You are on page 1of 6

ACTION CONTROL

Oleh:

Agung Praptapa

Universitas Jenderal Soedirman

Action control merupakan strategi pengendalian yang menekankan pada aspek


aksi (action), yaitu segala kegiatan yang dilakukan oleh karyawan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Action control digunakan untuk
mendapatkan keyakinan bahwa karyawan menjalankan pekerjaan yang
berakibat baik bagi organisasi dan tidak menjalankan pekerjaan yang berakibat
tidak baik bagi organisasi. Dengan demikian, action control lebih bersifat
preventif, yaitu jangan sampai hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.

Action control akan efektif digunakan hanya apabila manager yang


mengendalikan mengetahui dengan baik bagaimana suatu pekerjaan seharusnya
dilakukan. Pada jenis pekerjaan yang sederhana dan rutin manager akan lebih
mudah mengendalikan karyawannya melalui action control. Pekerjaan bagian
produksi disuatu pabrik misalnya, akan lebih tepat menggunakan action control
karena bagaimana karyawan harus mengerjakan tugasnya memiliki suatu pola
dan rutinitas tertentu sehingga apabila karyawan salah dalam mengerjakan akan
mudah diketahui. Karyawan di pabrik kayu lapis yang salah dalam cara
memotong kayu misalnya, akan mudah terlihat dan harus langsung diberitahu
cara memotong kayu yang benar, agar hasilnya nanti sesuai dengan yang
diharapkan. Jadi begitu ada yang salah, harus langsung diberitahu, tanpa harus
menunggu apakah hasilnya sesuai dengan yang diharapkan atau tidak.

Pada pekerjaan yang rumit dan memerlukan ketrampilan dan pengetahuan


tingkat tinggi akan lebih sulit bagi manager untuk melakukan action control
apabila manager tersebut tidak mengetahui bagaimana pekerjaan tersebut
seharusnya dilakukan. Kesulitan manager untuk menggunakan action control
juga terjadi pada jenis-jenis pekerjaan yang dilakukan pada lingkungan yang
sering berubah, seperti pekerjaan lobying tingkat tinggi misalnya. Pekerjaan
laboratorium untuk menemukan suatu formula baru akan suatu produk juga
tidak mudah untuk dilakukan pengendalian melalui action control karena
mungkin pelaksana pekerjaan tersebut lebih mengetahui bagaimana pekerjaan
tersebut harus dilakukan dibanding dengan apa yang diketahui oleh manager
yang mengendaliakan. Dalam keadaan seperti ini, mungkin action control kurang
tepat digunakan, namun result control atau people control akan lebih tepat.

Empat Bentuk Action Control

Action control dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu dengan melalui
pembatasan perilaku (behavioral constraints), penelaahan sebelum pekerjaan
dilakukan (preaction review), pertanggunjawaban pekalsanaan kerja (action
accountability), dan pencadangan (redundancy).
a. Pembatasan Perilaku

Bentuk pengendalian yang pertama dari action control adalah dengan


membatasi perilaku bagi karyawan yang dikendalikan. Jadi dengan cara ini
diharapkan karyawan tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Karyawan
diperlakukan sedemikian rupa sehingga mereka tidak mungkin melakukan
sesuatu yang tidak diinginkan, atau setidak-tidaknya akan lebih sulit bagi
mereka untuk mengerjakan sesuatu yang tidak diinginkan. Bentuk pengendalian
seperti ini sering disebut sebagai bentuk negatif dari pengendalian aksi
(negative form of action control).

Pembatasan perilaku ini sendiri dapat dilakukan melalui pembatasan fisik dan
pembatasan administratif. Pembatasan fisik (physical constraint) yaitu
pembatasan bagi karyawan untuk mendapatkan akses secara fisik, misalnya
melalui penggunaan password untuk memasuki ruang tertentu atau masuk ke
file atau program tertentu di komputer, dengan cara mengunci pintu untuk
memasuki ruang atau alat tertentu, dan melalui pembatasan lainnya untuk
memasuki atau menggunakan alat tertentu. Pembatasan untuk mendapatkan
akses saat ini telah berkembang tidak sekedar menggunakan password melalui
kombinasi huruf dan angka, tetapi bisa juga password dengan menggunakan bar
code, sidik jari, maupun retina mata.

Kecuali melalui pembatasan fisik, pembatasan perilaku dapat pula dilakukan


melalui pembatasan administratif (administrative constraint) yaitu melalui
pembatasan wewenang dan pemisahan tugas. Pembatasan administratif
dilakukan melalui suatu sistem dan prosedur yang telah ditetapkan perusahaan,
dan pada instansi pemerintah biasanya dilakukan melalui Surat Keputusan (SK),
Petunjuk Teknis (Juknis), Petunjuk Pelaksanaan (Juklak), atau bahkan melalui
peraturan pemerintah. Yang ditekankan dalam pembatasan administratif adalah
agar seseorang tidak memiliki kewenangan yang tidak terbatas dan agar terjadi
saling kontrol diantara pihak-pihak yang terlibat didalam melakukan suatu
pekerjaan.

b. Preaction Review

Supaya apa yang dilakukan oleh karyawan atau pihak lain yang dikendalikan
tidak menyimpang dari yang seharusnya, dan agar sesuai dengan yang
diharapkan, maka pihak yang dikendalikan dapat melakukan konsultasi ataupun
minta persetujuan dari atasannya atau dari pihak yang mengendalikan. Untuk
itulah maka bentuk action control ini disebut preaction review, yaitu pijak yang
mengendalikan mereview dan menyetujui hal-hal yang akan dilakukan oleh
karyawan atau pihak yang dikontrol sebelum pekerjaan tersebut dilaksanakan.

Bentuk preaction review bisa formal maupun tidak formal. Bentuk formal
biasanya dilakukan melalui proposal ataupun rencana kerja yang harus disetujui
oleh atasan. Sedangkan cara informal adalah menkomunikasikan secara lisan
ataupun tertulis sehingga pihak yang mengendalikan dapat memberikan
masukan, petunjuk, atau bahkan perintah tertentu sebelum pekerjaan tersebut
dilaksanakan. Komunikasi tertulis secara informal dapat dilakukan dengan
berbagai cara, baik surat atau memo yang sifatnya informal, melalui sms,
internet, dan cara-cara komunikasi lainnya.

c. Action Accountability

Pertanggungjawaban aksi (action accountability) adalah suatu bentuk


pengendalian aksi yang dilakukan dengan cara membuat kesepakatan atau
aturan dalam organisasi bahwa seseorang harus bertanggungjawab atas segala
sesuatu yang dikerjakannya. Sehingga dalam pengendalian cara ini akan
terdapat suatu dokumen yang berisi ketentuan perusahaan akan kegiatan yang
diinginkan oleh perusahaan yang seharusnya dilakukan oleh karyawan dan
konsekwensi yang harus ditanggung oleh karyawan apabila tidak dapat
mengerjakan jenis pekerjaan yang dimaksud sekaligus reward yang akan
diterima bila berhasil mengerjakan suatu tugas dengan baik.

Untuk itu maka dalam action accountability harus dimulai dengan suatu definisi
yang jelas tentang macam pekerjaan apa yang dapat diterima perusahaan
(acceptable) dan juga apa yang tidak dapat diterima (unacceptable). Bolehkah
karyawan bekerja sambil merokok? Bolehkah karyawan beristirahat membaca
koran apabila yang bersangkutan sudah menyelesaikan tugasnya? Bolehkah
karyawan menerima telepon saat sedang berhadapan langsung dengan
kustomer? Bolehkah karyawan pulang setelah jam kantor walaupun tidak ada
lembur pada hari itu? Contoh pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk
menunjukkan apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat diterima oleh
perusahaan, dan ini tidak harus sama antara satu perusahaan dengan
perusahaan lainnya. Di suatu department store sering terdapat peraturan bahwa
penjaga toko tidak boleh duduk saat bekerja, dan pada department store lainnya
mungkin saja hal tersebut diperkenankan.

Mendefinisikan apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat diterima oleh
perusahaan dapat dikembangkan menjadi ‘apa yang harus dikerjakan karyawan
apabila mengerjakan suatu pekerjaan tertentu?’. Ada perusahaan yang
mewajibkan karyawannya untuk memberikan ‘senyum’ terlebih dahulu sebelum
‘menyapa’. Ada pula perusahaan yang wajib menyebutkan ‘nama’ dari
pelanggan yang sedang dihadapi. Dalam hal ini maka karyawan yang menyapa
tanpa senyum terlebih dahulu dianggap salah dalam bekerja, dan karyawan yang
tidak menyebutkan nama pelanggan saat berbicara dengan pelanggan juga
dianggap tidak melakukan pekerjaan dengan baik.

Setelah mendefinisikan apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat
diterima, langkah berikutnya adalah mengkomunikasikan hal tersebut kepada
seluruh elemen perusahaan. Semua karyawan harus diberitahu tentang hal ini
dan karyawanpun diharuskan mencari tahu tentang apa yang dapat diterima dan
apa yang tidak dapat diterima. Untuk itulah dalam suatu organisasi dierlukan
adanya aturan kerja, sistem dan prosedur, standard operating procedure (SOP),
dan berbagai petunjuk lainnya yang memungkinkan karyawan untuk mengetahui
mana pekerjaan yang dianggap benar dan mana pekerjaan yang dianggap tidak
benar.
Langkah berikutnya adalah melakukan observasi atau pelacakan tentang apa
yang sebenarnya terjadi tentang cara-cara orang melakukan pekerjaan tertentu.
Untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dapat dilakukan melalui
observasi langsung (direct observation) maupun dengan teknik-teknik
pengawasan lainnya seperti menggunakan laporan kegiatan (activity report)
sebagai bukti bahwa karyawan telaj melakukan pekerjaan sesuai dengan
prosedur yang semestinya. Laporan pekerjaan biasanya berupa checklist tentang
pekrjaan-pekerjaan yang seharusnya dilakukan. Teknik pengawasan lainnya
adalah dengan mengadakan inspeksi mendadak (sidak) sehingga karyawan akan
selalu mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan yang seharusnya. Saat ini
teknik observasi maupun pelacakan telah banyak dibantu dengan teknologi
dengan adanya CCTV misalnya, sehingga pekerjaan karyawan dapat selalu
dilihat dari layar monitor.

Setelah mendapatkan informasi yang akurat apakah seorang karyawan telah


mengerjakan pekerjaannya dengan baik dan benar atau tidak, langkah
berikutnya adalah memberikan penghargaan bagi karyawan yang bekerja
dengan baik dan benar serta memberikan hukuman bagi karyawan yang tidak
mengerjakan pekerjaannya dengan baik dan benar. Reward and punishment ini
merupakan konsekwensi dari diterapkannya pertanggungjawaban aksi (action
accountability), untuk memberikan motivasi kepada karyawan untuk selalu
mengerjakan pekerjaannya dengan baik dan benar.

d. Pencadangan

Pencadangan (redundancy) adalah suatu langkah untuk menyediakan petugas


(dan juga peralatan) yang lebih dari yang seharusnya ada, agar apabila terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan seperti petugas sakit sehingga tidak dapat masuk
kerja atau juga bila ada peralatan yang rusak, maka ada jaminan bahwa operasi
perusahaan tidak terhambat karena ada penggantinya. Cara ini memang sering
dianggap tidak praktis dan mahal karena pada saat semuanya bekerja dengan
baik dan lancar maka petugas dan peralatan cadangan tersebut menganggur.
Namun demikian harus diperhatikan aspek resiko bila tidak ada cadangan sama
sekali. Disini dapat dilihat bahwa menyediakan cadangan adalah suatu langkah
untuk memberikan kepastian bahwa pekerjaan akan dapat berjalan sesuai
dengan yang diinginkan.

Terdapat beberapa strategi agar pencadangan tersebut tidak mengakibatkan


pembengkakan biaya yang berlebihan. Cara yang pertama adalah dengan
mewajibkan karyawan untuk mengetahui dan memahami pekerjaan rekan
kerjanya. Dengan cara ini, apabila semuanya berjalan lancar, maka setiap
karyawan mengerjakan tugasnya masing-masing. Namun apabila karena satu
dan lain hal ada karyawan yang tidak dapat menjalankan tugasnya, maka
karyawan lain yang sudah ada di perusahaan tersebut untuk sementara dapat
menggantikan, dengan tetap menjaga supaya pekerjaan utamanya tetap dijaga
kelancarannya. Cara yang kedua adalah dengan melakukan outsourcing pada
jenis-jenis pekerjaan yang memungkinkan dilakukan oleh pihak luar. Sebagai
contoh, saat petugas maintenance tidak masuk sedangkan saat itu ada mesin
yang harus diperbaiki, mungkin dapat menggunakan jasa bengkel dari luar
perusahaan. Contoh lain, pada saat sopir tidak masuk maka kita dapat
menggunakan sopir dari pihak luar yang kita bayar saat kita gunakan saja.

Kelebihan dan Kekurangan

Action control adalah bentuk pengendalian yang paling langsung. Kelebihan


action control terletak pada aspek preventifnya. Begitu diketahui terdapat
kesalahan langsung ada aksi untuk memperbaiki. Koreksi dapat dilakukan
secepat mungkin. Dengan demikian akan lebih mudah bagi para pelaksana
untuk memahami mana yang benar dan mana yang tidak benar, yang apabila
semua elemen organisasi memahami dan ada kesamaan persepsi tentang
tindakan seperti apa yang benar dan yang tidak benar, maka akan terjadi apa
yang disebut sebagai ingatan organisasi (organizational memory). Ingatan
organisasi adalah kumpulan pengetahuan didalam suatu organisasi tentang
bagaimana untuk melakukan sesuatu dengan cara yang terbaik. Ingatan
organisasi bisa terdokumentasi secara tertulis maupun tidak terdokumentasi
secara tertulis namun dipahami oleh orang-orang di dalam organisasi. Action
control memungkinkan adanya komunikasi dua arah antara yang mengendalikan
dengan yang dikendalikan sehingga ada improvement yang terbangun. Sangat
memungkinkan bahwa adanya tindakan yang sediakala dianggap salah, tetapi
ternyata setelah terjadinya komunikasi bahkan kemudian dinyatakan sebagai
langkah inovatif.

Disamping kelebihannya, terdapat pula beberapa kelemahan action control. Yang


pertama, action control memerlukan suatu pengamatan langsung, sehingga dari
aspek biaya cenderung lebih mahal, walaupun tidak selalu lebih mahal,
bergantung pada metoda dan teknologi yang digunakan. Kedua, action control
hanya tepat digunakan pada pekerjaan yang sifat rutinitasnya tinggi. Untuk
pekerjaan-pekerjaan yang sifat inovasi dan kreatifitasnya tinggi tidak tepat
dengan pendekatan action control karena jenis pekerjaan tersebut tidak dapat
seragam langkah-langkahnya, dan sangat situasional. Karena tindakan orang
diamati, maka mereka cenderung untuk mengerjakan pekerjaannya secara
benar, dalam arti yang penting benar, dari pada ditegur. Akibatnya, dan ini
sebagai kelemahan ke tiga, orang cenderung tidak melakukan kreativitas dan
inovasi. Selanjutnya, karena orang-orang sudah merasa diawasi, maka mereka
akan beranggapan bahwa kalau mereka tidak ditegur, berarti mereka sudah
dianggap mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Orang apabila mengerjakan
sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan yang seharusnya tetapi lolos dari
teguran, mereka ada kecenderungan menyalahkan yang mengendalikan,
“mengapa saat saya melakukan kesalahan tidak ditegur?” Dan sebagai
kelemahan yang terakhir adalah adanya kemungkinan perilaku negatif, yaitu
orang bekerja bukan untuk yang terbaik buat organisasi, tetapi yang penting
baik dimata pihak-pihak yang melakukan pengendalian. Disini orang berfikir
untuk jangka pendek bahwa yang penting apa yang mereka lakukan tidak
disalahkan, dan mengabaikan aktualisasi diri.
Diselesaikan pertama kali : 16 Maret 2009.

You might also like