You are on page 1of 16

BAB IV PEMBAHASAN

A. HASIL PENGUKURAN Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Total responden yang diukur antropometri di Posyandu Merah Jingga RT 13/RW 3 sebanyak 24 anak. Pengukuran antropometri yang dilakukan dengan menggunakan indeks umur, tinggi badan/panjang badan dan berat badan (tabel 4.1).

Dari pengukuran pada tabel 4.1, maka dapat dikelompokkan karakteristik balita sesuai dengan jenis kelamin, umur, berat badan dan tinggi badan/panjang badan balita. 1. Jenis kelamin balita Hasil pengukuran di Posyandu Merah Jingga RT 13/RW 3 dengan subyek yang telah diukur sebanyak 24 responden, dari 24 responden menunjukkan bahwa jenis kelamin balita laki-laki sebanyak 50% dan jenis kelamin balita perempuan sebanyak 50% (Tabel 4.2). Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita di Posyandu Merah Jingga RT 13/RW 3 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Total 2. Umur Balita Jumlah 12 12 24 Presentase 50% 50% 100%

Hasil pengukuran di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3 dengan subyek yang telah diukur sebanyak 24 responden, dari 24 responden terdapat 25% balita berumur 0-<6 bulan, 12,5% balita berumur 6-<12 bulan, 20,83% balita berumur 12-<24 bulan dan 41,67% balita berumur 24-<59 bulan (tabel 4.3). Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Umur Balita di Posyandu Merah Jingga RT 13/RW 3 Umur (bulan) 0 - <6 6 - <12 12 - <24 24 - <59 Total Berat badan balita Jumlah 6 3 5 10 24 Presentase 25% 12,5% 20,83% 41,67% 100%

3.

Hasil pengukuran di Posyandu Merah Jingga RT 13/RW 3 dengan subyek yang telah diukur sebanyak 24 responden, dari 24 responden terdapat 12,5% anak memiliki berat badan <6 kg, 37,5% anak memiliki berat badan 6-9 kg, 37,5% anak dengan berat badan 10-15 kg, 12,5% anak dengan berat badan 16-20 kg dan 0% anak dengan berat badan >20 kg (tabel 4.4).

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berat Badan Balita di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3 Berat badan (kg) Jumlah <6 3 6-9 9 10-15 9 16-20 3 >20 0 Total 24 Tinggi badan/panjang badan balita Presentase 12,5% 37,5% 37,5% 12,5% 0% 100%

4.

Hasil pengukuran di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3 dengan subyek yang telah diukur sebanyak 24 responden, dari 24 responden terdapat 16,67% anak memiliki panjang badan <60 cm, 41,67% anak dengan panjang badan 60-80 cm, 37,5% anak dengan tinggi badan 81-101 cm, 41,67% anak dengan tinggi badan 102120 cm, dan 0% anak dengan tinggi >20 cm (tabel 4.5). Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Berat Badan Balita di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3 Tinggi badan/panjang badan (cm) <60 60-80 81-101 102-120 >120 Total 5. Pendidikan Orang Tua Jumlah 4 10 9 1 0 24 Presentase 16,67% 41,67% 37,5% 4,16% 0% 100%

Hasil observasi di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3 dengan subyek yang telah diobservasi sebanyak 24 responden, dari 24 responden terdapat 4,16% orang tua anak yang tidak bersekolah, 16,67% orang tua anak dengan pendidikan terakhir SD, 8,33% orang tua anak dengan pendidikan terakhir SMP , 54,17% orang tua anak dengan pendidikan terakhir SMA, dan 16,67% orang tua anak dengan pendidikan terakhir strata 1 (tabel 4.6).

Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Pendidikan Terakhir Orang Tua Balita di Posyandu Merah Jingga RT13/RW 3 Pendidikan orang tua Tidak sekolah SD SMP SMA Sarjana Total 6. Pekerjaan Orang Tua Jumlah 1 4 2 13 4 24 Presentase 4,16% 16,67% 8,33% 54,17% 16,67% 100%

Hasil observasi di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3 dengan subyek yang telah diobservasi sebanyak 24 responden, dari 24 responden terdapat 75% pekerjaan orang tua anak adalah swasta, 20,83% pekerjaan orang tua anak adalah wiraswastawan, dan 4,17% pekerjaan orang tua anak sebagai PNS (tabel 4.7). Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Orang Tua Balita di Posyandu Merah Jingga RT13/RW 3 Pekerjaan Orang Tua Swasta/Ibu Rumah Tangga Wiraswasta PNS Total Jumlah 18 5 1 24 Presentase 75% 20,83% 4,17% 100%

B. INTERPRETASI PENGUKURAN Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh. 1. Penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U Hasil pengukuran di Posyandu Merah Jingga RT 13/RW 3 dengan subyek yang telah diukur sebanyak 24 responden, dapat diketahui interpretasi penilaian status gizi masing-masing balita berdasarkan indeks BB/U (tabel 4.13).

Tabel 4.8. Interpretasi Penilaian Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U Balita di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Nama anak Marsya Amanda Latif Istiqomah M. Afif Nazila Noraida M. Ananda Reka Nazla Salsa Nabilla Yaumi Fitri Dafa Amrullah Jeni Herianti Dea Lova Natasha M. Fajar Maulana Daffa El-zikri M. Azka Nazhan M. Ridho Irpansyah Tesya Viqi Khairullah M. Maisandy Afika Novitasari Najwa Nuranisa Mariatul Haqqi Khusnul Khatimah Aldi Firdaus Farel A M. Nuri Zamasari BB/U -1,30 -1,71 -5,74 -1,73 -0,21 -1,00 0,84 1,85 0,65 -0,91 -1,08 -2.02 -0,62 -0,67 -3,22 0,41 -1,62 -0,58 0,85 -1,25 0,03 0,52 3,06 -1,55 Interprtetasi pengukuran Normal Normal Gizi Buruk Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Bawah Normal Normal Bawah Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Atas Normal

Hasil pengukuran di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3 dengan subyek yang telah diukur sebanyak 24 responden, dari 24 responden menunjukkan bahwa 8,33% anak dikategorikan gizi buruk, 4,17% anak dikategorikan gizi kurang, 83,33% anak dikategorikan gizi baik, dan 4,17% anak dikategorikan gizi lebih (Tabel 4.9).

Tabel 4.9. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U Batas Sebutan Status Jumlah Pengelompokan Gizi < -3 SD Gizi buruk 2 - 3 s/d <-2 SD Gizi kurang 1 - 2 s/d +2 SD Gizi baik 20 > +2 SD Gizi lebih 1 Total 24 2. Penilaian status gizi berdasarkan indeks TB/U Presentase 8,33% 4,17% 83,33% 4,17% 100%

Hasil pengukuran di Posyandu Merah Jingga RT 13/RW 3 dengan subyek yang telah diukur sebanyak 24 responden, dapat diketahui interpretasi penilaian status gizi masing-masing balita berdasarkan TB/U (tabel 4.10).

Tabel 4.10. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB Balita di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nama anak Marsya Amanda Latif Istiqomah M. Afif Nazila Noraida M. Ananda Reka Nazla Salsa Nabilla Yaumi Fitri Dafa Amrullah Jeni Herianti Dea Lova Natasha TB/U -1,69 Normal -1,05 Normal -1,74 Normal -2,96 Bawah -0,37 Normal -1,27 Normal 0,30 Normal 0,28 Normal 0,75 Normal -1,56 Interpretasi pengukuran Normal Normal Normal Gemuk* Normal Normal Normal Gemuk* Normal Normal

11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

M. Fajar Maulana Daffa El-zikri M. Azka Nazhan M. Ridho Irpansyah Tesya Viqi Khairullah M. Maisandy Afika Novitasari Najwa Nuranisa Mariatul Haqqi Khusnul Khatimah Aldi Firdaus Farel A M. Nuri Zamasari

Normal -2,40 Bawah -1,61 Normal -2,20 Bawah -1,24 Normal -3,27 Bawah -0,78 Normal -2,44 Bawah -0,64 Normal -0,62 Normal -0,91 Normal 1,47 Normal -1,76 Normal 1,05 Normal -1,26 Normal

Pendek, normal* Kurang gizi* Pendek* Normal Riwayat kurang gizi, normal Normal Pendek, normal* Normal Normal Normal Normal Gemuk* Tidak gemuk* Normal

Hasil pengukuran di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3 dengan subyek yang telah diukur sebanyak 24 responden, dari 24 responden menunjukkan bahwa 4,17% anak dikategorikan sangat pendek, 16,67% anak dikategorikan pendek, 79,16% anak dikategorikan normal, dan 0% anak dikategorikan tinggi (Tabel 4.11).

Tabel 4.11. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks TB/U Batas Sebutan Status Jumlah Pengelompokan Gizi < -3 SD Sangat pendek 1 - 3 s/d <-2 SD Pendek 4 - 2 s/d +2 SD Normal 19 > +2 SD Tinggi 0 Total 24 3. Penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/TB Presentase 4,17% 16,67% 79,16% 0% 100%

Hasil pengukuran di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3 dengan subyek yang telah diukur sebanyak 24 responden, dari 24 responden menunjukkan bahwa 4,17% anak dikategorikan sangat kurus, 0% anak dikategorikan kurus, 83,33% anak dikategorikan normal, dan 12,5% anak dikategorikan gemuk (Tabel 4.12).

Tabel 4.11. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/TB Batas Pengelompokan < -3 SD - 3 s/d <-2 SD - 2 s/d +2 SD > +2 SD Total Sebutan Status Gizi Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Jumlah 1 0 20 3 24 Presentase 4,17% 0% 83,33% 12,5% 100%

C. ANALISA MASALAH Status gizi balita dapat diketahui dengan menggunakan metode pengukuran antropometri. Di Posyandu Merah Jingga, peneliti menggunakan metode

antropometri untuk mengetahui status gizi balita. Hal ini dikarenakan pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah secara antropometri. Walaupun pengukuran dengan metode antropometri memiliki kekurangan, namun sampai sekarang metode pengukuran ini dianggap sebagai cara pengukuran yang paling mudah dan praktis untuk dilakukan . Dipandang mudah dan praktis dikarenakan siapa saja dapat melakukannya dengan terlebih dahulu mendapat sedikit latihan (Yudi Hendra. Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Status Gizi Anak Usia 6-24 Bulan di Kecamatan Medan Area Kota Medan Tahun 2007. Universitas Sumatera Utara. 2008. ). Setelah dilakukan pengukuran antropometri berdasarkan parameter berat badan dan tinggi badan terhadap 24 responden di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3, maka dapat diketahui status gizi dari responden. Pembahasan hasil pengukuran ini akan dijelaskan di bawah ini: 1. Berat Badan Balita Hasil pengukuran di Posyandu Merah Jingga RT 13/RW 3 dengan subyek yang telah diukur sebanyak 24 responden, dari 24 sampel terdapat 12,5% anak memiliki berat badan <6 kg, 37,5% anak memiliki berat badan 6-9 kg, 37,5% anak dengan

berat badan 10-15 kg, 12,5% anak dengan berat badan 16-20 kg dan 0% anak dengan berat badan >20 kg (tabel 4.4). Berat badan merupakan salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antroprometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal dimana kesehatan baik, keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin maka berat badan berkembang mengikuti pertumbuhan umur. Menurut Supariasa (2002) menyatakan bahwa, dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan yaitu perkembangan cepat atau lebih lambat. Dalam pengukuran ini berat badan balita yang terbanyak saat kegiatan di posyandu adalah 6-15 kg. 2. Tinggi Badan/Panjang Badan Hasil pengukuran di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3 dengan subyek yang telah diukur sebanyak 24 responden, dari 24 sampel terdapat 16,67% anak memiliki panjang badan <60 cm, 41,67% anak dengan panjang badan 60-80 cm, 37,5% anak dengan tinggi badan 81-101 cm, 41,67% anak dengan tinggi badan 102-120 cm, dan 0% anak dengan tinggi >20 cm (tabel 4.5). Pada keadaan normal tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan tampak dalam waktu yang relatif lama. Hasil pengukuran ini menunjukkan tinggi badan balita yang terbanyak saat kegiatan di Posyandu adalah antara 60-80 cm. Hasil pengukuran berat badan, tinggi badan, serta panjang badan 24 responden tersebut dikombinasikan menjadi indeks antropometri (BB/U) dan (TB/U) Berdasarkan indeks BB/U dan TB/U dapat dinilai status gizi para responden. 1. BB/U (Berat Badan Menurut Umur) Indeks antropometri BB/U antara lain merupakan indikator yang baik untuk mendeteksi Kekurangan Energi Protein (KEP) akut dan kronis serta kegemukan (overweight). Hasil pengukuran yang dilakukan di Posyandu Merah Jingga RT 13/

RW 3 dengan subyek yang telah diukur sebanyak 24 responden menunjukkan bahwa 8,33% anak dikategorikan gizi buruk, 4,17% anak dikategorikan gizi kurang, 83,33% anak dikategorikan gizi baik, dan 4,17% anak dikategorikan gizi lebih (Tabel 4.9). Menurut data yang didapat, 8,33% atau dua anak dikategorikan gizi buruk. Gizi buruk sendiri disebabkan oleh tiga faktor, penyebab langsung, penyebab tidak langsung, dan penyebab dasar. Penyebab langsung berhubungan dengan kejadian gizi buruk. Interaksi antara asupan gizi dan infeksi akan saling mendukung untuk memperburuk keadaan gizi anak. Asupan gizi balita harus seimbang antara kualitas dan kuantitas. Jika kualitas lebih mendominasi tanpa kuantitas yang cukup maka berat badan balita akan di bawah normal, namun jika kuantitas yang lebih banyak maka berat badan balita akan di atas normal yang mengacu pada gizi lebih. Selain itu jika seorang balita sedang mengalami infeksi, proses pencernaan balita akan terganggu dan penyerapan asupan nutrisi tidak akan optimal, sehingga akan berakibat fatal terhadap penyebab kematian dini pada anak. Selain penyebab langsung, penyebab tidak langsung juga mempengaruhi status gizi anak. Penyebab tidak langsung diantaranya kurangnya akses dalam mendapatkan makanan, perawatan dan pola asuh anak yang kurang dan pelayanan kesehatan serta lingkungan buruk atau tidak mendukung kesehatan anak-anak. Kurangnya akses dalam mendapatkan makanan akan menghambat anak untuk mendapatkan asupan nutrisi yang bervariasi dan bergizi. Sedangkan perawatan dan pola asuh anak yang kurang akan membuat anak kurang mendapatkan perhatian untuk menjaga asupan makanan dan status gizinya. Faktor inilah yang akan mempengaruhi buruknya gizi anak dan terjadinya infeksi pada anak. Penyebab mendasar terjadinya gizi buruk terdiri dari dua hal, yakni faktor sumber daya potensial dan yang menyangkut sumber daya manusia. Pengelolaan sumber daya potensial sangat erat kaitannya dengan politik dan ideologi, suprastruktur dan struktur ekonomi. Sementara sumber daya berkaitan erat dengan kurangnya pendidikan rakyat.

Selain ditemukan gizi kurang, di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3 ditemukan 4,17% atau satu anak gizi lebih berdasarkan indeks BB/U. Walaupun masalah gizi lebih tidak termasuk ke dalam target ataupun indikator MDGs akan tetapi adanya masalah gizi lebih harus diperhatikan pula. Bersamaan dengan masalah kurang gizi yang tinggi, fenomena gizi lebih merupakan ancaman yang serius karena terjadi di berbagai strata ekonomi, pendidikan, desa-kota, dan lain sebagainya. Indonesia masih menghadapi masalah-masalah kurang gizi terutama yang kronis dan akut, disisi lain juga harus segera menanggulangi masalah gizi lebih yang sampai saat ini merupakan salah satu faktor risiko utama penyakit degeneratif. Meskipun prevalensi gizi lebih sudah mengkhawatirkan, tapi keberadaannya sebagai suatu ancaman nyata bagi kesehatan belum banyak disadari masyarakat. (persepsi masyarakat gemuk sehat, paparan media..., ). Selain itu tingkat pendidikam orang tua berpengaruh pada status gizi anak. Pada penelitian ditemukan rata-rata pendidikan orang tua responden adalah SMA. Hal ini menun

2.

TB/U (Tinggi Badan Menurut Umur) Hasil pengukuran di Posyandu Merah Jingga RT 13/ RW 3 dengan subyek yang

telah diukur sebanyak 24 responden, dari 24 responden menunjukkan bahwa 4,17% anak dikategorikan sangat pendek, 16,67% anak dikategorikan pendek, 79,16% anak dikategorikan normal, dan 0% anak dikategorikan tinggi (Tabel 4.10). Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan, tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru tampak pada saat yang cukup lama. Pengukuran yang dilakukan menunjukkan angka 4,17% atau satu orang anak dikategorikan sangat pendek. Kejadian stunting sendiri selain disebabkan oleh faktor genetik dari kedua orang tua juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua, pendapatan perkapita, serta asupan gizi yang rendah sejak window period atau sejak seorang anak masih berada didalam kandungan. Kedua penilaian variabel tersebut apabila dihubungkan dengan tingkat pengetahuan keluarga, maka akan berkaitan dengan bagaimana bentuk pola asuh terhadap anak itu sendiri. Tingkat pengetahuan sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat pengetahuan orang tersebut. Pengetahuan keluarga yang rendah tentang bahan makanan yang bergizi, dapat berdampak pada kebutuhan energi dan gizi masyarakat dan anggota keluarga tidak tercukupi karena pemberian makanan untuk keluarga hanya memilih bahan makanan yang dapat mengenyangkan perut saja tanpa memikirkan apakah makanan itu bergizi atau tidak. Bila ibu rumah tangga memiliki pengetahuan gizi yang baik ia akan mampu untuk memilih makanan-makanan yang bergizi untuk dikonsumsi. Dari data yang diperoleh 70,84% yang terdiri dari 13 orang tua memiliki pendidikan terakhir SMA dan 4 orang tua memiliki pendidikan terakhir sebagai sarjana, menunjukkan bahwa rata-rata orang tua balita dapat dikategorikan baik.

Tetapi, tingkat pendidikan tidak selalu berbanding lurus dengan tingkat pengetahuan individu terhadap informasi gizi dan kesehatan. Menurut Riyadi (2011), hal tersebut sejalan dengan penelitian Myers (1990) tentang hubungan antara pendidikan dan pengetahuan gizi ibu, termasuk akses ke pelayanan gizi dan kesehatan (12). Pengetahuan orang tua terutama ibu, tentang gizi sangat berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi yang diperoleh oleh balita. Pengetahuan tentang gizi yang penting diketahui oleh ibu adalah berkaitan dengan kandungan makanan, cara pengolahan makanan, kebersihan makanan dan lain-lain. Orang tua perlu memahami pengetahuan tentang gizi, terutama yang berkaitan dengan zat-zat yang dikandung dalam makanan, cara mengolah makanan, menjaga kebersihan makanan, waktu pemberian makan dan lain-lain, sehingga pengetahuan yang baik akan membantu ibu atau orangtua dalam menentukan pilihan kualitas dan kuantitas makanan (11). Jenis pekerjaan orang tua secara tidak langsung berpengaruh pada pola konsumsi keluarga. Jenis pekerjaan berhubungan dengan tingkat pendapatan keluarga dan pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas serta kuantitas makanan. Dari hasil wawancara, terdapat 75% pekerjaan orang tua anak adalah ibu rumah tangga. Faktor sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap status gizi balita. Dari hasil penelitian Fatimah (2008) didapatkan data bahwa status gizi yang kurang, 88% diantaranya berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Fatimah (2008) menyatakan bahwa rendahnya tingkat sosial ekonomi merupakan akar permasalahan dari penyakit KEP. Kondisi status sosial ekonomi dapat dipakai sebagai alat ukur untuk menilai tingkat pemenuhan kebutuhan dasar (11). Status sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dari pendapatan dan pengeluaran keluarga. Keadaan status ekonomi yang rendah mempengaruhi pola keluarga, baik untuk konsumsi makanan maupun bukan makanan. Status sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi kualitas konsumsi makanan, karena hal ini berkaitan dengan daya beli keluarga. Keluarga dengan status sosial ekonomi rendah kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan pangan terbatas, sehingga akan mempengaruhi konsumsi makanan balita (11). Pekerjaan dalam kaitannya dengan pendapatan keluarga serta peranan ibu sangat penting dalam penyediaan makanan bagi anak balitanya. Pengetahuan yang diperoleh baik formal maupun non formal sangat menentukan untuk ditetapkan dalam hal pemilihan dan penentuan jenis makanan yang dikonsumsi oleh balita dan anggota keluarga lainnya. Pendidikan gizi ibu bertujuan untuk meningkatkan penggunaan sumber daya makanan yang tersedia. Dari hal tersebut dapat diasumsikan bahwa tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada balita relatif tinggi bila pendapatan yang tinggi dapat diimbangi dengan pengetahuan keluarga yang baik pula.

jtambah kajian misalnya tingkat pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, besar keluarga, preferensi dalam keluarga/budaya partriaki),

You might also like