You are on page 1of 31

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Gangguan hipertensi yang menjadi penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk salah satu diantara tiga trias mematikan, bersama dengan perdarahan dan infeksi yang banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas ibu karena kehamilan. Berdasarkan The National Center for Health Statistics pada tahun 2001, hipertensi dalam kehamilan dijumpai pada 150.000 wanita, atau 3,7% kehamilan. Penelitian oleh Berg (2003) melaporkan bahwa hamper 16 % dari 3.210 kehamilan berakhir dengan kematian maternal di Amerika Serikat dari tahun 1991 hingga 1997 disebabkan komplikasi yang berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan. (1) Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah hal yang sering ditemukan selama kehamilan. Sekitar 10% perempuan pernah mengalami peningkatan tekanan darah pada satu waktu sebelum persalinan. Kelainan tekanan darah tinggi dalam kehamilan terdiri dari beberapa spektrum, salah satunya adalah preeklampsia. (2) Penelitian di Indonesia menyatakan bahwa eklampsia, disamping perdarahan dan infeksi, masih merupakan sebab kematian ibu, dan merupakan sebab kematian perinatal yang tinggi. Trias klasik preeklamsia antara lain hipertensi, proteinuria dan edema. Seringkali pasien tidak merasakan perubahan yang terjadi, bahkan pasien dengan preeklamsia ringan dapat mendadak mengalami eklampsia. Oleh karena itu, diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan dari eklampsia beserta penanganannya perlu untuk diketahui oleh tenaga kesehatan yang berhubungan dengan ibu hamil termasuk dokter umum agar terjadi penurunan angka kematian ibu dan anak. (3) 1.2 Tujuan Pada laporan kasus kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai preeklamsia berat terkait alur penegakkan diagnosis dan penatalaksanaannya.

BAB II LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Kamis, 20 Januari 2012 pukul 14.00 WITA di ruang Nifas Mawar RSUD AW. Sjahranie Samarinda. 2.1 Anamnesis a) Identitas Pasien Nama Usia Agama Pendidikan Pekerjaan Suku Alamat b) Identitas Suami Nama Usia Agama Pendidikan Pekerjaan Suku Alamat c) Keluhan Utama Perut kencang-kencang d) Riwayat Penyakit Sekarang Pasien merupakan rujukan dari bidan dengan tekanan darah tinggi. Pasien mengeluhkan perut kencang-kencang sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan keluar lendir darah dari jalan lahir sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit namun tidak ada keluar air-air. Pasien juga : Tn. Y : 27 tahun : Islam : SMK : Swasta : Kutai : Jalan P.Antasari : Ny. LH : 28 tahun : Islam : SMK : IRT : Kutai : Jalan P.Antasari

Masuk Rumah Sakit : Hari Selasa, 17 Januari 2012 pukul 20.30 WITA

mengeluhkan bengkak pada kedua tungkainya sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengeluh pandangan kabur dan terasa mual. Pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri kepala, nyeri ulu hati,dan muntah. e) Riwayat Penyakit dahulu Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi sebelumnya. Pemeriksaan kehamilan terakhir saat kehamilan 8 bulan dan tidak pernah mengalami tekanan darah tinggi. Pasien juga tidak pernah menderita diabetes mellitus sebelumnya. f) Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada riwayat penyakit tekanan darah tinggi dalam keluarga Tidak ada riwayat diabetes melitus dalam keluarga

g) Riwayat Haid 1. Menarche sejak usia 14 tahun 2. Siklus menstruasi 30 hari, lama menstruasi 7 hari/bulan, dengan 2 kali ganti pembalut per hari. 3. HPHT : 05-04-2011 4. TP : 12-01-2012 h) Riwayat Perkawinan Perkawinan yang pertama, usia saat menikah 24 tahun, dan lama menikah 4 tahun. i) Riwayat Obstetrik 1. Hamil ini j)Ante Natal Care Pasien memeriksakan kehamilannya sebanyak 3 kali di bidan, yaitu pada saat memeriksakan haid yang terlambat, usia kehamilan 5 bulan, dan terakhir pada usia kehamilan 8 bulan. k) Kontrasepsi Tidak pernah menggunakan KB

2.2 Pemeriksaan Fisik a) Berat badan b) Tinggi badan c) Keadaan umum d) Kesadaran e) Tanda vital Tekanan darah : 160/110 mmHg Frekuensi nadi : 86 x/menit Frekuensi nafas : 20 x/menit, regular Suhu f) Status Generalis Kepala/leher Mata Thorax : Jantung Paru Abdomen Ekstremitas : S1 S2 tunggal regular, mumur (-), gallop (-) : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-) : cembung, striae gravidarum (+) : Atas Bawah varises (-/-) g) Status Obstetrik Inspeksi Palpasi : Membesar dengan arah memanjang, striae gravidarum (+) : Tinggi fundus uteri 35 cm TBJ : 3.126 3.426 gram Leopold I Leopold II Leopold III Leopold IV HIS Auskultasi : DJJ Vaginal Toucher : teraba bokong : teraba punggung kanan : teraba kepala : sudah masuk pintu atas panggul (PAP) : 2x/10/ 20-25 detik : 134 x/menit : vulva vagina normal, portio tebal lunak, pembukaan 3 cm, ketuban (+), kepala Hodge I, bloodslym (+) : akral hangat, edema (-/-) : akral hangat, pitting edema (+/+), : normosefali : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) : 36,8 oC (per axiller) : 70 kg : 160 cm : baik : Compos Mentis (E4V5M6)

Telinga/hidung/tenggorokan : tidak ditemukan kelainan

2.3 Diagnosis GIP0A0 gravid 39-40 minggu + tunggal hidup + presentasi kepala + inpartu kala I fase laten + Preeklamsia berat 2.4 Pemeriksaan Laboratorium Tanggal Darah lengkap Hb Hct Leukosit Trombosit Kimia darah GDS BT CT SGOT SGPT Urin Lengkap Berat Jenis Hb/darah Warna Kejernihan pH Sel epitel Leukosit Eritrosit Bakteri Protein 17-01-2012 19-01-2012

11,9 35,4 % 13.100 279.000 103 3 9

9,9 30,5 14.900 302.000 134 31 25

1,030 + Agak merah Keruh 5,0 +3 02 Penuh +3

2.5. Laporan Operasi Tanggal operasi Waktu operasi Macam pembedahan Diagnosis pre-operasi : 19 Januari 2012 : 01.20 01.55 WITA : operasi besar, emergency : G1P0A0 gravid 39-40 minggu + Tunggal hidup + Letak kepala + Preeklampsia Berat + Kala II lama. Diagnosis post-operasi : P1A0 + Preeklamsia Berat Macam operasi Laporan operasi Terapi post operasi : Sectio Cesarea Transperitoneal Profunda (SCTP) : SCTP dilahirkan bayi laki-laki dengan Apgar Score 8/10. : Injeksi Cefotaxime 1 gr/8 jam/iv Antrain 1 ampul/8 jam/iv Ulsikur 1 ampul/8 jam/iv Profenid supp II /rectal Infus RL:D5 = 1:1 28 tpm Keterangan Bayi : By.Ny.LH TTL Jenis Kelamin BB/PB Nilai Apgar Anus/Cacat Plasenta Ketuban : 19-01-2012 (01.35 WITA) : Laki-laki : 3.650 gram / 51 cm : 8/10 :+/: lahir manual : mekonium

2.6 Observasi Ruang VK Tanggal 17 Januari 2012 Menerima pasien baru dari IGD, melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Diagnosis: G1P0A0 gravid 39-40 minggu, tunggal hidup, presentasi kepala, inpartu kala I fase laten + Preeklamsia berat TD: 160/110 mmHg, Nadi 94 kali/menit, RR 20 kali/menit, 20.30 Suhu 36,8oC DJJ: 134 kali/menit, His: 2x/10/20-25 DJJ: 135 kali/menit, His: 2x/10/20-25 Lapor konsulen,advis: Terapi PEB sesuai protap 22.30 Injeksi cefotaxime 3x1 gr Nifedipin 5 mg (s.l), jika 2 jam masih tinggi s.l. 5 mg, maintenance 2x10 mg Cytotec tab Injeksi epidosin 1 ampul/6 jam VT: pembukaan 4 cm, portio lunak, ketuban (+) 23.30 DJJ: 140 kali/menit, His: 3x/10/40-45 Memasukkan gastrul tab dan inj.cefotaxime 1 gram Injeksi epidosin 1 ampul I.M 23.45 00.30 02.30 05.30 DJJ : 144 x/menit HIS: 3x/10/40-45 TD: 170/110 Memberi nifedipin 5 mg/s.l. TD: 140/100 mmHg, Nadi 86 kali/menit, RR 20 kali/menit, Suhu 36,8oC Ganti cairan D5% TD: 170/110 mmHg, Nadi 90 kali/menit, RR 18 kali/menit, Suhu 36,8oC. VT: portio tebal lunak, pembukaan 4 cm, ketuban (+), kepala H.I, bloodslym (+) 7

20.30

06.30

Lapor konsulen,advis: 07.00 07.10 07.30 10.30 Epidosin lanjut 1 kali lagi Jam 12 lapor Injeksi epidosin 1 ampul i.m. TD: 150/110 mmHg, N: 80 x/menit, RR: 20x/menit, T:36,8 DJJ: 142 x/menit, HIS: 2x/10/35-40 VT: portio tipis lunak, pembukaan 6 cm, ketuban (+), kepala di H.I VT: portio lunak, pembukaan 7 cm, kepala di H.I DJJ: 136 x/menit 12.00 Laporan konsulen: Aff DC Bila HIS tidak adekuat oxytocin 5 iu mulai 12 tpm Jam 17.30 lapor. TD: 160/90 mmHg, Nadi 88 kali/menit, RR 20 kali/menit, Suhu 14.55 36,8oC DJJ: 146 x/menit HIS: 3x/10/40-45 TD: 160/100 mmHg, Nadi 88 kali/menit, RR 20 kali/menit, 15.05 Suhu 36,8oC DJJ: 142x/menit HIS: 3x/10/40-45 VT: pembukaan 7 cm, portio tipis lunak, ketuban (+), kepala 15.10 H.I Menjelaskan dan keluarga setuju unuk induksi Injeksi cefotaxime 1 gr iv 12 tpm oxy drip 16 tpm DJJ: 151 x/I HIS 3x/10/35-40 TD: 160/110 20 tpm DJJ : 150 x/I HIS 3x/10/35-40 24 tpm DJJ : 145 x/I HIS 3x/10/40-45 28 tpm DJJ : 150 x/I HIS 3x/10/45-50 32 tpm DJJ : 142 x/I HIS 3x/10/45-50 Lapor konsulen: observasi kemajuan persalinan, evaluasi jam 22.00 lapor ulang 18.30 TD: 160/100, N:100x/i DJJ: 134x/I HIS: 4x10/45-50 8 HIS: 2x/10/35-40

15.30 16.00 16.30 17.00 17.30 18.00

19.15 20.15 20.45 21.00 22.00

DJJ : 146 x/I HIS:4x/10/45-50 TD: 160/100 DJJ : 142x/I HIS:5x/10/45-50 VT: lengkap, ketuban (+), kepala di H.II Amniotomiketuban hijau DJJ: 142x/I HIS: 4x/10/40-45 DJJ: 136x/menit HIS:4x/10/40-45 VT: lengkap ketuban (-), kepala di H.II Lapor konsulen: partus pervaginam DJJ irregular 162-168x/menit Lapor konsulen: observasi kemajuan sampai 2 jam Jika tidak partus siapkan SC DJJ: 160x/menit TD: 160/110 mmHg, lapor OK-IGD, lapor Sp.An DJJ: 160 x/I TD: 160/110 mmHg Pasien diantar ke OK-IGD Pasien kembali dari OK-IGD

23.00 23.30 00.30 01.00

02.30

TD: 120/80 mmHg N: 90x/i RR: 22 x/I T: 36,8 UT: 250 cc/3 jam

10

Observasi di ruang post operasi (19/01/2012) Jam 02.30 02.45 03.00 03.15 03.45 04.15 05.15 TD (mmHg) 130/80 130/80 120/80 120/70 120/80 120/70 120/80 N (x/menit) 90x/i 88 88 90 86 84 86 RR 22x/I 20 22 22 20 22 22 T (C) 36,8 36,8 36,6 36,7 36,5 36,5 36,5

11

06.15

120/70

86

22

36,5

Observasi di ruang Nifas 19/01/2012 S: ASI (-), Flatus (+), BAK (+), BAB (-), pusing(-), sakit kepala (-) O: CM, TD: 130/90 mmHg N: 80 x/i, UT: 250 cc/3 jam A: P1A0 post SC hari O (indikasi: PEB & kala II lama) P: RL drip MgSO4 15 cc sampai 01.00 malam Bila TD<130/80 stop MgSO4 Cefotaxime 3x1 gr/iv Remopain 3x1 ampul/iv Pronalges supp 3x2 supp Ranitidine 2x1 ampul/iv Observasi TD/4 jam Intake oral bertahap 20/01/2012 S: ASI (+), BAK (+), BAB (+), Pusing (-), Penglihatan kabur (-) O: CM, TD: 120/80 mmHg, N: 80 x/i A: P1A0 post SC hari I (indikasi: PEB & kala II lama) P: MgSO4 stop Cefotaxime 3x1 gr /iv Mefinal 3x500 mg Biosanbe 1x1 tab Observasi TD, bila >150/100 beri Nifedipin 3x10 mg

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Definisi Preeklamsia Preeklamsia dan eklampsia merupakan penyakit yang digolongkan sebagai penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan, merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan

12

darah dan proteinuria (0,3 gr dalam 24 jam), edema serta efek pada system organ lainnya. (3) Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terjadi pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat pula muncul pada saat ante, intra atau post partum. Dari gejala klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan dan berat. (5) 3.2. Epidemiologi Preeklampsia Angka kematian maternal di Indonesia adalah 0,45%. Salah satu penyebab kematian tersebut adalah preeklampsia eklampsia, yang bersama infeksi dan perdarahan, diperkirakan mencakup 75-80% dari keseluruhan kematian maternal. Survey pada dua rumah sakit pendidikan di Makassar, insiden preeklampsia eklampsia berkisar 10-13% dari keseluruhan ibu hamil dengan rincian insiden preeklampsia berat sebesar 2,61%, eklampsia 0,84%, dan angka kematian akibat keduanya adalah 22,2%. (4) 3.3. Faktor Resiko Preeklampsia(5) a. Primigravida. Pada primigravida pembentukan antibodi penghambat karena pertama kali terpapar villi chorealis (blocking antibodies) belum sempurna. b. c. tahun). d. e. f. Riwayat preeklampsia/eklampsia. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil. Obesitas. Peningkatan indeks massa tubuh sebelum kehamilan dan saat ANC. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar. Umur yang ekstrim. Terlalu muda atau terlalu tua ( 15 atau 35

3.4. Etiologi Preeklampsia

13

Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain. 1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta Pada kehamilan normal, rahim mendapat aliran darah dari cabangcabang arteri uterina dan ovarika yang nantinya akan menjadi arteri spiralis, dengan sebab yang belum jelas terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Vasodilatasi dan distensi lumen arteri spiralis memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan peningkatan aliran darah uteroplasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Poses ini dinamakan remodeling arteri spiralis. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi proses remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadi hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta yang selanjutnya menimbulkan perubahan-perubahan yang menjelaskan patogenesis hipertensi dalam kehamilan. 2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel Pada plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas), salah satu oksidan yang dihasilkan plasenta yaitu radikal hidroksil yang sangat toksis khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak akan merusak membran sel, juga merusak nukleus dan protein sel endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi endotel, maka akan terjadi : Ganguan metabolisme prostaglandin. Kerusakan pada vaskuler endotel, terjadi penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian 14

akan diganti trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III, sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliasis) Peningkatan permiabilitas kapiler Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor Peningkatan faktor koagulasi Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen placenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya. Fierlie FM (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya sistem imun pada penderita PE-E. 1. Beberapa wanita dengan PE-E mempunyai komplek imun dalam serum. 2. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen pada PE-E diikuti dengan proteinuri. Stirat (1986) menyimpulkan meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humoral dan aktivasi komplemen terjadi pada PE-E, tetapi tidak ada bukti bahwa sistem imunologi bisa menyebabkan PE-E. 4. Teori adaptasi kardiovaskularisasi genetik Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokontriksi. Terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

15

prostaglandin. Pada hipertensi kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokontriktor, dan terjadi kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor 5. Teori genetik Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotip janin. 6. Teori defisiensi gizi Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Beberapa penelitian juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan resiko terjadinya preeklamsia/eklamsia. 7. Teori Inflamasi Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Respon inflamasi ini akan mengaktifkan sel endotel, sel-sel makrofag/granulosit sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklamsia pada ibu.(5) 3.5. Patofisiologi Preeklampsia (6) Pada saat ini ada 4 hipotesa yang mendasari patogenesa dari preeklampsia sebagai berikut: 1. Iskemia Plasenta Peningkatan deportasi sel tropoblast yang akan menyebabkan kegagalan invasi ke arteri sperialis dan akan menyebabkan iskemia pada plasenta. 2. Mal Adaptasi Imun Terjadinya mal adaptasi imun dapat menyebabkan dangkalnya invasi sel tropoblast pada arteri spiralis. Dan terjadinya disfungsi endothel dipicu oleh pembentukan sitokin, enzim proteolitik, dan radikal bebas. 3. Genetic Inprenting

16

Terjadinya preeklampsia dan eklampsia mungkin didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan dengan penetrasi yang tidak sempurna. Penetrasi mungkin tergantung pada genotip janin. 4. Perbandingan Very Low Density Lipoprotein (VLDL) dan Toxicity Preventing Activity (TxPA) Sebagai kompensasi untuk peningkatan energi selama kehamilan, asam lemak non-esterifikasi akan dimobilisasi. Pada wanita hamil dengan kadar albumin yang rendah, pengangkatan kelebihan asam lemak non-esterifikasi dari jaringan lemak ke dalam hepar akan menurunkan aktivitas antitoksik albumin sampai pada titik di mana VLDL terekspresikan. Jika kadar VLDL melebihi TxPA maka efek toksik dari VLDL akan muncul. Dalam perjalanannya keempat faktor di atas tidak berdiri sendiri, tetapi kadang saling berkaitan dengan titik temunya pada invasi tropoblast dan terjadinya iskemia plasenta.

17

Gambar 1. Patogenesis Preeklampsia Pada preeklampsia ada dua tahap perubahan yang mendasari

patogenesanya. Tahap pertama adalah: hipoksia plasenta yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dalam arteri spiralis. Hal ini terjadi karena kegagalan invasi sel tropoblast pada dinding arteri spiralis pada awal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan sehingga arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna dengan akibat penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta sehingga terjadilah hipoksia plasenta. Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan menyebabkan terjadinya oxidatif stress yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan. Oxidatif stress pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya kerusakan pada sel endothel pembuluh darah yang disebut disfungsi endothel yang dapat terjadi pada seluruh permukaan endothel pembuluh darah pada organ-organ penderita preeklampsia. Pada disfungsi endothel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan vasokonstriktor seperti endothelium I, tromboxan, dan angiotensin II sehingga akan terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi. Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan thrombus. Secara keseluruhan setelah terjadi disfungsi endothel di dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ seperti: - Pada ginjal: hiperuricemia, proteinuria, dan gagal ginjal. - Penyempitan pembuluh darah sistemik ditandai dengan hipertensi. - Perubahan permeabilitas pembuluh darah ditandai dengan oedema paru dan oedema menyeluruh. - Pada darah dapat terjadi trombositopenia dan coagulopathi.

18

- Pada hepar dapat terjadi pendarahan dan gangguan fungsi hati. - Pada susunan syaraf pusat dan mata dapat menyebabkan kejang, kebutaan, pelepasan retina, dan pendarahan. - Pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin, dan solusio plasenta. 1.5 Gejala Klinis Gejala dan tanda preeklampsia berat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Tekanan darah sistolik 160 mmHg Tekanan darah diastolik 110 mmHg Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus Trombosit <100.000/mm3 Oliguria <400 ml/24 jam Proteinuria >3 gram/liter Nyeri epigastrium Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat Perdarahan retina Edema pulmonum/ edeme eksrimitas Koma

3.6. Diagnosis Preeklampsia Diagnosis PEB ditegakkan jika ditemukan satu atau lebih gejala: Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria > 5 gr/24 jam atau dengan pemeriksaan kualitatif didapatkan +3 atau +4. Oliguria, produksi urin < 500 cc/24 jam. Kenaikan kadar kreatinin plasma. Gangguan visus dan serebral berupa penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur.

19

Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen akibat teregangnya kapsula Glisson. Edema paru/ ekstrimitas dan sianosis. Hemolisis mikroangiopatik. Trombositopenia berat < 100.000 sel/mm3 atau penurunan cepat trombosit. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler) ditandai dengan peningkatan SGOT dan SGPT. Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat. Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelets Count). (2)

3.7. Penatalaksanaan Preeklampsia Perawatan Konservatif (9) 1. Indikasi Pada umur kehamilan < 37 minggu tanpa adanya tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik. a. Pengobatan dilakukan kamar bersalin (selama 24 jam) b. Tirah baring c. Infus dextrose 5% RL d. Pemberian anti kejang : Drip MgSO4 40% 10 gram (25 cc)/ 500cc D5% 28 tetes permenit, sampai dengan 24 jam. Syarat pemberian dosis ulangan : - Refleks patella (+) - Respirasi > 16x/ menit - Produksi urin sekurang-kurangnya 150 cc/ 6jam

20

- Harus selalu tersedia kalsium glukonas 10% (1 gram i.v diberikan pelanpelan bila terjadi intoksikasi). e. Diberikan anti hipertensi - Bila sistole 180 mmHg atau diastole 110 mmHg digunakan drip Klonidin (Catapres) 1 ampul/ 500cc cairan, 14 tetes/ menit. - Bila sistole < 180 mmHg dan diastole < 110 mmHg anti hipertensi yang diberikan adalah Nifedipin 3 x 10 mg atau Metildopa 3 x 250 mg. f. Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan ginjal) dan jumlah produksi urin 24 jam. g. Konsultasi dengan bagian penyakit dalam, bagian mata, bagian jantung dan bagian lain sesuai dengan indikasi. 2. Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di ruang bersalin (selama 24 jam di ruang bersalin) a. Tirah baring b. Medikamentosa - Roboransia - Antihipertensi : Nifedipin 3 x 10 mg atau Metildopa 3 x 250 mg c. Pemeriksaan laboratorium - Hb, PCV, leukosit, trombosit - Asam urat darah - Fungsi ginjal dan darah - Urine lengkap - Produksi urine 24 jam, penimbangan BB setiap hari d. Diet tinggi protein e. Dilakukan penilaian kesejahteraan janin (USG/NST/ doppler) 3. Perawatan konservatif dianggap gagal bila: a. Adanya tanda-tanda impending eklampsia b. Kenaikan progresif tekanan darah c. Ada sindrom HELLP 21

d. Ada kelainan fungsi ginjal e. Penilaian kesejahteraan janin jelek 4. Penderita boleh pulang bila: Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda pre-eklampsia ringan. Perawatan dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 3 hari lagi. Catatan : Bila keadaan penderita tetap dilakukan pematangan paru dengan dexamethasone 2x16 mg selang 24 jam, dilanjutkan dengan terminasi. Perawatan Aktif 1. Indikasi a. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek b. Adanya keluhan subyektif c. Adanya sindrom HELLP d. Kehamilan aterm ( 37mg) e. Perawatan konservatif gagal 2. Pengobatan medisinal a. Segera rawat inap b. Tirah baring miring ke satu sisi c. Infus dekstrose 5% Dosis awal: drip MgSO4 40 % gram (10cc) diencerkan menjadi 20cc i.v selama 5 menit. Selanjutnya (25 cc) /500 cc D5% 28 tetes permenit. Dosis Pemeliharaan: Drip MgSO4 40 % 6 gr (15cc)/500 cairan 28 tetes permenit s/d 24 jam post partum. Syarat pemberian dosis ulangan: Refleks patella Respirasi > 16x/menit Produksi urin sekurang-kurangnya 150cc/6 jam d. Pemberian anti kejang:

22

Harus selalu tersedia kalsium glukonas 10 % (1 gram i.v diberikan pelan-pelan bila terjadi intosikasi) e. Pemberian Antihipertensi Bila sistol 180 mmHg atau diastole 110 mmHg digunakan drip Klonidin (Catapres) 1 ampul/500cc cairan, 14 tetes/permenit, dilanjutkan nifedipine 3x 10 mg atau Metildopa 3x250 mg. 3. Pengobatan Obstetrik a. Sebelum perawatan aktif, sedapat mungkin pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin. b. Tindakan seksio sesarea dikerjakan bila: Hasil kesejahteraan janin jelek Penderita belum inpartu dengan skor pelvic jelek (PS<5) Kegagalan drip oksitosin

3.8. Komplikasi Preeklampsia Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia. 1. Solusio Plasenta Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada preeklampsia. Di rumah sait Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai preeklampsia. 2. Hipofibrinogenemia Pada preeklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23 % hipofibrinogenemia. 3. Hemolisis Penderita dengan preeklampsia berat kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. 23

4. Perdarahan Otak komplikasi ini merupakann penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia. 5. Kelainan Mata kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri. 6. Edema Paru-paru Zuspan(1978) menemukan hanya satu penderitadari 69 kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena payah jantung. 7. Nekrosis Hati 8. Kelainan ginjal (anuria sampai gagal ginjal) 9. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin 10. Komplikasi lain (lidah tergigit dan trauma akibat kejang, DIC (disseminated intravascular coagulation). (7) Preeklampsia dan komplikasinya biasanya akan menghilang setelah melahirkan dengan pengecualian komplikasi serebrovaskuler. Diuresis (>4L/hari) adalah indikator klinis paling akurat dari perbaikan. (2)

24

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Anamnesis Teori Definisi Preeklampsia Sindroma akibat vasospasme dan aktivasi endotel,ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria, edema, efek pada sistem organ lainnya. Terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu,dapat pula muncul pada ante, intra atau post partum. Keluhan Subjektif: Pusing/nyeri kepala Keluhan Pasien: Mual Kasus Peningkatan tekanan darah (+) Proteinuria (+) Edema ektremitas (+) Efek organ lain (-) Gejala (+) pada saat antepartum pada usia kehamilan > 20 minggu.

25

Nyeri epigastrium Mual muntah Pandangan kabur Faktor resiko Primigravida Hiplasentosis Umur ekstrim Riwayat PE Penyakit ginjal atau HT Obesitas

Pandangan kabur

G1PoAo (primi (+)) Tidak ada mola, hamil kembar, DM dll. Umur ibu 28 tahun. Tidak ada riwayat PE. Tidak pernah menderita HT atau sakit ginjal. Peningkatan BB ibu yang signifikan (sebelum hamil 48 kg menjadi 70 kg 22 kg)

Berdasarkan definisi, pasien tersebut memenuhi batasan atau definisi sebagai pasien preeklampsia. Faktor resiko yang terdapat pada pasien ini adalah primigravida dan obesitas. 4.2 Pemeriksaan Fisik Teori Tekanan darah sistolik 160 mmHg TD diastolik 110 mmHg Nyeri epigastrium Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat Perdarahan retina Edema ekstrimitas Koma Pada pasien ini gejala klinis yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik yang dilakukan dan sesuai dengan diagnosis terjadinya preeklampsia yaitu 26 Kasus - Tekanan darah sistolik 160 mmHg - Tekanan darah diastolik 110 mmHg - Nyeri ulu hati (-) - Pemeriksaan visus dan pemeriksaan funduskopi untuk melihat retina tidak dilakukan. - Edema kedua tungkai (+) - Pasien Compos Mentis

tekanan darah baik sistole maupun diastole yang mencapai nilai preeklampsia berat, oedem pada kedua tungkai. Pemeriksaan visus dan funduskopi pada pasien tidak dilakukan sehingga belum diketahui apakah kondisi preeklampsia mempengaruhi sistem organ lain seperti mata. Namun diperoleh data dari anamnesis yang menyebutkan ibu mengeluh pandangan kabur.

4.3 Pemeriksaan Penunjang Teori Kasus 1. Peningkatan kadar enzim hati dan 1. SGOT : 31, SGPT : 25 (dalam batas atau ikterus 2. Trombosit <100.000/mm3 3. Oliguria <500 ml/24 jam 4. Proteinuria kualitatif + 3 5. Kenaikan kadar creatinin plasma Hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis preeklampsia berat pada pasien ini adalah protein urin kualitatif +3. Sedangkan hasil penunjang lainnya masih dalam batas nilai normal. Pasien ini didiagnosis dengan preeklampsia berat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang memenuhi kriteria PEB sesuai dengan teori yang ada. 4.4 Penatalaksanaan >3 gram/liter normal) ikterik (-) 2. Trombosit : 279.000 (dbn) 3. 250 cc/3 jam (dbn) atau 4. Protein urin +3 5. creatinin : 0,5 (dbn)

27

Teori Indikasi terapi konservatif atau aktif Konservatif a. b. c. Aktif a. Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek b. Adanya keluhan subyektif c. Adanya sindrom HELLP d. Kehamilan aterm ( 37mg) e. Perawatan konservatif gagal Umur kehamilan < 37 minggu Tanpa tanda-tanda impending eklampsia Keadaan janin baik.

Fakta

a.Usia kehamilan 39-40 minggu b.Terdapat gejala impending eklampsia (mual, pandangan kabur) c.Kondisi janin terancam DJJ irregular dan > 160 x/menit Gagal konservatif progresif, bila TD

meningkat

kelainan

fungsi ginjal (proteinuri).

Pada pasien ini cenderung sesuai Terapi aktif: 1. Terapi medisinal MRS Tirah baring miring Infus dextrose Antikejang Antihipertensi 2. Terapi obstetrik Pemeriksaan kesejahteraan janin Pemeriksaan DJJ hasil tidak baik / irreguler (DJJ sampai 162-168 x/menit) Sectio sesarea, bila: Kesejahteraan janin jelek Belum inpartu Gagal induksi oksitosin 28 Pasien ini memenuhi syarat dilakukan SC pada terapi aktif tatalaksana PEB. dengan terapi aktif PEB. MRS (+) Tirah baring Infus ganti dextrose MgSO4 dosis pemeliharaan (15 cc dalam 500 cc cairan 28 tpm) Nifedipine 3x10 mg

Berdasarkan indikasi yang diperoleh pada pasien, ditentukan terapi PEB yang sesuai pada pasien ini adalah terapi aktif dengan terapi medisinal (nifedipin dan MgSO4) dan terapi obstetrik (NST dan SC).

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Pasien Ny.L, 28 tahun, datang dengan keluhan perut kencang-kencang. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang ditegakkan diagnosis pasien ini yaitu G1 P0 A0 gravid 39-40 minggu, tunggal hidup, presentasi kepala, inpartu kala I fase laten + PEB. Dilakukan induksi persalinan dan pemberian nifedipin 3x10 mg untuk penanganan hipertensinya, MgSO4 sebagai terapi medisinal. Penilaian kesejahteraan janin dan SC sebagai terapi obstetrik sesuai dengan teori penatalaksanaan aktif pada PEB. 5.2 Saran Dengan pemeriksaan antenatal care yang baik, mayoritas kasus dapat dideteksi secara dini sehingga komplikasi yang mungkin terjadi dapat dicegah sedini mungkin. Pasien perlu dirawat inap di RS, karena di rumah sakit pasien diharapkan mendapat terapi penanganan hipertensi yang optimal.

29

DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham, FG., Gant, NF., Leveno, KJ. Pregnancy Hypertension . [book auth.] Williams. Williams Obstetric. United Stated of America : McGraw-Hill Companies, 2010. 2. Meher, S and Duley, L. Rest during pregnancy for preventing pre-eclampsia and its complications in women with normal blood pressure (Review). The Cochrane Database of Systematic Reviews. 2006. 3. Wibowo, B and Rachimhadhi, T. Pre-eklampsia dan Eklampsia. [book auth.] H Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2005. 4. Rambulangi, J. Penanganan Pendahuluan Prarujukan Penderita Preeklampsia Berat dan Eklampsia. Cermin Dunia Kedokteran. 139, 2003. 5. Angsar, D. Hipertensi dalam Kehamilan. [book auth.] H Wiknjosastro. Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008. 6. Angsar D.M. Hipertensi Dalam Kehamilan. Ilmu Kebidanan Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2008. 7. Sudhaberata, K. 2009. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. (online) . (http://Artikel Kedokteran Online.mht,). 8. Katzung, BG. Basic and Clinical Pharmacology 9th Edition. New York : Lippincott William & Wilkins, 2005.

30

31

You might also like