You are on page 1of 43

Seorang Pria dengan Keluhan Demam Menggigil KELOMPOK VI

03007059 03008136 03009106 03009108 03009110 03009112 03009114 03009116 03009118 03009122 03009123 Debby Mercyanne Kartika Septyaningrum Sani Hanina Yuthi M Haryo Ganeca Widyatama Henza Ayu Primalita Hikmah Soraya I Made Setiadji I. G. A. Sattwika Pramita Ida Udhiah Irina Aulianisa Irmawati Marlia Rohim

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta, 8 Juli 2011


BAB 1

BAB I PENDAHULUAN

Malaria adalah suatu penyakit protozoa dari genus plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Malaria dapat juga ditularkan secara langsung melalui transfusi darah, jarum suntik serta dari ibu hamil kepada bayinya. Pada manusia terdapat 4 spesis Plasmodium yaitu falciparum, vivax, malariae dan ovale. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodik, anemia, trombositopeni, dan splenomegali. Berat ringannya manifestasi malaria tergantung jenis plasmodium yang menyebabkan infeksi dan imunitas penderita. Malaria yang paling berbahaya disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan disebut sebagai malaria tertiana maligna. Malaria ini menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi klinis akut yang bila tidak diobati dapat mematikan dalam beberapa hari sejak mulai terinfeksinya. Malaria jenis kedua yaitu malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, malaria tersebut disebut dengan malaria tertiana benigna, karena malaria tersebut hampir tidak pernah mematikan penderitanya. Diagnostik malaria sebagaimana penyakit pada umumnya didasarkan pada gejala klinis, penemuan fisik diagnostik, laboratorium darah, uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam darah tepi penderita sebagai gold standard. Di Indonesia Penyakit malaria tersebar diseluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda-beda dan dapat berjangkit didaerah dengan ketinggian sampai 1800 meter diatas permukaan laut. Daerah endemis tinggi dengan Annual Parasite Incidence [API] lebi h dari lima per seribu tersebar di provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur. Sedang wilayah di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah dan Jawa Barat termasuk daerah endemis sedang dengan API satu hingga lima per seribu. Hanya sebagian daerah di Jawa, Kalimantan dan Sulawesi yang termasuk daerah endemis rendah dengan API kurang dari satu per 1000 sementara daerah nonendemis hanya ada di DKI Jakarta, Bali dan Kepulauan Riau. Sepcies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium vivax, Plasmodium malaria banyak dijumpai di Indonesia bagian Timur. Plasmodium ovale pernah ditemukan di Irian dan Nusa Tenggara Timur.

BAB II LAPORAN KASUS

Lembar I Didi, 31 tahun datang ke poliklinik umum di rumah sakit tempat anda bekerja dengan keluhan demam sejak 1 minggu yang lalu. Ia mengatakan bahwa demam hilang timbul setiap 3 hari sekali disertai menggigil dan berkeringat banyak.

Lembar II Didi adalah seorang pegawai swasta yang pernah bekerja di Nusa Tenggara Timur (NTT), 6 bulan yang lalu saat masih di NTT, ai sempat terkena malaria, sudah diobati dengan artemisin tunggal, dan dinyatakan sembuh, dan setelah itu ia pun langsung pulang ke jakarta dan tidak pernah kembali lagi ke sana.

Lembar III Tn Didi juga pernah terkena Demam Berdarah Dengue 3 bulan yang lalu, sempat dirawat di rumah sakit dan telah dinyatakan sembuh. Pada pemeriksaan fisik: BB: 90kg TB: 178 cm

Kesadaran: compos mentis, TD: 120/80, N: 98x/m, S: 39 C Mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik +/+ THT: dalam batas normal Cor: S1S2 reguler, murmur -, gallop Pulmo: vesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen: datar, supple, hepar teraba 1-2 jari di bawah arcus costae Ext: dalam batas normal

Lembar IV Pada anamnesis tambahan, selama di NTT, Tn. Didi bekerja sebagai perawat. Riwayat tertusuk jarum +, rwayat vaksinasi hepatitis B +

Pada pemeriksaan laboratorium sebagai berikut: Hb: 10,9 Leukosit: 11.000/m3 Trombosit: 110.000/mm
3

Dengue IgG: positive IgM: negative ICT-HRP Malaria: negative Anti HBs : Positive

Bilirubin Indirek: 1,8 mg/dl Bilirubin Total: 2,5 mg/dl SGOT: 85 SGPT: 93 Ureum: 25 mg/dl Kreatinin: 1,0 mg/dl

Pada pemeriksaan USG didapatkan: gambaran liver hiperekoik dengan hepatomegali, disertai dengan kista ginjal kiri pool atas non obstruktif ukuran 0,5 cm.

BAB III PEMBAHASAN

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama Usia Jenis kelamin Alamat Agama Pekerjaan

: Tn.Didi : 31 tahun : laki-laki ::: pegawai swasta

II.

HISTORY TAKING (ANAMNESIS)

A. Keluhan Utama: demam sejak seminggu yang lalu B. Keluhan Tambahan C. Riwayat Penyakit Sekarang Demam hilang timbul setiap 3 hari sekali disertai mengigil dan berkeringat banyak.

Anamnesis tambahan yang perlu ditanyakan pada pasien: 1. Berapa tinggi demam? Gejala lain yang menyertai demam? 2. Apakah terdapat mual? 3. Apakah terdapat nyeri otot? 4. Apakah anak ada mimisan? (untuk memperkirakan adanya perdarahan). 5. Bagaimana warna urinnya? Apakah seperti teh atau tidak? 6. Apakah terdapat nyeri pada perut bagian kanan atas? 7. Bagaimana BAB pasien?

D. Riwayat Penyakit Dahulu - Malaria 6 bulan yang lalu. - DBD 3 bulan yang lalu.

E. Riwayat Keluarga Apakah pada anggota keluarga ada yang menderita penyakit seperti ini? F. Riwayat Vaksinasi Vaksinasi hepatitis B G. Riwayat Pengobatan - Artemisin dosis tunggal 6 bulan yang lalu. - Apakah sudah diberi obat untuk menurunkan demamnya? H. Riwayat Kebiasaan Apa yang dikonsumsi pasien sebelum terjadinya demam? I. Keadaan Lingkungan Bagaimana keadaan lingkungan sekitar rumah dan tempat kerja?

Pembahasan Masalah Masalah Demam 1 minggu Hipotesa dan Interpretasi Demam merupakan manifestasi sistemik yang peling umum dari respon peradangan dan gejala umum dari penyakit infeksi. Pada kasus ini terdapat beberapa hipotesa mengenai demam yang biasa terjadi: 1. Demam Dengue Sesudah masa inkubasi 1-7 hari, ada demam yang mulai mendadak dengan pola bifasik. 2. Malaria Demam yang terjadi intermiten. Pada malaria terdapat pola demam yang disebut trias malaria yaitu keadaan menggigil yang diikuti dengan demam dan kemudian timbul keringat yang banyak. Demam berulang setiap 3 Malaria tertiana (plasmodium vivax/ plasmodium ovale), Malaria hari falcifarum (plasmodium falcifarum) dengan periode demam tiap 48 jam. Mengigil, demam, dan Trias malaria yaitu keadaan menggigil yang diikuti dengan demam

berkeringat

dan kemudian timbul keringat yang banyak.

III.

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis 1. Kesadaran 2. Tanda vital a. Nadi b. Tekanan darah c. Pernapasan d. Suhu 3. Antropometri a. BB b. TB : 90 kg : 178 cm : 98x/m : 120/80 :: 39 C : compos mentis

BMI = 90/1,782 = 28,12 (overweight) 4. Kulit 5. Kelenjar getah bening 6. Kepala dan wajah 7. Leher 8. Thorax a. Jantung b. Pulmo 9. Abdomen : S1S2 reguler, murmur-, gallop 0 : vesikuler, rh-/-, wh-/: datar, supple, hepar teraba 1-2 jari bawah arcus costae : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik +/+

10. Urogenital 11. Genitalia eksterna 12. Anus dan rectum 13. Ekstremitas : dalam batas normal

Penjelasan Hepatomegali lazim ditemukan pada malaria, mungkin disebabkan karena sekuestrasi dan sitoadheren dimana eritrosit yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung kapiler pada organ-organ dalam (obstruksi mikrovaskular) yang menyebabkan kongesti. Hepatomegali juga bias dikarenakan oleh adanya gangguan pada hati berupa fatty liver, hal ini ditunjang oleh faktor dari berat badan pasien yang termasuk overweight. Sclera ikterik menunjukkan adanya ikterus. Pada malaria ikterik karena hemolitik sering terjadi, disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang berlebihan. Selain karena malaria, hepatomegali dan ikterus dapat terjadi pada infeksi virus hepatitis B. Pada dengue fever, toksin virus mengakibatkan plasma leakage dan kerusakan endotel sehingga menyebabkan perdarahan dan hemoragi, selanjutnya eritrosit yang rusak akan dibuang ke limpa dan hepar lalu menjadi overload dan akhirnya membesar.

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Interpretasi labotarium Hasil pemeriksaan DARAH Hb 10,9 g/dl Leukosit 11000/mm3 Jumlah trombosit 110.000/mm3 Bilirubin indirek 1,8 mg/dl Bilirubin total 2,5 SGOT 85 SGPT 93 Ureum 25 Kreatinin 1,0 0,1-1,0 0,1-1,2 5-40 5-25 10-38 0,5-1,5 Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Normal Normal 11,5 15,5 g/dl 5000 10000 /l 150.000 400.000 Anemia Leukositosis Trombositopenia Nilai normal Keterangan

Penjelasan: Pada pasien ini hemoglobin kurang dari normal menandakan adanya anemia. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan, eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time), atau gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang. Pada malaria dengan kelainan hati (Malaria Biliosa). Terjadi gangguan pada fungsi hati, hiperbilirubinemia, dan peningkatan ringan serum transaminase (SGPT/SGOT). Bilirubin indirek yang meningkat memperkuat kemungkinan terjadinya hemolisis.Peningkatan serum

transaminase juga dapat terjadi pada hepatitis kronik (meningkat 2-3 kali normal) serta pada fatty liver dimana perbandingan peningkatan SGOT/SGPT < 1. Trombositopenia sering terjadi pada malaria akut, eritrosit yang terinfeksi parasit akan bersifat mudah melekat. Eritrosit cenderung melekat pada sel erotrosit disekitarnya yang tidak terinfeksi, sel trombosit, dan endotel kapiler. Toksin malaria akan merangsang pengeluaran sitokin yang menyebabkan membran pada sel yang terinfeksi lebih permeable dan mudah pecah. Hasil Pemeriksaan Dengue IgG: positive IgM: negative Interpretasi Hasil serologi IgM yang negative menunjukkan tidak ada infeksi akut dari virus dengue, hasil IgG positive menandakan bahwa pasien telah memiliki kekebalan yang timbul setelah pasien terkena DBD. ICT-HRP malaria: negative Metode ini mendeteksi adanya antigen malaria dalam darah dengan cara imunokromatografi . HRP (Histidine Rich Protein II) digunakan untuk mendeteksi P. falciparum. Hasil negative menandakan tidak ada antigen dari P.falciparum dan plasmodium yang mungkin adalah vivax/ovale. Namun hal ini belum dapat menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi P. falciparum dengan pasti, karena untuk mengetahui jenis plasmodium yang pasti

adalah dengan menemukan plasmodium dalam pemeriksaan mikroskopis. Anti HBs: positive Anti HBs positive menunjukkan pasien telah memiliki kekebalan terhadap virus hepatitis B, kekebalan ini didapat dari vaksinasi hepatitis B yang pernah dilakukan oleh pasien. Anti Hbs juga bisa didapat jika pasien pernah terinfeksi oleh virus hepatitis B.

Hasil USG: gambaran liver hiperekoik dengan hepatomegali, disertai dengan kista ginjal kiri pool atas non obstruktif ukuran 0,5 cm. Penjelasan: Gambaran liver hiperekoik dapat terjadi pada fatty liver dimana infiltrasi lemak di hati akan menghasilkan peningkatan difus ekogenisitas dengan permukaan liver yang rata. Gambaran hiperekoik juga bias didapatkan pada infeksi virus hepatitis kronis dengan permukaan liver yang ireguler. Dari hasil USG juga kebetulan didapatkan kista pada ginjal kiri dengan 0,5 cm. Ukuran kista 0,5 cm belum dapat menimbulkan keluhan pada pasien.

V.

DIAGNOSIS KERJA Malaria Tertiana Diagnosis kerja ditegagkan berdasarkan oleh hasil anamnesis yaitu adanya gejala klinik yang khas pada malaria (trias malaria): mengigil, demam, dan berkeringat. Serta riwayat pasien yang pernah tinggal d NTT yang merupakan daerah endemik malaria. Pada pasien juga ditemukan adanya anemia dan hepatomegali yang merupakan gejala klinis pada infeksi malaria. Demam disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, skizon dari tiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali, sehingga timbul demam setiap hari ketiga terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada Plasmodium falciparum, setiap 2448 jam. Kemungkinan plasmodium pada pasien ini adalah Plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum, karena pasien sebelumnya pernah terkena malaria 6 bulan yang lalu, P.vivax memiliki kemampuan untuk mengalami relapse yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia

yang lebih lama dari masa latent (beberapa bulan sampai 5 tahun). Kekambuhan malaria pada pasien ini juga bisa diebabkan oleh pengobatan golongan artemisinin secara monoterapi yang akan mengakibatkan terjadinya rekrudensi pada malaria falciparum karena obat tidak seluruhnya mengeleminasi sstadium parasit yang ada pada sel darah merah. Selain itu pada malaria falciparum sering memberikan gejala klinis yang lebih berat (pada pasien ini hati membesar dan ikterus) dibandingkan oleh ovale/vivax. Hasil ICT-HRP negative negative menandakan tidak ada antigen dari P.falciparum dan plasmodium yang mungkin adalah vivax/ovale. Namun hal ini belum dapat menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi P. falciparum dengan pasti, karena untuk mengetahui jenis plasmodium yang pasti adalah dengan menemukan plasmodium dalam pemeriksaan mikroskopis.

VI.

Patofisiologi Parasit malaria melepaskan semacam endotoksin yang mengakibatkan aktivasi jaras sitokin. Sel-sel dari makrofag dan monosit juga mungkin endothelium terstimulasi untuk melepaskan sitokin. Pada awalnya dihasilkan tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin -1 (IL-1) yang kemudian menginduksi pe;epasan sitokin-sitokin proinflamatoris ;ain termasuk interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-8(IL-8). Pirogen endogen (IL-1) dapat diidentifikasi dalam darah pada saat terjadi krisis malaria. Pecahnya eritrosit juga diikuti pelepasan kalium, fosforilasi glukosa, proses oksidasi hemoglobin, rusaknya globin. Juga terjadi perlekatan mekanis eritrosit yang mengandung skizon pada endothelium. Demam mulai muncul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan bermacam-macam sitokin diantaranya TNF. TNF akan dibawa ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda, P.falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P.vivax/ovale 48 jam, dan P.malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari, P. vivax/ovale selang waktu sehari, dan P. malariae demam timbul selang waktu 2 hari. Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun

yang tidak terinfeksi. P.falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis. P.vivax dan P.ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda yang jumlahnya 2 % dari seluruh jumlah sel darah merah. Sedangkan P.malariae menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya 1% dari seluruh sel darah merah, sehingga anemia yang disebabkan oleh P.vivax. P.ovale dan P.malariae terjadi pada keadaan kronis. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar.

VII.

DIAGNOSIS BANDING 1. Demam berdarah dengue Berikut merupakan gejala klinis dari DBD : Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius). Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan. Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan lain-lainnya. Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali). Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok. Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai normal (Hemokonsentrasi). Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala. Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi. Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

2. Hepatistis B kronik Orang yang terinfeksi virus hepatitis B akut, dapat berkembang menjadi hepatitis B kronik. Hepatitis B kronik adalah pesistensi virus hepatitis B lebih dari 6 bulan. Walaupun pasien telah mendapatkan vaksin hepatitis B dan telah terbentuk anti HBs, kemungkinan pasien untuk terinfeksi virus hepatitis B perlu dicurigai ditambah dengan riwayat pasien yang pernah tertusuk jarum saat bekerja sebagai perawat. Maka diperlukan pemeriksaan HbsAg serta HbeAg untuk melihat adanya virus hepatistis B yang aktif. Secara sederhana manifestasi klinis hepatitis dikelompokkan menjadi 2 yaitu: a. hepatitis kronik yang masih aktif HbsAg positif dengan DNA VHB lebih dari 105 kopi/ml , kenaikan ALT yang menetap atau intermiten, serta HbeAg yang positif/negatif. b. Carier VHB inaktif HbsAg positf dengan titer DNA VHB yang rendah kurang dari 105 kopi/ml , konsentrasi ALT normal dan tidak terdapat keluhan

3. Perlemakan hati non alkoholik perlemakan hati terjadi bila kandungan lemak di hati (sebagian besar trigliserida) melebihi 5% dari seluruh berat hati. Diagnosis dibuat berdasarkan analisis spesimen biopsi jaringan hati, yaitu ditemukan minimal 5-105 sel lemak dari keseluruhan hepatosit. Perlemakan hati non alkoholik dapat terjadi pada semua usia. Umumnya obesitas, DM tipe 2, dan dislipidemia merupakan kondisi yang sering berkaitan dengan perlemakan hati non alkoholik. Manifestasi klinik dari perlemakan hati adalah malaise, keluhan tidak enak pada perut kanan atas,ikterus, serta hepatomegali. Peningkatan konsentrasi SGPT dan SGOT sering dijumpai dengan rasio SGOT:SGPT kurang dari 1. Pemeriksaan USG pada perlemakan hati memiliki sensitivitas 98% dan spesivisitasnya 93%, dengan gambaran dimana infiltrasi lemak di hati akan menghasilkan peningkatan difus ekogenisitas dengan permukaan liver yang rata. Umumnya, pasien dengan perlemakan hati ditemukan secara kebetulan saat dilakukan pemeriksaan lain.

VIII PENATALAKSANAAN Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan memakai obat ACT ( Artemisin Base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utana karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Penderita malaria harus Mendapatkan pengobatan yang efektif, tidak terjadi kegagalan pengobatan dan mencegah transmisi yaitu dengan pengobatan ACT. Pengobatan ACT harus berdasarkan oleh pemeriksaan malaria yang positif (parasit yang positif, setidaknya dengan tes cepat antigen yang positif). Bila malaria klinis tidak ada hasil pemeriksaan parasitologik maka digunakan pengobatan non-ACT. Pengobata Non-ACT ialah : Klorokuin Difosfat/Sulfat, 250 mg garam ( 150 mg basa ), dosis 25 mg basa /kg BB untuk 3 hari , terbagi 10 mg/kg BB hari I dan hari II, 5 mg/kg BB pada hari III. Pada orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I & II dan 2 tablet hari III. Dipakai untuk P.Falciparum maupun P Vivax. Sulfadoksin-Pirimetamin (SP),(500 mg sulfadoksin + 25 mg primetamin), dosis orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1 Kali) atau dosis anak memakai takaran pirimetamin 1,25 mg/kg BB. Obat ini hanya dipakai untuk plasmodium falciparum dan tidak efektif untuk P, vivax. Bila terjadi kegagalan dengan obat klorokuin dapat menggunakan SP. Kina Sulfat : (1 tablet 220 mg), dosis yang dianjurkan ialah 3 x 10 mg/kg BB selama 7 hari, dapat dipakai untuk P. Falciparum maupun P Vivax. Kina dipakai sebagaiobat cadangan untuk mengatasi resisstansi terhadap klorokuin dan SP pemakaian obat ini untuk waktu yang lama (7 hari menyebabkan kegagalan untuk memakai sampai selesai. Primakuin : ( 1 tablet 15 mg), dipakai sebagai obat pelengkap/pengobatan radical terhadap P. Falciparum maupun P.Vivax. Pada P. Falciparum dosisnya 45 mg ( 3 tablet) dosis tunggal untuk membunuh gamet; sedangkan untuk P.Vivax dosisnya 15 mg/hari selama 14 hari yaitu untuk membunuh gamet dan hipnozoit (anti-relaps).

VIII.

KOMPLIKASI Komplikasi Penyakit Malaria (Malaria Berat) 1. Malaria Serebral Merupakan komplikasi paling berbahaya. Ditandai dengan penurunan kesadaran (apatis, disorientasi, somnolen, stupor, sopor, koma) yang dapat terjadi secara perlahan dalam beberapa hari atau mendadak dalam waktu hanya 1-2 jam, sering disertai kejang. Penilaian penurunan kesadaran ini dievaluasi berdasarkan GCS. Diduga terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan karena eritrosit berparasit sulit melalui kapiler karena proses sitoadherensi dan sekuestrasi parasit. Gagal Ginjal Akut (GGA) Gangguan fungsi ginjal ini oleh karena anoksia yang disebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat dehidrasi dan sumbatan mikrovaskular akibat sekuestrasi, sitoadherendan rosseting. Kelainan Hati (Malaria Biliosa) Ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum, mungkin disebabkan karena sekuestrasi dan sitoadheren yang menyebabkan obstruksi mikrovaskular. Ikterik karena hemolitik sering terjadi. Edema Paru Sering terjadi pada malaria dewasa. Dapat terjadi oleh karena hiperpermiabilitas kapiler dan atau kelebihan cairan dan mungkin juga karena peningkatan TNF-. Hipoglikemia Hipoglikemi sering terjadi pada anak-anak, wanita hamil, dan penderita dewasa dalam pengobatan quinine (setelah 3 jam infus kina). Hipoglikemi terjadi karena meningkatnya

metabolisme glukosa di jaringan, pemakaian glukosa oleh parasit, sitokin akan menggangu glukoneogenesis, dan hiperinsulinemia pada pengobatan quinine. Haemoglobinuria (Black Water Fever) Merupakan suatu sindrom dengan gejala serangan akut, menggigil, demam, hemolisis intravascular, hemoglobinuria, dan gagal ginjal. Biasanya terjadi pada infeksi P. falciparum yang berulang-ulang pada orang non-imun atau dengan pengobatan kina yang tidak adekuat . Malaria Algid Terjadi gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik <70 mmHg, disertai gambaran klinis keringat dingin, atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >1 C, kulit tidak elastis, pucat. Pernapasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun, sering tekanan sistolik tak terukur dan nadi yang normal. Asidosis Asidosis metabolik dan gangguan metabolik: pernafasan kussmaul, peningkatan asam laktat, dan pH darah menurun (<7,25) dan penurunan bikarbonat (< 15meq). Asidosis pada malaria menunjukkan prognosis buruk. Manifestasi gangguan Gastro-Intestinal Gejala gastrointestinal sering dijumpai pada malaria falsifarum berupa keluhan tak enak diperut, flatulensi, mual, muntah, kolik, diare atau konstipasi. Hiponatremia Terjadinya hiponatremia disebabkan karena kehilangan cairan dan garam melalui muntah dan diare.

Gangguan Perdarahan Gangguan perdarahan oleh karena trombositopenia sangat jarang. Perdarahan lebih sering disebabkan oleh Diseminata Intravaskular Coagulasi (DIC).

IX.

PENCEGAHAN 1. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur. 2. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk. 3. Memasang kawat nyamuk pada jendela dan ventilasi. 4. Tidak keluar rumah antara senja dan malam hari, bila terpaksa keluar sebaiknya mengenakan kemeja dan celana panjang berwarna terang karena nyamuk lebih menyukai warna gelap. 5. Menyemprot kamar dengan obat nyamuk ataun menggunakan obat nyamuk bakar. 6. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak. 7. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar. 8. Membersihkan tempat hinggap / istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk. 9. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta genangan air. 10. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada genangan air atau menebarkan ikan atau hewan pemakan jentik. 11. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau sepanjang pantai. 12. Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur, semak-semak sekitar rumah, genangan air, dan kandang-kandang ternak. 13. Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti : kolam, sawah dan parit. 14. Pemberian obat chloroquine bila mengunjungi daerah endemik malaria.

X.

PROGNOSIS Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam : bonam : bonam : dubia ad bonam

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme perubahan hospes. Pada kebanyakan anak demam disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan demam demam menghilang sesudah masa yang pendek. Demam pada anak dapat digolongkan sebagai (1) demam yang singkat dengan tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat; (2) demam tanpa tanda-tanda yang mengumpul pada satu tempat; (3) demam yang tidak diketahui sebabnya (fever of unknown origin =FUO). Demam adalah kenaikkan suhu tubuh yang ditengahi oleh kenaikkan titik-ambang regulasi panas hipothalamus. Perubahan pengaturan homeostatik suhu normal oleh hipothalamus dapat disebabkan oleh infeksi, vaksin, agen biologis (faktor perangsang koloni granulositmakrofag, interferon, interleukin), jejas jaringan (infark, emboli pulmonal, trauma, suntikan intramuskular, luka bakar), keganasan (leukimia, limfoma, hepatoma, penyakit metastasis), obatobatan (kokain, amfoterisin B), gangguan imunologik-reumatologik (SLE, RA), penyakit radang, penyakit granulamatosis, gangguan endokrin, gangguan metabolik. 1

Patogenesis Demam: Berbagai macam agen infeksi, imunologis, atau atau agen yang berkaitan dengan toksin (pirogen eksogen) mengimbas produksi pirogen endogen oleh sel-sel radang hospes. Pirogen endogen ini adalah sitokin misalnya interleukin (IL-1, IL-6), faktor nekrosis tumor (TNF), dan interferon (IFN). Pirogen endogen menyebabkan demam dalam waktu 10-15 menit,sedangkan respon demam terhadap pirogen eksogen (misalnya endotoksin) timbul lambat memerlukan sintesis dan pelepasan sitokin pirogenik. Sitokin endogen yang sifatnya pirogenik secara langsung menstimulasi hipothalamus untuk memproduksi prostaglandin E2 yang kemudian mengatur kembali titik ambang pengaturan suhu; selanjutnya transmisi neural ke perifer menyebabkan koservasi dan pembentukan panas, dengan demikian suhu tubuh meningkat. 1

Infeksi, toksin, dan pengimbas lain sitokinsitokin piogenik endogen

Demam

Konservasi panas Produksi panas Monosit, makrofag Sel endotel Limfosit B Sel Mesangium Keratinosit Sel epitel Sel Glia

Titik ambang naik ke tingkat demam

Prostaglandin E2

Sitokin piogenik endogen: IL-1, TNF, IL-6, IFN Pola demam

Pusat Termoregulator Sirkulasi hipotalamus

Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di antaranya anak telah mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat yang berbeda. Akan tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang berguna. 2 Pola demam Penyakit

Kontinyu Remitten Intermiten Hektik atau septic

Demam tifoid, malaria falciparum malignan Sebagian besar penyakit virus dan bakteri Malaria, limfoma, endokarditis Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

Quotidian Double quotidian Relapsing atau periodic Demam rekuren

Malaria karena P.vivax Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin) Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:

Demam kontinyu atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari. Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.

Demam quotidian ganda memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam) Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.

Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.

Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke 4 dan brucellosis.

Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tickborne RF).

Malaria Definisi Malaria Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan (gigitan) nyamuk Anopheles spp. Selainberasal dari vektor nyamuk, malaria juga dapat ditularkan melalui transfusi darah atau jarum suntik yang terkontaminasi darah penderita malaria. Malaria congenital disebabkan oleh penularan agen penyebab melalui barier plasenta, namun kejadian ini jarang terjadi. Sebaliknya, malaria neonatus, agak sering terjadi dan merupakan akibat dari pencampuran darah ibu yang terinfeksi dengan darah bayi selama proses kelahiran. 3,4

Etiologi Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. 3,4,5,6 a. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae) Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil. Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi. b. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale) Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari. c. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.

d. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum) Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin). Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika: Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

Malaria dapat ditularkan melalui penularan (1) alamiah (natural infection melalui gigitan nyamuk anopheles, (2) penularan bukan alamiah yaitu malaria bawaan (congenital) dan penularan secara mekanik melalui transfuse darah atau jarum suntik. Sumber infeksi adalah orang yang sakit malaria, baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis. Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu: a. Fase seksual Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentukbentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk.

Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam.6 b. Fase Aseksual Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan sporozoit ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Preeritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak dan melepaskan beriburibu merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan Pra -eritrositer primer. Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki selsel darah merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut eksoeritrositer sekunder. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.6 Plasmodium mempunyai masa tunas yang terdiri dari 2 : a) Intrinsik inkubation periode (yang terjadi dalam tubuh vertebrata (hospes perantara). Masa tunas ekstrinsik (stadium sporogoni) masuknya stadium gametosit kedalam lambung nyamuk hingga terjadinya sporosoit dalam kelenjar ludah nyamuk dengan memakan waktu 7 - 10 hari. b) Ekstrinsik inkubasi periode yang terjadi dalam vektor (hospes definitif).

Masa tunas instrinsik (stadium skhizogoni) dengan masuknya stadium sporosoit ke dalam tubuh manusia (vertebrata) hingga terjadi stadium merosoit waktu dalam peredaran darah. Masa inkubasi ini bervariasi antara 9 -30 hari tergantung pada species parasit, paling pendek pada plasmodium Falciparum dan paling panjang pada plasmodium malaria. Masa inkubasi ini tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya dan tingkat imunitas penderita. Masa inkubasi pada penularan secara alamiah bagi masing-masing species parasit adalah sebagai berikut : Plasmodium Falciparum 12 hari. Plasmodium vivax dan Plasmodium Ovate 13 -17 hari. Plasmodium maJariae 28 -30 hari.

Patogenesis Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur dan biomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting. Patogenesis malaria adalah multifaktorial dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :3

a. Penghancuran eritrosit. Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya eritrosit yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan. Dengan hemolisis intra vaskular yang berat, dapat terjadi hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan gagal ginjal. b. Mediator endotoksin-makrofag. Pada saat skizogoni, eirtosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator yang berperan dalam perubahan patofisiologi malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin berasal dari rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah suatu monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult respiratory distress syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan plasmodium falciparum in vitro dan dapat meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endotelium kapiler. c. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi. Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium lanjut dapat membentuk tonjolantonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung plasmodium falciparum terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi perifer. Eritrosit yang terinfeksi, menempel pada endotelium kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang membendung

kapiler dalam alam-alat dalam. Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada tonjolan-tonjolan tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam protein untuk sitoaherens eritrosit yang terinfeksi plasmodium P. falciparum.

Gejala klinis Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan interval tertentu yang diselingi oleh suatu periode dimana penderita bebas sama sekali dari demam. Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu: 3,4,5,6 a. Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya Trias Malaria (malaria proxysm) secara berurutan : 1) Periode dingin. Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur. 2) Stadium Demam Setelah merasa kedinginan, pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka merah, kulit kering dan terasa sangat panas seperti terbakar, sakit kepala dan muntah sering terjadi, nadi menjadi kuat lagi. Biasanya penderita merasa sangat haus dan suhu badan dapat meningkat sampai 41C atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Demam disebabkan oleh karena pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit darah ke dalam aliran darah. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, skizon dari tiap generasi menjadi matang setiap 48 jam sekali, sehingga timbul demam setiap hari ketiga terhitung dari serangan demam sebelumnya. Pada Plasmodium malariae, demam terjadi pada 72 jam (setiap hari keempat), sehingga disebut malaria kuartana. Pada Plasmodium falciparum, setiap 24-48 jam.

3) Stadium Berkeringat Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat tidurnya basah. Suhu badan meningkat dengan cepat, kadang-kadang sampai dibawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak. Pada saat bangun dari tidur merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain, stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam.

b. Splenomegali (pembengkakan limpa) Limpa dapat membesar pada serangan akut. Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan. Pada titik ini, kapsul tipis dan mudah robek, dan pulpa mengalir sebagian. Sesudah beberapa tahun, kapsul menebal dan pulpa fibrotik; splenomegali menjadi ireversibel. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi.

c. Anemi yang disertai malaise Pada malaria dapat terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria falsiparum dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat dan pada malaria menahun. Jenis anemia pada malaria adalah hemolitik, normokrom dan normositik. Pada serangan akut kadar hemoglobin turun secara mendadak. Anemia disebabkan beberapa faktor : a. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit terjadi di dalam limpa, dalam hal ini faktor auto imun memegang peran. b. Reduced survival time, maksudnya eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama. c. Diseritropoesis yakni gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang, retikulosit tidak dapat dilepaskan dalam peredaran darah perifer. Gejala klinis lainnya pada malaria antara lain sebagai berikut. a. Badan terasa lemas dan pucat karena kekurangan darah dan berkeringat. b. Nafsu makan menurun.

c. Mual-mual kadang-kadang diikuti muntah. d. Sakit kepala yang berat, terus menerus, khususnya pada infeksi dengan plasmodium Falciparum. e. Dalam keadaan menahun (kronis) gejala diatas, disertai pembesaran limpa. f. Malaria berat, seperti gejala diatas disertai kejang-kejang dan penurunan. g. Pada anak, makin muda usia makin tidak jelas gejala klinisnya tetapi yang menonjol adalah mencret (diare) dan pusat karena kekurangan darah (anemia) serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari daerah malaria.

Gejala-gejala yang disebutkan diatas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada spesies parasit dan umur dari penderita, gejala klinis yang berat biasanya terjadi pada malaria tropika yang disebabkan oleh plasmodium falciparum. Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan parasit (bentuk trofozoit dan skizon) untuk berkumpul pada pembuluh darah organ tubuh seperti otak, hati dan ginjal sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah pada organ-organ tubuh tersebut. Gejala berupa koma/pingsan, kejang-kejang sampai tidak berfungsinya ginjal. Kematian paling banyak disebabkan oleh jenis malaria ini. Kadangkadang gejalanya mirip kolera atau disentri. Black water fever yang merupakan gejala berat adalah munculnya hemoglobin pada air seni yang menyebabkan warna air seni menjadi merah tua atau hitam. Gejala lain dari black water fever adalah ikterus dan muntah-muntah yang warnanya sama dengan warna empedu, black water fever biasanya dijumpai pada mereka yang menderita infeksi P. falcifarum yang berulang -ulang dan infeksi yang cukup berat.

Diagnosis malaria Diagnosis malaria ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, dan pemerisaan penunjang . diagnosis pasti dibuat dengan ditemukanya parasit malaria dalam pemeriksaan mikroskopis laboratorium .

1. Gejala klinis a. Anamnesis Keluhan utama yang sering kali muncul adalah demam lebih dari dua hari, mengigil, dan berkeringat ( sering disebut trias malaria ). Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal. Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.Riwayat sakit malaria. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.Riwayat mendapat transfusi darah. b. Pemeriksaan Fisik Pasien mengalami demam 37,5-400C, serta anemia yang dibuktikan dengan konjungtiva palpebra yang pucat . penderita sering disertai dengan adanya pembesaran limfa (splenomegali) dan pembesaran hati (hepatomegali) . Bila terjadi serangan malaria berat, gejala dapat disertai syok yang ditandai dengan menurunnya tekanan darah, nadi berjalan cepat dan lemah, serta frekuensi nafas meningkat . Pada penderita malaria berat, saring terjadi penurunan kesadaran, dehidrasi, menifestasi perdarahan, ikterik, gangguan fungsi ginjal, pembesaran hati dan limfa, serta bisa diikuti dengan munculnyagejala neurologis (refleks patologis dan kaku kuduk ) . 2. Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan mikroskopis Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah yang menurut teknis pembuatannya dibagi menjadi preparat darah (SDr, sediaan darah ) tebal dan perparat darah tipis, untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria dalam darah. Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat jenis plasmodium dan stadiumnya (P.falsiparum, P.vivax, P.malariae, P.ovale, tropozoit, skizon, dan gametosit) serta kepadatan parasitnya . Kepadatan parasit dapat dilihat melalui dua cara yaitu semi-kuantitatif dan kuantitatif. Metode semi-kuantitatif adalah menghitung parasit dalam LPB (Lapangan pandang besar) dengan rincian sebagai berikut :

Plasmodium falciparum menyerang semua bentuk eritrosit mulai dari retikulosit sampai eritrosit yang telah matang. Pada pemeriksaan darah tepi baik hapusan maupun tetes tebal terutama dijumpai parasit muda bentuk cincin (ring form). Juga dijumpai gametosit dan pada kasus berat yang biasanya disertai komplikasi, dapat dijumpai bentuk skizon. Pada kasus berat,

parasit dapat menyerang sampai 20% eritrosit. Bentukseksual/gametosit muncul dalam waktu satu minggu dan dapat sampai beberapa bulan setelah sembuh. Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan tipis, gametositnya berbentuk pisan dan terdapat bintik Maurer pada sel darah merah. Pada sediaan darah tebal dapat dijumpai gametosit berbentuk pisang, banyak sekali bentuk cincin tanpa bentuk lain dewasa (star in the sky), terdapat balon merah di sisi luar gametosit.

Plasmodium falciparum

Plasmodium vivax terutama menyerang retikulosit. Pada pemeriksaan darah tepi bik hapusan tipis maupun tebal biasanya dijumpai semua bentuk parasit aseksual dari bentuk ringan sampai skizon. Biasanya menyerang kurang dari 2% eritrosit. Tanda-tanda parasit malaria yang khas pada sediaan darah tipis, dijumpai sel darah merah membesar, terdapat titik Schuffner pada sel darah merah dan sitoplasma amuboid (terutama pada tropozoit yang sedang berkembang dan bayangan merah di sisi luar gametosit

Plasmodium vivax

Plasmodium malariae terutama menyerang eritrosit yang telah matang. Pada sediaan hapusan darah perifer tipis maupun tetes tebal dapat dijumpai semua bentuk parasit aseksual. Biasanya parasit menyerang kurang dari 1% dari jumlah eritrosit. Parasit pada sediaan darah tepi tipis berbenyuk khas seperti pita (band form), skizon berbentuk bunga ros(rosette form), tropozoit kecil bulat dan kompak beisi pigmenyang menumpuk, kadang-kadang menutupi sitoplasma/inti atau keduanya.

Plasmodium malariae

Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebaga berikut: Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negative, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan

b.

Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik. Tes ini sangat bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan didaerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laoratorium serta untuk survey tertentu.3,4 Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung: HRP-2 (Histidin rich protein 2) yan diproduksi oleh tropozoit, skizon dan gametosit muda Plasmodium falciparum. Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi oleh parasit bentuk aseksual atau seksual Plasmodium falciparum, P.vivax, dan P.malariae.

Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2 jenis yaitu: Single yang mampu mendiagnosis hanya infeksi Plasmodium falciparum Combo yang mampu mendiagnosis infeksi P.falciparum dan non falciparum Oleh karena tekhnologi ini baru memasuki industry maka sngat perlu untuk memperhatikan kemampuan sensitivitas dan spesifisitas dari alat ini. Dianjurkan untuk menggunakan rapid test dengan kemampuan minimal sensitivity 95% dan spesifisity 95%. Hal yang penting lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaiknya dalam lemari es tetapi tidak dalam frezer pendingin.

c.

Tes serologi

Tes serologis yang digunakan untuk diagnosis malaria adlah IFA (indirect fluorescent antibody test), IHA (indirect hemaglutination test) dan ELISA ( Enzyme linked immunosorbent assay). Kegunaan tes ini untuk diagnosis malaria akutsanat terbatas, karena baru akan positif beberapa hari setelah parasit malaria ditemukan dalam darah. 3

Penatalaksanaan Promotif Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk Anopheles. Malaria merupakan suatu masalah kesehatan yang banyak terjadi pada negara-negara tropis. Malaria juga dapat menjadi suatu masalah bagi orang-orang yang berkunjung ke negaranegara tropis tersebut. Jika anda bepergian atau traveling pada suatu daerah tropis atau ke suatu negara dimana kasus malaria sering terjadi di sana, anda sebaiknya berhati-hati akan rersiko penularan malaria dan lakukanlah tindakan pencegahan sebelum terserang penyakit ini. Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat adalah pembasmian sarang nyamuk atau PSN. Demi keberhasilan pencegahan malaria, PSN harus dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh lapisan masyarakat, baik di rumah, di sekolah, rumah sakit, dan tempat-tempat umum dan lainlain. Dengan demikian, masyarakat harus dapat mengubah perilaku hidup sehat terutama meningkatkan kebersihan lingkungan. Preventif

1. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur. 2. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk. 3. Memasang kawat nyamuk pada jendela dan ventilasi.

4. Tidak keluar rumah antara senja dan malam hari, bila terpaksa keluar sebaiknya mengenakan kemeja dan celana panjang berwarna terang karena nyamuk lebih menyukai warna gelap. 5. Menyemprot kamar dengan obat nyamuk ataun menggunakan obat nyamuk bakar. 6. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak. 7. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar. 8. Membersihkan tempat hinggap / istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk. 9. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta genangan air. 10. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada genangan air atau menebarkan ikan atau hewan pemakan jentik. 11. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau sepanjang pantai. 12. Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur, semak-semak sekitar rumah, genangan air, dan kandang-kandang ternak. 13. Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti : kolam, sawah dan parit. 14. Pemberian obat chloroquine bila mengunjungi daerah endemik malaria. Kuratif Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan memakai obat ACT ( Artemisin Base Combination Therapy). Golongan artemisinin (ART) telah dipilih sebagai obat utana karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. 3 Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies, P, falciparum, P, vivax maupun lainnya. Laporan kegagalan ART belum dilaporkan saat ini Golongan Artemisinin Berasal dari tanaman Artemisia annua, L yang disebut dalam bahasa Cina sebagai Qinghaosu. Obat ini termasuk kelompok seskuiterpen laktos mempunyai beberapa formula

seperti : artemisinin, artemeter, arte-eter artesunat, asam artelinik dan dihidroartemisinin. Obat ini bekerja sangat cepat dengan paruh waktu kira-kira 2 jam, larut dalam air, bekerja sebagai obat sizontocidal darah. Karena beberapa penelitian bahwa pemakaian obat tunggal menimbulkan terjadi rekrudensi, maka di rekomondasikan untuk dipakai dengan kombinasi obat lain. Dengan demikian juga akan memperpendek pemakaian obat. Obat ini cepat diubah dalam bentuk aktifnya dan penyediaan ada yang oral, parenteral/injeksi dan suppositoria. Pengobatan ACT (Artemisinin Base Combination Therapy) Penggunaan golongan artemisinin secara monoterapi akan mengakibatkan terjadinya rekrudensi. Karenanya WHO memberikan petunjuk penggunaan artemisinin dengan mengkombinasikan dengan obat anti malaria yang lain. Hal ini disebut Artemisinin base Combination Therapy (ACT). Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis tetap lebih memudahkan pemberian pengobatan. Contoh ialah Co-Artem yaitu kombinasi artemeter (20 mg) + lume fantrine (120mg). Dosis Coartem 4 tablet 2 x 1 sehari selama 3 hari. Kombinasi tetap yang lain ialah dihidroartemisinin (40 mg) + piperakuin ( 320 mg) yaitu artekin . Dosis artekin untuk dewasa : dosis awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam, masing-masing 2 tablet.3 Kombinasi ACT yang tidak tetap misalnya: n

-piripmetamin

-dapson (CDA/Lapdap plus)

hidroartemisinin + naptokuin Dari kombinasi diatas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi artesunate + Amodiakuin dengan nama dagang ARTESDIAQUINE atau Artesumoon. Dosis untuk orang dewasa yaitu : artesunate (50 mg/tablet) 200 mg pada hari I dan II dan 11/2 tablet hari III. Artesumoon ialah kombinasi yang dikemas sebagai blister dengan aturan pakai tiap blister /hari

(artesunate + amodiakuin) diminum selam 3 hari. Dosis amodiakuin adalah 20-30 mg/kg BB selama 3 hari . Pengembangan terhadap pengobatan masa depan ialah dengan tersedianya formula kombinasi yang mudah bagi penderita baik dewasa maupun anak ( dosis tetap) dan kombinasi yang paling poten dan efektif dengan toksisitas yang rendah. Sekarang sedang dikembangkan obat semi sinthetik artemisinin seperti artemison ataupun trioksalon sintetik. Catatan : untuk pemakaian obat golongan artenisinin Harus disertai/dibuktikan dengan pemeriksaan parasit yang positifsetidak tidaknya dengan tes cepat antigen yang positif. Bila malaria klinis / tidak ada hasil pemeriksaan parasitologik Tetap menggunakan obat non ACT. Pengobatan Malaria dengan Obat-obat Non-ACT Walaupun resistansi terhadap obat-obat standar golongan non ACT telah dilaporkan dari seluruh propinsi di Indonesia, beberapa daerah masih cukup efektif baik terhadap klorokuin maupun sufakdoksin pririmetamin (kegagalan masih kurang 25 % ). Dibeberapa daerah pengobatan menggunakan obat standar seperti klorokuin dan sulfadoksin pirimetamin masih dapat digunakan dengan pengawasan terhadap respon pengobatan. 3,6 Obat Non-ACT ialah : 3 Klorokuin Difosfat/Sulfat, 250 mg garam ( 150 mg basa ), dosis 25 mg basa /kg BB untuk 3 hari , terbagi 10 mg/kg BB hari I dan hari II, 5 mg/kg BB pada hari III. Pada orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I & II dan 2 tablet hari III. Dipakai untuk P.Falciparum maupun P Vivax. Sulfadoksin-Pirimetamin (SP),(500 mg sulfadoksin + 25 mg primetamin), dosis orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1 Kali) atau dosis anak memakai takaran pirimetamin 1,25 mg/kg BB. Obat ini hanya dipakai untuk plasmodium falciparum dan tidak efektif untuk P, vivax. Bila terjadi kegagalan dengan obat klorokuin dapat menggunakan SP. Kina Sulfat : (1 tablet 220 mg), dosis yang dianjurkan ialah 3 x 10 mg/kg BB selama 7 hari, dapat dipakai untuk P. Falciparum maupun P Vivax. Kina dipakai sebagaiobat cadangan untuk mengatasi resisstansi terhadap klorokuin dan SP pemakaian obat ini untuk waktu yang lama (7 hari menyebabkan kegagalan untuk memakai sampai selesai.

Primakuin : ( 1 tablet 15 mg), dipakai sebagai obat pelengkap/pengobatan radical terhadap P. Falciparum maupun P.Vivax. Pada P. Falciparum dosisnya 45 mg ( 3 tablet) dosis tunggal untuk membunuh gamet; sedangkan untuk P.Vivax dosisnya 15 mg/hari selama 14 hari yaitu untuk membunuh gamet dan hipnozoit (anti-relaps). Penggunaan Obat Kombinasi Non-act Apabila pola resistansi masih rendah dan belum terjadi multiresistensi dan belum tersedianya obat golongan artemisinin, dapat menggunakan obat standar yang dikombinasikan. Contoh kombinasi ini adalah sebagai berikut : a. Kombinasi Klorokuin + Sulfadoksin-Pirimetamin b. Kombinasi SP + Kina c. Kombinasi Klorokuin + Doksisiklin / Tetrasiklin d. Kombinasi SP + Doksisiklin/Tetrasiklin e. Kina + Doksisiklin Tetrasiklin f. Kina + Klindamisin Komplikasi Penderita dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi plasmodium falcifarum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut: 3,4,5,6 - Malaria Serebral Merupakan komplikasi paling berbahaya dan memberikan mortalitas. Gejala malaria sereblal dapat ditandai dengan koma yang tidak bisa dibangunkan, bila dinilai dengan GCS(Glasgow Coma Scale). Sebagian penderita terjadi gangguan kesadaran yang lebih ringan seperti apatis, somnolen, delirium dan perubahan tingkah laku(penderita tak mau bicara). Diduga terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan karena

eritrosit berparasit sulit melalui kapiler karena proses sitoadherensi dan sekuestrasi parasit. Kadar laktat pada cairan serebrospinal (CSS) meningkat pada malaria serebral yaitu >2.2 mmol/L (1.96 mg/dL) dan dapat dijadikan indikator prognostik: bila kadar laktat >6 mmol/L memiliki prognosa yang fatal. Biasanya disertai ikterik, gagal ginjal, hipoglikemia, dan edema paru. Bila terdapat >3 komplikasi organ, maka prognosa kematian >75 %. - Gagal Ginjal Akut (GGA) Kelainan fungsi ginjal dapat terjadi pre-renal karena dehidrasi (>50%), dan hanya 5-10 % disebabkan oleh nekrosis tubulus akut. Gangguan fungsi ginjal ini oleh adanya anoksia karena penurunan aliran darah ke ginjal akibat dari sumbatan kapiler. Apabila berat jenis (BJ) urin <1.01 menunjukkan dugaan nekrosis tubulus akut; sedang urin yang pekat dengan BJ >1.05, rasio urin:darah > 4:1, natrium urin < 20 mmol/L menunjukkan dehidrasi.Secara klinis terjadi oligouria atau poliuria. Beberapa faktor risiko terjadinya GGA ialah hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuria. - Kelainan Hati (Malaria Biliosa) Jaundice atau ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falcifarum. - Hipoglikemia Hal ini karena kebutuhan metabolic dari parasit telah menghabiskan cadangan glikogen dalam hati.Hipoglikemia dapat tanpa gejala pada penderita dengan kesadaran umum yang berat ataupun penurunan kesadaran. - Malaria Haemoglobinuria (Black Water Fever) Adalah suatu sindrom dengan dejala karakteristik serangan akut, menggigil, demam, hemolisis intravascular, hemoglobinemia, hemeglobinuria dan gagal ginjal. Biasanya terjadi sebagai komplikasi dari komplikasi plasmodium falcifarum yang berulang-ulang pada organ non-imun atau dengan pengobatan kina yang tidak adequat. - Malaria Algid Terjadi gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik <70 mmHg, disertai gambaran klinik berupa perasaan dingin dan basah pada kulit, temperatul rectal tinggi, kulit tidak elastic, pucat, pernafasan dangkal,nadi cepat, tekanan darah turun dan sering tekanan sistolik tak terukut ddan nadi yang normal. - Kecenderungan Perdarahan

Perdarahan spontan berupa perdarahan gusi, episteksis, perdarahan dibawah kulit berupa petekie, purpura, hepatoma dapat terjadi sebagai komplikasi malaria tropikana. - Edema Paru Edema paru merupakan komplikasi paling berat dari malaria tropika dan sering menyebabkan kematian. Edema paru dapat terjadi karena kelebihan cairan atau adult respiratory distress syndrome. Beberapa factor yang mempermudah timbulnya edema paru ialah kelebihan cairan, kehamilan, malaria sereblal, hiperparasitemi, hipotensi, asidosis dan uremi. - Manifestasi gangguan Gastro-Intestinal Gejala gastrointestinal dijumpai pada malaria berupa keluhan tak enak diperut, mual, muntah, kolik, diare atau konstipasi. Kadang lebih berat berupa billious remittent fever (gejala gastrointestinal dengan hepatomegali), ikterik, dan gagal ginjal, malaria disenteri menyerupai disenteri basiler, dan malaria kolera yang jarang pada plasmodium falcifarum berupa diare cair yang banyak, muntah, kram otot dan dehidrasi. - Hiponatremia Terjadinya hiponatremia disebabkan karena kehilangan cairan dan garam melalui muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma abnormalitas hormon anti-diuretik (SAHAD). - Gangguan Metabolik Lainnya. Asidosis metabolic ditandai dengan hipervelensi(pernafasan kussmaul), penignkatan asam laktat, pH turun dan penigkatan bikarbonat. Asidosi biasanya disertai edema paru, hiperparasitemia, syok, gagal ginjal dan hipoglekimia. Prognosis Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat.Pada malaria berat,mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS,kecepatan diagnose dan penanganan yang tepat. Walaupun demikian mortalitas penderita malaria berat di dunia masih cukup tinggi bervariasi 15%-60% tergantung fasilitas pemberi layanan.Makin banyak jumlah komplikasi akan diikuti dengan peningkatan mortalitas,misalnya dengan penderita malaria serebral dengan hipoglikemi,peningkatan kreatinin,dan peningkatan bilirubin mortalitasnya lebih tinggi dari pada malaria serebral saja. Prognosis pada malaria berat tergantung pada:

Kecepata/ketepatan diagnosis dan pengobatan. Makin cepat dan tepat dalam menegakkan diagnosis dan pengobatannya akan memperbaiki prognosisnya serta memperkecil anka kematiannya. Kegagalan fungsi organ. Kegagalan fungsi organ dapat terjadi pada malaria berat terutama pada organ-organ vital. Semakin sedikit oragn vital yang terganggu dan mengalami kegagalan dalam fungsinya, semakin baik prognosisnya. Kepadatan parasit. Pada pemeriksaan hitung parasit(parasite count)semakin padat/banyak jumlah parasitnya yang didapatkan, semakin buruk prognosisnya, terlebih lagi bila didapatkan bentuk skizon dalam pemeriksaan darah tepinya.

BAB IV KESIMPULAN Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya, malaria disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia ditularkan oleh nyamsuk malaria (anopeles) betina. Selain berasal dari vector nyamuk, malaria juga dapat ditularkan melalui transfusi darah atau jarum suntik yang terkontaminasi darah penderita malaria. Ada 4 jenis malaria: Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum), Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae),Malaria Ovale (Plasmodium Ovale) , Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax). Malaria yang paling berbahaya disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan disebut sebagai malaria tertiana maligna. Prognosis pada malaria berat tergantung pada kecepata/ketepatan diagnosis dan pengobatan. Makin cepat dan tepat dalam, kegagalan fungsi organ. Kepadatan parasit. Pada pemeriksaan hitung parasit(parasite count)semakin padat/banyak jumlah parasitnya yang didapatkan, semakin buruk prognosisnya, terlebih lagi bila didapatkan bentuk skizon dalam pemeriksaan darah tepinya.

DAFTAR PUSTAKA 1. Powel KR. Fever. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF (editor). Nelson textbook of pediatrics. Ed.18th. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2007. 2.Woodward TE. The fever patterns as a diagnosis aid. Dalam: Mackowick PA, penyunting. Fever: Basic mechanisms and management. Ed. 2nd. Philadelphia: Lippincott-Raven;1997.h.215-36 3. Sudoyo A. W. dkk, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi V . Jakarta : EGC. Hal 2813-2830

4. Mandal, B.K.,dkk.2008. Infeksi Tropis dan Zoonosis Non Helimintik, Lecture Notes Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga.

5. Soedarmo, Sumarmo S.Poorwo . Infeksi Tropis & Pediatri Tropis , Edisi kedua FKUI, 2010 hlm. 408-413 6. Sutanto,inge, dkk, Buku Ajar Parasitologi Kedokteran FKUI.Balai penerbit FKUI: Jakarta. hal 189-222

You might also like