You are on page 1of 24

PRESENTASI KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN THT RSUD TARAKAN

Disusun Oleh: Muhammad Naufal Nordin 11-2011-261

Pembimbing : Dr. Riza Rizaldi, Sp.THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan status beserta tinjauan pustaka ini tepat pada waktunya dengan judul Faringitis Kronik. Dalam makalah ini saya mencantumkan hal berkenaan penyakit yang sering terjadi di THT iaitu Faringitis kronik, terutama pada orang dewasa serta beberapa penyakit yang merupakan diagosis bandingnya dan cukup populer di masa kini. Makalah ini berisikan mengenai cara anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, etiologi, patofisiologi, penatalaksanaan, prognosis dan epidemiologi dari penyakit tersebut yang ditulis dalam bentuk tinjauan pustaka dan status pasien. Saya menyadari bahwa status dan tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan status dan tinjuan pustaka ini. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan status dan tinjauan pustaka ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan senantiasa merestui segala usaha kita. Amin.

Jakarta, 24 Juli 2013

Muhammad Naufal Nordin

BAB 1 : STATUS PASIEN KEPANITERAAN KLINIK STATUS ILMU PENYAKIT THT FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA SMF ILMU PENYAKIT THT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN, JAKARTA Nama Nim : Muhammad Naufal bin Nordin : 11-2011-261 Tanda Tangan:

Dr Pembimbing / Penguji : dr Riza Rizaldi Sp.THT-KL

IDENTITAS PASIEN Nama : Ny S Tempat/tanggal lahir : Lampung, 5 September 1964 ( 48 tahun ) Status Perkawinan : Sudah Menikah Pekerjaan : Tidak bekerja Alamat : Muara Baru , Jakarta Agama : Islam Pendidikan : SMP Tanggal Masuk Rumah Sakit : 23 Juni 2013 Jenis Kelamin : Perempuan Kebangsaan : Indonesia

ANAMNESIS Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 22/07/2013 Jam : 1000 WIB

Keluhan utama : Sakit tenggorokan sejak 1 bulan SMRS

Riwayat perjalanan penyakit (RPS): Sejak 1 bulan SMRS pasien mulai merasakan sakit di tenggorokannya. Sakit yang dirasakan hilang timbul, terutama timbul selepas makan. Sakitnya seperti panas di tenggorokan dan menjalar ke dada. Sakit tenggorokannya juga sering timbul jika terpapar debu atau asap. Pasien juga merasakan seperti mengganjal di dalam tenggorokannya. Tidak ada riwayat sakit sewaktu menelan atau sulit menelan pada pasien, tenggorokan tidak gatal dan tidak ada nafas berbau. Tidak ada riwayat trauma pada tenggorokan pasien. 1 hari SMRS, pasien mulai batuk-batuk. Batuk yang dirasakan hilang timbul dan diperburuk oleh paparan debu dan asap. Batuk pada pasien tidak disertai dengan darah,batuk kering dan tidak beriak. Tidak ada riwayat penurunan berat badan yang mendadak pada pasien dalam 1 bulan ini. Suara pasien juga mulai serak dan sulit untuk berbicara. Kepala pasien juga sering sakit dalam 1 bulan ini dan badan terasa panas dingin. Tidak ada riwayat demam pada pasien dalam 1 bulan ini. Tidak ada pilek,mual muntah atau gangguan pendengaran pada pasien. Pasien tidak sulit untuk makan atau minum, masih bisa menggerakkan mulut untuk mengunyah dengan baik. Sebelum ini pasien pernah mengalami keluhan yang sama sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan membaik 3 bulan kemudian selepas mendapatkan pengobatan di rumah sakit. Pasien sering dan suka makan makanan yang pedas dan minum minuman bersoda, walaupun saat keluhan tenggorokan pasien timbul. Pasien juga kurang minum air terutama sewaktu bulan puasa ini. Pasien jarang mengkonsumsi minuman ber es atau kopi. Pasien tidak ada riwayat merokok, minum alkohol dan menyangkal adanya riwayat alergi sejak kecil dan maag. Kira-kira 20 tahun yang lalu, pasien pernah sakit amandel sehingga dioperasi dan dirawat di rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) Riwayat alergi Riwayat trauma Riwayat lain : Tidak ada : Tidak ada : Kencing manis (-) darah tinggi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) Pasien menyatakan tidak ada riwayat alergi maupun asma dalam keluarganya.

PEMERIKSAAN FISIK Status General Keadaan umum Kesadaran Status Gizi Nadi Tensi Suhu RR : tampak sakit ringan : compos mentis : cukup : 88 x/menit : 110/70 mmHg : 37,2 0 C : 22 x/menit

Kepala dan Leher Kepala Wajah : normosefali : simetris

Leher anterior : KGB tidak teraba membesar Leher posterior: KGB tidak teraba membesar

TELINGA KANAN Bentuk daun telinga Kelainan kongenital Radang, tumor Nyeri tekan tragus Penarikan daun telinga Kelainan pre, infra, Normotia Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Abses (-), hiperemis (-), nyeri KIRI Normotia Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Abses (-), hiperemis (-), nyeri

retroaurikuler Region Mastoid Liang telinga

tekan (-), benjolan (-) Abses (-),nyeri tekan (-) Lapang, furunkel (-), jaringan granulasi (-), serumen (-), sekret (-) hiperemis (-), edema (-).

tekan (-), benjolan (-) Abses (-), nyeri tekan (-) Sempit, furunkel (-), jaringan granulasi (-), serumen (-), sekret (-), darah (-), hiperemis (-), edema (-). Utuh, reflek cahaya (+), Hiperemis(-), perforasi (-)

Membran timpani

Utuh, reflek cahaya (+), Hiperemis(-), perforasi (-)

TES PENALA KANAN Rinne Weber Schwabach Penala yang dipakai (-) Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa 512 Hz KIRI (-) Tidak ada lateralisasi Sama dengan pemeriksa 512 Hz

HIDUNG

HIDUNG Vestibulum

KANAN Tampak bulu hidung Sekret (-) Furunkel (-) Krusta (-)

KIRI Tampak bulu hidung Sekret (-) Furunkel (-) Krusta(-) Lapang Sekret (-)

Cavum nasi

Lapang Sekret (-)

Konka inferior

Hiperemis (+) Edema (-) Hipertrofi (-) Sekret (-)

Hiperemis (-) Edema (-) Hipertrofi (-) Sekret (-) Hiperemis (-) Edema (-) Sekret (-) Tidak tampak Sulit dinilai Tidak ada

Konka medius

Hiperemis (+) Edema (-) Sekret (-)

Meatus nasi medius

Tidak tampak Sulit dinilai

Sinus frontalis (nyeri tekan + nyeri ketuk) Sinus maksilaris ( nyeri tekan + nyeri ketuk) Septum nasi

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Simetris , tidak ada deviasi

Simetris , tidak ada deviasi

RHINOPHARYNX Koana Septum nasi posterior : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

Muara tuba eustachius : Tidak dilakukan Tuba eustachius Torus tubarius Post nasal drip : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan : Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI Sinus frontalis kanan Sinus frontalis kiri Sinus maxillaris kanan Sinus maxillaris kiri, grade : Negatif : Negatif : Negatif : Negatif

TENGGOROK FARING Dinding faring : Hiperemis (+), mukosa tidak rata, granul (+), post nasal drip (-) penebalan dinding lateral faring , lendir mukoid (-) Arcus Tonsil Uvula Gigi : Hiperemis (+) simetris : T0-T0 (operasi) : Bentuk normal, di garis median, hiperemis (-) : Semua gigi dalam batas normal

LARING Epiglotis Plica aryepiglotis Arytenoids Ventricular band (-) Pita suara Rima glotis Sinus piriformis : hiperemis (+), tumor (-), paralisis/parese (-) : hiperemis (+), tumor (-), terbuka : hiperemis (+), tumor (-),korpus alineum (-) sekresi (-) : hiperemis (+), tumor (-), kista (-), simetris, edema (-) : hiperemis (+), tumor (-), kista (-), simetris, edema(-) : hiperemis (+), tumor (-),granul (-), edema (-) : hiperemis (+), tumor (-),paralisis (-). polip (-) edema

Kelenjar limfe submandibula dan cervical : tidak membesar, tidak ada nyeri tekan

RESUME Dari anamnesa didapatkan keluhan : Sejak 1 bulan SMRS pasien mulai merasakan sakit di tenggorokannya. Sakit yang dirasakan hilang timbul, terutama timbul selepas makan. Sakitnya seperti panas di tenggorokan dan menjalar ke dada. Sakit tenggorokannya juga sering timbul jika terpapar debu atau asap. Pasien juga merasakan seperti mengganjal di dalam tenggorokannya. 1 hari SMRS, pasien mulai batuk-

batuk. Batuk yang dirasakan hilang timbul dan diperburuk oleh paparan debu dan asap. Suara pasien juga mulai serak dan sulit untuk berbicara. Kepala pasien juga sering sakit dalam 1 bulan ini dan badan terasa panas dingin. Sebelum ini pasien pernah mengalami keluhan yang sama sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan membaik 3 bulan kemudian selepas mendapatkan pengobatan di rumah sakit. Pasien sering dan suka makan makanan yang pedas dan minum minuman bersoda, walaupun saat keluhan tenggorokan pasien timbul. Pasien juga kurang minum air terutama sewaktu bulan puasa ini Dari pemeriksaan didapatkan pada : Telinga kanan Tidak ditemukan kelainan Hidung Tidak ditemukan kelainan. Tenggorok Dinding faring hiperemis, terlihat banyak granul di permukaan dinding faring dan post nasal drip (-) lendir mukoid (-) Arcus faring hiperemis. Pada pemeriksaan laring kelihatan epiglotis hingga sinus piriformis hiperemis.

WORKING DIAGNOSIS Faringitis Kronik Hiperplastik dengan Eksaserbasi Akut ec LPR dan alergi Dasar yang mendukung : Sakit tenggorokan hilang timbul dalam 1 bulan Pernah mengalami gejala yang sama 1 tahun yang lalu Dapat menyebabkan sakit kepala dan panas dingin Terdapat faktor predisposisi/ pencetus : debu, asap, makan pedas dan minum soda

Pemeriksaan fisik : dinding dan arcus faring hiperemis, terlihat banyak granul dan post nasal drip (-) penebalan dinding lateral faring

Dasar yang tidak mendukung Tenggorokan tidak gatal dan tidak beriak Disertai batuk kering tidak berdahak

Laringitis akut ( United Airway Disease) Peradangan dari faring menjalar ke laring Pada pemeriksaan fisik ditemukan : Epiglotis, Arytenoid,Plica arytenoepiglotica, Ventricular band, Pita suara, Rima Glotis dan Sinus Piriformis hiperemis

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS Faringitis Kronik Atrofi Dasar yang mendukung : Sakit tenggorokan hilang timbul dalam 1 bulan Pernah mengalami gejala yang sama 1 tahun yang lalu Tenggorokan terasa kering Dinding faring dan sekitar hiperemis

Dasar yang tidak mendukung: Mulut tidak berbau Tidak tampak lapisan lendir yang kental Dinding lateral faring tidak atrofi Mukosa tampak tebal dan bergranul

Faringitis spesifik Tuberkulosis Nyeri tenggorokan disertai dengan batuk kering Faring dan sekitarnya hiperemis Faktor epidemiologi Yang tidak mendukung : tidak ada sakit menelan, batuk berdarah, penurunan berat badan dan nafsu makan yang mendadak.

PROGNOSIS Ad vitam : Ad Bonam

Ad fungsionam : Ad Bonam Ad sanationam : Ad Bonam

PENATALAKSANAAN Faringitis kronis hiperplastik 1. Medikamentosa a. Antibiotik : Amoksisilin 3 x 500 mg selama 6-10 hari b. Antiinflamasi : Kortikosteroid 2x5 mg/hari selama 14 hari c. Antitusif :Mengurangi gejala batuk (Bromhexin) d. PPI inhibitor untuk mengontrol asam lambung : Omeprazole 1x20mg

2. Non-medikamentosa a. Terapi lokal : kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter) b. Irigasi mukosa tenggorokan dengan larutan fisiologis NaCl untuk membersihkan mukosa oral tenggorokan

c. Throat culture : mengetahui penyebab dari radang tenggorokan

ANJURAN Kontrol ke spesialis THT seminggu kemudian. Minum air yang banyak dan sering Diet lunak dan tidak keras Menghindari iritan seperti paparan debu atau asap dengan memakai masker di persekitarannya Mengurangkan makanan yang bisa merusak mukosa tenggorokan seperti makanan pedas, soda, atau minum es.

PEMBAHASAN
Sewaktu melakukan pemeriksaan fisik, rhinoskopi posterior tidak dapat dilakukan karena pasien menolak untuk dilakukan tindakan tersebut. Pada pemeriksaan transiluminasi,agak sulit untuk menilai hasil dikarenakan pencahayaan yang kurang baik dari senter.

TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Anatomi Faring Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama traktus resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa 14 cm dan bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal. Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang (longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otototot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus Vagus.1,3

Gambar : Otot-otot Faring dan Esofagus

Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan Laringofaring (Hipofaring).

Gambar: Anatomi Nasofaring, Orofaring dan Hypoparing

Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari nasofaring ini antara lain : - batas atas : Basis Kranii - batas bawah : Palatum mole - batas depan : rongga hidung - batas belakang : vertebra servikal Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.1,3

Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu : - batas atas : palatum mole - batas bawah : tepi atas epiglottis - batas depan : rongga mulut - batas belakang : vertebra servikalis Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu : - batas atas : epiglotis - batas bawah : kartilago krikodea - batas depan : laring - batas belakang : vertebra servikalis1,3

1.2 Fisiologi Faring Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara dan artikulasi.

1.2.1. Fungsi Menelan Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food into the body through the mouth. Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan. Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.2

Gambar : Proses Menelan 1.2.2. Fungsi Faring Dalam Proses Bicara Percakapan digunakan untuk berkomunikasi antar individu Untuk menyempurnakan proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian penting dalam percakapan dan bahasa adalah cerebral cortex yang berkembang sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang dewasa. Perbedaan ini memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang perlu untuk perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan. Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di otak, dengan produksi suara diatur oleh control pusat di bagian rostral otak. Respirasi. Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada bicara yang normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran berkesinambungan dari udara dengan volume yang cukup dan tekanan (di bawah kontrol volunteer adekuat) untuk phonasi. Aliran dari udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur oral dan memberikan peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara.2

1.3. Definisi Faringitis adalah peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi maupun non infeksi. 1.4. Etiologi Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%) bakteri (540%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (20%) dan coronaviruses (5%). Selain itu juga ada Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis. Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.2

1.5 Patogenesis Bakteri S. Pyogenes memiliki sifat penularan yang tinggi dengan droplet udara yang berasal dari pasien faringitis. Droplet ini dikeluarkan melalui batuk dan bersin. Jika bakteri ini hinggap pada sel sehat, bakteri ini akan bermultiplikasi dan mensekresikan toksin. Toksin ini menyebabkan kerusakan pada sel hidup dan inflamasi pada orofaring dan tonsil. Kerusakan jaringan ini ditandai dengan adanya tampakan kemerahan pada faring Periode inkubasi faringitis hingga gejala muncul yaitu sekitar 24 72 jam.

Beberapa strain dari S. Pyogenes menghasilkan eksotoksin eritrogenik yang menyebabkan bercak kemerahan pada kulit pada leher, dada, dan lengan. Bercak tersebut terjadi sebagai akibat dari kumpulan darah pada pembuluh darah yang rusak akibat pengaruh toksin. Faktor risiko dari faringitis yaitu

Cuaca dingin dan musim flu Kontak dengan pasien penderita faringitis karena penyakit ini dapat menular melalui udara

Merokok, atau terpajan oleh asap rokok Infeksi sinus yang berulang Alergi 2,4

1.6. Klasifikasi Faringitis 1.6.1. Faringitis Akut a. Faringitis Viral Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.

Gambar : Viral Pharyngitis Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah. 1,3

b. Faringitis Bakterial Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan.

Gambar : Streptococcal Pharyngitis

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria, yaitu : - demam - Anterior Cervical lymphadenopathy - Tonsillar exudates - absence of cough Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A.1,3

c. Faringitis Fungal Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.

1.6.2. Faringitis Kronik Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.

a. Faringitis Kronik Hiperplastik Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak. Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular.

b. Faringitis Kronik Atrofi Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan tebal seerta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

1.7. Gejala klinis Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti demam, anorexia, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit.1,3 1.8 Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan

leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.

1.9 Pemeriksaan Penunjang Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnose antara lain yaitu : - pemeriksaan darah lengkap - GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A - Throat culture Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas.

1.10 Penatalaksanaan Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur dengan air yang hangat. Analgetika diberikan jika perlu. Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi dalam 4-6kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan 50mg/kgBb dibagi dalam 46 kali pemberian/hari. Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group A diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau antiseptik. 4,5 Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati. Pada faringitis

kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut. 1.11. Prognosis Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.

1.12. Komplikasi Komplikasi infeksi GABHS dapat berupa demam reumatik, dan abses peritonsiler. Komplikasi umum faringitis terutama tampak pada faringitis karena bakteri yaitu : sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis, dan pneumonia. Kekambuhan biasanya terjadi pada pasaien dengan pengobatan yang tidak tuntas pada pengobatan dengan antibiotik, atau adanya paparan baru. Demam rheumatic akut(3-5 minggu setelah infeksi), poststreptococcal glomerulonephritis, dan toxic shock syndrome, peritonsiler abses Komplikasi infeks mononukleus meliputi: ruptur lien, hepatitis, Guillain Barr syndrome, encephalitis, anemia hemolitik, myocarditis, B-cell lymphoma, dan karsinoma nasofaring.1,5

DAFTAR PUSTAKA
1. George . LA, Diseases of the Nasopharynx and Oropharinynx, ms 332-9 Boies Fundamentals of Otolaryngology 6th Edition 1989 2. Dhingra PL on Diseases of Pharynx and Larynx, ms 525-8, Diseases of Ear, Nose and Throat 5th Edition 3. Soepardi EA, Buku Ajar Ilmu KesehatanTelinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi ke enam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2008 4. Lalwani AK, Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and Neck 2nd Edition, The McGraw-Hill Companies 2007 5. http://emedicine.medscape.com/article/764304 on Pharyngitis

You might also like