You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Faktor yang mendukung keberhasilan guru dalam melaksanakan proses

pembelajaran salah satunya adalah kemampuannya dalam menguasai dan menerapkan

metode pembelajaran. Guru sebelum proses pembelajaran harus mempertimbangkan dan

memperhatikan teknik penyajian materi yang cocok atau sesuai dengan materi yang akan

disampaikan. Dengan metode pembelajaran yang tepat maka siswa dapat menerima

materi pelajaran dan mengikutinya secara maksimal, sehingga tujuan dari pembelajaran

dapat tercapai.

Metode pembelajaran yang terbaik dengan sendirinya adalah yang mengutamakan

subjek didik dalam proses pemahaman konsep-konsep, bukan lagi pada guru yang

membuat siswa mengerti akan konsep tersebut. Model-model pembelajaran konvensional

seperti ceramah dan tanya jawab terbukti kurang menunjukkan hasil yang maksimal. Hal

ini disebabkan penekanan ada pada cara menyampaikan pengetahuan oleh guru kepada

siswa bukan dilihat dari sisi siswa sebagai subjek yang belajar. Materi pelajaran yang

disampaikan terbatas pada apa yang diberikan di depan kelas dan siswa akan menyerap

pada saat itu saja secara pasif dan tidak mengembangkan sendiri pengetahuan tersebut.

Pada saat ujian, siswa akan belajar dengan sungguh-sungguh untuk mendapat nilai yang

baik. Pendekatan semacam ini terbukti tidak terlalu efektif karena konsentrasi siswa pada
saat ceramah tidak mungkin seratus persen dan secara terus-menerus diarahkan pada

materi pelajaran. Banyak hal yang terlewatkan dalam belajar dengan metode ceramah

terutama karena guru bertindak aktif memberi, sedang siswa pasif menerima. Biasanya

pengetahuan semacam ini tidak mempunyai ketahanan.

Kurikulum yang sedang dilaksanakan untuk saat ini adalah KTSP (Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan) yang merupakan pengembangan dari KBK (Kurikulum

Berbasis Kompetensi) yang pernah diujicobakan. Pembelajaran dalam KTSP berorientasi

pada kompetensi, dan siswa sebagai pusat pembelajar. Dengan kompetensi sebagai dasar

perkembangan kurikulum, akan dijamin fleksibilitas dalam mencapai penguasaan

kompetensi. Kurikulum itu menekankan identifikasi kompetensi dasar setiap bidang studi

serta membantu guru menentukan strategi dan teknik pengajarannya (Nurhadi, 2004: 2).

KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) ini dikembangkan oleh masing-

masing satuan pendidikan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yaitu berpusat pada

potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya;

beragam dan terpadu; tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan

seni; relevan dengan kebutuhan kehidupan; menyeluruh dan berkesinambungan; belajar

sepanjang hayat; seimbang antara kepentingan pusat dan daerah (BSNP, 2006: 5).

Dari observasi pendahuluan dan wawancara dengan guru geografi yang dilakukan

di SMA Xxx 2 Xxx kelas XI diperoleh informasi bahwa pembelajaran geografi

menggunakan ceramah dan diskusi, kegiatan belajar mengajar masih terfokus di dalam

kelas, siswa masih pasif dan hanya mengandalkan keterangan dan penjelasan dari guru.

Dari hasil ulangan harian didapatkan 65% siswa belum tuntas dalam belajarnya. Nilai

masih banyak di bawah standar kegiatan belajar mengajar dan rata-rata kelas hanya nilai
61,06 (ketercapaian unsur pembelajaran hanya 61,06%), padahal standar kegiatan belajar

mengajar 65. Dari permasalahan tersebut, supaya siswa lebih aktif dan tuntas dalam

belajar serta mampu menyadari manfaat dan aplikasi pelajaran geografi dalam kehidupan

sehari-hari dengan baik maka dalam pembelajaran geografi di SMA guru dituntut mampu

menentukan strategi pembelajaran yang tepat sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Penentuan strategi mengajar ini meliputi pemilihan strategi dan media pembelajaran yang

tepat.

Tuntutan terhadap pelayanan pembelajaran saat ini disebabkan juga oleh

perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karenanya konsep

pembelajaran saat inipun berubah dari guru mengajar menjadi siswa belajar. Strategi

pembelajaran konstruktivistik dapat membantu siswa dalam membangun pengetahuannya

dengan lebih bermakna dan bertahan lama. Menurut pandangan konstruktivisme, siswa

yang harus menemukan dan membangun sendiri struktur kognitif/pengetahuannya

melalui interaksi dan transaksi. Interaksi dan transaksi yang memberikan kontribusi

paling besar dalam membangun struktur kognitif adalah antara siswa dengan siswa. Hal

ini didasari pemikiran bahwa sesama siswa memiliki kesamaan bahasa, tingkat

perkembangan intelektual, dan pengalaman kedekatan sehingga lebih mudah menemukan

konsep, aturan atau pun yang lain. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran

yang memungkinkan terjadinya interaksi dan transaksi di antara para siswa dalam proses

pembelajaran yang memenuhi kaidah-kaidah dalam pandangan konstruktivisme. Terdapat

berbagai jenis model pembelajaran kooperatif, antara lain Student Team Achievement

Division (STAD), Team Game Tournament (TGT), Team Assisted Individualization (TAI),
Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Group Investigation (GI),

Complex Instruction (Nurhadi dan Senduk, 2004: 63-66).

Berbagai model pembelajaran kooperatif yang ada, dalam penelitian ini

digunakan pembelajaran kooperatif model GI (Group Investigation). Dalam pembelajaran

kooperatif model GI ini siswa dilatih melakukan analisis, sintesis, dan mengumpulkan

informasi yang diperlukan dalam proses belajarnya dengan guru hanya sebagai fasilitator

karena informasi yang diperlukan dalam proses belajarnya didapatkan sendiri. Hal ini

menyebabkan siswa harus berperan aktif untuk mencari informasi dalam memecahkan

suatu permasalahan. Dikaitkan dengan permasalahan yang terjadi di SMA Xxx 2 Xxx

kelas XI yaitu siswa masih pasif, nilai rata-rata kelas rendah, dan tingkat ketuntasan

belajar rendah maka pembelajaran dengan model GI tepat bila diterapkan sebagai

alternatif strategi pembelajaran geografi di kelas. Adanya dorongan bahwa siswa harus

berperan aktif untuk mencari informasi yang diperlukan diduga dapat meningkatkan hasil

belajar siswa. Selain itu dengan bekerja secara bersama dalam kelompok diduga dapat

membuat siswa bebas untuk berdiskusi dan bertukar pendapat antara temannya dalam

satu kelompok sehingga proses belajar lebih menyenangkan dan informasi yang diperoleh

lebih banyak dan akurat.

Pembelajaran model investigasi kelompok dapat pula dipergunakan untuk

meningkatkan peran serta siswa dalam kelompoknya. Dalam pembelajaran ini lingkungan

belajar siswa dibuat agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap suatu masalah

termasuk pendalaman materi dari suatu topik dan melakukan tugas bermakna lainnya.

Siswa diajak mencari informasi yang selengkap-lengkapnya mengenai suatu topik

permasalahan kemudian informasi yang didapatkan tersebut dipresentasikan di kelas


supaya siswa lain turut mempelajari topik yang telah dipelajari oleh kelompok lain.

Seluruh kegiatan baik itu investigasi maupun presentasi dikerjakan siswa dalam

kelompoknya. Akhir dari pembelajaran ini dilakukan evaluasi tentang topik yang telah

dipresentasikan sehingga siswa mempunyai kesadaran untuk berperan aktif dalam

pembelajaran.

Penelitian yang dilakukan oleh Prasetyowati (2004) diperoleh kesimpulan bahwa

pembelajaran kooperatif model GI dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

Pada siklus 1 persentase keberhasilan aktivitas siswa sebesar 81,5%, meningkat pada

siklus 2 menjadi 90,6%. Hasil belajar pada siklus 1 rata-rata kelas adalah 81,5 dan pada

siklus 2 meningkat menjadi 92,35. Juga hasil penelitian oleh Pamungkas (2005)

menunjukkan adanya peningkatan kinerja investigasi, hasil belajar siswa juga mengalami

peningkatan, pada siklus 1 rata-rata kelas mencapai 58,42 dan pada siklus 2 nilai rata-rata

mencapai 76,90. Dan hasil penelitian yang dilakuakan oleh Widowati (2005)

menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif model GI dapat meningkatkan aktivitas

siswa selama proses belajar mengajar. Pada siklus 1 aktivitas siswa sebesar 65,4% dan

meningkat menjadi 85,1% pada siklus 2. hasil belajar juga mengalami peningkatan dari

rata-rata skor tes akhir pada siklus 1 sebesar 74,1% dan pada siklus 2 sebesar 84,7%.

Berbagai penelitian yang telah dilakukan diperoleh keterangan bahwa

pembelajaran kooperatif model GI dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu:

1. Bagaimana aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran geografi dengan model

GI?
2. Bagaimana hasil belajar siswa selama mengikuti pembelajaran geografi dengan

model GI?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran geografi dengan model

GI.

2. Mengetahui hasil belajar siswa selama mengikuti pembelajaran geografi dengan

model GI.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan daya tarik siswa

terhadap geografi sehingga timbul motivasi bagi siswa untuk belajar lebih giat.

2. Bagi Guru

Sebagai bahan untuk perbaikan staregi belajar mengajar dalam meningkatkan

aktivitas dan hasil belajar siswa di kelas.

E. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan dan penafsiran arti beberapa istilah dalam judul,

maka perlu dikemukakan definisi-definisi sebagai berikut:

1. Model GI merupakan satu model pembelajaran kooperatif yang berbasis proyek atau

tugas terstruktur di mana dalam pembelajaran ini lingkungan siswa dibuat agar siswa
dapat melakukan penyelidikian terhadap suatu masalah yang berkaitan dengan suatu

topik atau pokok bahasan tertentu dan melaksanakan tugas-tugas bermakna.

2. Aktivitas belajar yaitu kegiatan siswa selama pembelajaran kooperatif berlangsung

yang tercantum pada elemen-elemen aktivitas dan keterampilam kooperatif model GI,

meliputi tahap seleksi topik, merencanakan kerjasama, implementasi, analisis, dan

sintesis, tahap merencanakan presentasi, dan tahap penyajian presentasi.

3. Hasil belajar yaitu kemampuan kognitif yang diperoleh siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya yang berupa skor tes.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Hasil Belajar Bidang Studi Geografi

Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Hasil belajar tiap siswa

di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Bahan mentah hasil belajar

terwujud dalam lembar-lembar jawaban soal ulangan atau ujian, dan yang berwujud

karya atau benda. Semua hasil belajar tersebut merupakan bahan yang berharga bagi guru

dan siswa. Bagi guru, hasil belajar siswa di kelasnya berguna untuk perbaikan tindak

mengajar dan evaluasi. Bagi siswa, hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki

cara-cara belajar lebih lanjut (Dimyati dan Mudjiono, 1994: 244-245).

Hakekat hasil belajar menurut Menurut Sudjana dalam Kunandar (2007: 4) adalah

suatu akibat dari proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes

yang disusun secara terencana, baik tes tertulis, tes lisan maupun tes perbuatan.

Sedangkan Nasution dalam Kunandar (2007: 4) berpendapat bahwa hasil belajar adalah

suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan tetapi

juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar.

Untuk melihat hasil belajar dilakukan suatu penilaian terhadap siswa yang bertujuan

untuk mengetahui apakah siswa telah menguasai suatu materi atau belum.

Hasil belajar mempunyai beberapa fungsi, yaitu: (1) sebagai indikator kualitas dan

kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai anak didik, (2) sebagai lambang pemuas hasrat

ingin tahu, (3) sebagai bahan informasi, (4) sebagai indikator intern dan ekstern dari

suatu institusi pendidikan, (5) sebagai indikator terhadap daya serap anak didik.

Hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: ranah

kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Tujuan ranah kognitif berhubungan

dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, serta


pengembangan intelektual (Jarolimek dan Foster dalam Dimyati dan Mudjiono, 1994:

188). Menurut Bloom ada 6 tingkatan ranah kognitif yaitu: pengetahuan, pemahaman,

penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tujuan ranah afektif berhubungan dengan

perhatian, sikap, penghargaan, nilai, perasaan, dan emosi. Dan tujuan ranah psikomotorik

berhubungan dengan keterampilan motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang

memerlukan koordinasi syaraf dan koordinasi badan.

Geografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang fenomena-fenomena geosfer

dengan sudut pandang keruangan, kelingkunagn, dan kompleks wilayah. Geografi

mempelajari berbagai aspek, yaitu aspek alam dan aspek sosial. Fungsi pelajaran geografi

adalah (a) mengembangkan pengetahuan tentang pola-pola keruangan dan proses yang

berkaitan; (b) mengembangkan keterampilan dasar dalam memperoleh data dan

informasi, mengkomunikasikan, dan menerapkan pengetahuan geografi; dan (c)

menumbuhkan sikap, kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan hidup dan sumber

daya serta toleransi terhadap keragaman sosila-budaya masyarakat. Sedangkan tujuan

mata pelajaran geografi meliputi ketiga aspek, yaitu: pertama, pengetahuan; kedua, aspek

keterampilan; dan ketiga, aspek sikap.

Dalam geografi, hasil belajar yang dimaksud adalah suatu hasil yang diperoleh

siswa setelah mempelajari geografi dan dinyatakan dengan nilai yang diberikan oleh

gurunya. Selain itu hasil belajar geografi juga dapat dikatakan sebagai indikator dalam

mengetahui kemampuan siswa menyerap materi yang diajarkan.

A. Model Group Investigation (GI)

1. Pengertian Model GI (Group Investigation)


Investigasi atau penyelidikan merupakan kegiatan pembelajaran yang
memberikan kemungkinan untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai
kegiatan dan hasil belajar sesuai dengan perkembangan siswa. Kegiatan belajarnya
diawali dengan pemecahan soal-soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru,
sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara
ketat oleh guru, yang dalam pelaksanaannya mengacu pada berbagai teori investigasi.

You might also like