You are on page 1of 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A 1.

Narkoba Definisi Narkoba merupakan istilah yang berasal dari terjemahan asing seperti drugs

atau substance yang di kalangan awam dikenal dengan istilah narkoba. Narkoba merupakan singkatan dari narkotika dan obat-obatan terlarang. Ada istilah lain yaitu NAPZA yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika dan zat aditif. Berbagai istilah yang sering digunakan tidak jarang menimbulkan salah pengertian tidak saja di kalangan medis tapi juga masyarakat awam. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan istilah narkoba. Menurut The National Institute on Drug Abuse, narkoba merupakan zat kimia yang disalahgunakan dan dapat menyebabkan penurunan keadaan secara klinis dan bahkan dapat menimbulkan ketergantungan pada penggunanya (5). Narkoba sulit diartikan karena tergantung pada perspektif masing-masing individu. Kurniawan menjelaskan narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, disuntik intravena, dan lain sebagainya (9).

2.

Jenis Narkoba atau NAPZA terdiri dari 3 jenis golongan, yaitu : golongan

narkotika, golongan psikotropika, dan golongan zat adiktif lain. 5

6 a) Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, atau ketagihan yang sangat berat (10). Jenis narkotika di bagi atas 3 golongan : i. Narkotika golongan I : adalah narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif sangat tinggi menyebabkan ketergantunggan. Tidak dapat digunakan untuk kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan, contoh : ganja dan morfin. ii. Narkotika golongan II : adalah narkotika yang memilki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian, contoh : petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol. iii. Narkotika golongan III : adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi dapat bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian, contoh : codein dan turunannya (10,11). b) Psikotropika Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan prilaku, digunakan untuk mengobati gangguan jiwa.

7 Jenis psikotropika dibagi atas 4 golongan : i. Golongan I : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat untuk menyebabkan ketergantungan, belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya seperti esktasi, sabu-sabu. ii. Golongan II : adalah psikotropika dengan daya aktif yang kuat untuk menyebabkan Sindroma ketergantungan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian, contoh : amfetamin dan metamfetamin. iii. Golongan III : adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sedang berguna untuk pengobatan dan penelitian, contoh: lumubal,

flunitrazepam. iv. Golongan IV : adalah psikotropika dengan daya adiktif ringan berguna untuk pengobatan dan penelitian, contoh: nitrazepam, diazepam (10,12). c) Zat Adiktif Lainnya Zat adiktif lainnya adalah zatzat selain narkotika dan psikotropika yang dapat menimbulkan ketergantungan pada pemakainya, di antaranya adalah : i. Rokok ii. Kelompok alkohol dan minuman lain yang memabukkan dan menimbulkan ketagihan. iii. Thiner dan zat lainnya, seperti lem kayu, penghapus cair dan aseton, cat, bensin yang bila dihirup akan dapat memabukkan (10).

3.

Efek Menurut Kraman, obat-obatan yang banyak disalahgunakan adalah

golongan pain killer(opioids), depressant, dan stimulant (13).

8 Dari penggunaan jangka panjang dari obat-obatan tersebut dapat menyebabkan kerusakan yang luas di otak. Di dalam jaringan otak diperkirakan obat-obatan ini mempengaruhi mekanisme kerja dari neurotransmiter. Obatobatan ini memiliki struktur kimia yang mirip dan bahkan dapat merangsang pembentukan berlebihan dari neurotransmiter. Hal ini akan menyebabkan gangguan aktivitas dan komunikasi antar sel neuron. Neurotransmiter yang dikatakan berperan adalah dopamin dan serotonin. Daerah yang dapat mengalami kerusakan di otak antara lain: kortek frontal, amigdala, hipocampus, dan daerah lainnya. Hal ini akan menimbulkan perilaku impulsif, gangguan emosi, kognitif, motivasi, perasaan sesuai dengan letak kerusakannya (14).

4.

Respon Gangguan Penggunaan Rentang respons ganguan penggunaan narkoba ini berfluktuasi dari kondisi

yang ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh pengguna narkoba. a) Eksperimental: Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu dari remaja. Sesuai kebutuhan pada masa tumbuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba. b) Rekreasional: Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, atau acara ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama teman-temannya.

9 c) Situasional: Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai masalah, stres, dan frustasi. d) Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan. e) Ketergantungan: Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan withdrawal syndrome, suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis, untuk mencapai tujuan yang biasa diinginkannya (15).

5.

Faktor Penyebab Penyalahgunaan Terdapat 2 faktor penyebab penyalahgunaan narkoba yaitu faktor internal

dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor kepribadian, intelegensia, usia, dan dorongan yang berhubungan dengan perasaan ingin tahu. Faktor internal ini cenderung dialami oleh orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang bahaya narkoba dan cenderung memiliki perasaan ingin mencoba-coba. Dari

10 faktor eksternal peran keluarga dan lingkungan pergaulan yang mempengaruhi penyalahgunaan narkoba (15).

6.

Kriteria Diagnostik Ketergantungan Menurut kriteria International Classification of Diseases ketergantungan

narkoba didiagnosis dengan F.19 yang termasuk dalam gangguan mental dan kepribadian oleh karena penggunaan narkoba. Khan menyatakan bahwa pecandu narkoba lebih banyak pada orang yang berusia di bawah 30 tahun. Persentase terbanyak pecandu narkoba berkisar pada umur 21-30 tahun dan 50,6% dari mereka sudah menikah. Dari temuan tersebut didapatkan 100% pecandu narkoba adalah berjenis kelamin laki-laki (16,17). De Leon menyebutkan bahwa terdapat beberapa karakteristik dari pecandu narkoba, yaitu: a) Karakteristik Umum Ketergantungan narkoba menunjukkan penghargaan self-respect dan selfperception yang rendah melalui perilaku moral ataupun etis mereka dan hubungan mereka dengan keluarga. Rendahnya self-esteem terlihat dari perilaku amoral dan antisosial mereka, dan juga berhubungan dengan penggunaan obat-obatan serta ketidakmampuan mereka untuk mengembangkan gaya hidup yang produktif. Mereka memiliki kesulitan untuk menghargai atau menyukai diri mereka dikarenakan oleh pandangan mereka mengenai siapa mereka bagi orang lain dan rendahnya kontrol diri yang mereka rasakan (18,19).

11 b) Karakteristik emosional Tidak memiliki toleransi terhadap perasaan tidak nyaman. Ketergantungan narkoba memiliki ambang batas yang lebih rendah dalam memberikan toleransi dan menahan tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan perasaan tidak nyaman. Tindakan ini dapat berupa tindakan yang merugikan diri sendiri, merugikan orang lain atau tindakan yang menyimpang dari nilai-nilai sosial. Berbagai macam perasaan bersalah bagi pecandu narkoba, perasaan bersalah merupakan hal paling potensial yang dapat merusak diri mereka. Sumber utama dari perasaan bersalah dapat dikategorikan dalam empat tema, yaitu rasa bersalah terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap orang-orang terdekat, rasa bersalah terhadap lingkungan sekitar, dan rasa bersalah terhadap masyarakat (18,19). Pengaruh narkoba pada tubuh dapat menyebabkan intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda (15). Tabel 2.1 Tanda dan Gejala Intoksikasi (15). Opiat - Euforia - Mengantuk - Bicara cadel - Konstipasi - Penurunan kesadaran Ganja Euforia Mata merah Mulut kering Banyak bicara dan tertawa Nafsu makan meningkat Gangguan persepsi Sedatif-Hipnotik - Pengendalian diri berkurang - Jalan sempoyongan - Mengantuk - Memperpanjang tidur - Hilang kesadaran Alkohol - Mata merah - Bicara cadel - Jalan sempoyonga n - Perubahan persepsi - Penurunan kemampuan menilai Amfetamin - Selalu terdorong untuk bergerak - Berkeringat - Gemetar - Cemas - Depresi - Paranoid

12 Tabel 2.2 Tanda dan Gejala Putus Zat (15). Opiat - Nyeri - Mata dan hidung berair - Perasaan panas dingin - Diare - Gelisah - Tidak bisa tidur Ganja - Jarang ditemukan SedatifHipnotik - Cemas - Tangan gemetar - Perubahan persepsi - Gangguan daya ingat - Tidak bisa tidur Alkohol - Cemas - Depresi - Muka merah - Mudah marah - Tangan gemetar - Mual muntah - Tidak bisa tidur Amfetamin - Cemas - Depresi - Kelelahan - Energy berkurang - Kebutuhan tidur meningkat

7.

Penanganan Upaya membebaskan seorang pecandu narkoba tidak bisa hanya dari segi

fisik, melainkan juga dari segi psikologik, sosial, dan spiritual. Maka yang dapat dilakukan untuk penanggulangan narkoba dapat berupa tindakan preventif, kuratif atau program detoksifikasi, dan rehabilitatif (18). Detoksifikasi merupakan upaya yang dilakukan dalam program

penyembuhan untuk membebaskan pecandu dari narkoba dari segi fisik. Program detoksifikasi seyogyanya dimulai bersamaan dengan program rehabilitasi psikis. Di negara maju seperti Amerika menerapkan detoksifikasi substitusi umum. Pecandu diberikan obat yang bersifat antagonis yang mempunyai efek sama namun lebih sedikit menimbulkan efek samping. Contohnya, kodein HCl, klonidin, metadon, dan lain-lain. Dosis obat pengganti diturunkan bertahap sehingga bebas dari gejala putus zat (13,18).

13 Terapi rehabilitatif bertujuan untuk menstabilkan mental dan emosional pecandu sehingga dapat hidup dengan kemampuan penyesuaian diri yang cukup baik terhadap lingkungan sosialnya, kuat menghadapi tantangan kehidupan dan tidak tergoda mencari jalan pintas dengan menggunakan narkoba. Terapi rehabilitatif disesuaikan dengan jenis masalah yang dihadapi pecandu, dan harus dilakukan oleh seorang yang sudah terlatih, mempunyai sikap hangat, dapat berempati, dan menghargai pecandu. Pilihannya, terapi individu, terapi kelompok, terapi keluarga, dan terapi spiritual (13,18).

B. 1.

Antisosial Definisi Antisosial adalah gangguan kepribadian yang didapatkan perubahan

perilaku menyimpang secara nyata dari harapan kebudayaan masyarakat yang menjalar dan fleksibel di mana biasanya muncul saat remaja atau dewasa awal. Sikap antisosial ditandai dengan sikap tak acuh serta melanggar norma-norma sosial (20). Menurut kriteria Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder IV (DSM-IV) gangguan kepribadian antisosial, yang tidak secara khusus disebutkan adalah rendahnya perhatian atau impulsif. Munculnya impulsif pada sikap antisosial dapat menyebabkan munculnya sifat agresif dan perilaku tidak pantas lainnya yang tidak dapat diterima di publik (21).

14 2. Kriteria Diagnostik Secara prinsip, DSM-IV mendeskripsikan kriteria dari perilaku antisosial merupakan suatu sikap mengabaikan dan melanggar hak orang lain yang mulai menampakan gejala sejak usia 15 tahun dengan memiliki tiga atau lebih dari tujuh kriteria yang termasuk dalam empat ranah interpersonal (termasuk kegagalan untuk menyesuaikan diri dengan norma sosial, tidak bertanggung jawab, dan tidak memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain). Pertama di ranah kecerobohan, kedua di ranah perilaku dan kecerdasan kognitif , dan terakhir dalam domain perasaan (iritabilitas dan agresifitas) (21,22). Individu dengan gangguan kepribadian antisosial pada dasarnya adalah orang yang tidak tersosialisasi. Perilaku berulang kali mengakibatkan konflik dengan masyarakat dan tidak dapat belajar dari pengalaman. Mereka pada umunya egosentrik, tidak bertanggung-jawab, impulsif, tidak mampu mengubah diri, baik karena pengalaman maupun karena hukuman. Toleransi terhadap kekecewaannya rendah dan cenderung menyalahkan orang lain atau memberi alasan yang seakanakan masuk akal mengenai perilaku (7,21). Gangguan ini lebih banyak ditemukan pada pria, dengan angka kejadian 1% pada pria dan 0,2% pada wanita. Gejala-gejala gangguan kepribadian antisosial sudah mulai kelihatan sebelum umur usia 15 tahun. Pada wanita gejala pertama muncul saat masa pubertas, sedangkan pada pria biasanya sudah terlihat nyata dalam masa kanak-kanak. Biasanya pada masa anak sudah menunjukkan perilaku mencuri, tidak dapat dikoreksi (sangat tidak mematuhi, biasanya terhadap orang tuanya), bolos sekolah, teman-temannya terkenal tidak baik, agresi fisik, impulsif,

15 sembrono dan tidak bertanggung jawab. Gangguan ini juga dikaitkan dengan perilaku kriminal setelah dewasa (22,23).

3.

Etiologi Munculnya sikap antisosial disebabkan oleh banyak hal yang multifaktorial.

Para ahli kejiwaan membaginya secara umum yaitu karena faktor biologis dan psikologis. Dari faktor biologis gangguan kepribadian ini diakibatkan kerusakan neurobiologi di otak. Lesi pada korteks ventromedial prefrontal dan amigdala, dapat bermanifestasi sebagai disinhibisi perilaku antisosial dan menjadi perilaku agresif. Selain itu adanya disfungsi gen dan pengaruh hormonal juga berpengaruh terhadap kecenderungan antisosial. Didapatkan perubahan sistem limbik di otak oleh karena pengaruh hormon tetosteron pada pria, dimana ini dapat menjelaskan kenapa pria lebih cenderung mengalami gangguan kepribadian ini (24,25). Faktor psikologis juga berperan dalam munculnya sikap antisosial. Penelitian yang dilakukan di Amerika Utara, didapatkan sebagian besar individu dengan sikap antisosial memiliki masalah di lingkungan keluarganya seperti, perceraian orang tua. Hal ini berpengaruh pada keadaan psikologis individu cenderung mengalami sikap antisosial (22).

4.

Penanganan Prinsip-prinsip dasar dalam penanganan gangguan kepribadian sikap

antisosial dapat berupa terapi farmakologis dan psikologis. Obat-obatan yang dapat diberikan pada penderita ini diantaranya golongan antidepresan (golongan SSRIs), hipnotif-sedatif, anti-cemas, anti kejang, dan golongan stimulan sistem

16 saraf pusat. Tetapi penggunaan obat-obatan diberikan pada penderita yang mengalami gejala antisosial berat seperti munculnya perilaku impulsif dan agresif (22). Pada orang dengan sikap antisosial selain diterapi dengan obat-obatan, setidaknya ada pengobatan psikologis untuk membantu proses penyembuhan. Pengobatan psikologis dapat membantu dengan membuat perubahan proses berpikir dan sikap antisosial. Pengobatan ini dilakukan dengan pendekatanpendekatan psikologis pada pasien oleh psikiater dan orang-orang yang berpengaruh pada kehidupan pasien (20,22) Pada pasien antisosial dengan keadaan khusus seperti tidak memiliki kepercayaan yang terlalu tinggi dan berhalusinasi harus dilakukan pengobatan rawat inap. Program rawat inap harus memakan waktu lama, pengawasan ketat, dan pengaturan hirarkis dimana setiap aspek kehidupan pasien mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan penyembuhannya. Selain itu, harus selalu ada waktu untuk refleksi khususnya pada tahap awal. Pada tahap ini pasien mungkin menjadi emosional tanpa mengekspos diri sepenuhnya kepada orang lain. Rawat inap memerlukan waktu bertahun-tahun untuk benar-benar sembuh, di mana akan mengeluarkan biaya cukup mahal, tetapi cenderung memiliki hasil yang baik, terutama jika pasien menerima komunitas tindak lanjut oleh paramedis (22).

C.

Hubungan Antara Antisosial dan Narkoba Ketergantungan narkoba dapat menyebabkan perubahan otak secara

fundamental, mengganggu hirarki normal seseorang akan kebutuhan dan keinginan dan menggantikan prioritas dengan penggunaan obat. Perilaku impulsif

17 yang dihasilkan yang akan menggantikan kemampuan untuk mengendalikan impuls, meskipun konsekuensinya mirip dengan keadaan dari gangguan kepribadian lainnya terutama gangguan kepribadian antisosial (6,22). DSM-IV membedakan antara dua jenis penggunaan narkoba yaitu: penyalahgunaan obat dan ketergantungan obat. Banyak orang yang secara teratur menyalahgunakan narkoba juga didiagnosis dengan gangguan kepribadian. Data menunjukkan bahwa orang-orang didiagnosis dengan gangguan mood atau kecemasan sekitar dua kali lebih mungkin untuk menderita gangguan penggunaan narkoba dibandingkan dengan responden pada umumnya. Hal yang sama berlaku untuk mereka yang didiagnosis dengan gangguan kepribadian antisosial (6,21). Menurut Blair, munculnya gangguan kepribadian antisosial disebabkan karena daerah kortek ventromedial prefrontal dan amigdala mengalami kerusakan sel neuronnya sehingga mengalami gangguan fungsi neurobiologis. Kerusakan ini akibat paparan kronis narkoba yang menyebabkan perubahan struktural abnormal dari sel neuron. Selain itu, penyebab gangguan ini adalah karena aktivitas dopaminergik dan seretoninergik yang berlebihan. Hal ini bisa muncul karena ketergantungan narkoba yang kronis. Penyalahgunaan obat-obatan seperti amfetamin, kokain, dan marijuana merangsang pelepasan dopamin secara berlebihan yang secara tidak langsung dapat juga merangsang pelepasan serotonin (14,26,27).

You might also like