Professional Documents
Culture Documents
RAHMAT INGKADIJAYA
OLEH:
PENDAHULUAN Kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia pada tahun 1998 dan 1999 dipastikan akan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan kejadian-kejadian beruntun yang menimpa negeri kita sempat menciptakan citra Indonesia di mata dunia sebagai tempat yang tidak aman untuk dikunjungi. Pemerintah Jepang misalnya, telah mengeluarkan larangan terhadap warga negaranya untuk mengunjungi Indonesia kecuali Bali. Citra tidak aman tersebut kemudian diperteguh dengan banyaknya warga negara asing, baik swasta maupun anggota kedutaan dan keluarganya, dan warga keturunan Cina yang meninggalkan negeri ini menjelang pelaksanaan kampanye dan pemilu 1999 (Tempo, Edisi 11-17 Mei 1999).
Kenyataan tersebut tentu saja memprihatinkan. Kita tahu dari data statistik bahwa hingga tahun 1996 sektor pariwisata terus menunjukkan sumbangan yang berarti dalam perolehan devisa negara (lihat Tabel-1), sehingga banyak kalangan, baik pemerintah maupun para pakar, memperkirakan pada tahun 2003 pariwisata akan menyumbang devisa terbesar dari sektor non-migas, dan pada tahun 2005 akan menjadi penghasil devisa utama menggantikan posisi migas. Tetapi apa mau dikata, harapan ini menjadi pupus setelah terjadinya kebakaran hutan dan wabah demam berdarah di beberapa tempat di negeri ini pada tahun 1997, dan disusul kemudian dengan berbagai huru-hara dan kerusuhan sebagai akibat instabilitas politik (political instability). Indonesia menjadi negara yang
56
dianggap tidak aman untuk dikunjungi. Biro-biro perjalanan, hotel-hotel, tempattempat tujuan wisata menjadi sepi. Karena tidak adanya pemasukan, banyak di antara mereka yang kondisinya sekarat. Kondisi ini diperparah lagi dengan berlangsungnya krisis ekonomi yang berkepanjangan yang tidak hanya berdampak buruk terhadap sektor pariwisata, melainkan juga terhadap hampir semua sektor riil lainnya. Namun, apapun yang terjadi janganlah membuat kita putus asa. Setiap musibah pasti ada hikmahnya dan kita mesti pandai-pandai mengambil pelajaran dari hikmah tersebut. Adapun hikmah yang dapat kita ambil sebagai pelajaran dari musibah yang menimpa dunia pariwisata adalah bahwa faktor keamanan ternyata begitu penting dalam menarik wisatawan untuk berkunjung ke suatu tempat. Sedemikian pentingnya sehingga betapapun suatu tempat mempunyai keindahan alam yang tiada tara dan keanekaragaman budaya yang sangat unik, itu semua belumlah cukup sebagai magnet untuk menarik wisatawan berkunjung ke tempat itu bila mereka
ISSN 1411-1527
tempat
tersebut
Mengingat peranannya yang begitu penting sebagai daya tarik pariwisata, maka faktor keamanan perlu diberi porsi yang sewajarnya dalam perencanaan pariwisata di masa-masa mendatang. Apalagi bila kita hendak menjadikan sektor pariwisata sebagai sektor andalan dalam perolehan devisa negara. PERENCANAAN PARIWISATA Pariwisata dapat memberikan manfaat dan juga mudlarat. Manfaat pariwisata dalam bidang ekonomi misalnya, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan income per-capita, meningkatkan devisa, dlsb. (lihat Tabel-2). Sedangkan mudlarat-nya, bisa menimbulkan kerusakan lingkungan alami, lingkungan terbangun, dan lingkungan budaya (lihat Tabel-3, Tabel-4, dan Tabel-5). Perencanaan pengembangan pariwisata dimaksudkan agar aktivitas pariwisata dapat menghasilkan keuntungan atau manfaat sebesar-besarnya, dan menghilangkan atau menekan mudlarat/dampak negatifnya seminimal mungkin.
Drs. Rahmat Ingkadijaya, 55-67
57
Tujuan tersebut tampak sederhana, tetapi untuk mencapainya tidaklah mudah karena pariwisata merupakan suatu kegiatan yang sangat kompleks yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: a) Multi-dimensional. Pariwisata berdimensi banyak, mencakup dimensi fisik, sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Multi-sektoral. Pariwisata berkaitan erat dengan sektor-sektor lainnya, seperti pertanian, perikanan, manufaktur, transportasi, berbagai pelayanan dan fasilitas umum, dan infrastruktur lainnya. Multi-produk. Produk yang ditawarkan pariwisata itu bermacam-macam sesuai dengan demand wisatawan, di antaranya ialah wisata alam, wisata agro, wisata lingkungan, wisata budaya, wisata bahari, wisata air, wisata ziarah, konvensi, dlsb. Multilevel. Pariwisata juga melibatkan banyak tingkatan, mulai dari tingkat komunitas lokal, provinsial, nasional, sampai tingkat global.
Melihat begitu kompleksnya aktivitas pariwisata, maka pengembangan pariwisata perlu direncanakan secara komprehensif, holistik, dan integratif. Inskeep (1991) menyatakan bahwa dalam melakukan perencanaan pariwisata karenanya harus menggunakan suatu pendekatan yang mencakup unsur-unsur berikut ini: a) Pendekatan yang berkesinambungan, incremental, dan fleksibel (Continuous, incremental, and flexible approach). Perencanaan pariwisata dipandang sebagai suatu proses yang berlangsung terus menerus dengan dimungkinkan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan berdasarkan hasil monitoring dan umpan balik (feedback), tetapi dalam kerangka pemeliharaan tujuan dasar dan kebijakan pengembangan pariwisata. b) Pendekatan sistem (Systems approach). Pariwisata dipandang sebagai suatu sistem yang saling terkait dan harus direncanakan menggunakan teknik analisis sistem.
b)
c)
d)
ISSN 1411-1527
58
c) Pendekatan komprehensif (Comprehensive approach). Berkaitan dengan pendekatan sistem, seluruh aspek pengembangan pariwisata, termasuk unsurunsur institusional, implikasi sosio-ekonomi dan lingkungan dianalisis dan direncanakan secara komprehensif. Karena itu pendekatan ini disebut juga sebagai pendekatan holistik. d) Pendekatan yang terintegrasi (Integrated approach). Berkaitan dengan pendekatan sistem dan komprehensif, pariwisata direncanakan dan dikembangkan sebagai suatu sistem terintegrasi, baik antar unsur-unsur di dalam sistem itu sendiri maupun dengan rencana dan polapola pembangunan secara keseluruhan. e) Pendekatan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (Environmental and sustainable development approach). Pariwisata direncanakan, dikembangkan, dan dikelola sedemikian rupa sehingga sumberdaya alam dan budaya tidak habis atau menurun, tetapi terpelihara
ISSN 1411-1527
sebagai sumberdaya yang hidup terus menjadi dasar permanen untuk penggunaan terus-menerus di masa depan. Analisis daya angkut/muat (carrying capacity analysis) merupakan suatu teknik yang penting digunakan dalam pendekatan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan ini. f) Pendekatan komunitas (Community approach). Terdapat keterkaitan maksimum komunitas lokal dalam perencanaan dan pengambilan keputusan kepariwisataan dan, lebih jauh lagi, terdapat partisipasi maksimum komunitas dalam pengembangan dan manajemen pariwisata, serta keuntungan-keuntungan sosio-ekonominya.
g) Pendekatan implementable (Implementable approach). Kebijakan, rencana, dan rekomendasi pengembangan pariwisata diformulasikan menjadi realistik dan dapat diimplementasikan. Formulasi kebijakan dan rencana itu menggunakan teknik-teknik implementasi, yang mencakup strategi atau
59
dan
h) Aplikasi proses perencanaan sistematik. Proses perencanaan sistematik diterapkan dalam perencanaan pariwisata berdasarkan pada urutan logik aktivitas-aktivitas. (Inskeep, 1991:29) Pendekatan tersebut di atas diaplikasikan secara konseptual pada semua tingkat dan jenis perencanaan pariwisata. Tetapi bentuk spesifik aplikasinya, tentu saja, bervariasi tergantung pada jenis perencanaan yang diambil. Perencanaan pariwisata dipersiapkan pada berbagai tingkatan. Setiap tingkatan memfokuskan diri pada derajat kekhususan yang berbeda. Perencanaan tersebut hendaknya dipersiapkan dalam urutan dari yang umum ke yang spesifik, sebab tingkatan yang umum memberikan kerangka dan arahan untuk mempersiapkan rencanarencana spesifik. Urutan tingkatan itu dimulai dari tingkat perencanaan internasional, perencanaan nasional, perencanaan regional/provinsial, perencanaan sub-
regional/provinsial, perencanaan daerah wisata, perencanaan fasilitas pariwisata, dan design fasilitas pariwisata. DAYA TARIK WISATA Perencanaan pengembangan pariwisata tersebut di atas mencakup komponen-komponen sebagai berikut: a) Daya tarik wisata. Yaitu semua sumber daya alam dan budaya, keistimewaankeistimewaan dan aktivitasaktivitas yang menarik wisatawan untuk berkunjung. Akomodasi. Hotel dan jenis akomodasi lainnya tempat wisatawan menginap selama melakukan perjalanannya, beserta pelayananpelayanan yang diberikan. Fasilitas dan pelayanan pariwisata lainnya. Fasilitas dan pelayanan pariwisata lainnya yang diperlukan dalam pengembangan pariwisata di antaranya ialah biro dan agen perjalanan (disebut juga receptive services), restoran dan jenis tempat makan lainnya, toko barang kerajinan, souvenir, bank, tempat penukaran uang, dan fasilitas dan pelayanan
b)
c)
ISSN 1411-1527
60
keuangan lainnya, kantor informasi wisata, pelayanan pribadi seperti pemangkas rambut dan salon kecantikan, fasilitas pelayanan medis, fasilitas pelayanan polisi dan pemadam kebakaran, dan fasilitas kepabeaan dan imigrasi. d) Transportasi. Transportasi ke negara yang bersangkutan, transportasi antar provinsi dan antar kota, transportasi ke dan dari daerah tujuan wisata. Mencakup semua jenis transportasi, yaitu transportasi darat, laut, dan udara. Infrastruktur lainnya. Di samping transportasi, infrastruktur lainnya yang diperlukan antara lain air, listrik, telepon, drainage, dlsb. Unsur-unsur institusional. Unsur-unsur institusional yang diperlukan dalam pengembangan dan pengelolaan pariwisata mencakup perencanaan sumber daya manusia beserta program-program pelatihan dan pendidikannya, strategi pemasaran dan program
promosi, struktur organisasi kepariwisataan baik pemerintah maupun swasta, peraturan perundangundangan kepariwisataan, kebijakan-kebijakan investasi, program-program pengawasan mengenai dampak ekonomi, sosiobudaya, dan lingkungan. (Inskeep, 1991: 38-39) Yang paling penting dari keenam komponen tersebut adalah komponen daya tarik wisata. Komponen inilah yang menyebabkan seorang wisatawan mengunjungi suatu tempat/daerah tujuan wisata. Wisatawan datang ke Yogya misalnya, bukan untuk menginap di hotel berbintang, tetapi untuk melihat kraton, borobudur, sekatenan, melihat kehidupan masyarakat setempat beserta adat-istiadatnya, dan sebagainya. Sedangkan komponen-komponen lainnya merupakan penunjang dari komponen daya tarik. Misalnya, biro perjalanan merupakan sarana yang memudahkan wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata, dan hotel atau akomodasi lainnya membuat wisatawan dapat menikmati daya tarik wisata lebih lama.
e)
f)
ISSN 1411-1527
61
Daya tarik wisata biasanya dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: a) Daya tarik wisata alam (Natural attractions) ialah daya tarik wisata dari sumber daya alam, seperti iklim, pemandangan alam, laut dan pantai, flora dan fauna, cagar alam, dll. Daya tarik wisata budaya (Cultural attractions) ialah daya tarik wisata dari sumber daya budaya, seperti situs dan peninggalanpeninggalan sejarah budaya, adat istiadat, seni dan kerajinan tangan, museum, festival budaya, dll. Daya tarik wisata khusus (Special types of attractions) ialah daya tarik wisata yang tidak termasuk ke dalam dua kategori di atas yang sengaja dibuat atau diciptakan, seperti tamantaman hiburan dan sirkus, pusat perbelanjaan, fasilitas pertemuan/konferensi/konvensi, peristiwa khusus (Olympiade, ASIAN Games, Sea Games, PON, dll), kasino dan tempat hiburan (nightclub dan disco), fasilitas rekreasi dan olah raga, dll.
Ketiga kategori daya tarik wisata tersebut memberikan peluang bagi suatu daerah atau negara untuk mengembangkan pariwisatanya. Dan agar daya tarik wisata ini memberikan keuntungan sebesar-besarnya, maka pengembangannya harus direncanakan dengan sebaikbaiknya. FAKTOR KEAMANAN Selain ketiga daya tarik wisata tersebut di atas masih ada daya tarik wisata lainnya yang tidak kalah pentingnya, yaitu keamanan atau rasa aman. Meskipun suatu daerah/negara mempunyai keindahan alam yang sangat menawan dan keanekaragaman budaya yang sangat unik, wisatawan tidak akan berani berkunjung ke daerah/negara itu bila mereka menganggap daerah/negara tersebut tidak aman bagi dirinya. Menurut Richter (1992) pengaruh keamanan terhadap pariwisata sebetulnya sangat jelas, tetapi banyak negaranegara berkembang tidak memasukkannya dalam perencanaan pengembangan pariwisata mereka sebelum masalah-masalah yang ditimbulkan oleh faktor ketidak-
b)
c)
ISSN 1411-1527
62
amanan terjadi. (Richter, 1992:39) Kasus yang diungkapkan oleh Richter tersebut rupanya teralami juga oleh Indonesia. Untuk itu di masa-masa mendatang faktor keamanan ini perlu mendapat porsi yang sewajarnya dalam perencanaan pariwisata nasional maupun daerah. Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan atau menimbulkan ketidakamanan (insecurity), antara lain adalah: a) Wabah penyakit, misalnya demam berdarah, malaria, muntaber, dsb. Bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, lahar gunung berapi, dsb. Kecerobohan manusia yang menimbulkan bencana dan kecelakaan, misalnya bencana kebakaran hutan. Kriminalitas, seperti perampokan, perkosaan, penodongan, dsb. Kesenjangan sosial-ekonomi masyarakat sekitar daerah tujuan wisata yang menimbulkan kecemburuan sosial terhadap pengusaha pariwisata dan wisatawan, yang diungkapkan melalui perbuatan-perbuatan kriminal (penjarahan,
pencurian, dsb.). f)
pengrusakan,
Pelanggaran norma-norma atau nilai-nilai budaya setempat oleh para wisatawan, yang menimbulkan konflik antara wisatawan dengan penduduk setempat. Instabilitas politik (political instability) yang menimbulkan huru-hara, kerusuhan, kekerasan, pembunuhan, dsb.
g)
b)
Lebih jauh lagi untuk faktor instabilitas politik, Richter (1992) membaginya menjadi empat macam, yaitu: a) Instabilitas di negara kawasan/tetangga dapat mempengaruhi negara lainnya karena mengganggu lalu lintas udara, laut, dan darat; atau karena publisitas mengenai instabilitas tersebut mempengaruhi seluruh kawasan. Pergolakan internal di suatu negara yang walaupun mungkin daerah rawannya jauh dari daerah tujuan wisata namun pemberitaan media massa dapat menciptakan citra tidak aman negara tersebut secara keseluruhan, sehingga
Drs. Rahmat Ingkadijaya, 55-67
c)
d)
e)
b)
ISSN 1411-1527
63
negara lain melarang warganya untuk mengadakan perjalanan ke negara itu. c) Aksi-aksi dari kelompok anti-pemerintah yang mengganggu para wisatawan. Apakah untuk mepermalukan pemerintah yang bersangkutan, atau untuk melemahkan perekonomiannya, atau sekedar untuk mencari perhatian dunia internasional terhadap permasalahan politik yang terjadi di negara tersebut. Instabilitas politik yang disebabkan kebijakan-kebijakan pengembangan pariwisata itu sendiri yang tidak peka terhadap aspirasi rakyat, seperti yang terjadi di Philipina pada jaman rezim Marcos berkuasa. Saat itu Keluarga Marcos dan kroninya membangun hotel mewah dengan menggunakan dana pinjaman yang sebenarnya diperuntukkan untuk Jaring Pengaman Sosial. Hal tersebut tentu saja menimbulkan kemarahan rakyat.(Richter, 1992: 3346).
d)
Semua faktor yang dapat menyebabkan ketidakamanan tersebut di atas harus ditangani secara komprehensif dalam perencanaan pariwisata. Untuk itu perlu adanya kerjasama dengan lembagalembaga/instansi-instansi lainnya. Untuk masalah wabah penyakit misalnya, perlu kerjasama dengan Departemen Kesehatan, dan untuk masalah kriminalitas perlu kerjasama dengan pihak kepolisian. Perlu juga adanya pengamanan jalurjalur wisata dari serangan orang-orang yang ingin mengganggu wisatawan. Di samping itu, pihak pengusaha pariwisata pun harus peka terhadap keadaan sosial-budaya dan sosialekonomi masyarakat sekitar kawasan wisata, agar konflik antara masyarakat dengan pihak pengusaha pariwisata dan wisatawan dapat dihindarkan. PENUTUP Di dalam milenium ketiga nanti, sektor pariwisata diharapkan akan menjadi sektor andalan sebagai penyumbang terbesar devisa negara. Karena itu, dengan menimba pengalaman dari kejadiankejadian belakangan ini yang
ISSN 1411-1527
64
sangat tidak menguntungkan bagi berkembangnya sektor ini, kita perlu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan pariwisata di masa-masa mendatang. Perhatian terhadap faktor keamanan ini akan semakin penting lagi bilamana ternyata sektor pariwisata benar-benar menjadi sektor andalan peraih devisa. Karena dengan begitu sektor pariwisata akan menjadi penentu keberhasilan perekonomian kita. Sementara itu kita tahu sektor ini sangat rawan terhadap isu ketidakamanan. DAFTAR PUSTAKA Biro Pusat Statistik. Statistik kunjungan tamu asing 1996. Jakarta, 1997. Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi. Direktorat Jenderal Pariwisata. Analisis pasar wisatawan mancanegara 1997. Jakarta, 1997 Gunn, Clare A. Tourism planning, 2nd edition. New York: Taylor & Francis, 1988 Hartanto, Frans Mardi. Menjelang pembangunan pariwisata yang berkelanjutan: perspektif perencanaan
ISSN 1411-1527
kebijaksanaan dalam Prosiding pelatihan dan lokakarya perencanaan pariwisata berkelanjutan, editor Myra P. Gunawan. Bandung: Penerbit ITB, 1997 Inskeep, Edward. Tourism planning: an integrated and sustainable development approach. New York: Van Nostrand Reinhold, 1991 Mencari rasa aman. Tempo, Edisi 11-17 Mei 1999: hal. 15 Richter, Linda K. Political instability and tourism in the Third World in Tourism & the less developed countries, edited by David Harrison. London: Belhaven Press, 1992 Rudini. Jaring pengaman sosial untuk pemulihan ekonomi dalam Sinergi, EdisiXXI/1998: hal. 23-26. ***ksm***
Lampiran: J. Ilm. Pariwisata, Vol. 4, No. 1. Agustus 1999 Tabel-1 PERKEMBANGAN KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA DAN JUMLAH PENGELUARAN DI INDONESIA TAHUN 1992-1996 TAHUN 1992 1993 1994 1995 1996 1997 JUMLAH WISATAWAN 3.064.161 3.403.138 4.006.312 4.324.229 5.034.472 5.036.271 DEVISA (juta US $) 3278,19 3987,56 4785,26 5228,34 6307,69 ---
65
ISSN 1411-1527
66
A. PRIMARY or DIRECT BENEFITS 1. Business receipts 2. Income a. Labor and proprietors income b. Corporate profits, dividends, interest, and rent 3. Employment a. Private employment b. Public employment 4. Government receipts a. Federal b. State c. Local B. SECONDARY BENEFITS 1. Indirect benefits generated by primary business outlays, including investment a. Business receipts b. Income c. Employment d. Government receipts 2. Induced benefits generated by spending of primary income a. Business receipts b. Income c. Employment d. Government receipts (Source: Frechtling, 1988:3-4) 1987:330 in Gunn,
ISSN 1411-1527
67
ISSN 1411-1527
68
alam
Kerusakan sumber air Api yang tak terkendali Wisatawan tak bertanggung jawab Tidak ada perencanaan dan pengendalian (lansekap) Sampah
Dampak
Kawasan
pemandanga
Perubahan kehidupan ekonomi Kepadatan yang tinggi Pembangunan prasarana penunjang kegiatan pariwisata tidak memadai Tidak ada manajemen lingkungan perkotaan
Perubahan demografi
ISSN 1411-1527
69
Bentuk
perkotaan
Perubahan
Pergeseran lokasi pemukiman dan Sarana pariwisata yang tidak tepat Perubahan pekerjaan dan kebiasaan masyarakat Perubahan pola interaksi sosial Bangunan tak terpelihara dipajang Bangunan yang terlalu banyak Pemeliharaan yang tidak memadai Tidak adanya ruang kerja di daerah tsb. Benturan (konflik) kepentingan nilai sejarah dan budaya tempat kerja
Tempattempat bersejarah
Penggunaan
Komersialisasi yang mengabaikan Penerapan gaya arsitektur yang tidak sesuai Tidak adanya pemahaman akan Terlalu dikomersilkan unsur budaya
ISSN 1411-1527
70
Moral
Pelacuran Mabuk
Promosi tak resmi negatif Adopsi kebiasaan minum wisatawan yang buruk minuman beralkohol Mudahnya memperoleh
Perilaku Kebarat-baratan
Mengacaubalaukan modernisasi dengan perilaku orang Barat Perilaku orang asing yang menarik Perilaku wisatawan yang bebas berbuat apa saja Komersialisasi seni Gaya hidup Barat yang menarik
Seni dan
kerajinan
Bentuk seni adat asli tidak menarik bagi wisatawan Tindakan buruk wisatawan dengan baik budaya
Benda budaya tidak dilindungi Akses tak terkendali ke benda Tidak adanya perawatan
Wisatawan menarik penjahat Narkotik dan obat bius lainnya Wisatawan sebagai kurir gang/kelompok penjahat Indonesia
Tidak memahami sistem legal Fakta sejarah tidak cermat Fakta sejarah diabaikan Fakta sejarah dibelokkan
Sejarah
ISSN 1411-1527