You are on page 1of 58

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1.

Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif analitik dengan rancangan

penelitian cross sectional yang mengkaji pengaruh variabel independen (sanitasi lingkungan rumah, penghasilan keluarga, tingkat pendidikan dan upaya pengendalian penyakit) terhadap variabel dependen (kejadian penyakit TB paru) dengan melakukan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan dan tidak diikuti dalam suatu kurun waktu tertentu.

3.2.

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini di lakukan di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten

Deli Serdang dengan pertimbangan bahwa wilayah ini merupakan daerah endemis TB paru di bandingkan dengan wilayah lain. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari Juli 2012.

3.3.

Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu rumah tangga yang berumur 15-50 tahun yang datang berobat ke Puskesmas Mulyorejo dengan gejala TB paru dan melakukan pemeriksaan dahak secara laboratoris ke Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang.

Universitas Sumatera Utara

3.3.2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang berumur 15-50 tahun yang datang berobat ke Puskesmas Mulyorejo dengan gejala TB paru dan melakukan pemeriksaan dahak secara laboratoris yang dilakukan oleh tenaga analis yang telah dilatih khusus dalam pemeriksaan BTA yang diambil dengan menggunakan metode consecutive sampling yaitu semua ibu rumah tangga yang datang dan memenuhi kriteria dijadikan sebagai sampel. Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus besar sampel minimal (Dahlan, 2010) yaitu sebagai berikut:

(Z
n=

2 PQ + Z P1Q1 + P2Q2 (P1 P2)2

)2

Keterangan : Z : Tingkat kepercayaan 95% = 1,96 Z : Power of test 80% = 0,842 P2 : Proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya pada penelitian Terdahulu = 0,44 Q2 : 1- P2, Q2 = 1 - 0,44 = 0,56 P1 : Proporsi pada kelompok yang merupakan judgment peneliti P1 : P2 + 0,3 = 0,44 + 0,3 = 0,74 Q1 : 1 P1 = 1 0,74 = 0,26 P1 - P2 : Selisih proporsi yang dianggap bermakna = 0,3 P : Proporsi total = (P1 + P2)/2 = (0,74 + 0,44)/2 = 0,59 Q : 1 P = 1 0,59 = 0,41

(1,96
n= n = 39,69

2(0,59) (0,41) + 0,84 (0,74)(0,26) + (0,44)(0,56) (0,3)2

Universitas Sumatera Utara

Jadi jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 39,69 (dibulatkan menjadi 40 orang). Kriteria inklusi responden: 1. Semua ibu rumah tangga yang berumur 15-50 tahun yang datang berobat ke Puskesmas dengan gejala TB paru (batuk lebih dari 3 minggu, nafsu makan menurun, mudah lelah dan lain-lain serta melakukan pemeriksaan dahak secara laboratoris yang dilakukan oleh tenaga analis yang telah dilatih khusus dalam pemeriksaan BTA di Puskesmas 2. Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo. 3. Bersedia menjadi objek penelitian. Kriteria eksklusi responden: 1. Semua pengunjung Puskesmas wanita dan bukan ibu rumah tangga yang berobat. 2. Tidak bersedia menjadi objek penelitian.

3.4.

Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh dari responden (sampel) langsung melalui: 1. Kuesioner yang dilakukan dengan wawancara langsung kepada responden 2. Pemeriksaan BTA yang dilakukan oleh tenaga analis yang telah dilatih yang ada di Puskesmas Mulyorejo.

Universitas Sumatera Utara

3.4.2. Uji Validiatas dan Reliabilitas Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan kuesioner yang sudah baku atau yang telah banyak digunakan dalam penelitian sebelumnya, namun dalam hal ini peneliti tetap menguji kuesioner dengan uji validitas dan reliabilitas. Kuesioner penelitian agar dapat menjadi instrumen penelitian yang valid dan reliable sebagai alat pengumpul data maka dilakukan uji coba dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Suatu instrumen dianggap valid jika instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang hendak diukur (Gay, 1983 dalam Sukardi, 2007). Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau skor yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel yang ditunjukkan dengan skor item correct correlation pada analisis reliability statistics. Jika skor r hitung r tabel, maka dinyatakan valid dan jika skor r hitung r tabel, maka dinyatakan tidak valid (Riyanto, 2011). Uji coba kuesioner dilakukan terhadap 30 ibu rumah tangga yang datang berobat ke Puskesmas Polonia dengan gejala TB paru dan nilai r-tabel untuk 30 responden yang diuji coba adalah 0,361. Setelah semua pertanyaan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2005). Menurut Nugroho (2011), reliabilitas instrumen menunjukkan seberapa besar suatu instrumen tersebut dapat dipercaya dan digunakan sebagai alat pengumpul data. Reliabilitas instumen yang semakin tinggi, menunjukkan hasil ukur yang didapatkan semakin terpercaya atau

Universitas Sumatera Utara

reliabel. Pengukuran reliabilitas menggunakan metode Cronbach Alpha akan menghasilkan nilai alpha dalam skala 0-1, yang dapat dikelompokkan dalam lima kelas yaitu: Alpha 0,00 0,20 Alpha 0,201 0,40 Alpha 0,401 0,60 Alpha 0,601 0,80 Alpha 0,801 1,00 = Kurang reliabel = Agak reliabel = Cukup reliabel = Reliabel = Sangat reliabel

Hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian dapat dilihat sebagai berikut ini: 1. Variabel Perilaku Hidup Sehat Tabel 3.1. Validitas dan Reliabilitas Variabel Perilaku Hidup Sehat
No. Soal Rhitung Rtabel Cronbach Alpha 0,899 Keterangan Reliabel Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

0,386 0,489 0,577 0,630 0,576 0,684 0,568 0,612 0,676 0,665 0,653 0,718 0,602 0,431

0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361

Berdasarkan Tabel 3.1. di atas dapat dilihat bahwa seluruh pertanyaan variabel perilaku hidup sehat sebayak 14 soal mempunyai r-hitung > r-tabel dan nilai

Universitas Sumatera Utara

Cronbach Alpha 0,899. Maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan valid dan sangat reliabel.

3.5.

Protokol Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap semua ibu rumah tangga yang datang

berobat ke Puskesmas Mulyorejo dengan gejala TB paru yang terpilih sebagai sampel penelitian dan diminta persetujuan tertulis untuk dapat diikut sertakan dalam penelitian ini dan dilanjutkan dengan wawancara tertulis dengan menggunakan kuesioner. SAMPEL PENELITIAN INFORM CONSENT WAWANCARA PEMERIKSAAN BTA

POSITIF

NEGATIF

PENGUMPULAN DATA ANALISA STATISTIK KESIMPULAN

Gambar 3.1. Protokol Penelitian

Universitas Sumatera Utara

3.5.1. Langkah Pengambilan Sampel 1. Penelitian dilakukan dengan cara menunggu ibu rumah tangga yang datang berobat ke Puskesmas Mulyorejo dan memenuhi kriteria inklusi dijadikan sebagai sampel 2. Ibu rumah tangga/ responden yang dijadikan sebagai sampel diminta persetujuan tertulis (Inform Consent) dan dilanjutkan dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner penelitian. 3. Setelah dilakukan wawancara, dilanjutkan dengan pemeriksaan spesimen dahak yang dilakukan oleh analis di Puskesmas. Pemeriksaan dahak dilakukan untuk penegakan diagnosis dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang

dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-PagiSewaktu (SPS). 4. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS BTA hasilnya positif. Setelah point-point diatas, data dikumpulkan yang digunakan untuk analisa statistik dan dilanjutkan pada tahap kesimpulan.

3.6.

Variabel dan Definisi Operasional

3.6.1. Variabel Variabel independen dalam penelitian ini adalah sanitasi lingkungan rumah (kepadatan hunian rumah, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan suhu), penghasilan keluarga, tingkat pendidikan dan upaya pengendalian (perilaku hidup sehat) dan variabel dependen adalah kejadian penyakit TB paru.

Universitas Sumatera Utara

3.6.2.

Definisi Operasional

1. Kepadatan penghuni rumah adalah perbandingan antara luas ruangan yang tersedia dengan penghuni atau anggota keluarga yang berada dalam rumah tersebut dan dinyatakan dalam m2/orang yang dihitung oleh peneliti dan dibantu oleh tenaga ahli dari BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan) sebanyak 3 orang yang telah terlatih. 2. Lantai rumah adalah hasil observasi terhadap keadaan lantai rumah apakah dominan terbuat dari bahan yang kedap air seperti semen, ubin/keramik atau tanah. 3. Ventilasi adalah lubang hawa yang terdapat pada dinding rumah yang berfungsi sebagai keluar masuknya udara yang diukur berdasarkan luas ventilasi (pintu, jendela dan lubang angin) dengan luas lantai rumah yang dihitung dan dinyatakan dalam persen (%) oleh peneliti dan dibantu oleh tenaga ahli dari BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan) sebanyak 3 orang yang telah terlatih. 4. Pencahayaan adalah banyaknya intensitas cahaya yang masuk kedalam rumah melalui jalan masuknya cahaya (jendela) yang diukur dan dinyatakan dalam persen (%) oleh peneliti dan dibantu oleh tenaga ahli dari BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan) sebanyak 3 orang yang telah terlatih. 5. Kelembaban adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara di dalam rumah dan diukur pada tempat dimana menghabiskan sebagian besar waktunya yang di ukur dengan menggunakan thermohygrometer dan dinyatakan dalam

Universitas Sumatera Utara

persen (%), oleh peneliti dan dibantu oleh tenaga ahli dari BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan) sebanyak 3 orang yang telah terlatih. 6. Suhu adalah suatu keadaan panas dinginnya dalam rumah yang di ukur dengan menggunakan termohygrometer dan dinyatakan dalam Celcius oleh peneliti dan dibantu oleh tenaga ahli dari BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan) sebanyak 3 orang yang telah terlatih. 7. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang telah di selesaikan oleh responden. 8. Penghasilan keluarga adalah seluruh uang yang diperoleh keluarga responden dalam satu bulan baik dari hasil pekerjaan maupun pendapatan lain yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 9. Perilaku hidup sehat adalah suatu upaya yang dilakukan oleh keluarga dalam menerapkan cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatan keluarga serta melakukan upaya tindakan dalam pencegahan penyebaran dan penularan penyakit kepada anggota keluarga atau orang lain yaitu sebagai berikut: Menutup mulut menggunakan sapu tangan atau tissu pada waktu batuk atau bersin. Tidak meludah disembarang tempat. Meludah di tempat yang terkena sinar matahari. Selalu membuka jendela rumah pada siang hari dll.

Universitas Sumatera Utara

10. Kejadian TB paru adalah ibu rumah tangga yang memiliki gejala batuk lebih dari 3 minggu, nafsu makan menurun, mudah lelah dan lain-lain dengan hasil pemeriksaan spesimen dahak secara laboratorium dinyatakan positif TB paru apabila minimal 2 dari 3 spesimen sewaktu-pagi-sewaktu (SPS) BTA hasilnya positif yang dilakukan oleh tenaga analis yang telah terlatih dalam pemeriksaan BTA di Puskesmas Mulyorejo.

3.7.

Metode Pengukuran

3.7.1. Variabel Independen Pengukuran variabel independen menggunakan skala ordinal. Variabel yang akan di ukur dijabarkan menjadi komponen-komponen yang dapat diukur dalam bentuk item pertanyaan (indikator). Indikator dibagi dalam beberapa tingkatan dan diberi skor/nilai. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 3.2. di bawah ini: Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Independen
No 1. Variabel Sanitasi lingkungan rumah Kepadatan penghuni rumah Lantai rumah Parameter Alat Ukur Cara Ukur Skala Ukur Hasil Ukur

1. Tidak memenuhi syarat bila <9 m2 per orang 2. Memenuhi syarat bila 9 m2 per orang 1. Tidak memenuhi syarat bila lantai dominan terbuat dari bahan yang tidak kedap air 2. Memenuhi syarat bila lantai dominan terbuat dari bahan yang kedap air

Kuesioner

Observasi dan wawancara Observasi dan wawancara

Ordinal

1. Tidak baik 2. Baik 1. Tidak baik 2. Baik

Kuesioner

Ordinal

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.2. (Lanjutan)


Ventilasi 1. Tidak memenuhi syarat bila ventilasi <10% dari luas lantai 2. Memenuhi syarat bila ventilasi 10% dari luas lantai 1. Tidak memenuhi syarat bila ventilasi <15% atau > 20% dari luas lantai rumah 2. Memenuhi syarat bila ventilasi 15%-20% dari luas lantai rumah 1. Tidak memenuhi syarat kelembaban <40% atau>70% 2. Memenuhi syarat kelembaban bila 40%70% 1. Tidak memenuhi syarat bila suhu <18 o C atau > 30 oC 2. Memenuhi syarat bila suhu diantara 18 oC 30 oC 1. Rendah bila penghasilan 1 bulan <UMP (Rp.1.035.500) 2. Tinggi bila penghasilan 1 bulan UMP (Rp.1.035.500) 1. Rendah bila tidak tamat SD, tamat SD/sederajat, tamat SLTP sederajat 2. Tinggi bila tamat SLTA/sederajat, Tamat akademik/ perguruan tinggi Meteran Pengukuran Ordinal 1. Tidak baik 2. Baik

Pencahayaan

Meteran

Pengukuran

Ordinal

1. Tidak baik 2. Baik

Kelembaban

Thermo hygrometer

Pengukuran

Ordinal

1. Tidak baik 2. Baik

Suhu

Thermo hygrometer

Pengukuran

Ordinal

1. Tidak baik 2. Baik

2.

Penghasilan keluarga

Kuesioner

Wawancara

Ordinal 1. Rendah 2. Tinggi

3.

Tingkat Pendidikan

Kuesioner

Wawancara

Ordinal 1. Rendah 2. Tinggi

4.

Upaya pengendalian Perilaku hidup sehat

1. Kurang baik jika jawaban ya <14 2. Baik jika jawaban ya 14

Kuesioner

Wawancara

Ordinal 1. Kurang baik 2. Baik

Universitas Sumatera Utara

3.7.2. Variabel Dependen Pengukuran variabel dependen menggunakan skala ordinal. Variabel yang di nyatakan sebagai TB paru berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoris BTA (+) atau BTA (-) dan buku register responden di Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 3.3. berikut: Tabel 3.3. Aspek Pengukuran Variabel Dependen
No 1. Variabel TB paru Parameter 1. BTA (+) 2. BTA (-) Skala Ukur Ordinal Cara Ukur Perimeriksaan BTA melalui dahak pasien yang dilakukan oleh analis Puskesmas Alat Ukur Laboratorium Hasil Ukur 1. Sakit (minimal 2 dari 3 pemeriksaan dahak dengan BTA positif) 2. Tidak sakit

3.8.

Metode Analisis Data

3.8.1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui deskripsi variabel penelitian menggunakan distribusi (Nurjazuli, 2006). 3.8.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen sanitasi lingkungan rumah (kepadatan penghuni rumah, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan suhu), penghasilan keluarga, tingkat pendidikan dan upaya pengendalian (perilaku hidup sehat) dengan variabel dependen kejadian penyakit TB paru dengan analisis Chi Square pada tingkat kepercayaan 95%.

Universitas Sumatera Utara

3.8.3. Analisis Multivariat Analisis multivariat untuk melihat pengaruh antara variabel kejadian penyakit TB paru dengan seluruh variabel yang diteliti yaitu sanitasi lingkungan rumah (kepadatan penghuni rumah, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan suhu), penghasilan keluarga, tingkat pendidikan dan upaya pengendalian (perilaku hidup sehat), sehingga diketahui variabel mana yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru dengan menggunakan analisis regresi logistik berganda (multiple logistic regression). Model persamaan regresi logistik adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3

Keterangan : Y a = Variabel dependen (kejadian penyakit TB paru) = Konstanta regresi logistik

b1...b3 = Koefisien regresi logistik X1 X2 X3 = Sanitasi lingkungan rumah = Penghasilan keluarga = Upaya pengendalian

Universitas Sumatera Utara

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1.

Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Kondisi Geografis Deli Serdang merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara yang secara geografis terletak pada posisi 2 o 57o Lintang Utara 3o 16o Lintang Selatan dan 98o 27o Bujur Timur, dengan luas wilayah 2.497,72 km2, yang terdiri dari 22 Kecamatan dan 399 desa, letaknya diatas permukaan laut 0-500 m dengan batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara Sebelah Selatan Sebelah Barat Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka : Berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun : Berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Karo : Berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai

Kabupaten Deli Serdang menempati area seluas 2.497,72 km2 yang terdiri dari 22 Kecamatan dan 403 Desa/Kelurahan dan memiliki 33 Puskesmas. Kecamatan Sunggal merupakan salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Deli Serdang yang memiliki tiga unit Puskesmas induk (Mulyorejo, Sei Mencirim dan Sei Semayang). Puskesmas Mulyorejo yang merupakan satu dari tiga Puskesmas induk yang terletak di Jl. Pembangunan Km 12 Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang. Secara geografis letak wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo berbatasan langsung dengan 4 wilayah yaitu:

Universitas Sumatera Utara

Sebelah Barat Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Utara 4.1.2. Luas Wilayah

: Berbatasan dengan desa Sumber Melati Diski : Berbatasan dengan Kodya Medan : Berbatasan dengan desa Mencirim (Medan Krio) : Berbatasan dengan Kecamatan Hamparan Perak.

Wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo memiliki luas sekitar 2.920 Ha dengan jumlah penduduk 132.769 dengan 29.491 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari 7 desa yaitu Mulyorejo dengan jumlah penduduk 28.469, Kampung Lalang 11.493 penduduk, Purwodadi 18.964 penduduk, Puji Mulio 13.204 penduduk, Paya Geli 19.495 penduduk, Tanjung Gusta 19.310 penduduk dan Helvetia 21.883 penduduk.

4.2.

Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi dari variabel atau

besarnya proporsi masing-masing variabel yang diteliti. 4.2.1. Distribusi Karakteristik Responden Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur, tingkat pendidikan dan jumlah penghasilan keluarga. Hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1. di bawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Tingkat Pendidikan dan Jumlah Penghasilan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 No. Karakteristik Responden 1. Umur Responden 15 - 24 25 - 34 35 - 50 Total 2. Tingkat Pendidikan 1. Tidak tamat SD 2. Tamat SD/sederajat 3. Tamat SLTP/sederajat 4. Tamat SLTA/sederajat 5. Tamat akademik/perguruan tinggi Total 3. Penghasilan Keluarga 1. <UMP (Rp.1.035.500)/ bulan 2. UMP (Rp.1.035.500)/ bulan Total Jumlah (n) 7 9 24 40 4 7 17 9 3 40 26 14 40 Persentase (%) 17,5 22,5 60 100 10 17,5 42,5 22,5 7,5 100 65 35 100

Tabel 4.1. di atas menunjukkan bahwa berdasarkan umur, proporsi umur responden tertinggi pada kelompok umur 35 - 50 tahun yaitu sebanyak 24 orang (60%) dan yang terendah pada kelompok umur 15 24 tahun yaitu sebanyak 7 orang (17,7%). Berdasarkan tingkat pendidikan, proporsi tingkat pendidikan responden tertinggi adalah SLTP yaitu sebanyak 17 orang (42,5%) dan terendah adalah Akademik/ Perguruan Tinggi yaitu hanya 3 orang (7,5%). Berdasarkan penghasilan keluarga, proporsi penghasilan keluarga tertinggi adalah <UMP (Rp.1.035.500)/ bulan yaitu sebanyak 26 orang (65%) dan responden yang memiliki penghasilan UMP (Rp.1.035.500)/ bulan yaitu sebanyak 14 orang (35%).

Universitas Sumatera Utara

4.2.2.

Distribusi Responden Mengenai Sanitasi Lingkungan Rumah Sanitasi lingkungan rumah responden mengenai kepadatan penghuni, lantai

rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan suhu. Kepadatan penghuni dihitung berdasarkan jumlah penghuni dengan luas lantai rumah, lantai rumah dilihat dari dominan terbuat dari bahan yang kedap air atau tidak, ventilasi diukur dengan meteran dan dinyatakan dalam persen (%), pencahayaan diukur dari luas ventilasi dan dinyatakan dalam persen (%), kelembaban diukur dengan menggunakan

termohygrometer dan dinyatakan dalam persen (%) dan suhu diukur dengan menggunakan termohygrometer dan dinyatakan dalam Celcius. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.2. di bawah ini: Tabel 4.2. Distribusi Sanitasi Lingkungan Rumah Mengenai Kepadatan Penghuni, Lantai Rumah, Ventilasi, Pencahayaan, Kelembaban dan Suhu di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 No 1. Variabel Kepadatan Penghuni 1. <9 m2 per orang 2. 9 m2 per orang Total Lantai Rumah 3. Dominan terbuat dari bahan yang tidak kedap air 4. Dominan terbuat dari bahan yang kedap air Total Ventilasi 1. Ventilasi <10% dari luas lantai 2. Ventilasi 10% dari luas lantai Total Jumlah (n) 21 19 40 7 33 40 24 16 40 Persentase (%) 52,5 47,5 100 17,5 82,5 100 60 40 100

2.

3.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2. (Lanjutan) 4. Pencahayaan 1. Ventilasi <15% atau > 20% dari luas lantai rumah 2. Ventilasi 15%-20% dari luas lantai rumah Total Kelembaban 1. <40% atau>70% 2. 40%-70% Total Suhu 1. <18 oC atau > 30 oC 2. 18 oC - 30 oC Total

29 11 40 19 21 40 24 16 40

72,5 27,5 100 47,5 52,5 100 60 40 100

5.

6.

Berdasarkan Tabel 4.2. di atas diketahui bahwa mayoritas responden memiliki kepadatan penghuni <9 m2 per orang yaitu sebanyak 21 orang (52,5%). Berdasarkan lantai rumah, mayoritas responden yang memiliki lantai rumah yang dominan terbuat dari bahan yang kedap air yaitu sebanyak 33 orang (82,5%). Berdasarkan ventilasi, mayoritas responden memiliki ventilasi <10% dari luas lantai yaitu sebanyak 24 orang (60%). Berdasarkan pencahayaan, mayoritas responden memiliki luas ventilasi <15% atau > 20% dari luas lantai rumah atau pencahayaan tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 29 orang (72,5%). Berdasarkan kelembaban, mayoritas responden memiliki kelembaban 40%-70% yaitu sebanyak 21 orang (52,5%) sedangkan berdasarkan suhu, mayoritas responden memiliki suhu <18
o

C atau > 30 oC yaitu sebanyak 24 orang (60%).

Universitas Sumatera Utara

4.2.3. Distribusi Sanitasi Lingkungan Rumah Sanitasi lingkungan rumah responden berdasarkan kepadatan penghuni, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan suhu. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.3. di bawah ini: Tabel 4.3. Distribusi Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Kepadatan Penghuni, Lantai Rumah, Ventilasi, Pencahayaan, Kelembaban dan Suhu di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Sanitasi Lingkungan Rumah Kepadatan Penghuni Tidak Baik Baik Total Lantai Rumah Tidak Baik Baik Total Ventilasi Tidak Baik Baik Total Pencahayaan Tidak Baik Baik Total Kelembaban Tidak Baik Baik Total Suhu Tidak Baik Baik Total Jumlah (n) 21 19 40 7 33 40 24 16 40 29 11 40 19 21 40 24 16 40 Persentase (%) 52,5 47,5 100 17,5 82,5 100 60 40 100 72,5 27,5 100 47,5 52,5 100 60 40 100

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 4.3. di atas diketahui bahwa kepadatan hunian rumah responden mayoritas tidak baik atau tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 21 orang (52,5%), lantai rumah responden mayoritas baik atau memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 33 orang (82,5%), ventilasi rumah responden mayoritas tidak baik atau tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 24 orang (60%), pencahayaan rumah responden mayoritas tidak baik atau tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 29 orang (72,5%), kelembaban dalam rumah responden mayoritas baik atau memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 21 orang (52,5%) dan suhu dalam rumah responden mayoritas tidak baik atau tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 24 orang (60%). 4.2.4. Distribusi Penghasilan Keluarga dan Tingkat Pendidikan Untuk melihat jumlah penghasilan responden dalam setiap bulan dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.4. di bawah ini: Tabel 4.4. Distribusi Penghasilan Keluarga dan Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Karakteristik Penghasilan Keluarga Rendah Tinggi Total Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi Total Jumlah 26 14 40 28 12 40 Persentase (%) 65 35 100 70 30 100

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 4.4. diatas diketahui bahwa mayoritas responden memiliki penghasilan rendah yaitu sebanyak 26 orang (65%) dan berdasarkan tingkat pendidikan diketahui bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu sebanyak 28 orang (70%). 4.2.5. Distribusi Perilaku Hidup Sehat Pada variabel perilaku hidup sehat, berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner pada penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas responden kurang mengetahui pentingnya hidup sehat dalam upaya pengendalian penyakit TB paru. Hal in dapat dilihat pada Tabel 4.5. dibawah ini bahwa mayoritas responden tidak menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapu tangan atau tissu, meludah atau membuang dahak disembarang tempat, tidak meludah pada tempat yang terkena sinar matahari, dan masih sebagian besar responden tidak menghindari kontak dengan sumber penularan penyakit baik yang berasal dari penderita maupun sumber-sumber yang lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.5. Distribusi Perilaku Hidup Sehat di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012
No 1. 2. 3. 4. Pertanyaan Ya % 70 57,5 37,5 22,5 Tidak Total % n % 12 30 100 17 42,5 100 25 62,5 100 31 77,5 100

5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

n Selalu menjaga kebersihan rumah? 28 Makan secara teratur (3x sehari)? 23 Tidur dan istirahat yang cukup ( 8 jam sehari)? 15 Menghindari kontak dengan sumber penularan 9 penyakit baik yang berasal dari penderita maupun sumber-sumber yang lainnya? Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan 13 sapu tangan atau tissu? Tidak batuk di hadapan aggota keluarga atau orang 22 lain secara langsung? Meludah di tempat yang tarkena sinar matahari? 11 Tidak meludah di sembarang tempat? 12 Selalu membuka jendela pada siang hari? 21 Sering menjemur alat tidur pada siang hari? 19 Tempat makan dan minum disendirikan? 17 Tidak tidur dalam kamar yang sama dengan anggota 12 keluarga yang lain? Jika ada keluarga dekat yang berumur < 5 tahun 23 dilakukan imunisasi BCG? Tidak merokok? 28

32,5 27 55 27,5 30 52,5 47,5 42,5 30 18 29 28 19 21 23 28

67,5 45 72,5 70 47,5 52,5 57,5 70 42,5 30

100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

57,5 17 70 12

Berdasarkan jawaban responden pada Tabel 4.5. di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku hidup sehat responden di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 4.6. berikut ini: Tabel 4.6. Distribusi Upaya Pengendalian Berdasarkan Perilaku Hidup Sehat pada Ibu Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Upaya Pengendalian Penyakit Perilaku Hidup Sehat Kurang Baik Baik Total Jumlah (n) 31 9 40 Persentase (%) 77,5 22,5 100

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 4.6. di atas diketahui bahwa mayoritas responden memiliki perilaku hidup sehat di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang kurang baik yaitu sebanyak 31 orang (77,5%). 4.2.6. Distribusi Kejadian Penyakit TB Paru Berdasarkan hasil pemeriksaan BTA responden, maka dapat disimpulkan bahwa kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Muliorejo Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 4.7. di bawah ini: Tabel 4.7. Distribusi Kejadian Penyakit TB Paru Ibu Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Kejadian Penyakit TB Paru Sakit Tidak Sakit Total Jumlah (n) 24 16 40 Persentase (%) 60 40 100

Berdasarkan Tabel 4.7. di atas diketahui bahwa mayoritas responden menderita penyakit TB paru yaitu sebanyak 24 orang (60%).

4.3.

Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen yaitu sanitasi lingkungan rumah, penghasilan keluaga, tingkat pendidikan dan upaya pengendalian dengan variabel dependen yaitu kejadian penyakit TB paru. serta untuk mengetahui variabel mana yang masuk ke dalam model analisis multivariat. Uji statistik yang dilakukan pada analisis bivariat ini adalah uji chi square dengan derajat kepercayaan 95% ( = 0,05).

Universitas Sumatera Utara

4.3.1. Analisis Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Penyakit TB Paru Berdasarkan hasil analisis hubungan sanitasi lingkungan rumah yang terdiri dari kepadatan penghuni, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan suhu dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 4.8. di bawah ini: Tabel 4.8. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Kepadatan Penghuni, Lantai Rumah, Ventilasi, Pencahayaan, Kelembaban dan Suhu dengan Kejadian Penyakit TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Sanitasi Lingkungan Rumah Kepadatan Penghuni Tidak baik Baik Lantai Rumah Tidak baik Baik Ventilasi Tidak baik Baik Pencahayaan Tidak baik Baik Kelembaban Tidak baik Baik Suhu Tidak baik Baik Kejadian Penyakit TB Paru Sakit Tidak Sakit n % n % 11 13 3 21 18 6 22 2 15 9 19 5 52,4 68,4 42,9 63,6 75 37,5 75,9 18,2 78,9 42,9 79,2 31,3 10 6 4 12 6 10 7 9 4 12 5 11 47,6 31,6 57,1 36,4 25 62,5 24,1 81,8 21,1 57,1 20,8 68,7 Total n 21 19 7 33 24 16 29 11 19 21 24 16 % 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 p Value

0,477

0,407

0,041

0,003

0,045

0,007

Berdasarkan Tabel 4.8. di atas pada variabel kepadatan penghuni dapat diketahui bahwa dari 19 responden yang memiliki kepadatan penghuni baik

Universitas Sumatera Utara

mayoritas sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 13 orang (68,4%) dibandingkan dengan responden yang tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 6 orang (31,6%). Sedangkan 21 responden yang memiliki kepadatan penghuni tidak baik mayoritas sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 11 orang (52,4%) dibandingkan dengan responden yang tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 10 orang (47,6%). Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,477 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan kepadatan penghuni dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Variabel lantai rumah dapat diketahui bahwa dari 33 responden yang memiliki lantai rumah baik mayoritas sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 21 orang (63,6%) dibandingkan dengan responden yang tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 12 orang (36,4%). Sedangkan 7 responden yang memiliki lantai rumah yang tidak baik mayoritas tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 4 orang (57,1%) dibandingkan dengan responden yang sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 3 orang (42,9%). Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,407 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan lantai rumah dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

Variabel ventilasi dapat diketahui bahwa dari 16 responden yang memiliki ventilasi baik mayoritas tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 10 orang (62,5%) dibandingkan dengan responden yang sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 6 orang (37,5%). Sedangkan 24 responden yang memiliki ventilasi tidak baik mayoritas sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 18 orang (75%) di bandingkan dengan responden yang tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu hanya 6 orang (25%). Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,041 (p<0,05), artinya ada hubungan yang signifikan ventilasi dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Variabel pencahayaan dapat diketahui bahwa dari 11 responden yang memiliki pencahayaan baik mayoritas tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 9 orang (81,8%) dibandingkan dengan responden yang sakit atau menderita TB paru yaitu hanya 2 orang (18,2%). Sedangkan 29 responden yang memiliki pencahayaan tidak baik mayoritas sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 22 orang (75,9%) dibandingkan dengan responden yang tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 7 orang (24,1%). Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,003 (p<0,05), artinya ada hubungan yang signifikan pencahayaan dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

Variabel kelembaban dapat diketahui bahwa dari 21 responden yang memiliki kelembaban baik mayoritas tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 12 orang (57,1%) dibandingkan dengan responden yang sakit atau menderita TB paru yaitu hanya 9 orang (42,9%). Sedangkan 19 responden yang memiliki kelembaban tidak baik mayoritas sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 15 orang (78,9%) dibandingkan dengan responden yang tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 4 orang (21,1%). Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,045 (p<0,05), artinya ada hubungan yang signifikan kelembaban dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Variabel suhu dapat diketahui bahwa dari 16 responden yang memiliki suhu baik mayoritas tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 11 orang (68,7%) dibandingkan dengan responden yang sakit atau menderita TB paru yaitu hanya 5 orang (31,3%). Sedangkan 24 responden yang memiliki suhu tidak baik mayoritas sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 19 orang (79,2%) dibandingkan dengan responden yang tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu hanya 5 orang (20,8%). Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,007 (p<0,05), artinya ada hubungan yang signifikan suhu dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

Universitas Sumatera Utara

4.3.2. Analisis Hubungan Pengahasilan Keluarga dengan Kejadian Penyakit TB Paru Hasil analisis diketahui bahwa mayoritas responden memiliki pengahasilan rendah dalam setiap bulan dan hubungan penghasilan keluarga dengan kejadian penyakit TB paru dapat di lihat pada Tabel 4.9. di bawah ini: Tabel 4.9. Hubungan Penghasilan Keluarga dengan Kejadian Penyakit TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Penghasilan Keluarga Rendah Tinggi Kejadian Penyakit TB Paru Sakit Tidak Sakit n % n % 21 80,8 5 19,2 3 21,4 11 78,6 Total n 26 14 % 100 100 p Value 0,001

Berdasarkan Tabel 4.9. diatas dapat diketahui bahwa dari 14 responden yang memiliki penghasilan tinggi mayoritas tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 11 orang (78,6%) dibandingkan dengan responden yang sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 3 orang (21,4%). Sedangkan 26 responden yang memiliki penghasilan rendah mayoritas sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 21 orang (80,8%) dibandingkan dengan responden yang tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 5 orang (19,2%). Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,001 (p<0,05), artinya ada hubungan yang signifikan penghasilan keluarga dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

4.3.3. Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Kejadian Penyakit TB Paru Hasil analisis diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan rendah dan hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 4.10. di bawah ini: Tabel 4.10. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Penyakit TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Tingkat Pendidikan Rendah Tinggi Kejadian Penyakit TB Paru Sakit Tidak Sakit n % n % 15 53,6 13 46,4 9 75 3 25 Total n 28 12 % 100 100 p Value 0,297

Berdasarkan Tabel 4.10. diatas dapat diketahui bahwa dari 12 responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi mayoritas sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 9 orang (75%) dibandingkan dengan responden yang tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 3 orang (25%). Sedangkan 28 responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah mayoritas sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 15 orang (53,6%) dibandingkan dengan responden yang tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 13 orang (46,4%). Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,297 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang signifikan tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

4.3.4. Analisis Hubungan Upaya Pengendalian dengan Kejadian Penyakit TB Paru Setelah melakukan wawancara dengan responden dan menguji hasil wawancara tersebut dengan uji statistik chi square maka hubungan antar variabel dapat dilihat pada Tabel 4.11. di bawah ini: Tabel 4.11. Hubungan Upaya Pengendalian Berdasarkan Perilaku Hidup Sehat dengan Kejadian Penyakit TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 Kejadian Penyakit TB Paru Sakit Tidak Sakit n % n % 22 2 71 22,2 9 7 29 77,8 Total n 31 9 % 100 100 0,018

Upaya Pengendalian Perilaku Hidup Sehat Kurang baik Baik

p Value

Berdasarkan Tabel 4.11. diatas pada variabel perilaku hidup sehat dapat diketahui bahwa dari 9 responden yang memiliki perilaku baik mayoritas tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 7 orang (77,8%) dibandingkan dengan responden yang sakit atau menderita TB paru yaitu hanya 2 orang (22,2%). Sedangkan 31 responden yang memiliki perilaku kurang baik mayoritas sakit atau menderita TB paru yaitu sebanyak 22 orang (71%) dibandingkan dengan responden yang tidak sakit atau tidak menderita TB paru yaitu sebanyak 9 orang (29%). Hasil analisis bivariat dengan uji chi square didapat nilai p = 0,018 (p<0,05), artinya ada hubungan perilaku hidup sehat dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012.

Universitas Sumatera Utara

4.4.

Analisis Multivariat Analisis multivariat dilakukan untuk menentukan variabel independen sanitasi

lingkungan rumah (kepadatan penghuni, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan suhu), penghasilan keluarga, tingkat pendidikan dan upaya pengendalian (perilaku hidup sehat) yang berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu kejadian penyakit TB paru. Uji yang digunakan dalam analisis multivariat ini adalah uji regresi logistik berganda yaitu untuk mencari pengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru. Pada penelitian ini, variabel yang akan dimasukkan ke dalam model analisis regresi logistik adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai p<0,25 yaitu ventilasi, pencahayaan, kelembaban, suhu, penghasilan keluarga dan perilaku hidup sehat. Variabel yang mempunyai nilai p>0,25 akan dikeluarkan dari model secara berurutan atau bertahap dimulai dari p value terbesar. Hasil dari analisis multivariat dengan uji logistik regresi berganda dapat dilihat pada Tabel 4.12. di bawah ini : Tabel 4.12. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah, Penghasilan Keluarga dan Upaya Pengendalian terhadap Kejadian Penyakit TB Paru pada Ibu Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Variabel Ventilasi Pencahayaan Kelembaban Suhu Penghasilan keluarga Perilaku hidup sehat Constant B 0,904 2,216 -0,526 2,786 4,271 3,224 -17,662 P value 0,518 0,149 0,733 0,079 0,016 0,085 0,005 Exp (B) 2,470 9,175 0,591 16,222 71,623 25,132 0,000 95% CI 0,159 38,368 0,452- 186,176 0,029 12,109 0,722 364,650 2,219 311,596 0,640 986,752

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 4.12. diatas dapat di ketahui bahwa ada 2 (kedua) variabel yang dikeluarkan dari analisis uji regresi logistik karena mempunyai nilai p>0,25 yaitu ventilasi dan kelembaban. Dan ada 4 (empat) variabel yang masuk ke dalam kandidat model yaitu variabel pencahayaan, suhu, penghasilan keluarga dan perilaku hidup sehat untuk menentukan variabel yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 4.13. di bawah ini: Tabel 4.13. Pengaruh Pencahayaan, Suhu, Penghasilan Keluarga dan Perilaku Hidup Sehat terhadap Kejadian Penyakit TB Paru pada Ibu Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Variabel Pencahayaan Suhu Penghasilan keluarga Perilaku Hidup Sehat Constant B 2,372 2,506 4,034 3,341 -16,736 P value 0,088 0,060 0,007 0,035 0,002 Exp (B) 10,717 12,256 56,502 28,254 0,000 95% CI 0,705 162,910 0,902 166,564 2,949 82,615 1,260 633,328

Berdasarkan Tabel 4.13. di atas dapat diketahui bahwa variabel pencahayaan dan suhu akan dikeluarkan dari model karena memiliki nilai p>0,05, oleh karena itu variabel yang masuk kedalam kandidat model selanjutnya adalah variabel penghasilan keluarga dan perilaku hidup sehat dan dapat dilihat pada tabel 4.14 dibawah ini:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.14. Pengaruh Penghasilan Keluarga dan Perilaku Hidup Sehat terhadap Kejadian Penyakit TB Paru pada Ibu Rumah Tangga di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang Variabel Penghasilan keluarga Perilaku Hidup Sehat Constant B 3,201 2,794 -8,301 P value 0,001 0,013 0,001 Exp (B) 24,549 16,346 0,000 95% CI 3,554 169,585 1,807 147,861

Berdasarkan Tabel 4.14. di atas dapat diketahui bahwa kekuatan pengaruh variabel penghasilan keluarga dan perilaku hidup sehat terhadap kejadian penyakit TB paru. Semakin besar nilai Exp () maka semakin kuat pengaruh variabel

terhadap kejadian penyakit TB paru. Dari kedua variabel tersebut di atas dapat diketahui bahwa variabel yang paling dominan memengaruhi kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga adalah penghasilan keluarga dengan nilai koefisien (Exp.) tertinggi yaitu 24,549 Model persamaan regresi logistik yang diperoleh adalah: Y = a + b1X1 + b2X2 atau Y = -8,301 + 3,201X1 + 2,794X2 Keterangan : Y = Variabel dependen (kejadian penyakit TB paru) X1 = Penghasilan keluarga X2 = Perilaku hidup sehat Hasil persamaan regresi logistik berganda menunjukkan bahwa jika penghasilan keluarga (X1) dan perilaku hidup sehat (X2), ditingkatkan ke arah yang lebih baik, maka hal ini akan menyebabkan penurunan angka kejadian penyakit TB paru di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang. Dapat dihitung

Universitas Sumatera Utara

ramalan probalilitas (risiko) responden untuk menderita TB paru dapat dihitung dengan persamaan berikut : y= y= y= -8,301 + 3,201 (penghasilan keluarga) + 2,794 (perilaku hidup sehat) -8,301 + 3,201 (1) + 2,794 (1) -2,306

Dengan nilai probalilitasnya adalah : p = 1/(1+e-y) = 1/ (1+2,7-(-2,306)) = 0,092 Dengan demikian, probabilitas responden untuk menderita TB paru adalah 9,2%. Artinya semakin rendah penghasilan keluarga dan semakin buruk perilaku hidup sehat maka angka kejadian penyakit TB paru akan meningkat sebesar 9,2%.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1.

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Berdasarkan Tabel 4.1. diketahui bahwa mayoritas responden ada pada

kelompok umur 35 50 tahun yaitu sebanyak 24 orang (60%), 9 orang (22,5%) pada kelompok umur 25 34 tahun dan 7 orang (17,5%) pada kelompok umur 15 24 tahun. Hal ini berarti bahwa umur mereka masih tergolong usia angkatan kerja.

5.2.

Sanitasi Lingkungan Rumah Sanitasi lingkungan rumah responden pada penelitian ini terkait pada

kepadatan penghuni, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan suhu. 5.2.1. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Kepadatan Penghuni dengan Kejadian Penyakit TB Paru Kepadatan hunian dalam penelitian ini adalah perbandingan antara luas lantai rumah responden dengan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah tinggal, memenuhi syarat kesehatan jika luas lantai rumah 9 m2 per orang atau dalam kategori baik. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan secara proporsi kepadatan penghuni yang baik atau yang memenuhi syarat kesehatan (47,5%) hampir sebanding dengan yang tidak baik atau yang tidak memenuhi syarat kesehatan (52,5%). Secara statistik menunjukkan tidak ada hubungan kepadatan penghuni dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,447 (p>0,05). Hal ini bisa

Universitas Sumatera Utara

terjadi karena adanya homogenitas antara kepadatan penghuni baik atau memenuhi syarat dengan yang tidak baik atau tidak memenuhi syarat, sedangkan responden yang memiliki kepadatan penghuni baik mayoritas menderita TB paru. Artinya walaupun responden tinggal dalam rumah dengan kepadatan penghuni baik tetapi memiliki ventilasi, suhu, kelembaban yang kurang serta perilaku hidup tidak sehat maka akan memberi pengaruh besar terhadap kejadian penyakit TB paru begitu juga sebaliknya. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahastuti (2006) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh antara kepadatan hunian dengan kejadian penyakit TB paru di Kabupaten Gunung Kidul. Sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayunah (2008) di Kabupaten Cilandak Jakarta Selatan dan Supriyadi (2003) di Kota Banjarmasin yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan hunian dengan penyakit TB paru. Kondisi kepadatan hunian di dalam rumah akan mempengaruhi kondisi suhu udara dan kualitas udara yang ada dalam ruangan. Seperti meningkatnya kadar CO2 dalam ruangan sehingga suplai O2 yang dibutuhkan penghuni dalam rumah jadi berkurang. Kepadatan penghuni juga mempengaruhi penularan TB paru melalui kontak erat penderita TB paru BTA (+) dengan penghuni rumah yang lain, sehingga risiko untuk tertular penyakit ini semakin besar. Karena rumah dengan jumlah penghuni yang padat akan meningkatkan kadar CO2 dalam rumah, dengan meningkatnya kadar CO2 dalam rumah memberi kesempatan tumbuh dan berkembang biak bagi bakteri Mycobacterium tuberculosis, sehingga jumlah bakteri

Universitas Sumatera Utara

di dalam rumah dapat meningkat. Banyaknya bakteri Mycobacterium tuberculosis di dalam rumah yang di dukung oleh jumlah penghuni yang padat akan meningkatkan risiko untuk terjadinya TB paru (Notoatmojdo, 2011). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Almaini (2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian penyakit TB paru di Kabupaten Rejang Lebong. Sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan Sutangi (2003) di Kabupaten Indramayu yang menyatakan bahwa ada pengaruh antara kepadatan hunian terhadap kejadian penyakit TB paru. 5.2.2. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Lantai Rumah dengan Kejadian Penyakit TB Paru Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dapat diketahui bahwa sebagian besar lantai rumah responden dominan terbuat dari bahan yang kedap air dan secara statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,407 (p>0,05). Namun pada penelitian ini tidak melihat sampai sejauh mana responden melakukan kegiatan untuk membersihkan lantai rumahnya seperti berapa kali lantai rumah dibersihkan dan bagaimana cara membersihkannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara lantai rumah terhadap kejadian penyakit TB paru. Hal ini disebabkan karena sebagian besar lantai rumah responden sudah baik atau dominan terbuat dari bahan yang kedap air yaitu 82,5% dan mayoritas menderita penyakit TB paru yaitu sebanyak 63,6% dan sebagian

Universitas Sumatera Utara

kecil rumah dengan lantai tanah dalam keadaan baik atau padat dan tidak lembab, sehingga tidak memungkinkan bakteri berkembangbiak di lantai. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2008) di Kabupaten Cilacap dan Ayunah (2008) di Cilandak Jakarta Selatan yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara jenis lantai dengan kejadian TB paru. Namun hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Ruswanto (2010) yang menyatakan bahwa jenis lantai rumah merupakan suatu faktor risiko atau adanya pengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru di Kabupaten Pekalongan. Menurut Achmadi (2008) yang menyatakan bahwa lantai rumah yang tidak kedap air seperti tanah memiliki peran terhadap proses kejadian TB paru melalui kelembaban ruangan, karena lantai yang tidak kedap air cenderung menimbulkan kelembaban dan menyebabkan kondisi lembab, pengap, yang akan memperpanjang masa viabilitas atau daya tahan hidup Mycobacterium tuberculosis dalam rumah dan akhirnya akan meyebabkan potensi penularan penyakit TB paru menjadi lebih besar. Jadi komponen yang harus dipenuhi rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab. Secara hipotesis, jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian TB paru melalui kelembaban ruangan. 5.2.3. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Ventilasi terhadap Kejadian Penyakit TB Paru Luas ventilasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah luas ventilasi yang meliputi luas lubang angin, luas jendela dan pintu yang terbuka dibagi dengan luas lantai. Berdasarkan hasil observasi dan pengukuran yang dilakukan dapat diketahui

Universitas Sumatera Utara

bahwa masih banyaknya rumah responden yang ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu 60% sehingga menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung dengan baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara ventilasi dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,041 (p<0,05). Hal ini mungkin disebabkan karena sebagian besar rumah responden hanya memiliki jendela dan pintu di depan rumah sehingga ventilasi yang berfungsi sebagai pertukaran udara dalam rumah menjadi berkurang. Ada beberapa rumah yang memiliki jendela tetapi tidak pernah dibuka karena menyangkut keamanan rumah. Selain itu lubang angin yang ada pada rumah responden kabanyakan ditutup dengan menggunakan plastik ataupun kayu sehingga tidak berfungsi sebagai ventilasi. Ventilasi rumah berfungsi untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, ventilasi rumah yang baik adalah 10% dari luas lantai. Penyakit TB paru erat kaitannya dengan ventilasi karena ventilasi rumah yang memenuhi syarat kesehatan yaitu 10% dari luas lantai memungkinkan adanya pergantian udara agar tetap terjaga sirkulasinya, sehingga dapat mengurangi kemungkinan penularan penyakit pada orang lain seiring dengan menurunnya konsentrasi bakteri yang ada di dalam rumah. Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat akan menyebabkan bakteri selalu dalam konsentrasi tinggi sehingga

Universitas Sumatera Utara

kondisi ini akan memperbesar kemungkinan penularan kepada orang lain (Supriyono, 2002 dan Achmadi, 2008). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Suarni (2009) yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara ventilasi dengan kejadian TB paru di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyono (2002) di Kecamatan Ciampea Bogor, Dahlan (2001) di Kota Jambi yang menyatakan ada pengaruh antara ventilasi dengan kejadian penyakit TB paru. Hal ini sesuai dengan pendapat Kristiana (2010) yang menyatakan bahwa rumah yang luas ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan akan mempengaruhi kesehatan penghuni rumah, hal ini disebabkan karena proses pertukaran aliran udara dari luar ke dalam rumah tidak lancar, sehingga bakteri penyebab penyakit TB paru yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar. Ventilasi juga dapat meyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit, oleh karena itu kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit TB paru. Namun bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutangi (2003) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang bermakna antara ventilasi dengan kejadian penyakit TB paru di Kabupaten Indramayu.

Universitas Sumatera Utara

5.2.4. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Pencahayaan dengan Kejadian Penyakit TB Paru Pencahayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perhitungan dari luas ventilasi yang meliputi luas lubang angin, luas jendela rumah dan luas pintu yang terbuka dibagi dengan luas lantai. Pada umumnya sinar matahari masuk ke dalam rumah responden namun luas ventilasi kurang memadai sehingga cahaya yang masuk tidak memenuhi syarat kesehatan. Kondisi pencahayaan yang kurang disebabkan karena kurangnya ventilasi yang ada pada rumah responden seperti jendela, pintu dan lubang angin sehingga sinar matahari tidak dapat masuk. Selain itu padatnya perumahan dimana antara rumah yang satu dengan yang lain saling berdempetan. Dan ada beberapa rumah yang memiliki jendela namun tidak pernah dibuka yang sehubungan dengan keamanan rumah dari kekhawatiran dengan adanya pencurian. Menurut Notoatmodjo (2011) dan Sarudji (2010) ukuran minimal cahaya masuk kedalam rumah adalah dengan luas ventilasi 15%-20% dari luas lantai. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pencahayaan dengan kejadian penyakit TB paru dengan nilai p = 0,003 (p<0,05). Dalam hal ini sistem pencahayaan masih dijumpai 10% rumah yang tidak dilengkapi jendela. Rumah yang memiliki jendelapun hanya sebagian kecil yang membukanya setiap pagi hari. Begitu pula dalam hal sinar matahari, ventilasi dan penerangan ruangan, terdapat 30% rumah yang tidak masuk sinar matahari langsung. Ketiadaan jendela atau fungsi jendela, gelap dan lembab dapat mengganggu sistem penghawaan

Universitas Sumatera Utara

dan penggantian udara segar dalam rumah. Apalagi bila keadaan rumah tersebut tidak dimasuki sinar matahari secara langsung, dapat menjadi tempat yang baik untuk berkembangnya bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam udara ruangan untuk waktu yang lama. Menurut asumsi peneliti bahwa responden yang memiliki rumah dengan cahaya yang kurang maka akan meningkatkan angka perkembangbiakan bakteri Mycobacterium tuberculosis karena bakteri ini akan bertahan hidup dalam waktu yang lama tanpa sinar atau cahaya matahari. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suarni (2009) yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara pencahayaan rumah yang tidak memenuhi syarat terhadap kejadian penyakit TB paru di Kecamatan Pancoran Mas kota Depok, sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fatimah (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian TB paru di Kabupaten Cilacap. Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayunah (2008) di Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan dan Supriyadi (2003) di kota Banjarmasin yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan atau tidak ada pengaruh antara pencahayaan dengan kejadian penyakit TB paru. Pencahayaan langsung dalam ruangan dapat mengurangi terjadinya penularan bakteri Mycobacterium tuberculosis, karena sinar ultraviolet (sinar matahari) dapat membunuh bakteri ini secara langsung dan cepat. Dalam hal ini luas ventilasi sangat berpengaruh terhadap jumlah cahaya yang masuk ke dalam rumah karena semakin

Universitas Sumatera Utara

luas ventilasi maka semakin banyak cahaya yang masuk (Supriyadi, 2003). Perlu diperhatikan dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan dan tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini disamping sebagai ventilasi juga sebagai jalan masuknya cahaya. Lokasi penempatan jendela juga harus diperhatikan dan diusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai dan bukan menyinari dinding. Maka sebaiknya pembuatan jendela harus di tengah-tengah tinggi dinding. Dan jika memungkinkan sebaiknya menggunakan beberapa atap rumah dengan kaca terutama untuk ruangan yang tidak ada ventilasi sama sekali sehingga ruangan tidak menjadi gelap (Notoatmodjo, 2011). 5.2.5. Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Kelembaban dengan Kejadian Penyakit TB Paru Kelembaban udara dalam penelitian ini adalah keadaan kelembaban udara dalam rumah yang diukur dengan menggunakan termohygrometer dan dinyatakan dalam persen, memenuhi syarat jika nilai kelembabannya antara 40% - 70%. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa responden yang memiliki rumah dengan kelembaban yang baik atau memenuhi syarat hampir sebanding dengan responden yang memiliki kelembaban yang tidak baik atau tidak memenuhi syarat. Namun dari responden dengan kelembaban yang tidak baik, mayoritas menderita TB paru yaitu sebanyak 78,9%. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden tidak membuka jendela pada siang hari sehingga cahaya matahari tidak dapat masuk secara langsung yang mengakibatkan ruangan dalam rumah menjadi lembab sehingga dapat meningkatkan daya tahan hidup bakteri.

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan kelembaban dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,045 (p<0,05). Kelembaban dalam rumah sangat berhubungan dengan ventilasi dan pencahayaan. Jika ventilasi dan pencahayaan tidak memenuhi syarat maka kelembaban dalam rumah semakin tidak memenuhi syarat kesehatan. Kurangnya ventilasi rumah, kepadatan perumahan dan pengaruh cuaca yang panas kemungkinan menjadi faktor penyebab kelembaban udara dalam rumah tidak baik atau tidak memenuhi syarat kesehatan. Kelembaban merupakan sarana yang baik untuk pertumbuhan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat bertahan hidup beberapa jam bahkan berminggu-minggu bahkan bertahun-tahun lamanya pada tempat yang sejuk, lembap dan gelap tanpa sinar matahari (Sarudji, 2010 dan Fatimah, 2008). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutangi (2003) di Kabupaten Indramayu dan Ruswanto (2010) di Kabupaten Pekalongan yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara kelembaban dengan kejadian penyakit TB paru. Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suarni (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kelembaban rumah dengan kejadian penyakit TB paru di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayunah (2008) di Kabupaten Cilandak Jakarta Selatan yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kelembaban dengan kejadian penyakit TB paru.

Universitas Sumatera Utara

5.2.6. Pengaruh Sanitasi Lingkungan Rumah Berdasarkan Suhu terhadap Kejadian Penyakit TB Paru Suhu dalam penelitian ini adalah suhu udara ruangan dalam rumah yang di ukur dengan menggunakan alat termohygrometer yang dinyatakan dalam derajat celsius. Dari hasil pengukuran terhadap suhu rumah mayoritas responden memiliki suhu rumah tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu sebanyak 60%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan suhu dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,007 (p<0,05). Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden memiliki rumah dengan suhu yang tidak baik atau tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga dapat meningkatkan perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit TB paru, sehingga angka kejadian penyakit TB paru akan meningkat. Hal ini relevan dengan pendapat yang dinyatakan oleh Ruswanto (2010) bahwa keadaan suhu sangat berperan pada pertumbuhan bakteri Mycobacterium tuberculosis, dimana laju pertumbuhan bakteri tersebut ditentukan berdasarkan suhu udara yang ada di sekitarnya. Kondisi ini sangat berkaitan dengan sirkulasi udara di dalam rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akibat dari luas ventilasi yang kurang dari 10% luas lantai rumah. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Adrial (2006) yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang bermakna antara suhu dengan kejadian penyakit TB paru di kota Batam.

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayunah (2008) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara suhu rumah dengan penyakit TB paru di Kabupaten Cilandak Jakarta Selatan. Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suarni (2009) yang menyatakan bahwa tidak terdapat berhubungan yang bermakna antara suhu dalam rumah dengan kejadian TB paru di Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Menurut Adrial (2006) suhu udara dalam rumah agar tetap nyaman bagi masyarakat perlu disampaikan dengan membuat ventilasi yang cukup yaitu minimal 10% dari luas lantai rumah, jendela yang selalu dibuka setiap pagi, adanya lubang angin yang dapat berhubungan langsung dengan udara di luar rumah sehingga sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik, adanya panghijauan dengan tanaman di halaman rumah atau taman bunga atau di pasangnya alat seperti kipas angin di dalam rumah jika memungkinkan agar kenyamanan dalam rumah tetap terjaga.

5.3.

Penghasilan Keluarga dan Tingkat Pendidikan Penghasilan keluarga dalam penelitian ini adalah jumlah penghasilan yang

dimiliki keluarga dalam satu bulan. Sedangkan tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang dimiliki responden saat mengisi kuesioner. 5.3.1. Hubungan Penghasilan Keluarga dengan Kejadian Penyakit TB Paru Penghasilan keluarga dalam penelitian ini adalah jumlah penghasilan keluarga dalam satu bulan yang dihitung berdasarkan Upah Minimum Propinsi (UMP) yaitu

Universitas Sumatera Utara

kategori penghasilan tinggi jika Rp.1.035.500 dan rendah jika < Rp 1.035.00 dalam setiap bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan penghasilan keluarga dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,001 (p<0,05). Dari jumlah penghasilan keluarga didapatkan gambaran bahwa umumnya responden memiliki penghasilan rendah dengan angka kejadian penyakit TB paru sebesar 80,8%. Berdasarkan data hasil penelitian di atas maka dapat diketahui bahwa sebagian besar responden yang menderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo mempunyai penghasilan rendah setiap bulannya, sehingga mempengaruhi kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup termasuk pemeliharaa kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan. Jumlah penghasilan keluarga yang rendah maka akan menghambat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Menurut Notoatmodjo (2003), keadaan penghasilan keluarga memegang peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga. Jika penghasilan keluarga tinggi maka pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit juga meningkat, dibandingkan dengan penghasilan rendah akan berdampak pada kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan karena daya beli obat maupun biaya transportasi dalam mengunjungi pusat pelayanan kesehatan Penghasilan keluarga juga merupakan keadaan yang mengarah pada perumahan yang terlampau padat sehingga mendukung dalam memiliki rumah yang

Universitas Sumatera Utara

tidak memenuhi syarat kesehatan atau kondisi kerja yang buruk karena sebagian besar penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo tinggal dalam rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Keadaan ini dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Orang yang hidup dengan kondisi ini juga sering mengalami gizi buruk karena ketidakmampuan menyediakan makanan bergizi akibat rendahnya penghasilan. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wildan (2008) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat sosial ekonomi keluarga dengan kejadian penyakit tuberkulosis di Puskesmas Sedati.

Namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ruswanto (2010) yang menyatakan bahwa tingkat pendapatan keluarga dalam satu bulan bukan merupakan faktor risiko atau tidak ada pengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru di Kabupaten Pekalongan. Penghasilan keluarga juga merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya pencegahan penyakit, karena dengan penghasilan yang cukup maka akan ada kemampuan menyediakan biaya kesehatan serta mampu menciptakan lingkungan rumah yang sehat dan makanan yang bergizi. Menurut WHO dalam Achmadi (2008) menyebutkan 90% penderita TB paru di dunia menyerang kelompok masyarakat dengan sosial ekonomi yang lemah atau dengan penghasilan rendah. Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Rendahnya jumlah penghasilan keluarga dapat menyebabkan kurangnya

Universitas Sumatera Utara

kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB paru. 5.3.2. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Penyakit TB Paru Pendidikan dalam penelitian ini adalah pendidikan formal terakhir yang dijalani oleh responden pada saat mengisi kuesioner dan diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan relatif rendah yaitu sebanyak 70%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Puskesmas Mulyorejo dapat diketahui bahwa tidak terdapat pengaruh tingkat pendidikan terhadap kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,297 (p>0,05). Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kesamaan pengetahuan tentang kejadian penyakit TB paru pada responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dengan responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Artinya tingkat pendidikan seseorang tidak menjamin tingginya tingkat pengetahuan tentang kejadian, pencegahan dan pengendalian penyakit TB paru. Hasil penelitian ini tidak relevan dengan pendapat yang dinyatakan oleh (Suarni, 2009), bahwa rendahnya tingkat pendidikan maka pengetahuan tentang penyakit TB paru yang kurang, kesadaran untuk menjalani pengobatan secara teratur dan lengkap juga relatif rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayunah (2008) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit TB paru di Kecamatan Cilandak Jakarta

Universitas Sumatera Utara

Selatan. Sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Supriyadi (2003) di kota Banjarmasin dan Sutangi (2003) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh antara tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit TB paru. Hal ini disebabkan karena tidak selamanya pendidikan tinggi tingkat pengetahuannya tinggi khususnya pengetahuan tentang penyakit TB paru begitu pula sebaliknya.

5.4.

Upaya Pengendalian Upaya pengendalian penyakit dalam penelitian ini adalah perilaku hidup

sehat. 5.4.1. Hubungan Perilaku Hidup Sehat dengan Kejadian Penyakit TB Paru Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden didapat jawaban perilaku hidup sehat relatif kurang baik yaitu sebanyak 77,5% sehingga menyebabkan angka kejadian penyakit TB paru lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan perilaku hidup sehat dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,018 (p<0,05). Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden memiliki perilaku hidup sehat kurang baik yang ditandai dengan banyaknya responden yang batuk tidak menggunakan sapu tangan atau tissue dan membuang dahak/ sputum di sembarang tempat. Diasumsikan bahwa perilaku yang tidak baik akan mendukung perilaku seseorang untuk berperilaku hidup tidak sehat sehingga angka kejadian penyakit TB paru akan meningkat.

Universitas Sumatera Utara

Munurut Rahmawati dan Proverawati (2012) perilaku hidup sehat adalah semua kegiatan atau aktivitas dalam kehidupan sehari-hari yang mencerminkan upaya hidup sehat dalam memelihara kesehatan keluarga yang sehat dan menghindari kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan terutama yang berkaitan dengan penyakit TB paru, yang meliputi kebersihan anggota keluarga, kebersihan makanan dan peralatan makan, kebiasaan olahraga, dan kebiasaan tidak merokok. Perilaku hidup sehat merupakan suatu bentuk perilaku kesehatan ini sesuai dengan indikator perilaku dan gaya hidup sehat seperti penggunaan alat makan dan minum yang terpisah, intensitas menjemur alat tidur (kasur, bantal, guling), waktu tidur, kebiasaan merokok, olahraga, dan penggunaan alat pelindung pada saat batuk atau bersin. Hal ini penting dalam kejadian penyakit TB paru. Perilaku hidup sehat seperti tindakan dalam pencegahan penyakit TB paru juga merupakan suatu bentuk upaya pencegahan agar penyakit ini tidak menyebar dan menulari orang lain. Upaya tersebut antara lain adalah pengobatan TB paru dan menerapkan perilaku hidup sehat. Upaya yang dapat dilakukan adalah agar penderita TB paru dapat berperilaku sehat dengan tidak membuang dahak disembarang tempat dan menutup mulut dengan menggunakan tissue atau sapu tangan ketika batuk atau bersin, tidak tidur dalam satu ruangan dengan anggota keluarga yang lain terutama anak balita yang rentan terhadap penularan TB paru dan bila memungkinkan adanya penambahan kamar tidur/ruangan yang memenuhi standar kesehatan. Karena sumber penular penyakit TB paru adalah penderita yang apabila dia batuk, berbicara atau bersin maka ribuan bakteri

Universitas Sumatera Utara

Mycobacterium tuberculosis akan menyebar bersama droplet napas penderita (Achmadi, 2008). Hal ini sesuai dengan teori Crofton (2002) yang menyatakan saat seorang penderita batuk sejumlah tetesan cairan (ludah) yang mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis tersembur ke udara. Tetesan yang paling besar akan jatuh ke bawah (tanah) sedangkan yang terkecil yang tidak dapat terlihat akan tetap berada di udara dan ikut terbawa udara. Baik di luar maupun di dalam rumah dengan ventilasi yang baik tetesan kecil tersebut akan terbawa aliran udara. Tetapi jika berada di ruangan yang tertutup dan sempit tetesan tersebut melayang di udara dan akan terus bertambah jumlahnya setiap kali orang tersebut batuk. Semua orang yang berada di ruangan tersebut akan menghirup udara yang sama dan berisiko menghirup bakteri tuberkulosis. Risiko yang paling tinggi bagi mereka yang paling dekat dengan orang yang batuk apalagi saat batuk tidak menutup mulut.

5.5.

Variabel yang Berpengaruh terhadap Kejadian Penyakit TB Paru Penyakit TB paru merupakan penyakit infeksi menular yang masih menjadi

masalah kesehatan masyarakat khususnya di Indonesia. Penularan penyakit ini melalui udara yang tercemar oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan/ dikeluarkan oleh penderita TB paru saat batuk. Munurut Achmadi (2008), banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit TB paru. Pada dasarnya berbagai faktor saling berkaitan satu sama lain. Faktor yang berperan dalam kejadian penyakit TB paru diantaranya adalah

Universitas Sumatera Utara

karakteristik individu, sanitasi lingkungan rumah (kepadatan penghuni, lantai rumah, ventilasi, pencahayaan, kelembaban dan suhu), penghasilan keluarga, tingkat pendidikan dan upaya pengendalian penyakit yaitu menerapkan perilaku hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. Umumnya yang terserang penyakit TB paru adalah golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah yang mendukung untuk tinggal dalam lingkungan yang kurang baik. Berdasarkan hasi penelitian yang menggunakan uji regresi logistik berganda dari 9 (sembilan) variabel yang diteliti diperoleh hasil bahwa variabel yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit TB paru adalah penghasilan keluarga dimana nilai koefisien (Exp.) tertinggi yaitu 24,549. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat diketahui bahwa semakin rendah penghasilan dalam suatu keluarga maka akan semakin besar peluang untuk terjadinya penyakit TB paru. Hal ini dapat lihat dari data bahwa sebagian besar responden yang menderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo mempunyai penghasilan rendah dalam setiap bulannya, sehingga mempengaruhi kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup termasuk pemeliharaa kesehatan serta perilaku hidup sehat. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa moyoritas responden memiliki penghasilan rendah. Semakin rendah penghasilan keluarga maka semakin rendah pula kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga baik primer, sekunder maupun tersier, termasuk di dalamnya penyediaan makan bergizi, lingkungan rumah yang sehat serta pemeliharaan status kesehatan. Hal ini dapat

Universitas Sumatera Utara

berpengaruh bagi jasmani, rohani dan sosial sehingga bila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka dapat menurunkan status kesehatan dimana daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terserang penyakit TB paru.

Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 40 responden di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang tentang pengaruh sanitasi lingkungan rumah, penghasilan keluarga dan upaya pengendalian terhadap kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan variabel sanitasi lingkungan rumah yang memiliki hubungan dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga yaitu ventilasi dengan nilai p = 0,041 (p<0,05), pencahayaan p = 0,003 (p<0,05), kelembaban p = 0,045 (p<0,05) dan suhu p = 0,007 (p<0,05). Sedangkan variabel yang tidak memiliki hubungan adalah kepadatan penghuni dengan nilai p = 0,477 (p>0,05), dan lantai rumah p = 0,407 (p>0,05). 2. Ada hubungan penghasilan keluarga dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,001 (p<0,05). 3. Tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,297 (p>0,05). 4. Ada hubungan perilaku hidup sehat dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga dengan nilai p = 0,018 (p<0,05). 5. Variabel yang berpengaruh dengan kejadian penyakit TB paru pada ibu rumah tangga adalah penghasilan keluarga dengan nilai koefisien (Exp. ) 56,502.

Universitas Sumatera Utara

6.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang, kejadian penyakit TB paru dipengaruhi oleh beberapa faktor sanitasi lingkungan rumah (ventilasi, pencahayaan, suhu dan kelembaban), penghasilan keluarga dan perilaku hidup sehat. Untuk mengatasi hal ini maka saran-saran yang dapat disampaikan adalah: 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang a. Sebaiknya program pemberantasan penyakit TB paru tidak hanya melakukan pengobatan terhadap penderita tetapi lebih meningkatkan kegiatan perbaikan lingkungan fisik rumah terutama pada rumah-rumah yang mempunyai risiko terhadap kejadian pennyakit TB paru. b. Meningkatkan pembinaan, pengawasan dan pemantauan pelaksanaan program kesehatan lingkungan misalnya dengan mengadakan pelatihan terhadap tenaga kesehatan lingkungan yang ada di Puskesmas dan memonitoring pelaksanaan kegiatan klinik sanitasi di Puskesmas. 2. Bagi Puskesmas Mulyorejo Kabupaten Deli Serdang a. Sebaiknya lebih meningkatkan penyuluhan tentang rumah sehat dan kaitannya dengan penyakit TB paru kepada masyarakat khususnya pada ibu rumah tangga seperti kepadatan hunian, lantai rumah, pentingnya fungsi ventilasi, pencahayaan, suhu dan kelembaban guna mencegah terjadinya penularan penyakit ini dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan

Universitas Sumatera Utara

perbaikan lingkungan rumah karena penyakit ini bukan hanya merupakan masalah bagi penderita pribadi tetapi juga masalah bagi lingkungannya. b. Meningkatkan penyuluhan kepada masyarakat tentang upaya pengendalian penyakit seperti perilaku hidup sehat misalnya perilaku menutup mulut saat batuk dan dampaknya terhadap kesehatan yang berpotensi sebagai penyebab kejadian penyakit TB paru serta perilaku hidup sehat khususnya untuk selalu menjaga kebersihan dalam rumah dan sekitarnya sehingga masyarakat dapat mengetahui dan mengenal lebih jauh tentang penyakit TB paru. c. Sebaiknya petugas Puskesmas lebih meningkatkan kegiatan kunjungan langsung ke rumah penderita TB paru untuk melihat kondisi sanitasi lingkungan rumah dan untuk mengetahui ada tidaknya kemungkinan keluarga penderita yang tertular sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan. Untuk itu pencatatan alamat penderita di buku register harus jelas dan lengkap sehingga memudahkan dalam kegiatan kunjungan rumah. d. Sebaiknya lebih meningkatkan kunjungan ke rumah penderita TB paru sehingga dapat melihat langsung kondisi lingkungan rumah penderita dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya fungsi ventilasi rumah terhadap kesehatan khususnya berkaitan dengan penularan penyakit TB paru. Jadi tidak hanya menekankan pada pengobatan terhadap penderita.

Universitas Sumatera Utara

3. Bagi Masyarakat Khususnya di Wilayah Kerja Puskesmas Mulyorejo a. Turut serta berperan aktif dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit TB paru, misalnya dengan menerapkan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari dengan menjaga kondisi rumah tetap dalam keadaan bersih dan sehat. Segera datang ke Puskesmas bila ada tanda-tanda yang patut dicurigai misalnya batuk lebih dari tiga minggu dan ada kontak dengan penderita TB paru. Sedangkan untuk penderita TB paru sebaiknya tetap teratur minum obat hingga dinyatakan sembuh sehingga tidak berisiko sebagai penular. b. Agar senantiasa meningkatkan jumlah penghasilan keluarga demi

terpenuhinya kebutuhan hidup misalnya dengan memanfaatkan lahan kosong untuk ditanam sayuran agar dapat dijual dan dimakan sendiri atau dengan bekerja paruh waktu pagi dan sore di tempat yang berbeda, dengan demikian penghasilan keluarga akan bertambah sehingga dapat menciptakan lingkungan sehat, makanan bergizi serta memelihara status kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

You might also like