You are on page 1of 18

MAJALAH ISLAM SABILI:

Media Revivalis Gerakan Tarbiyah (1988-1993)

oleh:

Agung Pardini, S.Pd.

Latar Belakang:

Kemunculan Gerakan Tarbiyah dan Kelahiran Majalah Sabili

Pada awal dekade 1980-an, perkembangan Islam di Indonesia ditandai

oleh munculnya fenomena meningkatnya semangat religiusitas umat yang sering

dikenal sebagai lahirnya kebangkitan Islam (Islamic Revivalism). Kebangkitan

Islam ini ditandai oleh munculnya gerakan Islam baru yang memiliki basis

ideologi, pemikiran, dan strategi gerakan yang berbeda dengan gerakan atau

ormas-ormas Islam yang telah ada sebelumnya, seperti NU, Muhammadiyah,

PERSIS, Al-Irsyad, Jamaat Khair dan sebagainya.

Adanya ketegangan-ketegangan politik antara negara dengan umat Islam

yang merasa khawatir dengan kebijakan-kebijakan pemerintah ternyata telah

mendorong intensifikasi rasa identitas keagamaan di sebagian kalangan umat

Islam.1 Menguatnya rasa identitas keagamaan umat tersebut merupakan

pembuka jalan bagi masuknya semangat kebangkitan Islam yang saat itu

1
Fred R. Von der Mehden, “Malaysia dan Indonesia”, Shireen T. Hunter (ed.) Politik Kebangkitan
Islam: Keragaman dan Kesatuan. (Yogya: Tiara Wacana, 2001), h. 272.
sedang berkembang di Timur Tengah2. Munculnya semangat kebangkitan Islam

di Indonesia merupakan sebuah blessing in disguise (anugerah terselubung) dari

kondisi umat Islam yang sedang terpuruk akibat kebijakan Orde Baru saat itu.

Salah satu gerakan revivalis islam yang paling menonjol pada saat itu

adalah dengan banyak munculnya Kelompok-kelompok pengajian Usroh.

Kemunculan kelompok-kelompok Usroh ini dalam tahap pertamanya adalah

ditandai dengan pembentukan kelompok-kelompok kecil (usroh) yang banyak

terdapat di kampus-kampus ternama di Indonesia pada awal 1980-an. Secara

harfiah, usroh ini berarti keluarga, namun secara konseptual dan aktual usroh

merupakan unit terkecil (sel) dari sebuah gerakan yang lebih luas.

Sesungguhnya sistem usroh ini telah lama dikenal dalam nomenklatur gerakan

Islam kontemporer, karena sistem ini adalah tulang punggung dari program

kaderisasi organisasi Ikhwanul Muslimin dan Jama’at-i Islami.3

Kelompok-kelompok pengajian usroh yang pada tahap awalnya

dikembangkan di masjid Salman ITB, selanjutnya mengalami beberapa

pergesaran kepada pola gerakan yang diilhami langsung dari pergerakan

Ikhwanul Muslimin. Pergeseran ini muncul setelah kedatangan para alumni Timur

Tengah sejak tahun 1983-1984. Momentum kedatangan para alumnus Timur

Tengah memberikan pengaruh yang sangat besar dalam hal materi pembinaan,

2
R. Hrair Dekmejian, “Kebangkitan Islam: Katalisator, Kategori, dan Konsekuensi”, Politik
Kebangkitan Islam: Keragaman dan kesatuan, Shireen T. Hunter (ed.) (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2001) h. 3. Secara umum kebangkitan Islam menggambarkan tiugginya kesadaran
Islam di kalangan umat Islam. Bentuk kebangkitan Islam ini ditandai dengan menyebarnya
masyarakat yang dipenuhi kebajikan dan ketaatan yang mencolok untuk mempraktekkan ajaran-
ajaran Islam.
3
Azyumardi Azra, “Kelompok Sempalan di Kalangan Mahasiswa PTU: Anatomi Sosio-Historis” ,
Dinamika Pemikiran Islam di Perguruan Tinggi. Fuaduddin dan Cik hasan Bisri (ed.), (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 2002). H. 226.
metode dakwah, sistem pengorganisasian dan kaderisasi, serta dalam hal

perubahan nama gerakan. Nama kegiatan dakwah kampus akhirnya berubah

dari usroh menjadi gerakan Tarbiyah.

Salah satu bentuk strategi dakwah yang coba dikerjakan oleh para aktivis

dari gerakan Tarbiyah dalam menyebarkan ide-ide revivalisnya adalah dengan

membangun sebuah media massa Islam. Maka pada pertengahan tahun 1980-

an, lahir majalah baru berukuran setengah folio yang dinamai SABILI, yang

dalam bahasa Arab berarti ‘jalanku’. Majalah ini secara gotong-royong dibangun

oleh para aktivis Muslim yang tergabung dalam Kelompok Telaah dan Amaliah

Islam (KTAI). Edisi perdana Sabili antara lain dikerjakan oleh lima orang, yaitu

KH. Rahmat Abdullah (dengan nama samaran Abu Fida) selaku pemimpin

redaksi merangkap pemimpin umum dan penanggung jawab, Muhammad Zainal

Muttaqin (nama samaranya Muhammad Ishaq atau Abu Rodli) dan Ade Erlangga

Masdiana sebagai dewan redaksi. Arifinto (Arifin Toat) sebagai penanggung

jawab distributor, serta Ahmad Fery Firman (Atwal Arifin) yang mengerjakan

proses setting dan lay out.

Metodologi dan Bahan Sumber Penelitian

Makalah ini merupakan hasil penelitian historis yang bertujuan untuk

merekonstruksi perkembangan awal majalah Islam Sabili sebagai pers ilegal

antara tahun 1988 – 1993 yang merupakan salah satu bentuk manifestasi bagi

munculnya gerakan Islamisme baru Islam di Indonesia. Penelitian ini tidak hanya

mengkaji perkembangan majalah Sabili dari perspektif pers atau jurnalistik saja,
namun juga keterkaitan terbitnya majalah ini dengan konsteks situasi sosio-

politik di Indonesia pada masa itu.Perkembangan Majalah Sabili antara tahun

1988 – 1993 ini menarik untuk diteliti, karena kelahiran Sabili juga merupakan

salah satu bukti penting dalam menandai tumbuh dan berkembangnya beberapa

gerakan-gerakan Islamisme baru, khususnya gerakan Usroh, yang merambah

dunia intelektual kampus dan golongan kelas menengah di tanah air pada masa

itu.

Dalam penelitian ini, bahan sumber yang digunakan adalah sumber yang

bersifat primer dan juga sekunder. Sumber tertulis primer yang dipakai dalam

penelitian ini hanya bertumpu pada kumpulan eksemplar majalah Sabili yang

diterbitkan antara tahun 1988 sampai dengan 1993. Jumlah majalah Sabili yang

berhasil dikumpulkan penulis adalah 37 eksemplar, atau sekitar setengah dari

keseluruhan jumlah keseluruhan edisi4. Hal ini sangat membantu penulis untuk

melakukan analisis terhadap muatan informasi dalam majalah Sabili. Sedangkan

sumber berupa dokumen atau arsip tentang majalah Sabili pada perkembangan

awal sudah tidak ada, baik di kantor majalah Sabili yang sekarang, ataupun pada

para mantan tokoh-tokoh pengelolanya. Hal ini disebabkan karena pada masa itu

Sabili adalah majalah bawah tanah yang bergerak secara ilegal, sehingga segala

macam arsip atau dokumen hampir tidak ada atau telah dimusnahkan.

Adapun sumber lisannya didapat dari hasil wawancara dengan tokoh-

tokoh yang pernah menjadi pengelola Sabili pada tahun 1988-1993. Data yang

dihasilkan dalam wawancara ini kemudian diverifikasi melalui kritik silang

4
Menurut M. Zaenal Muttaqin dalam wawancara dengan penulis pada hari Selasa, 29 Nopember
2005, ia menjelaskan bahwa selama tahun 1988 – 1993, Sabili pernah terbit kurang lebih
sebanyak 70-an edisi.
antartokoh, ataupun disilangkan dengan data tertulis yang didapat penulis. Data

hasil wawancara juga dikritik secara faktor kebahasaan agar dapat meminimalisir

adanya fakta yang bias.

Sedangkan sumber tertulis sekundernya berasal dari buku-buku, karya-

karya penelitian, serta artikel-artikel dari majalah, jurnal, dan juga dari internet

yang dapat dipertanggungjawabkan kredibilitasnya dan relevan dengan objek

kajian yang sedang diteliti. Sumber tertulis sekunder dipakai dalam rangka

mengetahui kondisi sosial dan politik yang sedang terjadi di Indonesia antara

tahun 1988 sampai dengan 1993, khususnya mengenai pengaruh kebangkitan

Islam terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru dalam bidang keislaman dan

pers.

Pembahasan:

Majalah Sabili Sebagai Corong Gerakan Tarbiyah (1988-1993)

Dalam kerangka dakwah di era globalisasi modern, pers Islam menjadi

suatu medium gagasan yang sangat efektif untuk menyebarkan nilai-nilai ajaran

Islam secara meluas ke seluruh umat manusia, khususnya untuk kalangan umat

Islam sendiri. Selain itu pers Islam juga harus memainkan perannya sebagai

media perlawanan terhadap propaganda-propaganda media Barat yang

seringkali menyudutkan citra kaum muslimin.

Terkait dengan pemahaman terhadap urgensi pers Islam dalam konteks

zaman informasi global, ada dua agenda penting yang ingin dicapai sejak awal

mula diterbitkannya Majalah Sabili. Pertama, Sabili ingin memerankan diri


sebagai sarana nasyrul fikroh al-Islamiyah (penyebaran pemikiran-pemikiran

Islam), yakni menyebarluaskan nilai-nilai dan pemikiran yang Islami dalam

pelbagai bidang kehidupan. Sehingga diharapkan Sabili dapat membentengi

ummat dari serangan pemikiran-pemikiran asing yang negatif. Kedua, Sabili

berupaya serius untuk bisa menampilkan diri sebagai media cetak Islam yang

bercitra cerdas, bermutu dan profesional. Cerdas, dalam arti sajian-sajian Sabili

diusahakan senantiasa selaras dengan wawasan ilmiah. Bermutu, dengan

pengertian apa yang disajikan Sabili cocok dengan aspirasi dan kebutuhan

ummat, serta sesuai dengan aspek jurnalistik. Sedangkan yang dimaksud

dengan profesional adalah kemampuan menyelenggarakan pola manajemen

yang berwawasan produktivitas, efektivitas dan efisiensi.5

Bagi kelompok Tarbiyah, keberadaan majalah Sabili memiliki fungsi utama

sebagai sarana penyebaran dan perluasan gerakan dakwah ini. Melalui majalah

Sabili ini, gagasan-gagasan pemikiran dari gerakan Tarbiyah akan dapat lebih

mudah untuk didakwahkan kepada umat. Sabili berperan sebagai refresentasi

pemikiran-pemikiran revivalis dari gerakan Tarbiyah dan juga bertugas dalam

membentuk pencitraan yang positif bagi gerakan.

Majalah Sabili selain sebagai “suara” Tarbiyah, juga berfungsi sebagai

sarana pendidikan (tasqif) bagi kader-kadernya. Dengan adanya media seperti

majalah Sabili tersebut, proses pendewasaan diri bagi gerakan Tarbiyah akan

berlangsung lebih cepat, sebab proses pendewasaan diri bagi organisasi apapun

sangat tergantung dari kualitas pembinaan sumber daya personilnya. Sistem

5
SABILI, No. 9/ Th. IV Jumadil Akhir 1412 H.
pendidikan kelompok Tarbiyah yang didasarkan pada model pembelajaran

berbentuk halaqoh atau liqo, tidak hanya mengandalkan pada materi ajar dari

seorang murobbi (guru atau mentor), tetapi juga dari pembelajaran mandiri yang

dibebankan ke masing-masing mutarobbi (murid). Maka melalui majalah Sabili

inilah, para mutarobbi dapat menambah wawasan keislamannya secara lebih

luas di luar proses internalisasi yang dilakukan dalam kegiatan halaqoh.

Sebelum majalah Sabili ini muncul, di Indonesia telah banyak majalah-

majalah Islam lain yang sudah berkembang menjadi media besar dan dikenal

luas oleh umat. Majalah-majalah Islam tersebut antara lain adalah: Panji

Masyarakat, Suara Muhammadiyah, Panggilan Adzan, Kiblat, Media Dakwah

(DDII), Suara Masjid (DDII), Suara Hidayatullah, Ar-Risalah (PERSIS Bandung),

Al-Muslimun (PERSIS Bangil), Amanah, Harmonis, Adil (Surabaya), Sinar

Darussalam (Aceh), Al-Chairaat (Palu), dan Ulumul Qur’an. Walaupun sama-

sama berlabel majalah Islam, tetapi antara masing-masing majalah Islam

tersebut memiliki jenis dan corak khas pemberitaan, serta kelompok pembaca

yang saling berbeda. Semua majalah Islam ini adalah media resmi yang memiliki

izin terbit yang dikeluarkan langsung oleh Departemen Penerangan, baik SIT

(Surat Izin Terbit), SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers), maupun STT

(Surat Tanda Terbit). Namun berbeda dengan majalah-majalah tersebut, Sabili

adalah majalah Islam yang terbit ilegal tanpa dilengkapi oleh izin resmi apapun

dari pemerintah. Akibatnya, Sabili harus bergerak sembunyi-sembunyi seperti

sebuah pergerakan bawah tanah dan para pengelolanya terpaksa harus

memakai nama-nama samaran agar identitas aslinya tidak diketahui publik.


Salah satu alasan diterbitkannya majalah Sabili tanpa memiliki izin resmi,

baik SIUPP maupu STT, adalah karena biayanya yang sangat mahal dan

persyaratannya yang sulit. Walaupun terbit tanpa izin resmi, namun Sabili dapat

bertahan selama lima tahun dengan mengalami peningkatan oplah yang sangat

signifikan. Perkembangan tiras Sabili sejak tahun 1988 dimulai dari oplah

sebesar 2000 eksemplar, kemudian secara berturut-turut 2500 eksemplar, 3000

eksemplar, 8000 eksemplar (di tahun 1990), 11000 eksemplar, sampai mencapai

angka 17.000 eksemplar di tahun 1991. Dengan dilaksanakan program

reorganisasi pada tahun 1991, Sabili memulai oplah barunya dengan angka

25.000 eksemplar setelah mendapatkan modal yang cukup. Kemudian secara

berangsur-angsur oplah terus bertambah menjadi 30.000 eksemplar, 35.000

eksemplar, lalu 45.000 eksemplar, dan pada bulan Januari 1993, Sabili

mencapai angka tertinggi sebesar 60.000 eksemplar.6

Bagi majalah Sabili yang merupakan media kecil dan ilegal, tingkat oplah

mencapai angka 60.000 adalah jumlah yang sangat besar, bahkan terbilang

fantastis, Sebab bagi majalah-majalah lain yang terbit resmi, tidaklah mudah

untuk mencapai angka tiras sebesar 60.0007. Kesulitan dalam pencapaian oplah

maksimal yang dihadapi oleh pengelola majalah lain yang memiliki izin resmi

umumnya disebabkan karena adanya hambatan di masalah pajak. Semakin

6
Agus Muhammad. “Jihad Lewat Tulisan: Kisah sukses Majalah Sabili dengan beragam ironi”.
www. pantau.com, 2001.
7
Robert W. Hefner, “Media Cetak Islam: Media Massa dan Persaingan Ideologis di Kalangan
Muslim di Indonesia”, Idi Subandy Ibrahim (ed.), Media dan Citra Muslim: dari Spiritualitas untuk
Berperang menuju Spiritualitas untuk Berdialog (Yogyakarta: Jalasutra, 2005), h. 390. Pada
tahun 1990-an biasanya pers yang tipikal masing-masing terbit 16 ribu hingga 18 ribu eksemplar.
Sedangkan untuk isu-isu yang sedang populer bisa terjual sebanyak 25 ribu eksemplar.
besar oplah yang dihasilkan, maka semakin besar pula pajak yang harus dibayar

kepada pemerintah. Dikarenakan Sabili tidak memiliki izin terbit, maka Sabili

dapat meningkatkan terus oplahnya tanpa perlu untuk membayar pajak kepada

pemerintah.

Target pemasaran majalah Sabili terus meluas hingga hampir di seluruh

wilayah Indonesia. Biasanya majalah Sabili banyak tersebar di kota-kota besar

atau di daerah-daerah yang basis keislaman dan intelektual masyarakatnya

cukup tinggi. Daerah pemasaran majalah Sabili yang paling besar adalah

Jakarta, dan sekitarnya, seperti: Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Wilayah

Jadebotabek ini tingkat penjualannya mencapai hingga 60 persen dari

keseluruhan jumlah oplah dengan terdiri dari 12 agen. Daerah-daerah lain yang

banyak terdapat pelanggan Sabili antara lain adalah, Bandung dan sekitarnya,

Surabaya dan sekitarnya, Solo dan Yogyakarta, Sumatera barat, Sumatera

Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Riau, NTB serta daerah-daerah

pertambangan minyak di Kalimantan.8

Sabili nampak memiliki kekhasan, baik dari muatan pemberitaan yang

diangkat, maupun dari konstruksi gagasan yang hendak ditanamkan kepada

khalayak pembacanya. Dalam membingkai berbagai jenis muatan pemberitaan,

berbeda dengan majalah-majalah Islam di Indonesia yang lain, baik dalam frame

tematik maupun frame periodik (objek peristiwa), fokus yang selalu menjadi

pokok pembahasan Sabili adalah mengenai revitalisasi Islam dalam konteks

pergerakan da’wah (harakah da’wah).

8
Wawancara dengan Ustadz M. Zaenal Muttaqin pada hari Selasa, 29 Nopember 2005. Hal ini
juga sesuai dengan wawancara ke Abdurrahman Tamin pada hari Selasa, 3 Januari 2006.
Dari jenis informasi yang disampaikan, Sabili tidak berimbang dalam

membagi muatan informasi yang berbingkai tematik (rubrik atau artikel) dengan

informasi yang berbentuk berita. Muatan informasi Sabili terlalu banyak berisi

aspek opini seperti tulisan dari artikel dan makalah yang berframe tematik

ketimbang aspek pemberitaan atau liputan di lapangan dengan berbingkai

episodik yang jumlahnya terlalu minim. Padahal, salah satu ukuran media massa

yang baik menurut prinsip-prinsip jurnalistik adalah sejauh mana suatu

penerbitan pers mampu menembus sumber berita di lapangan dan kemudian

segera melaporkannya secara akurat.9

Adapun berita-berita dengan frame episodik yang diinformasikan oleh

Sabili terutama sekali adalah informasi-informasi aktual tentang kondisi

perjuangan jihad Islam yang sedang terjadi di Palestina, Afghanistan, Bosnia,

serta peristiwa-peristiwa penting lain yang terjadi di seputar dunia Islam

internasional. Kehadiran Sabili dengan Alam Islaminya bertepatan momennya

dengan kondisi kaum Muslimin di beberapa negara yang sedang mengalami

penderitaan sebagai akibat dari berbagai konflik dan penindasan. Semua berita-

berita di seputar dunia Islam tersebut ditempatkan secara eklusif oleh Sabili pada

rubrik Alam Islami. Alam Islami inilah yang menjadi salah satu rubrik yang paling

diutamakan oleh majalah Sabili.

Adanya liputan-liputan tentang dunia Islam ini merupakan salah satu daya

tarik utama yang membuat tiras majalah Sabili semakin meningkat terus. Berita-

berita tentang kondisi umat Islam yang tertindas tersebut paling banyak diminati

9
SABILI, No. 9/ Th. IV Jumadil Akhir 1412 H.
oleh para pembaca Sabili. Terlebih lagi, berita-berita tentang dunia Islam

biasanya didapat langsung dari kontributor lepas Sabili di luar negeri ataupun

dari majalah-majalah Islam terutama yang berasal dari Timur Tengah dan

Pakistan serta pers internasional dari Barat. Majalah-majalah yang biasa menjadi

sumber referensi Sabili diantaranya: Majalah Al-Muslimun (Pakistan), Qodhoyah

Daulah (Palestina), Al-Jihad (Peshawar, Pakistan), Al-Haras Al-Wathani (Saudi

Arabia), Ar-Ra’ad, Liwaul Islam, Al-Bayan, Al-Insaan (Paris), Palestin Muslimah

(London), serta News Week dan Times.

Bertahannya majalah Sabili selama kurang lebih lima tahun, antara 1988

sampai dengan 1993, bahkan dapat terus meningkatkan angka tirasnya hingga

mencapai 60.000 di awal tahun 1993, dapat dianalisis ke dalam beberapa faktor

yang mendukung. Faktor pertama, kondisi sosial-politik nasional, kebijakan

pemerintah Orde Baru pada saat itu yang tidak mau untuk segera menutup atau

membredel penerbitan majalah Sabili serta tidak pula menangkapi para

pengelolanya. Padahal pada saat itu, tidaklah bagi penguasa Orde Baru untuk

membredel suatu media massa, baik melalui pendekatan hukum (melalui jeratan

peraturan perundang-undaangan yang berlaku) maupun dengan pendekatan

keamanan dan intelijen.

Kesan keengganan pihak pemerintah Orde Baru untuk tidak segera

menutup majalah Sabili setidaknya dapat didasari dari tiga pendapat. Pendapat

pertama, Sabili lahir bertepatan waktunya dengan dimulainya fase akomodatif

oleh negara kepada umat Islam. Masa pemberian akomodasi ini ditandai oleh
adanya pertumbuhan Islam yang luar biasa di Indonesia10. Pertumbuhan Islam

tersebut telah memunculkan tekanan politik baru ketika kelas menengah Muslim

mendesakkan refresentasi yang lebih besar bagi umat Islam dalam

pemerintahan dan masyarakat. Perkembangan ini dimulai dengan disyahkannya

RUU Pendidikan Nasional dan RUU Peradilan Agama menjadi undang-undang

pada tahun 1989. Namun upaya dari pemerintah ini sesungguhnya merupakan

strategi untuk mendiamkam seruan demokrasi dan liberalisasi politik yang

sedang tumbuh saat itu dengan cara memecah gerakan prodemokrasi di

sepanjang garis keagamaan.11

Pendapat kedua, Presiden Soeharto sedang berusaha mencari simpati

dari kelompok-kelompok Islam dengan cara meminimalisir tekanan terhadap

umat Islam seperti yang pernah dilakukan pada masa sebelumnya. Kebijakan

Presiden Soeharto ini disinyalir ada kaitannya dengan keretakan hubungan

antara dirinya dengan beberapa petinggi militer yang sebelumnya menjadi

tangan kanan presiden. Keretakan Presiden – militer ini mencapai puncaknya

pada penggantian secara mendadak jabatan Panglima ABRI dari komando

Jendral Benny Moerdani, yang selama ini menguasai sistem intelijen negara,

kepada Jendral Try Soetrisno, yang berlatar belakang santri.12


10
M. Rusli Karim, Negara dan Peminggiran Islam Politik (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999). h.
227-228. Fase akomodasi ini diawali dengan sejumlah kebijakan Presiden Soeharto pada tahun
1988 yang dianggap menguntungkan umat Islam. Kebijakan itu antara lain adalah:
pemberhentian Jendral L.B. Mooerdani dari jabatannya sebagai Panglima ABRI, serta mulai
berkurangnya jumlah kelompok “islamo phobi” baik di dalam jajaran kementerian Kabinet
Pembangunan V, maupun di dalam struktur kepengurusan GOLKAR.

11
Khamami Zada, Islam Radikal: Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Keras di Indonesia
(Jakarta: Teraju, 2002). H 44-54.

12
Dwi Pratomo Yulianto, Militer dan Kekuasaan: Puncak-Puncak Krisis Hubungan Sipil-Militer di
Indonesia (Yogyakarta: Penerbit Narasi, 2005) h. 276-277. Adam Shwarth dan Richard Robinson
menyebutkan ada tiga hal yang menyebabkan timbulnya ketegangan antara Soeharto dan
Pendapat ketiga, keberadaan Sabili sejak awal belum dianggap oleh

pemerintah sebagai ancaman yang serius terhadap stabilitas keamanan negara.

Anggapan ini lebih dilandasi oleh isi pemberitaan Sabili yang berusaha keras

untuk menghindari berita politik dalam negeri, karena suasana pada saat itu

masih belum kondusif untuk mengkritik pemerintah secara terbuka. Sehingga

dalam format pemberitannya, Sabili lebih banyak mengambil berita-berita politik

luar negeri, khususnya yang terjadi pada dunia Islam.13

Faktor pendukung kedua, bertahannya majalah Sabili selama kurang lebih

lima tahun juga dipengaruhi oleh diadakannya reorganisasi pengelolaan Sabili

pada tahun 1991. Hal ini dilakukan dalam rangka perbaikan manajemen menjadi

lebih profesional yang dilakukan dengan cara merombak struktur redaksi majalah

Sabili. Para kru Sabili yang tidak bisa bekerja optimal dikarenakan kesibukan di

luar kemudian diganti oleh orang-orang baru yang lebih muda dan umumnya

merupakan mahasiswa dari perguruan tinggi negeri seperti UI dan IAIN. Pada

reorganisasi ini, Sabili juga menambah modal keuangan melalui pinjaman tanpa

agunan yang digunakan untuk menaikkan tingkat oplahnya. Dengan adanya

reorganisasi ini, Sabili mampu menciptakan pengelolaan yang profesional seperti

layaknya media besar Islam lainnya, meskipun harus terbit tanpa izin resmi.

Faktor pendukung ketiga, muatan informasi yang disajikan oleh Sabili

memiliki idealisme dan komitmen yang kuat terhadap pembelaannya terhadap


tentara di akhir dekade 1980-an, yaitu: pertama, terancamnya sumber pendapatan tentara
berupa lahan-lahan bisnis menguntungkan karena banyak diambil alih oleh anak-anak, kerabat,
dan kroni-kroni Soeharto. Kedua, merosotnya backing politik militer bagi Soeharto karena sejak
awal 1980-an kekuatan penentang potensialnya telah tersapu bersih. Ketiga, Soeharo ingin
meningkatkan legitimasi dirinya sebagai Presiden dan berusaha menghilangkan anggapan
bahwa kekuasaannya tergantung pada dukungan militer.
13
Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praksis Politik Kaum Muda
MuslimIndonesia Kontemporer.(Jakarta: Teraju, 2004). h. 134.
Islam. Daya tarik utama yang dimiliki oleh Sabili adalah melalui rubrik Alam

Islami yang banyak memberitakan perkembangan aktual dari kondisi jihad di

Palestina, Afghanistan, dan Balkan. Kekhasan inilah yang membuat Sabili dapat

terus menaikkan oplahnya hingga mencapai tiras 60.000. Hal tersebut

menandakan bahwa informasi yang disediakan semakin dibutuhkan oleh

khalayak pembacanya.

Faktor pendukung keempat, dilihat dari sisi bisnis, dapat bertahannya

Sabili antara 1988 sampai dengan 1993 adalah karena dimilikinya segmentasi

pasar pembaca yang tidak tumpang tindih atau berebut dengan segmen

pembaca dari majalah-majalah Islam yang lain. Sebab pembaca setia majalah

Sabili umumnya adalah para aktivis dakwah dari golongan kelas menengah yang

berafiliasi dengan gerakan Tarbiyah. Terlebih lagi, majalah Sabili sendiri

merupakan bagian gerakan Tarbiyah.

Penutup:

Kontrol Pemerintah dan Penutupan Majalah Sabili (1993)

Walaupun majalah Sabili harus terbit tanpa memiliki izin, tapi tingkat

penjualan majalah ini secara bertahap terus meningkat tajam. Daerah

pemasarannya pun turut semakin meluas hingga hampir seluruh ke seluruh

wilayah Indonesia, terutama daerah-daerah yang basis intelektual Islamnya

tinggi. Dengan semakin membesarnya angka penjualan serta jangkauan

pemasarannya yang semakin meluas, Sabili sebagai majalah yang sangat berani

menyuarakan kepentingan Islam dan umatnya, dianggap oleh pemerintah Orde


Baru sebagai ancaman serius bagi stabilitas nasional. Ketiadaan izin penerbitan

tersebut, selain dikategorikan sebagai suatu bentuk pelanggaran terhadap

hukum dan aturan yang berlaku, juga dianggap telah merugikan negara, karena

Sabili terhindar dari pembayaran pajak.

Salah satu tokoh personil Sabili yang pernah didatangi oleh aparat

kepolisian adalah Abdurrahman Tamin, yang merupakan bagian produksi

majalah Sabili antara tahun 1988 – 1992. Terlacaknya keberadaan Abdurrahman

Tamin ini disebabkan bahwa pada edisi-edisi awal, di majalah Sabili tercantum

alamat rumah di jalan Pisangan Lama II/1 Jakarta Timur. Rumah ini adalah milik

kakek dari Abdurrahman Tamin.14 Baru setelah itu, alamat Sabili selalu

berpindah-pindah tempat dan pada majalah Sabili kemudian dicantumkan PO.

BOX 1128/ JKT 13001 untuk mempermudah korespondensi dengan pembaca.

Baru pada awal tahun 1993, pengawasan aparat pemerintah terhadap

majalah Sabili mulai terlihat jelas pengingkatannya. Selain karena ketiadaan

perizinan, pengawasan yang ketat dari pemerintah bertambah ketika di sekitar

bulan Februari 1993, Sabili pernah memuat kisah seorang wanita Muslimah yang

mengalami pelecehan terhadap busana jilbab yang ia kenakan oleh beberapa

orang yang menggunakan liontin kalung berbentuk salib. Kisah ini di muat oleh

Sabili dalam kolom Rosail (surat pembaca). Dengan diangkatnya peristiwa ini

diduga menjadi salah satu penyebab semakin kerasnya tekanan yang dilakukan

oleh aparat kepada Sabili karena dianggap menyinggung masalah SARA (Suku,

Agama, Ras dan Antargolongan).

14
Wawancara dengan Abdurrahman Tamin, pada hari Selasa, tanggal 3 Januari 2006
Menjelang Sidang Umum MPR pada bulan Maret 1993, Sabili mendapat

bocoran sebuah notula rapat internal dari dalam kementerian koordinator politik

dan keamanan bersama pihak intelijen dari BAKIN dan BAIS. Dalam bocoran

notula rapat tersebut terdapat tulisan yang menyebutkan ada beberapa

kelompok yang harus mendapat ‘tindakan khusus’, diantaranya yang disebutkan

adalah majalah Sabili.

Isi bocoran notula rapat internal dari kementerian polkam tersebut

kemudian terbukti dengan datangnya surat panggilan dari Kantor Kejaksaan

Tinggi DKI yang di sampaikan melalui PO.BOX milik Sabili. Surat panggilan dari

Kejati DKI Jakarta ini ditujukan langsung kepada M. Ishaq selaku penanggung

jawab Sabili dengan dalih untuk dimintai keterangan. Berdasarkan pertimbangan

dari teman, biasanya bila seseorang dipanggil oleh kejaksaan, maka selanjutnya

akan disertai dengan penangkapan. Dengan pertimbangan ini, maka M. Zaenal

Muttaqin tidak bersedia untuk memenuhi panggilan dari kejaksaan tersebut.

Setelah menerima surat panggilan dari Kejati DKI tersebut, maka para

personil Sabili segera melakukan rapat untuk membahas eksistensi penerbitan

Sabili ke depan. Dan keputusan akhirnya adalah bahwa Sabili, yang pada saat

itu telah berformat sebagai seri bacaan Islami (SBI), terpaksa harus ditutup agar

tidak menimbulkan resiko yang lebih besar di masa mendatang.

Tidak lama setelah Sabili ditutup dan tidak beredar lagi, ada beberapa

para personil Sabili kemudian yang terjun kembali ke dalam dunia pers dengan

membentuk media Islam yang baru. Media Islam baru yang turut didirikan oleh

beberapa personil Sabili antara lain adalah Inthilaq yang merupakan sebuah
jurnal dunia Islam serta majalah Islam Al-Ishlah. Kedua majalah ini tidak bisa

dianggap sebagai kelanjutan resmi dari majalah Sabili yang telah ditutup. Namun

antara Sabili, Inthilaq dan Al-Ishlah, tetap memiliki nilai-nilai perjuangan serta

prinsip-prinsip keislaman yang sama, karena ketiganya sama-sama menjadi

bagian dari gerakan Tarbiyah.


Biodata Pemakalah
Nama : Agung Pardini, S.Pd.

Jenis Kelamin : Laki – laki

Tempat / Tgl. Lahir : Bogor, 3 April 1981 / 29 Jumadil Awwal 1401 H.

Pekerjaan : - Pengajar IPS

- Korektor Buku Mata Pelajaran Sejarah

Agama : Islam

Pendidikan Terakhir : S1 Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Jakarta (Lulus 2006)

Alamat : Kandang Roda RT 03 / 04 No. 82

Kel. Nanggewer Cibinong Kab. Bogor 16912

Telp. 0251 – 651689

HP / No. Telp. : 0813 15 211 407

You might also like