadap substansi isi dan fleksibilitas struktur desain model.

Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menemukan model pembelajaran

PAUD yang cocok untuk lingkungan Indonesia, khususnya di wilayah kota Cirebon. Namun demikian, tujuan lebih rinci penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1 Menemukan gambaran (deskripsi) tentang manajemen/pengelolaan layanan PAUD yang saat ini dilaksanakan di kota Cirebon, yang mencakup gambaran tentang: (a) bentuk kegiatan perencanaan program PAUD di kota Cirebon saat ini; (2) bentuk pelaksanaan kegiatan program PAUD di kota Cirebon; (3) bentuk kegiatan evaluasi program PAUD di kota Cirebon?. (4) bentuk dukungan para orang tua siswa/anak dan masyarakat sekitar terhadap penyelenggaraan layanan PAUD di kota Cirebon?; (5) tingkat pencapaian kompetensi siswa PAUD di kota Cirebon saat ini;

20

Menghasilkan desain model manajemen PAUD yang sesuai diterapkan oleh para pengelola dan guru, mencakup: (a) desain model perencanaan kegiatan PAUD; (b) desain model pelaksanaan kegiatan PAUD; (c) desain model evaluasi kegiatan PAUD;

Menemukan gambaran tentang tingkat keterterapan model manajemen yang dihasilkan dilihat dari aspek: (a) peningkatan mutu pembelajan di kelas; (b) dukungan dari para pengelola dan guru, khususnya dalam menyusun rencana pengelolaan lembaga PAUD, pelaksanaan rencana tersebut, dan evaluasi terhadap kegiatan pelaksanaannya; (c) substansi isi dan fleksibilitas struktur desain model; (d) keselarasan dengan dukungan sarana dan prasarana; dan (e) potensi dukungan stakeholder; dan

Menemukan gambaran tentang dampak penerapan model manajemen PAUD terhadap aspek: (a) peningkatan mutu pembelajaran di kelas; dan (b) tingkat dukungan dari para pengelola dan guru terhadap substansi isi dan fleksibilitas struktur desain model.

Manfaat Penelitian 1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam aspek teoritis

(keilmuan) yaitu bagi perkembangan Ilmu Manajemen Pendidikan, khususnya dalam bidang aplikasi model manajemen/pengelolaan lembaga PAUD, melalui pendekatan serta metode-metode yang digunakan terutama dalam upaya menggali pendekatan-

21

pendekatan baru dalam aspek manajemen kelembagaan institusi pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya mutu layanan PAUD. 2 a Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengambil kebijakan dalam merencanakan, melaksanakan, menempatkan, dan melakukan pengawasan serta mengevaluasi praktek manajemen/pengelolaan lembaga PAUD. b Hasil Penelitian ini diharapkan juga sebagai informasi atau acuan dan sekaligus memberikan rangsangan dalam melakukan penelitian

khususnya dalam bidang penerapan dan pengembangan model manajemen kelembagaan PAUD di Indonesia.

22

BAB II MANAJEMEN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DALAM MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN

Kajian Mutu Pembelajaran Pendidikan dianggap sebagai suatu investasi yang paling berharga dalam

bentuk peningkatan kualitas sumber daya insani untuk pembangunan suatu bangsa. Seringkali kebesaran suatu bangsa diukur dari sejauhmana masyarakatnya mengenyam pendidikan.Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki oleh suatu masyarakat, maka semakin majulah bangsa tersebut. Kualitas pendidikan tidak saja dilihat dari kemegahan fasilitas pendidikan yang dimiliki, tetapi sejauh mana output (lulusan) suatu lembaga pendidikan dapat aktif berperan serta dalam membangun masyarakat sekitarnya. Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dilakukan dalam tiga jalur, yaitu jalur pendidikan formal, non-formal, dan informal sebagaimana tertuang dalam pasal 1 ayat 10, 11, 12, dan 13 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan secara terstruktur (dalam arti memiliki kurikulum dan sistem pengelolaan yang sistematis) adalah pendidikan yang diselenggarakan pada jalur formal dan non-formal.Jalur formal ini sering disebut sebagai pendidikan persekolahan. 23

Pada hakikatnya, pendidikan yang menyumbang terhadap pembangunan bangsa adalah pendidikan pada tiga jalur tersebut.Ketiga jalur tersebut merupakan trilogi pendidikan yang secara sinergis membangun bangsa melalui pembangunan sumber daya insani dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi terampil, dan dari terampil menjadi ahli. Sumbangan pendidikan terhadap pembangunan bangsa tentu bukan hanya sekedar penyelenggaraan pendidikan, tetapi pendidikan yang bermutu, baik dari sisi input, proses, output, maupun outcome. Input pendidikan yang bermutu adalah guruguru yang bermutu, peserta didik yang bermutu, kurikulum yang bermutu, fasilitas yang mencukupi, dan berbagai aspek penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Proses pendidikanyang bermutu terletak pada proses pembelajaran yang bermutu. Output pendidikan yang bermutu adalah lulusan yang memiliki kompetensi yang disyaratkan.Dan outcome pendidikan yang bermutu adalah lulusan yang mampu melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, memuaskan harapan para orang tua, atau terserap pada dunia usaha atau industri. Mengapa pendidikan harus bermutu?.Pendidikan saat ini, dalam hal ini pendidikan persekolahan, dihadapkan pada berbagai tantangan baik nasional maupun internasional.Tantangan nasional muncul dari dunia ekonomi, sosial, budaya, politik, dan keamanan.Pembangunan ekonomi sampai saat ini masih belum beranjak dari dunia krisis semenjak tahun 1997/1998.Bahkan perkembangan ekonomi pada level bawah (ekonomi kerakyatan) masih dalam kondisi stagnan kalau tidak dikatan 24

mundur.Sosial kemasyarakatan bangsa ini seperti ada yang salah, dimana kerusuhan, konflik antar daerah, pencurian, perkelahian, tawuran, dan berbagai kondisi negatif kemasyarakatan lainnya semakin meningkat dari tahun ke tahun.Perkembangan budaya global saat ini malah mengikis berbagai budaya asli bangsa, khususnya budaya daerah.Kondisi nasional tersebut menantang dunia pendidikan untuk dapat menghasilkan lulusan yang mampu memecahkan dan membawa Indonesia pada bangsa yang maju dan beradab. Tantangan dunia internasional menujukkan bahwa Indonesia saat ini akan menghadapi berbagai persaingan global, seiring dengan berlangsungnya globalisasi, khususunya dalam perdagangan (ekonomi). Globalisasi menghantarkan pada perubahan lingkungan strategis bangsa di mata bangsa-bangsa lainnya di dunia ini.Selain globalisasi, perkembangan teknologi informasi juga menjadi tantangan besar bagi bangsa Indonesia. Perubaha lingkungan strategis pada tataran global tersebut tercermin pada pembentukan forum-forum seperti WTO, APEC, NAFTA, G20, OPEC yang merupakan usaha untuk menyongsong perdagangan bebas dimana pasti akan berlangsung tingkat persaingan yang amat ketat. Pemecahan masalah nasional dan pemenangan persaingan global ini menuntut dimilikinya sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya dengan dilandasi akhlak mulia. Pembangunan bangsa yang seimbang antara jasmani dan rohani akan memberikan kemajuan yang pesat, sebagaimana disuratkan dalam Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Jawaban untuk tantangan nasional dan internasional 25

adalah pendidikan yang bermutu.Pendidikan yang bermutu merupakan kunci untuk membangun manusia yang kompeten dan beradab. Dewasa ini, dunia kita ditandai oleh perubahan-perubahan yang sangat cepat dan bersifat global.Hal itu diakibatkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat cepat, terutama dalam bidang komunikasi.Perkembangan dalam bidang ini telah mengakibatkan revolusi informasi.Sejumlah besar infromasi, hampir mengenai semua bidang kehidupan dari semua tempat.Semua aspek dan kegiatan telah terjhimpun, terolah, tersimpan, dan tersebarkan.Secara terbuka, setiap saat informasi tersebut dapat diakses, dibaca serta disaksikan oleh setiap orang, terutama melalui internet, media cetak, dan televisi. Revolusi informasi telah mengakibatkan dunia menjadi semakin terbuka, menghilangkan batas-batas geografis, administratif-yuridis, politis, dan sosialbudaya. Masyarakat global, masyarakat teknologis, ataupun masyarakat informasi yang bersifat terbuka, berubah sangat cepat dalam memmberikan tuntutan, tantangan, bahkan ancaman-ancaman baru. Pada abad sekarang ini, manusia-manusia dituntut berusaha tahu banyak (doing much), mencapai keunggulan (being exellence), menjalin hubugan dan kerja sama dengan orang lain ( being sociable), serta berusaha memegang teguh nilai-nilai moral (being morally) (Sukmadinata, 2008: 5). Manusiamanusia unggul, bermoral, dan pekerja keras inilah yang menjadi tuntutan dari masyarakat global. Manusia-manusia seperti ini akan mampu berkompetisi, bukan

26

saja dengan sesama warga dalam suatu daerah, wilayah, ataupun negara, melainkan juga dengan warga negara dan bangsa lainnya. 1 Permasalahan Mutu Pendidikan Program mutu sebenarnya berasal dari dunia bisnis. Dalam dunia bisnis, baik yang bersifat produksi maupun jasa, program mutu merupakan program utama sebab kelanggengan dan kemajuan usaha sangat ditentukan oleh mutu sesuai dengan permintaan dan tuntutan pengguna. Permintaan dan tuntutan pengguna terhadap produk dan jasa layanan terus berubah dan berkembang.Sejalan dengan hal itu, mutu produk dan jasa layanan yang diberikan harus selalu ditingkatkan.Dewasa ini, mutu bukan hanya menjadi masalah dan kepedulian dalam bidang bisnis, melainkan juga dalam bidang-bidang lainnya, seperti pemerintahan, layanan sosial, pendidikan, bahkan bidang keamanan dan ketertiban sekalipun. Banyak masalah mutu yang dihadapi dalam dunia pendidikan, seperti mutu lulusan, mutu pengajaran, bimbingan dan latihan dari guru, serta mutu profesionalisme dan kinerja guru. Mutu-mutu tersebut terkait dengan mutu manajerial para pimpinan pendidikan, keterbatasan dana, sarana dan prasarana, fasilitas pendidikan, media, sumber belajar, alat dan bahan latihan, iklim sekolah, lingkungan pendidikan serta dukungan dari pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan. Semua kelemahan mutu dari komponen-komponen pendidikan tersebut berujung pada rendahnya mutu lulusan.

27

Mutu lulusan yang rendah dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti lulusan yang tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan studinya pada jenjang yang lebih tinggi, tidak dapat bekerja/tidak diterima di dunia kerja, diterima bekerja tapi tidak berprestasi, tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat, dan tidak produktif. Lulusan yang tidak produktif akan menjadi beban masyarakat, menambah biaya kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, serta memungkinkan menjadi warga yang tersisih dari masyarakat. 2 Konsep Pembelajaran Kegiatan belajar pada hakekatnya adalah menunjuk pada keaktifan mental, meskipun untuk maksud ini dalam banyak hal dipersayaratkan keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk seperti keaktifan siswa secar fisk maupun mental. Jadi kegitan belajar bukan hanya bermaksud agar siswa melakukan berbagai hal atau kegiatan yang asal-asalan saja.Melainkan yang diutamakan adalah kegiatan-kegiatan belajar yang melibatkan mental dan fisik secara optimal. Pada dasarnya setiap kegiatan belajar perlu melibatkan persiapan mental, termasuk kegiatan belajar yang banyak menggunakan kemampuan motorik siswa.Kegiatan pelibatan fisik itu tidak semata-mata yang utama melainkan pelibatan mentalpun menjadi suatu bagian yang tidak terpisahkan.Persoalannya hanya pada porsi atau bobotnya, mana yang lebih banyak menggunakan keaktifan fisik (motorik) dan keaktifan mental. Hal ini sangat tergantung pada sifat materi yang dipelajari dan tujuan yang akan dicapai. 28

Kegiatan belajar yang menggunakan keaktifan mental tetap saja memerlukan keaktifan fisik siswa yang bersangkutan.Kesimpulannya bawa pelibatan keaktifan fisik dan mental perlu seimbang. Proses pembelajaran yang semata-mata hanya berpusat pada keaktifan guru, pada umunya terjadi proses yang bersifat penyajian atau penyampaian isi bahan pelajaran. Dalam praktek semacam ini, kegiatan pembelajaran ada pada pihak guru; sedangkan siswa ddiknya hanya menerima materi pelajran bersifat pasif. Sebaliknya kegiatan pembelajaran yang semata-mata berpusat pada siswa pun tidak baik, karena siswa tidak akan memahami maksud materi pelajaran tanpa keaktifa sang guru dalam menjelaskan materi pelajaran. Bila disimak secara lebih dalam, sasaran pembelajaran adalah terjadinya proses belajar pada siswa. Oleh karena itu keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sangat diperlukan dalam rangka menggapai keberhasilan. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 menyatakan bahwa: Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Berdasarkan konsep tersebut, dalam kata pembelajaran terkandung dua kegiatan yaitu belajar dan mengajar.Kegiatan yang berkaitan dengan upaya membelajarkan siswa agar berkembang potensi intelektual yang ada pada dirinya.Ini berarti bahwa pembelajaran menuntut terjadinya komunikasi antara dua arah atau dua pihak yaitu pihak yang mengajar yaitu guru sebagai pendidik dengan pihak yang belajar yaitu siswa sebagai peserta didik.

29

Senada dengan pengertian pembelajaran di atas, E. Mulyasa (2002:100) mengemukakan bahwa: Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Sementara Daeng Sudirwo (2002:31) juga berpendapat bahwa: pembelajaran merupakan interaksi belajar mengajar dalam suasana interaktif yang terarah pada tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Kegiatan pembelajaran adalah suatu konsep dalam mengembangkan keaktifan proses pembelajaran, baik keaktifan guru maupun keaktifan siswa dalam belajar. Sedangkan sebagai suatu pendekatan kegitan pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan guru dengan dimulai dari perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.Pendekatan-pendekatan pembelajaran yang perlu diterapkan oleh para guru hendaknya juga menggunakan metode, strategi, dan teknik atau pelibatan susmber dan alat-alat pembelajaran. 3 Unsur-unsur Pembelajaran Sebagaimana yang telah ditetapkan, dalam Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3 dinyatakan bahwa: Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

30

Pendidikan berkualitas akan terwujud manakala proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas mampu mengembangkan potensi peserta didik secara maksimal serta melahirkan manusia yang beriman an bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dengan kata lain melalui pembelajaran di kelas guru dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa sehingga dapat bermanfaat untuk kehidupan di masa depannya. Inti dari proses pendidikan di sekolah adalah terjadinya proses pembelajaran di kelas. Efektivitas belajar akan sangat menentukan kualitas hasil belajar siswa. Oleh karena itu proses belajar seharusnya mendapat perhatian utama dari seluruh komponen pendidikan terutama dari guru sebagai pendidik. Proses pembelajaran tidak akan berlangsung secara efektif tanpa adanya usaha dari guru dengan menciptakan kondisi belajar yang kondusif. Terhadap tiga hal yang harus dilakukan guru dalam menciptakan suasana belajar yang efektif. Ketiga hal tersebut antara lain: (1) membangun motivasi siswa; (2) melibatkan siswa dalam proses pembelajaran; (3) menarik minat dan perhatian siswa. Menurut pandangan modern, efektivitas proses pembelajaran sangat ditentukan oleh pola komunikasi yang multi arah. Komunikasi terjadi bukan hanya antara guru dengan siswa, tetapi juga terjadi antara siswa dengan siswa. Arief Sukandi (2006: 45), menyebutkan komunikasi yang seperti ini disebut multi traffic (multi traffic communication). Pola komunikasi ini memungkinkan aktivitas pembelajaran tidak

31

hanya terpusat pada guru tetapi terjadi secara merata, antara guru dan siswa samasama aktif berfikir dan bekerja antara guru dan siswa terjadi pertukaran ( sharing) pengetahuan dan pengalaman sehingga proses pembelajaran lebih bermakna. Dalam menciptakan pola komunikasi multi traffic itu,guru harus memiliki beberapa keterampilan sebagai berikut : (1) Memiliki keterampilan bertanya yang meliputi : pertanyaan menggiring, pertanyaan untuk merangsang siswa berfikir dan mengemukakan gagasan, pertanyaan mengarahkan,dan pertanyaan yang bersifat mengendalikan arus komunikasi; (2) Memiliki keterampilan memberikan reward dan bentuk-bentuk penghargaan atas pendapat, gagasan dan pertanyaan siswa; (3) terampil dalam memilih dan mempergunakan metode dan media pembelajaran yang mendukung terjadinya pola komunikasi multi traffic; (4) memiliki keterampilan memilih dan menyampaikanpermasalahan yang dapat merangsang siswa mau berfikir dan melibatkan emosi dalam pembelajaran; (5) memahami dan mampu menerapkan pola pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif dengan segenap metode dan media yang mendukungnya. Selain dengan cara-cara tersbut, keterlibatan siswa dalam proses belajar dapat dirangsang dengan cara seperti : (1) Memberikan kemerdekaan kepada siswa untuk mengemukakan ide, gagasan, pendapat, komentar, saran dan kritik yang membangun; (2) Menciptakan suasana belajar mengajar yang terbuka ( fair) dalam batas-batas yang wajar dan etis; (3) Memberikan penghargaan atas keterlibatan siswa dalam pembelajaran dengan cara memberikan nilai tambah; (4) Membangun rasa percaya

32

diri siswa di hadapan teman-temannya; (5) Mengurangi dominasi guru dalam proses pembelajaran. Disamping motivasi dan komunikasi, minat dan perhatian siswa untuk belajar merupakan aspek penting lainnya dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang efektif.Minat dan perhatian siswa merupakan salah satu faktor yang mendukung terhadap keberhasilan mereka dalam belajar.Semakin tinggi minat dan perhatian siswa untuk belajar, semakin baik hasil yang dicapai, demikian pula sebaliknya semakin rendah minat dan perhatian siswa dalam belajar, semakin rendah hasil belajar yang dicapainya. Pendidikan yang berkualitas akan terwujud manakala proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas maupun mengembangkan potensi peserta didik secara maksinal serta melahirkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis sertabertanggungjawab. Dengan kata lain melalui penbelajaran di kelas guru dapat mengembangkan pegetahuan, keterampilan, dan sikap siswa sehingga dapat bermanfaat untuk kehidupan di masa depannya. Berdasarkan uraian diatas, mutu pembelajaran secara umum dan khususnya dalam penelitian ini dilihat berdasarkan : (1) Kualitas proses pembelajaran dengan indikator : (a) interaksi belajar siswa, (b) kreativitas belajar siswa dan (c) pengalaman belajar yang bervariasi; (2) Kualitas hasil belajar siswa, dengan indikator (a) prestasi akademik yang dicapai siswa, (b) sikap perilaku keseharian siswa dan (c)

33

kemandirian siswa. Jika aspek tersebut dimiliki setiap siswa dengan tingkat pencapaian yang tinggi, maka kualitas hasil belajar siswa dikatagorikan bagus karena dianggap telah memenuhi tujuan pendidikan nasional dan harapan masyarakat selaku pelanggan pendidikan.Sebaliknya jika tingkat pencapaiannya rendah, maka kualitas belajar siswa dikatagorikan rendah (buruk). Pembelajaran efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk belajar keterampilan spesifik, ilmu pengetahuan dan sikap serta yang membuat peserta didik senang (Dick dan Raiser, 1989). Sedangkan Dunne dan Wright (1996) berpendapat bahwa pembelajaran efektif memudahkan murid belajar sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, cara hidup serasi dengan sesama atau sesuatu hasil belajar dengan mudah, antusias dan menyenangkan, serta dapat mencapai tujuan yang sesuai dengan yang diharapkan. Banyak faktor yang mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran. Diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan. a Faktor guru Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu proses pembelajaran. Tanpa guru bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin bisa diaplikasikan. Guru dalam proses pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarinya, tetapi juga 34

sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning). Dengan demikian, efektivitas proses pembelajaran terletak di pundak guru. Oleh karena itu keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. Menurut Dunkin (1974), (dalam Wina Sanjaya, 2008: 53) ada sejumlah aspek yang mempengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu teacher formative experience, teacher training experience, dan teacher properties. Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka.Yang termasuk ke dalam aspek ini diantaranya meliputi tempat aspek asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya dan adat istiadat, keadaan keluarga dari mana guru itu berasal. Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang

berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru, misalnya pengalaman latihan profesional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan dan lain sebagainya. Teacher properties, segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru terhadap siswa, kemampuan atau intelegensi guru, motivasi dan kemampuan mereka baik kemapuan dalam pengelolaan pembelajaran termasuk di dalamnya kemampuan dalam merencanakan dan mengevaluasi pembelajaran maupun kemampuan dalam penguasaan materi pembelajaran. Selain latar guru seperti diatas, pandangan guru terhadap mata pelajaran yang dikerjakan juga dapat pula mempengaruhi proses pembelajaran. 35

Faktor siswa Siswa adalah organisasi yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap

perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, disamping karakteristik lain yang melekat pada diri anak. Seperti halnya guru, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran dilihat dari aspek siswa meliputi aspek luar belakang siswa yang menurut Dunkin disebut pupil formative experiences dan faktor sifat yang dimiliki siswa (pupil properties). Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran,tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa dari keluarga yang bagaimana siswa berasal,dan lain-lain, sedangkan dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan yang berbeda yang dapat dikelompokkan pada siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Siswa yang berkemampuan tinggi biasanya ditunjukkan oleh motivasi yang tinggi dalam belajar, perhatian dankeseriusan dalam mengikuti pelajaran.Sebaliknya siswa yang tergolong pada kemampuan rendah ditandai dengan kurangnya motivasi belajar, tidak adanya keseriusan dalam mengikuti pelajaran, termasuk menyelesaikan tugas. Perbedaan-perbedaan semacam itu menunutut

36

perlakuan yang berbeda pula baik dalam penempatan atau pengelompokkan siswa maupun dalam perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya belajar. c Faktor Sarana dan Prasarana Sarana adalah segala yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pembelajaran, perlengkapan sekolah dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran; dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponon penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru dalam mengajar. Mengajar dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu sebagai proses penyampaian materi pelajaran dan sebagai proses pengaturan lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Jika mengajar dipandang sebagai proses penyampaian materi, maka dibutuhkan sarana pembelajaran berupa alat dan bahan yang dapat menyalurkan pesan secara efektif dan efisien; sedangkan manakala belajar dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa dapat belajar, maka dibutuhkan sarana yang berkaitan dengan berbagai sumber belajar yang dapat mendorong siswa untuk belajar. Dengan demikian,ketersediaan sarana yang lengkap memungkinkan guru memiliki berbagai pilihan yang dapat digunakan untuk melaksanakan 37

mengajarnya.Kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan pilihan pada siswa untuk belajar. Kelengkapan sarana dan prasarana akan memudahkan siswa menentukan pilihan dalam belajar. d Faktor Lingkungan Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosialpsikologis. Faktor organisasi kelas yang didalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa mempengaruhi proses pembelajaran. Organisasi kelas yang terlalu besar akan kurang efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Faktor lain dari dimensi lingkungan yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran adalah faktor iklim sosial-psokologis. Maksudnya keharmonisan hubungan antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal atau eksternal. Iklim sosial-psikologis secara internal adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru, bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah.Iklim sosial-psikologis eksternal adalah keharmonisan hubungan anatara pihak sekolah dengan dunia luar, misalnya hubungan sekolah dengan orang tua siswa, hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga masyarakat dan lain sebagainya.

38

Sekolah yang mempunyai hubungan yang baik secara internal, yang ditunjukkan oleh kerjasama antar guru, saling menghargai dan saling membantu, maka memungkinkan iklim belajar menjadi sejuk dan tenang sehingga akan berdampak pada motivasi belajar siswa, sebaliknya manakala hubungan tidak harmonis, iklim belajar akan penuh dengan ketegangan dan ketidaknyamanan sehingga akan mempengaruhi psikologis siswa dalam belajar. Demikian halnya dengan sekolah yang memiliki hubungan yang baik dengan lembaga-lembaga luar akan menambah kelancaran program-program sekolah, sehingga upaya-upaya sekolah dalam meningkatkan kualitas pembelajaran akan mendapat dukungan dari pihak lain. Kadar atau tinggi rendahnya kegiatan pembelajaran dapat diketahui dari unsurunsurnya, seperti gekjala-gejala yang nampak, baik pada tingkah laku siswa ataupun para guru di dalam kegitannya dalam proses pembelajran. Unsur-unsur kegiatan belajar yang dimaksud adalah: 1 Adanya prakarsa siswa dalam kegiatan pembelajaran, yang ditunjukan dengankeberanian dengan memebrikan turunan pendapat secara eksplisit ketika diminta misalnya dalam diskusi, mengemukakan usul dan saran dalam penetapan tujuan, atau cara kerja kegiatan belajar, kesdiaan mencari lat dan sumber lainnya. 2 Keterlibatan mental siswa dalam prose pembelajaran yang selalu diikutinya setiap hari, yang ditunjukan dengan pengikatan diri pada tugas

39

kegiatan baik secara intelektual maupun secar emosional yang dapat diamati melalui bentukaplikasi, pengemabngan pemikiran siswa melalui tugas, serta komitmenya untuk menyelesaikan tugasnya dengan sebaik-baiknya. 3 Peranan guru yang lebih banyak sebagai fasilitator merupakan sisi lain dari kadar tinggi rendahnya prakarsa dan tanggungjawab siswa dalam kegitan belajarnya. Aspek ini penting untuk ditonjolkan secara eksplisit karena banyak para guru yang cenderung bersikap dan berbuat serba mau menentukan dan serba mau mengarahkan, yang kemudiaan mewujudkan diri sebagai keotoriteran yang melebihi kebutuhan dan sesuai dengan hakekat

pendidikanitu sendiri. 4 Siswa belajar dengan pengalaman langsung merupakan indikator lain dari kadar belajar. Dalam mengajar dengan pengalaman langsung. Konsep dan prinsip diperkenalkan melalui penghayatan (merasakan, meraba),

mengoperasikan, mengalami sendiri. Selain dilkukan kristalisasi verbal, baiksecara induktif maupun deduktif. 5 Kekayaan variasi dan bentuk kegiatan pembelajaran merupakan unsur lain dari kegitan pembelajaran. Artinya, karena tujuan-tujuan yang ingin dicapai bervariasi mulai dari dari pengajaran sampai efek pengiring. Di samping karena perbedaan siswa, maka sebagai akibatnya bentuk dan alat kegiatan dalam pembelajaran akan semakin tinggi juga. Pada gilirannya prakarsa dan tanggung jawab siswa di dalam kegiatan pembelajaran akan

40

mengikat pula,akibatnya perwujudan hakekat pendidikan akan semakin nampak. 6 Kualitas interaksi belajar antara siswa berlangsung, baik secar intelektual maupun secara emosional, sehingga meningkatkan peluang pembentukan kepribadiaan seutuhnya terutama yang berkaitan dengan kemauan dankemampuan kerja sama. Di dalam memecahkan masalah baik yang berkenaandengan kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler. 4 Mutu Pembelajaran Pendidikan sesungguhnya merupakan suatu sistem yang dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem menurut Syafaruddin dan Nasution (2005:41) adalah: seperangkat komponen yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu. Hal senada juga diungkapkan oleh Salisbury (1996:22) bahwa: Sistem adalah sekelompok bagian-bagian yang bekerja sama sebagai satu kesatuan fungsi. Kualitas dan sifat dasar dari setiap bagian dapat dilihat dalam hubungannya dengan keseluruhan sistem.Setiap bagian hanya dapat dipahami dengan memperhatikan pada bagaimana bagian itu berfungsi dalam hubungan ke dalam kebulatan suatu sistem. Sementara Johnson, dkk (1973:4) mengemukakan definisi sistem sebagai: suatu susunan elemen-elemen yang saling berhubungan. Kesimpulan yang dapat diambil dari para ahli di atas, adalah bahwa sistem dibentuk oleh komponen-komponen tertentu. Komponen-komponen ini saling berinteraksi, berketergantungan atau berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu 41

agar tujuan organisasi tercapai dengan baik, maka komponenkomponen sistem ini harus bekerja dengan baik pula. Syafaruddin dan Nasution (2005:43) mengemukakan bahwa: proses suatu sistem dimulai dari input (masukan) kemudian diproses dengan berbagai ativitas dengan menggunakan teknik dan prosedur, dan selanjutnya menghasilkan output (keluaran), yang akan dipakai oleh masyarakat lingkungannya. Berkaitan dengan komponen-komponen yang membentuk sistem pendidikan, lebih rinci Nana Syaodih S., dkk (2006:7), mengemukakan bahwa komponen input diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (1) raw input, yaitu siswayang meliputi intelek, fisik-kesehatan, sosial-afektif dan peer group. (2) Instrumental input, meliputi kebijakan pendidikan, program pendidikan (kurikulum), personil (Kepala sekolah, guru, staf TU), sarana, fasilitas, media, dan biaya, dan (3) Environmental input, meliputi lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga sosial, unit kerja. Komponen proses menurut Nana Syaodih S., dkk (2006), meliputi pengajaran, pelatihan, pembimbingan, evaluasi, ekstrakulikuler, dan pengelolaan. Selanjutnya output meliputi pengetahuan, kepribadian dan performansi. Upaya dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang berkualitas, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai penjabaran lebih lanjut dari Undangundang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya memuat tentang standar proses. Dalam Bab I Ketentuan Umum SNP, yang dimaksud dengan standar proses adalah

42

standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Bab IV Pasal 19 Ayat 1 SNP lebih jelas menerangkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemampuan sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik. Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulan bahwa mutu (quality) adalah sebuah filsosofis dan metodologis, tentang (ukuran ) dan tingkat baik buruk suatu benda, yang membantu institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda rancangan spesifikasi sebuah produk barang dan jasa sesuaidengan fungsi dan penggunannya agenda dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan. Dalam pandangan Zamroni ( 2007 : 2 ) dikatakan bahwa peningkatan mutu sekolah adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan kualitas pembelajaran dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan tujuan agar menjadi target sekolah dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien. Peningkatan mutu berkaitan dengan target yang harus dicapai, proses untuk mencapai dan faktor-faktor yang terkait. Dalam peningkatan mutu ada dua aspek yang perlu mendapat perhatian, yakni aspek kualitas hasil dan aspek proses mencapai hasil tersebut.

43

Teori manajemen mutu terpadu atau yang lebih dikenal dengan Total Quality Management.(TQM) akhir-akhir ini banyak diadopsi dan digunakan oleh dunia pendidikan dan teori ini dianggap sangat tepat dalam dunia pendidikan saat ini. Konsep total quality management pertama kali dikemukakan oleh Nancy Warren, seorang behavioral scientist di United States Navy (Walton dalam Bounds, et. al, 1994). Istilah ini mengandung makna every process, every job, dan every person (Lewis & Smith, 1994).Pengertian TQM dapat dibedakan menjadi dua aspek (Goetsch & davis, 1994). Aspek pertama menguraikan apa TQM. TQM didefinisikan sebagai sebuah pendekatan dalam menjalankan usaha yang berupaya memaksimumkan daya saing melalui penyempurnaan secara terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan organisasi. Aspek kedua menyangkut cara mencapainya dan berkaitan dengan sepuluh karakteristik TQM yang terdiri atas : (a) focus pada pelanggan (internal & eksternal), (b) berorientasi pada kualitas, (c) menggunakan pendekatan ilmiah, (d) memiliki komitmen jangka panjang, (e) kerja sama tim, (f) menyempurnakan kualitas secara berkesinambungan, (g) pendidikan dan pelatihan, (h) menerapkan kebebasan yang terkendali, (i) memiliki kesatuan tujuan, (j) melibatkan dan memberdayakan karyawan.(Ety Rochaety,dkk,2005: 97). Edward Sallis ( 2006 :73 ) menyatakan bahwa Total Quality Management (TQM) Pendidikan adalah sebuah filsosofis tentang perbaikan secara terus-menerus, 44

yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan , dan harapan para pelanggannya saat ini dan untuk masa yang akan datang. Di sisi lain, Zamroni memandang bahwa peningkatan mutu dengan model TQM, dimana sekolah menekankan pada peran kultur sekolah dalam kerangka model The Total Quality Management (TQM). Teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah mencakup tiga kemampuan, yaitu : kemampuan akademik, sosial, dan moral. (Zamroni , 2007 :6 ). Menurut teori ini, mutu sekolah ditentukan oleh tiga variabel, yakni kultur sekolah, pembelajaran, dan realitas sekolah. Kultur sekolah merupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, upacara-upacara, slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang telah lama terbentuk di sekolah dan diteruskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya, baik secara sadar maupun tidak. Kultur ini diyakini mempengaruhi perilaku seluruh komponen sekolah, yaitu : guru, kepala sekolah, staf administrasi, siswa, dan juga orang tua siswa. Kultur yang kondusif bagipeningkatan mutu akan mendorong perilaku warga kearah peningkatan mutu sekolah, sebaliknya kultur yang tidak kondusif akan menghambat upaya menuju peningkatan mutu sekolah. Mutu pembelajaran merupakan kemampuan yang dimiliki oleh sekolah dalam menyenggarakan pembelajaran secara efektif dan efisien, sehingga menghasilkan manfaat yang bernilai bagi pencapaian tujuan pengajaran yang telah ditentukan. Komponen-komponen peningkatan mutu pembelajaran:

45

Penampilan Guru Komponen yang menunjang terhadap peningkatan mutu pembelajaran adalah penampilan guru, artinya bahwa rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang guru dalam melaksanakan pengajaran sangat menentukan terhadap mutu pembelajaran.Keadan tersebut dikarenakan guru merupakan salah satu pelaku dan bahwa pemeran utama dalam penyelenggaraan pembelajaran. Oleh karena itu diharapkan guru harus benar-benar memiliki kemampuan, keterampilan dan sikap seorang guru yang profesional, sehingga mampu menunjang terhadap peningkatan mutu pembelajaran yang akan dicapai.

Penguasaan Materi/Kurikulum Komponen lainnya yang menunjang terhadap peningkatan mutu pembelajaran yaitu penguasaan materi/kurikulum, artinya bahwa penguasaan materi/kurikulum sangat mutlak harus dilakukan oleh guru dalam menyelenggaran pembelajaran. Keadaan tersebut dikarenakan kurikulum/materi merupakan objek yang akan disampaikan pada peserta didik. Dengan demikian kedudukan penguasaan materi ini merupakan kunci yang menentukan keberhasilan dalam meningkatkan mutu pembelajaran.Olehkarena itu seorang guru dituntut atau ditekankan untuk menguasai materi/kurikulum sebelum melaksanakan pengajaran.

Penggunaan Metode Mengajar Penggunaan metode mengajar merupakan komponen dalam peningkatan mutu pembelajaran, artinya penggunaan metode mengajar yang dipakai guru dalam 46

menerangkan di depan kelas tentunya akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan mutu pembelajaran. Dengan menggunakan metode mengajar yang benar dan tepat, maka memungkinkan siswa lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan guru. 4 Pendayagunaan Alat/Fasilitas Pendidikan Komponen lainnya yang menentukan peningkatan mutu pembelajaran yaitu pendayagunaan alat/fasilitas pendidikan. Mutu pembelajaran akan baik apabila dalam pelaksanaan pembelajaran didukung oleh alat/fasilitas pendidikan yang tersedia. Keadaan tersebut memudahkan guru dan siswa untuk

menyelenggarakan pembelajaran.Dengan demikian diharapkan pendayagunaan alat/fasilitas belajar harus memperoleh perhatian yang baik bagi sekolah dalam upayanya mendukung terhadap peningkatan mutu pembelajaran. 5 Penyelenggaraan Pembelajaran dan Evaluasi Mutu pembelajaran juga ditentukan oleh penyelenggaraan pembelajaran dan evaluasinya. Keadaan ini menunjukkan bahwa pada dasarnya mutu akan dipengaruhi oleh proses. Dengan demikian guru harus mampu mengelola pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran, sehingga mampu mewujudkan peningkatan mutu yang tinggi. 6 Pelaksanaan Kegiatan Kurikuler dan Ekstrakurikuler

47

Peningkatan mutu pembelajaran pula dipengaruhi oleh pelaksanaan kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler, artinya bahwa mutu akan mampu ditingkatkan apabila dalam pembelajaran siswa ditambah dengan adanya kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler. Keadaan ini beralasan bahwa dengan diadakannya kegiatan tersebut akan menambah pengetahuan siswa di luar pengajaran inti di kelas dan tentunya hal tersebut akan lebih meningkatkan kreativitas dan kompetensi siswa. Pembelajaran yang bermutu merupakan sasaran bagi setiap sekolah sebagai lembaga penyelenggaran pendidikan. Keadaan tersebut menjadi suatu alasan bagi setiap sekolah untuk mampu membuat suatu strategi yang diharapkan akan mampu menciptakan situasi dan kondisi yang memadai hingga terwujudnya suatu pembelajaran yang benar-benar berkualitas. Adapun indikator-indikator yang menjadi ukuran atau karakteristik dari pembelajaran yang bermutu, secara garis besar bisa dilihat dari sisi input, proses dan output. a Input. Mutu pembelajaran salah satunya dipengaruhi oleh input yang menjadi bahan dasar dari pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatkan mutu pembelajaran akan dipengaruhi oleh keberadaan atau kondisi dari input yang dimiliki. Oleh karena itu upaya mempersiapkan input secara optimal merupakan suatu langkah awal bagi terciptanya suatu peningkatan mutu pembelajaran. Adapun usnur-unsur

48

yang perlu dipersiapkan oleh pihak sekolah dalam upayanya menciptakan suatu mutu pembelajaran adalah: 1 Guru. Guru merupakan orang yang sangat strategis dalam

meningkatkan mutu pembelajaran, mengingat kedudukan guru yang secara langsung berhadapan dengan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran. Dengan demikian guru yang profesional dalam melaksanakan tugas tentu akan lebih baik untuk mewujudkan mutu pembelajaran dibandingkandengan guru yang kurang atau tidak profesional. 2 Tujuan Pengajaran. Sementara tujuan pengajaran merupakan suatu unsur yang akan mempengaruhi terhadap mutu pembelajaran. Keadaan ini bisa dibuktikan dengan adanya kecenderungan bahwa suatu aktivitas tidak akan mampu menghasilkan suatu yang bermutu tanpa didahului dengan adanya penetapan tujuan. Oleh karena itu dalam hal ini pula pembelajaran akan mampu memiliki mutu yang baik apabila dalam pelaksanaannya memiliki tujuan yang ditetapkan, sehingga pelaksanaannya terarah baik dan ada target yang akan dicapai. Pada dasarnya mutu dari pembelajaran itu dapat dilihat dari mampu tidaknya suatu pembelajaran dalam mencapaitujuan tersebut. 3 Peserta Didik. Peserta didik merupakan salah satu pendukung terhadap peningkatan mutu pembelajaran. Peserta didik merupakan pelaku dalam penyelenggaraan pembelajaran. Oleh karena itu peserta didik harus

49

dikondisikan untuk mampu menunjang terhadap kelancaran penyelanggaran pendidikan. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa peserta didik harus dikelola dengan baik, sehingga mampu mendukungterhadap kelancaran pembelajaran. 4 Alat/Media Pendidikan. Unsur pendukung terhadap peningkatan mutu pembelajaran adalah salah satunya alat/media pendidikan. Alat/media tersebut memiliki peranan yang sangat besar terhadap kelancaran pembelajaran. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa alat/media pendidikan harus dikelola secara baik dan dipastikan mampu mendukung terhadap penyelenggaraan pembelajaran, baik secara kualitas maupunkuantitas. b Proses. Proses merupakan unsur penting yang mempengaruhi terhadap mutu pembelajaran. Dalam hal ini pembelajaran harus didukung oleh adanya interaksi yang aktif antara peserta didik dengan guru.Komunikasi yang kondusif merupakan suatu hal yang penting dalam mewujudkan peningkatan mutu pembelajaran. c Output. Output pengajaran dipandang bisa melihat sampai sejauhmana mutu pembelajaran yang dimiliki oleh suatu sekolah.Oleh karena itu, maka ouput pengajaran yang menjadi ukuran mutu pembelajaran mencakup nilai prestasi dan perubahan sikap peserta didik.

50

Meningkatkan kegiatan pembelajaran mempunyai manfaat yang besar dalam rangka pengembangan pendidikan di sekolah.Ditinjau dari tujuan dan hakekat pendidikan secara umum, pendidikan merupakan upaya untuk mengantarkan siswa menuju kearah kedewasaan dalam arti perkembangan kemampuan yang

optimal.Perkembangan optimal diartikan sebagai, yaitu siswa mengemabngkan segala potensi yang ada pada dirinya sehingga dapat mencapai kepusaan diri seutuhnya, selain itu, para siswapun mempunyai kemapuan untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi dalam masyarakat.Selain itu dalam penyesuaian diri siswa juga dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada masyarakat sebagai tempat tinggalnya. Kemmapuan yang ada pada sisiwa didik tersebut akan dapat dikembangkan dengan memupuk keaktifan mental dan fisik sejak dibangku sekolah, dan diterapkan dalam kesempatan berbagai kegiatan di sekolah dan di masyarakat. Situasi dan kondisi sekolah harus kondusif bagi proses pengajaran yang bermutu. TQM menyediakan peluang bagi perbaikan mutu sekolah menuju sekolah bermutu yang intinya pembelajaran bermutu.Pembelajaran bermutu bukanlah pembelajaran yang secara khusus dirancang dan dikembangkan untuk siswa yang unggul, melainkan lebih merupakan pembelajaran yang secara metodologis maupun psikologis dapat membuat semua siswa mengalami belajar secara maksimal dengan memperhatikan kapasitasnya masing-masing. Dengan kata lain, ada tiga indikator pembelajaran bermutu. Pertama, pembelajaran dikatakan bermutu apabila dapat melayani semua siswa (bukan hanya

51

pada sebagian siswa).Kedua, dalam pembelajaran bermutu semua anak mendapatkan pengalaman belajar semaksimal mungkin.Namun, sebagai indikator Ketiga, walaupun semua siswa mendapatkan pengalaman belajar maksimal, prosesnya sangat bervariasi bergantung pada tingkat kemampuan anak yang bersangkutan. Jadi, apabila dalam satu kelas terdapat tiga puluh lima siswa, dengan pembelajaran bermutu ketiga puluh lima siswa tersebut mengalami belajar. Mereka (tanpa terkecuali) sama-sama mendapatkan pengalaman belajar secara maksimal. Namun di antara satu siswa dengan siswa lainnya bisa jadi berbeda, baik dan sisi tingkat maksimalnya maupun proses dalam mendapatkannya, tergantung pada kemampuannya. Pembelajaran yang bermutu atau pembentukkan kompetensi dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran atau pembentukan kompetensi dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidaktidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidaktidaknya sebagian besar (75%). Lebih lanjut proses pembelajaran dikatakan berhasil dan bermutu apabila masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangungan. 5 Upaya Peningkatan Mutu Pembelajaran

52

Pembelajaran atau pembelajaran adalah salah satu aspek yang ada dalam lingkungan sekolah.Lingkungan ini diatur dan diawasi sedemikian rupa agar kegitan belajar dapat terarah pada tujuan pendidikan.Pengawasan yang dilakukan terhadap lingkungan sekolah iti turut menentukan sejauh mana lingkungan sekolah menjadi lingkungan belajar yang baik yang dapat merangsang dan menantang kemampuan siswa dalam belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan serta mencapai tujuan yang diharapkan. Kualitas dan kuantitas belajar siswa dalam proses pembelajaran tergantung pada banyaknya faktor antara siswa di dalam kelas, materi pelajaran, perlengkapan belajar, sarana umum, dan suasana di dala proses pembelajaran itu sendiri. Adapun faktor lain yang mendukung terciptanya kondisi belajar yang baikdi dalam kelas adalah adanya pembagian tugas proses pembelajaran yang memuat suatu rangkaian pengertian peristiwa belajar yang dilakukan oleh kelompok-kelompok siswa. Kegiatan pembelajaran ini akan berjalan dalam proses yang terarah dan mencapai tujuannya. Jika dalam prose pembelajaran itu tersedia bebagai fasilitas yang diperlukan sebagai perencanaan bagi guru, fasilitas itu pada umumnya bersifat fisik material dan mental psikologis. Sehubungan dengan itu, maka perencanaan guru dalam pengelolaan proses pembelajaran adalah: 1 Perencanaan alat atau media untuk mengarahkan kegiatan-

kegiatanorganisasi belajar;

53

Organisasi belajar yang merupakan usaha menciptakan wadah dan fasilitas dan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan mengandung terciptanyaproses pembelajaran;

Menggerakan peserta didik yang merupakan usaha memancing, membangkitkan, atau memotivasi, yang hakekat pengertian lainnya bermaknamemerintah, mengarahkan, mengaktualisasikan, dan memimpin;

Supervisi dan pengawasan, yaitu usaha mengawasi dan menunjang, membantu, menugaskan, dan mengarahkan kegitan siswa dalam belajar yangsesuai dengan perencanaan yang telah direncanakan sebelumnya;

Penelitian yang mengandung pengertian lebih luas dibandingkan denganpengukuran atau evaluasi pendidikan. Proses pembelajaran itu berlangsung sangat halus dan tidak terpisah sehingga

tidak dapat dianalisis kedalam komponen-komponen karena proses pembelajaran merupakan keseluruhan yang tidak dapat dibagi atau dipisahkan.Berbagai upaya diusahakan untuk menganalisis proses pembelajaran ke dalam unsur-unsur komponennya. Adapaun komponen yang dimaksud adalah: a Merencana, yaitu mempelajari masa yang akan datang dan menyusun rencanakerja; b c Mengorganisai, yaitu membuat organisasi usaha bahan dan manusia; Mengkoordinasi, menyatakan dan mengkorelasikan semua kegiatan;

54

Mengawasi, yaitu memeriksa bahwa segala sesuatu dikerjakan sesuai denganperaturan-peraturan yang ditetapkan dan instruksi yang telah diberikan. Klarifikasi pernyataan di atas yang lebih populer, yaitu yang biasa disebut:

a b c d e f g

Perencanaan; Pengorganisasian; Penetapan; Pengarahan; Pelaporan; Pengkoordinasian; Penganggaran. Tahap-tahap penglolaan kelas yang lazim dipakai, hingga kini sebagai landasan

pembahasan meliputi: a Perencanaan, meliputi penciptaan, penyusunan program, dan perumusankegiatan; b c d 1 Pengorganisasian, meliputi pemanfaatan sumber dan pembagian tugas; Mengkoordinasikan kegiatan; Pengawasan: Mengevaluasi pekerjaan dibandingkan dengan rencana,

55

Melaporkan penyimpangan-penyimpangan koreksi dengan membuat standar-standar dan sasaran-sasarannya,

3 4

Menilai pekerjaan dan mengoreksi penyimpangan-penyimpangan. Salah satu perencanaan kegiatan perencanaan dalam proses

pembelajaranadalah membuat program pengajaran dan persipan mengajar.

Langkah-langkah Peningkatan Mutu Pembelajaran di Sekolah Peningkatan mutu pembelajaran dapat dilakukan dengan langkah-langkah

sebagai berikut.Pertama, pemanasan dan apersepsi.Pemanasan dan apersepsi perlu dilakukan untuk mengidentifikasi pengetahuan peserta didik, memotivasi peserta didik dengan menyajikan materi yang menarik, dan mendorong mereka untuk mengetahui berbagai hal baru.Pemanasan dan apersepsi ini dapat dilakukan sebagai berikut.(1) Mulailah pembelajaran dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik, (2) Motivasi peserta didik dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bag kehidupan mereka, (3) Gerakkan peserta didik agar tertarik dan bernafsu untuk mengetahui hal-hal yang baru. Kedua, tahap eksplorasi, merupakan kegiatan pembelajaran untuk mengenalkan bahan dan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik.Hal tersebut dapat ditempuh sebagai berikut. (1) Perkenalkan materi standar dan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik; (2) Kaitkan materi standar

56

dan kompetensi dasar yang baru dengan pengetahuan dan kompetensi yang sudah dimiiki oleh peserta didik; (3) Pilihlah metode yang paling tepat, dan gunakan secara bervariasi untuk meningkatkan penerimaan peserta didik terhadap materi standar dan kompetensi baru, pengetahuan danpengalaman yang ada sebelumnya. Materi pembelajaran baru disesuaikan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada, sehingga pembelajaran harus dimulai dengan hal yang sudah dikenal dan dipahami peserta didik, kemudian guru menambahkan unsur-unsur pembelajaran dan kompetensi baru yang disesuaikan dengan pengetahuan dan kompetensi yang sudah dimiliki peserta didik. Ketiga, Konsolidasi Pembelajaran. Konsolidasi merupakan kegiatan untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembentukkan kompetensi, dengan mengaitkan kompetensi dengan kehidupan peserta didik. Konsolidasi pembelajaran inii dapat dilakukan sebagai berikut: (1) Libatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi standar dan kompetensi baru; (2) Libatkan peserta didik secara aktif dalam proses pemecahan masalah (problem solving), terutama dalam masalahmasalah aktual; (3) Letakkan penekanan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi standar dan kompetensi baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan dalam lingkungan masyarakat; (4) Piihlah metodologi yang paling tepat sehingga materi standar dapat diproses menjadi kompetensi peserta didik. Keempat, Pembentukkan Kompetensi, Sikap, dan Perilaku yang dapat dilakukan sebagai berikut: (1) Doronglah peserta didik untuk menerapkan konsep,

57

pengertian, dan kompetensi yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari; (2) Praktekkan pembelajaran secara langsung, agar peserta didik dapat membangun kompetensi, sikap dan perilaku baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang dipelajari; (3) Gunakan metodologi yang paling tepat agar terjadi perubahan kompetensi, sikap dan perilaku peserta didik. Kelima, penilaian formatif yang dapat dilakukan sebagai berikut: (1) Kembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik; (2) Gunakan hasil penilaian tersebut untuk menganalisis kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru dalam memberikan kemudahan kepada peserta didik; (3) Pilihlah metodologi yang paling tepat sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai. Dalam pembelajaran yang bermutu, peserta didik perlu dilibatkan secara aktif, karena mereka adalah pusat dari kegiatan pembelajaran dan pembentukkan kompetensi.Peserta didik harus dilibatkan dalam tanya-jawab yang terarah, dan mencari pemecahan terhadap berbagai masalah pembelajaran.Peserta didik harus didorong untuk menafsirkan informasi yang diberikan oleh guru, sampai informasi tersebut dapat diterima oleh akal sehat. Strategi seperti ini memerlukan pertukaran pikiran, diskusi, dan perdebatan, dalam rangka mencapai pengertian yang sama terhadap setiap materi. Melalui pembelajaran yang bermutu dan bermakna, kompetensi dapat diterima dan tersimpan lebih baik, karena masukotak dan membentuk kepribadian melalui proses masuk akal.

58

Dalam metode pembelajaran yang bermutu, setiap materi pelajaran yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman yang ada sebelumnya.Materi pembelajaran baru disesuaikan secara aktif dengan pengetahuan yang sudah ada, sehingga pembelajaran harus dimulai dengan hal yang sudah dikenal dan dipahami peserta didik, kemudian guru menambahkan unsur-unsur pembelajaran dan kompetensi baru yang disesuaikan dengan pengetahuan dan kompetensi yang sudah dimiliki peserta didik. B Konsep Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil.Olehnya itu, anak harus diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya.Namun ternyata dalam praktik pendidikan sehari-hari, tidak selalu demikian yang terjadi.Sudah banyak contoh yang menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada umummnya memperlakukan anak tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya.Di dalam keluarga orang tua sering memaksakan keinginannya sesuai kehendaknya sendiri. Di sekolah tidak sedikit pula tutor yang memberikan tekanan (pressure) tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, padahal setiap anak memiliki metode berbeda dalam hal menyajian pendidikan. Khusus bagi anak pra sekolah atau usia dini ada dua hal yang perlu diperhatikan pada pendidikannya, yakni materi pendidikan, dan metode pendidikan yang dipakai. 1. Landasan Yuridis

59

Pada pasal 26 ayat 3 UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Dalam pasal 28 ayat 3 Undang - Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003) ditegaskan bahwa: Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK), Raudathul Athfal, atau bentuk lain yang sederajat. Secara umum kebijakan layanan PAUD nonformal adalah mengacu pada 3 pilar kebijakan Depdiknas yakni: pemerataan dan perluasan akses layanan PAUD, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, serta penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Namun pada tahap-tahap awal pilar kebijakan yang pertama masih cukup dominan, sekalipun demikian secara simultan tetap dikaitkan dengan pilar kebijakan ke dua dan tiga (Departemen Pendidikan Nasional, 2007). Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2007) Kebijakan pemerataan layanan PAUD nonformal pada dasarnya berorientasi pada pada pemberdayaan semua potensi yang ada di masyarakat, yang meliputi: a Pemberdayaan semua program dan lembaga layanan anak usia dini yang telah ada di masyarakat (seperti Posyandu, BKB, TPQ, TAAM, Sekolah Minggu,dan Bina Iman). 60

Pemberdayaan semua fasilitas (prasarana/sarana) yang ada di masyarakat (seperti: sekolah; tempat-tempat ibadah; terminal, stasiun, rumah sakit, pasar, mall; balai desa/balai kelurahan, perkantoran, puskesmas; pabrik/LembagaPAUD; dan taman lapangan).

Pemberdayaan semua sumber daya manusia yang ada untuk mendukung pengembangan dan pelaksanaan PAUD secara holistik (seperti: para pakar, peneliti, praktisi; pendidik/tutor/dosen; dokter, bidan, perawat; tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda; mahasiswa, sumberdaya, orangtua, keluarga;dan wartawan, artis/seniman, musisi, penyanyi).

Pemberdayaan lingkungan sekitar anak dengan segala isinya sebagai sarana bermain sambil belajar anak yang tidak ada habisnya (seperti: perabotan; tanam-tanaman, pepohonan, sayur-mayur, buah-buahan; kebun, halaman, sawah, ladang, sungai, gunung; perumahan, pertokoan, jembatan, alattransportasi; makanan dan minuman).

Memberdayakan

keberadaan

pakar/praktisi/politisi/tokoh

untuk

mendukungPAUD melalui wadah Forum PAUD, Konsorsium PAUD dan HIMPAUDI f Orientasi layanan PAUD yang lebih berpihak kepada keluarga

kurangberuntung (miskin, terisolasi). g Pemberian dana stimulan melalui pola block grant dengan sistim hibah bersaing (seperti Rintisan PAUD, dan dukungan kelembagaan) 61

Perintisan/pengembangan

PAUD

Model/PAUD

Unggulan/PAUD

Percontohan (kerjasama dengan BPPLSP, BPKB dan SKB, Pertutoran Tinggi, LSM,Organisasi Wanita) i j Pemberian dukungan Alat Permainan Edukatif Menggunakan program PAUD sebagai upaya menanamkan jiwa

NKRI(terutama untuk daerah-daerah konflik). 2. Landasan Filosofis Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar manusia yang baik berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan (Departeman Pendidikan Nasional, 2005). Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu menjadikan manusia indonesia seutuhnya.Bangsa Indonesia juga sangat menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang maknanya berbeda tetapi satu. Dari semboyan tersebut bangsa Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun.Anak sebagai mahluk individu yang sangat

62

berhak untuk mendaptkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya (Departeman Pendidikan Nasional, 2005). Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan. Melalui pendidikan yang dibangun atas dasar falsafah pancasila yang didasarkan pada semangat Bhineka Tunggal Ika diharapkan bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang tahu akan hak dan kewajibannya untuk bisa hidup berdampingan, tolong menolong dan saling menghargai dalam sebuah harmoni sebagai bangsa yang bermartabat (Departeman Pendidikan Nasional, 2005). Sehubungan dengan pandangan filosofis tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan, pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses pendidikan yang berlangsung (Departeman Pendidikan Nasional, 2005). 3. Implikasi Filosofi Dalam Pelaksanaan PAUD Sebagaimana dijelaskan dalam Naskah akademik kajian kurikulum PAUD (Departemen Pendidikan Nasional, 2007), bahwa implikasi filosofis dalam pelaksanaan PAUD meliputi: a 1 Berkaitan Dengan Anak Anak akan belajar dengan baik ketika mereka menggunakan sensori. Anak yang senang mengerjakan dan mengeksplorasi alat-alat main yang

63

diberikan kepadanya akan cenderung mendapat hasil pembelajaran yang lebih banyak dibandingkan anak yang diam dan selalu menerima segala sesuatunya. Semua hal yang dipelajari melalui alat sensorinya akan tersimpan baik dalam ingatan jangka pendek maupun ingatan jangkapanjang. 2 Semua anak dapat dididik. Semua anak terlahir dengan potensi bawaan masing-masing, karenanya semua anak juga dapat dididik sesuai potensi tersebut tanpa pengecualian. Setiap anak memiliki kesempatan untuk belajar dari lingkungannya dan dari orang dewasa yang ada disekelilingnya. 3 Setiap anak harus dioptimalkan potensinya. Potensi yang dimiliki anak berbeda satu sama lain, sehingga membutuhkan pembelajaran yang berbeda pula. Pembelajaran yang diberikan harus mampu mengoptimalkan potensi yang ada agar dapat dimanfaatkan sebagaiketerampilan hidupnya 4 Pendidikan harus dimulai sejak dini. Usia dini merupakan usia emas dimana anak dengan mudah menyerap segala informasi yang diterima melalui semua inderanya. Dengan pemikiran tersebut, maka pendidikan harus dimulai sedini mungkin bahkan ketika anak masih dalam kandungan, karena otak anak telah berkembang sejak usia kandunganempat bulan. 5 Anak tidak dapat dipaksa belajar jika belum siap belajar. Pembelajaran akan mudah dilaksanakan jika anak telah berada pada tahap kematangan dan siap belajar. Anak yang belum siap belajar tidak akan mampu menyerap

64

konsep yang diajarkan dengan baik. Kesiapan belajar ini berbeda antara satu anak dengan anak lainnya, walaupun dalam rentangusia yang sama. 6 Mempersiapkan anak bagi perkembangan selanjutnya dalam belajar. Pembelajaran anak usia dini dapat dijadikan sebagai wahana mempersiapkan anak untuk menjalani tahap perkembangan selanjutnya. Apa yang dipelajari anak di usia dini diharapkan dapat dmanfaatkan bagi pembelajaran di tahap lanjut. 7 Kegiatan pembelajaran harus menarik dan bermakna. Ciri khas yang menonjol dalam pembelajaran anak usia dini adalah pembelajaran yang menarik dan bermakna. Anak akan berminat menjalani pembelajaran jika kegiatan dibuat semenarik mungkin sehingga anak senang belajar.Ketika itu, secara otomatis pembelajaran yang dilakukan menjadi bermakna. 8 Interaksi sosial dengan tutor dan kelompok usia penting bagi perkembangannya. Anak tidak akan mampu melakukan aktivitas sosial jika tidak pernah ada kesempatan untuk berkomunikasi dengan orang lain ataupun anak sesusianya. Bermain dapat dijadikan sarana untuk belajarinteraksi dengan orang lain. b 1 Berkaitan dengan Orang Tua Keluarga merupakan lembaga yang paling penting dalam pendidikan dan pengembangan anak. Pendidikan anak dimulai dari lingkungan terdekat dalam hal ini adalah keluarga. Keluarga mempunyai peran yang sangat besar 65

bagi pengembangan anak baik perilaku maupun keterampilan hidup. Keluarga merupakan lembaga terpenting, karena anak lahir dalam lingkungan tersebut dan sebagian besar waktunya dihabiskan bersama keluarga. 2 Orang tua adalah pendidik utama bagi anak. Model pertama kali yang dilihat oleh anak adalah orang tuanya, karenanya orang tua merupakan pendidik utama. Apa yang dilakukan anak sebagian besar merupakan perilaku imitasi orang tuanya. Untuk memenuhi aspek-aspek dalam perkembangan anak baik aspek fisik, kognitif, sosial emosional dan bahasa serta aspek lainnya seperti agama dan moral, kemandirian dan seni), maka perlu dilakukan berbagai prinsip yang meliputi: a Berorientasi pada kebutuhan anak. Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak secara individual. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis. Pendidik dan orang tua harus dapat melihat dan membandingkan antara kemampuan yang dicapai anak pada usia tertentu dengan tingkat kemampuan yang seharusnya dicapai anak pada usia tersebut (sesuai tahap perkembangannya) sehingga dapat diketahui kesenjangannya. Kesenjangan antara kemampuan yang senyatanya dicapai anak dengan kemampuan yang seharus dicapai anak inilah yang menjadi kebutuhan anak.

66

Sehubungan dengan hal tersebut pendidik diharapkan mampu menyediakan kegiatan-kegiatan main yang dapat meningkatkankemampuan anak b Berpusat pada anak. Dalam pembelajaran anak usia dini harus berorientasi pada minat dan kebutuhan anak secara individu maupun kelompok, dimana pendidik berfungsi sebagai fasilitator. Pembelajaranyang disusun tidak sekedar memenuhi harapan tutor ataupun orang tua. c Dilaksanakan dalam suasana bermain (belajar melalui bermain). Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan/kepuasan bagi diri seseorang (Piaget, 1970). Diharapkan Melalui bermain dapat memberi kesempatan anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Selain itu melalui bermain dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa ia hidup serta lingkungan tepat ia hidup. Bermain merupakan kebutuhan bagi anak, melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan. Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan anak usia dini, dengan menggunakan strategi, metode, materi/bahan dan media yangmenarik agar mudah diikuti oleh anak. d Dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang. Pembelajaran disusun bertahap dari yang mudah ke yang kompleks dengan memperhatikan tahap perkembangan anak. Pembelajaran dilakukan secara meningkat, jika ana telah menguasai materi di tingkat bawah, maka pembelajaran dapat

67

dilanjutkan pada tingkat di atasnya hingga keseluruhan level dapat dikuasai. Pembelajaran anak usia dini akan efektif jika ada pengulanganpengulangan materi. Semakin sering anak mendengar atau mendapat suatu informasi yang sama dalam kurun waktu tertentu, maka informasitersebut akan semakin bertahan lama dalam ingatan anak. e Merangsang semua inderanya. Pembelajaran terjadi saat anak berusaha memahami dunia disekeliling mereka dengan menggunakan seluruh inderanya. Orang dewasa yang ada di sekitarnya diharapkan dapat menyediakan lingkungan yang dapat merangsang anak untuk menggunakan seluruh inderanya sehingga anak dapat membangunpemahaman mereka sendiri terhadap dunia sekitarnya. f Mengembangkan semua aspek kecerdasannya. Setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda jenis dan tingkatannya satu sama lain. Kecerdasan yang dimaksud tidak hanya kecerdasan akademik, tetapi lebih luas dari itu. Pembelajaran untuk anak disusun dengan memperhatikan berbagai kecerdasan yang ada. Pembelajaran ini harus mampu mengembangkan semua aspek kecerdasan yang ada pada anak usia dini. Oleh karena itu tutor diharapkan dapat memfasilitasi anak dengan menyediakan berbagai kegiatan main yang dapatmengembangkan kecerdasan anak. g Merangsang munculnya kreativitas dan inovasi. Proses kreatif dan inovatif dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang menarik dan

68

membangkitkan rasa ingin tahu anak untuk berpikir kritis dan menemukan hal-hal baru. Kreativitas anak dapat dimunculkan jika kegiatan yang disajikan menantang dan menyenangkan karena anak bebas melakukan eksplorasi tanpa intervensi. Pembelajaran untuk anakdilakukan dengan pembaharuan program seiring perkembangan anak sehingga perlakuan yang diebrikan tidak sama untuk setiap anak. h Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber dan media pembelajaran. Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan secara sengaja dan terencana untuk membantu anak mengembangkan potensi secara optimal sehingga anak mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Lingkungan harus iciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain. Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahanbahan yang sengaja disiapkan. Banyak bahan alam yang dapat digunakan sebagai media dan sumber belajar untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangan.. Bahan yang ada di lingkungan sangat mudah didapat danharganya murah. i Menggunakan pembelajaran tematik dan terpadu. Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang melibatkan beberapa bidang pengembangan untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada anak. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau

69

waktu, aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar. Pembelajaran tematik diajarkan pada anak karena pada umumnya mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistic). Contohnya,perkembangan fisiknya tidak pernah dapat dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional (Departemen PendidikanNasional, 2007) Kekuatan pembelajaran tematik adalah: (1) Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak, (2) Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan anak, (3) Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan bermakna, (4) Mengembangkan keterampilan berpikir anak dengan permasalahan yang dihadapi, dan (5) Menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja sama, toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain. 4. Landasan Ilmiah PAUD Pendidikan Anak Usia Dini, pada hakekatnya adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Pendidikan Anak Usia Dini memberi kesempatan untuk mengembangkan kepribadian anak, oleh karena itu pendidikan untuk UsiaDini khususnya Taman Kanak-Kanak perlu menyediakan berbagai kegiatan yangdapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang meliputi kognitif,bahasa, sosial, emosi, fisik dan motorik (Anderson, 1993).

70

Pengalaman belajar seperti apa yang memungkinkan anak berkembang seluruh aspek perkembangannya. anak Menurut Pestalozzi dalam Patmonodewo (1995), yang

Pendidikan

hendaknya

menyediakan

pengalaman-pengalaman

menyenangkan, bermakna, dan hangat seperti yang diberikan oleh orang tua di lingkungan rumah. Dari uraian di atas Anda tentunya akan dapat mencermati apa sesungguhnya hakikat pendidikan anak usia Dini. Agar memperoleh pemahaman yang mendalam cermati dengan teliti makna dari hakikat pendidikan Usia Dini sebagai berikut yang dikemukakan oleh Departemen Pendidikan Nasional (2005).Anak adalah manusia kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Ia memiliki karakteristik yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa serta akan berkembang menjadi manusia dewasa seutuhnya. Dalam hal ini anak merupakan seorang manusia atau individu yang memiliki pola perkembangan dan kebutuhan tertentu yang berbeda dengan orang dewasa.Anak memiliki berbagai macam potensi yang harus dikembangkan. Meskipun pada umumnya anak memiliki pola perkembangan yang sama, tetapi ritme perkembangannya akan berbeda satu sama lainnya karena pada dasarnya anak bersifat individual. Ditinjau dari segi usia, anak usia dini adalah anak yang berada dalamrentang usia 0-8 tahun (Morrison, 1988: 4). Standar usia ini adalah acuan yang digunakan oleh NAEYC (National Assosiation Education for Young Child ). Menurut definisi ini anak usia dini merupakan kelompok yang sedang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini mengisyaratkan bahwa anak usia dini adalah individu

71

unik yang memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosio-emosional, kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tahapan yang sedang dilalui oleh anak tersebut.Anak usia dini terbagi menjadi 4 (empat) tahapan yaitu masa bayi dari usia lahir sampai 12 (dua belas) bulan, masa kanak-kanak/batita dari usia 1 sampai 3 tahun, masa prasekolah dari usia 3 sampai 5 tahun dan masa sekolah dasar dari usia 6 sampai 8 tahun. Setiap tahapan usia yang dilalui anak akan menunjukkan karakteristik yang berbeda. Proses pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak haruslah memperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan. Apabila perlakuan yang diberikan tersebut tidak didasarkan pada karakteristik perkembangan anak, maka hanya akan menempatkan anak pada kondisi yang menderita (Patmonodewo, 2003:43). Pendidikan bagi anak Usia Dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengash dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan

menghasilkan kemampuan dan ketrampilan pada anak. Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakkan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan baik koordinasi motorik (halus dan kasar), kecerdasan emosi, kecerdasan jamak ( mutiple intelelegences) dan kecerdasan spiritual. Sesuai dengan keunikan dan pertumbuhan Anak Usia Dini, maka

penyelenggaraan Pendidikan bagi Anak Usia Dini disesuaikan dengan tahap tahap

72

perkembangan yang dilalui oleh Anak Usia Dini. Berikut adalah beberapa pendapat lain mengenai Pendidikan anak Usia dini: Pendidikan Anak Usia Dini, menekankan kepada anak usia dua setengah tahun sampai dengan enam tahun Bihler dan Snowman (2003). Pendidikan anak Anak usia Dini, mencakup berbagai program yang melayani anak dari lahir sampai dengan delapan tahun yang dirancang untukmeningkatkan perkembangan intelektual,sosial,emosi, bahasa dan fisik anak (Bredecamp,1997). Sedangkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003) pada fasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa Pendidkan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003) batasan pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia, adalah dari Lahir sampai dengan enam tahun. Apakah Taman Kanak-Kanak termasuk Pendidikan Anak Usia Dini? Apabila melihat rentang usia TK yakni yang terentang antara anak usia empat sampai dengan enam tahun, maka Pendidikan Taman KanakKanak termasuk Pendidikan Anak Usia Dini. pendidikan anak usia dini dalam jalur pendidikan formal. Setelah mencermati apa TK, dan apa Pendidikan Anak Usia Dini, maka ada satu hal lagi yang perlu dipahami supaya wawasan Anda tentang

73

pendidikan anak usia dini lebih mantap, yaitu Kelompok Bermain. Tentu Anda sudah mengenal Kelompok Bermain yang saat ini sedang berkembang pesat di Tanah Air khususnya di kota-kota besar. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (2003) ditegaskan bahwa kelompok bermain ada pada rentang usia satu sampai dengan empat tahun dan berada dalam pendidikan non formal. Setelah anda memahami dengan jelas tentang persamaan maupun perbedaan tentang TK, Pendidikan Anak Usia Dini, dan Kelompok Bermain, selanjutnya anda pelu juga memahami bagaimana pandangan beberapa ahli tentang anak, dan Pendidikan Anak usia Dini. Pendidikan anak usia dini (PAUD) nonformal yang bersifat fleksibel sering diartikan bahwa PAUD nonformal boleh dilaksanakan tanpa adanya ketentuan apapun. Anggapan tersebut tidaklah benar, karena fleksibelitas dalam PAUD nonformal lebih tertuju pada cara penyelenggaraannya, bukan pada prinsip pembelajarannya. PAUD nonformal harus bisa memberikan layanan PAUD yang murah dan mudah, tetapi bermutu. Prinsip pembelajaran PAUD nonformal adalah bermain sambil belajar, yang sesuai dengan tingkat usia, perkembangan psikologis dan kebutuhan spesifik anak, serta yang mendekatkan anak dengan lingkungannya. PAUD nonformal bukanlah sekolah yang penuh dengan aturan, melainkan taman yang menyenangkan, mengasyikan, dan mencerdaskan. Prinsip utama PAUD nonformal adalah memberikan stimulasi pendidikan kepada anak dalam rangka melejitkan potensinya agar anak memiliki kesiapan untuk

74

mengikuti pendidikan lebih tinggi.Perkembangan dan kualitas anak dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya adalah faktor hereditas dan lingkungan yang termasuk di dalamnya intervensi pendidikan.Mengapa demikian? Ketika anak lahir, ia baru dibekali dengan modal yang disebut potensi, baik potensi fisik (jasmani) maupun nonfisik (akal, kalbu, dll.). Potensi tersebut baru merupakan kemampuan awal, karenanya harus ditumbuh-kembangkan melalui berbagai stimulasi atau rangsangan. Para ahli genetika mempercayai bahwa setiap anak yang lahir membawa potensi yang diturunkan dari kedua orangtuanya dan dipengaruhi oleh gen dari orangorang yang memiliki garis keturunan di atasnya. Namun potensi tersebut tidak akan mencapai perkembangan secara optimal tanpa adanya stimulasi (rangsangan) yang maksimal. Rangsangan yang bersifat fisik/biologis tentunya terkait dengan pemberian gizi yang seimbang. Terkait dengan gizi ini berbagai studi yang dilakukan oleh para ahli gizi menyimpulkan bahwa pembentukan kecerdasan pada masa usia dini dan dalam kandungan ternyata sangat tergantung pada asupan gizi yang diterima. Implikasinya adalah bahwa pendidikan anak usia dini harus pula memperhatikan pemenuhan gizi anak, termasuk gizi ibunya ketika anak masih menyusu. Rangsangan nonfisik khususnya rangsangan pendidikan merupakan rangsangan yang tak kalah pentingnya. Gani (2002) mengungkapkan bahwasektor pendidikan menekankan pada rangsangan terhadap aspek intelektual, emosional, spiritual dan aspek-aspek lainnya yang terkait dengan software (perangkat lunak) dalam rangka melejitkan potensi diri, sedangkan sector nonpendidikan menekankan pada

75

rangsangan misalnya terhadap aspek gizi, kesehatan, dan aspek-aspek lainnya yang terkait dengan hardware (perangkat keras). Berkaitan dengan anak usia dini, terdapat beberapa masa yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi bagaimana seharusnya seorangpendidik menghadapi anak usia dini, sebagai berikut: a Masa peka. Pada masa ini anak akan merespon berbagai stimulus dengancepat karena kepekaannya yang muncul seiring dengan kematangan. Sebagian pendidik baik orang tua maupun tutor belum sepenuhnyamampu menciptakan suatu kondisi yang kondusif, memberi kesempatandan menunjukkan permainan serta alat permainan tertentu yang dapatmemicu munculnya masa peka dan atau menumbuhkembangkan potensiyang ada di masa peka. b Masa egosentris. Masa egosentris ditandai dengan sikap keakuan anakyang sangat besar, seperti seolah-olah dialah yang paling

benar,keinginannya harus selalu dituruti, segalanya miliknya sendiri, dan mau menang sendiri. Orang tua harus memahami bahwa anak masih beradapada masa egosentris ini. Karenanya orang tua harus memberikan pengertian secara bertahap pada anak agar dapat menjadi makhluk sosial yang baik dengan memberi kesempatan pada anak untuk berinteraksi dilingkungannya. Misalnya dengan melatih anak untuk dapat berbagi sesuatu dengan temannya atau belajar antri/menunggu giliran saatbermain bersama.

76

Masa meniru. Pada masa ini proses peniruan anak terhadap segalasesuatu yang ada di sekitarnya tampak semakin meningkat. Peniruan ini tidak saja pada perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang disekitarnya tetapi juga terhadap tokoh-tokoh khayal yang sering ditampilkan ditelevisi dan segala hal yang dilihat serta didengarnya. Pada saat ini orangtua atau tutor haruslah dapat menjadi tokoh panutan bagi anak dalamberperilaku.

Masa berkelompok. Pada masa ini anak senang melakukan kegiatan secara berkelompok atau team. Biarkan anak bermain di luar rumah bersama teman-temannya, jangan terlalu membatasi anak dalam pergaulan sehingga anak kelak akan dapat bersosialisasi dan beradaptasi sesuai dengan perilaku lingkungan sosialnya. Oleh karena itu orang tua sebaiknya mengkondisikan lingkungan yang baik bagi pergaulannyauntuk kesempatan anak bersosialisasi dan bergaul.

Masa bereksplorasi. Masa ini ditandai dengan kegiatan anak yang menunjukkan rasa keingintahuan yang besar mengenai suatu hal. Rasa ingin tahu ini ditunjukkan dengan banyak bertanya, mengamati bahkan

membongkar benda. Orang tua atau orang dewasa harus memahami pentingnya eksplorasi bagi anak. Biarkan anak memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitarnya dan biarkan anak melakukan trial danerror, karena memang anak adalah seorang penjelajah yang ulung.

77

Masa Pembangkangan. Orang tua harus memahami dan mengarahkan anak saat ia mulai membangkang tetapi bukan berarti selalu memarahinya karena ini merupakan suatu masa yang akan dilalui oleh setiap anak. Selain itu bila terjadi pembangkangan sebaiknya diberikan waktu pendinginan ( cooling down) misalnya berupa penghentian aktivitas anak dan membiarkan anak sendiri berada di dalam kamarnya atau di sebuah sudut. Beberapa waktu kemudian barulah anak diajak bicara mengapa ia melakukan itu semua (Departemen Pendidikan AnakUsia Dini, 2004).

5. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini secara Umum Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi anak agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai falsafah suatubangsa. Anak dapat dipandang sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia.Ia belum mengetahui tata krama, sopan santun, aturan, norma, etika, dan berbagai hal tentang dunia. Ia juga sedang belajar berkomunikasi dengan orang lain dan belajar memahami orang lain. Anak perlu dibimbing agar mampu memahami berbagai hal tentang dunia dan isinya. Ia juga perlu dibimbing agar memahami berbagai fenomena alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup di masyarakat. Interaksi anak dengan benda dan orang lain diperlukan agar anak mampu mengembangkan kepribadiaan, watak, dan akhlak yang mulia. Usia dini merupakan saat yang sangat berharga untuk menanamkan nilai-nilai

78

nasionalisme, agama, etika, moral, dan sosial yang berguna untuk kehidupan anak selanjutnya (Suyanto, 2005: 3-4). Adapun tujuan pendidikan anak usia dini menurut Wilantara (2007) menyatakan bahwa: Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini. Tujuan utamanya adalah untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.Tujuan penyertanya adalah untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah. Sedangkan menurut Departemen Pendidikan Nasional dalam Lestari (2008: 1718), tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini adalah: a Tujuan Umum Kegiatan pendidikan bertujuan mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. b Tujuan khusus Kegiatan pendidikan secara khusus bertujuan agar: 1 Anak mampu melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaanTuhan

79

Anak mampu mengelola keterampilan tubuh termasuk gerakangerakan yang mengontrol gerakan tubuh, gerakan halus, dan gerakan kasar sertamenerima rangsangan sensorik (panca indera)

Anak mampu mengunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk berpikir danbelajar.

Anak

mampu

berfikir

logis,

kritis,

memberi

alasan,

memecahkanmasalah dan menemukan hubungan sebab akibat. 5 Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat, dan menghargai keragaman sosial dan budaya. Serta mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap belajar,kontrol diri dan rasa memiliki. 6 Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada birama, berbagai bunyi,bertepuk tangan, serta menghargai hasil karya yang kreatif. 6. Fungsi Pendidikan Anak Usia Dini Fungsi PAUD menurut Lestari (2008: 17-18), diantaranya: a b c d e Penanaman dasar-dasar akidah dan keimanan, Pembentukan dan pembiasaan perilaku-perilaku yang diharapkan, Pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan, Pengembangan motivasi dan sikap belajar yang positif, dan Pengembangan potensi. 80

Sedangkan dalam kontek perkembangan anak, PAUD memiliki lima fungsi dasar, yakni: (1) pengembangan potensi, (2) penanaman dasar-dasar aqidah keimanan, (3) pembentukan dan pembiasaan perilaku yang diharapkan, (4) pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan, serta (5) pengembangan motivasi dan sikap belajar yang positif (Solehudin, 2000 dalam Ali, 2007: 1092) 7. Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini Penelitian tentang kecerdasan otak menunjukkan bahwa untuk memaksimalkan kepandaian anak, stimulasi harus diberikan sejak tiga tahun pertama dalam kehidupannya. Semakin muda si anak diberi latihan-latihan yang dapat

mengembangkan pertumbuhan otaknya, semakin pintar ia kelak. Memulai latihan pada usia 5 tahun boleh dikatakan sangatlah terlambat. Pertumbuhan otak yang sangat cepat dan pesat terjadi sebelum usia 1 tahun. Secara faktual dapat dihitung bahwa lebih dari separuh dari jumlah 100 ribu sel yang diperkirakan terdapat didalam gen manusia dipergunakan untuk memproduksi sel-sel otak. Bayi yang baru lahir memiliki miliaran sel otak. Jauh lebih banyak dari yang mereka dapatkan pada usia tiga tahun dan dua kali lebih banyak dari sel-sel otak orang dewasa. Rangsangan pancaindera dapat mempengaruhi pertumbuhan sel otak dan juga mempunyai andil untuk membuat sel-sel itu menjadi tumbuh atau mati. Seorang bayi yang tidak pernah mendengarkan suara-suara dan musik, meraba,merasakan

81

sentuhan, mencium, melihat, lama-kelamaan sel-sel otaknya akan lemah dan kemudian mati. Stimulus lingkungan terhadap perkembangan otak jauh lebih rumit dari yang diperkirakan.Rangsangan dari luar mempengaruhi sel-sel otak, simpul-simpul syaraf yang menghubungkan sel-sel tersebut dan mengatur bagaimana simpul-simpul itu saling bekerja dan berhubungan. Seorang dewasa, didalam otaknya mempunyai daerah abu-abu seukuran kacang walnut yang beratnya kurang lebih 1 kg yang terdiri miliaran sel otak dan trilyunan simpul-simpul saraf otak (jumlah ini bervariasi tergantung apakah sejak lahir ia mendapat stimulasi otak yang baik dari lingkungannya). Stimulasi lingkungan ibarat pahatan yang bekerja membentuk sel-sel otak sehingga otak dapat berkembang dengan baik. Para orang tua dan pengasuh anak harus sadar apa yang dapat dan harus mereka lakukan untuk membuat si kecil menikmati dan banyak mendapat manfaat dalam setiap tahap perkembangan anak. Memberi stimulasi pada anak-anak memang kelihatannya mudah, tetapi butuh waktu.Seorang anak membutuhkan waktu dan bimbingan yang banyak untuk membuat mereka mempunyai sikap positif dalam belajar dan mengenal kehidupan. Oberlander (2002) dalam bukunya Slow and Steady Get Me Ready menulis buku pedoman pengembangan anak usia dini berupa permainan selama 260 minggu pertama dari bayi sejak lahir hingga usia 5 tahun. Permainan-permainan tersebut dimaksudkan sebagai perangsang untuk memaksimalkan perkembangan otak

82

sehingga anak tumbuh cerdas dalam berbagai aspek kecerdasan.Hal paling penting dari buku ini adalah mengajak orangtua menghabiskan waktu dengan permainanpermainan yang menyenangkan, menantang, dan mengarahkan anak mengatasi permasalahannya sendiri. Warner (2010) dalam bukunya Play & Learn 160 aktivitas bermain dan belajar bersama anak (usia 0-3 tahun) menyatakan bahwa periode pertumbuhan dan perkembangan yang paling cepat dari bayi adalah diantara saat kelahiran hingga tahun, dimana bayi tumbuh secara fisik, kognitif, verbal, psikologis, sosial dan emosional. Dengan memberikan lingkungan yang merangsang, orang tua dapat menolong bayi memenuhi potensi perkembangaannya pada masa kritis ini. Beliau mengingatkan tiga hal sebagai berikut : 1) bayi belajar terutama melalui permainan, 2) mainan yang paling baik bagi bayi adalah orang tuanya, 3) orang tua hendaknya bermain bersama bayinya. Goode (2005) dalam bukunya Optimizing Your Childs Talent menyatakan perlunya memahami perkembangan umum masa kanak-kanak. Ketrampilan yang berkembang pada anak untuk setiap tahap perkembangannya sebagai berikut : a Lahir hingga delapan belas bulan, kemampuan paling penting adalah kepercayaan. Melalui interaksi dengan orang lain dan orang tua bayi akan merasa bahwa kebutuhannya akan hal-hal seperti kehangatan, makanan, pelukan dan stimulasi terpenuhi akan membangun perasan amandan kepercayaannya dan menjadi dasar hubungannya sepanjang sisa hidup.

83

Delapan bulan hingga tiga tahun, anak mulai belajar tentang batasanbatasan ( kompor panas, penggunaan benda, tangga, jalan, dan mobil). Anak pada tahap ini membutuhkan bentuk dan ketegasan, orangtua harus membuat keputusan terutama menyangkut berbagai wilayah keamanan fisikdan kesehatan.

Tiga tahun hingga tujuh tahun, anak mulai mengembangkan kesadaran akankenyataan yang berbeda dari khayalan atau fantasi. Pandangan Piaget (1970) dalam membantu anak mengetahui sesuatu ada tiga

cara, yaitu : a Melalui interaksi, mempelajari sesuatu dari manusia lain. Berbahasa adalahtingkah laku yang berbudaya. b Melalui pengetahuan fisik, mengetahui sifat fisik suatu benda, hal inidiperoleh dalam pengalaman anak dari lingkunganya c Mengetahui berarti Logico-Mathematical. Kategori ini meliputi pengertian tentang angka, klarifikasi, waktu, ruang, dan konservasi. Tipe ini menunjukkan adanya proses mental yang dikaitkan dengan hadirnya bendasecara fisik. Selanjutnya Piaget (1970) mengemukakan tahapan-tahapan perkembangan anak sebagai tahapan perkembangan kognitif sebagai berikut :

84

Tahapan sensorimotor (usia 0-2 tahun) pada tahap ini anak mulai memahamiobyek disekitarnya melalui sensori dan aktivitas motor atau gerakannya.

Tahapan operasional (usia 2-7 tahun) anak berkonsentrasi pada satu ciri atauhal, sedangkan ciri lainnya diabaikan.

Tahapan operasional konkret (usia 7-11 tahun) anak mulai mampu mengatasi masalah yang berkaitan dengan conservasi, perceptual contration,

danegocentrism Ketua umum komnas perlindungan anak, Seto Mulyadi mengatakan Dalam menjalani tugas perkembangan anak sangat penting untuk menyediakan lingkungan yang kondusif. Tersedianyan lingkungan yang kondusif bagi anak adalah dengan terpenuhinya empat hak dasar anak, yaitu : hak untuk tumbuh dan berkembang; hak untuk hidup layak, termasuk didalamnya hak untuk bermain, berkreasi dan beristirahat; hak untuk mendapatkan perlindungan; dan hak untuk berpartisipasi termasuk mengemukakan pendapatnya kepada orang tua. Menurut Hatimah dalam Ali (2007) prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan pendidkan anak usia dini : a Kegiatan anak, yaitu kegiatan pendidikan dilakukan untuk mensejahterakan perasaan anak, sehingga harus diperhatikan keinginan dan kepedulian sianak itu sendiri.

85

Penjaminan keamanan, mengandung makna bahwa dalam kegiatan belajar harus dihindari kemungkinan kecelakaan bagi si anak.

c d

Jalin hubungan dan lakukan kerjasama dengan orangtua/ anggota keluarga Sesuaikan layanan program dengan kecenderungan perkembangan anak

Hormati keunikan individu dan pastikan setiap anak memperolehkesempatan imbang dalam belajar

f g h

Jauhi sifat diskriminasi Membantu setiap anak anak untuk mengembangkan jati dirinya Mengutamakan kepentingan kesehatan perkembangan anak. Menurut Tina Bruce (1987) sebagaimana ditulis oleh Sudjud (1997:53-54),

prinsip umum tentang pendidikan anak usia dini adalah : a Usia anak adalah sebagian dari kehidupan secara keseluruhan,

merupakanmasa persiapan untuk menghadapi kehidupan yang akan datang. b Fisik, mental dan kesehatan sama pentingnya seperti berpikir dan aspekpsikis lainnya. c d Pembelajaran pada usia dini saling terkait, tidak dapat dipisahkan. Motivasi intrinsik akan menghasilkan inisiatif sendiri (self directed activity)yang sangat bernilai.

86

e f

Program pendidikan pada anak usia dini perlu menekankan disiplin Masa peka untuk mempelajari sesuatu pada tahap perkembangan

tertentudiobservasi g Titik tolak hendaknya pada apa yang dapat dikerjakan anak, bukan apa yangtidak dapat dikerjakan anak. h Suatu keidupan terjadi dalam diri anak (innerlife) khususnya pada kondisiyang menunjang. i Orang-orang yang ada disekitar anda dalam melaksanakan interaksi dengananak merupakan hal penting. j Pendidikan anak usia dini merupakan interaksi anak dengan lingkungannya di mana dalam lingkungan tersebut termasuk orang dewasa dan pengetahuanitu sendiri. Secara singkat dapat dikatakan bahwa materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka pendidikan anak usia dini harus benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan mereka. Memperhatikan tingkat

perkembangan berarti pula mempertimbangkan tugas perkembangan mereka, karena setiap periode perkembangan juga mengemban tugas perkembangan

tertentu.menyikapi perkembangan anak usia dini, perlu adanya suatu program pendidikan yang didisain sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Perlu ada keterlibatan orang tua dalam proses perkembangan dan Pendidikan anak usia dini

87

(PAUD). Yang dimaksud anak usia dini adalah prasekolah atau usia lahir hingga empat tahun. Secara garis besar, program PAUD bertujuan agar semua anak usia dini (usia 06 tahun), baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya, dan sesuai tahap-tahap perkembangan atau tingkat usia mereka. PAUD juga merupakan pendidikan persiapan untuk mengikuti jenjang pendidikan sekolah dasar. Dijelaskan Patabai, secara lebih spesifik, program PAUD ini bertujuan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan pendidikan melalui jalur formal seperti taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat, serta jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (Kober), taman penitipan anak (TPA) atau bentuk lain yang sederajat, dan jalur informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Program PAUD sendiri bertujuan menjaga dan memperhatikan kelangsungan hidup serta memfasilitasi tumbuh berkembang anak usia dini melalui pengasuhan, stimulasi pendidikan, stimulasi kecerdasan, serta layanan gizi dan kesehatan dalam rangka melejitkan perkembangan kecerdasan. C 1 Total Quality Management(TQM) Sejarah Singkat Perkembangan TQM Evolusi gerakan Total Quality dimulai dari masa studi waktu dan gerak oleh Bapak Manajemen Ilmiah Federick Taylor pada tahun 1920-an. Aspek yang paling fundamental dari manajemen ilmiah adalah adanya pemisahan antara perencanaan 88

dan pelaksanaan dalam hal produktivitas, sebenarnya konsep pembagian tugas tersebut telah menyisihkan konsep lama mengenai keahlian/keterampilan ketika individu sangat terampil melakukan semua pekerjaan yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Manajemen ilmiah Taylor mengatasi hal ini dengan membuat perencanaan tugas manajamen dan tugas tenaga kerja.Untuk mempertahankan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan maka dibentuklah departemen kualitas yang terpisah. 2 Pengertian Total Quality Management (TQM) Kualitas menjadi hal utama yang menjadi titik fokus setiap organisasi baik sektor pemerintah maupun swasta.Kualitas atau mutu merupakan kemampuan yang untuk memenuhi kebutuhan dan harapan dari pelanggan. Menurut Tjiptono dan Anastasia (2003:4) Total Quality Management (TQM) adalah suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Soewarso (1996:1) mendefinisikan bahwa TQM adalah penerapan metode kuantitatif dan pengetahuan kemanusiaan untuk memperbaiki material dan jasa yang menjadi masukan organisasi, memperbaiki semua proses penting dalam organisasi, dan memperbaiki upaya memenuhi kebutuhan para pemakai produk dan jasa pada masa kini dan waktu yang akan datang. Soewarso (1996) juga mengatakan

89

bahwa falsafah yang paling jelas dalam TQM adalah apa yang diajarkan oleh Dr. W. Edwards Deming, yang mana sangat baik untuk dasar dalam melaksanakan perbaikan kualitas secara terus-menerus. Menurut Vincent (2011) Total Quality Management didefinisikan sebagai suatu cara meningkatkan kinerja secara terus menerus ( continuously performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Landasan TQM adalah Statistical Process Control (SPC) yang merupakan model manajemen manufaktur, yang pertama-tama diperkenalkan oleh Edward Deming dan Joseph Juran sesudah perang dunia ke II guna membantu bangsa Jepang membangun kembali infrastruktur negaranya.Ajaran Deming dan Juran itu berkembang terus hingga kemudian dinamakan TQM oleh US Navy pada tahun 1985.Kita ketahui bahwa TQM terus mengalami evolusi, menjadi semakin matang dan mengalami diversifikasi untuk aplikasi di bidang manufaktur, industri jasa, kesehatan, dan dewasa ini juga dibidang pendidikan. Maka dapat disimpulkan bahwa TQM adalah suatu sistem yang dilakukan untuk melakukan perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, lingkungan, dan pelayanan agar hasil kinerja sesuai dengan harapan konsumen.Untuk memudahkan pemahamannya, pengertian total quality management dapat dibedakan dalam 2 (dua) aspek. Aspek pertama menguraikan apa total quality management itu,

90

dan aspek kedua membahas bagaimana mencapainya. Menurut Vincent Gaspers dalam bukunya yang berjudul Manajemen Kualitas Dalam Industri Jasa (1997:183) mendefinisikan TQM sebagai : Semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijaksanaan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas (quality planning), pengendalian kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality assurance), dan peningkatan kualitas (quality improvement). Dalam buku lainnya yang berjudul Total Quality Management (2002:5) Vincent Gaspers juga mendefinisikan TQM sebagai : suatu cara meningkatkan performansi secara terus-menerus ( continuous performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Sedangkan M. Nur Nasution dalam bukunya Manajemen Mutu Terpadu (2005:22) menyimpulkan definisi TQM sebagai Suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya. Joseph M. Juran, (1993:39) salah seorang guru dalam manajemen kualitas memberikan definisi tentang manajemen kualitas sebagai suatu kumpulan aktivitas yang berkaitan dengan kualitas tertentu, yang memiliki karakteristik : 1 2 Kualitas menjadi bagian dari setiap agenda manajemen atas; Sasaran kualitas dimasukkan dalam rencana bisnis;

91

Jangkauan sasaran diturunkan dari benchmarking: fokus adalah pada pelanggan dan pada kesesuaian kompetisi, disana adalah sasaran untuk peningkatan kualitas tahunan;

4 5 6 7

Sasaran disebarkan ke tingkat yang mengambil tindakan; Pelatihan dilaksanakan pada semua tingkat; Pengukuran ditetapkan seluruhnya; Manajer atas secara teratur meninjau kembali kemajuan

dibandingkandengan sasaran; 8 9 Penghargaan diberikan untuk performansi terbaik; dan Sistem imbalan (reward system) diperbaiki. Manajemen mutu terpadu (Total Quality Management) adalah penerapan metode kualitatif dan pengetahuan kemanusiaan untuk memperbaiki material dan jasa yang menjadi masukan organisasi, memperbaiki semua proses penting dalam organisasi, dan memperbaiki upaya guna memenuhi kebutuhan para pemakai produk pada masa kini dan di waktu yang akan datang. Total disini mempunyai konotasi seluruh sistem, yaitu seluruh proses, seluruh personil, termasuk pemakai produk. Quality berarti karaktertistik yang memenuhi kebutuhan pemakai. Sedangkan manajemen mengandung arti proses komunikasi vertikal dan horizontal, top down dan bottom up guna mencapai mutu dan produktivitas.

92

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka kualitas tidak ditentukan oleh para pekerja di tingkat operasional bawah atau dari layanan teknisi yang datang ke tempat konsumen, namun kualitas ditentukan oleh manajer senior dalam organisasi yang karena posisinya memiliki tanggung jawab terhadap konsumen, pekerja, pemasok, serta pemegang saham atas kesuksesan bisnisnya. Para manajer ini mengalokasikan sumber daya, memutuskan pasar mana yang akan dimasuki dan memilih serta mengimplementasikan proses manajemen yang dapat memungkinkan organisasi untuk memenuhi visi dan misinya. Untuk merealisasikan hal itu, maka Arthur R. Tenner dan Irving J. Detoro (1998:32) mengembangkan suatu model yang sederhana namun efektif untuk mengimplementasikan total quality management. Model ini dibangun dari 3 (tiga) prinsip dasar kualitas total, yaitu fokus pelanggan baik internal maupun eksternal, fokus pada perbaikan proses kerja agar berproduksi secara konsisten dan produknya dapat diterima, serta fokus pada penggunaan bakat mereka yang bekerja dalam organisasi, serta 6 (enam) elemen pendukung. Kesemuanya itu di arahkan pada satu sasaran, yaitu continous improvement. 3 Prinsip-prinsip Kualitas Total quality management merupakan model perbaikan mutu yang sifat perbaikannya berlangsung secara terus-menerus. Model ini dibangun berdasarkan prinsip-prinsip tertentu, yaitu fokus pelanggan (customer focus), perbaikan atau

93

peningkatan proses (process improvement), keterlibatan total (total involvement), serta elemen pendukung lainnya. a Fokus pelanggan (Customer Focus) Setiap fase kegiatan produksi merupakan pelanggan bagi kegiatan sebelumnya, jadi setiap proses dalam manajemen produksi menggambarkan masalah yang terjadi, yang kemudian akan diusahakan suatu pemecahan masalah yang terjadi disertai tindakan perbaikan yang berlangsung terus-menerus sebelum proses berikutnya dilanjutkan. Tujuan akhir dari proses yang berlangsung adalah untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan atau konsumen. Oleh karena itu di dalam pendekatan Total Quality Management, mutu ditentukan oleh konsumen itu sendiri. Dengan memahami proses dan semua konsumen, maka organisasi menyadari makna mutu dan akan berusaha untuk terus memperbaiki produk yang akan dihasilkan agar dapat memenuhi apa yang akan dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumennya. Menurut Gaspers (2001:34) dalam bukunya Total Quality Management, pada dasarnya konsumen atau pelanggan dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : 1 Pelanggan Internal (Internal Customer), adalah orang-orang yang berada dalam organisasi dan mempunyai pengaruh kepada hasil pekerjaan itu sendiri yang nantinya akan mempengaruhi performance organisasi. Mereka ini biasanya ikut serta di dalam rangkaian proses atau turut membuat dan menambah nilai guna dari output yang dihasilkan.Contohnya bagian produksi, 94

bagian penjualan, bagian pembelian, bagianpembayaran, bagian gaji, bagian rekruitmen, dan bagian karyawan. 2 Pelanggan antara (Intermediate Customer), adalah orang-orang yang berperan sebagai perantara bukan sebagai pemakai akhir produk itu. Contohnya distributor yang mendistribusikan produk-produk 3 Pelanggan eksternal (external Customer), adalah orang-orang yang berada diluar lingkungan organisasi dan nantinya membeli produk organisasi tersebut. Mereka akan membayar untuk mendapatkan kegunaan dari suatuoutput yang dihasilkan organisasi. Dari semua usaha yang dilakukan oleh organisasi untuk memuaskan konsumen hanya satu kunci utama yang paling penting, yaitu kerja sama antara pemasok, konsumen, dan pihak manajemen organisasi dalam menspesifikasikan produk yang dapat memenuhi harapan konsumen. Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana dalam bukunya Total Quality Management (1996:108) mengatakan bahwa untuk mengidentifikasi pelanggan dapat digunakan suatu pendekatan yang terdiri atas 6 langkah, yaitu : 1 2 3 4 Memperkecil hasil Mengembangkan rencana untuk mengumpulkan informasi Mengumpulkan informasi Menganalisis hasil

95

5 6

Memeriksa kesahan (validitas) kesimpulan Mengambil tindakan Beberapa unsur yang penting di dalam kualitas yang diterapkan pelanggan,

yaitu : 1 Pelanggan haruslah merupakan prioritas utama organisasi.

Kelangsunganhidup organisasi tergantung pada pelanggan. 2 Pelanggan yang dapat diandalkan adalah pelanggan yang paling penting. Yaitu pelanggan yang membeli berkali-kali (melakukan pembelian ulang) dari organisasi yang sama. Pelanggan yang puas dengan kualitas produk atau jasa yang dibeli dari suatu organisasi menjadi pelanggan yang dapatdiandalkan. Oleh karena itu kepuasan pelanggan sangat penting. 3 Kepuasan pelanggan dijamin dengan menghasilkan produk berkualitas tinggi. Kepuasan berimplikasi pada perbaikan terus-menerus, sehingga kualitas harus diperbaharui setiap saat agar pelanggan tetap puas dan loyal. Oleh karena kepuasan pelanggan merupakan prioritas paling utama dalam organisasi TQM, maka organisasi semacam ini harus memiliki fokus pada pelanggan, yaitu bersifat outward looking, praktek manajemen tradisional yang menerapkan manajemen berdasarkan hasil, bersifat inward looking. b Perbaikan dan Peningkatan Proses (Process Improvement)

96

Peningkatan atau perbaikan proses adalah proses terus-menerus yang dilakukan untuk memperbaikai produk dan proses secara bertahap dalam mengejar kepuasan konsumen yang terus meningkat. Selain itu prinsip dari perbaikan terus-menerus ini adalah suatu pekerjaan yang merupakan hasil dari serangkaian aktivitas yang saling berhubungan untuk menghasilkan output. Tujuan utama dari perbaikan proses adalah menghasilkan output yang diinginkan setiap saat dengan variasi tinggi, serta untuk merancang kembali proses produksi yang lebih handal sehingga dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Menurut Gaspers (2001:77), terdapat 4 kelompok orang yang terlibat dalam operasi dan perbaikan proses, yaitu: 1 Pelanggan (Customer), yaitu orang yang akan menggunakan output secara langsung, atau orang yang akan menggunakan output itu sebagai inputdalam proses kerja mereka. 2 Kelompok kerja (Work Group), yaitu orang-orang yang bekerja dalamproses untuk menghasilkan dan menyerahkan output yang diinginkan itu. 3 Pemasok (Suplier), yaitu orang yang memberikan input ke proses kerja. Orang-orang yang bekerja dalam proses pada kenyataannya merupakanpelanggan dari pemasok. 4 Pemilik (Owner), yaitu orang yang bertanggung jawab untuk operasi dariproses dan untuk perbaikan proses tersebut. 97

Selain itu Gaspers (2001:78) juga mengungkapkan terdapat beberapa konsep penting yang berhubungan dengan perbaikan dalam hal mutu maupun dalam hal manajemen, yaitu : 1 Kepemilikan (Ownership). Memberikan tanggung jawab

untukmerancang, mengopersasikan, serta memperbaiki suatu proses. 2 Perencanaan (Planning). Membangun pendekatan yang terstruktur untuk dapat memahami serta mendefinisikan dan mendokumentasikan seluruhkomponen utama dalam proses. 3 Pengendalian (Control). Mencakup keefektifan semua output sehingga dapat memenuhi semua harapan konsumen. 4 Pengukuran (Measurement). Dengan membuat kriteria keakuratan danketepatan konsumen. 5 Perbaikan, peningkatan (Improvement). Dengan meningkatkan

efektivitas proses dalam menanamkan secara permanen perbaikan-perbaikan yangtelah dilaksanakan. 6 Optimasi (Optimization). Berusaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta produktivitas dengan cara menanamkan secara

permanenperbaikan yang telah dilaksanakan. Selain itu dalam suatu proses akan ditemukan juga hambatan yang harus dapat diminimalisasi oleh organisasi. Untuk itu para ahli telah mengikhtisarkan beberapa

98

langkah yang harus dipertimbangkan pihak manajemen dalam memperbaikinya, yaitu: 1 Mendefinisikan masalah dalam konteks proses Pihak manajemen harus mengetahui apa saja yang menjadi hambatan dalam suatu proses, dimulai dari penetapan atau spesifikasi sistem mana yang terlibat agar usaha-usaha dapat terfokus pada proses bukan pada output. Kegiatan yang dilakukan adalah : (1 (2 (3 (4 (5 2 Identifikasi output; Identifikasi pelanggan; Definisi kebutuhan pelanggan; Identifikasi proses yang menghasilkan output tersebut; Identifikasi pemilik proses. Mengidentifikasikan dan mendokumentasikan Manajemen harus mengidentifikasikan dan kemudian mendokumentasikan suatu proses yang akan terjadi agar dapat digunakan sebagai bahan informasi yang berguna dalam perbaikan proses secara terusmenerus, dengan cara memperhatikan hal-hal berikut ini : (1 Mengidentifikasikan siapa yang berperan dalam proses tersebut;

99

(2

Menginformasikan kepada orang yang berkepentingan dalam suatu prosesmengenai langkah-langkah yang harus dilakukan;

(3

Mengidentifikasi

inefisiensi,

pemborosan

dan

langkah-langkah

redundant(berlebihan atau tidak perlu) dalam proses; (4 Mengidentifikasikan semua langkah dengan proses yang kurang baik sertamenyediakan suatu kerangka kerja. 3 Mengukur hasil kerja (performansi) Dimaksudkan untuk dapat mengkualifikasikan bagaimana baik atau tidak suatu sistem yang sedang berjalan atau beroperasi, dengan cara membuat tolak ukur untuk menentukan hasil kerja dan tingkat kepuasan konsumen atas suatu hasil kerja, kebutuhan konsumen maupun biaya mutu. 4 Memahami kejadian atau memahami bagaimana suatu masalah dalam konteksproses terjadi. Apabila ada suatu kejadian yang menyimpang dari keadaan normal maka pihak manajemen organisasi harus dapat memahami latar belakang penyimpangan tersebut dan apa penyebabnya. 5 Mengembangkan dan mencoba atau menguji ide-ide yang ada Pihak manajemen harus mempunyai kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru dan inovatif yang mungkin dipergunakan dalam proses untuk mengeliminasi penyimpangan.

100

Menerapkan pemecahan masalah dan mengevaluasinya Hal ini berkaitan dengan kemampuan manajemen untuk membuat langkah yang

jitu dalam memecahkan masalah berdasarkan data-data penyimpangan yang dimilikinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan suatu organisasi dalam memecahkan suatu masalah yang dapat mengganggu process improvement adalah dengan menerapkan siklus PDCA (plan, do, check, action) yang berguna untuk meningkatkan dan memperbaiki proses produksi, serta sebagai dasar untuk meningkatkan mutu produksi agar sesuai dengan harapan konsumen. Siklus PDCA pada umumnya dibagi menjadi 4 (empat) tahapan, yaitu : 1 Plan (perencanaan) Pada tahap ini, organisasi dapat menentukan tujuan dan metode yang digunakan untuk mencapainya.Kegiatan ini terdiri dari menentukan sasaran kegiatan, memperkirakan masalah yang dihadapi, serta mencari penyebab masalah sampai dengan menentukan tindak lanjut atas penemuan masalah tersebut. 2 Do (melaksanakan) Pada tahap ini mengacu kepada pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya oleh organisasi. 3 Check (memeriksa)

101

Pada tahap ini, organisasi mengarahkan seluruh kegiatan kepada pemeriksaan terhadap pelaksanaan dari manajemen mutu terpadu ( Total Quality Management), sehingga dapat memberikan suatu jalan keluar kepada organisasi untuk

menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan pemastian mutu, baik dalam hal mutu produk yang dihasilkan maupun mutu karyawan yang dimiliki. 4 Action (bertindak) Merupakan tahap tindak lanjut dari tahap yang ada sebelumnya, dimana organisasi akan mengadakan evaluasi kegiatan dan menindaklanjuti hasil evaluasi tersebut dengan cara membuat standar dan memecahkan masalah yang ada tersebut. 4 Elemen Pendukung Elemen-elemen pendukung bagi prinsip manajemen mutu terpadu yaitu : a Leadership Dalam perspektif TQM, kepemimpinan didasarkan pada filosofi bahwa perbaikan metode dan proses kerja secara berkesinambungan akan dapat memperbaiki kualitas, biaya, produktivitas, ROI, dan pada gilirannya juga meningkatkan daya saing. Untuk dapat mencapai filosofi tersebut dibutuhkan kepemimpinan yang berorientasi pada peningkatan kualitas secara

berkesinambungan.Pemimpin-pemimpin senior perlu menetapkan arah organisasi melalui perencanaan strategik, nilai-nilai yang jelas, ekspentasi yang tinggi, dan berfokus pelanggan.

102

Education and Training Pendidikan dan pelatihan merupakan elemen penting untuk pengembangan

manajemen kualitas.Seluruh anggota organisasi mulai dari manajemen puncak sampai karyawan terendah harus memperoleh pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuannya.Pada dasarnya pendidikan bertujuan untuk mendidik seluruh anggota organisasi tentang mengapa suatu aktivitas dilakukan, sedangkan pelatihan bertujuan melatih seluruh anggota organisasi tentang bagaimana melakukan aktivitas tersebut. c Supportive Structure Pengukuran data sangat diperlukan dalam proses manajemen kualitas. Sehingga opini terbentuk karena didasarkan atas data yang menunjukkan keadaan sebenarnya dari suatu produk bukan didasarkan atas perkiraan saja. d Communication Komunikasi adalah perekat yang mengikat semua teknik, praktek, filosofi, dan alat-alat untuk kesuksesan pengembanganmanajemen kualitas.Komunikasi dapat tertulis atau lisan. Semua bentuk komunikasi melibatkan empat elemen utama yaitu : pengirim (sender), penerima (receiver), pesan (message), dan media (medium) yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat menjadi efektif dan efisien. e Reward and Recognition

103

Tim dan individu yang berhasil menerapkan proses kualitas harus diberi penghargaan dan bila mungkin diberi imbalan, sehingga keryawan lainnya akan mengetahui dan menjadi perangsang bagi mereka. f Measurement Pengukuran data sangat diperlukan dalam proses manajemen kualitas, sehingga opini terbentuk karena didasarkan atas data yang menunjukkan keadaan sebenarnya dari suatu produk bukan didasarkan atas perkiraan saja. Penerapan TQM dalam suatu organisasi dapat memberikan beberapa manfaat utama yang pada gilirannya meningkatkan laba serta daya saing organisasi yang bersangkutan.Dengan melakukan perbaikan kualitas secara terus-menerus maka organisasi dapat meningkatkan labanya melalui 2 (dua) rute.Rute pertama yaitu rute pasar, dimana organisasi dapat memperbaiki posisi persaingannya, sehingga pangsa pasarnya semakin besar dan harga jualnya dapat lebih tinggi.Kedua hal ini mengarah pada meningkatnya penghasilan sehingga laba yang diperoleh juga semakin besar. Rute kedua, organisasi dapat meningkatkan output yang bebas dari kerusakan melalui upaya perbaikan kualitas.

104

BAB III METODE PENELITIAN A Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan menghasilkan suatu produk yakni model manajemen peningkatan mutu pembelajaran pendidikan anak usia dini. Maka dari itu, metode penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan atau research and development (R&D). Alasan mengapa strategi penelitian dan pengembangan yang dipilih adalah mengacu kepada pernyataan Borg & Gall (Sugiyono, 2011: ) bahwa research and development is a powerful strategy for improving practice. It is a process used to develop and validate educational products. Penggunaan istilah produk pendidikan (educational products) tidak hanya mengacu pada wujud material seperti buku-buku teks, media elektronik penunjang pembelajaran, dan lain sebagainya; tetapi juga mencakup proses dan prosedur, seperti pengembangan metoda mengajar atau metoda untuk mengorganisasi pembelajaran. Metode penelitian dan pengeembangan ditujukan untuk menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk tersebut supaya dapat berfungsi di masyarakat luas, maka diperlukan penelitian untuk menguji keefektifan produk tersebut.

105

Secara konseptual, pendekatan penelitian dan pengembangan mencakup 10 langkah umum, sebagaimana diuraikan Borg and Gall (1993: 775), yaitu: 1 Research and information collecting. Pada langkah ini, peneliti antara lain melakukan studi literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, observasi kelas, dan persiapan untuk merumuskan kerangka kerja penelitian; 2 Planning. Termasuk dalam langkah ini antara lain merumuskan kecakapan dan keahlian yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, menentukan tujuan yang akan dicapai pada setiap tahapan, dan jika mungkin/diperlukan melaksanakan studi kelayakan secara terbatas; 3 Develop preliminary form of product, yaitu mengembangkan bentuk permulaan dari produk yang akan dihasilkan. Termasuk dalam langkah ini adalah persiapan komponen pendukung pembelajaran, menyiapkan pedoman dan buku petunjuk, dan melakukan evaluasi terhadap kelayakan alat-alat pendukung; 4 Preliminary field testing, yaitu melakukan uji coba lapangan awal dalam skala terbatas, dengan melibatkan 1 sampai dengan 3 TK atau kelompok bermain dengan jumlah subjek 6-12 orang. Pada langkah ini, pengumpulan dan analisis data dapat dilakukan dengan cara wawancara, observasi atau angket;

106

Main product revision, yaitu melakukan perbaikan pada produk awal yang dihasilkan berdasarkan hasil uji coba awal. Perbaikan ini sangat mungkin dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan hasil yang ditunjukkan dalam uji coba terbatas, sehingga diperoleh draft produk (model) utama yang siap diuji coba lebih luas;

Main field testing. Langkah ini biasanya disebut uji coba utama yang melibatkan unit sampel lebih luas, yakni 5 sampai 15 PAUD, dengan jumlah subjek 30 samapai dengan 100 orang. Pengumpulan data dilakukan secara kuantitatif, terutama dilakukan terhadap kinerja sebelum dan sesudah penerapan uji coba. Hasil yang diperoleh dari uji coba ini dalam bentuk evaluasi terhadap pencapaian hasil uji coba (desain model) yang dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dengan demikian pada umumnya langkah ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen;

Operational product revision. Pada langkah ini peneliti melakukan perbaikan/penyempurnaan terhadap hasil uji coba lebih luas, sehingga produk yang dikembangkan sudah merupakan desain model operasional yang siap divalidasi;

Operational field testing, yaitu langkah uji validasi terhadap model operasional yang telah dihasilkan. Tujuan langkah ini adalah untuk menentukan apakah suatu model yang dikembangkan benar-benar siap

107

dipakai di PAUD tanpa harus dilakukan pengarahan atau pendampingan oleh peneliti/pengembang model. Khalayak yang terlibat dalam langkah ini berkisar 10-30 PAUD, mencakup 40-200 subjek. Pengumpulan dan analisis data dalam langkah ini dapa dilakukan dengan cara wawancara, observasi atau angket; 9 Final product revision, yaitu melakukan perbaikan akhir terhadap model yang dikembangkan guna menghasilkan produk akhir (final); 10 Dissemination and implementation, yaitu langkah menyebarluaskan produk/model yang dikembangkan kepada khalayak/masyarakat luas, terutama dalam kancah pendidikan. Langkah pokok dalam fase ini adalah mengkomunikasikan dan mensosialisasikan temuan/model, baik dalam bentuk seminar hasil penelitian, publikasi pada jurnal, maupun pemaparan kepada stakeholders yang terkait dengan temuan penelitian. Kesepuluh langkah di atas, melalui serangkaian penelitian yang telah dilakukannya disederhanakan oleh Sukmadinata (2006: 189) menjadi tiga langkah, yakni: (1) studi pendahuluan yang terdiri atas kajian pustaka dan studi lapangan, (2) pengembangan draft model yang meliputi penyusuna draft awal, uji coba terbatas, dan uji coba lebih luas, dan (3) validasi model yang dilaksanakan dalam bentuk eksperimen. Secara visual langkah-langkah tersebut dapat dilihat pada bagan 3.1.

108

Bagan 3.1. Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan (R & D) (Sukmadinata, 2006) B 1 Prosedur Pengembangan Tahap Studi Pendahuluan Pada tahap studi pendahuluan, penelitian dan pengembangan ini direncanakan menempuh alur/tahap sebagai berikut: studi literatur, studi/pengumpulan data lapangan, dan deskripsi serta analisis temuan lapangan (model faktual).

109

Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan bahan-bahan pendukung, khususnya berkaitan dengan konsep/paradigma pengembangan dan implementasi manajemen penyelenggaraan PAUD, teori-teori tentang early childhood education, hasil-hasil penelitian terdahulu, dan mengumpulkan data-data PAUD di kota Cirebon. Studi lapangan merupakan kegiatan penelitian survei, karena tujuan utama studi ini tidak untuk menguji hipotesis melainkan untuk mengumpulkan inforasi terhadap sejumlah variabel. Dengan demikian teknik dan alat pengumpulan data yang dikembangkan berhubungan dengan upaya menggali informasi terhadap sejumlah variabel dan bukan untuk menghubungkan suatu variabel dengan variabel lainnya, sekalipun informasi tersebut mengandung dan menunjukkan adanya hubungan antar variabel (Sudjana dan Ibrahim, 2001: 74). Deskripsi dan analisis temuan lapangan adalah bagian dari studi pendahuluan, yang bertujuan merumuskan hasil pengumpulan data. Rumusan hasil ini bersifat deskriptif dan analitis, dengan mengacu kepada tujuan studi pendahuluan, baik tujuan umum maupun khusus. Temuan penting yang hendak dideskripsikan dan dianalisis adalah bagaimanakah model (konseptual) manajemen PAUD untuk meningkatkan mutu pembelajaran (persiapan, pelaksanaan, dan hasil evaluasi konseptual). 2 Tahap Pengembangan Berdasarkan deskripsi dan analisis temuan pada studi pendahuluan, berikutnya disusun langkah-langkah pengembangan sebagai berikut:

110

Merumuskan rencana pengembangan yang mencakup identifikasi kecakapan dan keahlian yang berkaitan dengan pengembangan model manajemen PAUD dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran, menentukan tujuan yang akan dicapai pada setiap tahap pengembangan, dan merencanakan studi kelayakan secara terbatas.

Mengembangkan rumusan awal (desain) tentang model manajemen PAUD yang akan dikembangkan, mencakup rumusan tentang: (1) bentuk penyusunan rencana program PAUD; (2) bentuk pelaksanaannya; dan (3) bentuk evaluasi program tersebut berdasarkan tingkat mutu pembelajaran.

Melakukan ujicoba lapangan awal desain model dalam skala terbatas, dengan melibatkan beberapa PAUD dan subjek. Tujuan langkah ini adalah untuk mengetahui apakah desain model yang dikembangkan dapat diterapkan dengan benar dan fleksibel oleh para pengelola dan guru. Pengumpulan data dalam langkah ini dilakukan melalui observasi, dan angket serta dianalisis secara deskriptif. Dengan demikian penelitian pada langkah ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Berdasarkan hasil ujicoba awal kemudian dilakukan perbaikan terhadap desain model yang dikembangkan. Perbaikan ini sangat mungkin dilakukan lebih dari satu kali, sesuai dengan hasil yang ditunjukkan dalam

111

ujicoba terbatas, sehingga diperoleh desain model yang siap diujicoba lebih luas. e Melakukan ujicoba utama yang melibatkan khalayak (sekolah dan subjek) yang lebih luas. Ada dua tujuan utama dalam langkah ini, yaitu: (1) untuk mengetahui apakah desain model telah diterapkan dengan benar oleh para pengelola dan guru; dan (2) seberapa efektifkah penerapan desain model tersebut terhadap pencapaian tujuan penelitian. f Berdasarkan hasil ujicoba lebih luas, maka dilakukan

perbaikan/penyempurnaan sehingga desain model yang dikembangkan sudah merupakan model yang siap uji validasi. 3 Tahap Validasi Model Berdasarkan hasil penelitian/temuan model, berikutnya dilakukan uji validasi model dalam rangka menemukan model (final) manajemen layanan PAUD dalam rangka meningkatkan mutu pembelajaran. Ada dua tujuan yang hendak diungkap dalam langkah ini, yaitu: (1) untuk menentukan tingkat keterterapan model; artinya apakah model manajemen PAUD yang dikembangkan benar-benar siap dipakai di lapangan tanpa harus dilakukan pengarahan atau pendampingan oleh

peneliti/pengembang model; dan (2) mengambil kesimpulan apakah model yang dikembangkan lebih efektif memberikan dampak dalam meningkatkan mutu pembelajaran di PAUD dibandingkan dengan model/cara yang dilakukan selama ini

112

(konvensional). Untum tujuan kesatu, dilakukan pengumpulan dan analisis data melalui observasi dan angket. Sedangkan untuk tujuan yang kedua diukur melalui pelaksanaan penelitian eksperimen semu (quasi experimental) dengan rancangan pretest-postest with control group design. Adapun yang dimaksud kelompok eksperimen adalah kelompok sekolah dan subjek yang menerapkan model (hipotetis) manajemen yang dikembangkan; sedangkan kelompok kontrol adalah sekolah dan subjek yang menerapkan model manajemen selama ini (konvensional). Termasuk dalam langkah uji validasi adalah melakukan perbaikan akhir terhadap model yang dikembangkan berdasarkan hasil uji validasi. Perbaikan yang dilakukan bersifat penyempurnaan bukan pada bagian yang pokok, untuk selanjutnya dapat ditentukan rumusan model final yang dikembangkan. C Lokasi dan Subjek Penelitian Menurut Borg and Gall (Sugiyono, 2010: 297), kerangka penelitian dan pengembangan (R & D) ini menggunakan istilah lokasi dan subjek penelitian sebagai kancah pengumpulan data. Penelitian ini dilaksanakan pada beberapa PAUD di kota Cirebon; dan masing-masing PAUD melibatkan sejumlah subjek, yaitu para pengelola, guru dan siswa/anak-anak. Dengan demikian, lokasi dan subjek penelitian ditetapkan secara purposive dengan mempertimbangkan tahap-tahap penelitian serta tujuan penelitian.

113

Menurut hasil survei penulis, diperoleh data jumlah PAUD di kota Cirebon sebanyak 180 buah terdiri dari Taman kanak-kanak 81 buah, Kelompok Belajar 70 buah, Taman Pendidikan Alquran 3 buah dan SPS 26 buah. Status kepemilikan Negeri 3 buah, swasta 177 buah dan Pemda 3 buah. Jadi mayoritas kepemilihan PAUD di kota Cirebon adalah milik swasta. Lembaga PAUD yang berijin penyelenggaraan ada 173 buah dan yang belum memiliki iin 7 dengan bangunan milik sendiri 72 buah dan yang masih sewa 106 buah. Data dapat dilihat pada tabel 3.1. dibawah ini.

Jml NO 1 2 3 4 5 KECAMATAN HARJAMUKTI LEMAHWUNGKUK PEKALIPAN KESAMBI KEJAKSAN TOTAL 58 23 15 54 30 180

TK 26 8 2 29 16 81

KB 22 9 10 18 11 70

TPA 0 0 0 2 1 3

SPS 10 6 3 5 2 26

NPSN ADA 12 8 2 26 8 56

NPSN TIDA K ADA 46 15 13 28 22 124

Tabel 3.1. Jumlah Satuan PAUD Menurut Jenis Satuan dan Nomor Pokok Satuan PAUD Nasional (NPSN) Kota Cirebon, Propinsi Jawa Barat Tahun 2012.

Jumlah pengelola PAUD yang terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara di kota Cirebon sebanyak 490 orang yang terdiri dari 125 orang laki-laki dan 365 orang perempuan. Sebanyak 231 orang sudah mengikuti pelatihan dan sisanya 251 orang belum pernah mengikuti pelatihan. Pendidikan terakhir pengelola mayoritas lulusan

114

SMA dengan komposisi lulusan S2 17 orang, S1 sebanyak 172 orang, SMA 221 orang, SMP 10 orang dan SD 1 orang. Semua pengelola belum memiliki NUPTK. Data dapat dilihat pada tabel berikut : NO 1 2 3 4 5 JUMLAH LAKIPEREMPUAN PENGELOL LAKI A HARJAMUKTI 163 33 130 LEMAHWUNGKUK 58 17 41 PEKALIPAN 44 14 30 KESAMBI 147 52 95 KEJAKSAN 78 9 69 TOTAL 490 125 365 Tabel 3.2. Jumlah Pengelola PAUD Menurut Jenis Kelamin Kota Cirebon Tahun 2012 Ket.: Pengelola adalah Ketua, Sekretaris dan Bendahara KECAMATAN KECAMATAN

NO 1 2 3 4 5

JUMLAH SUDAH BELUM PENGELOL PELATIHAN PELATIHAN A HARJAMUKTI 163 79 85 LEMAHWUNGKUK 58 37 23 PEKALIPAN 44 29 13 KESAMBI 147 49 96 KEJAKSAN 78 37 34 TOTAL 490 231 251 Tabel 3.3. Jumlah Pengelola PAUD Menurut Pelatihan Pengelola PAUD Cirebon Tahun 2012. KECAMATAN JUMLAH PENGELOL A HARJAMUKTI 163 LEMAHWUNGKUK 58 PEKALIPAN 44 KESAMBI 147 KEJAKSAN 78 TOTAL 490 SD SMP SMA S1 1 0 0 0 0 1 3 1 1 2 3 10 82 33 28 49 29 221 52 21 8 59 32 17 S2 4 1 0 12 0 17 115

N O 1 2 3 4 5

2 Tabel 3.4. Jumlah Pengelola PAUD Menurut Pendidikan Terakhir Kota Cirebon Tahun 2012 N O 1 2 3 4 5 NUPTK TIDAK ADA HARJAMUKTI 163 0 163 LEMAHWUNGKUK 58 0 58 PEKALIPAN 44 0 44 KESAMBI 147 0 147 KEJAKSAN 78 0 78 TOTAL 490 0 490 Tabel 3.5. Jumlah Pengelola PAUD Menurut NUPTK Kota Cirebon Tahun 2012 Sesuai dengan tahapan-tahapan dalam penelitian yang telah dipaparkan di atas, maka PAUD dan subjek yang akan dijadikan sampel penelitian berasal dari lembaga PAUD yang ada di kota Cirebon berdasarkan purposive sampling sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian ini. D Teknik dan Instrumen Pengumpul Data 1 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dikelompokkan dalam tiga bagian, yaitu studi pendahuluan, pengembangan, dan uji validasi. Dalam setiap tahap penelitian dipilih teknik pengumpulan data tertentu sesuai dengan tujuan masing-masing. Pada studi pendahuluan, dipilih teknik angket, observasi, dan dokumentasi, disamping kajian pustaka (literature review). Secara umum, ketiga teknik tersebut (angket, observasi, dan dokumentasi) digunakan secara bersamaan dan saling melengkapi. KECAMATAN JUMLAH NUPTK PENGELOLA ADA

116

Namun secara khusus, masing-masing teknik dijelaskan sebagai berikut: angket terutama digunakan untuk mengungkap (1) model penyusunan rencana pengelolaan, pelaksanaan, dan evaluasi program PAUD; (2) pelaksanaan tugas guru, kemampuan siswa, dukungan fasilitas/alat, dukungan orang tua siswa dan masyarakat sekitar dalam penyelenggaraan program PAUD di kota Cirebon. Observasi terutama digunakan untuk melihat pelaksanaan tugas pengelola, guru, kemampuan siswa, dukungan fasilitas/alat, dukungan orang tua siswa dan masyarakat sekitar dalam penyelenggaraan program PAUD, baik dalam tahap penyusunan rencana pengelolaan, pelaksanaan maupun evaluasi hasil

pengelolaan/manajemen program PAUD. Dokumentasi digunakan disamping untuk melengkapi dan cross-check data hasil angket dan observasi, juga digunakan untuk mengungkap ketersediaan bahan/dokumen yang ada, sesuai dengan tahapan pelaksanaan manajemen program PAUD. 2 Instrumen Pengumpul Data Ukuran memadai atau tidaknya instrumen pengumpul data, minimal dilihat dari dua syarat yaitu syarat validitas atau kesahihhan dan syarat reliabilitas atau keajegan. Dalam pelaksanaan uji coba ini, penulis melaksanakannya terhadap sejumlah subyek yang bukan merupakan sampel penelitian, akan tetapi mempunyai karakteristik yang sama dengan subyek yang akan dijadikan sample penelitian.

117

Setelah data untuk uji coba terkumpul, selanjunya dilakukan analisis statistik dengan tujuan untuk menguji validitas dan reliabilitasnya. Angket dianggap valid, apabila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Dan angket dianggap reliabel apabila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Dengan diketahui keterjaminan validitas dan reliabilitas alat pengumpul data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi atau memiliki validitas dan reliabilitas yang dapat dipertanggung jawabkan. a Uji Validitas Instrumen

Suatu instrumen disusun untuk mengumpulkan data yang diperlukan, sebab data merupakan alat pembuktian hipotesis. Oleh karena itu, suatu data harus memiliki tingkat kebenaran yang tinggi sebab akan menentukan kualitas penelitian. Uji validitas merupakan salah satu usaha penting yang harus dilakukan peneliti guna mengukur kevalidan dari instrumen. Hal tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Suharsimi Arikunto (2002: 158) bahwa: Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaiknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.

118

Adapun rumus yang dipergunakan dalam pengujian validitas instrumen ini adalah rumus yang ditetapkan oleh person yang dikenal dengan korelasi Product Moment. Berikut merupakan langkah-langkah uji validitas dalam penelitian ini: ; Menghitung koefisien korelasi Product Moment (r hitung), dengan rumus sebagai berikut: n. Xi.Yi ( Xi )( Yi )
2 i

r xy =

{n. X

( Xi )

}{n. Y

( Yi )

(Suharsimi Arikunto, 2002: 162) Keterangan: n = Jumlah Responden = Jumlah Perkalian X dan Y = Jumlah skor tiap butir = Jumlah skor total = Jumlah skor-skor X yang dikuadratkan = Jumlah skor-skor Y yang dikuadratkan

XY X Y X2 Y2

Selanjutnya dihitung dengan Uji-t dengan rumus:


thitung = r n2 1 r2

Dimana: t r n = Nilai t hitung = Koefisien korelasi hasil r hitung = Jumlah responden 119

Distribusi (Tabel t) untuk = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n-2)

Kaidah keputusan: Jika thitung ttabel berarti valid, sebaliknya jika thitung ttabel berarti tidak valid.

Uji Reliabilitas Instrumen

Mengacu pada pendapat Suharsimi Arikunto (2002: 170) yang menyatakan bahwa:
Reliabilitas menunjuk pada pengertian bahwa cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah cukup baik. Maksud dapat dipercaya disini bahwa data yang dihasilkan harus memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi. Dalam penelitian ini, langkah-langah pengujian reliabilitas angket mengikuti pendapat Akdon dan Hadi (2004: 151) sebagai berikut:

a b

Menghitung total skor setiap responden. Menghitung korelasi Product Moment dengan rumus:

rb =

{n. X

n( XY ) ( X ).( Y )
2 2

( X ) . n. Y 2 ( Y )

}{

Keterangan:

rb = Koefisien korelasi

X Y
n
i

Jumlah skor item

Jumlah skor total (seluruh item)

= Jumlah responden

120

Menghitung reliabilitas seluruh item dengan rumus Spearman Brown berikut:

r11 =

2.rb 1 + rb

d e

Mencari r tabel apabila dengan =0,05 dan derajat kebebasan (dk=n-2) Membuat keputusan dengan membandingkan pengambilan keputusan sebagai berikut: Jika r 11 > r tabel berarti butir item instrumen reliabel, dan r 11 < r tabel berarti butir item instrumen tidak reliabel.

r11 dengan rtabel.

Dengan kaidah

Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian ini dijelaskan dalam tiga tahap (studi), yaitu

tahap pendahuluan, pengembangan, dan validasi. Pada tahap studi pendahuluan, temuan atau fakta-fakta tentang pelaksanaan manajemen layanan PAUD yang dilaksanakan saat ini disajikan dalam bentuk sajian data deskriptif ( mean, modus, median, dsb) kemudian dianalisis (diinterpretasikan) secara kualitatif. Dengan pendekatan ini maka analisis yang digunakan dalam tahap ini disebut deskriptif kualitatif. Pada tahap pengembangan beberapa pendekatan analisis yang digunakan yaitu: (a) pelaksanaan dan hasil pengembangan desain model, dideskripsikan dalam bentuk sajian data, kemudian dianalisis secara kualitatif; (b) pada ujicoba terbatas, hasil ujicoba penerapan desain model dianalisis dengan pendekatan kuantitatif; (c) pada ujicoba lebih luas, disamping menggunakan pendekatan analisis deskriptif kualitatif, juga digunakan analisis statistik dengan formula statistik uji t ( t-test) untuk 121

mengukur hasil penerapan desain model pada kondisi sebelum (pra) dan sesudah (pasca) penerapan. Pada tahap validasi, keberartian hasil penerapan model (hipotetis) dianalisis dengan menggunakan pendekatan kuantitatif (quasi experimental), dengan

membandingkan hasil pada kelompok (subjek penelitian) eksperimen dan kelompok kontrol, pada kondisi sebelum dan sesudah penerapan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara. Anonimous. 2012. Pedoman Pendidikan Karakter Pada Usia Dini. Direktorat Pembinaan Pendidikan Usia Dini, Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal, Kementrian Pendidikan Nasional. ---------------. 2012. Pedoman Penyelengaraan Pendidikan Anak Usia Dini. Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal, Kementrian Pendidikan Nasional. ---------------. 2011. Petunjuk Teknik Penyelenggaraan Taman Kanak-kanak. Direktorat Pembinaan Pendidikan Usia Dini, Direktorat jendral Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal, Kementrian Pendidikan Nasional. ---------------. 2012. Petunjuk Teknik Penyelenggaraan Kelompok Bermain. Direktorat Pembinaan Pendidikan Usia Dini, Direktorat jendral Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal, Kementrian Pendidikan Nasional. 122

---------------. 2012. Petunjuk Teknik Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak. Direktorat Pembinaan Pendidikan Usia Dini, Direktorat jendral Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal, Kementrian Pendidikan Nasional. ---------------. 2012. Petunjuk Teknik Penyelenggaraan Pos Pendidikan Anak Usia Dini. Direktorat Pembinaan Pendidikan Usia Dini, Direktorat jendral Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal, Kementrian Pendidikan Nasional. ---------------. 2012. Petunjuk Teknik Penyelenggaraan Pos Pendidikan Anak Usia Dini Taman Pendidikan Al Quran. Direktorat Pembinaan Pendidikan Usia Dini, Direktorat jendral Pendidikan Anak Usia Dini, Non Formal dan Informal, Kementrian Pendidikan Nasional. Bush, Tony. (2003). Theories of Educational Leadership and Management. London: SAGE Publication Ltd. Campbell, F. A., C. T. Ramey, E. P. Pungello, J. Sparling, and S. Miller-Johnson. 2002. Early Childhood Education: Young Adult Outcomes from the Abecedarian Project. Applied Developmental Science 6 (1): 4257. Fattah, Nanang. (2008). Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Gorton, R., Alston, J. A., and Snowden, P. (2007). School Leadership & Administration: Important Concepts, Case Studies, and Simulation . New York: McGraw-Hill. Gutama. (2012). Pendidikan Karakter Pada Anak Usia Dini. Sekretaris Dirjen PAUDNI Kemendikbud. Jakarta. Hadis, A; Nurhayati. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Cetakan Kesatu. Bandung: Alfabeta. Hasan, Alwi. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hasan, M. (2009). (PAUD) Pendidikan Anak Usia Dini. Diva Press. Yogyakarta. Hoy, Wayne K. dan Miskel, Cecil G. (2008). Educational Administration: Theory, Research and Practice. New York: McGraw-Hill. Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pendidikan Nasional tahun 2010 2014. Jakarta: Kemdiknas. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2010. Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia

123

Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembngunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014: Buku I Prioritas Nasional . Jakarta: Bappenas Mulyasa, E. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah ; Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung : Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Jalaludin. (2005). Belajar Cerdas: Belajar Berbasiskan Otak. Bandung: Mizan. Razik, T. A. and Swanson, A. D. (1995). Fundamental Concepts of Educational Leadership and Management. New Jersey, USA: Prentice-Hall. Reynolds, A. J., J. A. Temple, D. L. Robertson, and E. A. Mann. 2001. Long-term Effects of an Early Childhood Intervention on Educational Achievement and Juvenile Arrest: A 15-Year Follow-up of Low-Income Children in Public Schools. Journal of the American Medical Association 285 (18): 233946. Samsudi. (2006). Pengembangan Model Pembelajaran Program Produktif Sekolah Menengah Kejuruan: Studi Model Preskriptif dengan Penerapan Learning Guide pada Program Keahlian Teknik Mekanik Otomotif. Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Sallis, E. 2008. Total Quality Management in Education. Cetakan VIII. Jogjakarta: IRCiSoD. Sarwono, Jonathan. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Save the Children. 2003. Whats the Difference? An ECD Impact Study from Nepal. Kathmandu: Save the Children. http://www.unicef.org/media/files/Nepal_2003_ECD_Impact_Studty.pdf. Schweinhart, L. J., J. Montie, Z. Xiang, W. S. Barnett, C. R. Belfield, and M. Nores. (2005). Lifetime Effects: The High/Scope Perry Preschool Study Through Age 40. Ypsilanti, MI: High/Scope Press. Sugiyono. (2004). Stasistik Untuk Penelitian, CV. Alfa Beta, Bandung. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D . Bandung: Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih et.al. (2008). Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah: Konsep, Prinsip dan Instrumen. Bandung: Refika Aditama.

124

Sutisna, Oteng. (1989). Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktek Profesional. Bandung: Angkasa. Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan. (2005). Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan UPI. Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan. (2009). Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Van der Gaag, Jacques, and J. P. Tan. 1998. The Benefits of Early Child Development Programs: An Economic Analysis. World Bank, Human Development Network, Washington DC. World Bank. (2005). World Development Indicators 2005. Washington, DC: World Bank. World Bank. (2007). Early Childhood Education and Development in Indonesia: An Investment for A Better Life. Washington, DC: World Bank.

125

You might also like