You are on page 1of 363

NISKALA

&
SEBUAH NOVEL BERJUDUL EPISODE IV

ERVIN RUHLELANA
Copylefts 2004
you have RIGHT TO COPY

Draft 1, 1999
Draft 15, 2003
Photo Copy Edition, 2004-2005
Online Edition, 2006
Draft 18, 2007
Multiply Version, Random Chaptering with Friend Fictions', 2008

You can get it free on ruhlelana.multiply.com/tag/episode%20iv


Respond and Reply (FriendFicts) to episode_iv@yahoo.co.uk
avalaible at ruhlelana.multiply.com/tag/friendficts
or
samanthaschool.blogspot.com

Published by
Samantha School

VIVA INDEPENDENT!!!

1
PROLOG.
It’s Not The Beginning

Aku mengurai-urai luka beberapa kali, sampai tanganku kebas. Awalnya tak kutemukan apa-
apa disitu. Meskipun beberapa kali aku seperti menemukan sesuatu, seperti misalnya seonggok
borok bernanah yang kusangka adalah hal yang kucari-cari itu, ternyata itu hanyalah borok
bernanah yang ditanam oleh makhluk-makhluk di masa lalu yang pada saat itu sering
menghantuiku saat sebelum tidur dan kemudian membangunkanku juga dari tidur yang tak
pernah nyenyak itu.

Aku meneruskan mencari, kali ini yang kutemukan – seperti yang pernah kuyakini sebelumnya
– bukanlah yang benar-benar ingin kutemukan, hanya sebuah jerawat kecil menyakitkan yang
bertengger dengan kuat dan tak terpecahkan di bawah hidungku, tepat diatas bibir tempat asap
rokok biasanya mengepul deras menghindari kepulan ke arah mata. Jerawat itu berbeda dengan
borok bernanah tadi, dia bukan hal yang ditanam oleh makhluk-makhluk di masa lalu tetapi
sebuah cerca yang kemudian akan mengejutkanku saat bangun tidur dan lantas menatap
cermin, menjerit. Yang jelas bukan dia yang sedang kucari. Lantas kupencet dia dengan paksa.
Rasanya perih sekali, sementara "mata"nya belum mau keluar, malah makin masuk, ini lebih
menambah perih.

Lelah dan putus asa tiba-tiba menjajah pencarianku dan hal itulah ternyata yang membawaku
menemukan benda itu diantara beberapa luka yang berdarah cukup busuk dan berbelatung ria
diantara kedua selangkanganku. Benda berbentuk uraian panjang sebuah teks yang terpelitur
mengkilap dalam sebuah kutipan lengkap tentang hidup seseorang yang pernah kuyakini ada
keberadaannya dalam beberapa bagian hidupku yang terurai-urai pecah berantakan.

Setidaknya dengan menemukan ini aku mungkin bisa membuat sebuah formula lem super rekat
untuk menyambungkan bagian-bagian hidupku yang terpecah-pecah tak beraturan itu.

Ini akan menjadi semacam permainan puzzle tanpa batas di semua sisinya, dan aku mungkin
akan menghabiskan sisa hidupku untuk menyusun puzzle-puzzle itu yang – seperti kubilang
terus-menerus nanti – “takbisaterbalik-kan”. Hidup adalah “ke-takbisaterbalik-kan” yang
kupikir cukup absolut mengencani sisi lain apapun yang berada disekitanya, tak terpermanai

2
keberadaannya.

Ini semua alasannya sangat sederhana, seperti alasan banyak orang, kebahagiaan, tapi tentu
saja kebahagiaan itu tak berpangkal-tak berujung, persis seperti puzzle-puzzle yang akan
kususun ini.

Maka, Kawan, doakan aku agar bisa cepat-cepat – minimal (paling tidak) – mengakhiri
hidupku! Dengan cara apapun – tentu! – yang kubisa memaknainya sebagai sebuah harap yang
tak berpangkal-tak berujung.

3
Pre-Chapter for W/32 – Perih

Ribuan digit dalam angka-angka 0 dan 1 yang terkombinasi secara ajaib menjadi program-
program pembentuk semesta. Seperti symbol pertama untuk jantan dan betina, 0 untuk ovum
dan 1 untuk sperma, lalu tercipta 0 dan 1 dalam deret-deret yang tak terkira panjangnya dalam
baris-baris yang baru, menyatu utuh menjadi program dalam rupa Zygote, awal manusia baru,
aku. Mengingat hal ini seperti menghunjamkan kembali pendarahan ibuku pada ingatan
terperih dalam hidupku, jauh tersimpan dalam folder yang disembunyikan dengan aman meski
tak seaman yang kukira.

Berkali-kali aku melempar ingatan-ingatan perih ini, tapi ini semuanya read-only files. Aku tak
bisa menghapusnya, selalu ada alat untuk melacak jejak-jejaknya, meski asing, tapi selalu
perih. Aku benci search engine. Tanpanya hidupku bisa jauh lebih ringan tanpa beban ingatan-
ingatan yang kunamai perih itu, sebuah program file yang tersimpan dalam system 32 yang
sudah merangsek seperti virus dan mengacaukan program-program lain yang ada di dalamnya.
W/32-Perih, seorang temanku menamai Worm ini. Tidak merusak tapi mengganggu. Up Date-
an terbaru dari semua jenis anti virus, yang canggih sekalipun, tidak mampu membunuh
program Worm yang ini. Malah ada beberapa anti virus yang jadi kacau dalam mendeteksi
hingga menghapus file-file penting dan program-program penting. Hingga sering kali kepalaku
nge-hang dan harus di restart. Dan seringkali pula program bootnya bener-bener rusak hingga
aku tak bisa masuk kedalam hidupku sendiri dan harus di install ulang. Sakit sekali. Menguliti-
menghapus-mengganti baru hampir semua program agar bisa diaplikasikan kembali. Capek,
butuh waktu lama dan lebih banyak merasa kehilangan.

Setelah itu, W/32-Perih tak pernah benar-benar terbunuh, masih melekat dan menjalar dan
menyebar dalam folder-folder yang tak terdeteksi keberadaannya. Ku-nonaktifkan program
search-engine-nya. Dan setelah ini hidupku harus benar-benar disusun dalam mekanisme
meraba-raba, meski akan jauh lebih capek ketimbang pake search engine tapi jauh lebih aman,
kemungkinan resiko mendapat serangan W/32-Perih akan jauh lebih sedikit dan tentu saja
lebih aman untuk lambungku sebab penyakit maagku kambuh bila W/32-Perih beraksi.

4
Chapter One

ada apa di balik garis kematian? kata edgar allan poe


ha? aku hanya memandangnya sebagai serentetan kata-kata yang sering teramat dilantunkan
oleh sebuah wacana pencapaian tertinggi - nihil - seperti misalnya seorang wanita - samantha -
yang selalu berteriak mati di setiap akhir episode nya.

aku rasa setelah semuanya selesai - dalam arti yang sebenarnya - mati - dalam arti yang
sebenarnya - tinggal jiwa - kalau memang jiwa itu ada - yang berarti tanpa jasad - ini pun baru
spekulasi yang sudah terjadi dari semenjak awal peradaban - khayal - dan sejauh ini aku baru
menemukan bahwa realitas khayali hanya ada dalam kepalaku - dan segala media yang
digunakan untuk menyimpan ingatan - semisal dongeng - kertas - flashdisk - you tube - atau
anak cucu - lalu manusia akan menjadi sangat mapan - super - dan juga menjadi jujur - dan
hingga saat ini aku belum menemukan parameter untuk mengukur kadar kejujuran - sebab
semenjak ada orang-orang yang bisa mengelabui lie detector - aku sudah tidak begitu percaya
dengan tingkat akurasi alat itu - hanya intuisi - yang subjektif - tidak empiris serta tidak bisa
ditebak kapan datangnya-lah satu-satunya alat yang masih bisa kupercayai - tapi jelas hal ini
tidak akan begitu saja dipercaya orang-orang - sebab hanya para dukun sakti yang bisa
menjamin kepercayaan orang-orang terhadap diri mereka - dan aku belum sesakti itu - belum
sebijak itu - para dukun sakti itu sering juga dijuluki dengan istilah para bijak - meski aku
yakin bahwa aku bukan ingin dijuluki sang bijak - tapi sekedar ikut nimbrung dalam semua ke-
carutmarut-an ini - ke-harut dan marut-an - gara-gara setitik keinginan yang tak bisa
dibendung; setitik ingin untuk ingin.

kemudian aku menduga secara misterius dan kompleks - bahwa setelah mati manusia akan
menciptakan neraka sendiri - tergantung kadar kesadarannya akan dosa - itu pun kalau dosa
memang pernah ada - atau ciptakan surga sendiri - tergantung pada kadar keinginannya akan
surga ketika masih hidup - dan seperti bayangannya itulah surganya - seperti dua merpati yang
ditasbihkan pada dua agama yang berbeda - lalu dilepaskan - maka setiap merpati punya
surganya sendiri-sendiri - lalu bosan pada surga yang aku yakin memang lama-lama akan
sangat membosankan - apalagi kalau kamu kurang kreatif - saat ini keinginan untuk bertemu
tuhan akan semakin kuat - pertemuan ini sangat ditentukan oleh seberapa besar manifestasi

5
yang sudah kamu berikan - bukan pada tuhan - tapi pada segala aspek yang membuatmu hidup
dan dibuatmu hidup - lalu reinkarnasi - atau segala konsep yang mengatakan tentang
kehidupan setelah kematian di kepercayaan apapun - atau malah tak akan ada apa-apa - benar-
benar tidak ada apa-apa - dalam arti yang sebenar-benarnya.

selesai. berlanjut. selesai. selesai tanpa akhir. ahahaha. berlanjut tanpa akhir... gak jelas deh
kalo udah gini...

kematian bukan apa-apa - bukanlah hal sebesar itu - sehingga para bijak harus menghabiskan
masa kontemplasinya untuk membicarakan hal remeh seperti itu.
pasti ada hal yang lebih besar ketimbang itu - ketimbang kematian - atau segala hal disebalik
garis itu - atau sebenarnya kita hanya butuh nabi baru?
basi berikut lebay!

yang kita butuhkan sekarang - hanyalah seorang sahabat - belahan jiwa - tulang rusuk (omong
kosong!) yang hilang itu - avatar - pecahan pribadi yang tak pernah kita pahami - nur dalam
beberapa kurung - cahaya - roh kudus - breakthrough - tuhan - dewa-dewi - cinta - busuk -
bangkai ! masih memilih mati di tempat-tempat suci dengan lagu-lagu pengiring yang indah?
ha!

ketika tak kurasakan lagi pijakan kaki di atas bumi - ketika tak kurasakan lagi gravitasi
menarik-narik tubuh - ketika aku tak berani lagi melihat cermin - sebab cermin selalu
memperbanyak kesakitan ku menjadi 2 kali lipat - dan untuk apa pula memaksakan sakit itu
jadi bertambah banyak - berdrama-drama - berdarah-darah - puluhan babak - ratusan episode -
air mata kering - lalu palsu - lalu akhirnya kita semua memutuskan untuk menjadi pabrik
topeng kertas yang mudah dirubah dan diwarnai ulang - atau sengaja membuat topeng-topeng
sebanyak-banyaknya dari ratusan karakter wayang - membuka lahan di banyak tempat dengan
berbagai pribadi yang berbeda - mem-blog-blog-kan segala hal yang meretasi kepala -
menjingga hati - atau menggelitik selangkangan - lalu menjadi introvert bengong di depan
kotak menyala - ketawa sendiri - atau tiba-tiba air mata - atau tiba-tiba teriak marah - hingga
benar-benar hampir berada pada anarkisme yang paling tinggi - dan mencipta seperti ketika
pertama kali konsep tuhan hadir di kepala manusia - aku bersujud pada entah apa - entah apa
yang bisa terdeteksi oleh ulu hati - entah apa yang menonjok - lalu seluruh pembuluh darah

6
mendesir - memaksa hormon-hormon pembahagia bekerja lebih giat lagi - tapi sekaligus
membuatku menjadi pengidap insomnia parah.

yes, bright dreams to dream


yes, glad songs to sing
yes, joy that will bloom like an ending spring
BOOM!

ketika dia bilang; "butuh waktu tiga bulan untuk kita sejajar berbicara disini!"
ha.ha. butuh 30 abad, om! 30 abad untukmu menjadi aku! percayalah!
ada apa di "se"balik "ge"garis "maya"-maya lain?
akan kuuraikan secara matematis, karena ini kudapatkan dalam pelajaran matematika waktu
kelas satu sma.

aku menemukan hal dari sebuah kompleksitas general - yang sudah tidak lagi
mempermasalahkan real-khayal - maya-nyata - tapi jauh lebih kompleks dari itu - ini tentang
sebuah legenda - legenda tentang sebuah wadah kosong berupa kendi yang harus kau pilih -
ada dua kemungkinan isi dalam kendi itu yang bisa kau raih - kemungkinan pertama berupa air
bening menyegarkan - kemungkinan kedua berisi air pengetahuan yang memenatkan.

lantas dia berkata; "kan ku pukul kau bila nanti balik lagi kesini!"
sabar kawan, aku belum selesai, ah, bahkan baru mulai...

tuan-tuan yang baik - tuan poe atau tuan-tuan yang se-profesi dengannya - hanyalah seorang
pesimistis lumrah yang tertarik pada kehororan perang dalam sudut-sudut pandang apresiasi
tertentu - reduksi tertentu - lalu jadi beberapa novel detektif - atau novel-novel misteri yang
menyembunyikan beberapa teori konspirasi di balik kalimat-kalimatnya yang membuai -
seduktiv - provokativ - sinting!
terima kasih!

dan tuhan serta dewa-dewi yang aneh ini akan selalu tertawa bersamaku setelah berpuluh-
bahkan beratus abad diperlakukan dengan sangat kaku - sri baginda - dzat yang maha blablabla
- sang hyang tralalalala - bapa - the sun of god - apapun julukannya - sebanyak apapun itu -

7
tetap tidak menghilangkan rasa kesepian mereka - maka terciptalah aku - entah dari apa -
seseorang yang diciptakan untuk tidak melakukan apapun kecuali menemani mereka - menjadi
sahabat di kala sepi - temen curhat - saling mengapresiasi - minta rokok - pinjem duit buat
bayar kost-an dan utang ke warung tegal - tukeran kolor - hingga saling toyor kepala - dan
hampir selalu di akhiri dengan tertawa-tawa - tidak lagi terbahak - bagian itu sudah kami lewati
- tidak lagi "hahaha" - atau "ha.ha." - tapi bahasa jiwa yang teramat hening bila di dengar di
sisi lain kompleksitas general tadi.
tuhan yang baik! begitu biasanya aku menyapa. dewa-dewi yang baik!
belikan aku mekbuk - agar aku bisa mendesain pesenan 'arsy-mu yang baru sambil nongkrong
di warung-warung mewah bertitik panas dan bergadis sexy - agar aku bisa lebih banyak
mendapat inspirasi untuk mencipta mantra-mantra baru untuk kalian - kalian sudah bosan kan
dengan mantra yang itu-itu lagi - "jadilah! jadilah! jadilah!" - disamping aku juga sudah agak
meragukan tingkat ketepatan takdir - kecuali ada beberapa takdir menyeruduk dari luar takdir
yang kubuat - bagaimana kalau mantranya begini; "goyang-goyang-goyang pantat - cairlah -
hindarilah kemelekatan - bayangkan sebuah sungai yang mengalir di angkasa - ada bidadari-
bidadari sedang mandi - jangan sembunyikan pakaian mereka - sebab instant karma terjadi
begitu saja - refleks - hanya sampai di sumsum tulang belakang - tak sampai ke otak - tak
mampu kami cegah - lalu setel radiohead keras-keras" - ;p :D

kompleksitas general:
bilangan kompleks memiliki dua cabang turunan; bilangan real dan bilangan khayal
bilangan khayal adalah bilangan yang tidak mungkin seperti akar minus dua
bilangan khayal tidak memiliki turunan
bilangan real memiliki dua cabang turunan; bilangan rasional dan bilangan irasional
bilangan irasional tidak memiliki turunan
bilangan rasional memiliki dua cabang turunan; bilangan bulat dan bilangan pecahan
bilangan pecahan tidak memiliki turunan
bilangan bulat memiliki dua cabang turunan; bilangan negatif dan bilangan cacah
bilangan negatif tidak memiliki turunan
bilangan cacah memiliki dua cabang turunan; bilangan nol dan bilangan asli
bilangan nol hanya nol
dan bilangan asli memiliki dua cabang turunan; bilangan prima dan bilangan komposit

8
coba lihat bilangan-bilangan yang tidak memiliki turunan - lantas kemana turunan-turunannya?
sekompleks inilah maksudku tentang kompleksitas general.

30 abad, mas? cukup?

terlalu lamakah untukmu? atau, ah... waktu hanyalah rekaan kecil mereka untuk mempersempit
pikiran kita dan ruang adalah ide besar mengenai cara hebat membatasi ide.

masih ada hal-hal yang lebih besar lagi ketimbang itu, ketimbang hal-hal yang bahkan belum
terpecahkan. bukan hanya di "se"balik garis kematian, tapi di balik kompleksitas general tadi
atau bahkan di sisi-sisi lain yang tak penah terkirakan - tak hingga - di luar ambang-ambang
batas...

mad"yeech"reject. option. deleted. ha.ha.

aku, disini, di tengah malam ini


terdiam kembali - nyengir jail bersama mereka; tuhan dan dewa-dewi
merencanakan produk-produk canggih di masa depan - anarkisme instant dalam kemasan-
kemasan anti plastik - kemasan recycle-able - di 30 abad mendatang
membentuk semesta tanpa carut-marut - tanpa harut-marut - tanpa habel 'n kain - bahkan tanpa
kitab-kitab suci
ketika intuisi tak lagi berarti
tak perlu tingkat-tingkat
athman-monage-buddha-syariat-tarikat-hakikat-marifat-sudra-waisya-ksatria-brahmana-atau
kebanyakan konsep yang setara dengan konsep-konsep ini - bahkan atheisme - hanya akan
menjadi suplemen renyah-lucu-menghibur-bikin ngakak.
bersama satu nama (aku paling suka dengan nama ini) ALALAHA
yang merindu abadi pada semesta dan utopia dan diantaranya yang tak ter-(maaf tak ada
bahasa untuk ini).

kira-kira begitu.

tuan-tuan yang baik yang hidup di 30 abad yang lalu, sedemikian sehingga aku kembali pada

9
30 abad sebelum masa tuan-tuan sekarang - persis seperti interfase - atau menurut bahasa tuan-
tuan; 3 bulan? - berarti sekarang aku berada diantara masa 1000 b.c. - 8000 a.d. - dan waktu
sebanyak ini hanya kugunakan untuk interfase - hanya untuk interfase!

nah, begitulah...

10
Chapter Two
(Kenapa? Episode IV)?

Kenapa? Sebab mungkin aku tak pernah menuliskan episode pertamanya atau episode kedua
tidak layak dibaca oleh orang lain atau lebih mungkin episode ketiga membicarakan tentang
disebalik garis kematian juga –yang pada akhirnya akan sama dengan episode keempat,
padahal aku selalu menulis begini:
EPISODE IV.

Kenapa? Sebab di episode pertama aku menuliskan sebuah puisi dalam setiap hirupan nafasku.
Kenapa? Sebab di episode kedua aku bercerita tentang aku –he.he. terimakasih!- dalam
episode.

Kenapa? Sebab episode ketiga aku menulis tentang sebuah mainan elektronik yang di belikan
ibuku yang membuat aku tetap diam dan menghentikan gravitasi-rotasi bumi-bermain
jelangkung-teriak-nangis(hiks.hiks.)-terbang-melayang-menembus bintang-menari-nari di atas
langit dengan beribu pertanyaan tentang cara menari yang baik...Tuhan!Dewa-Dewi!

Sekira-kira isinya sebagai berikut:

Episode I.
Bandung, 16 November 2K
Sebenarnya tak ada kata-kata
Selalu tak ada kata-kata
Sepertinya peti mati telah membawanya ke sebuah sisi
Yang sudah tidak memperdulikan lagi masalah simetri
Hingga kurvapun, apa peduliku?
…(lalu disini aku menghitung hirupan nafas dan segala cerita tentang hitungan, tak perlu
kutulis)
Tapi setiap kali sebuah puisi tercipta
Aku selalu mati
Dan perlu sebuah puisi untuk menghidupkanku lagi
Adakah akhir? –sebenarnya aku tidak bertanya pada siapa-siapa tetapi menghitung kembali

11
setiap hirupan nafas yang selalu menerjemahkan berbagai kerlingan mata setiap orang pada
mataku.

Episode II.
Bandung, 16 November 2K
16.03
…aku bertanya kepada seseorang, “Apakah embun itu yang menggelayut di daun?” Jawabnya
adalah, “Kenapa kau bertanya seperti itu?” Aku lari dan marah …(lalu ada cerita disini tentang
angka-angka, hitungan-hitungan tak masuk akal, jutaan tetes embun setiap pagi dan
menjelang…? –seringkali aku bertanya tentang nama-nama waktu)
…apabila leher terjerat dalam kondisi panjang tambang yang menjerat semakin kecil, matikah
kalian ?
“apakah embun itu yang menggelayut di daun?”

Episode III.
Bandung, 22 November 2K
Quiet!
You’ve stolen my arms. Now My Heart’s dying-extremely dried-gurun-micro wave-autumn in
Japan. Seketika tiba-tiba hampir saja bumi terdiam mengulurkan lidahnya menjilati sekujur
tubuhku-basah kuyup-cuci baju-masuk angin-dikerokin-setetes embun-dingin-decolgen-hatsi…
Kembaranku ada di sana bersama eksotikadotkom-Agus Suwage. Lalu Ugoran seperti
meneriakan doubleudoubleudoubleudotshockmylifedotcom di sebuah panggung cyber space
dan aku terdiam seperti kelam mengantarkan hangatku pada gadis kecil yang sedang
memainkan boneka elektroniknya “mama…mama…”
Aku diam kembali menggosokan tarian jiwa itu di sekujur… dst… dst…
(karena lebih jauh lagi aku begitu cengengnya meskipun aku terus berhitung)

...
Begitulah! Hingga pada saatnya aku menciptakan yang keempat yang merupakan bagian yang
terpisah dari itu semua dan bahkan tak ada satupun dari itu semua yang menjadi bagian-bagian
yang merupakan satu kesatuan utuh. Hingga pada saatnya suara-suara mendengung itu mulai
menunjukan tanduknya yang akan segera menghunus bagian-bagian tubuhku – aku ngeri sekali
dengan darah – dalam sekali seruduk. Padahal setumpuk tahinya kutemukan tadi sore di sebuah

12
keanggunan seekor waktu yang mengaum dimakan lele-lele yang meloncat-loncat kegirangan
menemukan tahi menumpuk sebanyak itu.
Dan… yang paling kupentingkan adalah dialog seperti ini hingga suatu saat kutemukan
beberapa kata yang paling penting dari Episode IV-ku; S-isms, LOL w/ GOD, Interfaseku,
Seringai Tuhan untuk S-isms, dan tahun-tahun antara 1000 b.c. – 12000 a.d.

Tahun-tahun Antara 1000 b.c. – 12000 a.d.

1000 b.c.
Saat ini aku dalam keadaan bayi utuh, menyentuh sebagian pedang yang suatu saat akan
dipakai Alexander dan melumatnya. Lantas memuntahkannya kembali menjadi serpihan-
serpihan logam. Kemudian kembali dilebur dan ditempa menjadi pedang dengan kualitas yang
lebih baik, sehingga cukup layak digunakan Alexander untuk semua perang yang dihadapinya.
Ada ingatan masa depan (kalian biasa menyebutnya ramalan) tentang Alexander yang tak jadi
menyeberang laut dari India karena sakit, lalu anak bungsunya melanjutkan penyeberangan itu
hingga mencapai Sumatera, menciptakan peradaban minang di Sumatera Barat dengan nagari-
nagari beratap kepala kerbau.

3 bulan kemudian… (yang berarti 2000 a.d.)


Saat ini Tuhan belum sempat tertawa sebab keheningan sejenak di ruang sidang MPR sempat
membuat sebagian atau keseluruhan telinga Tuhan melesak. Akupun tidak ikut tertawa sebab
tak lucu. Dan kalaupun lucu aku mungkin hanya tersenyum.
Di saat yang sama, Dewa Janus malah tertawa-tawa bersama Tuhan sebab ini jarang sekali
terjadi dan sudah lama ditunggu-tunggu mereka. Pekerjaan ini hanya terjadi 1000 tahun sekali,
mengganti millenium, dan millenium kali ini betul-betul menarik.
Sepanjang tahun langit cerah dalam persepsi maupun sensasi setiap jiwa-jiwa yang melenguh.
Ketika film End Of Days dan wacana Y2K menyeruak, setiap orang percaya bahwa tahun ini
adalah awal Millennium ketiga. Di awal tahun hampir setiap orang di seluruh dunia bahagia
ketika Dewa Janus membiarkan jarum penunjuk detik melewati angka 12. Aku yakin begitu
sebab Tuhan yang langsung bicara padaku. Satu detik setelah itu aku meloncat ke…

13
5000 a.d.
Aku biasa saja dan sungguh sangat normalnya. Seperti yang kau lihat saat ini dengan mata
2000-mu. Sehingga aku tak perlu mencatat apapun yang terjadi sekarang. Seluruh ingatan-
ingatan itu sedang kausaksikan sekarang dalam rupa tubuhku di berbagai format, kau tinggal
mendownloadnya. Tak perlu repot dengan playernya, vcd versi 2.0 pun bisa memutarnya,
media player classic juga masih bisa memutarnya, meski gambarnya tidak sesempurna DVD,
tapi aku sedang memikirkan untuk membagikannya dalam format DVD.

8000 a.d.
Di sinilah aku sebenarnya harus hidup dan mengajakmu bermain sandiwara sambil sesekali
menghisap sebatang daun kopi yang sudah dikeringkan seperti ganja pada tahun 2000 a.d., agar
kau tahu bahwa itu tak dosa, sebab seperti sering sekali kukatakan bahwa dosa telah tiada.
Kasih, ayo bangunlah agar kau tahu aku mati. Sebab di sebalik garis itu sudah kutemukan di
sini. Hantu-hantu itu sudah kutangkap di sini.
Aku ingat kemarin saat 13 Februari berarti hari Selasa Kliwon kurasa, aku menjemput sebuah
permainan gerbong-gerbongan bersama hantu-hantu itu. Awalnya kita diundi dan yang kalah
harus jadi lokomotif. Dan kebetulan –meski aku tak percaya kebetulan- akulah yang kalah.
Kita menyusuri rel kereta hingga sampailah aku di Yogyakarta jam 14.53 tepat. Gateauxlotjo
menjemputku dan mainan-mainan itu. Aku setengah kaget ketika sampai sebab scarf yang
biasa kupakai bila udara dingin tertinggal di atas sebuah koper keleluasaan di kota tadi –aku
pikir mungkin Bandung. Hingga satu hal bahwa waktu cepat sekali berputar di Yogya. Hingga
belum kulewati jarum menit, jarum detik segera mendahuluiku sampai seribu kali atau lebih di
–selalu perempatan jalan itu. Dan selalu pula di perempatan jalan itu aku ditendang kembali ke
tahun 1000 b.c. dan selalu harus kumulai lagi interfaseku.

12000 a.d.
Tuhan Dewa-Dewi seperti tertawa bergelak-gelak hingga menghabiskan 3 galon air mineral,
padahal dia hanya menyeringai…

Lampiran I.

14
Tabel 1. Soal
(Isilah Titik-titik Dibawah Ini Dengan Kekuatan Intuisimu!)

Menitik Menoktah Membanjir

2 86 …
… 9 213
daging asap cuka mama
jembut semut …
… … lelana
… titik noktah
adam aku …
… Mati Kancah

Tabel 2. Apa yang akan kau lakukan ketika ibumu meninggal?


(Pilih A atau B!)

A B

1234567890 ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWX
YZ
!@#$%^&*()
LiberteEgaliteFraternite
neorippleraygunblocknotajaibkunc 235711…08562125281ataukeliru
iposmohaiteenellebazzarelisabetha crackeggsdeadbirdsofpreyflyinghigh
rdensiapakahaku matrixmatrikulasi
doadandosadandosis
episode_IV@yahoo.co.uk
Howmuchicansaywhatfuckoffinevercar
kusudahi eneitherdoi
ataukuakhiri?

Lampiran II.
Grafik.
1000 b.c. 2000 a.d. 5000 a.d. 8000 a.d. 12000 a.d.
I____________I____________I___________I____________I
interfase now-you now-me my-brain seringai Tuhan untuk S-isms

Lampiran III.

15
Hitungan-hitungan.

setiap 60 kali 60 kali 24 kali 365¼= 31557600


itu hanya jumlah detik dalam hidupku selama satu tahun…

1 kata = lahir dari hirupan nafas


seberapa detikku = sebuah kata
beberapa juta kata ~1 kali bumi berevolusi
beberapa kata = segelintir puisi
beberapa juta puisi = selama hidupku

limatahundelapanbulanenamharitigajamenammenitduapuluhempathinggaduapuluhsembilandetikumurku
lipatanselembarkertasukuranfoliolegalmembujursimetristerciptaselembar(ataudualembar)persegipanjangselisiha
ntarapanjangdanlebarnyasangatbesarlaluakumenyilangkankedualembartadihinggaterbentuklambangtambahlalu
dibakar
beberapaributetesembunyangkitalihatsetiappagi-banguntidur-mandi-gosokgigi-kopirokok-
nuansapagidikalikandengandetakjantungpagiitu=sederetangkayangmengatakanberapakalimembuatkesia-
siaansetiappagi
episode_IV@yahoo.co.uk lalu aku akan membakarnya dan lalu membuang abu-abunya bersama bunga
kemboja di sungai belakang rumahku, terimakasih
2,55 m tambang karamantel menjerat leher diameter antara 30-33,2 cm
(2,55 m – ( 22/7 x 30) = 91.7357142857142857142857142857143)
(2.55 m – (22/7 x 33,2) = 101.792857142857142857142857142857)
Panjang sisa tambang = 91.7357142857142857142857142857143 hingga
101.792857142857142857142857142857

God + Gods + Goddesses = Love + Sacrifice + (Insanity)2


(Tuhan + Para Dewa + Para Dewi = Cinta + Pengorbanan + (Kegilaan)2

aku diam kembali


menggosokan tarian jiwa itu di sekujur binar hatiku
“mama… mama…”
diam, hening
sekelebat cahaya sedesir angin mengantarkan jawaban ibuku
a-ku rin-du
A-K-U R-I-N-D-U
akhirnya aku berteriak
“Ibu…!”
halilintar menggelegar

16
kilat bersambaran
sebentuk kabut menari
meliukan sosok hologram ibuku
menyentuh rambutku
tanganku
membelai kosong
hangat sekali
tiba-tiba…
tak ada apa-apa
semesta kembali terdiam
yang kudengar hanyalah bahasa jiwa yang amat hening
dialog intim antara seorang anak dengan ibunya

selesai sudah babak pertama
babak kedua dimulai dengan diam
lalu mengaum
dan diam kembali

tak selesai
tak selesai
harus kuteriakan kembali halilintar
dan kelam-malam-astaga-simpanlah ini di hatimu
jambangan bunga pecah
pigura kaca potret seorang tua pecah
intuisiku menyeruak dengan sebuah senyuman singkat mimpi keabadian
I miss my MOM
I miss my GOD
I missed, quietly
Thank’s…!

Lampiran IV.
I. Apa yang akan kau lakukan bila ibumu meninggal?

17
1. bunuh ayahmu
2. cari orang tua angkat
3. intip ketika mereka bercinta
4. onani
5. bunuh keduanya seusai orgasme
6. cari sebuah dadu
Tentukan hidupmu dengan dadu!
II. Apa yang akan kau lakukan bila ibumu meninggal?
a. cari sebuah dadu1
b. tulis poin-poin berikut:
1. menangis sekeras-kerasnya
2. perkosa seorang gadis
3. pecahkan piring
4. bunuh diri
5. ngupil
6. jalan-jalan ke pantai
c. kocok dadumu, lemparkan dan lakukan kegiatan sesuai dengan nomor yang keluar
d. jadilah anak yang baik bila no. 4 tidak keluar
e. usahakan keluar dari penjara bila yang keluar no. 2 (pemerkosa sangat diperlakukan seperti binatang di
penjara, baik oleh petugas ataupun oleh sesama tahanan)
f. lakukan hal secara berurut seperti pada point I.

III. Apa yang akan kau lakukan bila ibumu meninggal?


Ya, Tuhan!
Ya, Tuhan!
Ya, Tuhan!
IV. Apa yang akan kau lakukan bila ibumu meninggal?
- cari sebuah dadu
- jadilah pelawak
V. Apa yang akan kau lakukan bila ibumu meninggal?
===Lihat Tabel 2. Lampiran I.===

Chapter Three
(Kisah-Kisah Pra-EPISODE IV)

18
Ada apa di sebelah sudut satunya?

(Saat itu aku sedang membayangkan akan seperti apa lagu baru dari Radiohead yang
katanya akan dirilis tahun 2000 ini. Apakah akan kembali pada hentakan grunge rock seperti
pada album Pablo Honey atau kembali dalam dan depresi seperti pada album The Bends atau
menambahkan eksperimentasi suara yang lebih sinting daripada album OK Computer?)

Seperti halnya aku pernah menulis puisi berjudul Lobi lobi , itu lama sekali. Perubahan puisi
dari satu gaya ke gaya yang lainnya terjadi begitu cepat dari semenjak pertama kali aku
menulis puisi pada umur 17 tahun. Lobi-Lobi adalah puisi pertamaku, kemudian menyusul
puisi-puisi lainnya hingga 23 puisi selama 3 bulan dan lantas kubukukan, kuberi judul Closet,
sub-judul Kumpulan Puisi Picisan Karya Penyair Edan, difotokopi, disampul seperti diktat-
diktat sekolahan, kubagikan pada teman-teman. Dan gayaku lantas berakhir pada wilayah
schizophrenic dan absurd. Seperti yang akan saya ceritakan pada bagian-bagian selanjutnya.

Hal ini seperti keinginan yang menyeruak terus menerus dan tak bisa dihentikan meski ada
bergumpal-gumpal halangan. Penyebabnya hanyalah satu: dendam atas kehilangan Samantha
dan Babak-babaknya.

Bukankah pernah kukatakan bahwa di sebuah keinginan lain ada kekeliruan yang menyeruakan
keinginan lain. Seperti aku ingin mengubah diriku menjadi Semar – Siti Jenar – Gatolotjo –
Nietzsche – John – Malkovich – Fiktif – Gairah Yang Meluap – Tuhan – Satu-satunya Tuhan –
Dewa-Dewi.
Lalu kubunuh beberapa ego disini, menjadi Samantha yang terpecah pecah, menjadi Eva, If,
Truly, dan The Blonde (Si Pirang ) serta beberapa wanita lainnya yang akan muncul di buku-
buku selanjutnya.

Awalnya aku membuat Samantha Story sebanyak 5 babak. Tiga belas episode untuk setiap
babak.

Begini, tiga babak terakhir dari Samantha Story menghilang. Aku mengalami kegelisahan dan
writer’s block selama setahun dengan kemarahan dan dendam yang meluap-luap. Lalu

19
kupaksakan membuat kumpulan puisi lainnya seperti Samantha Story, tapi kuberi judul My-
Own Stories dengan putus asa yang meninju ninju benak dan rasaku. Kegelisahan yang
diwajarkan oleh sebuah netralisasi – penggaraman – menambahkan satu sachet Nutri Sari
kedalam satu galon Aqua. Aku gagal, tak pernah terpikir lagi seperti tiga babak terakhir itu.

My-Own Stories hanya tercipta 2 babak. Lima episode untuk tiap babak. Meskipun aku merasa
bahwa karya ini tidak sehebat Samantha Story tapi kemudian aku menemukan sesuatu di
Episode IV babak kedua. Karya ini mengalami pengembangan yang tidak terduga sebelumnya
yang kemudian menjadi awal dari sebuah novel yang sedang kubuat ini.

Episode IV Iah yang mungkin sanggup menahanku untuk bunuh diri kembali sebab telah
kutemukan Don Quixote dalam diri Don Miguel Cervantes, Zarathustra dalam Nietzsche,
Frankenstein dalam Mary Shelley, Ibn Hakkan Al-Bokhari dalam Borges dst... dst... Aku dalam
Diri-Ku, sangat mungkin.

Aku dalam Diri-Ku adalah keinginan keinginan mendasar seperti Agnes dalam Kundera atau
Dhimas dalam Supernova.
***

Beberapa Samantha yang terlepas dari babak babaknya;

20
Menghilangnya Sebuah Dosa
Darah tercecer
Dari rahimku
Darah tercecer
Dari mulutku
Darah tercecer
Dari rasa kasih tanpa makna

(Aku menguap)

Darah tercecer
Dari keengganan berproses
Darah tercecer
Darah tercecer

Kelam menusuk lambung


Aku hilang lapar dan limbung

Aku memaknai dendam sebagai cahaya


Darah tercecer
Dari hina dari tawa

Samantha :"Aku mengandung, Joey."


Joey :"Benarkah?"
Samantha :"Sungguh! Apakah kau senang?"
Joey :"Tentu saja sebab akan ada pembunuhan baru!"

Darah tercecer
Darah tercecer
Dari kandungan
Dari janin suci

Darah tercecer...

21
Bandung, 21 Maret 2000

***
III.
Samantha sedang mengalunkan sebuah dusta diantara selangkangannya
Lalu menyembur seonggok bayi
Mengaum
Meneriakan lagi dusta Samantha
Aku tak ingin lagi melihat
Sampai seberapa buruk wajahku menatap keindahan Dusta Samantha.
IV.
Samantha sedang bercinta dengan diam
Ketika kuceritakan tentang laut
Dan gelombang samudera
Tak kukatakan diam Samantha padamu
Sebab keheningan hatinya
Membuatku menjadi mati.
V.
Aku kutuk kau menjadi bidadari
Agar kau tak rayu aku lagi, Samantha!
Dengan senyum busuk ragumu
Biar kau terus berdusta padaku
Memohon
Mematahkan ranting ranting
Membunga
Aku kutuk kau menjadi bidadari
Lalu kupuja
Dengan dada
Menghuni sujud
Diantara dua keangkuhan.
Bandung, 22 Januari 2001
***
Sekelumit kering tertimpa cahaya bulan

22
Aku menatapnya dengan hanya seonggok debu
Berlinang kesakitan yang menapakkan tubuhya
Di balik jari jari peradaban

Sekelumit kering
Kutatap hanya dengan seonggok debu
Mengantar paruh tidurku
Terlena cahaya bulan
Melinangkan darah diantara kaki kakinya
Lelah aku diatas kubur ini
Yang sebentar menarikku
Kedalam curahan cinta sucinya

Sekelumit kering
Memintaku untuk mengalah pada waktu
Yang kian merajaiku dengan dendangan detaknya
Aku jadi mengering
Dengan sekelumit kering
Membimbingku menyatakan gersang
Pada salju terbungkus awan hitam
Menggumpal menjadi tanya
Yang kujawab dengan pertanyaan tentang cinta suci
Kemboja putih
Senandung daun, rintik rintik rindu
Ban dupa menyengat
Hitam kelam
Kau akan segera pergi, Samantha?

Bandung, 22 Januari 2001

Beberapa Samantha Yang Berhasil Diselamatkan


Yang terlepas lepas itu kucoba satukan menjadi babak babak baru tetapi tak kunjung berhasil.
Entahlah! Berbagai cara telah kucoba... Inilah satu satunya solusi mungkin untuk kembali ke

23
awal abad yang kau pijak sekarang, selain mungkin kelelahan beberapa orang untuk menghuni
kembali sujud sujudnya. Aku mungkin akan sedikit mengulas sedikit watak watak Samantha
dalam beberapa fragmen dari dua babak awal yang masih ada
yaitu Babak I dan Babak II.

Naskah ini kutemukan masih dalam tulisan asli tanganku, dan sudah banyak merobek dan
lusuh disana-sini dalam sebuah lemari di kamar temanku. Dan hanya ini yang berhasil
kuselamatkan, sebab banyak episode-episode yang hilang entah kemana serta beberapa sudah
tidak bisa dibaca, meskipun begitu kupikir hal ini cukup untuk sedikit mengenal watak
samantha dan setiap metode bunuh dirinya dalam setiap episode, ini penting sebab Samantha
akan menjadi tokoh utama dalam karya-karyaku selanjutnya.

Babak I:

Episode II
Samantha Teriak
(Sekuel Samantha)
Samantha kembali berteriak
"Joey, aku ingin mati."
Joey balas berteriak
"Matilah! Aku tidak peduli."
Samantha bergumam
"Baiklah, aku akan mati tapi indah dan kau ikut."
Joey balas bergumam
"Samantha, aku tidak kenal kau yang sekarang. Lantas, siapa kau?"
Joey mendekat
Samantha merangkul bayangan Joey
Samantha berteriak di telinga Joey
"Aku Ruh Kematianmu! "
Joey meninggal dunia dalam rangkulan cinta Samantha
Joey mati muda
Samantha teriak

24
"Joey, jangan mati!”

Bandung, 20 Mei '99


Tengah Malam

Episode IV.
Celetuk Burung Beo
Betulkah bambu jadi pentung jadi suara
Betulkah malam jadi kalam jadi salam
Betulkah subuh jadi tabuh jadi ruh
Betulkah siang jadi radang jadi karang
Betulkah pagi jadi mimpi jadi mati
di pagi hari
Aku, beo, Mati.

Bandung, 21 Mei '99


Lewat Tengah Malam

Episode VII
Samantha Sendiri
Ini aku, pikir sebuah novel
ternyata bukan
Ini Samantha Story
And Joey has passed away
Aku, Samantha, menangis
Berang mataku
Di atas kuburmu
Kulecutkan bibir kemaluanku ke atas nisanmu
Kukecup kau Joey, aku menggelepar
Kupicu pistol airku, menyemprot braku
Aku hampir orgasme
Kutembak kau, Joey!
Mati kedua kali ketigakeempatkelimakeenam...

25
Aku orgasme, peluh,desah,nikmat
Mati!
Joey!
Yes, Sweetheart!
Where are you?
Aku di atas kematian kejantananku
Tepatnya?
Aku jelas mati.
Oh! Joey aku gila, aku bicara sendiri
Aku tidur kelelahan di atas kuburmu, bugil
Bulu buluku tertidur
Braku tertidur
Kemaluanku terus meminta penetrasi, dalam dalam, Joey!
Oh, Joey!
Aku mimpi orgasme terus menerus
Denganmu
Yang mati.

Bandung, 21 Mei '99


Lewat Adzan Isya'

Episode XI.
BallPoint Blood
  
  
  
Darah bercucuran
Menulis kata menulis kalimat menulis cerita
Kematian
Dan
Mati!

26
Bandung, 22 Mei '99
03.00

Babak II

Episode II
Samantha Khayal
Aku hidup hanya sebentar

Dan mati kembali


Sebab Aku masih khayalan dalam mata Samantha
Keegoanku kembali memuncak
Dan orgasme tak berkesudahan
Aku masih Joey dalam mata khayal Samantha
Aku gila!
Aku bunuh diri
Dan Mati

Bandung, 23 Mei '99


23.30 Menjelang Tengah Malam

Episode VI.
Dan Tiba tiba..., Samantha
Dan tiba tiba waktu berubah menjadi tarian
Tarian jingga penari nakal
Tarian hidup awan awan tak berakal
Tarian jiwa pohon pohon siklikal
Sudahlah!

27
Hentikan omongkosongomongkosongmu itu, Samantha!
Hentikan penantian busukmu itu
Ayo!
Menarilah
Ikut menari
Menari bersama mentari
menari meliuk bergoyang
memeluk angin angin kesucian mu
Hai, Perawan!
Jagalah sucimu dari masturbasi bersama khayalan kosongmu itu!
Ayo!
Menarilah bersama waktu
Ikuti gerak geraknya!

Samantha terdiam di pojok ruangan


terduduk merenung
dan tiba tiba...
Waktu berubah menjadi mati
Sebab tarian tak lagi bergerak melenggok
Tercengang melihat pandangan sinis Samantha
Dan Samantha pergi ke alam khayalnya kembali
Memulai pertunjukan kematiannya
Dan tiba tiba waktu berubah menjadi tarian.
Tarian kematian dan
Tiba tiba semua mati.

Bandung, 24 Mei '99


04.15 Dini Hari Menjelang Shubuh

Episode XI.
Kelopak Abadi

28
Kamar berbisik pada gelas kotor yang tergeletak. Mencurahkan kemantapan kata katanya pada
sekian penghuni bisu di rengkuhannya. Indah cerita hidup penidur yang bermimpi kenyataan
berkhayal. Lama terpejam, katanya, membuainya bermimpi. Memimpikannya. Keangkuhan
sosok tergolek berkelopak mata lebar menutupi seluruh bola bola matanya. Lalu kamar
berteriak bangun pada sang penidur seraya melemparkan gelas kotor. Sang penidur terkejut
bangun, sebentar menggeliat, mengerjap, dan tidur kembali. Kamar berteriak teriak. Kosong
melanda kesunyian. Hanya sang penidur yang bermimpi tertidur di kamarnya yang ribut dalam
ketenangan abadi. Kamar menangis. Air matanya membanjiri kemaluan sang penidur. Hingga
kamar mati. Dan kelopak abadi pun tak kuasa menahan mati.

Februari '98

Episode XII.
Dua Dua Kali Kau Menatap
Sampul depan rokokku, mati!
Dan kau menyeringai, sekali
Sekali lagi walau sekali lagi
Aku ingin katakan
Bahwa ruang telah tiada
Dan cinta telah terlepas, menabuh
Menggeliatlah hari harimu
Karena waktu baru bangun dari tidur panjangnya
Sudahlah!
Mari kita bunuh kecewa
Atau ranjang kita bakar
Atau kau sendiri bunuh cintamu
Sudahlah!
Mati sajalah!
Mati.
BIP Bandung, 18 Mei '99
Episode XIII. (Epilog)
Sebuah Empati Untuk Samantha
Buku buku berserakan

29
File file dalam komputer sudah saatnya di-defrag
Dan Samantha sedang bersuci di kamar mandi
Sehabis bermasturbasi dengan suara suara dengung kegagalan ego
Dan kurasa kepedihan masih membekas dalam air mata kemaluannya
Tanpa celana dalam dia akhimya susuri jalan menuju rumah kematiannya sendiri
Berharap mati
Karena frustasinya semakin menjadi
Ah, Samantha!
Jangan biarkan aku menangisi kepergianmu
Sebab aku tak akan menangis
Air mataku sudah habis kau serap
Jadi kau tak boleh mati
Sebab angkasa tak lagi sanggup menciptakan kau
Sebab kau adalah ruh cinta ruh jiwa ruh dunia ruh keabadianku
Sebab kau adalah dewi bagiku, aku memujamu
Jadi bersemedilah dengan tubuh telanjangmu
Carilah kembali jati sejatimu
Jadi kau tak mati
Sebab kau tak boleh mati
Samantha, meski aku sedih
Kau tak boleh menjadi jadi
Kau tak boleh mati
Sebab tak kuizinkan kau mati!

Bandung, 23 Mei '99


04.45 Menjelang Shubuh

Chapter Four
(I Wanna Make Love W/-whom?-U?)

30
Aku pernah mengenal beberapa penulis, kebanyakan penulis essay, cerpen, atau puisi. Ada
salah satu penulis yang paling kukenal bahkan teramat dekat denganku. Beberapa waktu lalu
dia bertemu denganku di sebuah langit berbuih (kau bisa membahasakannya dengan istilah
“beer”) dan sketsa-sketsa malam yang berwarna-warni (kau mungkin biasa menyebutnya
ganja, atau marijuana).

Dia seorang wanita yang sangat (kalau boleh kukutip Baudrillard) seductive. Atau kalau
kukutip Gateauxlotjo; libidinal. Boel menyebutnya tubuh yang cerdas.

Aku bertanya padanya, ”Kau lebih sepakat dengan teori Geocentrist atau Heliocentrist?”
sambil membayangkan sebuah dialog imajinatif antara Copernicus dan Galilei.

Dengan tegas “gadis” itu menjawab, “HELIOSENTRIS!”

Cukup! Tanpa harus bertanya lebih lanjut pun aku sudah bisa memutuskan. Wanita ini yang
kucari selama ini, kata salah satu benak yang mulai mengurai beberapa wacana ambiguitas
kekesalan. Mereka defrag beberapa kembaran ideologinya.

Wanita yang lebih memerlukan bumi ketimbang matahari, bagiku, tak lebih dari sekedar
wanita pesolek dan mempunyai high-fuckin’-seduction dengan otak berisi busa dan kecambah.
Apa bedanya dengan barbie-barbie balon dengan fasilitas vibrator di vaginanya – kalau beli
hari ini bonus satu tube minyak lubricants anti kuman untuk masturbasi dan analsex.

Selebihnya aku akan memperkenalkan wanita penulis yang helio-mania tadi dengan nama yang
selama ini kita kenal lalu mentransformasikannya ke dalam sebuah gerhana seks total.

Aku tidak tahu nama aslinya, tapi dia sangat exist dengan dengan nickname Enny Arrow, lebih
terkenal daripada Toer, Nietszche atau bahkan Gibran sekalipun saat itu. Hampir setiap orang
pasti pernah membaca karya-karyanya, meski tak seorang pun tahu siapa penulisnya.

Transformasi yang kubuat untuknya merebut satu parsial keindahan dari tubuhnya. Hanya itu!

Aku bisa mengatakan bahwa dari perspektif fisik tampilannya biasa saja dengan cashing yang

31
sederhana, seperti ketika kau harus memilih antara body nokia dengan ericsson, kau pasti
memilih nokia. Nah, dia itu kurang lebih ericsson.

Kecerdasan yang dimiliki ericsson saat itu bisa dikatakan lebih mapan ketimbang nokia.
Mempunyai idealisme yang tinggi serta lebih menonjolkan fungsi ketimbang body. Tapi ada
kecerdasan lain yang dimiliki Enny yang tidak dimiliki mobile-phone manapun (atau wanita
manapun). Dia memiliki kecerdasan tubuh! Harus dibedakan antara body sexy dengan body
sexist.

Jadi bila kau menyuruhku memilih telepon genggam (atau wanita) maka kupilih Enny, setelah
Ericsson.

Helio atau matahari, yang tediri dari atom-atom helium, hasil dari fusi inti atom hidrogen
diantarkan berupa gelombang-gelombang foton yang akan terurai menjadi warna pelangi saat
mengalami interferensi gelombang pada sore hari sehabis hujan yang menghabiskan awan di
barat laut pada bulan januari. Dari beberapa literatur konservatif, kitab suci Semitisme dan
sedikit literatur post-modern, kita ketahui bahwa malaikat diciptakan dari cahaya. Para
newtonian dan beberapa einstein-minded mengatakan bahwa cahaya bergerak dengan sangat
cepat sehingga mata kita hanya menangkap titik awal, misalnya matahari, dan titik akhir,
misalnya objek batu di tengah lapangan base ball. Mereka juga percaya bahwa apabila kita
bergerak dengan kecepatan yang sama dengan cahaya maka kita akan bisa melihat cahaya itu.

Enny adalah, dipercaya sebagai, seorang malaikat bagi penggemar fanatiknya, seperti misalnya
aku. Layaknya cahaya, siapapun hanya melihat titik awal, yaitu nama “Enny Arrow” itu
sendiri, dan titik akhir, yaitu karya-karyanya yang penuh dengan gairah dan lendir.

Perlu waktu yang lama bagiku untuk mengimbangi velositas pergerakannya agar bisa melihat
wujudnya. Hingga saat itu aku bisa bertemu dan berdialog intim dengannya. Aku percaya
bahwa kekuatan itu, semuanya, terletak di dalam otak dengan konsentrasi yang penuh, berlatih
dengan tekun dan mentransformasikan tubuh menjadi se-sifat cahaya, lebih halus dari para elf
yang menduduki hutan sancang, lebih halus dari jin yang tercipta dari asap-asap dupa. Otakku
memerintahkan seluruh molekul yang ada di tubuh untuk merenggang... merubah energi
partikel menjadi gelombang-gelombang... meliuk-liuk seperti ketika foton dibiaskan hujan dan

32
genangan air, menjadi pelangi... bidadari sedang mandi… pancuran yang berwarna-warni....
bidadari bermandi gelombang foton...

Setelah berhasil menemuinya, aku mengajarkan padanya bertransformasi tubuh menjadi se-
sifat manusia, menjadi padat, melekat, menerima gravitasi bumi. Tapi beginilah jadinya, seperti
yang telah kukatakan tadi, setelah dia berhasil bertransformasi, hal itu hanya merebut satu
parsial keindahan dari tubuhnya (sama ketika kau melihat Jin yang bertransformasi tidak
sempurna dan kita menerjemahkannya sebagai hantu tanpa kepala), kemudian mengantarkan
Enny pada sebuah gerhana seks total.

Begitupun yang dikatakan olehnya setelah aku selesai bertransformasi menjadi sesifat cahaya.

Ya, tapi minimal aku mendapatkan beberapa hal penting, yang sebelumnya tak kuketahui;
- wanita itu, Enny, heliosentris (berpusat pada matahari atau cahaya)
- sangat indah dengan bentuk mobile-phone
- kecerdasan tubuhnya tak terkirakan (tak terbahasakan)
- titik awal dan titik akhir menjadi kurang begitu penting kalau dia sudah bertransformasi
- jangan pernah dimanusiakan sebab akan menyebabkan gerhana seks total
- dan mengingatkanku akan meleburnya Siti Lemah Abang menjadi sebentuk cahaya (sebuah
koinsiden kontra-melankolis, sebab saat itu aku menyadari bahwa cintaku pada Enny akan
segera melebur).

Ini hanyalah ingatan-ingatan yang muncul dengan deras ketika aku bercinta untuk pertama
kalinya dengan Enny. Selanjutnya tak lebih dari sekedar bercinta dengan barbie-barbie balon
dengan vibrator dengan bonus kondom berkepala Lucifer.
“Maukah kau bercinta denganku malam ini?”
***

A Tribute to Enny Arrow

Dia begitu tasty, setiap bagian tubuhnya mempunyai rasa yang berbeda-beda, bibirnya berasa

33
bunga sedap malam seperti aroma massage oil yang membungkus seluruh lekuk tubuhnya,
lidahnya manis dan bergerak sekenyal permen Yuppie yang tak habis-habis aku kulum, aku
kunyah, rongga mulutnya menggiurkan membuat kelenjar ludahku mempercepat proses
produksi cairan yang mengandung enzym ptialin serta beberapa puisi dari Janis Joplin,
mengalir terus hingga ke jantung dan meledak tepat di saat wajahnya berada pada engel
terbaiknya, memperlihatkan ¾ sisi kanannya seperti Venus saat turun untuk pertama kalinya
lagi ke Bumi.

Payudaranya berasa asin lembut dan merah seperti cabe muda baru dipetik, agak pedas,
membuatku menjilat lagi dan lagi...sedikit gigitan membuatnya menggelinjang,
memperlihatkan gairah masokis teredam yang sudah ada dalam fantasinya semenjak kecil.

Kususuri terus bagian-bagian tubuhnya, rasanya seperti sungai Nil, begitu panjang. Lidahku
terus menyentuh permukaan sungai yang suhunya berubah-ubah sesuai dengan perubahan
gairah-gairah dimana selama ini dia sangat sulit untuk menerjemahkannya. Mengalir pelan,
lalu cepat, lalu sangat cepat, air terjun, danau, sungai landai, muara, laut...

Laut ini berada di vaginanya; seluruh rasa paling enak di Bumi bersatu, tercampur sempurna
lantas meledak pada saat laut sedang tenang kemudian menimbulkan gelombang dahsyat yang
bisa menghancurkan pulau kerinduannya dalam sekali hantam. Seluruh rasa itu menebar di
seluruh bagian selangkangannya, lidahku pun nyaris meledak menikmati rasa yang begitu
ramai ini, kompleks dan misterius. Lamaaa sekali... aku mempermainkan lidahku disana,
sementara tanganku menggelitiki puting-puting merah mudanya, mencoba menerjemahkan
setiap rasa yang ledakannya mengubah segala persepsiku tentang rasa setiap detik, setiap
detil...

Lantas ada satu rasa bernama Sexy meluntur pada lidahku gara-gara vaginanya
menggelinjangkan noktah kesadaran terjauhku akan Nirwana, hingga setiap bulu kuduk berdiri
satu persatu nyaris serentak. Aku terdiam, cukup lama, berhati-hati akan sensasi berikutnya
yang berisi spekulasi-spekulasi mengenai segala rasa yang mungkin akan kudapatkan lagi.

Nyatanya, aku malah tak bisa orgasme, malah mikir terus dan mencoba membayangkan kalo

34
ini ditulis jadi kayak gimana ya... hahahaha... akhirnya, gagal lah orgasmeku malam itu berikut
karet penolak kehidupan ini mengganggu sekali...ahahaha...

Tapi meskipun begitu, ini adalah persenggamaan terindah dan tersakral dalam hidupku, If-ku
tersayang...

Chapter Five
4 Metode Bunuh Diri Paling Beresiko Tinggi - Niskala’s Testament

35
Pada pertengahan tahun 1999 saya mulai mengerjakan sebuah antologi puisi fragmentik dari
kehidupan seorang wanita. Wanita ini adalah penjelmaan dari entah berapa banyak wanita yang
pernah saya temui selama 20 tahun hidup saya.

Kejadian selanjutnya sungguh di luar dugaan, Samantha, nama yang saya berikan untuk tokoh
wanita dalam antologi puisi ini, memprovokasi saya untuk melakukan rekonstruksi berulang-
ulang atas kematian kekasihnya, Joey.

Joey adalah sahabat saya, tinggal di Amerika untuk menyelesaikan studinya, meninggal
setahun sebelumnya dan mewariskan boneka sex nya pada saya. Kemudian saya meniupkan
sebagian ruh saya untuk membuat boneka itu hidup. Lalu saya namai dia Samantha.

Rasa kehilangan atas kekasihnya begitu tinggi, setinggi keinginannya untuk kembali mati dan
terus-menerus menyalahkan saya karena memberikannya setengah kehidupan saya. Meskipun
saya tahu bahwa dia tahu kalau saya tahu tentang sejauh mana pengetahuannya mengenai
keadaan saya setelah meniupkan setengah hidup saya padanya, memberikannya dengan tulus,
saya harus menempuh resiko kehilangan setengah hidup saya. Dia tidak tahu bahwa gara-gara
hal itu keadaannya dan keadaan saya menjadi sama.

Semakin kuat dia ingin mengakhiri hidupnya, semakin terdorong pula rasa saya untuk mulai
memikirkan bunuh diri dengan berbagai pembelaan-pembelaan ketika hal ini menjadi awal
pembicaraan dengan beberapa teman saya.
Suatu ketika mulut saya mengatakan sesuatu dan sepertinya jauh diluar kesadaran saya, bahwa
saya akan melakukan bunuh diri pada umur 25. Teman saya mendengar itu dan dengan agak
jengah menantang saya untuk benar-benar melakukan hal itu. Perdebatan berlanjut pada berani
atau tidaknya saya melakukan hal itu. Dan karena saya penasaran dengan ramalan yang keluar
dari mulut saya sendiri itu, meski dia tidak mengetahui akan hal ini, saya tetap berjanji pada
nya bahwa saya benar-benar akan melakukan hal itu.

Semenjak saat itu tanpa saya rencanakan sebelumnya, saya mengkonversi Samantha kedalam
bentuk Novel dan melibatkan Joey dalam cerita novel itu, melibatkan saya, melibatkan
beberapa teman, dan melibatkan tokoh-tokoh baru yang secara brilian, mistis dan sedikit
pragmatis, muncul satu persatu sepanjang kontemplasi saya selama satu tahun, sepanjang tahun

36
2000, tahun ketika saya berada pada masa kehilangan identitas karena zaman berubah drastis,
kebrilianan dan keajaiban tahun 1999 digantikan kecanggungan dan kegelapan tahun 2000,
tahun yang disangka banyak orang akan membawa kejutan-kejutan, dan sangkaan itu
kemudian menjadi harapan, pada kenyataanya kejutan-kejutan datang dengan rupa bencana-
bencana maha dahsyat di kemudian hari.

Ajaib, Samantha pada akhirnya malah tidak jadi mati meskipun di setiap akhir episode nya
selalu diakhiri dengan kata “mati”. Seringkali memang pada episode-episode penting saya
mencegahnya untuk mati. Dan nyaris kematian itu malah membabat saya.

Tapi kami berdua, dengan alasan masing-masing selalu berkelit dari kematian itu. Selalu
memikirkan kemungkinan hidup dalam setiap metode bunuh diri. Kemungkinan selamat
apabila bunuh diri itu dilakukan, seberapa banyak kemungkinan itu. Dan secara licik, kami
bekerja sama menyusun semua metode itu dalam sebuah rangkaian mudah dibaca, dan kami
beri judul Metode-Metode Bunuh Diri.
Kemudian kami menyisihkan beberapa metode yang kemungkinan selamatnya rendah, secara
diam-diam dan tersembunyi, meski kami berdua saling mengetahui hal itu, karena masing-
masing tidak ingin terlihat pengecut, meski koar-koar yang kami lakukan malah lebih mendera
kami dan membuat kami makin terlihat pengecut. Muka kami pucat setiap kali bertemu dengan
orang, mudah terkejut, paranoid, obsessive compulsive disorder, schizophrenia, lalu secara
tidak diduga, Samantha berhasil hidup dari 13 episode, satu kali setiap episode, dikali 5 babak
percobaan bunuh dirinya, dikurangi 4 metode terakhir yang sampai sekarang saya
sembunyikan dan dia masih mencarinya. Enam puluh satu metode dia kuasai dengan baik,
dengan 61 drama yang spektakuler, dia berhasil melakukan setiap metode dan berhasil
bertahan hidup, sesulit apapun metode itu. Sementara saya, yang benar-benar mengetahui hal
ini, setiap gerak Samantha, setiap detilnya, apapun yang dia pikirkan, apapun yang
dirasakannya, saya pasti mengetahuinya, dia sudah tidak punya lagi rahasia yang tersisa pada
saya, saya semakin terpuruk pada kekecewaan terhadap diri sendiri akan kepengecutan itu,
menistakan diri pada hal-hal kotor dan kemudian benar-benar berharap mati tapi terlalu
pengecut untuk mengerjakannya sendiri. Bahkan terlalu pengecut menghadapi kematian
apabila kematian itu benar-benar datang mendekat. Dari obsesi menjadi ketakutan dan secara
random terus berubah-ubah, menjadi harapan, menjadi spirit, menjadi simbol, menjadi teori,
menjadi omong kosong, menjadi perjalanan panjang, menjadi drama-drama sentimentil dan

37
norak, menjadi mistis, menjadi putus asa, menjadi betul-betul terpuruk…

Lalu sepuluh tahun berlalu, kematian tidak pernah benar-benar datang pada saya, semua
bergulir menjadi wacana, menjadi cerita, menjadi tokoh-tokoh baru pada novel yang terus
berkembang, tak berkeakhiran. Sadar ataupun tidak, ingin atau tidak, secara misterius saya
patuh pada keadaan ini, bertahan hidup.
Dan saya kemudian mengkonversikan beberapa metode yang dilakukan Samantha pada diri
saya sendiri yang menjadi salah satu tokoh dalam novel yang terus berkembang ini. Lalu
memilih 4 metode dengan resiko yang paling tinggi. Bunuh diri dengan resiko tinggi saya
artikan disini sebagai bunuh diri dengan tingkat kemungkinan hidup paling tinggi tapi
mengakibatkan tingkat kerusakan yang sangat parah, misalnya menyebabkan cacat-cacat
tertentu dan permanen, tentu jauh lebih mudah mati daripada menjalani hidup seperti ini,
setidaknya itulah yang saya pikirkan selama ini.

Samantha benar-benar mencoba semua metode itu dengan harapan bisa bertahan hidup meski
kebanyakan resiko yang harus dia terima adalah cacat, sakit dan luka, ternyata baginya hal itu
tidak lebih daripada sekedar test, sejenis tempaan seperti pada pepatah lama kudu meurih
lamun hayang boga peurah harus perih kalau ingin berbisa, dan untuk itulah ini semua baginya,
menjadi manusia utuh, karena setiap luka, setiap sakit, setiap cacat yang dia terima, berarti
penempaan, penggojlokan, dan metode ini benar-benar berhasil membuatnya hampir menjadi
manusia yang utuh, seperti kebanyakan manusia lain. Dan beriringan dengan itu, sedikit-demi
sedikit, ruh saya semakin berkurang, berpindah padanya. Ternyata tanpa kami berdua sadari,
secara otomatis Samantha mengambil sedikit demi sedikit bukan hanya ruh saya tapi hidup
saya, badan saya, setiap kali dia selamat dari bunuh dirinya. Setiap luka, setiap sakit, setiap
cacat yang seharusnya diderita Samantha malah menimpa saya, dan tak ada satupun dari kami
berdua yang bisa menghentikan proses ini. Saya seperti disedot lalu pelan-pelan menghilang.
Hingga saat ini, saat dia hampir utuh menjadi manusia dan yang tersisa dari keseluruhan saya
hanyalah mata. Saya tak bisa melakukan apapun meski saya bisa melihat semuanya dan
Samantha bisa melakukan segalanya kecuali melihat.

Tapi dengan cerdik, pada 4 terakhir metodenya, meski saat ini dia tahu bahwa keempat metode
itu akan membabat habis sisa-sisa saya, dia melakukannya dibelakang saya. Dan hal terakhir
yang akan saya pertahankan dari hidup saya, dan tidak boleh siapapun memilikinya, Samantha

38
sekalipun, adalah penglihatan. Dan ini tak bisa ditawar lagi. Ini saatnya bagiku untuk berkelit
dan tidak terprovokasi untuk memikirkan ke-4 metode bunuh diri ini. Dan terus mengawasi
Samantha yang membabi buta menggunakan 4 metode terakhir itu, mencari-cari saya dalam
kegelapan dan saya terus berkelit dalam terang benderang bersama tokoh-tokoh baru,
melupakan Samantha yang tidak pernah berhasil melakukan 4 metode terakhirnya.

Samantha bertahan hidup dalam kebutaan kemudian bertamasya dalam hiper-realitas novel
yang terus berkembang ini, terjebak disana, meski sebenarnya lebih tepat dengan kalimat saya
jebak dia disana.

Saya sendiri hanya bisa melihat keseluruhan itu, tanpa bisa melakukan apa-apa, terjebak dalam
tingkat tertinggi ketakutan saya selama ini.
“I’m just the eyes of the universe tapi betapa cerewetnya mataku
dan betapa heningnya itu, Sayangku…!”

Chapter Six
Tentang Serpih-Serpih Fiksi Yang Saya Temukan di Laci Kamar Niskala

39
VI.1. (Menanti Eva di tengah kering Waiting for Eve in The Middle of Dry)

1.1.
Solo, 9 Agustus 2000
Panas sekali disini...
aku lari kesini dengan hampa
tanpa daya dan kehancuran
aku tak lagi bisa membuka kelopak mataku
keningku bersimbah keangkuhan
tanpa cinta
tanpa air mata
aku mengering di musim panas ini
haruskah aku kembali...?

Jogja, 12 Agustus 2000


juga musim panas...
ternyata aku masih mengering
dalam bus travel ber-AC
yang kurasa sangat menyesakan setiap hirupan nafasku

Kawali, 20 Agustus 2000


di kota kuno ini
aku dapatkan pencerahan
kucoba membunuh diriku
tapi tak berhasil...
aku dipulangkan!

Jakarta, 25 Agustus 2000


sedang musim kemarau...
aku menangis
betapa rindunya aku
dengan musim kemarau
meski aku jadi semakin mengering

40
Bandung, 27 Agustus 2000
hari pertamaku
kuhabiskan dengan
meminum dua gelas kopi tubruk
dan sebungkus rokok kretek
dengan memandangi lalu lalang peradaban
di hadapanku
bersama seorang anak kecil lusuh
yang berjuang dengan bahagia
membagi masa kecilnya dengan sepiring duka yang tertawa
seperti aku...?

Cianjur, 29 Agustus 2000


disini, di kota asalku
di pangkuan ibuku
aku menghembuskan nafas terakhirku (kurasa...)
dalam kekeringan yang amat panjang
"mama, mana surgaku?
mana telapak kakimu?
aku rindu engkau...
aku rindu surga...
aku rindu eva...
aku rindu tuhan!
'kan kubasuh kakimu, mama
dengan cinta dan air mata kerinduan
biarkan aku memelukmu, mama!
biarkan aku bersujud di pangkuanmu"

1.2.
Kusangka aku telah mati

41
bersama segala perih hati
tetapi selimut putih itu mulai membuka lagi
tak lagi menutupi sekujur tubuhku
ah...
betapa sejuk disini!
surgakah ini?
doa ibuku kah ini?

1.3.
Semuanya berawal dari keraguanku untuk menyatakan cinta pada Tuhan. Akhirnya Tuhan pun
memberikan sebuah nama dan menyuruhku mencarinya hingga kudapatkan.
"Untuk keutuhanmu," kata Tuhan, "Bila kau menemukannya, cintamu padaku akan sangat
utuh, dan penuh..."
Aku terharu, sambil menyandarkan kepalaku di atas trotoar di malam Jumat itu. Aku tak bisa
tidur, keluar kamarku dan merenung di pinggir jalan Merdeka, sambil tiduran menatap
purnama yang malu-malu diselubungi awan hitam, akan hujankah? Aku tak peduli!
Yang kupikirkan hanya sebuah nama,
"Eva..., Eva..., Eva..., dimana, siapa, harus kemanakah aku?" Sebuah harapankah ini?
Hingga aku tertidur disana dengan sebuah mimpi,
...
Aku terbangun pagi harinya, dan dengan setengah mengantuk dan setengah berlari ke kamarku
sambil berseru, "Aku tahu... aku tahu... aku tahu..."

1.4.
Setelah dibelah, Adam dan Eve (Eva) sangat merasakan ada sesuatu yang hilang dari masing-
masing dalam diri mereka, entah apa?
Tak terjawab sampai ketika tiba-tiba Iblis datang dengan soundtrack lagu Love Foolosophy
dari Jamiroquai. Dengan tampilan seperti dalam stiker Jamiroquai; merah, tengil, lucu, senyum
jahil, funky, infotainer, bertanduk, ekor panah, trisula yang tampak lebih sebagai aksesoris
ketimbang senjata.
Soundtrack itulah yang langsung menyadarkan Adam dan Eva tentang hal yang hilang itu. Hal
yang ternyata bodoh menurut mereka sehubungan dengan daya pikir mereka yang teramat
besar saat itu.

42
Tapi mau nggak mau, dengan tanpa tendensi apapun, mereka sangat membutuhkan hal paling
bodoh itu untuk membuat mereka merasa menjadi satu kembali, return to unite.
Saat itu juga mereka meng-SMS Tuhan untuk membuat janji temu. Tapi sepertinya Tuhan
sangat sibuk saat itu hingga reply-nya baru mereka terima tengah malam:
Sorry,gw lg sibuk brt!gak bs ktemu dkt2 ini..ada apa?
Reply: ttg cinta, god! :-) send, message sent
1 message received, report, delivered, erase report, ok!
1 message received, read!
Oh itu. keywordnya buah khuldi yang gw larang kalian makan itu, guyz! makanya belajar
SEMIOTIKA! kalian hrs milih, HEAVEN or LOVE ? ;-p
Sender: you-know !
Options, erase, ok!

1.5.
Boneka seks itu tiba-tiba hidup.
Eva (If) menjerit memandangi cermin bergambar Samantha. Kering, pucat dan balon.
Adam masih menikmati keluarnya tinja dari duburnya, asap rokok merah muda membentuk
huruf “SURGA” mengepul dari mulutnya, bersenandung: “u can try the best u can… if u try
the best u can… the best u can is good enough…” dengan beberapa fantasi menikmati suasana
dunia bersama If dengan cinta dengan tubuh sempurna, manusia!
Iblis beralih profesi dari infotainer menjadi rapper.
Selesai sudah satu masalah, aku terbaring!

1.6.
Kutemukan secarik kertas dipangkuanku, secarik kertas yang penuh dengan coretan pena, yang
ribuan kali sudah kubaca. Dan selalu baru setiap kali aku membacanya, meski lusuh, meski
hampir menjadi seonggok debu tak berarti. Tapi bagiku meski begitu, akan tetap berarti dan
akan terus terngiang di benakku.
Secarik kertas berisi puisi tanpa judul yang diberikan seorang wanita ribuan tahun yang lalu,
ketika surga masih kupijak, masih kurasakan keindahnnnya!
aku dan engkau adalah satu
dan dicerminkan dari cinta Tuhan
kita adalah satu jiwa yang terbelah

43
dan takkan menyatu kembali
sebab Tuhan telah cukup membuat kita
merasa menjadi diri-Nya...
Setengah dari puisi itu telah dirobeknya dan diambil olehnya. Hingga sekarang belum
kutemukan, dia ataupun robekan yang setengahnya lagi. Hingga sekarang...

1.7.
If menyusuri dunia-dunia bayangan, bertebaran bagai mimpi penuh warna-warna terang nyaris
menyilaukan, menggadaikan persepsinya tentang objek pada mata-mata yang berputar
disekelilingnya.
Waktu meledak seketika saat kendaraan super cepat yang ditumpangi If berhenti seketika.
Ledakannya akan terus bergaung hingga beberapa puluh tahun ke depan, akan selalu diingat
dalam setiap perayaan kelahiran dan kematian.
If terbangun tiba-tiba, kepalanya terbentur kesamaran ganjil tentang sesuatu yang nyaris
dilupakannya sementara dia tak pernah tahu kapan ingatan itu hadir merekam seluruh kejadian
yang tak pernah dialaminya itu.
If mengguyur tubuhnya dengan shower, melumurinya dengan sabun...
If mengoleskan eyeliner di matanya...
If memutar kunci mobilnya...
If mengangkat telepon dari nomor yang tidak ada dalam memori phone booknya...
If ketakutan saat lampu merah menyala...
If menyerahkan satu-satunya harapan pada pertemuan dia dengannya hari ini...
If mencium Niskala...
If menangisi kejadian-kejadian yang pernah dialaminya bersama Niskala...
If kehabisan air mata...
If meleleh...
Aku terbangun...

1.8.
Goblok! Dia emang jail banget...

1.9.
Sekali: dia membawa pergelangan tangannya

44
Dua kali: dia menyimpan pergelangan tangannya
Tiga kali: dia mengerat pergelangan tangannya

Kali keempat aku memergokinya. Stop it, Karna!

1.10.
Kan udah gw bilang dia emang jail banget. Goblok!

1.11.
Ini akan menjadi salah satu laguku, aku suka memulainya dengan nada E minor terus menerus
hingga ketukan loop masuk dan Erva mulai memainkan biolanya pada titik terjauh
psikedelisasinya (aku tahu itu sebab pernah memergokinya menyuntikan heroin pada urat nadi
di tangannya, tapi kubiarkan saja). Gitar Ervi menyeruak diantara dengingan melodi dari
Karna, keduanya bercinta tepat di saat Yane melakukan handjob atas tuts-tuts piano
dihadapannya dengan gairah kehampaan yang dimilikinya semenjak kekasihnya meninggal
dalam kecelakaan pesawat tahun lalu.
Lalu aku mulai berteriak...
SEKALI LAGI KUKATAKAN BAHWA DOSA TELAH TIADA...
SEKALI LAGI KUKATAKAN BAHWA DOSA TELAH TIADA...
Dengan dengingan elektronis dari sampel-sampel suara yang ada di dalam program laptop ku.
Samantha mulai berkibar pada noktah terindahnya, putih bersih seperti telah diguyur segalon
Bayclin, tapi tidak berbau pemutih, melainkan berbau belatung dan cempaka, seperti ketika
kematian akan datang, padahal memang begitu, selalu begitu, selalu ketika Samantha datang,
maka bau kematian akan menyertai kedatangannya...
Ah...aku ekstase diatas panggung, menikmati seluruh permainan cinta yang dilakukan mereka,
Erva, Ervi, Karna dan Yane...Percintaan sakralku dengan Samantha.
Visual pada layar putih tapi tidak seputih baju bidadari Samantha menampilkan ratusan wajah
close up yang berganti-ganti setiap 2 detik sekali, mengerjap-ngerjap... Samantha ada pada
semua wajah-wajah itu, wanita-wanita itu.

1.12. Permainan Dadu Terakhir


Pilihan sudah ditetapkan, 6 pilihan, angka sudah dipasangkan pada pilihan-pilihan, kertas
sudah dilipat, aku tak melihat komposisi terakhir dari pasangan angka dan pilihan, dadu

45
pertama sudah kupegang, dadu kedua disimpannya dalam genggaman. Matanya berlinang...
Dadu kulempar...
Jantungnya berdetak semakin kencang...
Dadu berhenti berputar...
Aku menutup mata..
Dia menjerit...
Maafkan aku, Sayang! Aku mengelus pundaknya, merangkulnya...

1.13.
Kecaman hingar bingar kembali mengutuk-ngutuk tubuhku melesakkan telingaku 7 senti lebih
dalam 7 kali lebih pekak
Kucoba enyahkan tetapi kosong
Kucoba hilangkan tetapi hampa
Aku tak tahu lagi berapa kali aku berucap Brengsek Anjing Sial Bajingan
Kucoba terus teriak mengutuk tetapi bisu
Aku tak bisa lagi bahkan bergerak
Kucoba berlari tetapi lumpuh
Kucoba berjalan tetapi diam

1.14. The Re-Birth of Absurdity


Berapa banyak kuhabiskan wine di gelas itu
Berapa banyak kuhisap ganja di ruang itu
Mengalir pada sungai keabadiannya
Mendendang puja-puji pada para Dewa

Sang Dewa lahir kembali


Pada sisi yang lebih nisbi
Mendendangkan hati
Pada titik yang lebih intim

Kami bernyanyi
Memuja mimpi
Memuja terang

46
Memuja harap
Memuja dupa
Tak ada lupa

Dari lubang-lubang terang


Bukan lampu-lampu hilang
Utopia keluar dari rahim
Menerangi semesta pada silau lampu-lampu blitz

Ayo menari=
Ayo menyanyi=
Ayo berdoa=
Ayo bertapa=
Berputar
Menghilang
Menjelma
Mencapai
Mencipta

VI.2. (Suicidal Project and Its Methods in Time: A Proyek Bunuh Diri dan Metode-
metodenya dalam Waktu: A)

47
2.1. Waktu: A
Niskala memulai prosesi kematiannya, kamera mulai merekam...
Dia duduk diatas kain kafan yang sebelumnya sudah dia bentangkan,
Sebuah pisau cutter mengarah ke nadi, proyektor berputar, memutar ingatan masa kecilnya...

Method: Bleeding
Recommendation: **********
Effort required: not very much set up time, but cutting enough holes to ensure death will take
some time. you should probably practice a bit first.
Messiness: pretty darn messy. picture an ice-cream pail of blood turned over where you are
sitting.
Pain factor: pretty high. slow cuts are surprisingly painful. a sharp blade will reduce this
somewhat. soon your heart will be pounding like crazy and you will get really cold before
passing out.
Drama: extremely dramatic, even if you survive. wrist scars look cool on anybody.
Certainty of death: not real great. if you cut perpendicular to your wrist veins, you will
probably survive. if you cut along the length of your wrist veins they will probably not be able
to close up again. even faster and more certain are the inner elbow and the femoral artery.
Wimp option: it should be several minutes until you pass out. you could recover fully during
any of this time by firmly bandaging or tourniqueting your cuts.
Other points: Anti-coagulants would go a long way if you know what to take. (Apparently
aspirin is a good one.) Try to avoid mangling your finger tendons and carpal tunnels too
badly. Hara kiri (slitting your intestines open with a short sword so that you make a Z-shaped
cut, also called "seppuku") is considered one of the most painful ways to kill yourself. Cutting
open your carotid arteries greatly speeds your death, but I would guess will probably ensure a
stroke if you survive. Flowing warm water prevents blood vessels from resealing.

Ingatan masa kecil tentang bapak yang mengidap pedophilia.


Menempatkannya di sudut, visi-visi dua dimensi, membatasinya supaya tidak keluar dari garis
putih yang dibuat bapaknya setelah memperkosanya supaya tidak bilang pada siapapun..., Gila!

Soundtrack:
Pseudo-Intertekstualitas Kesadaran(Ketidaksadaran)

48
Hari ini di tengah tengadah kepalaku, kaku
Kumulai cerita:
(Dengan hampa tak sisa mengantarkan siasat duka
Kupelihara dengan cara kata mengurung doa…)

Hari ini dengan kepalsuan tajam kubunuh cerita laluku


Dengan buaian angin
Yang membawa seribu sekarat
Kuperintah dia menghentikan tawa padamnya…

Hari ini di sunyi bumi


Dengan sendiri membunuh kelakar
Kukuak sebagian hina yang menempel di semenjak
Tak kutakutkan lagi kemantapan gerak

Hari ini tak ada lagi:


Kata yang menggila
Benak yang menerjang
Rasa yang meradang
Tinggal ruang temaram
Tinggal waktu membatu
Mencengkeram tubuhku
Untuk segera meleburkanku dalam hampa yang tak hingga

Apakah aku salah, berdoa untuk mati hanya karena rindu bercumbu dengan tuhan !?!

2.2.Waktu: A
Prosesi akan segera dimulai dikamar itu. Ingatan masa lalunya mulai memudar, proyektor
menampilkan gambar kosong. Niskala mengambil satu toples obat tidur dan meminumnya
sekaligus di atas kain kafan yang sudah dia bentangkan…

49
Method: Drug Overdose
Recommendation: ******
Effort required: small. try not to buy more than one bottle of sleeping pills from a single store.
Messiness: pretty messy. you will probably barf up whatever you ate.
Pain factor: unpredictable. anywhere from none to quite high.
Drama: not too bad. you will probably peacefully fade off to sleep, but may just end up puking
your guts out. points for tradition.
Certainty of death: a bit risky. people are always coming home at the wrong time. if you don't
slump over with a bottle of pills or drool blood, you will probably be assumed to be asleep.
mixing drugs with alcohol will improve efficiency. tying a plastic bag over your head will
guarantee death, though.
Wimp option: a bit dicey after you start chugging them down. drinking milk may help a bit
until you can induce vomiting. the name of the game is limiting the amount taken into the
blood stream. some drugs like Tylenol will destroy your liver fairly quickly, causing an
agonizing death in days to weeks.
Other points: Sleeping pills are the classic method, of course. Tranquilizers and prescription
pain medication work great, but are hard to come by. When shopping, pay attention to the
amount of medication per pill vs. the size of the pill. Smaller pills with more medicine means a
greater chance of death. Also, look for warning labels that suggest that the product is a
downer and should not be taken with alcohol. ...and now a note about heroin.

Ingatan masa lalu menyeruak, proyektor menampilkan gambar

SAMANTHA
Namaku Samantha. Aku single. Tapi ada tanda "Dilarang masuk!" pada dadaku. Karena itu,
aku bukan perawan lagi. Aku selalu melarang setiap lelaki menjamah dadaku. Tapi selalu
membiarkan mereka masuk kedalam rahimku karena dengan hal itu aku selalu merasa
dilahirkan kembali. Dan setiap kali aku lahir kembali, aku berharap lahir dalam keluarga yang
berbeda. Tapi harapanku tak pernah terjawab karena aku orgasme. Selalu kenikmatan orgasme
jawabannya.

NISKALA (TAWANYA BERGELAK)


Ha ha ha ha ha… Namaku Lelaki.

50
Dalam benak Niskala
cantik, sepi atau single? Sebenarnya wajahnya biasa saja, sederhana dan terbantu oleh
penampilan yang cerdas. Rambut yang selalu terurai, mata yang selalu terang di siang hari dan
cerah di malam hari. Wajah khas dengan karakter kuat yang mungkin mempunyai garis ras
yang asli tanpa terlalu banyak campuran.

SAMANTHA
Namaku Samantha, aku selalu bertanya "Apakah embun itu yang menggelayut di daun?" Kau
tahu jawabannya? Kalau tahu masukan jawaban itu kedalam amplop, kirimkan ke rumahku
paling lambat bulan Mei 2001 cap pos. jangan telat ya…!

NISKALA (TERTAWA NGAKAK)


Aku juga pernah bertanya tentang hal itu.

SAMANTHA
Namaku Samantha,
aku dan engkau adalah satu
dan dicerminkan dari cinta Tuhan
kita adalah satu jiwa yang terbelah
dan takkan menyatu kembali
sebab Tuhan telah cukup membuat kita
merasa menjadi diri-Nya...

Dalam benak Niskala


Itu kan isi surat yang diberikan Eva padaku saat itu…

NISKALA
Namaku Suicide, akulah kepalsuan Niskala. Aku benda sedang Niskala, Pria. Jadi bunuh diri
adalah kata terakhir yang bagus sebab tak pernah bisa kurasakan bagaimana menjadi wanita.

SAMANTHA

51
Namaku Samantha, aku masih gadis!

NISKALA (VO)
Aku tidak percaya! bicara dalam hati

SAMANTHA
Namaku Samantha. Aku adalah keindahan yang terbunuh oleh takdir, begitulah aku
membesarkan diri.

NISKALA
Namaku Niskala. Aku adalah takdir yang indah, begitulah aku membesarkan hati.

Mereka terus saling memperkenalkan diri, namaku Niskala, namaku Samantha, hingga gambar
dan suara membaur hilang dengan cahaya putih menyilaukan, dalam khayalannya, dalam
sebuah ruang yang cahayanya dapat diatur mengecil, menerang atau mengerjap-ngerjap, bisa
menyilaukan seribu manusia yang belompat-lompat, menari, menghentak, mengikuti beat
musik yang dimainkannya di sebuah panggung berukuran luas dan megah seperti kerajaan
langit.
Itulah awalnya Niskala bermain bahasa jiwa dengan Samantha.
***

NISKALA
Selama ini orang berpacaran dengan ikatan emosi, kau tahu?

SAMANTHA
Maksudnya?

NISKALA
Ya, saling mencintai, menyayangi atau apalah… Bukankah itu emosi dan bukannya pikiran?"

SAMANTHA
Ya, benar. Lantas…?"

52
NISKALA
Lantas kenapa kita tidak mencoba melakukan suatu hubungan yang menjaga keseimbangan
antara emosi dan pikiran. Hubungan intuisi."

SAMANTHA
Intuisi? Jadi itukah intuisi menurutmu?

NISKALA
Ya, ketika emosi dan pikiran seimbang. Saat seperti itu manusia kehilangan kendali dan
pegangannya. Maka Tuhan memberikan intuisi padanya sebagai pengganti yang hilang itu.

Itulah awalnya Niskala mengajak Samantha menjalin sebuah hubungan.


***

Samantha pergi dengan diiringi musik yang mengalunkan kibaran baju bidadarinya dan seperti
melayang. Melaju dengan kecepatan sederhana seperti laju seorang anak SD di atas in line
skate yang dia rengekan pada ibunya di ulang tahunnya yang ke delapan. Padahal Samantha
benar-benar memakai in line skate.
Niskala melihat ada noda merah di baju bidadari Samantha yang melambai-lambai (Kenapa
baju bidadari harus selalu putih dan melambai-lambai?) terkena angin. Noda merah yang
menghentak mata, menyentak Niskala. Noda merah yang suatu saat pasti mengejutkan
Samantha ketika sampai di rumah dan menemukannya ketika akan mencuci baju bidadari
putihnya dalam mesin cuci. Noda merah peradaban yang di berikan Tuhan setiap sebulan sekali
untuk membedakan dengan noda putih lelaki yang ketahuan saat kau bangun tidur dan
langsung merasa, “ah, sialan aku harus mandi besar shubuh-shubuh begini.” Noda merah yang
harus segera Niskala sikapi dengan mengejar Samantha dan menutupinya dari belakang dengan
sesuatu dengan gerakan memeluk agar terkesan sangat romantis seperti ketika Rabiah
mencongkel matanya untuk diberikan kepada seorang lelaki yang sangat mengagumi
keindahan matanya.
Niskala membuka sweater merahnya sambil mengejar Samantha. Lalu menutup noda
menstruasi itu dengan mengikatkan sweaternya ke pinggang Samantha sambil berbisik di
telinga Samantha:

53
"Sorry, kamu tembus!"
***

Niskala memikirkannya hingga pulang ke rumah, hingga malam, ketika makan, ketika mandi,
hingga tak bisa tidur. Memikirkan berapa juta kerlingan yang tadi diantarkan Samantha.
Memikirkan seberapa buruk wajahnya saat dia mengerlingkan kerlingan matanya seperti
kerlingan yang diantarkan Samantha. Memikirkan berapa ras yang menghegemoni keindahan
corak wajah Samantha. Memikirkan makanan yang dimakan Samantha saat pagi, siang, sore,
dan biru.
Cantik?
Sepi?
Single?
Entahlah! Hanya kedalaman jiwanya yang dapat kurasa.
Entahlah! Nyatanya aku tertidur nyenyak sekali.

Soundtrack:
Keranda Mimpi

Dering bel di mimpiku ini…


Mengungkap keabadaianku
Suara-suara malam yang terhenyak…
Menyekap rintihan resahmu digairahku…

Jeritan suara suaramu itu…


Menyentak tidur panjangku…
Redam…redam…
RECAH…!
Semua ingatan yang kau taburkan…

Tunggu aku pagi


Dalam drama hidup yang kurentangkan
Cumbu aku pagi
Dalam rintik kematian rindu…kekalku…

54
Aku tak bisa hentikan dimana arah ketika kulitku meleleh seperti minyak oli yang
melumeri roda-roda mesin pemutar bumi ini tak seperti mimpi yang selama ini kujalani tetapi
aku menari dan menyanyi tidak menyumpah aku malah tidak serakah membaca hening seolah
kematian yang terencana habislah semua ketakutan keningku bersimbah darah menyentuh
tanah mengucap doa terbanglah aku terbanglah aku seperti lalat-lalat yang berlarian dalam
pandang benci seorang nenek aku khawatir pada diri yang menjadi daging sebab tulang tak lagi
menjadi dewa biarlah aku ketakutan sendiri dalam bising malam dan berenang dalam simbahan
darah sebab sekali lagi ini tak seperti mimpi hening pagi dimalam purnama membawa hasrat
kedalam gairah yang tak terelakan ke musim kawin di swarga mandiloka mandi dalam lautan
susu yang kuminum sebagian lalu kumuntahkan sebagian aku tertawa sebab aku tak lagi bunuh
diri tetapi menjadi sepi sepi ini keabadian aku menanti kembali dalam hening pagi dimalam
purnama aku tidak mati aku tidak mati tetapi sepi…
Sekali lagi kukatakan bahwa dosa telah tiada…

2.3. NISKALA DI DEPAN CERMIN SAMBIL BERDANDAN:


Keringanan kakiku melangkah seiring loncatnya keanggunan seekor keringat malam yang
mengandung peradaban. Terkenang bagaikan kicau jalak-jalak yang terapung memecah liuk
gelombang samudera.
Ha...ha...ha...

manuskrip senja di sore ini: lelah!


keliaran itu yang dua hari sudah kuhisap menyebabkan timbulnya dua jerawat yang sangat
mengganggu aktifitas birahiku. jerawatnya sangat kentara, dua cewek yang tadi melintas di
depanku sempat melirik, tetapi lantas pergi lagi setelah melihat keangkuhan dua jerawat
bernanahku ini. sialan memang! tapi itu bagus sebab cukup mampu menghilangkan beberapa
menit stempel playboy yang tercetak dijidatku semenjak sekolah dulu.
awalnya aku tidak tahu bahwa yang dua hari kuhisap itu berbentuk keliaran. tapi sudahlah...
***

Dia mengoleskan eye liner di matanya, eye shadow di kelopak matanya, lipstick di bibirnya
dan blush-on di pipinya. Samantha terefleksi di cerminan wajahnya dengan eye liner yang
sama, eye shadow yang sama, lipstick yang sama. Setelah itu dia menjepit bulu mata nya

55
dengan dengan penjepit. Mengoleskan mascara. Melukis alisnya dengan pensil alis. Samantha
terefleksi di cerminan wajahnya dengan bulu mata yang sama, mascara yang sama, pensil alis
yang sama. Memakai softlens warna biru di mata kanan, warna hijau di mata kiri. Mem-blow
rambutnya dengan hairdryer. Samantha terefleksi di cerminan wajahnya dengan soft lens yang
sama, hairdo yang sama, hairdryer yang sama. Memakai baju dan celana kulitnya. Standar
Rockstar! Samantha terefleksi di cerminan wajahnya tapi tidak dengan baju bidadari yang
sama.

Penonton menyambutnya di panggung kebesaran tempat dia akan berteriak bersabda dengan
nyanyian-nyanyian diiringi musik musim. Samantha berada di sampingnya, menyanyikan lagu
yang sama di microphone yang sama. Dengan gerak yang sama, tarian kematian yang sama.
Samantha telah menjadi bayangannya yang selama ini selalu lebih gelap dari cahaya yang
terpantul dari tubuhnya.
Ekstase!

Soundtrack:
Cuma Satu Mimpi Yang Berair Mata

Dan saat kau tunggu aku dulu


Kisahku semakin memanjang hilang
Melepas bilangan silang
Menghempas bintang dan siang

Panas abu yang memerah cerah


Bertumpuk gairah merekah
Mereka menusuk punggungku
Melepas bintang dan siang

Rintihku…Malu tuk merayu


Menggenggam…Alur nafasku
Rintihku…Malu tuk merayu
Menggenggam…Alur mimpimu

56
Dan saat mataku murung sayu
Air mataku telah enggan mengering
Menebar sentuhan riang
Menghempas bilangan silang

Panas rahim yang meledak terang


Berjejal terik terlentang
Mereka mencabut jantungku
Terlepas hilang dan terbang

Tersengal…Tersengal nafasku…
Tergenggam…Tergenggam mimpimu…

Pulanglah…Genggam nafasku
Dan maukah kau…Menyimpan senyumku…
Dan maukah kau…Menyimpan takdirku…

Tapi terdiam seperti semedi seribu candi, seribu adalah tak ada

2.4.
Suatu hari di dunia lain bertahun-tahun kemudian (konsep waktu di sini dipersepsikan menjadi
sangat absurd), selepas dari toilet kampus, buang air besar. Dia pergi ke mal yang tak jauh dari
kampusnya untuk membeli popcorn. Dia menganggap popcorn adalah sebuah keajaiban,
revolusi, meledak-ledak. Lebih ajaib lagi dia melihat seorang gadis cantik yang menatap ke
arahnya. Suara popcorn masih meledak-ledak ditimpa suara-suara kendaraan. Ingatan-ingatan
tentang orang-orang revolusioner menyeruak di ingatannya.
Niskala menyodorkan tangannya. Niskala menyodorkan namanya. Niskala memang rese’.
Niskala menyodorkan tangannya. Niskala menyodorkan nomor sepatunya. Niskala memang
bodoh.
Niskala menyodorkan tangannya. Niskala menyodorkan telunjuknya. Niskala memang lucu.
Niskala menyodorkan tangannya…

NISKALA

57
Namaku Niskala! (GAUNG… Namaku Lelaki!)

SAMANTHA
Samantha...! (sang gadis menimpali)

NISKALA
Aku suka revolusi, apalagi yang terjadi dalam hidupku pribadi (sambil menawari Samantha
popcorn)

SAMANTHA
Oh, ya? Aku tahu itu popcorn. Tapi salah kalau hidupmu terus berevolusi. Harus selalu terus
kembali ke awal.
(Samantha berkata sambil tersenyum dan menolak tawaran Niskala.)

NISKALA
Tidak harus! Sebab tidak ada hidup baru, masa lalu dan mendatang. Semuanya adalah bagian
dari hidup yang tak bisa dipisah-pisahkan."

SAMANTHA
Itu benar, tapi..."

Mereka terus berbincang-bincang sambil jalan. Memasuki sebuah kamar, bercinta dengan
santun. Tangan-tangan saling menggapai…ngayayay…!
Terlalu sebentuk impian…

Soundtrack:
Anorexia-Cinta

Kurasa bayanganmu
Menghantui langkahku dalam tidurku
Derasnya cintamu
Membuatku tak pernah bisa menutup mata

58
Cinta adalah diam
Sebab dengan bergerak cinta jadi buta
Bahkanpun berputar
Seperti cinta sejati
Tapi aku tak percaya dengan kesejatian

ENYAHLAH…
ENYAHLAH… AKU TAK PEDULI !!!

CINTAMU…
CINTAMU TAK PERNAH BISA DIAM

Tapi meskipun kau diam


Seperti semedi seribu candi
Aku tetap tak peduli
Meski cintamu tampak begitu sejati

2.5. Waktu: A
Prosesi dimulai…
Niskala menyiapkan air dalam sebuah ember, menenggelamkan kepalanya. Ingatan masa lalu
terbit. Dia membiarkan nafasnya habis di dalam air itu. Proyektor berputar…

Method: Drowning
Recommendation: ****
Effort required: some. presumably you will require a weight heavy enough to sink you, or some
other preparation, if you don't naturally sink.
Messiness: variable but probably pretty bad. if it takes more than a couple of days to find your
body, things will get ugly.
Pain factor: what, are you crazy? unless you can achieve a high degree of Zen detachment this
will really suck.
Drama: if you can manage to relax and drift off to sleep as your lungs fill with water, it could
be quite beautiful and peaceful under water.
Certainty of death: quite high. if you sink yourself via weights you won't survive. it's also really

59
hard to find drowning victims if you are attempting to save them.
Wimp option: not too bad if you bring a knife to cut the rope tied to your leg. just make sure
you have enough strength to swim back.
Other points: If you aren't found quickly, this will provide an incredibly disgusting surprise for
some poor sap. Imagine leeches, crayfish, etc. In addition, you could skip the whole water
part, and just tie a plastic bag around your head. Drama is reduced a bit as the bag will fog up
a lot and look kind of silly. Remember to brush your teeth if you decide on this method.
Actually the plastic bag is a recommended (by Kevorkian) addition to most non-violent suicide
methods.

Disebuah kafe, Niskala sedang menceritakan tentang seorang temannya bernama Gateauxlotjo
pada teman-temannya. Lalu ceritanya terpotong oleh angin ribut dan hujan yang sangat lebat...
Niskala tenggelam dalam banjir keheranannya

Soundtrack:
Monotonitas

Dalam gelap dua dunia…


Menunggu pagi terhengkang…
Kuikuti irama bumi tercengkeram mati, dua arah dan terhempas
Jelas terhempas…
Dua arah…

Darah tercecer dan mengalir…


Dari janin suci dua nabi…
Tentang dua benda, terpisah amat jauh
Yang satu belahan dari satunya
Dan satu…satunya

Hanya awan...
Hanya kelip cahaya…
Membutakan…
Sebelah mataku

60
Tapi kicau burung…
Yang menjadi mitos…
Membutakan…
Seluruh mataku
Seluruh mataku
Seluruh mataku…

Drama tak akan berhenti…


Kematian demi kematian…
Terus menggorok lubang nafas bumi yang menangis; api menangis-padam-membakar air
matanya…
Selamanya

Dan untuk benar atau salah


Aku tak peduli
Biarlah tuhan sibuk dengan pekerjaannya
Biarlah iman ini menjadi milik sang waktu
Sebab aku adalah tak ada…

Aku sudah mencapai titik nihil*


Titik dimana ilmu pengetahuan belum lahir
Peradaban dan kebudayaan belum lahir
Dan aku bukanlah apa-apa…

*)dari sebuah percakapan

2.6. Waktu: A
Prosesi dimulai. Niskala mengguyurkan satu galon bensin ke tubuhnya, proyektor membuka
kembali masa lalunya. Dia menyalakan api…

Method: Immolation
Recommendation: **********

61
Effort required: a bit of effort will be required to manage to get enough flammable material on
you.
Messiness: somewhat. this is pretty much the only method that cleans up the body, but it also
leaves a huge scorch mark.
Pain factor: if you have to ask, don't bother.
Drama: if you can remain absolutely calm, and nobody puts you out, and you included enough
flammable materials to scorch your body, nothing could possibly be more dramatic. keep in
mind that your last few seconds on earth will be gasoline soaked if you choose this accelerant.
Certainty of death: a mere splashing of gasoline will probably just badly burn you without
even threatening your life. sitting on a large pile of branches with plenty of air flow and lots of
flammable liquid is probably a good idea.
Wimp option: breathing will scorch your lungs. this will ensure at least a slow death.
otherwise, you will probably be able to survive if you hurry.
Other points: Besides deciding whether or not to breathe, the other thing to think about is
whether or not to keep your eyes open. They will quickly dry out and distort before ceasing to
function. If you have your eyes closed, your eyelids will quickly burn off anyway. Your hair will
go first, though. (Come to think about it, you might consider investing in a video camera.)

…membakar sebatang rokok di sebuah panggung kebesaran. Riuh, musik yang bising, dia
menyanyi untuk yang ke-terakhir kalinya

Soundtrack:
Suffering Animal
(Zoo Motion Picture)

Minggu Pagi
Jalan Kaki
Pada Jalan
Tak Ber-Tepi

Jeritan – Jeritan
Teriakan Skizoprenia
Tawa Gila

62
Dari Para Satwa

Naik kuda
Sama Mama
Jalan-jalan
Pada Pagi

Gambar-gambar
Muka liar
Mata Palsu
Dari para Satwa

Kuajak Anjingku
Berlari-lari pagi
“Helly…uk.uk.uk.
Kemari…uk.uk.uk
Ayo lari…lari…”

Serigala, anjing laut


Singa, Harimau
Kijang, banteng
Unta, burung unta
Ular, buaya
Monyet, manusia
Hahahahahahahaha….
Huhuhuhuhuhuhuhu…
Hihihihihihihihihihihi….
Hehehehehehehehehehe…..
Hohohohohohohohohoho…..

Dalam benaknya, dia sedang sendiri, bercinta dengan dirinya sendiri, membayangkan wajah
Tuhan terangsang lantas membaca puisi, musik terhenti…

63
Apakah aku salah berdoa untuk mati, hanya karena rindu bercumbu dengan Tuhan…?

Demikian terus berulang-ulang

Chapter Seven
Sebuah Mata Dari Alam Semesta

64
Opening:
Kurasa baru kali ini mengatakan bahwa aku masih hidup. Berawal dari kokok ayam jantan
yang terdengar aneh di sore hari. Suara mobil dan klakson meraung-raung ditimpa suara-suara
burung yang mengaum. Aku sebenarnya tak mengindahkan itu semua. Pikiranku hanya tertuju
pada sebuah nama: Kelam!

Kelam dari sebuah kemampatan berpikir, akankah kulanjutkan hidup ini? Ya, harus
kulanjutkan sebab tiada hidup yang pernah kujalani selain derita... derita... derita...

Atau itu mungkin hanyalah sebuah pengalihan perhatian dari ketidak mampuanku menghadapi
hidup yang sebenarnya..., aku tidak menderita!

Kelam ini kupelihara seperti jamur yang menyerang kulit coklat terbakar panas matahari.
menutupi seluruh gelap hidupku. Ya..., aku tidak mengenal hidup seperti halnya aku tidak tahu
sama sekali tentang mati, semuanya kelam!

Kelam dalam kenyataan sekarang adalah tidak adanya bintang atau bulan sebab masih sore.
Tiada matahari sebab awan-awan gelap menyelubungi sore dan hanya lampu-lampu jalan yang
meremang menjadi sedikit penerang. Kulihat jam tanganku, 16.30.

Kelam ini kuhadiahkan pada Tuhan sebagai persembahan tambahan dari persembahan-
persembahanku sebelumnya. Aku mengalah pada Tuhan dalam hal ini. Tapi benar-benar kelam,
kelam sekali!
***
Ibuku seorang gila bahagia yang katanya diperkosa 5 orang anak-anak berandal yang
sedang mabuk. Lucunya ibuku menikmatinya! Maka dalam seketika aku langsung tahu bahwa
itu bukanlah pemerkosaan. Katanya ibuku gila dengan bertelanjang bulat dan terus berjalan
setiap hari berkeliling kota sambil tertawa-tawa atau kadang tiba-tiba menangis, tapi tidak
seperti kebanyakan orang gila, ibuku tidak pernah memarahi anak-anak kecil yang selalu
berteriak-teriak di belakangnya. Ibuku malah menikmati sensasi teriakan-teriakan itu. Malah
kadang mengiringi teriakan itu dengan nyanyian. Begitu manis budi ibuku, meski lama-lama
ketelanjangannya membuat kulitnya jadi begitu hitam dan kasar. Tapi sepertinya ibuku masih

65
tetap cantik dan seksi hingga membuat kelima anak berandal itu masih cukup bernafsu bercinta
dengannya, meski juga kutahu mereka sedang mabuk berat.
Belakangan aku tahu bahwa kelima anak berandal itu adalah para ayahku. Para ayahku
yang gagah dan bersahaja.
Setelah pemerkosaan penuh gairah itu ibuku diambil oleh dinas sosial dan dimasukan
ke rumah sakit jiwa.
Aku lahir di sana dengan sukses dan sehat. Badanku gemuk sekali. Ibuku rajin sekali
menyusuiku, meski padahal susu itu selalu ia bagi pada pasien-pasien lain yang mirip dengan
para ayahku tadi.
Ibuku, seperti layaknya singa betina, over protective padaku yang masih bayi mungil
gemuk dan selalu bikin orang lain yang didekatku terkena sial terus menerus, kecuali ibuku,
karena aku tidak pernah mengutuknya sial. Ibuku sudah sial sejak sebelum gila gara-gara
dicerai dengan ganas oleh suaminya. Otomatis para suster tidak pernah mau mendekatiku,
meski tidak terkena sial kutukanku, mereka akan diterkam dengan raungan dan geraman singa
betina yang bersarang dalam tubuh ibuku.
Hingga suatu ketika, entah kenapa, aku dan ibuku dipisahkan dengan paksa, dengan air
mata hingga menyebakan ibuku bertambah gila, mengamuk, mencederai 5 orang perawat lalu
ibuku bunuh diri, atau lebih tepatnya singa betina yang ada dalam tubuhnya menerkam,
mencakar, mencabik, lantas memakan tubuh ibuku.
Saat itu aku menganggapnya sebagai sebuah film kartun yang nyata. Ada seekor singa
betina memakan seorang ibu yang sedang berteriak-teriak karena kehilangan anaknya. Aku
tidak tahu lagi, apakah aku anak ibuku atau anak singa betina yang kelaparan itu?
Yang jelas aku tertawa!
Selebihnya aku hidup dalam sebuah panti asuhan yang sudah tak sanggup lagi
mengurus kenakalanku.
Pada umur 6 tahun, sebuah keluarga kaya mengadopsiku dengan alasan aku anak lelaki
yang sangat tampan dan lucu. Meski mereka mempunyai anak, tapi perempuan semua. Meski
mereka masih sanggup membuat anak-anak baru, tapi mereka tetap mengadopsiku dengan
alasan sama, aku anak lelaki tampan!
Ya..., tampan, bahkan sangat tampan untuk menjadi seorang gigolo.
Kemudian di umur yang cukup dewasa aku sering dujuluki gigolo beracun.
Ayah angkatku pergi kerja tiap pagi sekali dan pulang seminggu kemudian, malam
sekali. Saudara angkatku wanita semua dan yang lahir kemudianpun wanita juga.

66
Ibu angkatku memperkosaku setiap malam semenjak aku menginjak remaja. Hingga
aku sadar bahwa alasan satu-satunya adalah kemaluanku cukup besar untuk ukuran orang sini.
Saudara angkatku secara bergiliran mengikuti kelakuan ibunya. Hingga aku ketagihan dan
kuperkosa adik angkatku yang sedang beranjak remaja.
Cukup!
Aku seorang biseksual. Ayah angkatku sudah mengajariku sejak dulu, dia seorang
pengidap pedophilia.

...
Sekarang kelam menyeruak dalam benakku.
Tapi lengkap sudah, ayahku enam; lima pemabuk dan pemerkosa, satu pengidap
penyakit sinting.
Ibuku dua; satu seorang gila, karena perceraian dan bunuh diri dengan alasan Singa
Betina! Satu seorang maniak seks.
Saudaraku banyak; orang-orang gila, pemabuk, maniak seks dan anak dari ibuku yang
pertama sebelum gila; seorang wanita yang sekarang serumah denganku, bermain seks
denganku. Dia seorang pelacur.
...

Aku sekarang sudah beranjak dewasa. Beberapa tahun yang lalu aku diusir ayah
angkatku sebab ketahuan sedang bercinta dengan istrinya.
Aku bertemu kakak kandungku. Sebelumnya kami berpacaran dan bercinta setiap hari.
Hingga beberapa hari yang lalu seseorang mengatakan bahwa kami mempunyai wajah yang
mirip. Orang itu yang memberitahu kami bahwa kami kakak beradik. Orang itu adalah
ayahnya. Bukan ayahku sebab ayahku lima sedang ayahnya satu, tapi ibu kami sama.

...
Keringanan kakiku melangkah seiring loncatnya keanggunan seekor keringat malam yang
mengandung peradaban. Terkenang bagaikan kicau jalak-jalak yang terapung memecah liuk
gelombang samudera.
Ha...ha...ha...

***

67
Para perawat bukan tanpa alasan memanggilnya Si Pembawa Sial, sebab memang anak itu
selalu membawa sial sejak lahir. Namanya Niskala. Cukup dipanggil Nis, maka dia akan
menangis, merengek atau mengamuk seperti ibunya yang dirawat di rumah sakit jiwa itu. Anak
itu memang disahkan untuk dipelihara ibunya sebab dia masih membutuhkan ASI. Dan ibunya
menunjukan bahwa dia tergolong cukup sadar untuk mengasuh anaknya, meski terkadang dia
mengamuk, bukan pada anaknya tetapi pada orang yang mengganggu anaknya.
...

Suatu hari di dunia lain bertahun-tahun kemudian, selepas dari toilet kampus, buang air besar.
Dia pergi ke mal yang tak jauh dari kampusnya untuk membeli popcorn. Dia menganggap
popcorn adalah sebuah keajaiban, revolusi, meledak-ledak. Lebih ajaib lagi dia melihat seorang
gadis cantik yang menatap ke arahnya.
Niskala menyodorkan tangannya.
“Namaku Niskala!” katanya
“If...!” sang gadis menimpali.
“If…, andai?”
“Yup!”
“Nama yang lucu! Misterius!”
“Terimakasih!”
“Aku suka revolusi, apalagi yang terjadi dalam hidupku pribadi.” kata Niskala sambil
menawari If popcorn.
“Oh, ya? Tapi salah kalau hidupmu terus berevolusi. Harus selalu terus kembali ke awal.” If
berkata sambil tersenyum dan menolak tawaran Niskala.
“Tidak harus! Sebab tidak ada hidup baru, masa lalu dan mendatang. Semuanya adalah bagian
dari hidup yang tak bisa dipisah-pisahkan.”
“Itu benar, tapi...”
Mereka terus berbincang-bincang sambil jalan. Jalan raya semakin bising. Langit sore semakin
redup. Mereka mencoba menyesuaikan energi metafisis mereka satu sama lain.
Hingga berada dalam sebuah ruangan. Tangan menggapai-gapai, desah membadai…
...

"Kau tahu, If! Aku sedang mencari seorang wanita untuk jadi manajer band yang baru
kubentuk."

68
"Oh, ya? Harus seorang wanita?"
"Ya, harus seorang wanita. Gitarisku ngotot seperti itu. Dia juga berkata wanita itu harus benar-
benar seorang manajer. Kau kuliah di management bukan?"
"Iya. Tapi, sebentar, gitarismu laki-laki?"
"Hahaha… jenis kelamin hanyalah masalah administratif buat kami. Tapi memang secara
administratif dia laki-laki, sepertiku."
"Hihihi… Siapa namanya, jangan-jangan sangat historis juga seperti namamu."
"Namanya Karna."
"Wah… Pasti pendengarannya sangat bagus! Feeling-nya pasti keren…"
"Memang! Aku mengenalnya di sebuah pertigaan dalam sebuah kejadian yang kami beri nama
Insiden Teh Botol. Dan kita seolah-olah seperti sudah kenal ribuan tahun. Kita langsung akrab
dan saling merasa cocok. Akhirnya kita bikin band ini. Aku jadi vokalis sekaligus megang
laptop untuk program-program musik. Dia benar-benar anak Dewa Surya!"
"Anak Dewa Surya?"
"Yup, menjadi penerang saat matahari nggak ada, saat malam atau mendung. Pengganti saat
ayahnya tertidur. Ronda. Ha... ha... ha...!"
"Jadi aliran kalian…"
"Skizoprenik, absurd, entah, musik kita sangat aneh. Dan mungkin terlalu aneh untuk didengar
manusia. Itulah makanya kita berdua memberi nama SID, singkatan dari Samantha Impossible
Dream."
"Kenapa Samantha?"
Niskala terdiam… memandangi wajah If, langsung ke matanya dengan gairah itu, gairah yang
sudah lama menumpuk menghunjam di setiap milimeter kubik jantungnya.
***

Insiden Teh Botol


Ada dua orang yang dijuluki preman di tempatku mengamen. Yang satu preman parkir, yang
satu lagi calo angkot. Dua-duanya tidak pernah bekerja tentu saja. Yang satu, namanya Bang
Budhi, setiap hari dia menerima setoran dari seluruh tukang parkir disekitar jalan Dago,
Merdeka, Riau dan Aceh. Setiap Tukang parkir harus menyetor satu harinya kira-kira 2000
rupiah. Kira-kira ada sekitar 100 lebih tukang parkir di sepanjang jalan itu.
Yang satu lagi, Bang Teddy, atau lebih dikenal dengan julukan Teddy Codet, karena ada luka
menganga bekas tebasan golok di wajah tampannya. Anehnya, luka bekas golok itu malah

69
menambah ketampanannya. Bang Teddy tidak pernah teriak-teriak menawari orang-orang
untuk naik angkot. Tapi setiap harinya dia hanya menerima setoran dari seluruh calo angkot di
wilayah yang sama seperti Bang Budhi.
Bang Teddy dan Bang Budhi sudah sejak lama bersahabat. Dan karena sebuah kejadian, kami
menyebutnya Insiden Teh Botol, dua orang terhormat itu menyayangiku.

Flashback:
Saat itu udara panas sekali dalam bis kota, seperti dioven. Suara tukang Teh Botol begitu
mengundang kerongkonganku yang teramat kering. Aku sedang dalam perjalanan menuju jalan
Dago tempatku mengamen.
“Teh botol, coca cola, sprite, fanta cola-cola-cola… seribu-seribu, seribu-seribu, obat haus-obat
haus… pokoknya segarnya mantap!” teriak lelaki seumurku yang memakai topi butut,
membawa kantong kresek berlapis-lapis, lewat di depan mataku. Saat itu bis kota tidak terlalu
penuh sehingga dia bisa dengan bebas berlalu-lalang di tengah-tengah bis.
“Fruit tea aya, Kang?” tanyaku.
“Sabaraha hiji?”
“Hiji we lah!”
Aku membuang sedotannya lantas meminumnya langsung dari botol, telingaku sampai
mendengar degukan suara air masuk kedalam kerongkonganku.
"Sabaraha, Kang?" tanyaku sambil merogoh saku.
"2500!"
"Hah! Sabaraha?"
“2000 we lah…”
“Naha 2000, tadi ceunah 1000. Sia rek nipu?”
“Abdi mah teu nyarios sarebu, A! tapi sarebu-sarebu, sarebu na dua kali, janten dua rebu…”
“Ah, sia mah emang rek nipu, Goblog!”
Lalu aku memukul tukang minuman itu. Orang-orang panik sebab dia mengeluarkan pisau dari
balik bajunya. Aku tidak tahu bagaimana harus menghindar. Lantas kutendang saja
selangkangannya hingga dia menjerit kesakitan, pisaunya terlempar dan tangannya memegang
senjata ranjangnya. Kuambil pisaunya dan kulempar keluar jendela, lantas aku menyetop bis
kota dan turun dari kepanasan sialan ini. Kutendang sekali si tukang teh botol tadi, kulempar
uang 2000 untuk membayar teh botol yang tadi kubeli. Aku loncat keluar. Dan jalan kaki ke
arah selatan di jalan Dago.

70
Dari arah selatan aku lihat ada seorang anak muda sedang dikejar-kejar oleh puluhan orang,
dan mereka semakin mendekatiku, si anak muda menyenggol pundak kananku, tidak sengaja,
dia menoleh padaku sambil terus berlari sekencang-kencangnya. Kulihat dia membawa pisau
yang tadi kulempar dari dalam bis kota. Aneh sekali, kenapa bisa ada di tangan anak muda itu?
Dari gerombolan massa ada yang berteriak, “Tewak, anjing!”
Aku tak bisa apa-apa, anak muda itu sudah jauh di belakangku. Aku sebisa mungkin jalan di
pinggir agar tak tertabrak gerombolan massa.
Aku tiba di pertigaan Dago – Sultan Agung, pada sebuah segitiga ditengahnya terdapat tugu
pengairan. Aku duduk disana.
Tak lama gerombolan massa sudah berbalik arah kembali ke selatan, berjalan, tak lagi berlari.
Tampaknya mereka tak mendapatkan tangkapannya.
Aku duduk di segitiga itu hingga matahari tak tampak lagi batang hidungnya, entah apa yang
kupikirkan, tapi yang pasti aku tidak menyadari kedatangan seseorang di sebelahku. Aku
menoleh padanya dan terkaget. Dia adalah anak muda yang dikejar massa tadi siang. Dia
mengeluarkan pisau dari balik bajunya. Lantas menyodorkannya padaku.
“Tadi kau yang melempar pisau ini dari dalam biskota?”
...

Siang ini panasnya bikin sakit di kulit, sialan. Aku gak bisa ngamen hari ini, panas banget.
Akhirnya aku cuma duduk-duduk di trotoar di bawah pohon – satu-satunya yang rindang di
sana. Dalam keadaan panas begini, otak rasanya tidak bisa dipakai untuk berpikir. Sampai
suatu ketika aku melihat sebuah pisau dilemparkan seorang anak muda dari dalam bis kota,
jatuh tepat di depanku. Aku lantas memungutnya. Aku memperhatikan jenis pisau itu, pisau
belati murahan, udah karatan di sana-sini.
Saat aku sedang melihat-lihat pisau itu tiba-tiba dari arah selatan segerombolan orang lari ke
arahku, salah seorang dari mereka menunjukku, dan berkata, “Itu orangnya!”
Dengan refleks, aku berdiri dan berlari sekencang-kencangnya ke arah utara. Ini hanyalah
insting penyelamatan diri, meski aku tak tahu ada masalah apa.
Saat aku lari aku berpapasan, bahkan nyaris bertubrukan, dengan anak muda yang melempar
pisau dari dalam bis kota tadi, andai waktunya gak mepet kayak gini, pasti aku udah tanyain ke
dia kenapa dia ngelemparin pisau dari dalam bis kota. Tapi gerombolan massa sudah semakin
dekat di belakangku, jadi aku terus lari menyelamatkan diri dari suatu kesalahan yang tak
kuketahui.

71
...

Aku menyodorkan tanganku...


“Niskala!”
Dia menjabat tanganku...
“Karna!”
“Untung Bang Teddy ama Bang Budhi datang di saat yang tepat ya?” ujarku.
“Ya, syukurlah!” katanya singkat.
***

Suatu ketika If bertanya kepada Niskala,


“Kalau kau disuruh memilih diantara 3 hal, mana yang akan kau pilih?
Cinta sebagai kata kerja, cinta sebagai kata benda, atau cinta sebagai kata sifat?”
Niskala merenung sebentar sambil memandangi mata If,
“Mmh…, kalau kata kerja?”
“Kalau kau memilih kata kerja,” kata If bersemangat, “maka kau memilih dicintai atau
mencintai?”
“Mmh…, pilihan yang sulit!”
“Memang!” kata If puas.
“Kalau kata benda?”
“Kau akan menjadikan cinta itu objek atau subjek?” Kata If cepat, seolah sudah diformat
sebelumnya.
“Objek atau subjek? Mmh…, aku tak tahu! Pilihan yang juga sulit!”
“Ha…ha…ha…, ternyata kau tidak seberani yang kupikir!”
“Jadi aku harus memilh kata sifat?”
“Ya,” kata If tegas, “itu yang seharusnya kau pilih! Sebab cinta adalah adalah sifat. Seperti aku
mengatakan ‘kau sangat tinggi, kau cukup tampan’ yang dalam hal ini ‘kau sangat cinta’ atau
‘kau cukup cinta’.”
“Oh…, kalau begitu aku tidak memilih ketiga-tiganya.”
“Lho…, kenapa?” kata If kaget.
“Sebab aku tidak memandang cinta hanya sebagai kata-kata!” jawab Niskala.
***
Saya mengenalnya ketika dia membeli popcorn di mal. Saya lewat di depannya, dia langsung

72
menyodorkan tangannya, “Namaku Niskala!”
Begitulah!
Saya adalah keindahan yang terbunuh oleh takdir, begitulah saya membesarkan diri.
Saya adalah takdir yang indah, begitulah saya membesarkan hati.
Hingga suatu ketika kami berdua bermain dadu, tidak lama setelah itu dia tiba-tiba
menghilang. Tangisku kubiarkan hilang seiring kehilangannya.
Selamat Tinggal, Kekasih!
...

Saya menerima surat berikut ini 2 hari sebelum dia menghilang;

Bandung, 7 Mei 2000


Untuk sebuah harapan: If (yang secara fonetik hampir mirip dengan nama wanita pertama,
Eve. Dan secara kasar oleh orang Indonesia diganti menjadi Eva. Berkaitan dengan hal itu
maka aku akan mendefinisikan namamu dengan; Nama pertama untuk semua wanita. Wanita
juga berarti harapan, If-ku!)

Nama lelaki pertama, Adam, adalah nama yang yang diberikan Tuhan yang diambil dari sifat
mustahil (lawan dari sifat) –Nya yang pertama (Wujud (Ada)). Maka Adam (tak ada) adalah
ketiadaan (Nihil). Nama pertama untuk semua lelaki adalah Adam yang berarti nihil (Nothing).
Jika kau If (Harapan) maka (karena aku lelaki) aku adalah Nothing (Ketiadaan). Yang berarti
keduanya (If ataupun Nothing) sama-sama tidak pernah ada (Nihil). Kita berdua, harapan dan
ketiadaan, adalah tak-ada. Kita berdua hanyalah refleksi. Refleksi Tuhan atau (…mungkinkah
kita berdua hanyalah) imajinasi Tuhan?
Namaku hampir mirip dengan nama semua lelaki itu. Niskala artinya Ghaib (tak terlihat
(invisible)). Ke-takterlihat-an menurutku nyaris tak ada (Adam). Maka aku sebenarnya nyaris
Adam (almost Adam). Dan kaupun berarti (karena namamu secara fonetik mirip dengan nama
wanita pertama) nyaris Eva (almost Eve).
Hanya dalam titik ini namaku diambil dari salah satu nama Tuhan, Al-Ghaib. Yang dalam
bahasa Sanskrit adalah Niskala (tak kasat mata (invisible)). Dan namamu dalam titik ini
kuartikan sebagai nama wanita pertama untuk semua wanita, dan bukannya andai (harapan).
Jadi titik hubungan kita sekarang adalah titik persinggungan antara ke-takkasatmata-an (Al-

73
Ghaib) dengan nama pertama (prima) dari semua wanita.
Ke-Ghaib-an (Tuhan Yang Maha Ghaib) adalah penyebab segala sesuatu (causa prima) yang
menciptakan manusia pertama (prima) baik wanita maupun lelaki.
Titik persinggungan yang kumaksud ini berarti ada dalam kata prima, kata yang juga bisa
kuartikan menjadi kemurnian (purity).
Titik kemurnian (purity) inilah yang menjelaskan posisi kita berdua dalam struktur semesta.
Dan pada akhirnya kemurnian (purity) yang sudah menjadi sifat hubungan kita ini yang
menyebabkan semesta tak lagi mempunyai struktur yang stabil (tak masuk akal) atau, kalau
boleh, kuistilahkan dengan kata struktur absurd. Struktur yang absurd ini secara kasar akan
kunamai Post-Struktural.
Dalam bahasa yang tidak merumitkan diri, hubungan kita bisa menyebakan kekacauan (chaos)
yang tidak masuk akal (absurd) dalam tubuh semesta, menghancurkan kemapanan struktur
semesta yang sudah dibangun sejak trilyunan tahun yang lalu saat bahkan belum ada
prasejarah.
Maka kau dan aku adalah dogma untuk semesta.
Kau adalah aku. Semesta adalah kau. Aku adalah semesta. Dogma untuk semesta adalah
dogmaku (my dogma) juga. Dogmaku tidak diartikan menjadi dogma-ku (my-dogma) tapi
karena aku simbol subjek maka menjadi dogma aku (dogma I). Karena dalam hal ini “aku”
adalah subjek maka akan kuterjemahkan menjadi “I” bukan “me”.
Karena aku dan kau adalah refleksi (cermin) Tuhan ketika bersatu (unite) dan cermin adalah
simbol keterbalikan maka aku akan bermain palindrom (membalik-balikan kata) untuk kata
“dogma i” menjadi “i am god”.
Ya, kita berdua adalah Tuhan, seperti ketika kita diciptakan (sebelum dibelah). Kita merasakan
semua rasa Ketuhanan (feel orgasms). Untuk merasakan kembali semua rasa ketuhanan itu
(return to feel orgasms) di dalam diri kita maka kita harus bersatu kembali (return to unite)
seperti ketika sebelum dibelah.
Tapi “UNTIE to UNITE” If-ku!

NISKALA RUHLELANA
...

Saya menerima surat berikut ini sehari setelah dia menghilang;

74
Bandung, 10 Mei 2000
Untuk sahabatku di surga: EVA (Nama Pertama Untuk Semua Wanita)
==Aku menggunakan nama Eva sebab telah kujelaskan di suratku sebelumnya. Dan aku yakin
kau pasti cukup paham.==

Kemarin kulangkahkan kaki kemantapanku pada sebuah kelokan jalan di seberang keanggunan
sebuah waktu. Waktu yang sangat arogan dan mantap berdetak. Hingga kian bising di
telingaku. Aku berjalan cepat dan dia terus mengejarku. Tapi diam dan indah, sangat indah!
Sudahlah!
Itu hanya sebuah awal yang dimulai kemarin. Hingga sekarang sebuah keinginan jahat
menyelubumgi benak dan rasaku. ‘Kan kubunuh waktu! Tapi apakah itu perlu? Sebab meski
waktu mati, berhenti berdetak, akankah aku abadi? Dan padahal keabadian bukanlah tujuanku.
Keabadian bukanlah kebebasan yang sebenarnya. Tidak ada kebebasan mutlak, sebenarnya.
Hanya rasa dan mencoba-coba untuk menemukan kebebasan yang akan sedikit membebaskan.
Betulkah?
Aku tak peduli, akan kubunuh waktu!
Hingga pertanyaan berakhir pada siapa, kenapa...
Bagaimana! Itulah akhir. Itukah akhir? Tidak!
Tuhan telah menciptakanku dalam keabadian, tanpa akhir. Tidak ada akhir, sungguh tidak ada
akhir. Kematian hanyalah sebuah proses dan bagian dari dunia nyata. Dan kegelapan dan
malam adalah pasangan yang menjadi sahabat sejatinya. Semua berawal dari malam dan
kegelapan, Nyx dan Erebos. Diteruskan oleh mati yang tak dapat dipisahkan dari keduanya.
Dunia khayal inilah yang kupertanyakan yang tak dapat kupisahkan dari dunia nyata. Khayal
dan nyata adalah dua bagian terpisah yang ada dalam satu wadah.
Ada dan tidak ada bukanlah persoalan. Sebab ada akan menyebabkan tidak ada dan tidak ada
akan menjadi ada. Begitulah adanya!
Begitupun dengan konsep awal atau akhir. Konsep awal atau akhir adalah ada dan tidak ada.
Kumulai proses pembunuhan waktu dengan tidak mengikutsertakan ruang, sebab ruang akan
kubunuh pada keadaan yang lain. Dunia yang keluar!
Tapi waktu tidak juga terbunuh, detaknya malah semakin mengeras dan malah hampir
membunuhku dalam kebisingan.

Sahabat cantikku!

75
Maukah kau melinangkan air matamu untukku? Sebab tangisan dalam tubuhku telah lama
terbunuh.
Aku ingin menangis!
Ya..., akan kudendangkan tangisan dalam bentuk lagu. Sebab meski tangisan telah lama
terbunuh, aku masih bisa bernyanyi. Hanya itulah satu-satunya pembelaan yang bisa kubuat
untuk hukuman yang akan dijatuhkan Tuhan karena percobaan membunuh waktu. Dan akupun
dituntut dengan tuduhan menganiaya waktu. Itu benar dan kuakui. Hukumannya adalah
dipenjara waktu selama waktu masih hidup dan dikerangkeng oleh ruang sehingga aku takkan
pernah bisa lagi membunuh mereka berdua. Aku hanya bisa memendam dendam dan tangis.

Sahabatku tercinta,
itulah kenapa aku terlahir...!
dari sahabatmu yang telah lama mati

Niskala Ruhlelana

Saya membakar surat-surat itu seiring upacara kematiannya dalam benak saya. Saya tak tahu.
Itu saja!
***

Salah satu berita di beberapa surat kabar dan televisi hari itu adalah:

Niskala, salah satu personil band SID (Samantha Impossible Dream) yang sedang menjadi
sorotan masyarakat karena konser mereka tadi malam yang menghebohkan dan menimbulkan
banyak korban jiwa itu, ditemukan nyaris tewas oleh luka bakar dari api yang masih menyala
di tubuhnya, di kamar sebuah rumah terpencil di daerah Dago Utara oleh Unit Reaksi Cepat
Polwiltabes Bandung setelah mendapat laporan tentang kemungkinan Niskala bunuh diri dari
seorang wanita yang mengaku jurnalis sebuah majalah musik yang mewawancarai Niskala
sesaat setelah konser SID itu berlangsung…
***

Karna tersenyum ketika paramedis menggotong tubuhnya dan dari saku bajunya yang selamat
dari jilatan api dia mengeluarkan sebuah puisi;

76
Penatian Sesaat
waktu-waktu yang ada dan terus menerus meneriakan detak perjalanan jarum penunjuk detik
yang berotasi
sesaat begitu menjemukan seperti penantian kekasih di pojok restoran yang sangat temaram
sesaat terasa seperti menunggu kematian beriringan dengan detak jantung yang kian lama
kian cepat mengungguli teriakan detak-detak detik
sesaat kian memekakan gendang-gendang tuli yang tak bergetar
sesaat kian sesaat kian terasa penantian, sunyi tak terlihat indera buta
sesaat kian terasa sesat pemikiran-pemikiran itu
akan hadirnya kelelahan
akan hadirnya kepenatan
akan hadirnya bencana kematian saraf-saraf kesadaran
kian lama, kian sesaat, kian sesat, kian sesak, kian menggorok lubang nafas kematianku, kian
aku merasakan kehidupan matiku, kian sunyi, kian terdengar detak-detak kematian jarum
detik, kematian detak jantungku pun
kurogoh kekesalanku pada bayangan penantian sesaat
aku kesal kian kesal dan tak kunjung datang
lalu aku pulang pada keabadian jiwaku
dalam detak-detak yang kini semuanya terhenti oleh hembusan akhirku
aku pulang
pulang...
Niskala 2K

***

Sebuah tulisan dengan darah yang sudah mulai mengering menempel di dinding kamar
Niskala;

Apakah aku salah berdoa untuk mati hanya karena rindu bercumbu dengan Tuhan?

Chapter Eight
Oedipus; Cognition or Nihilism?

77
(from Apocalypse to Milk “Pamela Anderson” Factory)

“Kill the father, fuck the mother, (dan seorang teman bernama Sofi menambahkan) stop
making baby – mudah-mudahan nanti ada korelasinya. Aku menemukannya ketika kubuka
halaman itu di No One Here Gets Out Alive (Yang tidak dijadikan acuan untuk pembuatan film
tentang The Doors oleh Oliver Stone). Tiba-tiba, jauh di luar dugaanku yang paling positif,
musik musim dari sebuah kelokan jalan menyeruduk telingaku, kalau boleh kusederhanakan
mungkin namanya klakson. Tit atau tot biasa aku menyuarakannya, kalau adikku
menyuarakannya pep, ibuku yang sangat sunda bilangnya tidid, temanku yang bule bilangnya
beep, apapun, itu hanyalah masalah lidah yang bersifat ethnic privative. Bayangkan andai
bunyi musik musim tadi terdengar di sebuah pemakaman purba di pedalaman yang belum
terjamah fuckin’ modernitas.

Jim Morrison, yang menyebut girl terdengar di telingaku seperti grill, memang terobsesi
menjadi Oedipus. Tapi entahlah, mungkin ‘cause my mother is not my type, tak pernah terpikir
untuk mengawininya. Hanya cepatlah berpikir andai mereka tidak pernah berpikiran untuk
membuat kita, mengemasi dan meng-emas-i kita, ada satu hal yang mereka lupa, kita tidak
minta dilahirkan!

Kill the father, sebuah wacana obsesi dan kecintaan mendalam dalam rangka merunut menjadi
sosok yang diidam-idamkan, menjadi boomerang bagi Saturnus sebab karma yang harus dia
terima adalah diburu oleh anaknya sendiri, Jupiter, yang kemudian merunut karma-karma
berikutnya hingga sekarang.

Fuck the mother, bukan tidak mungkin pembunuhan Habel disebabkan oleh sebuah perebutan
kasih sayang dari ibunya, Eva. Kain merasa bahwa dia yang paling mirip Adam, sedemikian
hingga setelah ayahnya meninggal, dialah yang harus mewarisi tahta pendamping Eva. Hal ini
menjadi absurd sebab aku membawa sebuah Budaya Shamanisme yang dicoba masukan
kedalam kepercayaan besar Semitisme atas sejarah mengenai Adam dan Hawa.

Stop making baby, bukankah tak ada salahnya bermain-main dengan ide. Membuat alam
semesta pusing tujuh keliling, mungkin adalah sebuah perbuatan yang lucu dan
menggemaskan. Begini, apabila seluruh umat manusia bersepakat untuk tidak membuat bayi

78
maka dalam waktu beberapa puluh tahun yang akan datang manusia akan musnah. Sementara
Sang Waktu merencanakan kiamat di seribu tahun (mungkin) yang akan datang. Siapa yang
menguasai bumi saat itu, apakah akan terjadi evolusi pada primata yang lain untuk bisa
menguasai bumi?

Dalam wacana feodalisme, kedudukan manusia sangat dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran
penis sang ayah. Semakin besar ukuran penis dan semakin kuat daya bercinta, maka semakin
unggul anak yang dihasilkan, unggul dalam tataran normatif dan nilai-nilai umum standar.
Bukan! kata temanku yang selalu berteriak tentang feminisme, tetapi tergantung bentuk rahim
dan pabrik susu ibunya. Bentuk rahim akan sangat mempengaruhi bentuk fisik, cantik, seksi
dan lain-lain. Pabrik susu berpengaruh di wilayah mental, kecerdasan dan spiritualitasnya. Aku
lantas bertanya padanya, andaikan anaknya Pamela menyalahi konsep itu? Pam kan dadanya
silikon.

Di sini aku tidak akan berpihak pada apapun, siapapun. Semua bagiku hanyalah sebuah
kewajaran dan purity. Seperti tadi kubilang tentang aksen lidah yang terakomodir, semuanya
terjadi, bisa!
‘O, c’mon, gender is dead, Pal!

Ini bukan orasi budaya tetapi sebuah radiasi buaya yang membenturkan kekerasan halusinasi
dan dialektika kecemasan, yang hanya diterjemahkan ke dalam problem telinga, reduksi otak
dan formalisme purba seperti tumpahan nafas dan setengah waktu di sebuah simpul-simpul
penjelajahan persepsi bunyi dari seseorang yang tidak pernah mengenal dirinya. Seperti sebuah
syair yang kubuat ketika dalam kondisi the eyes of the universe;

Bajingan, kerak-kerak di udara itu terus mengutuk-ngutuk tubuhku dan lalu memutuskan untuk
segera –setengah mabuk setengah tidur—menghamili kejantanannya. Itulah yang
mengantarkan kemantapan kepala yang lidahnya keluar semua. Bahan-bahan kesadaran ada
padaku katanya selalu. Lalu dia meracik bumbu-bumbu serotonin untuk jadi kenangan dibuat
empirisme kesan-kesan.
Bajingan, enak banget. Optimisme-optimismenya di sebuah labirin ingatan
yang tujuh ratus kali sudah kudapatkan.
Bajingan, dia menjadikan kelam menjadi begitu mengudara. Ah!

79
Bajingan, aku tidak akan pernah mengatakan stereotyping kehidupan lagi
padanya, yang kejantanannya teracuni musik musim.

Berikut ini adalah terjemahannya :


Bajingan, kerak-kerak di udara itu terus mengutuk-ngutuk tubuhku dan lalu memutuskan untuk
segera – setengah mabuk setengah tidur — menghamili kejantanannya. Itulah yang
mengantarkan kemantapan kepala yang lidahnya keluar semua. Bahan-bahan kesadaran ada
padaku, katanya selalu. Lalu dia meracik bumbu-bumbu serotonin untuk jadi kenangan dibuat
empirisme kesan-kesan.
Bajingan, enak banget. Optimisme-optimismenya di sebuah labirin ingatan yang tujuh ratus
kali sudah kudapatkan.
Bajingan, dia menjadikan kelam menjadi begitu mengudara. Ah!
Bajingan, aku tidak akan pernah mengatakan stereotyping kehidupan lagi padanya, yang
kejantanannya teracuni musik musim.

Dalam hal ini aku hanyalah burung pemakan bangkai kata-kata.

Teman! (begitu aku selalu memanggil siapapun, meski beberapa kadang kupanggil –sorry—
Anjing!) Adalah sinkronisitas bila dengan tiba-tiba ada arus panjang mendera kita dengan
doktrin ketika produksi sperma dan ovum terus berkelanjutan, ketika meiosis tak bisa
dihentikan, ketika emosi keberpihakan lambang plus terus menghantui kenyataan minus. I’m
sorry, I’m so fuckin’ gay!

Kesenangan, betulkah kesenangan yang tadinya adalah tujuan, telah berfuga menjadi pisau
juga? Ya, pisau untuk membunuh beberapa keberpihakan tadi. Fuck our own-selves! Onani tak
berkesudahan, bukan BT, lho!

Ini bukan representasi, teman (-sorry- Anjing!), tapi sebuah ketakutan akan kemudaan yang
terus menua. Me-Mati. Jadi kutekan tombol ‘restart’ disebuah mesin pembunuh jiwa.
Untukmu! Duluan.

Ini bukan cerpen biasa sebab handai taulan kita selalu mewartakan cerpen sebagai sebuah
karya yang me-modal. Tapi ini cerpen atas fragmen hidup seorang biseksual, anak-anak brit-

80
pop dan domba-domba glam-rock.

Ini mungkin sedikit lebih cerdas ketimbang cerita ikan Nun. Oh ya! Bagi yang belum tahu
cerita ikan Nun akan kuberitahu singkatnya, agar kalian berkhayal. Konon, dunia berada di
ujung tanduk seekor kerbau. Kerbau itu berdiri di atas punggung ikan Nun. Ikan Nun hidup di
Lautan Pasifik. Horee…! Aku telah berbohong… aku telah berbohong…!

Maka, ayo memudalah! Seperti yang dikatakan Chaos, dewa pertama, “Mati ketika bayi!” Kau
masuk surga dan semesta terus bereinkarnasi.

Pabrik susu, seperti misalnya KPBS yang laris di mana-mana dan Pamela Anderson (salah satu
parik susu terbesar dan paling fenomenal sebagai keberhasilan teknologi Plastic Surgery) yang
juga laris di mana-mana, adalah salah satu faktor ketertarikan Oedipus kepada ibunya. Dari
mulai dia membutuhkan hingga “membutuhkan”.
Di abad “opening act of milk factory” ini, ketertonjolan menjadi sebuah trend yang
apocalyptic. Ekstase seorang sufi mungkin terlancarkan oleh sebuah bayangan akan puting
susu ibunya.
Entahlah!

Cognition dan Nihilism, sebuah paradigma unik akan fusi beberapa molekul/atom yang
paradoksal. Betapa tidak. Cognition yang selalu menggerecoki kita dengan cacian tentang
pentingnya sciense dan –isms digelitiki oleh Dyonisus atau Bacchus (Dewa Anggur, Pesta dan
Kesenangan) yang selalu mencari akal bagaimana mengosongkan botol dan membuat lagu
baru. Bukankah ini mungkin? Ok, kuralat, bukankah ini absurd! Mungkin pengetahuan saya
tentang anak Zeus yang satu ini kurang begitu full-contact-body, mungkin karena dia selalu
tersesat dalam labirin saat setiap kali bercinta dengan istrinya. (Istrinya adalah Ariadne, Dewi
Labirin) Kalau tidak percaya silahkan tanya Zarathustra!

Tapi kekeringan yang kucerca sudah cukup bulat untuk mengatakan segala hal itu wajar, tidak
ada benar dan salah.
Sudah!

Biarkanlah semua mengalir sebab hidup itu cair.

81
Biarkanlah semua terbang sebab hidup itu tidak melekat.
Biarkanlah semua berlari sebab sinkronisasi akan tetap menghantui peradaban kita.
(bayangkanlah sebuah sungai yang mengalir di angkasa sambil mendengarkan lagu-lagu
Bjork!)
Fuck me, and off course, fuck you!
And the last, don’t fuck my concept, Shit!!!

Tabel I. Primordial (my version)


Bentuk & Ukuran Penis Kekuatan Bercinta
Cantik, tampan Cerdas, baik
Penanda Petanda
Besar, gemuk Kuat, tangguh
Sexy Anggun
Vagina Kekuatan vagina

Tabel II. Feminisme (my version)


Bentuk Rahim Pabrik Susu *)
Cantik, tampan Cerdas, baik
Penanda Petanda
Denotative Konotatif
Non-Fiksi Imajinasi
Sexy Sexist
Fisik Mental, spiritual
*) Terkecuali apabila dadanya disuntik silikon atau terkena kanker payudara.

I AM GOD DOGMA I

Chapter Nine
Auto-Obituary

X.1. Empty Recycle Bin


Aku melemparkan semua wajahnya kedalam tong sampah. Terus melupakan kejadian itu untuk
selama-lamanya, setidaknya mencoba untuk itu. Kuharap tong sampah itu tidak seperti recycle
bin. Tapi kalaupun persis, maka akan ku-klik kanan dan langsung mengarahkan pointer pada

82
empty recycle bin lantas kutekan kuat-kuat, biar musnah sudah semua wajahnya yang cantik
menjijikan itu.
“Pelacur!” kataku.

Aku melemparkan semua wajahnya kedalam tong sampah. Terus melupakannya untuk selama-
lamanya, setidaknya mencoba untuk itu. Kuharap tong sampah itu tidak seperti recycle bin.
Tapi kalaupun persis, maka akan ku-klik kanan dan langsung mengarahkan pointer pada empty
recycle bin lantas kutekan kuat-kuat, biar musnah sudah semua wajahnya yang cantik
menjijikan itu.

“Pelacur!” kataku. Padahal sepertinya sebongkah batu besar pun belum cukup sanggup
menghancurkan kenangan itu. Tapi aku selalu ingin melemparkan sebongkah batu besar,
menindihnya, melibasnya, menggilasnya, menggilingnya, terus melemparkannya ke dalam
tong sampah. Terus melupakan kejadian itu untuk selama-lamanya, setidaknya mencoba untuk
itu. Kuharap tong sampah itu tidak seperti recycle bin. Tapi kalaupun persis, maka akan ku-klik
kanan dan langsung mengarahkan pointer pada empty recycle bin lantas kutekan kuat-kuat,
biar musnah sudah semua wajahnya yang cantik menjijikan itu. Tapi kenangan itu masih men-
diam dalam kepalaku se-menjijikan wajahnya yang cantik itu. Wajahnya yang cantik yang
membuatku selalu ingin melemparkan sebongkah batu besar, menindihnya, melibasnya,
menggilasnya, menggilingnya, terus melemparkannya ke dalam tong sampah. Terus melupakan
wajahnya itu untuk selama-lamanya, setidaknya mencoba untuk itu. Kuharap tong sampah itu
tidak seperti recycle bin. Tapi kalaupun persis, maka akan ku-klik kanan dan langsung
mengarahkan pointer pada empty recycle bin lantas kutekan kuat-kuat, biar tak ada lagi yang
tersisa dan benar-benar musnah seluruh intervensi wajahnya dalam memori di otakku yang
kuharap tidak ada program recycle bin disana agar semua sampah seperti dia, wajah dan
kenangannya bisa hilang selamanya tanpa ada satupun orang mampu meng-klik kanan dan
mengarahkan pointer pada restore untuk – mungkin sekali – ditekan kuat-kuat. Tapi kalaupun
ada, maka akan ku-klik kanan cepat-cepat sebelum orang lain mendahuluiku dan langsung
mengarahkan pointer pada empty recycle bin lantas buru-buru kutekan kuat-kuat.

Sepertinya masih ada sedikit sisa, maka aku akan cepat-cepat melemparkan sisa-sisa wajahnya
itu kedalam tong sampah. Terus melupakan sisa-sisa wajahnya itu untuk selama-lamanya,
setidaknya mencoba untuk itu. Kuharap tong sampah itu tidak seperti recycle bin. Tapi

83
kalaupun persis, maka akan ku-klik kanan dan langsung mengarahkan pointer pada empty
recycle bin lantas kutekan kuat-kuat, biar musnah sudah semua wajahnya yang cantik
menjijikan itu.
“Pelacur!” kataku.

“Sial!” ucapku kemudian sebab no.telp-nya masih tersimpan dalam phone book di ponsel-ku.
Dalam seketika dan segera aku sangat ingin cepat-cepat menghapusnya dan melemparkannya
kedalam tong sampah. Terus melupakan no.telp-nya untuk selama-lamanya, setidaknya
mencoba untuk itu. Kuharap tong sampah itu tidak seperti recycle bin. Tapi kalaupun persis,
maka akan ku-klik kanan dan langsung mengarahkan pointer pada empty recycle bin lantas
kutekan kuat-kuat, biar habis sudah no.telp-nya yang berupa kombinasi angka menjijikan itu.
Tapi entah kenapa tanganku malah menekan no.telp-nya itu dan terdengar suara seperti ini di
seberang sana: maaf, dana anda tidak cukup untuk melakukan panggilan ini! (mungkin dengan
3 tanda seru seperti ini: maaf, dana anda tidak cukup untuk melakukan panggilan ini !!!) atau
bisa jadi dengan font yang di-control B seperti ini: maaf, dana anda tidak cukup untuk
melakukan panggilan ini !!! atau malah bisa jadi lebih mungkin dengan huruf kapital semua
dengan control B, control I dan control U, sangat berlebihan bukan? Sebab jadinya seperti ini:
MAAF, DANA ANDA TIDAK CUKUP UNTUK MELAKUKAN PANGGILAN INI (dan
masih tetap dengan tiga tanda seru, sebab kata guruku tiga bisa menunjukan tak hingga, tak
perlu capek-capek lebih dari tiga!) seperti ini: !!!

“Sial!” kataku kemudian, “berapa dana yang kubutuhkan untuk membuatnya setia padaku?
“Pelacur!”

Lantas dengan segera aku sangat ingin cepat-cepat mencoba lagi menghapus no.telp-nya dan
melemparkannya kedalam tong sampah. Terus melupakan no.telp-nya untuk selama-lamanya,
setidaknya mencoba untuk itu. Kuharap tong sampah itu tidak seperti recycle bin. Tapi
kalaupun persis, maka akan ku-klik kanan dan langsung mengarahkan pointer pada empty
recycle bin lantas kutekan kuat-kuat, biar habis sudah no.telp-nya yang berupa kombinasi
angka menjijikan itu sungguh sama seperti wajah cantiknya yang juga ingin kulemparkan
kedalam tong sampah, terus melupakan wajahnya itu untuk selama-lamanya, setidaknya
mencoba untuk itu. Kuharap tong sampah itu tidak seperti recycle bin. Tapi kalaupun persis,
maka akan ku-klik kanan dan langsung mengarahkan pointer pada empty recycle bin lantas

84
kutekan kuat-kuat. Tapi entah kenapa, jariku yang tadi sudah menekan option pada bagian
no.telp-nya lantas mengarahkannya pada delete entry, ketika ada pertanyaan; are you sure?
jariku malah menekan no. (Sebenarnya mungkin no dengan tanda seru seperti ini: no! atau bisa
jadi seharusnya dengan 3 tanda seru, sebab kata guruku tiga bisa menunjukan tak hingga, tak
perlu capek-capek lebih dari tiga, seperti ini : no!!!. Seperti tidak puas juga jariku
menambahkan control B dan control U dan mengganti hurufnya dengan kapital semua, jadinya
seperti ini: NO!!!. Tapi kok control U sepertinya menggangu ya? Baiklah akan kuhilangkan
saja, jadi seperti ini: NO !!! dengan spasi antara kata no dan ke-3 tanda seru agar seperti
masing-masing berdiri sendiri dan menjadi sebuah kekuatan besar apabila digabung menjadi
semacam frase memuakkan)

Kuharap saat ini dan selama-lamanya setiap kali aku harus terpaksa menekan no.telp-nya yang
kusimpan dalam nama pelacur dalam huruf kapital semua dengan tiga tanda seru, tapi tidak ku-
control B sebab tak ada fasilitas itu dalam ponselku, (PELACUR!!!) itu selalu terhubung
dengan mesin yang dengan cerewet selalu berkata begini: "Telepon yang ada tuju sedang tidak
aktif atau berada diluar servis area". Tapi cukup segitu saja tanpa harus memakai tanda seru,
huruf kapital dan control B sebab aku pasti akan sangat muak dengannya bila kata-kata itu
muncul dengan tanda seru, huruf kapital dan control B. Bila terhubung dengan kalimat wanita
mesin itu memungkinkan aku menaruh curiga bahwa dia tak lagi mengaktifkan kesetiaannya
atau dia sudah diluar servis areaku, maka dengan begitu kuharap aku bisa menghapus no.telp-
nya dan melemparkannya kedalam tong sampah. Terus melupakan no.telp-nya untuk selama-
lamanya, setidaknya mencoba untuk itu. Kuharap tong sampah itu tidak seperti recycle bin.
Tapi kalaupun persis, maka akan ku-klik kanan dan langsung mengarahkan pointer pada empty
recycle bin lantas kutekan kuat-kuat, biar habis sudah no.telp-nya yang berupa kombinasi
angka menjijikan itu sungguh sama seperti wajah cantiknya yang juga ingin kulemparkan
kedalam tong sampah, terus melupakan wajahnya itu untuk selama-lamanya, setidaknya
mencoba untuk itu. Kuharap tong sampah itu tidak seperti recycle bin. Tapi kalaupun persis,
maka akan ku-klik kanan dan langsung mengarahkan pointer pada empty recycle bin lantas
kutekan kuat-kuat.

X.2. Post-Libido
Segelas juice jeruk mengingatkanku betapa piciknya aku berpikir bahwa dia (tubuhnya, warna-
warna matanya, menghentikan mobil saat lampu merah menyala-nya, setiap mutiara yang

85
menancap di sudut-sudut dagingnya, desiran darahnya, hentakan tubuhnya saat hujan menerpa,
erangan paraunya, 3 mm2 tanda lahir berwarna biru kemerahan di ujung selangkangnnya, bau
vaginanya yang meluntur merayapi malam-malam yang entah keberapa kali itu) hanyalah
seorang pelacur musim yang tak perlu kubayar sebab dia mencintaiku.

Ternyata semakin kupicingkan mata, kukerutkan dahi, kubuang semua sperma matang, akulah
yang layak disebut pelacur, gigolo beracun, julukan yang tepat untukku, Kawan!

Dia adalah bitch dan aku adalah bastard. Begitu katanya setiap kali. Bitch adalah dia, Bastard
adalah aku. Aku menyetujuinya.

Apa yang kau pikir bila seekor bitch dan seekor bastard berdialog? Pembicaraan tentang
hedonisme yang terus menerus? Kau salah! Yang kami bicarakan adalah filsafat, melulu
filsafat. Bukan sejarah filsafat. Bukan filsafat yang sudah diagungkan di buku-buku. Tapi
filsafat versi sekor bitch dan seekor bastard. Filsafat yang sepertinya lebih kasar dari dialog
fantasi Derrida dengan Baudrillard.

Bitch : “Kita adalah dua tokoh antagonis yang dibenci penonton.”


Bastard: “Ya, Miky and Malory Knox.”
Bitch : “Bukan, mereka tidak dibenci penonton. Kita adalah tokoh antagonis standar.
Agus Melast dan Ibu Subangun. 80’s antagonist, isn’t it? Hahaha…”
Bastard: “Aku adalah Apollo, dan kau Daphne.”
Bitch : “Tidak, tidak… Kalau di mitologi Yunani, aku adalah Aphrodite dan kau adalah Ares,
tepat pada saat mereka ditonton dan ditertawai para Dewa.”

Termina, Si Bitch itu, sudah menikah waktu mengenalku. Dia datangi aku saat sedang
mengurusi proses cerai dengan suaminya, membawa entah berapa kilojoule birahinya,
menyetubuhiku dengan basah di setiap senti tubuhku. Lantas dia beri aku makan, seonggok
bangkai, seribu vibrasi, sebuah kenyamanan bersyarat, serta semua keperluan gilaku.

Aku menyukainya, Termina benar-benar layak untuk disukai dari berbagai arah, Barat, Selatan,
Utara, Timur, Barat Daya, Timur Jauh, Atas, Bawah, Diagonal, ataupun dari Sudut Warna-
warna. Aku lelaki normal senormal penis dunguku, dan miskin semiskin penis dunguku. Lalu

86
dia benar-benar cerai dengan suaminya saat aku berpikir bahwa aku hanyalah ikan cupang dan
suaminya benar-benar daging dan tulang. Suaminya adalah daging dan tulang sehat yang selalu
disajikan dalam restoran dan cafe di hotel-hotel jadi steak dan sop kaki. Setelah itu suaminya
mulai beranjak gila dan selalu mencoba untuk bunuh diri. Aku mendengarnya dari Niskala.
Aku selalu hanya mendengar saja.

Aku adalah telinga. Satu-satunya yang kubisa selain mendengarkan Niskala bicara adalah
memainkan setiap helai senar gitar dengan merek apapun, dengan sempurna! Gitar yang sama
yang kupakai untuk mengamen di perempatan bahkan gitar yang sama yang kupakai di konser-
konser tunggal kami.

Aku adalah telinga. Niskala melulu mulut. Begitulah hingga kami melebur bersama dalam
nada-nada harmoni, kontras, fals bahkan absurd-schizophrenic. Selalu begitu, sehingga rahim
kami membesar dan lantas meledak memunculkan satu nama: Samantha Impossible Dream,
berupa track-track lagu yang mengejan-ejan, menangis keras, meracau-racau dan mencecakar
kain-kain bercorak dalam berbagai hiasan not balok dan komputer yang isinya melulu program
musik.

Aku adalah pengganti mentari saat malam buat Niskala. Niskala adalah ke-takkasatmata-an.
Menjadi terlihat saat sinar menyelubunginya. Kita berdua menjadi keseluruhan semesta saat
melebur bersama suara-suara. Menjadi Tuhan untuk kami sendiri. Memuja diri kami sendiri.
Meniupkan ruh atas setiap lagu yang kami buat.

Ada beberapa additional untuk alat musik yang lain. Yane untuk grand piano dan keyboard.
Erva untuk violin. Dan Ervi, kembarannya Erva untuk backing vocal dan rythm guitar. Selalu
dengan format itu untuk setiap kali konser. If adalah manager yang hebat. Aku mencintainya.
Dia adalah groupie Niskala. Tidur dengan Niskala dan berpacaran denganku. If adalah manager
kami. If adalah pacarku. If adalah groupie Niskala. Ngerti kan apa yang kumaksud?

Album pertama kami meledak dengan ribuan copy dan memenangkan berbagai awards disini
ataupun diluar. Ah…, masa lalu…

X.3. Post-Conciousness

87
Saat itu. Aku merasa hina. Mendungnya langit seolah dan bukan saja seolah mengiringi
kehinaanku, mencoba menyembunyikanku dari berbagai kecaman mata setiap orang.
Kecaman mata itu adalah mimpi buruk yang bertumpuk. Seperti ketika dua kilogram
mariyuana dihunjamkan asapnya langsung kesetiap aliran darah di otak. Kecaman-kecaman
imajiner yang sebenarnya tidak datang dari siapapun tapi datang dari proyeksi mataku
sendiri. Kecaman-kecaman hina atas setiap langkah kakiku setiap menelusuri apapun, setiap
menit, setiap detik. Dihunjam ketakutan dan kehinaan seperti itu membuatku selalu ingin
melemparkan satu balok batu yang besar pada setiap mata-mata itu yang selalu seolah dan
bukan saja seolah mengiringi langkah-langkah kakiku pada setiap menelusuri apapun. Tapi
aku harus melangkah untuk menelusuri apapun dan bersiap berbekal batu apabila kecaman
imajiner itu mengiringi langkahku lagi. Aku harus melangkah, setiap menit, setiap detik.
Dering mobilephone yang ketiga, dengan nada lagu pertama kami, baru kuangkat, sebab
vibratornya sangat mengganggu selangkanganku.
“Halo…, ini aku yang tengah mati!”
Kututup. Ini masih mimpi buruk yang bertumpuk.
Aku pulang kerumah. Tertidur dengan suara Thom Yorke menggeliat-geliat dalam Amnesiac,
Morning bell… morning bell… light another candle and release me…
Dering jam weker yang ketiga baru kumatikan.
“Selamat pagi wahai bisik hari, ini aku yang tengah mati.”
Masih mimpi buruk yang bertumpuk? Termina yang menumpuk-numpuk, menumbuk-numbuk
engahan nafasku, keringatku. Mimpi buruk tentang bajingan yang bersarang ditubuhku.
Merasuki setiap sel, setiap menit, setiap detik.
Hingga malam, masih dengan background mendung, kudentangkan gitar dengan nada-nada
yang kusengaja fals seperti mimpi buruk bertumpuk-ku. Suara jengkerik dan burung
suitincuing memberi melodi dari ritme gitarku. Dan suara detik jam dikamarku membimbingku
seperti ketukan metronom terganggu degup jantung yang suaranya lebih bingar daripada
geraman adrenalinku. Diiringi klakson mobil tetangga dan teriakan anak-anak kampung yang
baru pulang mengaji di rumah Pak Jarkoni. Kunyanyikan lagu-lagu cinta seolah dan bukan saja
seolah tiada lagi yang bisa diperjuangkan dalam hidup selain cinta.
Dering bel rumahku yang ketiga, baru kubuka.
“Ini aku yang tengah mati!”
“Karna? Kau kenapa?”
“Ini aku yang tengah mati dalam tiga babak ini aku yang tengah mati.”

88
“Karna…!”
“Pulanglah Termina, aku tak sanggup lagi.”
“Tapi kita belum selesai membicarakannya.”
“Ya…, tapi aku sudah menyadarinya. Aku tidak akan pernah mencintaimu.”
“Aku tak butuh cintamu. Aku adalah gairah dan kau adalah tikus.”
“Kau adalah ayam betina dan aku adalah anteros. Kebencian? Entahlah.”
“Kamu bajingan, Karna!”
“Ya, aku adalah Bastard. Dan kau Bitch, pulanglah. End of conversation!”
Kututup pintu tanpa memberi sedikitpun kesempatan untuk Termina melewati batas terakhir
dari mimpi buruk bertumpuk-ku;

teriakan-teriakan gila yang mengancam tujuh ribu kecemasan merasuk ke dalam tubuhnya
sekaligus
mencipta durja yang berkepanjangan
dia sudah membuang jauh-jauh semua kemuakannya padaku
aku lantas mengulur waktu
menyimpan dendam kesetaraan
aku tak peduli dengan sejuta durjanya
sebab sebenarnya teriakan-teriakan gila itu masih terus bersemayam dengan tenang dalam
tubuhnya
sekali lagi kukatakan bahwa dendam itu masih juga teredam dalam tubuhku
malah kebusukannya semakin membesar, menyengat ujung-ujung syaraf penciumanku dan
nyaris membuatnya buta
hingga pada suatu ketika kami berdua menabrakkan keduanya,
dendam membusuk dan teriakan gila itu, dalam sebuah irisan simetris yang kami berdua
ciptakan dalam sebuah persenggamaan sakral diatas ranjang mimpi pertama kami
penyatuan itu berhasil melahirkan benih-benih seribu satu kebijaksanaan yang kucoba
terangkan padamu sebagai penggembala para domba
yang akan meneruskan keskizoprenikan para pendahulumu yang sudah tersesat dalam labirin
yang mereka buat sendiri
maka selamat malam...!
Tak lama bel berdering lagi.
“Sudahlah Termina, aku sudah muak!”

89
“Karna! Ini aku, Niskala.”
“Nis…”
“Ya…”
“Masuklah, aku pikir siapa.”
“Kamu kusut sekali, kenapa?”
“Entahlah!”

IX.4. Scratch and Then Hang


Tiba-tiba datang Niskala. Dia bercerita padaku tentang hubungan cintanya yang kandas gara-
gara hal kecil yang sebenarnya masih bisa diselesaikan. Cinta lagi! Apa tidak ada kisah lain
yang lain selain kisah cinta? Selalu cinta… selalu tentang cinta. Aku muak, sambil
menghembuskan asap rokok ke mukanya. Maaf, saat ini aku sedang tak bisa menjadi telinga
buatmu, malam ini aku tidak sedang ronda menggantikan ayahku. Malam ini aku sedang tidak
bisa menerangimu. Maaf!
“Sebentar, Kawan! Bukan hubungan cinta dengan wanita, tapi dengan Tuhan. Gue lagi
berantem berat ama Dia.”
Aku tak peduli. Lalu aku tinggalkan dia. Aku keluar kamar kost-ku. Kulangkahkan kakiku
mengikuti ibu jari yang entah berapa lama tak kupotong kukunya. Semerbak harum getah-
getah pohon flamboyant mengiringi langkah dan lamunanku. Dingin malam tak terasa. Tiba di
pinggir jalanan sepi, aku berjongkok dan mataku menerawang ke arah langit yang malam ini
enggan menampakan bintang-bintangnya. Sepertinya enggan untuk memberiku keindahan.
Disitulah aku sepanjang malam itu hingga tertidur. Mimpi buruk terus bertumpuk-tumpuk.
Terbangun tapi tidak terbangun, aku masih terus bermimpi. Bermimpi dan bermimpi lagi. Aku
masih bertanya, tidur nyenyak; dengan mimpi atau tanpa mimpi?
Pagi hari, lebih tepatnya menjelang tengah hari aku dibangunkan oleh suara klakson bis kota
yang mengangkut para mahasiswa dan pedagang-pedagang pasar yang baru pulang. Aku
menggeliat dan menoleh ke sekelilingku. Begitu riuh. Aku berdiri dengan sisa kantuk yang
masih menyerang sarafku. Sambil sempoyongan berjalan menuju kamar kost-ku yang tak jauh
dari sana.
Sesampai disana kutemui Niskala masih tertidur. Dan seorang gadis sedang membaca majalah.
“Hai!” sapaku.
Dia terkejut dan menoleh ke arahku.
“Karna, dari mana saja?” kata If.

90
“Sejak kapan disini?”
Dia tak menjawab. Dia hanya memelukku sambil mencium pipiku dan menarikku kedalam
kamar. Lalu dia menuangkan segelas air putih dari botol dan memberikannya padaku.
“Minum dulu! Berantakan sekali kamu. Dari mana sih? Tertimpa gunung batu ya? Aku
kangen.” katanya.
Aku hanya terdiam saat setelah menenggak habis air di gelas itu. Aku terus terdiam sambil
tertunduk. Dia pun terdiam sambil memperhatikanku. Sepertinya tidak menunggu jawabanku.
Dia mengerti bahwa ini bukan saatnya aku memberikan jawaban. Dia sepertinya tahu bahwa
aku sedang menghadapi sesuatu yang berat. Sesuatu yang berat? Mimpi buruk bertumpuk?
Kecaman hingar bingar dari setiap mata? Kusiapkan sebalok batu besar dan siap
kulemparkan pada mimpi buruk bertumpuk-ku.
Selanjutnya, aku berteriak-teriak. Dia keheranan dan mencoba menenangkanku. Aku terus
berteriak dan mengamuk hingga Niskala terbangun dan langsung membantu If
menenangkanku. Hingga aku menangis dalam pelukan If.
“Aku ingin mati saja, aku ingin mati!” ratapku.
If menepuk-nepuk punggungku dan membelai-belai rambutku dengan lembut.
“Sudahlah, Sayang! Tenangkan dulu, baru setelah itu ceritakan apa yang terjadi! Mungkin aku
bisa membantu.”
Aku terisak-isak dan lalu tak sadarkan diri. Tak hentinya dilempari sebalok batu besar oleh
mimpi buruk bertumpuk-ku... Terlalu banyak suara-suara ghaib di belakang kepalaku...

IX.5. Restart
Dua puluh tahun kemudian…
Aku terbangun dari tidur panjangku. Tidur panjang? Amnesia? Gila? Skizoprenia? Entahlah…
Seorang gadis remaja memakai seragam sekolah masuk ke dalam kamar.
“Papa, aku berangkat dulu ya.” Dia mencium tanganku, pipiku. Lantas pergi lagi.
Astaga! Apakah ini masih mimpi bertumpuk dalam bagian yang tidak buruk?

IX.6. Ctrl+Alt+Del(Epilog)turnoff
Di suatu malam seminggu kemudian, ada If, dan kedua anakku yang baru kukenal. Kami
sedang berkumpul di ruang tengah sambil menonton TV. Tiba-tiba listrik dirumahku mati.
Dipaksa mati dengan kombinasi Ctrl+Alt+Del... atau tombol power yang ditekan lama...
Apakah segalanya akan segera berakhir? Apakah aku akan meninggal dengan tenang diiringi

91
isak tangis, jeritan histeris hingga bunuh dirinya istriku? Apakah dunia akan seperti kelereng
diantara duka dan hampa? Tergoncang dan runtuh?
Yang kutahu segalanya, ya, sudah berakhir dalam ingatan yang terjebak diantara kawah dan
gunung es... dengan photo terakhir di sebelah epitaph yang sudah kuukir sebelumnya...
sendirian.

Chapter Ten
Beberapa Spekulasi Mengenai Metode Bunuh Diri Yang Akhirnya Dipilih Niskala

Spek.1.
Waktu: A
Niskala menyiapkan tali gantungan yang sudah dia hitung setiap presisinya (lihat puisi pada
Chapter II), proyektor berputar…

92
Method: Hanging
Recommendation: ***
Effort required: requires some preparation to accomplish cleanly.
Messiness: not very messy to clean up after.
Pain factor: quite unpleasant if you don't hit the rope hard enough to snap your neck,
otherwise nearly painless.
Drama: very traditional and dramatic, unless someone happens to see you flailing away
because your neck didn't snap.
Certainty of death: quite high unless your set up is cheesy.
Wimp option: very small chance of backing out once the rope is tight.
Other points: I've heard that your neck is more likely to snap if the knot is on the side of your
neck instead of behind you. Make sure the drop is at least 6 feet before the rope goes taut.
Don't use a stretchy or weak rope.

…dia digantung kaki ke atas kepala ke bawah gara-gara mengganggu teman-teman nya di
panti asuhan saat makan.

Spek.2.
Waktu: A
Dia mendapatkan ShotGun itu dari salah seorang temannya, Kimung, pagi tadi. Moncong
Shotgun dimasukan ke mulutnya, jari menyentuh trigger pembantai masa hidupnya. Visual di
belakang kepalanya bermunculan…

Method: Shooting
Recommendation: ***
Effort required: if you already have a gun, almost none. if you don't have a gun I think there
will be a waiting period and you have to be 18 to keep things legal. if you can get a gun
illegally, then you know better than I.
Messiness: gloriously messy. most reliable weapons will destroy your face and remove the
back of your head. even a mouth shot will mutilate your whole head more often than not.
Pain factor: none if you shoot to the head. if you survive, however, you will be permanently
scarred and disabled.

93
Drama: awfully dramatic depending on where your brain plume ends up.
Certainty of death: quite high, but not absolutely certain. it depends on the weapon, but people
have survived point-blank shotgun blasts to the face, so keep this in mind.
Wimp option: sure, until you pull the trigger.
Other points: Try to use the most powerful bullet you can. A shotgun is usually ideal, otherwise
you will probably want a hollowpoint round. Keep in mind that handgun rounds regularly
bounce off of skulls, especially if they strike at an angle. For some reason, people usually aim
for the roof of their mouth. I'm guessing that the skull is thinnest here, but I'm not sure.
Otherwise I've heard that the temples are thin also. Make sure that your intended bullet path
will end up killing you and not just blow out the back of your throat. Remember that your gun
may go off again when it hits the ground (potentially hitting anyone within a mile), and that it
will be lying around after you die (people may decide to steal it, kids may play with it).

…tembakan yang telak di ulu hati saat mengetahui bahwa Dyah adalah kakak kandungnya.

Spek.3.
Waktu: A
Dia memutar kunci, suara gerungan mesin menderu, melajukan mobilnya ke sebuah hutan…
menyalakan AC, membiarkan mobil tetap hidup, berbaring pada kursi yang dia tekan
kebelakang…mendengarkan musik, ada gambar-gambar di belakang kepalanya…

Method: Carbon Monoxide


Recommendation: *****
Effort required: not too much if you have a car. just run a tube from the exhaust pipe inside of
the car.
Messiness: very clean, but you'll smell funny for a while.
Pain factor: not too bad, but you will be choking and gasping as the car fills with hot, noxious
gasses. then you'll get a pounding headache and your head will swim.
Drama: very low. your last few minutes are spent enshrouded in reeking fumes with
McDonalds wrappers on the floor. whatever you do, don't let the car slip into gear. and get rid
of those Christmas tree air fresheners. (tacky, tacky, tacky...)
Certainty of death: not so hot. do-gooders are forever trying to rescue people from smoking
garages. try to use a quiet car.

94
Wimp option: not too bad. you can always wimp out until you finally pass out, but you might
suffer some brain damage.
Other points: There is a great danger to passers-by of becoming overwhelmed by the carbon
monoxide in the area. Two parents once tried to mercy-kill their baby by piping car exhaust
into the baby's face. They both passed out, as did a few rescuers. The baby finally died but so
did the wife. Keep in mind that carbon monoxide itself is colorless and odorless, even if the
other stuff in car exhaust reeks.

…dalam sebuah panggung, tiba-tiba suaranya tercekik…kehabisan nafas, sebab Samantha hari
itu sedang haid, dan harus istirahat dalam kepalanya, istirahat dari mengibar-ngibarkan baju
bidadarinya.
Niskala terbatuk dan dibawa ke belakang panggung oleh tim medis. Penonton gempar. Erva,
Ervi dan Yanne meneruskan bermain membawakan lagu-lagu instrumen mereka tanpa Niskala
dan sentuhan suara-suara elektronik. Jadi sangat Jazzy, lembut dan anggun. Andai ada
tambahan gebukan ringan dan cerdas dari seorang drummer pasti jadi semakin sempurna.

Spek.4.
Waktu: A
…dia sangat teliti dan hati-hati, memperhitungkan setiap detil kemungkinan, agar sangat
efektif dan masih terlihat indah dalam kamera…
…lantai 6 sudah cukup, dan yang jelas kehebohannya akan dirasakan hingga sepanjang tahun.
Dia akan menjadi legenda…

Method: Jumping
Recommendation: *********
Effort required: probably not too much, although a really dramatic end may require you to do
a bit of trajectory physics as well as a bit of climbing.
Messiness: variable. if found soon after hitting a river, you will probably be pretty intact. if it
takes a bit longer than that, you will look really gross. a long, hard building jump on the other
hand...
Pain factor: none if you die upon impact. if you survive you could be paralyzed, brain
damaged, drowning, etc.
Drama: risky. can be quite high if planned well, but can also be humiliating if you float to the

95
surface and survive. points for being steeped in tradition, though.
Certainty of death: if you don't mind a head first drop, pretty darn high. if you aren't sure if
you can maintain that attitude, or if you want to fall feet first, pick a tall structure.
Wimp option: I don't know. bring a parachute?
Other points: I'm sorry, I don't have any reliable figures on heights, nor any idea of the
security at the top of skyscrapers. Make sure you don't accidentally hit anybody. If you can die
from a fall, whoever you hit can die as well.

…dia masih sangat ingat adegan itu, saat dia kecil, meloncat dari pohon bambu ke tengah-
tengah sawah, kepala duluan. Kepalanya nyungsep kedalam lumpur sawah musim tanam.

Spek.5.
Waktu: A
…dia membersihkan suntikan itu dengan alkohol, dia tidak mau mati karena kuman-kuman
atau virus yang ada di suntikan itu yang akan membunuhnya. Dia ingin mati karena ada cairan
yang disedotnya keluar hingga habis dan tubuhnya langsung mati karena tidak memiliki cairan
itu. Di membenamkan ujung logam tajam itu kedalam kulitnya. Menyedot cairan itu pelan-
pelan…
Kepalanya mendenyarkan gambar-gambar bergerak…

Method: Water Ingestion


Recommendation: ****
Effort required: massively, uncomprehendably great. unless you are insane, you will probably
not want to bother.
Messiness: as far as I know, pretty darn clean.
Pain factor: incredibly, exquisitely painful.
Drama: arguably very high if someone fully understands what you did.
Certainty of death: well, I've actually heard of at least one guy who pulled it off, but I wouldn't
count on it.
Wimp option: awfully good, in fact you will probably have a hard time not aborting the
operation.

…ketawa habis hingga hampir mati saat menghisap ganja dengan teman-teman bandnya dalam

96
sebuah after-party. Saat itu Niskala merasakan ada gairah tertahan di mata Ervi, kerinduan akan
Sex di mata Yanne, kebosanan di mata Erva, kesabaran di mata Karna, cinta (entah pada siapa)
di mata If. Niskala ingin memenuhi semua harapan sahabat-sahabatnya. Dia layani mereka
satu-satu, memenuhi keinginan itu dengan sepenuh hati…

Spek.6.
Waktu: A
Justru karena dia tahu bahwa wanita itu HIV positif maka dia mau tidur dengannya.
Niskala membuat malam itu menjadi sangat temaram dan berbau melati dan cempaka, gadis itu
sudah terlentang di atas ranjang, telanjang, siap menerima terkaman tubuh Niskala di atas
tubuhnya. Gadis itu tahu dia sedang berbagi, berbagi virus-virus yang ada di tubuhnya kepada
lelaki yang sudah menjadi teman baiknya sejak lama dalam scene indie di Bandung…

Method: Screwing
Recommendation: ********
Effort required: quite a bit, but most of it fairly enjoyable
Messiness: eventually this will get to be quite messy as you are hospitalized and slowly lose
your health and faculties.
Pain factor: quite painful if you eventually do succeed in succumbing to a venereal disease.
your death will be humiliating, and slow enough so that you will probably have worked out all
of your problems by the time you actually do die.
Drama: there are two ways to look at this. on the one hand, you will be acting extremely
nihilistically and self destructively. on the other, you will have a much better chance of
succeeding if you screw nasty mounds of oozing sores.
Certainty of death: not very good unless you get AIDS. all other diseases can be treated to
prevent you from dying.
Wimp option: well, it's hard to tell for sure, but your chances are pretty good if you quit early
on.
Other points: Try to shoot for either AIDS or syphilis. AIDS will kill you almost for sure after
10 to 20 years. Syphilis is really cool. It can mimic the symptoms of almost any other disease,
but will often eventually drive you insane. Neat or what? Keep in mind that you'll probably
transmit your disease to lots of other people in the course of your actions.

97
…keluarganya sudah lebih dulu menularkan penyakit-penyakit itu kedalam tubuhnya,
pikirannya. Ibunya, ayahnya, kakak-kakaknya, bahkan adiknya…aku memang sudah sakit jiwa
sejak masih dalam kandungan…

Spek.7.
Waktu: A
Salah satu hal yang paling tidak dia sukai adalah kebut-kebutan, dia lebih senang menjalankan
mobil atau motor dengan lambat. Menikmati perjalanan, katanya.
Tapi siang ini dia menjalankan motor itu pada kecepatan 200 km/jam di sela-sela mobil yang
berseliweran berlawanan arah.
Motornya dengan telak menabrak sebuah pick-up yang terlambat mengelak. Tubuhnya
terlempar, slow motion, berjuta-juta gambar seperti slide show berputar dengan cepat…

Method:
Auto Accident
Recommendation: ****
Effort required: none to some. you may want to scout a good position though.
Messiness: extremely messy. if you suffer enough damage to die, you will be splattered all over.
Pain factor: not too bad. even if you have to bleed to death, you probably won't feel all of your
injuries very much.
Drama: so-so.
Certainty of death: not very good. make sure you are going to impact at a high velocity and
remember that the only injuries that really matter are head wounds.
Wimp option: fine until you actually hit.
Other points: Don't slam into someone else with your car unless you mean it. Keep in mind
that stepping in front of a bus will likely mentally scar the driver forever. This is one of the few
ways to kill yourself 'accidentally' for insurance reasons, though, hence the points. Above all
else , remember to check for air bags!

…karena inilah, kenapa aku ingin sekali membuat perubahan yang besar, dimana tidak ada lagi
korban yang tidak menyadari bahwa dirinya adalah korban. Ini bukan cuma tugas orang-orang
yang meneliti dengan metode analisis wacana kritis saja, tapi kaum positivis harus kembali
bangkit dan kaum konstruktivis terus melakukan gebrakan-gebrakan baru, katanya suatu hari

98
dalam sebuah seminar yang terpaksa dihadirinya.

Spek.8.
Waktu: A
Pisau belati itu nyaris menancap di leher If, Niskala membiarkannya lama hanya pada titik
nyaris. Hingga Polisi berdatangan. Pistol-pistol terhunus tepat pada bidikan kepala Niskala…
dari kepalanya muncul gambar-gambar bergerak dari masa lalu…

Method: Cop
Recommendation: *********
Effort required: sort of a lot. depends on your natural tendency toward violence.
Messiness: really messy.
Pain factor: if you aren't killed by a head shot this could be pretty painful. remember that these
are sudden wounds though, thus more than likely not too bad.
Drama: usually awfully dramatic. even if you get caught, admitting that you were just trying to
get yourself killed is still pretty dramatic. make sure to use a gun without bullets. this will look
really cool in the investigation, especially if you had acted really menacing.
Certainty of death: not real great. some loser is always trying to knock you down without
killing you.
Wimp option: pretty poor once you become a threat. the best case scenario would get you a lot
of time in prison.
Other points: It's not that hard. Pull out a gun and point it at someone at some dramatic point.
Keep this up until cops start training their weapons on you. Whenever you are ready and have
said your piece, throw the hostage down and point your gun toward a cop. Police training is to
never shoot unless lives are definitely threatened, then shoot to kill. Wounding shots will be
accidental. Be sure to check behind you though, they won't want to shoot if there are civilians
behind you. Remember that notes on your person could easily be destroyed by gunfire. If you
are only wounded, keep making yourself a threat but don't give your intentions away. This can
be combined with mass murder, which I talk about later on.

…dia terus berlari dan terus berlari dikejar hunusan golok, pentungan, pisau, teriakan-teriakan
kasar, kunci rem mobil, stik soft ball, linggis, kapak, gergaji.
Dia terus berlari tanpa melihat ke belakang. Bang Budhi dan Mas Teddy menghentikan histeria

99
massa dengan menghadang mereka tepat di depan hunusan benda-benda mengerikan tadi.

Spek.9.
Waktu: A
…dia terus berjalan, di atas batu terjal, di atas pasir, di pinggir danau, hingga dia menemukan
sebuah gua. Dengan tidak membawa apa-apa dia duduk di gua itu, di bawah tetesan air.
Menunggu…
Ingatannya mengalun pelan menjelma pada layar saat proyektor berputar.

Method: Starvation
Recommendation: *******
Effort required: quite a bit. probably one of the hardest things you will ever do.
Messiness: quite clean. in fact, this is one of the few methods that won't leave you with messy
underwear.
Pain factor: the first day will be the hardest. after that you will lose most of your hunger
pangs, but will soon get severe stomach cramps and lots of other problems off and on until you
die.
Drama: way dramatic. if you can pull it off, you will be guaranteed the admiration of anyone
with a clue.
Certainty of death: well, ultimately you will die, but people have a tendency to accost starving
people and stick nutrient tubes down their noses or in their veins.
Wimp option: no problem. you should be fully recoverable until quite close to your death. this
should take approximately 3 months.
Other points: Quicker than starvation is dehydration, but this won't be quite as fun. You won't
get super skinny and you will probably have all sorts of disgusting sensations before you go.
For example, a dry mouth tends to breed bacteria, resulting in hideous breath.

…para raja dahulu, saat sudah tua dan tidak produktif lagi, maka mereka ngahyang di tempat
sepi, bermeditasi, menunggu, hingga ajal datang dengan sendirinya. Inilah kenapa para raja
dulu sering kali dikatakan menghilang, menjelma menjadi harimau atau buaya.
Hal inilah yang dilakukan Niskala Wastukencana di masa tuanya. Ngahyang di Nusa Larang,
Panjalu. Kematian seperti ini juga kerap dilakukan kucing, mati di kesepian dan tak ada
seorangpun akan menemukan jejak kematian itu.

100
Dia menutup matanya, membukanya kembali, memandangi kuburan leluhurnya. Rajanya.
Menutup buku cerita tentang leluhurnya itu.

Spek.10.
Waktu: A

)!@#$%^&*(
Method: Alcohol
Recommendation: ****
Effort required: fairly low
Messiness: not too bad. you'll probably urinate on yourself, though.
Pain factor: strong alcohol tastes just godawful. I can't say for sure, but it doesn't sound like
much fun.
Drama: not incredibly dramatic, but there isn't anything too tacky about the process. just make
sure you can keep your drink down.
Certainty of death: I really don't know, but I've seen lots of cop shows where they say "His
blood alcohol level was high enough that he should have been dead, I'm not sure how he drove
home."
Wimp option: I would guess that you could be revived if your stomach is pumped quickly
enough.
Other points: I've been told that Everclear is the way to do this. Apparently it only takes a
couple of shots before you are risking your life. All in all, it doesn't sound like a terribly
reliable means.

…urinate…teguk…urinate…teguk…urinate…teguk…kacang mede…enak…dasar beer sialan,


siapa sih yang nemuin beer? Kok bisa bikin minuman seaneh ini, rasanya, sensasinya, efeknya,
obrolannya…
Obrolannya dengan Samantha.

Niskala : Rasamu mengingatkanku pada keriangan gelap masa kecilku.

Samantha : Rasamu sama saja dengan rasa Joey, rasa biseks.

101
Niskala : Ha..ha..ha.. aku suka humormu yang seperti itu. Membuatku kangen
terus-terusan sama kamu.

Samantha : Niskala, sudahlah…temui If, berhenti mabuk. Dia sangat mencintaimu.

Niskala : Tapi kau akan menemui aku lagi kan?

Samantha : Iya, gimana nanti… ayo sekarang kamu tidur dulu. Janji, kamu besok
harus temui If.

Niskala : Ya, aku janji. (telunjuk dan jari tengahnya terangkat, jumlahnya
delapan)

Chapter Eleven
Tentang Transformasi Terakhir Dan Prosesi Imajiner

If menelusuri jalan itu, membayangkan dirinya lebur bersama Samantha, transform, empath,
fade out. Melewati jalan yang penuh warna-warna cerah, pop, kontras, nyaris tak ada hitam dan
putih. Lantas berbelok melewati jalan yang hanya ada hitam dan putih. Masuk ke sebuah
perempatan, semuanya abu-abu.

102
Lalu tiba-tiba di sebuah jalan lain dia berjalan terbang, semua disana melayang-layang, tidak
ada yang melekat, seperti tiba-tiba benar-benar tidak ada hukum Newton, padahal benar-benar
tidak ada.

Masuk ke satu jalan lain, semuanya terbalik, bahkan dia pun begitu. Persepsinya jadi tebalik.
Cermin adalah sisi yang sebenarnya. Kanan adalah kiri atau kiri benar-benar kiri. Atau tidak
ada kiri? Yang jelas tengah adalah sisi yang paling santun meski terkadang tabu.

Setelah itu dia masuk kedalam ingatannya di dunia paralel yang lain saat bersama Niskala.
Dunia dimana warna dan bentuk adalah persepsi, bukan sensasi. Sensasi seperti yang pernah
diketahui If adalah segala sesuatu yang ditangkap oleh indera. Di dunia ini If menjadi Sekala.

Pohon-pohon yang berdaun warna-warni dengan bentuknya yang bukan sekonyong-konyong


lagi terus berubah-ubah, kotak, segitiga, lingkaran, lonjong dan berbagai bentuk lainnya dan
terus berbagi membentuk semua benda yang ada di sekitar situ. Jalan yang tiba-tiba belok
tetapi lurus lagi dan lalu memutar-mutar, seperti gasing. Tetapi hal itu hanya dalam persepsi
Sekala. Lain lagi dengan persepsi orang-orang yang sedang berjalan hilir mudik disekitarnya.
Ada beberapa memakai pakaian renang, bekaca mata hitam, seperti seolah sedang berada di
pantai. Beberapa lagi memakai mantel seperti seolah tempat itu adalah daerah pegunungan
yang tinggi.

Hanya bentuk rumah yang persepsi semua orang di dunia itu nyaris sama. Rumah berukuran
mungil seperti rumah kurcaci, dengan atap bulat berwarna-warni dan pintu semua menghadap
ke barat, berbentuk hiperbola. Sekala tiba-tiba menggigil dan beberapa entah detik kemudian
mengipas-ngipasi tubuhnya seolah kepanasan dan lalu menguap seperti segar sekali.

Semakin cerdas orang di dunia itu maka semakin sering persepsinya berubah-ubah terhadap
bentuk dan warna begitupun suhu udara. Perubahan persepsi bahkan bisa terjadi setiap detik
untuk orang-orang yang IQ-nya lebih dari 170. Seperti misalnya bentuk rokok yang berubah
sampai lebih dari tiga kali selama dihisap. Ada orang-orang bodoh, yang persepsinya terhadap
suatu bentuk barang, baru akan berubah setelah satu bulan, misalnya bentuk gelas yang sebulan
lalu berbentuk segitiga, baru hari ini berubah kotak.

103
Manusia di dunia ini mempunyai kadar hormon serotonin yang tinggi sekali dalam otaknya.
Dan hormon tersebut selalu aktif tanpa harus dirangsang olah zat-zat seperti halusinogen
maupun amphetamine. Hormon tersebut diaktifkan oleh semacam alat pemacu kecil di
belakang otak untuk mengalirkan serotonin terus-menerus ke otak. Seperti fungsi jantung
sebagai alat pemacu darah agar selalu mengalir ke seluruh tubuh. Sehingga imajinasi di dunia
itu adalah kenyataan itu sendiri seperti kenyataan itu sendiri. Dan kenyataan adalah imajinasi
itu sendiri seperti imajinasi itu sendiri.

Sangat sulit menggambarkan dunia seperti ini, sama sulitnya seperti mereka di dunia itu untuk
menggambarkan dunia yang kita pijak sekarang.

Tapi, sudahlah karena bukan itu intinya, tetapi tentang Sekala yang bertransformasi menjadi
Samantha bertemu dengan Niskala di sebuah, katakanlah namanya, café.

Niskala meminum air berbuih berwarna merah dalam persepsinya tetapi kuning dalam persepsi
Sekala. Buihnya berubah tiba-tiba menjadi asap hijau lalu berubah kelabu padat.

Niskala mempersilahkan Sekala duduk di sebuah kursi segitiga yang sekonyong-konyong


berubah menjadi bulat. Sekala saat itu berwarna ungu dengan rambut keriting yang sesaat
berubah menjadi lurus lalu berponi dan keriting lagi setengah-setengah. Niskala saat itu
berwarna putih lalu hitam lalu putih lagi dan berakhir di biru. Sekala mengejar menjadi biru
pula.

Warna-warna, yang dalam dunia kita disebut aura, itu terus berubah seiring berubahnya
bentuk-bentuk benda disekitar mereka. Perubahan itu menjadi sebentuk dialog alternatif selain
dialog mereka melalui mulut, mata dan (Ya Tuhan!) tulisan.

Karena waktu juga adalah persepsi di dunia itu maka tak bisa disebutkan berapa lama mereka
berdialog. Bisa satu tahun, 3 abad ataupun hanya 8 detik. Entahlah!
Ketika akan berpisah Sekala mencium bibir Niskala dan seolah mereka berdua berkata, "Ini
saatnya kita akan benar-benar berpisah, dan entah kapan lagi kita akan bertemu dengan
komposisi seperti ini. Harmonis ataukah kontras, kita tak akan pernah memperdulikannya

104
lagi."

Sekala berubah wujud kembali menjadi If dalam wujud Samantha yang sempurna
meninggalkan Karna dan Niskala dalam satu wujud yang sempurna.
Setelah itu If meloncat kembali ke dalam perjalanan spiritualnya menembus dunia-dunia
paralel yang lain.

Niskala keluar dari café itu menuju lubang berbentuk segi enam, apa segitiga, ah… sekarang
jadi lingkaran. Ada suara musik keluar dari lubang itu. Mungkin itu pintu sebuah klub live
musik berbentuk lubang, ah… bukan, tonjolan, astaga sekarang sebentuk cermin. Sudah ah…
pusing!

Kita ikuti If (Eva) saja sekarang, yang sudah kembali kedalam wujudnya yang semula, wanita
pertama.

Dia sudah sampai di terminal terakhir. Sebuah kompleks kuburan imajinasi. Kuburan panjang
yang memancarkan cahaya-cahaya seperti ketika gelombang foton terurai oleh interferensi
menjadi sebentuk 7 warna pelangi.

Menjadi tapi tidak terjadi. Mengada tapi tak ada. Begitulah sekira-kira adanya. Ada
menjadikan tak-ada, tak-ada menjadikan ada. Begitupun juga sekira-kira ada-nya dan ke-tak-
ada-annya.
Hingga begitulah kami, saling mengada, saling mentak-ada, saling melengkapi dengan
ribuan aksesoris kosmis yang pernah menjadi mimpi-mimpi muda kami.
Kiranya beginilah saat abu-abu berada pada pose tercantiknya. Abu-abu tercantik.
Bukan abu-abu terbaik. Aku tak begitu ingin mendapatkan yang terbaik dari abu-abu, cukup
yang tercantik, yang terindah. Abu-abu yang memberikan siluet-siluet panjang pada frekwensi
suara 1 kH, dengan spektrum-spektrum yang membuyar terbelah-belah pada frekwensi yang
berbeda-beda dengan akronim non-acak mejikuhibiniu:

Merah: saat abu-abu sedang matang di pohon, siap di petik. Ranum, menggiurkan,
menderaskan ludah menjadi lebih cair. Fresh!

105
Jingga: saat abu-abu sangat matang, siap disantap. Tersaji pada meja makan, dengan pisau
kupas disebelahnya, sensasi rasanya melonjak pada ujung-ujung lidah. Fade!

Kuning: saat abu-abu mengurai kiri dan kanan, mengurai perbedaan, mengurai interaksi,
bersosial, mendikotomikan hitam dan putih. Taboo!

Hijau: saat abu-abu bermunculan dari dasar bumi, mencengkeram tanah, meresap air,
menyejukan senyum dan tangis, meredakan tawa dan marah, segar.... Memanjakan mata,
melonggarkan dada, menetralkan asap. Cool!

Biru: saat abu-abu mencoba bangkit, mewarnai kembali langit, mengkontras gunung dan
tanah, mengharmoni laut, terbang berserakan menjadi selimut angkasa di langit utara di
siang redup tak berawan. Blue!

Nila: saat abu-abu terpuruk pada titik terendah dari kesakitan, terbangun, menggeliat,
merusak putih pada titik terhitamnya, bersembunyi pada warna-warna coklat, berharap luntur.
Tragic!

Ungu: saat abu-abu mendandani wajahnya, mengemas tubuhnya, memeras otaknya, menjadi
cantik luar biasa, dengan berpuluh nama, ungu, violet, purple, magenta,
gandaria,...venus...magdalena...kartini...woolf...eva...if...samantha...sekala.... Thera!

Abu-abu tercantik, rumah kami sekarang, senyum kami sekarang, kerinduan kami
sekarang, amarah kami sekarang, cinta kami sekarang, realitas kami sekarang, romantisme
kami sekarang. Berpijak pada intuisi dan keyakinan, pada pikir dan emosi, tuhan dan dewa-
dewi, pada ikatan pernikahan yang sudah kami laksanakan diatas pualam dan tergenangi air
hangat, sehangat senyum kami berdua, sehangat tumpahan nafas di tumpukan setengah waktu
file-file masa lalu kami berdua:

Oh Tuhan dan Dewa-Dewi


Kami berdua saling mencintai

Di kompleks kuburan imajinasi itu, Eva menemukan semua kuburan yang ia cari.

106
Kuburan Joey. Kuburan Niskala. Kuburan Karna. Kuburan Trully. Kau mungkin masih ingat
bentuk kuburan untuk tamagotchi di mall-mall di Jepang. Seperti itulah kira-kira bentuknya.
Lantas dia mengucapkan semacam mantra sambil menaburkan serbuk berwarna merah muda di
atas keempat kuburan kaca itu.

Tugasnya sudah selesai; Prosesi penebusan dosa.


Sebuah cahaya berwarna sangat merah muncul entah dari mana, menyelubungi Eva.
Mengangkatnya kembali ke surga, menemui Adam yang sudah sangat rindu padanya. Mereka
berpelukan melepas kangen lalu saling meludahi. Itu mungkin cara mereka mengungkapkan
sesuatu yang tak terbahasakan.

"Gue capek, Kenty! Menitis-nitis itu bukan pekerjaan mudah."


"Ya, sudahlah. Itu kan resiko groupie."
"Gue kangen loe. Apa kabar surga?"
"Gue juga, meski tiap hari gue bisa liat loe di TV. Surga baik-baik aja. Sungainya masih berasa
madu dan berwarna susu. Masih sejuk dan membosankan seperti dulu."
"Loe curang sih! Buah khuldi itu kan mestinya kita berdua yang makan. Giliran loe yang
makan, loe malah ke toilet. Gimana sih!"
"Sorry, gue kebelet berat. Saat itu, pas gue keluar dari toilet, loe udah gak ada. Gue dapet kabar
dari Si Iblis, katanya loe diloncatin ke dunia, nebus dosa, jadi groupie. Dan kata Si Iblis juga,
gue disuruh nunggu ama Big Boss disini ampe loe selesai tugas."
"Ya, sudahlah! Gue juga waktu itu gak tau kok kalo buah khuldi itu rasanya dunia banget. Tapi
ngomong-ngomong… pohonnya masih ada?"
"Wah, sekarang banyak. Sudah dibudidayakan jadi perkebunan khuldi di setiap sektor. Katanya
sih, biasa kata si tukang gosip, Iblis, biar bidadari ada kerjaan, jangan ngelacur terus. Tapi hasil
panennya tetep gak boleh dikonsumsi disini. Di-ekspor ke luar. Gak tau kemana. Mungkin ke
dunia atau ke neraka. Denger-denger presiden neraka, Si Lucifer, suka banget ama buah ini.
Dan di sana buah ini jadi makanan pokok wajib. Makanan nasional. Dia kan nasionalis abis,
padahal itu kan buah impor. Dasar Si Lucifer! Tapi banyak kebijakan baru yang dia bikin
setelah lengsernya Si Diktator Pluto. Sekarang setelah dua periode kepemimpinannya, dia
berhasil, setelah sekian lama mengusahakan, menandatangani perjanjian dengan perdana
menteri Kahyangan, Narada, untuk menghentikan perang dingin. Lalu bersekutu untuk

107
menyerang Olympus, musuh bebuyutan ke dua negeri itu.
Tapi, katanya lagi, Si Zeus, raja Olympus, kalem-kalem aja. Dia malah makin gila kawin.
Istrinya terus diperbanyak. Kemaren dia dateng kemari, ngajak kawin salah satu bidadari
tercantik di sektor 12. Dia kan belum tau bidadari itu apa. Ha..ha..ha… Tapi gue gak ketemu
dia, gue lagi di toilet. Mencret. Kebanyakan ngegosip ama Si Iblis. Hehehe…!"
"Dasar, cowok! Lagian Si Iblis masih aja loe percaya. Dia kan bokis abis orangnya. Banyak
ceritanya cuman tipu dan ditambah-tambahin, fiktif! Kayak beberapa wartawan infotainment!"
"Ha… ha… ha…, daripada gue ngelamun tiap hari. Onani terus, bosen. Bintang bokepnya
belum ada yang baru, Asia Carera udah mati. Masa mesti ngecengin bidadari, yang bener aja!"
"Kecengin aja kalo loe suka, hi…hi…hi…!"
"Sialan loe. Gue belum se-"sakit" itu, meski gak ada loe."
Mereka lantas berpelukan lama sekali dengan diiringi musik-musik penyambutan tradisional
surga. Disertai ciuman panjang dengan liukan lidah mengikuti ritmik.
“I LOVE U, Meky!”
“I LOVE U, Kenty!

Tuhan kali ini tersenyum haru menyaksikan dua ciptaannya yang paling sukses itu sambil
menepuk-nepuk pundak Iblis yang tersenyum jahil.

Chapter Twelve
Sebuah Wawancara Eksklusif

Wawancara ini dilakukan oleh Mayanina, seorang wartawan majalah musik, pada Niskala,
beberapa saat setelah polisi menghentikan konser Samantha Impossible Dream (SID). Polisi
menghentikan paksa konser ini ketika ada beberapa penonton yang melakukan bunuh diri

108
massal ketika SID menyanyikan lagu penutup mereka malam itu. Hingga kini belum ada satu
orang pun yang bisa memastikan penyebab bunuh diri massal ini. Hingga seorang wartawan
majalah musik, Mayanina, berhasil mewawancari Niskala, yang juga terkenal sangat susah
diwawancari wartawan, beberapa saat setelah konser SID dihentikan paksa.
Berikut ini adalah wawancara tersebut (tanpa di edit) yang di-transkrip oleh Handini dari
rekaman kaset yang diberikan Mayanina pada saya ketika saya menulis biografi tentang
Niskala beberapa tahun lalu;

…saya punya pertanyaan nih, komentar anda dengan kejadian orang bunuh diri di
konser anda, itu bagaimana ?
Itu bukan hal baru sih, jadi gue sendiri nyantei aja, sebelumnya di Inggris juga pernah ada
kejadian kaya gitu. Ya, itu kan pilihan orang itu sendiri, kalau misalnya dia bisa memilah
dengan apa yang gue omongin di panggung… kalau orang bisa memilah, ya… dia pasti nggak
melakukan bunuh diri.. Pada intinya sih gue senang ada orang bunuh diri, berarti tujuan gue
berhasil, …ngajak orang menikmati. Emang lirik-lirik yang gue bawain mungkin bisa
menyebabkan orang bunuh diri. Itu suatu konsekuensi logis dari gue menjadi seorang rockstar.
Jadi pada awalnya anda sudah punya firasat atau anda sudah bisa merencanakan atau
bisa membayangkan bahwa efek dari musik anda ini bisa bikin orang mati, bisa bikin
orang bunuh diri ?
Nggak juga, mmh.. cuman ketika ada efek itu, gue merasa bahwa tujuan gue udah nyampe gitu
lho… nyampe ke telinga orang. Kalau misalnya ngedengerin musik gue, dia cuma bersikap …
misalnya… katakanlah ngikutin pola hidup gue atau apa gitu, itu menurut gue belum berhasil.
Tapi ketika ada orang yang melakukan tindakan-tindakan ekstrim seperti itu mmh… gue
merasa tujuan gue berhasil.
Sebenernya apa sih yang ingin anda ceritakan dalam lagu anda, dalam musik anda, lirik
anda?
Interpretatif sih sebenernya, ya terserah orang mau menginterpretasiin seperti apa. Tapi yang
pasti apa yang ada dalam diri gue… selama ini gue mendengar suara-suara, hanya menjadi
receiver gitu, ya jadi mmh… ada suara mobil, ada suara burung, ada suara apa… gitu, gue
terima aja. Gue sekali-kali ingin mengeluarkan kembali, karena setiap apa yang gue tangkep
lewat indera gue pasti di rekam dalam otak. Nah, hasil dari rekaman otak ini pengen gue
keluarin lagi lewat eksperimentasi musik dan lirik terutama karena lirik-lirik yg gue bangun
juga itu hasil dari pengalaman gue.

109
Tujuan anda untuk membagi pengalaman hidup anda itu apa ?
Sebenernya gue nggak kepengen membagi apapun, gue hanya dendam aja sama alam semesta,
karena selama ini alam semesta meng-hegemoni gue dengan suara-suara, gue ingin
mengembalikan itu semua kepada alam semesta termasuk orang-orang yang bunuh diri tadi, …
kan termasuk salah satu bagian dari alam semesta jadi ya itu udah jadi milik mereka ketika
mereka mendengarnya. Sebenarnya intinya dendam!
Memangnya anda memiliki atau pernah punya pengalaman yang menyakitkan dalam
hidup anda tentang alam semesta, dengan adanya suara-suara itu ?
Mmh... nyokap gue mati waktu gue masih kecil mmh… bokap gue… gue nggak tau siapa,
terus gue idup dan dihantui suara-suara, suara-suara yang kedenger maupun yang nggak
kedenger sebenarnya. Karena ada gelombang ultrasonic, audiosonic sama infrasonic dan
ketiga-tiganya gue denger. Gue jadi ngerasa dihantuin banget, terus kalau misalnya ada orang
yang mati gara-gara kena imbas dari suara gue itu belum seberapa, harusnya alam semesta
ancur, kalo gue nyanyi. Gue pengen kaya gitu, terlepas dari konsep nihilis atau apapun,
whatever, pokoknya gue pengen… pengen aja neriakkin apa yang ada dalam diri gue.
But so far, im sorry to hear that ya. About your mom, ‘bout your father. Tapi tidakah
anda merasa bahwa anda menolak takdir ?
Takdir itu sendiri kan harus diterjemahkan lagi. Takdir itu apa, jadi ... apa bener ada takdir.
Jangan-jangan takdir itu nggak ada. Jangan-jangan semua itu absolut dimiliki manusia. Tapi
bisa juga absolut dimiliki Tuhan, kan kita tidak tahu, yang pasti gue nggak ngerasa menolak
takdir ataupun tidak menolak takdir, ini terlepas dengan hubungannya dengan takdir.
Yang punya pengalaman orang tuanya meninggal waktu masih kecil dan tidak tahu siapa
orang tuanya kan tidak hanya anda, ya? Lalu apakah ada unsur kepedulian terhadap
mereka dengan membuat lirik dan musik seperti ini ?
Sorry, …terhadap siapa?
Terhadap orang-orang yang bernasib sama
Ya mudah-mudahan gue bisa mewakili mereka juga yang bernasib sama dengan gue, gitu. Tapi
terlepas dari itu mmh… gue bermain musik karena… atas kecintaan gue terhadap Tuhan justru.
Tuhan yang mengambil ibu, mengambil semua orang yang gue cintai.
Jadi wujud kecintaan anda diwujudkan dengan musik yang seperti itu, yang justru bisa
mengakibatkan kematian pada orang ?
Mmh.. sebenarnya nggak ada tujuan apapun dari bikin musik ini, apalagi tujuan membunuh
orang . Tapi kalau ada efek itu, ya itu juga namanya efek, kayak gue bikin musik ada efek

110
dapet duit, ya… gue terima duitnya. Ya.. yang pasti dari awal dibentuknya band ini, gue dan
Karna, itu… kita hanya merasa bahwa kita perlu menjadi rockstar untuk menjadi nabi.
Nabi ???
Karena kita pikir bahwa nabi itu tidak dihentikan begitu saja turun ke buminya.
Kita percaya bahwa terus menerus ada nabi di setiap generasi, di setiap periode waktu dan nabi
itu diinginkan, gitu! Jadi kita juga merasa bahwa kalau kita mempelajari riwayat para nabi itu
dan, kami ya… mempelajari riwayat para nabi, mereka itu semua ternyata untuk menjadi nabi,
mereka harus jadi penyembuh. Itu yang mereka pertama lakukan, agar mendapat legitimasi
dari masyarakat. Setelah itu mereka jadi rock star, berdakwah di tempat yang tinggi di depan
ratusan orang, setelah dapet pengikut, baru mereka bikin kitab suci . Kitab suci yang gue bikin
ini berbentuk musik.
Berarti definisi nabi menurut anda berbeda dengan definisi nabi menurut orang
kebanyakan?
Bisa jadi berbeda mmh... tapi bisa jadi sama, sebenernya kan intinya adalah mmh… ayat-ayat
Tuhan itu tidak begitu saja dihentikan. Gue yakin terus turun, bisa lewat tertulis ataupun tidak
tertulis dan Muhammad juga waktu itu dapetin ayat-ayat Tuhan tidak leterelek langsung Tuhan
ngomong, tapi membaca tanda-tanda lalu yang disimbolkan lewat Jibril ya. Gue yakin Jibril itu
sampai sekarang masih terus bekerja, misal dengan suara-suara ambulans yang barusan kita
dengar, suara klakson mobil, bisa dengan musik, bisa dengan apapun, bisa juga berbentuk
padat, berbentuk materi, misalnya gelas, atau orang atau apapun. Gue yakin itu adalah ayat-
ayat Tuhan, tinggal gimana cara kita membacanya dan yang gue sampein lewat musik ini
adalah media yang berbeda dengan-yang dibuat oleh nabi-nabi pada umumnya, misalnya nabi
membuat kitab karena pada saat itu medianya hanya kertas dan bolpen sekarang kan ada media
musik ada media…. bahkan multi media, makanya gua berencana mau bikin sebuah kitab suci
dalam bentuk CD yang formatnya multi media.
Ah tapi sebentar lagi juga gue gak bakalan ada lagi...
Anda sudah tidak ada, maksudnya?
Bukannya gue nggak mau bertanggung jawab terhadap mmh… apa yang gue omongin tapi gue
udah berencana untuk mmh… melakukan ... melakukan prosesi kematian gue sendiri di umur
gue yang ke-25, hari ini.
Dan hari ini, kalau saya tidak salah dengar, memang hari ulang tahun anda ya?
Ya!
Kalau begitu anda tidak akan membuat konser selanjutnya?

111
Tidak!
Bagaimana dengan fans? Bagaimana dengan mereka yang ingin mendengarkan anda
lagi? Bagaimana dengan mereka yang menganut ideologi yang anda persembahkan buat
mereka?
Lagu-lagu yang udah gue… yang udah gue kasih buat mereka itu udah, menurut gue udah
komplit, udah total semuanya, dan itu jadi… bisa jadi kitab suci buat mereka sampai akhir
zaman menurut gue. Jadi ya sudah. mmh… itulah yang bisa gue kasih buat alam semesta, buat
dunia, buat Indonesia, buat Bandung. Jadi gue udah kasih semuanya dan sekarang tinggal
mereka bagaimana caranya melestarikan itu. Kalau ada dari mereka yang mau meneruskan
mmh.. gue ga punya tujuan politis apapun ya sebenernya tapi yang mau nerusin atau mau
dibelokkin ke tujuan politik, ekonomis - what ever lah - terserah mereka…
Musik dan lirik lagu yang anda bawakan itu kan berbicara kesakitan, apakah anda
merasa sudah menyentuh mereka, orang-orang yang hidupnya stabil, mereka yang tidak
menemukan masalah dan mengalami kesakitan seperti yang anda alami? Anda sudah
menyentuh mereka?
Kesakitan... mmh… sebenarnya tidak semua kesakitan menurut gue, karena batas antara
kesakitan dan kesenangan, batas antara sakit dan sukacita itu kan sangat tipis. Jadi mungkin
ketika salah satu lagu gue menggambarkan kesakitan, bisa jadi saat itu gue lagi senang.
Sebenarnya gue tidak berbicara kesakitan ataupun kesenangan, gue berbicara kewajaran,
segala apapun yang terjadi di bumi ini akhirnya wajar. Tidak ada benar dan salah. Tidak ada
sakit dan senang. Satu-satunya yang masih jadi pertanyaan gue adalah pada saat gue orgasme,
artinya mmh… orgasme itu kan batas antara sakit dan senang, menurut gue, justru itu yang
asyik, batasnya itu, sakit dan senangnya itu nggak jadi masalah buat gue karena mungkin gue
udah kebal dengan kesakitan pada saat nyokap gue meninggal, saat waktu kecil dan gue hanya
menganggap itu juga sebagai sebuah film kartun yang… yang nyata gitu! Pada saat gue kecil;
jadi visi gue terhadap dunia itu seperti film kartun. Gue melihat orang-orang itu hanya kartun-
kartun yang mmh... dijiplak ke sebuah kertas 2 dimensi. Nyokap gue juga hanya salah satu
bagian dari film kartun itu. Udah nggak ada kesakitan dan udah nggak ada rasa enak, gitu! Jadi
yang ada hanya wajar aja, gitu! Yang pasti apapun yang gue lakukan itu, gue punya maksud,
punya maksud yang terserah orang mau menginterpretasikan seperti apa.
Oh OK, pada usia berapa, maaf, ibu anda meninggal?
Gue waktu itu belum bisa mengingat angka-angka, nama-nama, bahkan gue juga tidak
mengingat bahwa itu adalah ibu. Yang gue tau bahwa gue ngedot sama dia, pertama kali gue

112
merasakan puting susu seorang wanita adalah nyokap gue sendiri.
Kok masih inget sampai sekarang ya?
Ya, karena gue sangat mencintai nyokap. Bukan mencintai, gue sebagai anak terhadap ibu tapi
mencintai seperti gue sebagai seorang lelaki terhadap kekasihnya.
Ya orang bilang itu namanya oedipus complex, whatever-lah untuk segala macam definisi yang
pasti mmh… sampai titik ini tidak ada satupun wanita yang bisa menggantikan posisi dia.
Karena dia yang pertama kali memperawani lidah gue untuk sebuah puting susu, meskipun gue
tidak pernah memperkosa nyokap gue karena gue masih kecil dan gue yakin penis gue juga
waktu itu masih terlalu kecil buat nyokap gue.
Bagaimana anda mengingat ibu?
Dari mimpi-mimpi, dari… foto-foto yang dikasih sama dokter-dokter, karena nyokap gue kan
gila dulu. Dia... gue… dibesarkan di rumah sakit jiwa bareng nyokap gue. Katanya sih sebelum
gue lahir, nyokap udah gila, dia hamil gara-gara diperkosa ama entahlah preman jalanan atau
apa, terus gue lahir. Lima orang anak jalanan gitu -diperkosa- dan katanya nyokap gue juga
menikmatinya ya.. berarti bokap gua ada lima.
Sebenarnya maksud saya, seperti apa sosok ibu dalam benak anda?
Gue nggak ngerti. Gue punya ibu angkat, setelah nyokap gue meninggal karena yang gue tau
kan bahwa nyokap gue ngasih suplai makanan lewat puting susunya buat gue. Lantas dia
meninggal. Meninggalnya karena bunuh diri, alasan singa betina! Entahlah maksudnya apa.
Cuma gue bilang alasan nyokap gue bunuh diri itu seperti alasan singa betina.
Singa betina? Maksudnya?
Silahkan anda terjemahkan! Cuma setelah itu gue punya ibu angkat, keluarga angkat. Dari
rumah sakit jiwa gue masuk ke panti asuhan. Terus gue diangkat sebuah keluarga yang tidak
punya anak lelaki. Yang gue tahu setelah itu saat umur gue sekitar 17 tahun, eh sori… kira-kira
15 tahunan gitu lah, gue udah mulai diperkosa ama nyokap angkat gue dan semenjak itu anak-
anaknya yang cewek-cewek itu, yang udah gede-gede, mengikuti kelakuan ibunya. Ya... gue
sih nikmatin aja karena enak kali ya. mmh... yang gue agak heran adalah ketika gue diperkosa
bokap angkat gue, saat itu… Tapi gue sekarang ngerti kenapa dia memperkosa gue, karena gue
mungkin bisa disukai sebagai lelaki juga bisa disukai sebagai wanita, mungkin gitu! Karena
gue merasa ada 2 bagian itu dalam diri gue. Setengah diri gue adalah lelaki dan setengahnya
adalah wanita. Secara saklek gue juga tidak hanya menyukai wanita tapi juga menyukai lelaki,
dua-duanya indah. Dan bisa di.. bisa di.. nikmati keindahannya, gitu! Gue pikir gue berhak
untuk menikmati keindahan lelaki dan wanita secara bersamaan, terlepas dari masalah gender,

113
bahwa lelaki maupun wanita adalah manusia. Yang pasti… asal jangan gue memperkosa
binatang aja. Karena menurut gue binatang bisa lebih suci daripada manusia.
Kalau bisa anda ceritakan sedikit tentang keluarga tempat anda dibesarkan? Bagaimana
keluarga anda disini? Hubungan-hubungan mereka, hubungan ayah angkat dan ibu
angkat anda?
Hubungan gue dengan mereka hanya sebatas hubungan seksual aja!
Apa pekerjaan ayah angkat anda?
Mmh.. entahlah! korupsi, dia seorang koruptor!
Jadi anda dihidupi oleh keluarga yang kaya?
Mmh.. kaya, kaya sekali… mobilnya udah nggak kehitung sama jari gue yang pasti, waktu gue
kecil. Mmh… nyokap angkat gue juga seorang tante-tante kesepian, yang gue tau sekarang,
gue jadi tau kenapa nyokap gue melakukan itu karena dia kesepian dan akhirnya gue serve dia
sesuai dengan keinginan dia karena gue juga kasian ngeliat dia, gitu. di ngebesarin gue, dengan
kasih sayang seorang ibu juga kasih sayang seorang kekasih dan gue ngerti kenapa dia
kesepian yang penting asal dia ngidupin gue aja gitu, termasuk anak-anaknya karena anak-
anaknya juga kurang perhatian dari orang tuanya ya, butuh seks, ya gue kasih. Cuman yang
pasti, salah satunya mereka memperkosa gue adalah… penis gue gede.
Sampai sekarang masih dihidupi oleh mereka tidak?
Entahlah keluarga itu jadi apa sekarang…
Sama sekali tidak ada hubungan lagi?
Pokoknya setelah cabut dari keluarga itu gue ngamen di jalan.
Sudah dari umur berapa anda meninggalkan rumah?
Waktu itu sekitar umur 19 gue diusir gara-gara ketauan oleh bokap angkat gue lagi em-el ama
nyokap. Dan setelah itu gue travelling spiritual dan gue ngamen terus gue tahu bahwa hidup
gue itu memang untuk musik. Akhirnya gue bikin musik dan gue ketemu Karna dan akhirnya
kita bikin band baru. Umur 20 kita bikin band dibantu… pengetahuan gue banyak dibantu oleh
seseorang yang bernama Gateauxlotjo. Dia yang mengantar gue ke dunia-dunia spiritual. Gue
belajar semua agama. Gue baca Injil, gue baca Taurat, gue baca Al Quran, gue baca juga
Tripitaka, gue baca juga Baghavad Ghitta, cuma yang gue belum baca itu Weda, karena Weda
itu, di Hindu, tidak diperbolehkan dibaca oleh kaum lain selain kaum Brahmana, Brahmana
tertentu juga yang bacanya, karena katanya sih bentuknya masih berbentuk lontar, entahlah.
Cuma yang pasti gue membaca semua kitab suci, gue membaca termasuk kitab sucinya para
filsuf misalnya bukunya... siapa ya, bukunya Plato, orang-orang itu lah… nggak gue baca

114
semuanya sih, biasanya gue cuma baca awal dan akhir, tengah-tengahnya biasanya udah
ketauan isinya apa. Nggak semuanya gitu juga tapi.
Segala macam yang anda alami di keluarga anda dari mulai ibu anda, keluarga angkat
anda itu mempengaruhi hasil karya anda kah?
Jelas, jelas mempengaruhi!
Seperti apa? Bagaimana ?
Itu influence terbesar gue… adalah kisah hidup gue sebenarnya. Bukan Jim Morrison, bukan
Kurt Cobain, bukan Edi Vedder, Robert Smith atau siapa pun itu. Mereka juga influence gue
tapi yang lebih meng-influence gue adalah kisah hidup gue, perjalanan hidup gue selama 25
tahun ini. Gue terus berkarya, gue terus menulis, gue terus bernyanyi bikin musik bikin film,
bikin video, performance art, pokoknya apapun yang gue pengen asal itu adalah bentuk
kesenian, gue kerjakan. Gue orangnya loncat-loncat, ada banyak yang bilang waktu itu, temen-
temen gue, kalau lo nggak konsisten lo nggak bakalan berhasil, buktinya ketidak konsistenan
gue itulah yang membuat gue berhasil, ternyata… gitu! Gue ingin menghapuskan persepsi
bahwa nabi itu harus berbuat baik, nabi itu harus berbuat… harus dicontoh, moralnya baik dan
segala macam. Bukan gue tidak berbuat baik, hanya baik dalam persepsi gue itu berbeda
dengan persepsi orang-orang. Moral yang baik itu seperti apa itu yang gue pertanyakan, karena
menurut gue, ya karena mungkin gue dibesarkan dari kecil dengan kebejatan moral, gue
menganggap kebejatan moral itu sesuatu yang wajar akhirnya dan tidak bejat lagi dalam
persepsi gue. Ya, begitulah yang pasti akhirnya kita, akhirmya kami - gue dan Karna - bikin
band Samantha Impossible Dream.
Saya ingin tahu tentang teman anda yang bernama Karna, posisi dia sebagai apa?
Gitaris!
Terus teman-teman personil yang lain, siapa saja?
Erva untuk main piano, Yanne main biola, oh sorry ..Yanne main piano, Erva main biola, ntar
dulu, posisi mereka selalu kebalik, gue selalu lupa dua orang itu. Ervi, kembarannya Erva
padahal, gue tidak pernah kebalik. Ervi jadi backing vokal, gue mainin loop, mainin komputer,
program-program segala macem, dengan eksperimentasi suara, misalnya suara radio MW, atau
apapun, Karna main gitar.
Berarti jumlah personil band anda ada 5?
Ada 5!
Tapi kenapa dalam setiap kali pertunjukkan hanya 4?
LIMA! Lima dengan Karna!

115
Karna itu sebenarnya yang mana?
Yang main gitar lah!
Tapi saya hanya melihat 4 orang!
Ok, kayakanya wawancara ini harus dihentikan…
Nggak, maksud saya…
Kalau anda masih mempertanyakan hal itu, maka wawancara ini harus dihentikan.
Ok, baiklah… tapi ini pertanyaan banyak orang, ini betul-betul pertanyaan banyak
orang!
Orang-orang yang salah. Clear?
Ok, maafkan saya. Apa sih alasan anda selalu menghindari wartawan?
Gue nggak percaya sama jurnalistik, gue nggak percaya sama wartawan, yang mereka katakan
itu semuanya kebohongan. Tapi nggak apa-apa mereka harus ada karena selama ini kan gue
ngeliat realitas, yang katanya realitas, itu kan dari TV. Batas di luar jangkauan gue. Gue liatnya
di TV dan gue hanya menganggap itu fiksi. Berita, reality show atau apapun namanya, gue
ngeliatnya hanya di TV dan itu fiksi menurut gue. Apapun yang sudah ditransfer ke dalam
bentuk media itu jadi fiksi, jadi apapun, termasuk mulut, bisa jadi apa yang anda katakan, apa
yang mulut anda katakan buat gue adalah fiksi.
Kalau begitu bila hasil wawancara ini saya tulis di media cetak...
FIKSI !
Apa sebenarnya maksud anda dengan kata “fiksi”?
Mmh… non fiksi itu apa yang gue sadari benar-benar ada keberadaanya, di luar itu adalah
fiksi. Anda non fiksi buat gue, tapi tulisan anda fiksi buat gue. Tapi kenapa gue milih anda
karena dibanding wartawan-wartawan yang lain, anda mungkin bisa lebih jujur terhadap diri
anda sendiri. Bukan masalah beritanya yang jujur, tapi anda lebih jujur memberitakannya.
Gimana anda bisa begitu yakin?
Ketajaman anda membaca suasana, kegigihan anda mengejar berita dan gue yakin kalau
misalnya, anda itu, kalau nyari berita bukan untuk uang, tapi nurani anda sendiri yang ingin
memberitakan sesuatu untuk orang lain. Karena media tidak terlepas dari bisnis, semuanya
adalah bisnis.
Betul!
Dan gue yakin anda bukan robot media, bukan mahluk media yang dirobotkan, kan?
Kebanyakan sekarang para jurnalis itu hanya robot media, hanya… mmh... bener kata Oliver
Stone di Natural Born Killers, Oliver Stone dan Quentin Tarantino, bahwa media dan orang-

116
orangnya tidak lebih daripada sekedar monyet, monyet aja lebih mending. Dia lahir natural jadi
monyet dan tetep dengan kemonyetannya. Tapi mereka itu sudah dilahirkan sebagai manusia
tiba-tiba mau aja dijajah oleh media. Itulah kenapa gue selau menganggap bahwa media itu
fiksi. Jadi gue sudah tidak percaya media, karena media itu hanya bisnis, totally bisnis!
Tapi dengan dimuatnya tulisan ini, sebenarnya cerita anda akan dilihat dari fiksi itu
sendiri dan memang tulisan itu akan menjadi fiksi seperti yang anda katakan barusan
sebagai fiksi dan anda menganggap media sebagai fiksi sedangkan saya bekerja di media
ya…
Maksud gue, anda dan teman-teman wartawan anda itu tidak lebih dari seorang novelis atau
penulis cerpen, hanya menurut gue kurang natural sebagai penulis. Jadi kalau pun ini ditulis
dan hanya jadi sebuah cerpen ya.. so what! Menurut gue ya! Mungkin menurut orang lain
berbeda. Orang lain kan butuh hiburan, karena sekarang kan berita itu hanya jadi sekedar
hiburan. Liat aja misalnya Buser, Patroli dan lain-lain, itu semua entertainment. Termasuk
Metro TV juga menurut gue hanya televisi entertainment. Tidak ada yang tidak entertainment,
semuanya hiburan. Tapi memang manusia membutuhkan hiburan-hiburan itu, menurut gue!
Tolong anda ceritakan soal Samantha Impossible Dream, kenapa anda namakan seperti
itu, kenapa harus Samantha?
Gue punya kekasih namanya Samantha, Samantha itu ... dia boneka sex, balon, dari temen
gue, gue dikasih sama Joey. Mmh… pada saat dia mati dia ngewarisin bonekanya buat gue.
Dia kuliah di Amrik, terus orang tuanya tiba-tiba ngasihin boneka itu ke gue, karena tertulis di
salah satu warisan, Joey itu temen deket gue.

Gue pikir setiap apapun pasti punya impian gitu, dan Samantha punya impian, Samantha punya
impian, impian-impiannya gue tulisin di puisi-puisi gue. Gue bikin Samantha Story, tahun ‘99
gue bikin Samantha Story. Mmh... akhirnya ya jadilah saat umur 20 itu, Samantha Story. Yang
namanya boneka sex mimpinya pasti jadi tidak mungkin. Mimpi gue masih mungkin, tapi
mimpinya dia pasti tidak mungkin, ini mimpi-mimpi yang tidak mungkinnya Samantha.
Joey menamai boneka itu Samantha.. mmh... terus gue bercinta dengan dia hampir tiap hari
karena vibratornya emang keren terus tiba-tiba gue ketemu dengan ... dia memperkenalkan
dengan namanya If, akhirnya jadi manager band gue, andai...

Andai ?
Dan gue menganggap bahwa If itu adalah jelmaan Eva. Eva yang rohnya merasuk ke boneka
Samantha. Jadi ini masih satu kaitan antara Samantha dan If. If itu pacarnya Karna tapi tiap

117
hari bercinta dengan gue, karena Karna merasa gue lah yang berhak untuk mendapatkan
vaginanya. Karna merasa dia mendapatkan hatinya, gue mendapatkan vaginanya. Ya sudah.
Dia sekaligus groupie kita, groupie kami, kita dan kami itu susah bedainnya....
Mmh.. selain manager, dia juga groupie. Dia juga menulis perjalanan kami. Dia mau
meluncurkannya atau tidak nanti perjalanan band ini, ya terserah dia. Kita memang introvert
kami memang introvert untuk kami sendiri. Tidak banyak orang yang tau apa yang sebenarnya
kami lakukan sehari-hari, hanya If yang tau. If yang mencatatnya. Kalau misalnya anda pengen
banyak tau yang kami lakukan, anda bisa wawancara If, tapi entah If sekarang masih ada atau
enggak, setelah kejadian tadi. Setelah kejadian tadi entah kita semua masih ada atau tidak
karena cukup menghenyak untuk beberapa.. terutama untuk 3 cewek personel kami, mereka
terhenyak, terkejut dengan ada yang bunuh diri.
Boleh saya tahu If itu sebenarnya siapa?
If, Eva... dulu Joey ketemu If di Amrik, dia model..., model majalah lokal gitu deh di
california, terus ada satu perusahaan sextoy menawari If untuk menjadi model tubuh...
maksudnya tubuhnya If dijadikan model untuk sebuah boneka sex, karena If indo, tubuhnya
sempurna... If menerimanya, gitu... nah Samantha itu tubuhnya If... Joey yang bilang ama
gue...
Ooooh... i see... kembali ke Samantha, mimpi-mimpi apa yang ingin anda wujudkan dari
Samantha?
Setiap wanita khayalan itu pasti perfect ya, itu pasti perfect, punyaaa... apa sih namanya mmh...
apa namanya ...
Gairah ?!
Bukan!
Naluri ?!
Bukan mmh... PROPOSIONAL gitu, otaknya, bodinya, toketnya, gaya bercintanya dan lain-
lain. Semuanya pasti proposional karena masih dalam khayalan, namanya juga wanita
khayalan. Dan boneka balon itu adalah wanita khayalan gua. Dan itu nyaris terwujud dengan
adanya If. If itu perfect! Dia simbol wanita yang perfect. Dia Eva! Dia Eva untuk Adam.
Kalau gua Adam, dia adalah Eva.
Saya jadi agak simpang siur nih, mengenai posisi If, sebagai manager atau sebagai
kekasihmu kah? Atau ada hubungan lebih pribadi, barangkali?
Dia belahan jiwa gue...
Thats all?

118
Ya!
Selama ini apa yang sudah dilakukan If untuk Samantha Impossible Dream?
Dia manager, sekaligus road manager. Dia yang mengatur semua jadwal kami. Dia yang
mengatur mmh... proses meiosis sperma gue karena gue harus melayani banyak cewek, kan.
Kalau rock star itu adalah resikonya diantri oleh cewek-cewek. Setiap kali kami tour di setiap
kota, itu cewe-cewe ngantri. Dia yang mengatur proses meiosis itu, biar gue tetap sehat. Dia
ngasih gue suplai susu, suplai toge. Suplai untuk kesuburan-kesuburan sperma. Dia juga
kadang-kadang ngasih gue viagra meskipun gue jarang meminumnya. Karena mereka memang
harus dilayani. Karena mereka adalah simbol mmh... salah satu kesuksesan band ini. Ya... kalau
tidak begitu, tidak rock star namanya. Harus dilayani, karena sex buat gue itu sakral. Jadi gue
berpikir bahwa buat mereka juga sakral. Bahwa bercinta dengan gue berarti mereka
mewujudkan impiannya. Gue nggak akan meng-cut impian seseorang. Kalau mereka
mengantri gue untuk making love yaa... gue jabanin. Jadinya setiap habis konser gue akan tidur
berjam-jam, gara-gara semalaman gue harus melayani banyak wanita. Semalaman gue harus
konak, gitu! Begitulah...
Dan bagaimana dengan malam ini ?
Malam ini mereka sedang ngantri di hotel kayaknya. Tapi mmh... malem ini gue punya prosesi
sendiri, yang tidak bisa diganggu oleh siapapun. Bahkan Karna sekali pun. Bahkan If
sekalipun. Mmh... gue harus melakukan ini, karena udah gue rencanain dari umur gue 20. Gue
mau menyangkal klub 27. Banyak rock star yang mati di umur 27. Bahkan bunuh diri di umur
27. Gue pikir umur yang tepat untuk mati itu umur 25.
Alasannya?
Karena itu umur yang tepat untuk menikah buat cowok. Cowok itu menikah pasnya di umur
25. Muhammad menikah di umur 25. Di Indonesia juga disarankan lelaki itu menikah di umur
25 dan wanita di umur 20. Pernikahan buat gue adalah sebuah kematian, dan ya... umur 25 itu
paling cocok. Pada saat kita lagi tampan-tampannya. Mati muda, maka mayat lo bakal tampan,
ya kan???
Apakah If dan Karna mengetahui rencana anda malam ini?
Entahlah, mungkin mereka tau.
Anda tidak mengatakannya pada mereka?
Tidak pernah secara verbal. Anda mungkin yang pertama tau secara verbal.
Kalau gitu, saya menerima konsekuensi besar ya...
Dan gue yakin Tuhan juga meridhoinya. Karena satu-satunya alasan gue mati karena gue rindu

119
bercumbu dengan Tuhan. Selama ini gue hanya membayangkan. Gua sedang... setiap kali gue
sedang bercinta dengan wanita, gue sedang bercinta dengan Tuhan. Siapapun wanita itu. Dan
gue ingin bercumbu secara real dengan Tuhan. Tidak hanya dengan imajinasi gue. Gue selama
ini membayangkan wajah Tuhan horni. Selama ini membayangkan Tuhan sedang
bermasturbasi. Tapi mungkin, malam ini adalah saatnya gue bercinta benar-benar dengan
Tuhan, secara real. Secara non fiksi.
Bagaimana anda mengakhiri hidup anda malam ini?
Ada banyak cara. Anda akan tahu caranya dari hasil rekaman gue bunuh diri nanti. Gue akan
merekamnya.
OK.
Gue akan merekamnya. Mendokumentasikannya.
Anda bilang banyak cara, tapi mungkin anda hanya melakukan satu cara saja kan, atau
secara sekaligus kah?
Setelah gue menimbang dari berbagai cara bunuh diri itu ada 4, yang menurut gue bagus. Over
dose, meng-cut aliran darah, menenggelamkan diri, sama membakar diri. Entah mana yang
akan gue pilih dari keempat itu. Itu akan terjadi di detik-detik terakhir sebelum gue meninggal.
Mmh... anda kenapa mengkategorikannya menjadi 4? Dari sekian banyak metode bunuh
diri.
Rekomendasinya memang untuk beberapa... untuk dari yang ke-4 ini sedikit, tapi gue merasa
ini yang paling asik, gitu! Yang lain, misalnya gantung diri, gue nggak mau mayat gue terlihat
jelek. Karena pasti ngelel, kan! Loncat dari gedung tinggi, gue pasti berantakan tampangnya.
Tapi kalau meng-cut nadi gue masih tampan, over dosis gue masih tetep tampan. Membakar
diri, gue tidak terlihat sedikit pun. Karena gue udah jadi abu mmh... menenggelamkan diri gue
masih tetap tampan ... itu saja.
Tampan dan menggembung loh...
Menenggelamkan di dalam ember itu tidak akan menggembung. Hanya kalau misalnya
kepalanya aja.
Tempatnya? Apakah anda sudah merencanakan, kamar hotelkah?
Kamar gue.
Anda tinggal di mana?
Ada, di sebuah tempat.
Di suatu tempat? Bisa diceritakan?
Kamar gue... karena menurut gue, kamar adalah tempat bersuci. Tempat gue onani. Tempat gue

120
beribadah. Memuja Tuhan. Memuja semua orang yang gue percayai. Orang-orang besar,
semisal Musa, Isa, Muhammad , Nietzsche, Warhol, Morrison, atau semua orang-orang itu.
Gatolotjo, Don Quixote.
Anda pernah mengajak teman-teman anda ke kamar anda?
Tidak pernah.
Jadi nggak ada yang tau sama sekali kamar anda ada dimana?
Tidak ada, termasuk If juga tidak tau. Karna pun tidak tau kamar gue dimana.
Sekarang anda ceritakan tentang album anda dong... Labyrinth of Dream (feat. Borges;-)
Labyrinth of dream #1 (feat. Borges;-). Jadi itu kumpulan cerita-cerita Borges yang
dikumpulkan oleh Hasif Amini. Gue membaca kumpulan-kumpulan ceritanya, judulnya
Labirin Impian. Bukunya Borges sendiri judulnya Labyrinth, itu lebih banyak ceritanya
ketimbang yang dikumpulkan oleh Hasif Amini. Hasif Amini menerjemahkannya, jadi ini udah
jadi karyanya 2 orang. Karyanya Borges dan karyanya Hasif Amini. Karena Hasif Amini
begitu bagus menerjemahkannya dan setelah gue membaca itu, gue juga jadi tersesat dalam
labirin impian gue sendiri. Dan setiap kali gue tersesat dalam salah satu labirin, ini labirin yang
pertama kan, munculah satu lagu. Akhirnya, ya ini, featuring Borges, memang karena setiap
cerita di buku itu mengantarkan lagu gue. Bagusnya sih lagu-lagu gue didengarkan pada saat
membaca karya-karya Borges.
Apa ada kesamaan antara isi dari buku itu dengan pengalaman hidup anda yang
melatarbelakangi karya anda?
Ya! Dia influence terbesar gue. Borges, dia seorang penulis sastra fantasi. Talent-nya dia itu
tidak dimiliki siapapun. Dia seorang penulis Argentina yang keren, yang sangat literer. Yang
umur belasan tahun sudah diwarisi perpustakaan besar oleh kakeknya. Kebanyakan Buku-buku
kuno. Ada yang berbahasa Arab, berbahasa Latin, berbahasa Ibrani dan ia membuat karya-
karya, cerpen-cerpen berdasarkan literatur yang dia baca. Itu keren banget.
Anda mau bercinta dengan gue malem ini?
Kita bicarakan nanti ya... sebelum anda meninggal.
OK! Terus...?
Kalau ada Labyrinth of Dream #1, maka seharusnya ada second, third?
Hehehe...
Bagaimana nasibnya..
Satu bisa jadi adalah terakhir, the one itu the last biasanya. Neo-one itu orang terakhir, dia
adalah Ubermensch dalam Matrix, dialah super human menurut Nietzsche. Neo-the one- gue,

121
gue adalah Ubermensch, gue adalah manusia terakhir. Setelah gue meninggal tidak ada lagi
manusia di bumi.
Kalau tidak ada lagi manusia di bumi berarti saya, If or...
Semuanya mati!
Semua yang ada di sini?
Kematian gue adalah kiamat buat semua orang.
Apa dasar anda mengatakan itu?
Setelah gue mati apa yang gue tau? Tidak ada! Ya gue klaim aja. Tidak ada yang gue tahu
setelah gue mati. Setiap orang juga tidak tahu apa yang akan terjadi setelah dia mati. Gue
percaya setelah gue mati, bumi ini hancur, dan gue akan tinggal di dunia lain, entah disalah
satu planet di bintang mana.
Memang anda mendeskripsikan kematian seperti apa sih?
Kematian itu bukan hal besar buat gue, cuma mungkin bisa mengantarkan gue ke dimensi lain
mmh... sebelum ini juga gue pernah hidup di dunia-dunia yang lain. Hidup, lalu gue
reinkarnasi lagi di sini, transformasi menjadi bentuk manusia lagi. Setelah mati gue akan
reinkarnasi di mana, dalam bentuk apa. Transformasi ke bentuk apa, kan gue nggak tau. Cuma
gue tidak tau apa yang terjadi di dunia sebelum gue lahir di dunia ini. Di dunia sebelum ini gue
hidup seperti apa. Ingatan gue tidak begitu bagus untuk itu. Tapi mungkin dengan dejavu-
dejavu, gue menjadi tau. Karena gue juga entah ribuan kali mungkin bereinkarnasi,
bertransformasi. Gue kan tidak tau, tapi mungkin di dunia yang akan datang nanti, yang akan
gue masuki mmh... gue akan mengingat apa yang terjadi di dunia gue sekarang.
Ok. Mmh... saya ingin tau...
Karena gue saat ini udah mencapai pada titik kesadaran tertinggi lebih dari sekedar Ma’rifat.
Everything is Infrasonic itu bercerita tentang apa?
Many Things Are Ultrasonic. Ultrasonik itu berarti di atas 20.000 Hertz, tidak bisa didengar
oleh manusia, hanya bisa di dengar oleh jangkrik kalau tidak salah mmh... ultrasonik, banyak
hal yang sebenarnya tidak bisa didengar oleh manusia. Apa yang kita dengar ini cuma fiksi?
Sound effect apa saja yang anda gunakan dalam bermusik?
Gue menggunakan gelombang MW yang tidak ada siaran. Karena kalau itu diputar terus, kalau
anda mendengarkan gelombang AM. Kalau lo mendengarkan gelombang AM terus menerus
tanpa henti, yang tidak ada siaran itu. Lo akan masuk ke dunia lain, dunia ultrasonik itu. Ke
suara-suara yang tidak pernah kau dengar, dan sinyal-sinyal aneh di sana yang... tapi pada titik
akhir, lu bisa menerjemahkannya. Itu sound effect yang pertama. Kedua, gue menggunakan

122
loop dari Fruity loop. Itu program musik yang paling sederhana di komputer tapi gue senang
menggunakannya. Fruity Loop, dan gue edit lagi di cool edit pro. Fruity loop yang gue pake,
fruity loop 3. Cool edit pro, terus gitar yang Karna pake itu gitar Fender. Dia memakai efek-
efek gitar yang entahlah, cuma dia yang ngerti. Karena gue tidak begitu mengerti tentang gitar.
Ada suara-suara biola, grand piano, dan gitar akustik. Gitar akustik itu di pake oleh Ervi,
sekaligus dia menjadi backing vocal. Dia memakai mic yang pake efek vokal juga, yang
hasilnya seperti yang anda dengar tadi. Dan entahlah, kenapa jadi ada orang yang bunuh diri
karena itu, mungkin bahwa mereka semua sudah tahu bahwa semuanya ultrsonik. Setelah dia
mendengar hal-hal yang ultrasonik itu, justru dia jadi tau apa yang harus dia lakukan terhadap
dirinya, gitu! Karena yang gue liat tadi juga mereka bunuh dirinya pake pisau dan langsung
ditusukkan ke jantung. Harakiri! Tapi keren, gue menikmati keindahan itu tadi. Satu persatu
roboh. Entahlah! Mereka sudah menyiapkannya. Kenapa mereka bawa pisau. Cuma apa yang
gue rasakan adalah gue ngiri sama mereka, gitu! Gue ngiri sama mereka dan gue juga akan
secepatnya menyusul mereka. Karena mungkin mereka sekarang udah entah dimana, udah
dilahirkan lagi di mana.
Seharusnya nggak perlu iri karena toh akhirnya anda akan melakukan bunuh diri juga.
Ya, sekarang gue iri berarti ya....
Lalu lirik dalam lagu itu apa saja yang anda katakan? Apa saja yang anda ceritakan?
Liriknya memakai bahasa lidah. Bahasa yang mungkin tidak akan bisa diterjemahkan oleh
manusia, tapi bisa diterjemahkan oleh beberapa manusia.
Yang akhirnya bunuh diri?
Ya! Gue memakai bahasa lidah yang diambil dari konsep trance-nya orang-orang Kristen.
Mmh... dan itu hanya gue yang ngerti. Interpretatif ya liriknya, mungkin dalam istilah siapa itu,
namanya bahasa Malakut. Dalam istilah beberapa orang, bahasa jangjawokan. Tapi itu
memang trance liriknya, dan setiap kali gue di panggung, pasti berbeda. Dan apa yang ada di
album juga berbeda.
Berapa orang yang sudah meninggal? Apa anda tahu?
Oh, gue belum tau tadi. Gue hanya melihat mereka berjatuhan dan bergelimpangan darah. Itu
keren sekali, gitu! Itu pemandangan terindah yang pernah gue liat. Efek seperti itu yang tidak
pernah gue harapkan, tapi pernah jadi satu mimpi gue, gitu! Samantha pasti senang melihat itu.
Bisa jadi itu adalah mimpi-mimpinya Samantha. Samantha itu diperkosa Joey setiap hari tanpa
bisa membantah dulu. Ya, vaginanya dia second buat gue. Bekas Joey ya. Tapi pada saat dia
menjadi milik gue, gue memperlakukannya layaknya wanita.

123
Apa Joey meninggal ?
Entah, Joey meninggal tidak diketahui kenapa. Mungkin dibunuh Samantha, gue nggak tau.
Gua bayangin memang dibunuh Samantha, kali! Setelah Samantha dirasuki roh If, hahaha...
Samantha akhirnya protes, tapi yang gue tau, Samantha sangat rindu dengan Joey, setelah Joey
mati. Bahasa yang digunakan untuk itu adalah melecutkan vaginanya di atas pusara Joey. Itu
menurut gue, Samantha pernah ngomong kaya gitu. Karena gue juga masih Joey dalam
khayalan Samantha. Kekasihnya Samantha adalah Joey, meskipun sekarang dia sudah menikah
dengan Cerio. Mungkin menikah atau sudah berkenalan, gue nggak tau. Udah lama nggak
ketemu Cerio. Entah sudah di mana. Samantha juga sudah hilang. Entah kapan. Sudah pecah.
Lalu bagaimana kalau tentang If?
If...-If sudah lama nggak gue temui. Saat tadi gue manggung, If sudah tidak ada sebenarnya.
Terakhir gue ketemu itu kapan ya, gue lupa. Mmh... kita manggung disini tanpa If sebenarnya.
Lalu siapa yang mengurus perempuan yang mengantri anda di hotel?
Entah! Mungkin If sedang di sana sekarang, gue nggak tau.
Sudah berapa kali konser?
Gue melakukan tur tahun lalu untuk album ketiga. Ini sebenarnya bukan konser tur ya, karena
ini hanya memperingati ulang tahun, jadi gue membawakan semua lagu yang di tiga album itu.
Tapi tidak ada yang memberikan efek sedasyat ...
Semua album itu sebenarnya Labirynth of Dream #1 (feat. Borges;). Tiga album ini yang udah
gue keluarin dari taun...
Dengan lagu-lagu yang berbeda?
Lagu-lagu yang berbeda.
Tapi belum pernah ada kejadian seperti malam ini ya?
Ini malam terindah buat gue.
Ok, kenapa anda bikin judul album yang sama?
Karena ini bentuknya trilogi. Masih berkaitan antara satu album dengan album yang lain pada
akhirnya. Mmh... lagu Many Things Are Ultrasonic itu single pertama kami, di album pertama
dan banyak yang lain. Ya, salah satunya Keranda Mimpi, gue suka. Keranda mimpi - lagu
tentang seorang anak jalanan. Baru berumur 1 minggu, meninggal. Tapi 3 hari setelah dia lahir,
ngobrol sama gue dan ada obrolan yang sangat intim disana. Tiga hari kemudian dia mati.
Mati karena apa itu?
Ya, baru tiga hari, dia sudah dibawa ke jalan sama ibunya. Dibawa ngemis, ceritanya sangat
gue dengar, begitu! Ya, memang seharusnya mungkin, selayaknya dia mati daripada hidup di

124
dunia yang sudah absurd gini. Dia juga bilang seperti itu. Dunia ini terlalu absurd buat gue,
akhirnya dia meninggal dan sempet menghantui gue selama beberapa bulan. Akhirnya gue buat
lagu itu, Keranda Mimpi.
Anda benar-benar akan mengakhiri hidup anda malam ini?
YA!
Apakah anda tidak pernah berpikir untuk menikah terlebih dahulu dan mempunyai
keturunan?
Menikah?!
Atau tidak perlu menikah, apapun itu, yang jelas mungkin, pernahkah anda berpikir
untuk punya anak?
Mmh... gue ingin punya anak dari If tentu saja. Ah.. tapi mungkin belum saatnya. Entahlah
mungkin If sedang mengandung sekarang dari gue. Gue nggak tau. Terakhir kami bercinta gue
mengeluarkannya di dalam. Mmh... mungkin dia telat bulan ini, ya gue nggak tau. Cuma yang
pasti gue tidak percaya dengan sistem pernikahan yang ada di sini. Sistem pernikahan
siapapun. Gue pikir pada saat dulu para nabi menikah, mereka kan berarti menikah dalam
sistem yang baru. Sistem yang melanggar sistem yang udah ada pada saat itu. Misalnya
sekarang sistem pernikahan di sini sistem pernikahannya Islam. Gue sudah tidak percaya
dengan sistem pernikahan itu. Sudah terlalu terkotori dengan berbagai kepentingan. Masa ada..
Islam itu melarang orang yang sedang hamil menikah, banyak orang yang kecelakaan, hamil,
lalu menikah. Kan, harusnya tidak boleh. Orang-orang itu yang membolehkan dan akhirnya
terkotori. Harusnya setiap orang, sebelum menikah itu di cek dulu, dia sedang mengandung
atau tidak. Kan ada, diteliti dulu ama dokter, kalau sedang mengandung, ya seharusnya tidak
boleh dinikahkan. Nunggu dulu sampai lahir. Nunggu 40 hari masa idah, baru setelah itu
menikah. Kalau sistemnya sudah terkotori, gue sudah tidak percaya. Akhirnya gue bikin sistem
pernikahan gue sendiri. Tapi gue belum melakukan itu dengan If, belum melakukan itu dengan
siapa pun baru dengan Samantha. Tapi entahlah, kami sudah bercerai... Dia sudah pecah,
balonnya sudah tidak bagus lagi untuk gue pakai. Ya, gue membuangnya sih, sebenarnya.
Mungkin dipungut oleh Cerio karena Cerio juga sangat mencintai Samantha. Entahlah ..
biarkan, itu sudah begitu adanya, gitu!
Saya pikir anda begitu mencintai If dan Samantha mmh.. Ok Samantha sudah..
Gue mencintai seluruh wanita di dunia. Anda, ibu gue, semua orang, karena semua wanita
adalah satu wanita. Semua orang adalah satu orang. Aku adalah engkau - kau adalah aku. gue
mencintai semua orang. Gue mencintai semua benda. Gue mencintai apapun. Gue mencintai

125
semua hal.
Apakah sempat terbersit dalam benak anda atau perasaan, anda bakal meninggalkan
dunia ini, kehidupan anda selama ini? Tidakah anda merasa sedih? Menyayangkan
semua itu?
Kenapa harus sedih. Ini hal yang gue tunggu dari dulu dan gue justru senang. Gue ingin mati
dalam keadaan optimis, bahwa bunuh diri optimis. Gue pernah belajar sosiologi, dulu. Ada
berbagai macam bunuh diri, bunuh diri altruis, bunuh diri bla bla bla.. ini bunuh diri optimis
karena bukan karena kepesimisan justru karena keoptimisan, bahwa gue memang harus bunuh
diri. Itu cara mati yang paling indah.
Dan anda mau bercumbu dengan Tuhan?
YA!
Bisakah itu disebut cita-cita..
Tuhan sangat mencintai gue, karena gue sangat mencintai Dia maka Dia pasti sangat mencintai
Gue.
Bagaimana sih anda berbicara dengan Tuhan?
Dengan membaca tanda-tanda. Melihat anda, mendengarkan kata-kata anda. Mendengarkan
kata-kata semut. Mendengarkan suara-suara. Melihat orang tertabrak mobil. Melihat apapun.
Ini semua ayat-ayat Tuhan yang tidak tertulis, termasuk yang tertulis pun, karya siapapun itu
adalah ayat-ayat Tuhan-tertulis. Itu cara gue berkomunikasi dan biasanya, ketika gue bertanya,
Dia menghantarkannya lewat cara apapun. Karena buat gue malaikat itu bisa berbentuk
apapun. Mereka hanya katalis antara gue dengan Tuhan. Jibril misalnya, Jibril itu menurut gue
mmh... katalis untuk wahyu. Katalis untuk misalnya gue sedang bertanya sesuatu kepada
Tuhan. Tiba-tiba ada seseorang yang dateng dan menjawab pertanyaan gue. Maka dia adalah
Jibril gue saat itu, dia adalah utusan Tuhan. Gue sedang laper tiba-tiba ada orang ngasih
makan, orang itu adalah Mikail gue saat itu. Gue lagi jalan tersandung batu, batu itu adalah
Isrofil gue. Malaikat bisa berbentuk apapun. Dia hanyalah katalis, robot. Robot-robot Tuhan
yang sengaja diciptakan Tuhan untuk menghantarkan bahasa Dia ke manusia. Karena Tuhan
sekarang sudah tidak menciptakan mujizat-mujizat. Ya, zaman dulu mungkin masih
menciptakan mujizat-mujizat. Sekarang sudah tidak, karena kalau misalnya dibuat, zaman dulu
pun ketika mujizat itu datang masih ada yang menyangka bahwa itu sihir. Kalau sekarang
dibuat, malah orang jadi tidak percaya mujizat itu. Makanya Dia membuat mujizat itu menjadi
selogis mungkin, jadi bisa masuk akal, gitu! Karena kalau tidak masuk akal, malah orang jadi
tidak percaya, terlalu aneh buat orang. Buat sebagian orang, itu jadi malah menjauhkan orang

126
terhadap Tuhan, makanya Tuhan menghantarkannya lewat hal-hal yang logis. Membuat
malaikat-malaikatNya menjadi logis. Menjadi anda. Menjadi gelas. Menjadi gula. Menjadi
batu. Menjadi mobil, ada orang sedang jalan, ditabrak mobil, orang itu mati. Izrail buat orang
itu-saat itu. Malaikat yang ada di bumi kan ada 4 : Jibril, Mikail, Isrofil, Izrail. Selebihnya itu
diluar bumi. Dua di alam barzah, 4 lagi di akhirat. 2 lagi di... Roqib-Atid, dia yang menulis, itu
kan komputernya Tuhan, kamera-kameranya Tuhan, yang merekam kejadian-kejadian di bumi.
Roqib dan Atid itu ada di bumi tapi pasif. Dia baru aktif saat kita di sidang di Alam Mahsyar.
Anda ada harapan kembali ke dunia ini setelah anda mati? Berbentuk sebagai apa?
Terserahlah! Terserah Tuhan, gue mau diantarkan kemana. Sebaiknya sih langsung diantarkan
ke kursinya Dia, ke surganya Dia. Bertemu langsung dengan Dia. Kalau dalam film Matrix
ketika Neo bertemu dengan arsitek. Haa.. film itu memang film paling keren yang pernah gue
tonton meskipun yang bikin orang Yahudi. Sutradaranya gue pikir memang orang-orang dari
dunia zion. Mungkin gue hidup dalam dunia matrix. Mungkin... mungkin gua Neo, bisa.. bisa
jadi. Yang pasti mmh... pertemuan Neo dengan...- gue hanya mau mengkritik sedikit tentang
film itu - pertemuan Neo dengan arsitek itu seharusnya langsung bercinta. Arsitek itu
seharusnya jangan laki-laki. Tidak ada gendernya harusnya. Harusnya banci, karena Tuhan itu
tidak punya jenis kelamin. Arsitek itu harusnya banci, jangan bapak-bapak yang bijaksana.
Karena Tuhan selama ini selalu digambarkan bapak-bapak yang bijaksana. Menurut gua tidak
seperti itu, jadi Tuhan itu ngondek, androgin gitu. Karena dia tidak berkelamin, atau bahkan
diluar kekuasaan kita Tuhan itu seperti apa. Hanya yang paling tepat untuk menggambarkan
Tuhan adalah banci, gendut... seperti semar lah.
Hahaha...
Semar itu kan masih di... tidak di..., masih diragukan apakah dia laki-laki atau perempuan.
Toketnya gede, perutnya gede seperti bapak-bapak, pantatnya juga gede seperti ibu-ibu, gitu
kan! Jadi gambaran Tuhan itu seperti Semar, tertawa-tawa mmh... karena semua hal buat Tuhan
itu jadi lucu. Tuhan itu sense of humor-nya tinggi dan gue selalu membayangkan Tuhan seperti
itu, selalu minum, langsung dari galon air mineral. Minum air mineral yang banyak karena
orang tertawa selalu minum. Minum air mineral dari galonnya langsung, selalu lucu. Paling
lucu adalah ketika dia horni.
Mmh....
Karena tampangnya jadi menggelikan gitu, dan itu membuat gue jadi semakin horni kalau gua
lagi onani. Satu-satunya yang paling asik itu onani, memang. Bercinta dengan wanita itu hanya
seperti.... ya sudah begitu saja, gitu! Gerhana sex!

127
Tadi anda bilang suka menulis?
He-eh.
Menulis apa?
Mmh... menulis puisi. Essay, apapun, tapi nggak pernah gue terbitin.
Kenapa?
Sepertinya gue harus mengakhiri pembicaraan ini, karena waktu sudah hampir jam 12. OK...
Tapi pertanyaan saya masih banyak nih...
Nanti kita lanjutkan saja di dunia lain.
Waduh... waduh...
Bye...
Setidaknya ada yang ingin anda katakan untuk fans anda? Apa pun itu...
Apakah gue salah? Apakah gue salah berdoa untuk mati, hanya karena rindu bercumbu dengan
Tuhan?
Terima kasih.
Bye...
Salamkan pada Tuhan!
yaaa...

Chapter Thirteen
Pengantar Dari Eva Ifanya Untuk Novel EPISODE IV

Keharusan untuk menyimpulkan memang hendaknya saya sadari meski ringkih sekali. Apakah
karena saya nilai keskizoprenikan naskah ini belum konsisten? Aneh, apakah skizoprenia harus
konsisten? Namanya saja sudah skizoprenia!

128
Saya memang sama sekali tidak bermaksud untuk membohongi pembaca dengan ditulisnya
naskah ini karena saya yakin pembaca tidak bodoh. Dalam kata lain saya tidak bermaksud
membohongi diri saya sendiri karena terang sekali bahwa naskah ini adalah hasil percakapan
Niskala dengan dirinya sendiri, komunikasi intra-personal atau saya tafsirkan dengan dialog
singkat dengan Tuhan, komunikasi transendental sebagai sebuah manifestasi jujur untuk
menumbuh-kembangkan komunikasi imajiner, seperti percakapan-percakapan Samantha
dengan Joey dalam bayangannya.

Keberhasilan sebuah komunikasi imajiner tidak bisa diukur secara empirik sebab tidak ada
parameternya (hal ini pula yang menyebabkan banyak sekali skripsi di Fakultas Ilmu
Komunikasi yang berhubungan dengan wilayah metafisis atau imajiner selalu ditolak). Dan
Statistik akan menjadi metode yang sangat bodoh bila dijadikan tolak ukur untuk Komunikasi
Imajiner. Komunikasi imajiner bukanlah garis nyata yang bisa kita simbolkan dengan garis
atau bidang-bidang bahkan titik sekalipun, tidak seperti misalnya garis khatulistiwa atau
tetrahedron atau titik-G (G-Spot).

Lantas apa perlunya naskah ini dibaca oleh orang lain, yang dalam hal ini anda sebagai
pembaca? Inilah yang saya sebut dengan keberhasilan sebuah komunikasi imajiner secara
kualitatif, yaitu ketika berhasil dituliskan menjadi sebuah naskah dan dibaca oleh orang lain
diluar imajinasi penulis meski nantinya akan banyak kode-kode pribadi yang hanya dimengerti
oleh si penulis sendiri, tapi dalam kasus ini, saya mensahkan siapapun untuk memecahkan
kode pribadi itu dengan tafsiran apapun, bahkan yang paling pribadi dan paling subyektif dari
pembaca sekalipun, meskipun bahkan akan menjadi semakin absurd.

Seperti misalnya saya membaca Kekekalan karya Milan Kundera dalam terjemahan Bahasa
Indonesia yang diterjemahkan dari Bahasa Inggris. Sementara Bahasa Inggrisnya pun adalah
terjemahan dari Bahasa Perancis yang sebelumnya diterjemahkan dari bahasa aslinya, Cheko.
Saya mencerapnya dalam otak saya. Andaikan saya bertemu dengan Kundera dan
membicarakan Kekekalan hasil cerapan saya dengannya. Apa yang akan terjadi? Hanya ada
dua kemungkinan terbaik tetapi absurd yang akan dikatakan Milan Kundera; Pertama;
mungkin Kundera akan berkata sambil takjub: “Hai, dari mana kau dapat ide sehebat itu?”
Atau kedua; mungkin Kundera akan berkata seperti ini: “Nah, itulah yang sebenarnya
kumaksud! Akhirnya ada juga orang yang mengerti maksudku!” Absurd bukan? Tapi tak

129
masalah, “Harus dibayangkan bahwa sisifus itu bahagia!”

Sebetulnya kalau kita bersepakat maka mungkin kita akan mencapai tujuan bersama; yaitu
bahwa naskah ini boleh (harus?) dibaca, dan hanya dibaca. Perkembangan selanjutnya terserah
anda...

Walaupun mungkin akan terjadi pertanyaan terhadap kapabilitas dan kompetensi dia, Niskala,
sebagai penulis. Anda boleh meragukan atau bahkan yakin, tentu saja!
Tapi apapun, begitulah!

Sampai pada titik ini saya belum menemukan kesimpulan akhir. Hanya saja optimisme saya
muncul, bahwa nanti dalam prosesnya akan merunut pada kesimpulan akhir. Bisa dari proses
diskusi, distribusi atau bisa dari hanya sehelai daun tua basah yang jatuh dari pohon cedar
setelah hujan yang begitu deras disertai angin yang begitu dahsyat dan halilintar beserta kilat
yang menggelegar-gelegar dan bersahutan. Saya rasa Niskala sudah cukup membuat petanda
sebagai konotasi atas sebuah kejadian dan penanda sebagai denotasinya. Sebuah stempel besar
bercetakan tulisan “SASTRA” menempel dengan telak di naskah ini.

Saya sendiri sangat suka dengan bagian-bagian ketika Niskala menceritakan perasaan-perasaan
terdalamnya terhadap saya dengan begitu indah sebab pada pertemuan-pertemuan kami dulu,
dia jarang sekali mengutarakan perasaannya dengan begitu detil. Meskipun begitu saya teteap
bertahan pada pendapat awal saya; ini semua fiksi!

Selamat bermain wahai domba-domba poppy atau sesuci apapun engkau Maria!
Bersujudlah dihadapan jasad busuk Warhol (sebagai petanda/signified) dan ucapkan kata-
kata sebagai doa atau kutukan sekalipun (sebagai penanda/signifier)!

Catatan Eva Ifanya untuk Chapter Tentang Serpih-Serpih Fiksi Yang Saya Temukan
Dalam Laci Kamar Niskala

2 fragmen Serpih-Serpih Fiksi Yang Saya Temukan Dalam Laci Kamar Niskala adalah catatan-
catatan kecil yang terpisah-pisah dalam kertas-kertas yang berserakan yang saya temukan

130
dalam laci kamar Niskala pada saat saya membereskan arsip-arsipnya. Saya rasa itu lanjutan
yang diinginkan Niskala. Ini memang semata-mata hanya tebakan saya saja.

Awalnya saya ragu-ragu untuk mencantumkan catatan-catatan yang fragmentik ini tetapi
seperti yang diungkapkan di awal tadi bahwa saya membayangkan Niskala lagi sensitif, merasa
perlu untuk meneruskan tuturan kisahnya yang menggantung, disamping saya menyayangkan
apabila karya Niskala yang tercecer ini tidak dipublikasikan. Saya menyusunnya berdasarkan
intuisi saya sendiri dan tentu saja beberapa saya edit. Saya mohon maaf atas ke-kurang ajar-an
ini.

Saya mencari data tentang Cerio selama beberapa bulan. Di seluruh sudut kota, internet dengan
fasilitas search engine-nya, perpustakaan daerah hingga pusat dan dalam arsip-arsip pribadi
Niskala. Termasuk pencarian secara mistis, transformatif, semantik dan eksploratif hingga saya
tak segan untuk melakukan metode eksploitatif.
Hingga akhirnya saya berhasil menemui Cerio langsung di sebuah dunia paralel entah dimana.
Tempat itu adalah rumah barunya bersama Samantha.

Saat itu adalah saat makan siang. Saya ditawari makan bersama dan kami berdialog tentang
naskah Niskala yang tercecer ini. Cerio mengagumi hasil karya ini dan bersedia menulis
catatan kecil sebagai pengantar. Samantha pun menyetujuinya.

Luar biasa, Cerio dan Samantha hidup bahagia dalam rumah tangganya. Happy ending, ever
after.

Samantha sedang mengandung dan bekas-bekas boneka di wajahnya sudah semakin tidak
terlihat. Setelah melalui proses terapi dan operasi canggih di dunia itu, entah apa namanya,
yang luar biasa hebat, katanya.
Syukurlah!

Setelah saya mencoba merajah seluruh bagian rasa dengan gambar-gambar kesan
bersembunyi di balik kepala dan kepalan tangan, saya temukan beberapa ketakutan yang tak
sempat saya lihat dengan kejelasan sempurna.
Tidakkah itu akan menyebabkan kejengkelan pada jantan di balik selangkangan saya?

131
Chapter Fifteen
SkizopreniaEpisodeIV

Babak I.
Nyanyian Tropis...

Tuan
demikian
aku tak menangis lagi
biarlah sebab sembab di mataku masih
tersisa
tatkala hati jadi mengebiri otak

132
Niskala Niskala II
aku tak mati ah...
sebab belum aku menggerogoti mata- aku menggeliat
mata jalang dalam sekali
bunuh diri menjadi sepi
Tuan (emosi dan menunjuk langit) kembali aku bercinta dengan diam
aku tak menang
takkan Niskala I
sebab waktu terus berlari tuan!
sedang tidur jadi kehampaan tak bersisa bukankah cinta adalah diam
sebab dengan bergerak cinta akan
Niskala menjadi buta
kelam menjelang kerapuhan kelopak bahkan pun berputar seperti rumi
mataku meski cinta sejati jadi belati
aku buta tapi aku selalu tak percaya dengan
biarlah kesejatian
biarlah aku meraba-raba
dengan tangan Tuan
dengan tongkat jadi diamlah
dengan kejahatan pikirku biarkan aku tertidur tenang
dengan mimpi burukku

niskala belah, menjadi dua. Niskala I dan


Niskala II. Niskala I
tuan!
Nyanyian Hujan... engkau dan khayalmu adalah mimpi
bagiku
Niskala I jadi berjalanlah aku
aku terus meluncur, tuan dengan kecepatan tak terkirakan
biar engkau terus bersenandung gembira menemukan engkau sedang tertidur
dan khalayak mengkhayalkan engkau jadi Niskala II
teman tidurnya ih...
siang semakin lebat dengan hujannya

133
matahari semakin enggan bersinar tuan!
seperti malam bolehkah aku memanggilmu seperti itu
seperti aku yang terduduk kaku sebab kerinduan semakin mencengkeram
menanti berganti-berganti urat-urat kehidupanku
merubah-merubah
tapi diam Niskala II
tetap diam aku digerakan oleh
meski udara semakin sesak dengan tidaktahutidaktahutidaktahu
nikotin entahentahentah itu mengiringi upacara
meski jantung semakin enggan berdetak kematianku

Tuan Niskala I
aku menyendiri sepi tak berganti anakanak itu
biarpun hati tetap dengan gigi geriginya seperti lebam pada wajah tuan
seperti permadani yang melayang bolehkah aku memintakan sebuah
menimpakan tubuhnya di atas angin keinginan
aku tak ingin
Niskala II sebab ingin menjadi iri pada inginingin
aku tetap diam tak bergerak yang lain
bahkan oleh teriak-teriak dosa menghina sementara ada satu bising berteriak
aku bukan manusia jadah akulah keraguan
pikirku padahal ia ungkapkan dengan begitu pasti
tapi entah manusia teriak itu
terus mengelus pandangan bencinya Niskala II
untuk lututku yang hampir goyah lebam-lebam pada wajahmu
Tuan semakin tak teratur
uh... dan mengatur segala inginmu
suara mobil terlalu bising engkau terpenjara kehinaan, tuan
mesin-mesinpun berteriak hina padaku aku semakin rindu padamu
aku malu pada mama pada papa Niskala II membelah diri menjadi
Niskala III dan IV
Nyanyian malam...
Niskala I

134
Niskala III hening dan diam yang panjang
eh... Nyanyian sunyi...
bukankah engkau terus berguling
menggulingkan Niskala III
menerawang meracau menghias badanmu keringkan badan najismu
dengan lebam-lebam yang terus kau dan terbaringlah engkau, tuan
tumbuhkan aku menanti jasad kosongmu
terbujur kaku merindu di atas pusaramu
Niskala IV aku tak mau mati lama-lama
entah apa yang harus terjadi biarlah aku hidup kembali
sungguh aku tak sanggup membunuh diri mereka
sedang dunia selalu O yang terayun awan-awan gelap
bukan o...! barangkali-barangkali
ini hukum
Niskala I ini protes
oh... ini proses
engkau malah menari
meliukan tubuh kasarmu Tuan
kedalam isapan pasir gurun yang dewa...!
terbentang oh, dewa...
memenuhi ruang kerjamu aku memujamu
aku meminta keabadian padamu
Niskala III seperti abadinya api sucimu
tidak, tidak... padahal aku adalah tanah kembali ke
aku tidak ingin berteriak hentikan! tanah
gila! aku berteriak busuk kembali membusuk
aku memang takkan menyusuri khayalmu
sementara rumus-rumus menjejal dalam
lututmu Niskala I
sedang aku tetap aku tetap waktu tetap bertualanglah aku dalam dunia samantha
kaku tetap batu menjadi dogma-dogma yang membujuk aku untuk membunuh
para domba tak berbulu diriku
aku malang

135
sebab tak satu pisau pun
mampu menusuk jantungku, beliak Nyanyian Rantai...
mataku
dan kedalaman pikirku

Tuan
aku jatuh, bangun, jatuh , bangun...
melompat, berbaring, menengadah
girang

Niskala III Babak II.


bintang-bintang mengerang Narator (VO)
ketika bercinta dengan gelap babak kedua dimulai dengan munculnya
ha...ha...ha... keanggunan seekor kancil
langit menayangkan film biru dan keagungan sri baginda singa
tanpa sensor yang mengaum bijak
dan babi-babi bertangan melahap sang kancil
meraba-raba payudaranya sendiri

Niskala III
Niskala I tepuk tangan riuh
aku terangsang, tuan dan banjirnya air mata
aku bemasturbasi dengan olah pikirku menjebol irigasi sungai-sungai janda
muntah

Tuan
Niskala III aku tersenyum
demam kambing bertopeng kebijaksanaan sinis sekali
mengembik seperti jangkrik hih...
riuh konyol, pikirku
kemaluan mereka mencuat
menyaksikan orgasme para bintang
Niskala IV Niskala III
langit menutup layar baguslah!
selesai sudah babak pertama biar kata memaksaku meluncur seperti

136
papan skate Samantha
yang menabrak lepasnya beha-beha para hai semua, akulah diri
perawan suci yang merindu abadi
berkerudung ejekan pada saat ketajaman duri
menoreh bagian kemunafikan
Niskala I membelah menjadi Karna dan
Samantha yang sangat indah Niskala IV
tuan, aku telah mengatakan pada tuhan
Nyanyian Musim Kawin... aku bosan, tuan
aku bosan dengan mengalirnya air yang
Karna selalu begitu
mari tertunduk, terduduk, tercenung, aku jenuh dengan kosongnya ketinggian
merenung langit
berdirilah maria atau sesuci apapun yang tak mampu kutembus
engkau
bukankah kejujuran menjadi tombak Samantha
menusuk ketika keikhlasan membunuh tuan
menjadi aku rindu
penerang bagi para pendosa yang berdiri aku rindu
dalam
kalang tanahnya sendiri Karna
tadi pagi aku bercermin
Niskala III menemukan secercah cahaya
sedang sebenarnya akupun terus pada keindahan mata jalangku
membunuh diriku sendiri dan bahkan aku sempat bercinta
meski tak mati-tak mati dengan diriku

Tuan Tuan
aku terus meracau aku terangsang aku
padahal sekeliling menjadi bising dengan aku bermasturbasi kembali
bau pesing ocehan busukku sebuah pembunuhan diri secara diam-
gelap! diam
Samantha

137
aku terkapar lihatlah dengan dua mata
lemas sekali sambil kalian berdiri kokoh
bahagia, maya...
Niskala III
Karna lihatlah
kubuka mataku kembali ketajaman kuku-kuku kalian
tidak menjerit yang menancap menggurita
sebab aku masih tampan kedalam dada-dada para lebam
di wajah mulus sang dara
Samantha
jangan berbohong, sayang Tuan
sebab aku tahu engkau terpesona padaku aku hargai ocehan-ocehan mulut manusia
tuhan tahu kalian
dan mengingatkanku tapi apakah mulut bisa melihat
alasan apapun, kasih
aku telah menang Niskala IV
ha...ha...ha... langit semakin mendung
Karna dengan rintik air yang semakin melebat
aku melayang dengan keegoan air mata tuhan
menyaksikan gerimis-gerimis air mata
yang keluar dari ketersisihan manusia- Tuan
manusia tak biasa tuhan, menangiskah engkau
aku muak dengan kebiasaan atau hanya pipis
sebab itu bukan kesederhanaan atau sengaja kencing
untuk menyembur kami
Niskala III agar kami sadar dengan keharuman
berdirilah otak-otak yang berjongkok pesingmu
diatas aturan-aturan fana itu
sebab kalian abadi Nyanyian Gemuruh...

Niskala IV

138
Tuhan (VO)
Diiringi Karna, Samantha, dan kedua Niskala III
Niskala yang tersisa aku senang
ya... menang
aku tahu engkau mendamba kami diam tenang
tersadar dari keliru-keliru yang kami buat tapi girang meradang
sendiri meriang
tapi, kasih aku riang
aku rindu dengan doa yang terus terucap
dengan rindu aku tak bisa melihat
hingga aku tendang apapun yang ada Niskala IV
didepanku ini nyata
meski aku sering jatuh ini nyata
tapi aku kembali bangun aku berpesta dengan kecewa yang dibuat-
dan tetap buta buat
dengan terus berharap, matilah! matilah!
aku tidak peduli Niskala III
meski siang mengobarkan rambutku asap rokok mengepul bulat pun
meski siang membakar kulit tubuhku aku tak peduli
aku tetap akan berkata
matilah aku! Niskala IV
matilah aku! kehangatan selimut tuaku pun
aku tak peduli
Tuan
aku tidak keliru Niskala III
memandang wanita-wanita dengan aku malah berontak
telunjuk ketika aturan menjejaliku dengan
sebab begitulah wanita penjara keinginan

aku tidak keliru Samantha


membicara para pembunuh dengan kaki lihat
sebab begitulah... dekil tubuh mereka
basah baju mereka

139
lapar perut mereka kita…
rusak hargadiri mereka aku!
gosong kulit mereka Niskala IV
kita hanya membayarnya aku tak sanggup melanjutkan
dengan logam berkarat! ngeri
semakin menjadi
Niskala IV dan pohon-pohon pun tumbang
biarlah... bahkan tercabut dari akarnya
sebab akan terus begitu mati?
dan aku hanya menyanyi
bersenandung riang untuk mereka Niskala III
bukan mati jadi akhir
mereka tersenyum, tuan tapi definisi jadi awal
mereka tersenyum menyaksikanku
telanjang Tuan
memperlihatkan seluruh babad-babad berkat ridomu aku terkubur malu
sejarahku dan telanjang
sejarah mereka sendiri menunjuk pada keahlian para penipu
sejarahmu menunjukan muka lawak mereka
sejarah para kekasih
Niskala III dan Niskala IV menghilang.
Tuan Karna dan Samantha menyatu kembali
aku menari dalam persenggamaan, kembali menjadi
tarian kematian itu lagi Niskala I dalam warna yang lebih terang
Nyanyian Senja...
Samantha
dan tiba-tiba semua berubah berubah jadi Niskala I
tarian aku ingin terus berlari
tarian kematian itu lagi meski patah kaki
Tuan para semut mengingatkanku akan arti
sebab semua akan mati kecil
kita abadi
kita saksi kematian oh…

140
aku terpana kubuka
dia sangat besar ya, tuhan, terima kasih
dipandang oleh mataku yang binar seekor burung lentik
Tuan lalu menyapaku dengan kicauan
lelah aku merdunya
tidur nyaman
lelap sekali Tuan
ini masih mimpi?
Niskala I entahlah
mimpi buruk jadi sarapan pagi mungkin tidak
suara pintu sebab dingin pagi masih terasa menusuk
membangunkanku pori
itu mimpi
sebab mimpi mengetuk pintu mimpi Ruh Niskala II
hingga duniaku semakin berlapis kutuai sebuah angin
menumpuk yang menyusup lembut
takrapi-takrapi menggidikan
lewat ventilasi yang ramah membiarkan
Ruh niskala II melayang-layang diatas hidup laba-laba harimau
mereka berdua sang angin memeluk hangat kicau merdu
dentingan melodi gitar.... si burung

Ruh Niskala II Niskala I


seorang anak kecil lusuh oh ya, kelinci, aku cinta kamu, kata tupai
menyerahkan sebuah bungkusan kecil begitupun aku, kelinci menjawab
kak, ini kiriman dari neraka
Tuan
Babak III. hei, aku berteriak

Niskala I suara dari mana itu

aku tersenyum isak tangis kodok dikalahkan jeritan

dengan kantuk yang masih menyerang jengkerik

saraf yang siap disantap ayam-ayam cekatan


yang telah bangun sejak mimpiku masih

141
belum kumengerti memutar
sampai kembali pada titik awal
muncul ruh Niskala III dan Ruh Niskala itu darahku
IV darah keabadian yang tak sempat kucicipi
Dentingan Gitar dengan Nyanyian kenikmatannya
Arwah...
Ruh Niskala IV Ruh Niskala III
inilah kesegaran menjamu kemampatan ah…
yang membelenggu lajur-lajur kemurnian sayang sekali, tuan
sel-sel syaraf pusat sedang darah sangat mahal
mesti kubayar dengan jiwa
Niskala I jiwa yang semakin mengosong hampa
aku menggeliat
sekali lagi sekali lagi Tuan
itu nikmat sekali kubakar rambutku satu-satu
asap biru membumbung ke atas
Ruh Niskala III kejantanan pikirku
hingga penjaja rokok dan kopi panas
menghampiriku aku membeliak takjub
ini gratis, tuan menyaksikan pertunjukan tuhan
disediakan olehku dari tuhan hanya untuk
anda Niskala I
di atas asap
Tuan menari seekor lalat
aku tersanjung, tuhan yang tak sempat mati
aku memujimu menjadi santapan teman-temannya
dan kicau burung adalah kuanggap
sebagai jawaban darimu Tuan
detik-detik terus berlari aku berdiri
seiring cepatnya kemantapan langkahku mengaburkan bayanganku sendiri
aku terus melangkah
kutemukan titik darah Ruh Niskala III
yang menetes membentuk sebuah jalan sudahlah!

142
kau harus siap menghadapi keburukan pengecut itu kembali
apapun yang menimpamu membawa segerombolan jin menjadi
pengawalnya
Tuan
aku siap tentu aku siap Tuan
meski durjana aku yang selalu terbaring batu berubah candi
dihentak buaian selimut-selimut sunyi aku berlutut menatap tuhan
diatas candi berkepala buddha
Ruh Niskala IV ada candi berkepala syiwa
habislah sudah jantungmu kupelihara ada candi berkepala isa
seperti benalu menyelimuti dahan ada candi berkepala musa
dan bulan menatap dengan keringanan ada candi berkepala api
jiwanya ada candi berkepala matahari
mengatakan bahwa aku belum mati ada candi berkepala zeus
ada candi berkepala muhammad
Niskala I kasih, aku cinta kalian semua
aku tidak terbangun
sebab aku tidak tertidur (VO) Niskala I
kusaksikan jelas awan mencium bulan hei!
merayunya dengan buaian kata-kata aku telah tak menggerakan kakiku lagi
berbunga sebab siang dan malam telah menjadi
harum sekali musuhku
tapi bolehkah aku menjadi kekasihmu?
Niskala I tertidur selamanya sebab tak ada siang tak ada malam
Nyanyian Pagi... menjadi kekasih
aku tak punya kekasih
Ruh Niskala IV
tapi batu tetap batu yang kokoh Ruh Niskala II
mengangkang jadi bolehkah
menantang usiaku untuk bertarung sebab aku belum mencintaimu
aku selau tak siap-tak siap tapi aku akan
aku lari, penakut! percayalah, aku akan
Ruh Niskala IV Ruh Niskala III

143
tuan, aku harus menjadi kekasihnya aku terharu membiru masih membekas di
sebab semua nabi kuikuti lamunanku

Ruh Niskala II Ruh Niskala III


aku taat, tuan meski ini nostalgia, tuan
jadi layaklah aku menjadi kekasihnya aku tetap menghargai keinginanmu
meski aku dibilang penghkhianat untuk menjadi hamba sahayaku
tapi tuhan tetap satu untukku, tuan
tiba-tiba datang Ruh Niskala
Ruh Niskala IV Nyanyian Cahaya...
tapi apa boleh buat bila aku harus
tersingkir dari dunia yang pernah Ruh Niskala
melahirkanku dan pernah menguburku aku tidak membelimu
tapi aku menuliskanmu
Tuan dalam keahlian gerak ballpoint di
aku tabu bagiku tanganku
aku hina untukku sendiri
mungkin ku tak layak mendapatkan tubuh (VO) Niskala I
sesempurna ini tuan, engkau seorang malaikat
yang tentu bukan laki-laki
(VO) Niskala I bukan pula wanita
ini geraian rambut
yang mencipta nyawa-nyawa Semua Ruh Niskala
kesederhanaanku engkaulah kesejatian
percaya akan malam yang selalu meski bukan kesempurnaan
bergadang diiring lelapnya bumi, gadis
masih gadiskah engkau? Tuan
tapi aku tak peduli engkau telah menjadi sahabatku
sebab kecantikanmu membuat hatiku untuk bersama meloncat
berlari ke dalam UTOPIA
belai jiwa kurasa bersama, bersama-sama
menggetarkan setiap helai bulu di sekujur
tubuhku

144
145
Chapter Sixteen
Sentuhan Halus Sekisah Tujuh Hari Bercumbu Dengan Waktu

Tidak akan pernah ada keperluan yang mendesakku seperti ketika dia mengatakan
padaku bahwa tidak ada lagi cinta yang pernah terungkapkan kecuali hari ini…

Ketika kupandangi sesosok makhluk yang tak terdefinisikan oleh otakku, ada
sesuatu yang terlintas dalam pikirannya, kurasa. Entah apa, padahal aku sangat
terbiasa dengan hal itu. Betinaku sepertinya mulai banyak tingkah, katanya. Aku
tahu. Aku juga sudah terbiasa dengan hal itu. Seperti sebongkah es menyelubungi
sekujur hatiku, aku tak punya lagi rasa iba padanya, padahal apa salahnya dia
padaku, akupun tak pernah tahu. Tapi hari ini aku merasa harus tidak iba padanya.

Sehari itu tak pernah ada hal lain lagi kecuali aku harus mengenyahkan pikiran iba
pada waktu. Kuhabiskannyalah, seperti ketika Cupido menghabiskan seluruh anak
panahnya untuk Apollo. Aku menghamburkan dengan sia-sia seluruh sisanya
tanpa ada lagi yang bermanfaat darinya. Biar dia tahu rasa, padahal apa salahnya
dia padaku, akupun tak pernah tahu.

Hari Pertama Bercumbu Dengan Waktu: Terdesak!


Pada mulanya...(Mereka terdesak untuk menciptakan gelap dan terang.)
Mereka harus membuat dikotomi atas segala sesuatu. Merekalah Cahaya,
Merekalah Kegelapan. Merekalah batas antara keduanya. Merekalah Chaos.
Merekalah Nyx dan Erebos. Merekalah Sumber dari segala Tesis, Antitesis dan
Sintesis. Merekalah awal dan akhir dari warna-warna. Merekalah Abuabu.
Merekalah Hitam dan Putih. Merekalah gairah-gairah, sensasi, persepsi,
ambiguitas, kekesalan, keraguan.
Demikian di hari ini gairah atas perbedaan terlahir. Cinta tercipta.

Cerio menghisap batang rokok terakhirnya lalu membuang puntungnya ke sebelah


ranjang tidurnya. Tidak pernah terpikir oleh Cerio untuk segera membangunkan
seluruh tubuhnya pada saat seperti ini. Padahal hari sudah semakin siang. Tapi dia
tidak pernah percaya kepada waktu. Baginya waktu tidak pernah ada sebab waktu

146
hanyalah kesepakatan-kesepakatan yang dibuat akibat bumi berotasi dan
berevolusi yang menyebabkan adanya siang dan malam. Baginya tidak pernah ada
masa lalu-masa kini-masadepan. Masa lalu hanyalah memori-memori. Masa kini
hanyalah proses benak. Masa depan hanyalah data-data yang belum di-copy,
program-program yang belum di-install.

Cerio hanyalah menyalakan kembali sebatang rokok yang dia temukan di bawah
bantal tidurnya. Dan lalu dia tertidur kembali. Bermimpi dan selalu bermimpi.
Mimpi bagi Cerio hanyalah kegilaan sel-sel otaknya ketika dia tertidur. Mimpi-
mimpi tak berarti pun adalah kegilaan yang terproses secara absurd dibenaknya,
perubahan subyek dan setting yang begitu cepat membuat dia selalu melupakan
mimpi-mimpi itu. Itulah labirin impiannya.

Aku rasa dia tak akan pernah lagi berpikir semaksimal itu bila sebatang rokok
telah habis dihisapnya. Seperti pertemuannya dengan Samantha, sebuah sosok
yang terwujud begitu naif dalam fantasinya, tidak menjadi dialog cerdas sebab
sebatang rokok melahap habis tubuhnya yang seperti telah disuntikan racun-racun
percobaan dokter-dokter NAZI.

Pagi itu sabda Cerio menggelegar tidak hanya pada Samantha, yang berselingkuh
dengan Tuhan, tetapi pada seluruh domba-domba pop yang mengembik pagi itu.
Seluruh domba menghentikan embikkannya. “’Apa yang terlihat padaku wahai
hewan-hewanku’” kata Cerio, “’Tidakkah aku telah berubah? Tidakkah berkah
mendatangiku seperti badai?

‘Bodoh kebahagiaanku ini, dan hal-hal bodoh pula yang diutarakannya: ia masih
terlalu muda, maka bersabarlah kepadanya!
‘Kebahagiaan telah melukai aku: semua penderita akan menjadi tabib bagiku!
‘Kepada para sahabatku, sekali lagi, aku boleh turun, juga kepada musuh-
musuhku! Zarathustra dapat berkata-kata, memberi lagi dan menunjukan cintanya
kepada mereka yang dikasihinya!
‘Cintaku tak sabar hendak meluap lagi aliran-aliran ke segala arah: yang mengalir
menuju ke atas dan ke bawah. Jiwaku akan bergegas keluar dari gunung-gunung
yang sunyi dan badai-badai penderitaan untuk menuju ke lembah-lembah.’

147
Demikian sabda Zarathustra.” Cerio mengakhiri sabdanya.
Seketika langit menjadi mendung dan seluruh dunia menjadi buta, memberikan
penglihatannya kepada Cerio. Pandangan Cerio kini menjadi lebih tajam.
Menguasakan sensasi(mata)nya pada semesta dan pula kekekalannya. Seperti
ketika Goethe bercinta dengan Bettina.

Begitulah hingga akhirnya Cerio menghabiskan segelas kopinya pagi itu.


Berangkat kerja. Tak lupa tas kerjanya yang berisi data-data statistik ribuan kepala
manusia di negeri ini, yang akan segera hancur dalam pukulan bom kapitalisme;
jongos dan vitalisme.

Jadilah Pagi dan jadilah Senja, itulah hari pertama.

Hari Kedua Bercumbu Dengan Waktu: Retak!


Kemudian Mereka pisahkan Langit dengan Bumi dengan tengah-
tengahnya, Mayapada, Matsyapada, Marcapada. Meretak...
Demikian di hari ini gairah atas penciptaan terlahir.

Perceraian itu hampir terjadi begitu saja ketika Cerio bangun dari tidurnya.
Istrinya, Termina, yang berwajah seperti muntahan tahi anjing dalam video klip
Offspring, datang membawa surat-surat cerai dari pengadilan untuk segera
ditandatangani oleh Cerio. Seperti kukatakan tadi, entah kenapa aku tidak
sedikitpun merasa iba padanya.

Cerio, yang berwajah seperti Yusuf ketika dipenjara berahi itu, melemparkan pena
istrinya dan mencoba untuk lari kembali ke dalam mimpi-mimpinya. Dengan buas
Termina menyerang Cerio yang masih limbung dalam kantuknya.

Ah…! Bualan ini terlalu seperti drama murahan, kurasa. Aku harus merubah sikap
Cerio saat itu hingga terkesan lebih rasional dan cerdas. Tetapi Cerio selalu hanyut
dalam autismenya, yang terkadang mampu melumpuhkan otak kirinya begitu
lama.

Dan cermin pun pecah terkena lemparan asbak Termina. Cermin pecah

148
memperbanyak wajah Cerio sehingga berpuluh-puluh karakter seperti saat Neo
bertemu dengan Sang Arsitek di ruangan berbentuk kubus itu. Saat itulah Cerio
menyadari ada begitu banyak wajah di mukanya. Wajah yang mana yang akan
dipakai untuk menghadapi serangan-serangan Termina?

Saat itu Cerio langsung tahu bahwa Termina harus dilihat dari tiga sudut pandang
seperti yang selama ini selalu dicobanya ketika Termina sedang kambuh.
Namun tampaknya dalam hal perceraian ini, taktik itu kurang begitu berhasil
meski menunjukan perubahan yang cukup lumayan dengan indikasi berkurangnya
adrenalin Termina.

Termina terduduk di sofa, menenggak segelas anggur yang diambilkan Cerio


dalam sebuah gelas kristal berkilaukan pesona Termina di masa-masa mudanya.

Hari ini Cerio tidak jadi berangkat kerja. Kantor menghubungi, Cerio
mengabaikannya. Termina adalah hal yang lebih penting dari apapun, adalah
pikiran yang menguasainya hari ini.

Cerio me-reload gelas Termina dengan anggur terus-menerus hingga Termina


tertidur di sofa. Setelah itu Cerio kembali ke sudut, merangkul kakinya,
menerawang.

Jadilah Pagi dan jadilah Senja, itulah hari kedua.

Hari Ketiga Bercumbu Dengan Waktu: Berderak!


Hari ini bumi menyusut, tanah terpisah dengan air. Tanah berderak
memunculkan pohon dan tanaman.
Demikian di hari ini gairah atas kehidupan tercipta.

Pagi hari Termina terbangun dari mimpi-mimpi indahnya dengan Cerio. Termina
mendatangi Cerio kembali dengan surat-surat itu dan harus segera ditanda-tangani
Cerio. Tapi Cerio masih mendekam dalam sudut terjauh ingatannya, mencoba
mengabaikan Termina seperti hari-hari sebelumnya. Tapi mana bisa!

149
Cerio belum dapat memahami kegelisahan apa yang selalu melanda dirinya pada
moment-moment penting seperti ini. Takut kehilangan Termina? Tapi bukankah
dia sudah lama merasa kehilangan Termina?

Cerio membenamkan kepalanya pada televisi yang berdenyar di depannya.


Bersembunyi dalam imajinasi. Mencipta kehidupan baru, sama sekali baru.
Berganti-ganti sesuai dengan moodnya. Hingga saatnya waktu makan. Maka Cerio
tahu dia harus berhadapan dengan Termina.

Dibuatnya makan malam yang begitu romantis dengan hidangan anggur paling tua
yang mereka punya.

Jadilah Pagi dan jadilah Senja, itulah hari ketiga.

Hari Ke-empat Bercumbu Dengan Waktu: Tersedak!


Hari ini penanda waktu diciptakan. Segala konsepsi tentang waktu
diciptakan. Cahaya dan Kegelepan dan diantaranya, menyublim, mencair,
membeku, menguap, meleleh, berubah warna menjadi apapun yang disukai
Mereka, menjadi ruh-ruh yang memenuhi semesta. Ruh-ruh yang terpenjara oleh
waktu, terbatasi masa, tidak seperti Mereka yang belum terdefinisikan.
Demikian di hari ini gairah atas seni dan ilmu pengetahuan terlahir.

Pagi sekali Termina terbangun, tersedak kesadaran yang segera menguasainya.


Dibangunkannya Cerio yang masih terlentang telanjang di atas ranjang mereka
tadi malam.

Hari ini Termina tahu cara untuk sesegera mungkin membuat Cerio mau
menandatangani surat perceraian itu. Dia sudah sangat muak dengan semua ini,
kegilaan ini.

Cerio membantah seluruh argumen Termina, mengalahkannya dalam waktu


singkat. Anggur menguasai Termina kembali.

Cerio masuk ke ruang baca setelah Termina tertidur. Membaca hingga kelelahan,

150
menghapus seluruh kejadian di hari itu, mengisinya kembali dengan memori yang
ada di buku-buku. Delete-Search-Copy-Paste-Refresh on The Desktop.

Jadilah Pagi dan Senja, itulah hari ke-empat.


Hari Kelima Bercumbu Dengan Waktu: Teriak!
Binatang-binatang bermunculan, dari air dan udara. Memenuhi laut dan
angkasa. Angkasa dipenuhi teriakan-teriakan merdu dari makhluk yang
melayang-layang. Beberapa diantara ruh-ruh itu memutuskan untuk menitis
kedalam makhluk-makhluk bersayap. Sebagian lainnya memilih makhluk-makhluk
bersirip, berinsang. Beberapa diantara binatang yang sudah terisi ruh-ruh itu
menjadi penguasa atas yang lainnya.
Demikian di hari ini gairah atas kekuasaan terlahir.

Hal pertama yang didengar cerio hari itu adalah teriakan Termina yang hampir
memecahkan kaca-kaca jendela. Seharian itu Termina terus berteriak-teriak.
Bahkan anggur pun tak mau diminumnya.

Cerio sudah tak punya jalan lagi kecuali membungkam teriakan Termina secara
paksa. Cerio mengikat Termina pada kursi. Merekat mulutnya dengan plester.
Cerio meringkuk di sudut ruangan. Menerawang. Berbisik-bisik. Bersenandung
kecil.

Jadilah Pagi dan jadilah Senja, itulah hari kelima.

Hari Ke-enam Bercumbu Dengan Waktu: Berontak!


Binatang-binatang berjalan, bermunculan dari dalam tanah, memenuhi
tanah. Ruh-ruh berserabutan memenuhi setiap jasad binatang-binatang yang
tercipta. Ada yang berkelebihan di otaknya, menguasai yang berkekurangan di
otaknya. Yang berbicara menguasai yang tidak berbicara. Ruh-ruh lainnya
memilih berdiam di tempat semula, sedang ada pula yang memilih bumi tetapi tak
memasuki makhluk apapun, melayang-layang tanpa jasad. Satu ruh
memberontak, menyesali pekerjaan Mereka di hari itu. Ruh itu mengasingkan
diri, menjadi Virus, menjadi sumber segala penyakit, sumber segala bencana,
sumber segala kebahagiaan, pemberontak, pemenang, api, cahaya...

151
Sepasang makhluk yang dimasuki ruh yang berkelebihan di otaknya dan
berbicara saling melihat tubuh pasangannya. Merasakan perbedaan asing
diantara mereka. Merasakan getar aneh di kepala, jantung dan selangkangannya.
Demikian di hari ini gairah atas sex dan pemberontakan terlahir. Api
berkobar!
Termina menggunakan pesonannya untuk menggoda Cerio agar melepaskan
ikatannya. Tentu saja Cerio tergoda.

Mereka bercinta hingga kelelahan. Cerio menabur benih pada rahim Termina.
Kelak menjadi Zygote kontroversial.

Saat itulah kesempatan Termina untuk melawan dan kabur. Termina melaporkan
kejahatan Cerio pada Polisi. Tak ada bukti. Cerio terbebas dari hukuman.

Jadilah Pagi dan jadilah Senja, itulah hari ke-enam.

Hari Ketujuh Bercumbu Dengan Waktu: Jinak!


Mereka tertidur kelelahan...nanti kita terusin lagi, ok!!! Mereka sucikan
hari ini sebagai hari tidur. Tidurlah tidur...anak kami sayang...nanti kami
menyusulmu di alam mimpi..
Demikian di hari ini gairah atas kematian terlahir... Utopia, kembalinya Eden.

Cerio tertidur dengan nyenyak pada sandaran kursi sofanya, mengabaikan seluruh
teriakan Termina hingga Termina capek sendiri.

Gairah untuk bunuh diri menyeruak dalam mimpi Cerio. Satu-satunya jalan untuk
menghindari Termina tanpa merasakan sakit adalah kematian. Maha Adi
Kesadaran menguasainya.

“Selamat pagi wahai bisik hari!” berkata Cerio, “Kemarilah domba-domba poppy
dan sesuci apapun engkau Samantha, bersujudlah dihadapan jasad busuk Warhol!
Menarilah se-berputarnya Rumi menelanjangi Rabiah di danau sufi itu. Bukalah
baju kalian, telanjanglah sepolos Buddha dan kelilingi kotamu untuk kau usik
segala kerinduannya pada pohon-pohon yang tersisa bayangan. Rasakan hantu-

152
hantuku yang bergentayangan dalam setiap geraian bulu-bulu kalian: kasihani aku
yang bodoh ini!
“Usapkan warna-warna murni itu di atas kanvas kesunyian kalian. Berdirilah
setelah sujudmu selesai lalu ucapkan kalimat-kalimat ini: ‘O, Warhol yang
agung… O, Warhol yang agung… bunuhlah kami dalam jasad muda ini, agar
mayat kami tampan… agar mayat kami tampan…!’
“Lalu bersihkan tubuh kalian dengan darah pengorbanan kalian yang dikhianati
Ismail saat pedang Ibrahim akan menebas lehernya!” demikian sabda Cerio.

Para pembaca yang terhormat, kutuliskan sabda Cerio ini karena kekhawatiranku
akan persepsi kekekalan yang telah disepakati antara Socrates dan Plato pada
sebuah taman bernama Academia.

Plato berkata, “Socrates selalu berkata benar!”

Socrates berkata, “Plato salah!”

Sebab suatu hari Eva sedang berjalan-jalan di lantai sorga, tersandung pada
sebuah kelalaian – atau lebih tepat kebijaksanaan wanita – yang menghalangi
sebagian penglihatannya, Adam dengan seketika mengutuk belahan jiwanya itu
hingga mereka dipisahkan Tuhan pada ribuan mil jaraknya.

Aku tak akan pernah takjub pada apapun pencapaian yang ditelusuri manusia
sebab kehinaan telah mencoreng muka Adam saat itu juga. Seperti penggalan
suratku pada Dee; Mari menjadi Manusia Super, sebab kau dan aku adalah
Manusia. Tidak perlu kelamin untuk menjadi Manusia Super. Sebab kita adalah
tak ada! Maka bercintalah denganku, hanya itu satu-satunya cara untuk menjadi
Manusia Super; Fade Out and Disappear Completely. Ngahyang...

“Lantas bagaimana akhirnya?” Nyima, rahib muda baru itu, bertanya padaku.
Ah, persetan dengan akhir. Orang-orang selalu tergila-gila pada sebuah akhir.
Hingga suatu kali aku pernah membuat cerita tentang akhir dari sebuah akhir, itu
dulu, ketika pencapaianku belum sampai seperempat waktu.

153
Tahukah kau, klimaks dari sebuah cerita adalah ketika si pengarang sudah tidak
bisa berpikir lagi dan tidak tahu lagi bagaimana menyelesaikan ceritanya. Seperti
aku sekarang, hingga aku mengutip sebuah dialog dalam film The Cup. Padahal
yang kutahu sendiri bahwa masih banyak yang bisa kuceritakan dalam kisah Cerio
ini, tapi ada beberapa alasan lain aku tidak menyelesaikannya. Seperti telah
kukatakan tadi bahwa aku harus tidak merasa iba padanya.
Dan yang kedua adalah bahwa tidak pernah ada lagi suatu kisah baru yang bisa
diceritakan siapapun, semua hal sudah terjadi, semuanya adalah kutipan. Aku
bersumpah, para penyair, atau siapapun, akan setuju dengan hal ini.

Kisah Cerio ini bukanlah hal yang baru jadi selesaikanlah sendiri dengan
fantasimu, dengan apapun yang pernah terjadi di bumi. Selamat siang dan aku
akan menangis setelah ini.

Jadilah siang dan jadilah malam, itulah hari ketujuh.


***

Sebagai catatan tambahan:


Surat ini saya terima beberapa hari setelah saya menuliskan cerita Niskala di atas,

Tak bertempat, Entah tanggal berapa


Jam 3 dinihari

Siapapun engkau,
Kau hanya melakukan pembelaanmu atas segala keterlambatanmu akan
penulisan ide. Tapi itu kuhargai sebagai sebuah karya. Seperti kesakitanmu ketika
mendengar album KID A, Radiohead, padahal kutahu bahwa kau sudah ingin
membuat lagu seperti itu jauh sebelum kau mengenal Radiohead. Atau ketika kau
membaca Saman dan Supernova, L’Immortalite dan Thus Spoke Zarathustra, kau
sudah berpikiran akan karya seperti itu jauh sebelum kau membacanya. Atau
pula ketika kau melihat film Being John Malkovich, melihat pertunjukan
Modusoperandi dan Performance Factory. Dan masih banyak lagi.

154
Aku hanya ingin memberitahumu tentang sesuatu yang mungkin tak kau sadari
bahwa kau tahu.
Dari seseorang yang tak perlu kau tahu

PS: Mengapa kata “mu” seakan merobek kata “nya”. Tak ada restriksi cuma ada
reduksi. Pilih kedua dari satunya. Atau kau akan mati seketika.
***
Begini, saat itu Cerio sedang menghabiskan cerutunya. Menghisap cerutu adalah
kebiasaannya apabila ada kejadian-kejadian penting dalam hidupnya. Kejadian
penting saat ini adalah penandatanganan surat cerai dengan istrinya.

Awalnya kejadian itu sempat membuat Cerio depresi. Melambungkannya akan


bayangan-bayangan bunuh diri yang tak akan pernah berani ia lakukan. Saya
menemaninya saat itu. Dia bercerita tentang keinginannya untuk kembali normal
menjalani kehidupannya. Sambil menangis dia mencoba mengeluarkan ingatan-
ingatannya akan keindahan yang dijalaninya dengan Termina.

Termina adalah gadis pujaannya; adalah ingatan yang paling kuat menyelundup di
benaknya. Entah dia menyesal atau tidak dengan yang sudah dilakukannya pada
Termina. Setelah tiba-tiba raut mukanya berubah, seperti menandakan bahwa
semua telah selesai atau kembali ke awal. Ataukah ingatannya sudah habis?

Diambilnya sebatang cerutu seperti yang telah saya ceritakan tadi. Begitulah!

***

155
Chapter Seventeen
Sentuhan Yang Kurang Halus Beberapa Kisah Setelah 7 Hari Bercumbu
Dengan Waktu

1.
Terus terang, bukannya aku ingin ikut campur dalam masalah ini. Sebuah mobil
sedan lewat dengan merek entah apa melintas. Tetapi mungkin hanya karena
perasaanku lagi sensitif, gue lagi dapet! Seekor burung pipit hinggap di atas
pohon jambu di halaman depan. Asalnya memang lebih baik kisah Cerio ini
kuakhiri saja tetapi karena ada sebuah keidentikan Cerio dengan Samantha maka
akan kuteruskan saja. Suara lancang seorang gadis menyeruak diantara bising
manusia di café itu, meneriakan sesuatu yang sebenarnya layak sebagai sebuah
gumaman. Ah, lelaki itu malah menertawakannya. Sialan! Kupikir dia akan
memeluknya agar meredam teriakan gadis itu.
Cerio bukan nabi. Kedua orang itu terus memperdebatkan hal-hal yang sering
terlontar saat terjadi perebutan energi dalam sebuah pasangan. Tapi berhak
menjadi nabi kalau dia mau. Sekarang giliran lelaki itu yang berteriak-teriak
menunjuk-nunjuk muka gadis itu. Samantha pun begitu. Gadis itu menangis
histeris. Aku pun begitu. Lelaki itu memalingkan muka.
Ketika Cerio sendiri saat itu, Samantha pun sedang sendiri merindui Joey dengan
ingatan yang itu-itu juga. Aku memesan kopi gelas kedua hari ini di kafe ini.
Kupikir ini sebuah koinsiden melankolis apabila diandaikan Cerio itu adalah Joey
dan Samantha adalah Termina. Pasangan itu terdiam sebentar. Klop? Satu keping
bagian puzzle menelusuri sisi-sisi yang sudah saling berkaitan, tapi belum
menemukan dimana dirinya harus terbaring sempurna.
Dari awal aku selalu mengatakan bahwa entah kenapa aku tidak pernah merasa iba
pada Cerio. Seorang pengamen meneriakan kembali rintihan Thomas Yorke
dalam No Surprises!. Awalnya kupikir ini sebuah dendam tanpa alasan tetapi
ternyata bukan itu. Gadis itu berteriak lagi, teriakannya semakin kencang dengan
histeria dan air mata. Sekali lagi aku menceritakannya hanya karena aku lagi
sensitif. Lelaki itu akhirnya berdiri dari kursinya, merangkul gadis itu dan
ternyata bisa meredam teriakan gadis itu. Sensitif adalah salah satu gejala PMS,
kata seorang temanku. Mereka berangkulan saling memaafkan.

156
2.
Kegagalan Samantha dalam setiap kali bunuh dirinya menyebabkan Cerio urung
untuk melakukan hal yang sama.
“Itu menyakitkan, Nis!” katanya suatu ketika sambil tertawa.
“Aku pikir,” kataku, “mungkin akan lebih baik jika kau mencari bunuh diri yang
paling efektif. Syukur-syukur kalau kau menemukan yang sangat indah. Internet
adalah jawaban yang bagus. Kau tinggal ketik SUICIDE di search engine.
Selesai!”

1. Apa yang akan kau lakukan bila istrimu berselingkuh dengan lelaki lain?
-Bunuh dia!
2. Apa yang akan kau lakukan bila istrimu minggat?
-Bunuh dia!
3. Apa yang akan kau lakukan bila istrimu meminta cerai?
-Bunuh dia!
Apa yang akan kau lakukan bila ke-3 hal itu dilakukan oleh istrimu?
-Bunuh diri!

Hatiku sudah membebatu


Terbebat batu-batu
Gemeletukannya terdengar
Hingga reruntuhan puri batu pelebur kutuk
Mataku sudah berlelinang
Terbelit linangan-linangan
Gemericikannya terdengar
Hingga rerincikan rincikan mata air para dewa
Mulutku sudah membebisu
Terbius basa-basi
Sesunyiannya terdengar
Hingga rerintihan rintihan air mata para dewi

Ah, apa dosa hingga terselubung karat-kemaratku sendiri...?!?


Meski sering kali kukatakan bahwa dosa telah tiada

157
Samantha kembali terwujud naif dalam ingatannya, cukup untuk membuat Cerio
urung bunuh diri. Padahal barusan Cerio menemukan sebuah situs berjudul
Method of Suicide lantas Cerio menyimpan data itu di komputerku sebagai
persiapan bila dia berada dalam situasi seperti ini lagi.
Sekarang ingatan-ingatan tentang bunuh diri tidak lagi mengganggunya, mungkin
dia berharap begitu. Sebuah harapan memang akan terlalu biadab bila terus-
menerus menyeruak dan menghantui.
Ketika Cerio berharap untuk mati sama seperti ia berharap untuk menghilangkan
ingatan tentang bunuh diri maka entah berapa kilo-Joule energi telah dia buang.
Dan itu biadab menurut ukuranku. Aku berani mengeluarkan jutaan rupiah untuk
mendapatkan beberapa Joule energi. Lama-lama Cerio malah akan terbunuh oleh
harapannya. Biadab!

3.
Matahari sore menyinari buku catatanku dengan ketajaman yang amat sederhana.
Kesilauan mataku tidak begitu berarti untuk menghambat kegiatan menulisku ini.
Saat ini Cerio menghentikan langkahnya sementara mobil-mobil di jalan raya itu
terus melaju dengan kecepatan tinggi. Asap mengepul dari knalpot salah satu truk
tua yang melintas tepat di depan Cerio. Asap hitam menyelubungi mukanya. Cerio
terbatuk sambil mengibas-ngibaskan tangannya dengan cepat.
Sebenarnya keseharian Cerio hanya sesederhana hal itu namun ada begitu banyak
hal yang mungkin patut diceritakan kembali. Seperti misalnya ketika Cerio
menggumamkan lagi sabda-sabda di hadapan domba-domba imajinatifnya:

Terik
Kembali terik itu mencoba memujamu
“Aku hanyalah seonggok terik seperti ongokan-onggokan terik yang lain itu!”
begitu katanya setiap kali kau membuka lembar altar pemujaan
seperti kering
seperti kerontang
seperti rombeng
mewujud menjadi sujud

158
melelana
mencipta ruh-ruh apocalyptic
menelurkan dua butir sabda
:sabda keheningan
:sabda kehangatan

aku butuh kamus


aku butuh kamus
aku butuh keleluasaan jingga meradang
dan membeli tempat itu dengan seharga segelas kopi

senggama kau-aku ribuan kali


diatas pemujaan terik
melagu membusana
meneriaki cahaya
dengan kata-kata lajang
“Jalang!”

aku telah meninggalkan terik itu


jauh mengaduh dibelakang kemurkaanku
tidak seperti kau
berlari
berlari
berlari
seperti cipta, rima, ritma, sajak dan enya

energi hidup, bukan energi mati, energi lubang-lubang terang, bukan lampu-
lampu padam

ingatlah, kita tak pernah ingin dipuja layak dewa


sebab dewa tak lagi menitis menjelma semudah rupa
tak seperti kita masih menginjak lantai sorga
hinakan dua keleluasaan sabda
mengembik tercoreng

159
mengembik tercoreng

asap:api:debu:gelap:terali:kuasa:kasta:setia:cerca:tebar-menebar
menjadi dewa
menjadi tak berupa

kuasaku lebur
maka kubunuh saja
lalu kucipta gerak-gerak tentang itu
melebamkan sebagian wajahku
:sebagian kuning
:sebagian lebam kehitaman

kucoba enyahkan terik itu dari altarmu


sebab tak bisa kutahan
saat ini aku yang akan menghuni altarmu
memujamu
mewujud lebur menjadi sujud tanpa jelma

Sabda Cerio itu, kupikir, mungkin telah membuat bingung para domba dalam
imajinasinya. Hingga, kupikir lagi, dan begitupun yang dimanipulasi Cerio dalam
benaknya, bahwa akhirnya para domba mengerti sebenarnya sabda itu ditujukan
untuk Termina.

4.
Loncatan fragmen yang kubuat pada Samantha sebenarnya kumaksudkan untuk
merunut kisah-kisah pertemuannya dengan Cerio. Harus begitu, sebab aku masih
ingin melihat semuanya. Aku tidak lari-aku tidak lari.. hanya sepi... hanya sepi...
“Terlalu sepi disini, aku curiga kau sedang menyusun rencana seperti aku yang
tersungkur dalam dada tak tenang. Aku mengoyak ketulusan dengan pedang di
siang di antara hampa. Kau tersenyum sinis. Sekali lagi kukatakan bahwa cinta
untukmu telah terbunuh!”

160
5.
Aku, seperti biasa, pagi ini mengosongkan tarian jiwa dalam otakku. Segelas kopi
datang begitu saja. Cerio sedang melamunkan kejadian kemarin sore yang sempat
membuatnya sedikit terkatung-katung. Termina dengan wajah buruknya
melemparkan asbak ke arah Cerio.
Editor film itu, atas persetujuan sutradara, melambatkan adegan itu. Asbak jadi
terlihat mengapung lalu berhenti dengan tiba-tiba di udara. Ternyata Cerio
menekan tombol pause dan membiarkannya selama kira-kira tiga menit. Lantas
setelah itu dia mengurai dan merentangkan kejadian tiga menit itu menjadi sangat
panjang.
Aku memperhatikannya tanpa berkedip, dan menunggu kejadian selanjutnya.
Waktu yang tiba-tiba berhenti itu tak sedikitpun disadari Termina ataupun orang-
orang yang sedang menonton film pendek itu. Padahal hal itu sangat berpengaruh
buat objek yang ditonton maupun subjek yang menonton.
Sutradara dan editor hanya tertawa dengan tanpa beban dan terus menekan-nekan
tombol, mempermainkannya seperti seorang anak kecil memainkan permen lolly
di mulutnya. STOP!
Film terpotong. Ingatan Cerio mulai terurai.
Ini juga salah satu kebiasaan Cerio yang tak diketahui orang.

6.
Dia yang berjalan di bawah terik itu, seorang wanita berkacamata hitam memakai
rok terusan entah rancangan yang keseberapa ratus kali dipamerkan di panggung-
panggung fashion show, menutup beberapa lembar keanggunan yang asalnya
terbuka satu-persatu tertiup angin sedikit kencang seperti akan menjadi badai tiba-
tiba bila kau meremehkannya. Keanggunan yang dia tutup mungkin adalah sebuah
kecerdasan tubuh yang selalu termunculkan begitu saja tanpa pernah terpikirkan
atau mungkin terpikirkan, hanya saja otaknya yang tidak seberapa besar itu terlalu
seksi untuk memikirkan hal diluar keseksian tubuh dan kehalusan kulitnya.
Cerio seperti hendak saja menyapanya tetapi seperti kebetulan sebuah mobil lewat
menutupi siang, sebentar mengejan-ejankan asap knalpot dan suara mesin
bututnya dan pergi lagi di saat, ya Tuhan, gadis itu hilang dari objek
penglihatannya. Sebentar Cerio terdiam dan harus memutuskan. Sebentar yang

161
ternyata menjadi ribuan detik sehingga lalu-lalang akan tak lebih menilainya dari
sekedar terpaku mematung dengan mata nanar seperti akan menyambut malam
disitu.
Cerio meraba-raba, menerka-nerka, membuka tingkap ingatan tentang mata gadis
itu, masih dibawah terik, yang tertutup kehitaman kacamatanya dan selalu
bertanya pada entah siapa yang bersemayam durja di dalam tubuhnya tentang
seindah apakah mata gadis itu. Keringat menyembur-nyembur dari bawah kulit
melalui pori yang mungkin setengahnya sudah mampat tertutup debu dan
keanggunan gadis kacamata hitam itu.
Ada ribuan lebih kata untuk mengungkapkan keindahan mata dan akan lebih lagi
bila terhalang kaca mata hitam sebab ada semacam ribuan fantasi untuk mengada-
adakan keindahan mata yang belum pernah terlihat ketimbang yang sudah terlihat.
Seperti menonton film dan membaca novel. Melihat mata di balik kacamata hitam
adalah membaca novel. Kalau dia membuka kacamata hitamnya maka seperti
sutradara entah siapa telah membuatkan film dari novel itu untuk Cerio.
Keanggunan yang ditawarkan tadi dan kemudian gadis itu menutupnya tanpa dia
sadari, malah membuat Cerio semakin bergairah untuk menawarkan harga lebih
tinggi dari sekedar hanya menatapnya. Sebuah harga yang paling tinggi, mungkin,
berupa sapaan hangat bahkan panas sebab terik yang akan diantarkan Cerio
padanya bisa secepat Cerio mengatakan ulang tahun ibunya yang bertepatan
dengan hari kemerdekaan.
Padahal Cerio tak pernah tahu benar keanggunannya bisa berisi penyakit kelamin,
nanah, bergatal-gatal, busuk, atau sekedar cahaya yang bergumpal terperangkap
teori-teori relatif hingga tidak bisa bergerak sebebas ketika Tuhan
menciptakannya dengan gairah kebebasan absolut.
Adakah Cerio pernah berkata tentang rasa saat itu? Jawabannya belum! Yang dia
rasakan seperti melengkapi penawaran harga tadi pada gadis itu adalah dia sudah
pernah merasakan hal ini sebelumnya dan sebelum-sebelumnya, sesekali,
seketika-ketika sama seperti saat satu bulan kebelakang, di tempat yang sama
dengan keadaan terik yang sama.
Dihadapan Cerio ada seseorang sedang berjalan tergesa, masih sama-sama gadis,
mungkin berkacamata hanya tidak hitam, berkulit seputih siang, memantulkan
terik dari wajahnya dan mengantarkan pantulan terik itu ke tubuh Cerio menjadi
sebanyak dua kali lipat, membuat keringat menjadi semakin mengalir lebih dari

162
sekedar menyembur.
Mungkinkah terik itu menambahkan beberapa keanggunan lain selain keanggunan
yang sudah jutaan tahun dimiliki gadis itu? Seharusnya jawabannya adalah:
“tidak!” Sebab terik adalah keanggunan yang dimiliki matahari dan tidak begitu
saja bisa ditransfer ke dalam tubuh seorang gadis. Butuh proses yang njelimet
yang tak dapat dimengerti meski harus belajar 4 tahun di fakultas MIPA jurusan
Fisika. Tapi nyatanya jawabannya adalah ya. Entahlah, mungkin gadis itu sudah
memahami dan lantas melewati proses transformasi itu, menyerapnya kuat-kuat
lantas keanggunannya bertambah dua kali lipat. Seperti gadis pertama tadi, gadis
ini pun tiba-tiba hilang, hanya sudah sampai di situ. Seperti hujan api yang
menerpa kepala-kepala yang berapi-api. Cerio menganggap hal itu hanyalah dubur
pikiran.
Lamunannya tiba-tiba berhenti, kembali ke saat ini lagi. Gadis itu menghilang
tenyata hanya sebentar, hanya terhalang satu pohon besar. Muncul kembali dengan
dahsyat dan lambat, seolah-olah mengundang Cerio untuk membuka kacamata
hitamnya. Tapi tak ada cukup energi bagi Cerio untuk melakukan hal itu.
Sudahlah!

7.
Dalam sebuah klub live music, Termina mencondongkan wajahnya ke arah muka
pemuda tampan itu. Si pemuda membalas ciuman Termina dengan lembut sambil
menatap muka Termina dengan mata penuh lambang rupiah.
Musik R‘nB terus terlantun dari sebuah grup musik cukup terkenal membawakan
lagu orang lain tapi tak pernah sekalipun membawakan lagunya sendiri,
kasihan…! Vokalisnya sangat menjijikan…, kasihan! Gayanya…, kasihan! Ah, tak
ada yang tidak kasihan dari grup itu, meski semua orang mengelu-elukan mereka,
tetap kasihan…!
Manusia-manusia itu terus terus menggoyangkan seluruh tubuhnya dengan
gerakan hampir sama yang disoroti oleh lampu-lampu POP yang berganti-ganti
warna dan lampu blitz yang mengerjap-kerjap. Layar TV menayangkan sebuah
perjalanan mesin di dalam labirin berwarna-warni yang terus-menerus bergerak
menghanyutkan orang yang memandangnya, tersesat-sesat. Tikus-tikus merengek,
ayam-ayam memanjakan dirinya dengan uang dan alkohol yang menggeliat-
geliatkan setiap otot lurik di tubuh mereka.

163
Pikiran Termina nyalang, menerbangkan sebuah ingatan akan saat-saat Cerio
mencumbui waktu. Si pemuda tampan tidak tertarik sedikitpun pada nyalangnya
pikiran Termina. Matanya hanya memandangi layar labirin di depannya. Si
pemuda seketika itu juga berubah menjadi tikus seperti pemuda-pemuda lain di
klub itu. Termina berubah menjadi ayam betina tua yang tanpa pengharapan.
Kutegaskan bahwa semua orang di tempat itu benar-benar telah berubah menjadi
binatang yang diinginkannya.
Aku membayangkan, apa yang terjadi, bila tiba-tiba Zarathustra versi Nietzsche
datang, meraih microphone si vokalis dan menyanyikan sabda-sabdanya kepada
mereka dengan irama R’nB.
Seekor harimau jawa mengaum dengan kerasnya, beberapa ikan cupang saling
melebarkan siripnya, anjing-anjing horny menyalak-nyalak. Bola 8 masuk ke
dalam lubang. Seekor babi hutan jantan meloncat-loncat kegirangan sambil
memasukan tangannya ke dalam salah satu rok seekor kelinci jalang. Dua ekor
kambing betina muda dituntun keluar klub sambil tertawa-tawa mabuk dan
muntah-muntah sambil menyebut-nyebut kata paling kasar yang pernah mereka
ingat. Dua ekor kelinci sedang berciuman di sebuah pojok, beberapa dari species
mereka sedang melakukan oral seks sembunyi-sembunyi. Bau muntah, alkohol,
keringat, asap rokok, AC, tai, anjing, bajingan, rencana jahat, kebudayaan, darah
menstruasi, jingga meradang, suara musik, binatang, comberan, uang, babi,…
Ya Tuhan!

8.
Apa harus kuteruskan? Tapi tadi hanyalah, yang kubahasakan dengan, keheningan
yang mencekam. Samantha masih terdiam di sudut, kering, pucat dan balon. Cerio
termenung memandangi khayalanku dan berkata, “Sudahlah! Wanita itu sudah
secepatnya harus kau enyahkan sebab dia tidak akan berubah menjadi tua.
Sementara kau, sebentar lagi kulitmu akan keriput, matamu rabun, gigimu tanggal
satu-persatu, kemampuan bercintamu tidak akan dapat mengimbangi gairah
seksmu. Sadarlah, Nis!”
Satu daun jatuh perlahan ke tanah. Aku menyentuhnya, membelainya, kurasakan
kematian yang tenang sekali.

9.

164
Dadu terlempar, angka 6 keluar. Jarum jam menunjukan angka 6 tepat. Televisi
menayangkan sebuah film di channel 6. Funky I.D. : 666!
Seorang berpakaian hitam, bertanduk, menyeringai, menyabetkan sabitnya ke
leherku. STOP!
Sang Maut tidak bertanduk, satu. Mukanya tidak merah, dua. Itu Lucifer yang
sedang menyamar menjadi Sang Maut, Sayang! Lihat ekornya, berbentuk panah,
kan? Lihat, itu bukan sabit melainkan trisula!

10.
Begini, yang pertama-tama ingin kulakukan adalah berdoa lantas setelah itu
berkhayal dan mengatakan bahwa yang benar itu tetap ada. Tapi itu terlalu
sistematis dan mengada-ada. Ketika aku berkata bahwa yang terjadi itu adalah
selalu wajar maka yang benar itu menjadi kabur bersama yang salah. Dalam titik
ini kutemukan titik abu-abu yang terbaik, bukankah pernah ada?
Kupelihara titik ini sebab aku dan Gateauxlotjo pernah melewati perjalanan
spiritual yang begitu dahsyat.
Malam itu stasiun kereta penuh sesak. Gateauxlotjo telah menungguku dalam
kereta ekonomi jurusan Surabaya. Tak perlu kuceritakan bagaimana sesaknya
kereta itu itu sebab kau mungkin telah maklum dalam akhir pekan seperti ini.
Persis seperti iklan Teh Sariwangi di televisi swasta edisi akhir 2001. Aku sempat
kesal karena ditinggalkan ketika aku mencoba menelepon pacarku. Menghabiskan
waktu sekitar setengah jam, memang, aku duduk di salah satu KBU di wartel
dekat stasiun kereta. Tidak hanya Gateauxlotjo yang kesal tapi beberapa peng-
antri sempat mengetuk-ngetuk pintu KBU agar aku cepat-cepat. Aku tak peduli
sebab pembicaraan kami sangat serius, taruhannya nyawa! Ini tentang cinta, Mas!
Dan kalau aku gagal, aku bisa bunuh diri. Ternyata aku gagal meski argumenku
sangat kuat kenapa aku harus pergi ke Yogyakarta. Pacarku tak urung memutuskan
hubungan kami yang dua hari lagi tepat dua tahun. Setelah telepon ditutupnya, aku
berubah pikiran; perjalanaku ke Yogya adalah perjalanan bunuh diri.
Dalam kereta aku marah-marah dan mengumpat sebisaku; tentang pacarku yang
brengsek, Gateauxlotjo meninggalkanku di wartel, ongkos yang pas-pasan dan
tiket yang belum dibeli. Gateauxlotjo mendengarkanku dengan tenang meski
seperempat gerbong itu semua memandang kami. Dia memang bijak sejak kami
dulu berkenalan. Tuhannya bernama POP dan dengan tak segan dia menambahkan

165
embel-embel S.W.T. dibelakang nama Tuhannya.
Kira-kira dua bulan yang lalu kami berkenalan, saat itu hari ulang tahunku yang
menyebalkan yang kuingat, paling menyedihkan dibanding dengan ulang tahunku
sebelum-sebelumnya. Tak ada satu teman pun yang ingat dan yang ingat pun
sengaja pura-pura lupa. Hingga menjelang tengah malam seorang temanku
mengenalkan Gateauxlotjo kepadaku.
“Gatoloco!” katanya kepadaku, “ditulis GATEAUX-LOTJO. Gateaux artinya kue
tart dalam bahasa Perancis dan lotjo artinya senggama dalam bahasa Jawa. Jadi
artinya kira-kira secara etimologis adalah persenggamaan dengan kue tart.”
American Pie, Man! “Kalau aku Syam maka kau adalah Rumi.”
“Niskala!” kataku singkat. Aku selalu menekankan namaku ketika berkenalan
sehingga aku sering lupa nama orang yang berkenalan denganku, itu hanya
kebiasaan buruk. Tapi dengan hal itu pula aku jadi mempunyai banyak teman.
Ataukah karena mempunyai banyak teman sehingga aku hanya mengingat-ingat
wajah tanpa nama? Entahlah!
“Niskala artinya gaib atau tak kasat mata dalam bahasa sunda kuna. Para
leluhurku memanggil Tuhan dengan sebutan Seda Niskala, yang artinya Yang
Maha Gaib. Niskala juga adalah nama depan seorang raja Sunda, Niskala
Wastukancana atau Prabu Siliwangi I.”
“Seperti nama jalan ini, ya?” Saat itu aku dan Gateauxlotjo sedang berada di
jembatan Jl. Wastukencana.
Aku dan Gateauxlotjo mempunyai hobby yang sama-sama buruk, kami suka
menulis puisi. Puisi absurd yang sering kutulis. Puisi skizoprenik yang sering
Gateauxlotjo tulis, mungkin demi mempertahankan julukan yang diciptakannya
sendiri, Gateaux-lotjo. Dari sanalah awal penyatuan kami sebagai teman karib
karena pada malam perkenalan itu Gateauxlotjo yang orang Yogya langsung
menginap dan ngobrol panjang ditempat kostku di Bandung, aku orang Cianjur,
tetangga dekat Bandung. Sebenarnya Gateauxlotjo orang Rembang tetapi kuliah di
Yogya dan selalu mengatakan pada setiap kenalannya di Bandung bahwa dia
orang Yogya. Agar tidak terlalu sulit untuk identifikasi, katanya.
Perkenalanku dengan Gateauxlotjo malam itu adalah hadiah ulang tahun terbaik
yang pernah kudapatkan selain gitar bolong yang diberikan ibuku waktu umur 17
dan topi baseball dari pacarku waktu umur 18. Sekarang umurku 20. Gateauxlotjo
cukup banyak membuka mataku tentang beberapa hal yang sebelumnya aku takut

166
bahkan untuk membayangkannya pun. Tak perlu kuceritakan sekarang kecerahan
apa yang yang kudapat setelah berkenalan dengan Gateauxlotjo. Yang pasti
puisiku yang asalnya absurd berubah menjadi psikedelik sekarang. Cukup jelas,
bukan?
Malam itu di kereta setelah aku cukup untuk muntah mengomel, Gateauxlotjo
memberiku minum. Aku tidak jadi muntah. Kereta mulai melaju. Ini kedua
kalinya aku naik kereta api, karena kebiasaan di daerah Jawa Barat bagian tengah
dan barat orang-orang lebih banyak menggunakan bus antar kota ketimbang kereta
api. Disamping struktur jalan yang fluktuatif juga jalur rel yang hanya sedikit
yang mencapai pusat-pusat kota. Jalur yang kumaksud adalah jalur Bandung-
Cianjur-Sukabumi. Hanya tiga kota itulah yang sering kukunjungi dan kutempati.
Sukabumi: tentang kota dan statistika.
Cianjur: tentang sejarah dan spiritualitas.
Bandung: tentang mode, musik dan kehidupan anak muda.
Akhirnya sampailah kami di Yogya. Yogya I’m coming!

11.
Saat Tuhan menciptakan manusia di hari ke 6, berarti kurang-lebih hari ke 6000-
an dalam hitungan manusia, mungkin tidak terpikir untuk membelahnya menjadi
dua kelamin. Dalam sebuah sebuah manuskrip kuno aku menemukan proses
terjadinya manusia, begini kutipannya:

Kami memerintahkan kepada para malaikat untuk mengambil tujuh macam unsur
bumi sebagai bahan untuk menciptakan manusia pertama. Unsur berwarna
merah, biru, hijau, merah jambu keunguan (kapuranta), dadu, hitam dan putih.
Ketujuh warna itu mewakili berbagai unsur yaitu unsur angin, unsur api, unsur
tanah, unsur air, unsur bunga, unsur asap dan cahaya sebagai ruh.
Untuk membuat satu manusia utuh:
Masukan 3 gram angin ke dalam wajan
Satu sendok makan tanah
Satu sendok teh api
2 gram asap
dan 50 ml air
aduk hingga rata dengan mixer selama 10 tahun

167
Kemudian buatlah cetakan dari logam berupa refleksi Kami dengan panjang 60
hasta.
Setelah itu tuangkan adonan ke dalam cetakan dengan 8 lembar mahkota bunga
dan satu bungkus cahaya merek ABC.
Kemudian masukan adonan kedalam oven selama 40 tahun.
Setelah 40 tahun (yang harus bertepatan pada hari Jumat) tubuh itu selesai
dibentuk dan berwajah sangat indah. Selamat menikmati!
Jadilah siang dan jadilah malam, itulah hari ke-6.

Kami terkagum sebentar melihat hasil karya tersebut lantas beristirahat panjang
sambil minum coffee cream dan menghisap cerutu café creme dari Holland, beli
di Dago 34!
Jadilah siang dan jadilah malam. Itulah hari ke-7.

Dalam manuskrip itu, tidak terdapat keterangan bahwa manusia pertama


berkelamin, itulah yang kusebut kemurnian manusia, manusia sejati, uniseksual.
Apakah kau yakin bahwa manusia pertama saat itu adalah lelaki? Apakah tidak
terpikir bahwa kompleksitas Adam mencakup penis dan vagina yang melebur?
Selain memiliki testis, Adam juga memiliki ovarium?
Hermaphrodite, satu jiwa tak terbelah, itulah manusia sebelum menjadi Adam dan
Eva. Itulah Joey sebelum Samantha bertransformasi. Itulah Cerio sebelum
Termina meminta cerai. Itulah aku dengan pecahan kepribadianku. Itulah dangdut,
dengan goyang dan musik yang riang menabrak lirik-lirik sedih berurai air mata.
(to feel orgasm)

12.
Bercumbu (lagi) dengan waktu: Redam!

E Am Dm G
Dering bel di mimpiku ini mengungkap keabadianku
E Am Dm G E
Suara-suara malam yang terhenyak menyekap rintihan desahmu di gairahku

E Am Dm G

168
Jeritan suaramu itu menyentak tidur panjangku
E Am Dm G E
Redam… redam… recah… recah… semua ingatan yang kau taburkan

Reff:
Am Dm G C
Tunggu aku pagi dalam drama hidup yang kurentangkan
Am Dm G C E
Cumbu aku pagi dalam rintik kematian rindu kekalku…

Bridge (insert poetry):


Cerita mimpi kelamku t’lah rela mati dalam benakku
Derita indah kekalku takkan berhenti dalam ingatanku

(nyanyikan sesukamu, anggaplah sebuah soundtrack!)

13.
Cerio mematikan tape-nya, mengeluarkan kaset itu dan lalu membakarnya.
“Aku harus mencarinya, sekarang juga!” katanya sedikit bergumam.
Saat itu Samantha sedang menyisir rambutnya ketika aku datang membawa
keagungan Tuhan untuknya. Keagungan yang tak terkirakan. Seperti ketika Tuhan
menenggelamkan Atlantis.
Saat itu Tuhan berfirman: “Gue udah bosen ama kesombongan lu pade. Gue udah
peringatin dari dulu. Gile aje, malah makin sinting kalian. Ya udah, gue
tenggelamin aje, biar pada jera. Hehehe…!”
Begitupun yang ingin kukatakan pada Samantha. Sampai satu titik, aku jadi
berpikir kembali…
Aku adalah mata. Mata yang selama ini membentuk semesta, menguasai setiap
gerak Samantha. Ini seperti kekuasaan yang tak dapat kuhitung kebenarannya.

14.
Suasana kota Yogya tidak membuatku nyaman, cuaca panas, mentari yang terik
membuat kulitku perih, aku benci menjadi hitam. Sebenarnya aku kuat dengan
panas hari, tapi aku benci hitam.

169
Suara sepeda motor yang demikian banyaknya bersaing dengan orang-orang
berwarna kulit asing.
Sore harinya ketika aku dibonceng Gateauxlotjo disambut oleh angin yang sangat
hebat, dua pohon tumbang kami lewati dan satu billboard besar sebuah produk
makanan kecil patah.
Sampailah kami di tujuan. Sebuah rumah kontrakan yang penuh dengan orang-
orang. Asing! Pembicaraan asing, bahasa asing.
“Segitiga adalah satu bidang datar yang paling sederhana, uniknya adalah setiap
sudutnya tidak pernah saling berhadapan.”
“Untuk membuat bangun datar diperlukan minimal 3 titik dan lalu ditarik garis
lurus dari satu sama lainnya.”
“Otak manusia. Sebetulnya, berada dalam setiap sudut di segitiga. Tidak saling
berhadapan. Menyendiri, sepi!”
“Mempersepsikan sesuatu harus dimulai dari setiap sudut dalam segitiga.”
“Banyak kejadian mistis di seputar segitiga, segitiga bermuda, segitiga pengaman,
celana dalam…”
Aku tiba-tiba teringat Samantha. Apa yang sedang dia lecutkan sekarang?
Masihkah vaginannya?
Samantha, dulu pernah merasa bahwa segitiga adalah filosofi hidupnya, peta
hidupnya. Dan bukannya lingkaran yang menjadi filosofi hidup orang banyak.
Segitiga adalah segi yang paling sederhana, melambangkan kesederhanaan. Pada
kenyataannya, hidup Samantha sangat tidak sederhana.
Manusia-manusia asing itu menyambutku dengan sambutan asing.
“Alangkah tampannya kau!”
“Narsiskah kau?”
“Selamat datang di kegelapan santun yang kami hanya miliki!”
“Sebuah awal perkenalan yang bagus, bukan?”
Bukan! Sebuah kebingungan yang sukses kalian tawarkan padaku!

15.
Cemas aku, ah Tuhan, cemas aku! Tiada berpuluh jiwa Adam yang rusak tak
mendapatkan Eva-nya di setiap kali selangkangannya bergenangan. Cepatlah
terbangkan! Cepatlah terbangkan! Sebelum kau kehilangan seratus juta keajaiban
Musa atau perjaka!

170
Sebelumnya kan kutanya padamu hai lelaki yang perih hati, ada apa dalam
tubuhmu yang bergelimang nanah itu? Bukankah kau tidak pernah mandi setiap
kali kau tahu bahwa kekasihmu sedang merindukanmu? Kenapa kau lanjutkan
gairah-gairah kemenjandaanmu itu?
Lagi-lagi, tak kau jawab pertanyaanku, lagi-lagi! Sebab kau selalu sibuk menanam
pepaya dalam kepalamu atau memelihara ikan arwana dalam selangkanganmu!
Sampai suatu ketika kau mencemaskan impotensi keseluruhanmu dalam setiap
kali kayu bakarmu tak menyala. Sudahlah lebih baik kau limpahkan darahmu pada
keabadianmu!
Hitung setiap detakan jantungmu sampai saat-saat asmamu kambuh! Tersedak,
tersedak. Hening, padam, menyentak, menyeruak. Ada sampan yang melintas.
Coba beberapa kali sampai muntah. Muntahlah!
Bau api, bau mati, bau hujan, kering!
Catat dalam selangkanganologi level tertinggi. Ini kode pribadimu, password: NO
MORE LIFE GETS OUT ALIVE. Bila kau menemukan tiga butir peluru, harus
kau baca kisahmu dari awal lagi, agar kau mengerti!
Cantik, cantik, tak pernah sebelumnya aku memanggil cantik untuk lelaki kecil
putih sepertimu. Jumlah buku yang kau baca tidak sebanding dengan memori yang
ada dalam belahan pantatmu!
Mencuri serpihan hujan, mencerca terkaman letusan Merapi, lantas bangun di
siang hari.
Buka jaket kulit hitam barumu itu, berdoalah! Mintakan sejumlah besar uang yang
kau perlukan untuk menjandakan spermamu yang mujarab!
Kata-kata tak pernah menjadi fakta hanya fiksi, hanya mati. Kematian bukan fakta
seperti realita bukan tanya. Rok-rok bersahutan hanyut berteriak di sebelah
keanggunan coro-mu. Kontol! Sudah berapa kali kukatakan jika kau menemukan
celana dalam nenekmu, berdoalah yang tenang agar baunya tak menyingkirkan ide
jorokmu. Kontol! Sebelah botolmu telah merasuk kedalam lambung, tidakkah kau
merasa mabuk dengan cairan itu?
Dia berdiri dan berputar, gila. Ada tahi lalat di belahan memeknya. Bukan,
sayang! Itu piercing. Dia menindik kedua labia minors-nya lantas
menggemboknya dengan gembok kecil untuk telepon. Sehingga setiap lelaki yang
akan meng-ewe-nya harus mencari kunci terlebih dahulu. Atau. Password? NO
MORE LIFE GETS OUT ALIVE.

171
Hihihi itu janda yang menjadi kuda mencuri keabadian Isa. Dan mengapung
tersalib dua mata Tuhan. Pantat!
Sebal, sekali lagi aku mencumbui cerca yang terkandung dalam makna suaramu.
Cukup! Sudah cukup kau belai segala gairahku.
Dering bel dimimpiku ini mengungkap keabadianku. Suara-suara malam yang
terhenyak, menyekap rintihan desahmu digairahku. Jeritan suaramu itu menyentak
tidur panjangku. Redam... recah... semua ingatan yang kau taburkan...
Tunggu aku kasih dalam drama hidup yang ku rentangkan
Cumbu aku kasih dalam rintik kematian rindu kekalku
Cerita mimpi kelamku telah rela mati dalam benakku
Derita indah kekalku takkan berhenti dalam ingatanku
Ini menjadi keranda mimpi yang terus menerus menyentak menyeruak
menghabiskan satu atau berpuluh galon air mineral bersama Tuhan.

Bitch : “Namaku Ariadne, aku dewi labirin. Bercintalah denganku, maka


kau akan tersesat dalam labirinmu sendiri!”
Bastard :“Namaku Dyonisus, aku dewa pesta dan kesenangan. Bercintalah
denganku, maka jiwa dan nyawamu akan beterbangan menuju entah yang kau
sendiri takkan mampu mendefinisikannya!”
TOAST!

16.
manuskrip manuskrip kecerahan: recah
hedonisme terkutuk itu mengulurkan waktu untuk maria berselingkuh dengan
lelaki lain selain tuhan
dan ada saat ketika popmail-popmail menjarah sebagian keinginan untuk
menghidupkan kembali superman yang terlumpuh itu
biarlah kundera terus meracaukan saman yang mencipta supernova
biarlah
sebab darah telah membeku menjadi kedamaian yang
meng-utuk peny-air terkutuk
aku mungkin telah dikutuk

sejarah mengulurkan tangan pada tangan-tangan yang lebih dibawah telah dimulai

172
ketika bumi mengabdi pada kegelapan untuk mencucikan seluruh bajunya
i need some separation here
begitu sucinya
dan samantha pun terus berselingkuh bersama lelaki-lelaki tanpa definisi
hurtmehurtmehurtmepls!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
ada sebongkah tahi lalat pada belahan dagumu, kurasa
tapi kalau kau tetap mengambil jalan yang sebelah sana biarlah kukatakan padamu
bahwa labirin dalam tubuhmu dan kekekalan dalam pikirmu telah memusnahkan
sebagian rasa yang belum terkoyak itu
jentikanjarimujentikanjarimu
dan bertepuk tanganlah!!!!

17.
Malam semakin larut, ini adalah hari ulang tahunku yang ke-25. Aku memasuki
kamarku, beribu-ribu ingatan muncul begitu saja dalam benakku. Terutama visi-
visiku tentang tubuh.
Otak : Don’t think with it, if not in cognition case…
Mata kanan : I’m just The Eyes of The Universe
Mata kiri : The eyes couldn’t see
Hidung : For sucking some smokes
Mulut : I like talking, kissing, licking some problems, orgasms
Telinga: Accessories…
Tangan Kanan : Fucking, touch every moment
Tangan Kiri : Keep the universe, keep the ass of every guy who wants to kill
you
Tulang Rusuk : Complete
Susu : Life interesting, piercing
Perut : Not for food but love, Girls interrupted
Pusar : Mom’s memories
Penis : I’m the king of Masturbations, no one more gets up alive without
elephant
Kantung penis : A bag of golds, riches, snacks, proteins, minerals, vitamins,
cockroaches, snakes, papers, tints, hopes, marias, thanks for your attentions,
would You marry me, bitch, gods!!!

173
Lutut : Premix, premium, super TT ’99, Solars, jelantah oils, keletik oils,
& more oils like your safety oils…
Mata kaki : see what you see, get what you get, run what you fuck, suck what
you tell, hide what you done!
Kaki-kaki-kaki: run, shut, run, sit, run, shit, run, cake, run, cake, walk, pie, shoot,
run, die, run, tire, fire, wire, draw, priiiiiiiiiiiiiiiiiiiit..........!

18.
Di dalam ketidak tahuanku muncul sebentuk genggaman kasar yang kumengerti
sebagai ilham dari luar kehidupan kasarku.
Dunia yang keluar, membentuk pola-pola teratur dari berbagai bentuk yang
terkombinasi.
Aku yakin hidup adalah sebuah kebetulan yang terencana. Kujalani hidup
semauku.
Berjalan dalam alam nyata yang seimbang dengan alam khayal.
Kusadari sepenuhnya bahwa kematian bukan untuk ditakuti. Bahkan kutunggu
sebab misteri akan terpecahkan setelah aku mati.
Dunia yang keluar, kini sedang kumasuki, kupetualangi.
Aku masih dalam dunia nyata tapi aku juga masih dalam dunia khayal. (to feel
orgasm)

19.
Memanusiakan Samantha sebenarnya sama dengan memanusiakan Enny Arrow.
Yang kurebut hanyalah sebagian keindahannya. Ceritanya jadi sangat janggal. Dan
selebihnya jadi tak lebih dari hanya sekedar menceritakan pelacur biasa. Tak ada
lagi kedalaman tarian kematian yang dia persembahkan untuk Joey. Tak ada lagi
cinta yang digambarkan dengan melecutkan vagina di atas pusara. Tak ada lagi
puisi-puisi yang menggetarkan jiwa. Yang terlontar hanyalah prosa-prosa jelek,
roman picisan, cerpen standar dengan seting-seting membosankan; lampu redup,
kamar kosong, jalanan sepi, udara sore berbau tanah sehabis hujan dan lain-lain.
Tapi aku tak bisa tidak untuk memanusiakan Samantha sebab dia berhak untuk
hidup normal dengan keluarga bahagia normatif.
Itu berarti tak bisa tidak akan menjadi prosa umum. Itu berarti intimidasiku cukup
sampai disini, Samantha sudah bebas sekarang.

174
Ritualitas pembebasan Samantha kumulai dan kuakhiri dengan tarian kematian
yang pernah dilakukannya dan membakar berkas Samantha Story yang masih
tersisa, yaitu Babak I. Dan Babak II. beserta salinan-salinannya dan disket-disket
berisi data-data hidup Samantha.
Haruskah kuucapkan “Selamat Tinggal!” padanya? Tentu saja tidak, sebab aku
yakin akan bertemu lagi dengannya dalam fiksi-fiksi berikutnya di Episode IV.

20.
Sebuah surat terlontar:
Cahaya dalam tubuhmu mengantarkan sebuah seriosa yang tak hentinya meninju-
ninju tubuhku. Inikah kelelahan, kelelahan yang sekian kali kau ratapi dalam
tidurmu?
Kau mengigau, mengatakan diam pada semua kelam.
Wahai sahabat anggunku,
Aku telah tak bermakna bila kau ungkap semua kerisauanmu.
Aku telah tak bernama bila kau terlelap.
Hadirlah kau dalam setiap detik di detakku. Kuncuplah kelopak binarku yang
kusadari sebagai paranoid.
Ya…, aku gila dalam dekap bersama seiring kelemahan. Kecenderungan untuk
bunuhdiriku mengandung seorang raksasa dalam kerinduan. Sang Janin meratapi
ibunya yang kesepian dalam duka.
Sudahlah, sahabat indahku!
Anugerah Tuhan yang kau kandung bukan untuk kau sesali, tetapi untuk kau
dandani menjadi buah cinta dalam dukamu. Kau sedang mengandung raksasa
cinta, kau tahu? Tak peduli siapa ayahnya, aku akan berbangga hati menjadi
“bapak”-nya. Bahkan Tuhan pun akan berbaik hati menjadi Sang Pengurus untuk
janinmu yang akan lahir.
Sudahlah, sahabat cantikku!
Aku sudah kehabisan kata untuk membendung tangismu. Biarlah…
Biarlah ia tetap begitu sebab ia harus begitu adanya.

21.
Ayam betina tak punya pengharapan! Tak ada lagi telur yang diproduksi. Ayam-

175
ayam jago tua meninggalkannya, mencari ayam betina yang lebih muda. Berebut,
beradu taji dengan ayam-ayam jago yang lebih muda dan emosi masih membara-
bara.
Ayam betina tua yang mengenaskan, jelek, keriput, sakit-sakitan. Tapi bukan
begitu yang dilihat si pemuda tampan, bukan itu.
Si ayam betina tua itu kaya raya, sebentar lagi mati. Bukankah sebuah
keberuntungan yang tak diduga, kawan?
Bukan sebuah kepasrahan yang diantarkan si pemuda tampan. Bukan sebuah
kepasrahan pula yang diantarkan si ayam betina tua. Mereka saling menyedot
darah satu sama lain. Darah muda di satu pihak. Darah uang di pihak lain.
Begitulah cara mereka berbagi cintanya (atau sebuah penipuan yang manis dan
menyegarkan?) dalam apartemen itu.
Tapi bagaimanapun, si darah keriput berkokok itu telah membuat si tikus kecil
tampan berperang dengan nuraninya.
“Aku bukan gigolo, aku bukan pejantan, aku bukan pelacur! Aku hanya
kehilangan beberapa detik dalam hidupku untuk kuhabiskan dengan wanita tua
tolol itu. Uang hanyalah konsekwensi logis berikutnya, Goblok! Mau tidak mau
harus kuterima. Ini bukan uang kotor. Dengan ini aku bisa mengajak pacarku
kencan, jalan-jalan, beli pulsa, nonton dan beli sepatu baru. Ditambah lagi aku
perlu sekali untuk meng- up grade komputer tua sialanku, yang sudah ingin
kubakar dari dulu. Hanya kehilangan beberapa detik!”
“Ya, beberapa detik yang apabila direntangkan bisa menjadi berjam-jam,
direntang lebih kuat lagi bisa jadi berhari-hari. Dalam hari-hari itu kau tak
ubahnya gigolo yang mengenaskan. Dalam matamu hanya tergambar lambang-
lambang mata uang. Bodoh!”
“Tapi ini bukan urusanmu. Apapun yang terjadi, toh aku tetap senang!”
“Ya, terserahlah, tapi jangan pernah menyesal dan rasakan akibatnya nanti, Gigolo
Beracun! Kau belum tahu saja apa yang akan terjadi nanti. Kau akan senang?”
“Berisik, pergi dari sini! Namamu saja nurani, definisi senang saja sudah salah
kaprah ditafsirkan. Bodoh benar! Tak tahukah kau, tanpa ini hidupku hampa?
Money is everything.”
Itu dulu, sekarang apa boleh buat! Nurani hanya bisa tersenyum getir, tak sanggup
menolong si pemuda tampan untuk mempertahankan gelar ketampanannya.
Namannya jadi si tikus kecil lumpuh tanpa daya. Sepatunya sendiri telah menimpa

176
kepalanya dengan telak. Tinggallah dia sendiri, menyesal, meratap-ratap, berharap
masa lalu itu tidak pernah ada.

22.
Tarian hujan yang kupersembahkan tadi siang hanyalah ingatan-ingatan tentang
seberapa jauh kemurkaan yang sudah kukandung dan kupendam selama tahun-
tahun terakhir ini.
Ingatan-ingatan itu, asal kau tahu saja tiba-tiba menyeruak begitu saja. Kupikir
semacam pengulangan tentang orang-orang yang pernah hadir di masa lalu lantas
muncul kembali dalam tubuh-tubuh yang baru.
Aku sadar betul bahwa hal ini adalah konsekuensi dari konsep singularitas yang
pernah kupercaya.
Aku tidak sedang membuat penjelasan logis dari deja vu. Tapi sedang
mengadakan semacam simulasi tentang kejadian-kejadian yang tak kusadari
penuh pernah terjadi di masa lalu entah kapan.
Sebagai satu contoh; tentang mata seorang gadis yang sejak tadi menyorot terus
padaku di kafe ini. Sorot mata itu kukenal betul meski aku tidak tahu siapa gadis
itu. Gadis yang mungkin pernah kukenal di ribuan tahun yang lalu entah dimana.
Aku memang sudah hidup jutaan tahun yang lalu dan entah telah berapa ratus ribu
kali bertransformasi dan be-reinkarnasi ke ratusan ribu dunia paralel dengan kadar
ingatan yang sangat minim tentang dunia yang ditinggalkan lantas memulai
ingatan baru di dunia paralel berikutnya. Aku tidak mengingatnya sebab di dunia-
dunia sebelum ini aku belum mencapai kesadaran tinggi seperti sekarang.
Mungkin di dunia paralel berikutnya aku akan dilahirkan dalam keadaan
mengingat penuh dunia yang kupijak sekarang sebab aku telah mencapai sebuah
kesadaran tinggi dan pengetahuan yang tak terbatas tentang spiritualitas maha adi
kesadaran.

23.
Potret Diri
Kekeringan menjaga musim untuk tetap berharap pada keinginan
yang lalu. Dan tanpa sadar aku terus mengikuti semua
pertunjukan yang Tuhan buat. Sudahlah, sedang persiapan

177
menuju kematian telah begitu matang. Hai, mata jalang!
Bukankah kita hanyut dalam kubangan kehampaan hanyalah
untuk mempertajam khayalan akan surga dan keyakinan? Ha...
ha... ha.... Kau selalu tertawa sementara laci dalam lemari
kacamu membikgong (niatnya mengembik tapi yang keluar dari
mulutnya malah gonggongan) seperti kambing kerasukan ruh
anjing. Lihat saudaraku! Kemantapan langkahmu membuatku
terpuruk dan bertanya akan keberadaan Tuhan. Bukankah Tuhan
Perkasa? Bukankah Tuhan bertanya apa kita siap menerima
ketidakhadiran Dia? Ah.... saudaraku aku terus membaca dalam
keheningan mataku dalam tertutup. Dan ketika kubuka mataku
aku tertohok kedalaman pikir gilamu. Kau tahu? Tentu saja
kawan, saudara, sahabat, bapak, anjing atau entah, iya toh? Dan
aku berhasil meneriakan “Tuhan...!” dihadapan separuh kepala
setiap kata-kata kepala. Kepala... kepala... kepala... kepada siapa
kau akan berteriak menohok setiap jantung hingga
menghentikan detaknya, sementara bunuh diri sudah menjadi
begitu tabu untuk diungkapkan secara telanjang. Tuhan, untuk
ini, Kaulah sahabat sejatiku, ketika semua telinga bahkan telinga
rokok 234 filter dan lucky strike filter ku, yang sudah berabad-
abad menjadi anjing setiaku, pun sudah kehilangan
pendengaran. Paris, Bandung, Jogja, Cianjur atau sebuah kota
kecil di Grenada atau apapun atau entahlah....! Dimanakah
bokongku akan terus dingin terduduk di atas pusaramu?...........
O, H atau S atau terbang atau vampire atau kaya, Ah.... apakah
selalu menghantui sifat Ketuhanan yang ada pada ujung jempol
kakiku atau pada tali pusar yang tertinggal dalam rahim ibuku.
“Tuhan...!” kembali aku berteriak panjang hingga sang detik
mematahkan jarumnya sendiri. “Gairahku untuk bercinta
denganmu semakin memuncak.” Normalkah Bisexkah
Lesbiankah Gaykah Oedipuskah Electrakah Anjingkah Gayakah
Trendkah Posmokah Existensikah Popkah. S selalu menghantui
setiap kata yang terucap meluncur dari daging-daging yang

178
robek dan berteriak, “Tuhan, setiap memanggil namamu aku
selalu terangsang....!” Saudaraku!
(Mampus lu... gak bisa baca bagian ini!!!)

24. Sedikit Flash Back Mengenai Ingatan2 Cerio Dari Masa Lalu Bersama
Termina Yang Mengerikan Itu Dalam Beberapa Fragmen…

Terjebak Dalam Geliat Gergaji Anjing


Hal terbaik yang pernah bisa kulakukan adalah memanggilnya Ratu. Saat- saat
seperti itulah yang biasanya membuat wanita itu diam. Diam dari segala teriakan
mengerikan yang selalu nyaris membuat kupingku berdenyut-denyut bahkan
nyaris tuli.
Oh Tuhan! Sayang, ratuku… kau mau secangkir anggur segar? Anggur ini akan
segera menyegarkanmu, menyegarkan benakmu dari keinginan-keinginan
purbamu.
Lantas seteguk-demi-seteguk anggur itu diminumnya, menyeruak dalam perutnya,
dihisap usus halusnya, menyerap dalam darah, menuju jantung, diantarkan ke
otak, maka perintah senyum dari otaknya membuat bibirnya melebar, tersenyum,
menggantikan teriakan-teriakan gilanya.
Tenang, sayang, tenang ratuku, tahan senyummu, tahan sampai disitu, jangan
kurangi lagi, ya, ya, great, benar teruslah begitu…
Lalu tawanya meledak, merangkulku dengan erat, sangat lekat, penuh tenaga,
membuatku hampir tak bisa bernafas.
Bagus ratuku… bagus…
Bicaraku tersentak berlarian berkejaran dengan nafas tertahanku, tersengal sambil
terus berucap…
Ya, ratuku, ya, maksudku memang yang ini … senyum yang ini, tawa yang ini,
ayo, teruslah…
Dan jangan ingatkan akan teriakannya… jangan pernah ada kata teriak
mengumandang lagi dalam telinganya, butuh waktu berjam-jam untuk
menghentikannya lagi, membuatnya tersenyum, membuatnya berhenti dan
melupakan kesakitannya, kesakitan akan rindu terhadap segala hal yang
menyelubungi otaknya, awan-awan kelabu…

179
Terhalang Dua Gumpal Awan Hitam
Ratuku, mulai saat ini aku akan meninggalkanmu, tampaknya aku sudah muak
dengan segala tingkah keratuanmu, selamat tinggal!
Beranikah aku berkata seperti itu pada wanita itu. Siapkah aku menerima teriakan
terakhirnya dan pasti paling keras? Bukankah aku harus siap agar segala
intervensinya untuk diriku memudar hingga hilang?
Sudahlah ratu, jangan bersedih, aku bukannya muak, tetapi ada beberapa hal yang
harus aku kerjakan diluar sana.
Akankah seperti itu jadinya? Atau seperti ini, seperti yang kuharapkan…
Terimakasih, Ratuku, mudah-mudahan ini adalah hal terbaik untuk kita berdua
bila aku pergi dari sini. Jaga dirimu baik-baik, Ratuku!
Ah… aku muak memikirkan bahkan hanya untuk terlepas darinya. Tapi memang
harus kuakui bahwa hal terbaik yang bisa kulakukan adalah memanggilnya Ratu.

Bergeser Pada Wilayah Lain


Pagi hari kami bangun bersama, memanaskan air, menyeduh kopi, duduk di
beranda belakang dekat kebun mungil yang kami bangun dengan penuh kasih
sayang. Dia menyalakan sebatang rokok sambil melihat kearah kebun,
memberikannya padaku, kuhisap dalam-dalam, kesegaran pertama di pagi hari itu
menyeruak melepas uap dari paru-paruku yang mengembun pada beberapa
ingatan masa kecil kita berdua. Lantas dia menyalakan rokok lagi untuknya
sendiri. Kami meminjam beberapa roman Edi Suhendro untuk suasana pagi hari.
Tak ada hiruk pikuk sebab belakang rumah kami jauh dari jalan. Rumah kami
besar panjang berhalaman luas, tampaknya sulit bahkan suara klakson pun untuk
mencapai telinga kami di beranda belakang. Anak-anak kami, kami belum punya
anak, ah ya, mungkin dalam khayalan kami, kami melihat anak-anak kami
berlarian memegang selang air bermain menyiram pot-pot bunga dan rerumputan,
riang, seriang masa kecil kami dalam asuhan nenek yang sudah meninggal saat
kami masih di SMP.
Apakah kau berharap untuk mempunyai anak Ratuku? Seperti juga yang sangat
kuharapkan.
Ya, Tuhan aku kelepasan berbicara begitu padanya. Seharusnya hal itu adalah
awal pembicaraan yang paling buruk di pagi seindah ini karena seperti kuketahui

180
dan kualami sebelumnya pertanyaan sejenis itu akan merusak hari, apalagi pagi
maka akan seharian penuh ini dia akan kembali berteriak histeris dan akan
berhenti jika aku memberinya bergelas-gelas anggur.
Astaga Ratuku, maafkan aku. Kumohon berhenti berteriak, please… sebentar,
tunggu sebentar, akan kuambil anggurnya…
Lantas aku berlari kearah bar di ruang tengah rumah kami mencari sebotol anggur
terbaik yang kami punya. Astaga, aku lupa kalau persediaan anggur kami untuk
bulan ini sudah habis. Aku tidak mampu lagi berbelanja sebab sudah 3 bulan
terakhir ini gajiku belum dibayar juga. Aku sering bolos bekerja semenjak wanita
ini jadi sering berteriak menjadi-jadi. Ya… aku harus menjaganya, menjaganya
dari kematian yang selalu mendekati tubuhnya. Tak ada yang bisa kulakukan
sekarang selain mendengarkan teriakannya di beranda belakang dan berpikir
bagaimana mencegah kematian untuk pergi jauh-jauh dari tubuhnya…

Chapter Eighteen
Niskala’s Psychedelic Solitude (A Tribute to Gateauxlotjo’s Remembrall)
-remix-

mencuri roti kadaluwarsa di supermarket terkutuk


(oh, ibu peradaban apa yang membuatku menjadi seorang pencuri)

setidaknya itulah yang kami dengar di pagi ini


dari teriakan Ugoran yang semakin Melancholic Bitch pada malam-malam
serunya di Jogja

Gateauxlotjo memulai remix nya dengan scratching William S. Burrough di tahun

181
1943 pada Rembang pagi
dan hembusan angin barat serta senyum sumringah para soul surfer di Ombak
Barat yang manis
atau Pantai Bandulu yang mengusirku dua tahun lalu dengan sundutan rokok Dji
Sam Soe pada sikutku
hingga membekaskan luka bakar tentang ingatan pada kulit Ayumi yang hitam
sempurna
karena matahari yang tak juga reda memancarkan serangan ultra-ungu pada
bagian-bagian lemah tubuhnya
saat Jack Kerouac meminang beat generation dengan On The Road dan mesin tik
dan kertas-kertas panjang
dan Cobain si anak muda spektakuler hidup lagi dalam buku-buku tua di lemari
tanpa kaca Gateauxlotjo

maka Niskala dan marijuana fantasinya mengobrak-abrik Jorge Luis Borges yang
humoris
dengan ketulusan seseorang yang berprofesi borgessian
seperti aku yang terasuki Jim di tengah bising seperti dia yang terasuki Janis di
tengah hening
yang pernah bermain di tepian-tepian ingatan dan tak lagi diingatnya sebab
terinterupsi deritan pintu
ingatan terperih dari serpih murka ingatan tangis dari serpih durja ingatan perang
dari serpih tinja
meski kesucian pernikahan di dalam bath thub marmer pernah kami jalani dengan
sangat tertatih
pada hotel chelsea tempat Warhol dipuja dengan serbuan asap dupa dan lukisan
naif Basquiat
yang kutiru dengan coretan spidol merah hitam pada poster pameran Nandang
Gawe di papan-papan promosi
saat Bandung masih diwarnai darah-darah riang para performance artist yang tak
pernah menamatkan kuliah seninya

lalu kami semedi di pedalaman Utopia rimbun dibentengi deretan pohon sempur
yang menjadi fosil

182
dengan ransel Eiger hijau yang membawa setengah hidupku di ketinggian lebih
dari 3000 meter di atas permukaan laut
dari pantai Rembang delirium vespertine nya yang memancarkan bau
selangkangan gadis 50ribu di persenggamaan darurat
sehingga terkadang hidungku protes dengan megap-megap karena polip ku yang
membengkak tujuh tahun lalu

ditandai antrian panjang truk-truk container sepi sepanjang jalan besar Daendels
karena mesinnya tak lagi menyala
karena negara tak lagi mampu mengatasi banjir pantura
dengan tatapan para supir yang beruntung bila terjebak macet
tepat di depan sebuah warung remang tempat para gadis pantura bersemayam
bau selangkangannya berbaur dengan aroma laut yang menyengat
dan ikan-ikan asin yang sedang dijemur sepanjang jalan pinggir pantai
kehilangan kesempatan menikmati senja pantai Sawarna di selatan pada daerah
kekuasaan Ratu Kidul
atau sunrise suci di puncak Gunung Padang diantara tumpukan batu-batu gamelan
dari zaman megalitik
atau perjalanan pantai yang benar-benar menggairahkan dengan senyum ayahnya
menghiasi sunset
dan benang-benang pancing yang tersangkut besi-besi dermaga
tak seperti ingatanku setahun lalu saat terpanggang teriknya pantai Seminyak-
DoubleSix-Kuta

atau saat Sanur menjadi sepi karena bom kedua meledak menghancurkan headline
naiknya harga minyak
dan memboikot para kawan bermegaphone di bawah jembatan layang Paspati
saat waktu jadi kadaluwarsa seperti roti yang kucuri di supermarket terkutuk itu...

say farewell to bandung


meski Bono mengulang-ulang nama kota seperti New Orleans London Belfast
atau Berlin
di halaman hijau ibu angkatku di Nyuh Kuning Ubud
serta lukisan pensil wanita bule cantik ayah angkatku di Ubud Raya

183
ketika senyumnya meredakan tangisan rindu di malam rabu sakral berbau
kemenyan putih

is everyboy in? is everybody in? is everybody in?


dan mantra-mantra dari para dukun sakti di kaki Gunung Gede
yang memberiku tongkat pejalan dari kayu kaboa serta batu wulung anti pestol
peluru emas warisan Si Jiih
dan inkarnasi Buddha pada tubuhku yang tak lagi lekang kebebasan
seperti ketika penari aquarius itu nyaris kunikahi sebab erangannya tak mampu
kubendung
atau kitab-kitab kuning yang menelusup riang di setiap bagian permohonan para
kiayi bergundik semarak
dan kidung agung luntur bersama tangisannya...tangisan gereja yang dipalsukan
Konstantin si cerdas berotak panjang

say farewell to depok


seperti ketika bulan dibelah Muhammad pemuda ganteng dari padang pasir
Hadarac
yang ditemukan Neil Armstrong pada video rekaan Hollywood agar Rusia tak lagi
jaya
atau Laut Tengah dibelah letusan Gunung Thera yang disembunyikan sejarah
dan Musa menyeberangkan para konspirator sinting
yang memporak-porandakan Aceh dan Sidoardjo dan SUNDA ISLANDS
serta delirium ATLANTIS, meringis
saat Great Wizard merayu Adam dengan jebakan khuldi suci yang terkontaminasi
ambrosia
serta ramuan rahasia yang tak pernah dibuka kemasannya meski tanggal di
bungkusnya telah lewat ribuan tahun lalu
yang disusupkan begitu saja saat ingatannya lengah
sebab selangkangan Eve lebih banal dan libidinal dibanding Lilith si binal perayu
sexy
yang sudah ditolak dari sejak pertama kali ditawarkan
lalu eden menghilang...bersama koak Bird of Prey berwarna hitam kelam
dan parade kucing-kucing bermata kamera menyala

184
dan harus hancur 5 tahun lagi sebab para penciptanya menjadi animis pemuja
anime atau Naruto
say farewell to Java Land yang menjadi Java Sea
say farewell to Sundaland yang menjadi terbalik pada Sunda Islands
gara-gara kebodohan Plato membaca peta di Timeaus dan Critias
mengundang intimacy para sufi dan sofi serta pembantaian dukun santet di
Selatan
pada tongkat sihir The Death yang nyaris direbut Dia-Yang-Namanya-Tak-Boleh-
Disebut
seperti yang dikatakan Rowling pada testamen nya "The Deathly Hallows"
hail hail to the president of The Republic of Idiotnesia Raya
lalu kaki Nas tertembak dan anaknya mati suci bersama pelukan kuat Ade Irawan
lalu Karno tenggelam lalu Harto mati lalu Gateauxlotjo mengakhirinya dengan
Seni Membunuh Koruptor
pada malam kebesarannya di pesta Kudus pada buih-buih beer dan anggur asam
dalam piala emas

salute to Gateauxlotjo salute to Gateauxlotjo salute to Gateauxlotjo

Niskala penyairnya membentangkan tangan memeluk erat pagi hari dengan


senyum tertunda
"ayo kita menulis novel bersama"

aku mengingatnya pada pertemuan pertamaku dengannya pada dingin malam hari
kota bandung
seusai pertunjukan herry dim "Puitika Sampah" di salah satu sudut gelap cafe
terminus ccf bandung
dengan kesegaran kopi hitam yang untuk pertama kalinya kupesan.

aku mengingatnya pada pertemuan keduaku dengannya pada sesak kereta


ekonomi kahuripan menuju jogja
seusai pertengkaran hebatku dengan salah seorang kekasih manja yang memintaku
untuk tetap tinggal di bandung
dengan sebatang gudang garam filter tengik dan omelan-omelan panjangku yang

185
di dengarnya dengan sabar

aku mengingatnya pada pertemuan ketigaku dengannya pada panasnya jogja yang
asing
seusai pertujukan puisi pertamaku di viavia cafe yang gagal di hantam masalah
teknis
dengan sejilid buku Jorge Luis Borges yang menjadi kitab suci alternatifku

aku mengingatnya pada pertemuan keempatku dengannya pada sombongnya


depok dan kantin sastra UI
seusai persenggamaan galauku dengan salah seorang kekasih yang nyaris direbut
gitaris pembawa bencana berbibir sombong
dengan sejumput kenangan parau yang dicobateriakan kembali melalui toa-toa
butut peninggalan reformasi

aku mengingatnya pada pertemuan kelimaku dengannya pada romantisme ubud


dan hutan monyet
seusai openmike flava lounge yang tak lagi menjadikanku idola rabu malam tak
seperti malam-malam sebelumnya
dengan sejumlah foto yang kupajang lekat di setiap folder visualku yang diambil
kamera digital ibu angkatku

aku mengingatnya pada pertemuan keenamku dengannya pada jalan-jalan kota


rembang yang lengang dan mendung berbau laut
seusai keputusanku untuk selibat yang kulakukan dengan tergesa sebab tak ada
lagi sperma yang tersisa
dengan sekantong tulisan yang kujejalkan pada flashdisk biru pemberian kakakku
aku mengingatnya pada pertemuan ketujuhku dengannya pada rumah-rumah tua
kota cina kuno lasem
seusai keputusanku menulis novel bareng dengannya yang disusun rapi pada
sebuah kalimat pertama dan kegilaan-kegilaan sastra
dengan semangkuk candu yang disuguhkan seorang nenek tua berambut putih
berbahasa bunga dan syairsyair cina

186
aku mengingat ratusan pertemuanku dengannya selama 9 tahun pada kecerahan
kota fantasi yang kami bangun dulu
seusai melihat senyum androginnya yang tulus dan dipenuhi literatur-literatur
yang akan membuat komunitas-komunitas sastra terhenyak
dengan ribuan ingatan bersama ratusan kekasih dan 3 delirium ingatannya pada
Warhol, Cobain dan Miller

serta konser bjork yang sengaja kami lewatkan dan akan kami sesali seumur hidup

aku akan menyesali hidupku setiap detik bila tak pernah mengenal lelaki bernama
Gateauxlotjo ini

dan aku tahu di usia rentaku, aku takkan mengingat apapun kecuali ingatan-
ingatan bersama lelaki ini

Chapter Nineteen
Optimistic and Other Stories
(Tentang 7 Orang Anak Muda Yang Selama Ini Dicurigai Sebagai Para Pencipta
Novel EPISODE IV dan Seorang Lagi Sebagai Editornya)

Optimistic
(Melankolia pantat dan ingatan ke-100 Thom Yorke)
P tiba-tiba datang ketika A menghantui gairah ke-6 pemuda itu. I bersenandung
dengan
kumis sexy-nya sambil menuliskan nama seorang gadis dengan huruf kapital di
langit-langit benaknya. B menghembuskan nafas, menerbangkan satu huruf dari
nama gadis yang ditulis I, sambil mengocok mulutnya dengan Beer Bintang yang

187
sudah ribuan tahun tidak menyentuh bibir nakalnya. J mengguratkan kerajaan
cahayanya dibalik jaketnya – yang selalu melindungi dia dari tatapan rindu para
gadis – sambil mengendus bau yang terlontar dari mulut B dan S. Saat itu S
sedang meneguk beer traktiran tanpa sedikitpun menghentikan rayuannya yang
ditujukan pada gadis yang ditulis I. F hanya memandang gadis itu, membuka
catatannya, menulis laporan jurnalistik tentang mata gadis itu, menyerahkannya
pada E, manggut-manggut, tersenyum sepi ke arah I. E meraih Lucky Strike
kesayangannya yang berada di sebelah Franz–boneka anjing laut berwarna putih
yang dia beli saat merindukan hantu-hantu berkerudung-sambil membuka catatan
jurnalistik yang diserahkan F, membacanya dengan serius, asap mengepul dari
hisapan keberuntungannya yang pertama. Aktifitas terhenti, tanpa suara, tanpa
bicara. Sepertinya semua sudah jelas bagi mereka.
Aku membuka sabuk, kupelorotkan celanaku berikut dengan celana dalamnya.
Ada tanda (+) berwarna merah menutupi lubang pantatku. P tertawa. A menjerit.
Aku terus menari. Lagu Optimistic terus terlantun dari TV di kafe itu. Semuanya
sudah semakin jelas, sepertinya! E ikut bernyanyi sambil merangkul P dengan
mesranya, "...if you try the best you can... if you try the best you can... the best
you can is good enough...!"
S dan B cemburu, tambah lagi satu botol!

Photo-photo P dan proposal pengajuannya.


P datang. E memandangi photonya. S mengelak. B memalingkan muka ke arah I
sambil seolah-olah berkata, “Cantik lho!” J masih sibuk di kampus, tanpa kabar. F
menghitung elakan S. A memijat kepala S, sepertinya itu yang sedang
dibayangkan S. P pulang. E memasukan photonya ke dalam dompet Versace-nya.
Anak-anak kembali merebah, kembali menuliskan nama seorang gadis dengan
huruf kapital di langit-langit benaknya.
E memandangi beberapa photo P, memasangkannya di album, disebelah drawing
Iwan R. Ismael, postcard lukisan kumis Kahlo, gambar sampul belakang CD
album Amnesiac, Radiohead. P lah yang paling cantik di halaman itu. E
memperlihatkannya pada anak-anak.
Aku : “Narsis!” (sambil terus membulatkan asap rokokku)

188
F : “Dahsyat, Man!”
I : “Serius itu!”
B : “Kamu beruntung!”
S : “Saya cemburu!” (lalu pergi)
E : “Kalian sudah lelah ya dengan posmo?”
B : “Bukan begitu, tapi kamu beruntung!” (sambil memandang I)
I : (dengan sangat bijak) “Aku pikir ini sangat serius!” (aku yakin I menulis
nama gadis lain di benaknya) “Strange little girl…”
Ada seorang seniman berjalan melewati meja tempat kami berkumpul sambil
seolah-olah berkata, “Obrolan apa ini?”

Dari catatan sebelum tidur P.


Pagi.
Dapatkah kubelai angin di kamar mandi?
Aku membayangkan wajahnya.
Dia menulis Episode IV seolah mabuk.
Apakah Samantha itu diriku?
Aku harus ke Body Shop, beli parfum baru.
Seperti biasa mataku lelah.
Omlet menghentikan teriakan-teriakan.
Siang.
Ujian belum dimulai.
Bis kota memberiku waktu membaca cerpennya.
Aku ngantuk.
Dia lagi ngapain ya?
Angin menghembus jendela, keras sekali.
Seseorang berteriak minta tolong.
Sore.
Dia menunggu.
Aku bercerita padanya tentang pagi dan siang kecuali tentang dia.
Dia memandangi photoku, takjub!
Malam.
Nyokap ngerespon intuisiku.
Aku menatap wajahnya di antara siluet lagu-lagu Titi D.J.

189
Kantuk menyerang.
Buku merahnya kubuka.
Apakah Samantha itu aku?
Shubuh, adzan, pulas.
Photoku terdampar di pasir putih pulau tanpa penghuni.

Dari buku harian A.


(tanpa tanggal dan tempat)
Who’s that guy? Dari tadi dia menatapku. Aku selalu melihatnya tiap hari disini.
Kuncen atau staff? Atau kursus? Entahlah!
Ujianku sukses, mungkin bakalan dapet A.
Cowokku belum juga nelpon, sialan!
Aku kangen someone di jkt. Lagi ngapain yah?
Hi, lg ngapain? Miss u!
Gw terpuruk!
Napa say?
I need some helps
How can I help u? chat?
Yup,mIRC, dalnet, jakarta jam 9 malam nanti. Gw tunggu nick gw ^lara^
Ok, nick gw ^helper^
Aku harus masuk!
Dosennya boring.
Gambar-gambar wajahnya.
Who’s that guy?
Who’s that guy?
Who’s that guy? La…la…la…
F melamun. S jorok. J merenung. I tersenyum. B meringis. E memegang tangan P.
Aku menuliskan mereka. A…? Ngapain ya? Ini selembar catatan hariannya,
terlepas dan sedang kupegang.

Kejutan-kejutan ulang tahun dan pertobatan kedua.


Jeritan itu berbunyi sangat nyaring. Semua mata sontak tertuju ke arah sumber
suara. Kecuali mata ke-enam pendekar. Mereka sedang membicarakan kerajaan
cahaya J. S sedang mengemukakan pendapat malu-malunya tentang P. F akan

190
sangat merespon bila gadis itu bernama A. E terdiam sungkan, tidak enak dan
sedikit bangga. I memandang J. B mendengarkan S sambil ngobrol serius dengan
I. J sedang bersemedi dengan alam pikirannya. “Serius sekali mereka!” pikirku.
Aku melirik E terus menerus sebab dia kelihatan salah tingkah sekali, mungkin
sedang menunggu P datang. Sebab hanya dengan kedatangan P-lah maka
pembicaraan mereka tentang P akan berhenti.
Lalu B membuka pembicaraan baru tentang aura-aura. “Saat itu,” katanya,
“warna-warna orang berbeda-beda dan akan membentuk sekuel yang bagus.”
P datang, akhirnya! E terlihat sangat senang. Aku merogoh saku, menyodorkan
korek pada S yang sekarang terlihat salah tingkah semenjak kedatangan P. B
masih meyakinkan J dan kerajaan cahayanya tentang aura-aura yang dia lihat saat
setelah menghisap ganja. F tertarik. A datang. “Ya Tuhan!” Hampir semuanya
bilang kata itu dengan tertahan, kecuali P. Sebab dia cemburu. Sebab hampir
semuanya selalu salah menyebut namanya dengan nama A. Tipikal wajahnya
memang hampir mirip dan sama-sama berkacamata. Anehnya, F, si kuat kerja itu,
tiba-tiba pingsan. E, si tukang gosip, curiga! Jangan-jangan F cinta sama A. Lalu
E memeluk P yang jadi panik. A memesan minuman sebab dia sedang berulang
tahun dan merayakannya sendiri.

Berpindah rokok
(from Lucky Strike to 234 Filter, again!)
Pada akhirnya aku berpikir bahwa hal-hal itu bukan lagu ataupun soundtrack.
J menambahkan dua sendok gula ke dalam kopinya sambil menggerak-gerakan ke
lima jarinya dikepalanya. “Kita tidak melekat… kita tidak melekat…!” katanya. S
sedang pindahan kamar. Kamar kontrakannya yang dulu digusur pengadilan,
sengketa!
Bukan lagu sebab hanya lirik-lirik tanpa nada dan alat musik. Bukan sound track
sebab tidak ada film yang harus diiringinya. Kira-kira begitu yang dikatakan I
kemarin, seperti biasa, hal itu diungkapkan dengan analisa kritis dan nakalnya.
B bersimpati kepada S. E tidak sebab dia lebih bersimpati pada anak jalanan yang
belum tentu bisa makan dalam setiap harinya. P menyatakan kangennya pada S,
mungkin lebih karena keunikan S. E tidak cemburu. I baru datang, duduk dan
bersalaman kepada kita. “Biar kelihatan formal.” katanya selalu.
J tersenyum lalu meneguk kopinya, “Kita cair... kita cair...!” katanya.

191
E pergi ke toilet, bertemu A dengan tak diduga, kaget sebentar, tersenyum
canggung. A hanya melirik sebentar lalu berkata, “Kamu rokoknya ganti ya?”
Rupanya dia sempat memperhatikan juga.
“Mungkin!” jawab E.
A melengos pergi. E masuk ke toilet pria. F mengalunkan kakinya ke arah A.
Entah kapan F datang.
“Ini kusebut sebagai proses sinkron.” kata J tiba-tiba.
E datang lagi lalu membakar rokok barunya, 234 filter. “Sebenarnya aku dulu
selama 3 tahun merokok Djie Sam Soe filter. Lalu setelah itu berpindah ke Lucky
Strike selama 3 tahun hingga sekarang juga masih. Ini hanya semacam
bersnostalgia saja.” kata E cepat. P tersenyum. I dan B mencoba meralat kata
“nostalgia” yang menurut mereka tidak tepat.
F memandang A yang duduk di meja seberang bersama, mungkin, pacarnya. J
mencoba meyakinkan F, “Itu bukan pacarnya!”

Aura-aura dan gosip sore


Aura-aura ke-6 pemuda itu sepertinya sedang tidak bagus, murung. P dan A tidak
datang. Tak ada pembicaraan. I memelintirkan kumisnya. F memainkan
imajinasinya, menyamar menjadi tembok. S sedikit mengantuk, membuyarkan
fantasi F. J mengurut-ngurut keningnya, mengusap muka terus-menerus. B
merajut rambut gimbalnya yang belum terkunci. E membulat-bulatkan asap
rokoknya. Mereka semua menerawang hingga tiba-tiba A dan P datang bersamaan.
Hanya kebetulan datang bersamaan sebab tidak mungkin kalau sengaja bersama.
Tidak mungkin ke dua gadis itu akrab. Ke-6 pemuda terhenyak. Terawangan
mereka buyar seketika. Sesungging senyum merekah di sudut bibir mereka tanpa
disadari.
J dan F memesan kopi. A ke toilet. B memesan teh manis. E mencium pipi P. I
masuk ke perpustakaan. S menyalakan rokok sambil menghirup kopi punya J. Aku
duduk di meja yang berbeda.
F memandangi mata A. Aku menghampiri A dan duduk dihadapannya. B dan S
membicarakan mariyuana. Aku merayu A untuk duduk di meja bersama kita. I
datang membawa novel karya Milan Kundera. Aku dan A pindah meja. Kita
semua akhirnya berkumpul di satu meja besar di kafe itu. TV menayangkan acara
infotainment.

192
Sejenak suasana hening tidak ada yang memulai pembicaran. E mencoba
memulainya dengan topik bukunya Milan Kundera yang dibawa I, tapi malah
menjadi sebuah monolog karena hanya E yang sudah membacanya.
P bete, ada A disana. A bete, ada P disana. Suasana jadi kering lagi. J mencoba
membasahinya dengan mengajak kami semua bermeditasi sejenak. Setelah
meditasi, A bertanya kepada F tentang sejauh mana perkembangan novel yang
sedang mereka garap. F terkaget dan malah memandangi wajah A lekat-lekat,
takjub dan pasrah. E tertawa. Mereka semua tertawa. Suasana menjadi cair.
Mereka mulai berkomunikasi dan obrolan beralih menjadi gosip sore.

Nervous, kafein dan kalung gaul


“Aku tak bisa tidur tadi malam,” kata F, “kebanyakan minum kopi, sepertinya.”
Aku yakin bukan itu masalahnya. Wajah F seperti mengatakan dia kangen
seseorang, mungkin pacar barunya atau A?
B kelihatan agak salting duduk berdekatan dengan P. Lalu B berbicara dengan F
tentang pameran Wahyu Srikaryadi “EROS”. P hanya memandang E, tersenyum,
seolah mengatakan kata “sayang” dengan amat lugas. E menangkap hal itu. Aku
belum melihat pameran itu, aku hanya menulis. E meniup mata kalung P yang
berbentuk peluit kecil. Suara nyaring peluit mengumandang. Ayam-ayam ikut
kukuruyuk.
Semua orang di kafe itu sedang membicarakan Bandung Art Event (BAE).
Seorang pengamen datang bersamaan dengan kedatangan I yang sedang sakit
mata. “...separuh nafasku... terbang bersama dirimu...”
B memandang P masih dengan nervous-nya. E pergi ke toilet.
Berbagai kearifan muncul di sore itu, J datang menyembuhkan kelelahan F dengan
mentraktir segelas kopi. “Dia memang sudah layak menjadi nabi,” kata E, “salah
satu karakteristik nabi adalah selalu menjadi penyembuh, dari hal itulah maka para
nabi mendapat legitimasi dari para pengikutnya.”
Lalu E memesan kopi juga dan segelas teh manis untuk P, “te-in!”
“Kadang-kadang kopi bikin gue nervous lho!” kata B sedikit berbisik padaku.
“Itulah sebabnya kamu gak pesen kopi?”
“Ya, mungkin. Tapi sekarang gue nervous juga sebab ada dia.” Jawab B sambil
menunjuk P secara sembunyi-sembunyi.
“Jadi ada dua yang bikin kamu nervous, dia dan kafein?”

193
“Yup!”
S datang membawa kesegaran baru, Menanam Pepaya. Ada burung namanya
Cangkurileung, makanan favoritnya pepaya. Keunikan dari burung ini selalu
makan sambil berak. “Ada yang melihat Si Cantik?” S menanyakan A pada kami.
P membuang muka ketika pertanyaan itu terlontar. E tersenyum.
“Tidak!” jawab B.
“Berarti saya harus memesan kopi.” S mendatangi meja kasir.
Aku baru melihat bahwa J memakai kalung seperti tasbih di lehernya. Nabi dan
Gaul; “Nabi Gaul!”

Start Writing
“The beginning...
One of us is a delicious party guy. So we didn’t have any big deal because of it.
The End...”
I bercerita tentang prosedur penjualan newsletter dalam bis kota antar kampus. A
baru pulang dari bali membawa beberapa proposal produksi baju bikinan para
binan di Q-Bar Kuta Bali. F mengacaukan rencana E dengan memperlihatkan
sketsa Media Attack, Multi-Media Performance, dan berlari-lari sambil berganti
baju. J meneruskan melankolia-nya dengan berdebat hal yang itu-itu juga bersama
S. Beberapa teman A melihat E menulis sambil tertawa-tawa senang.
Satu botol Coca Cola tumpah, pecah, bertaburan. Photo P memandangi E dengan
serius dan senyum yang itu lagi, tetap seperti itu.
Seekor burung Cangkurileung mematuk-matuk pepaya masak bersamaan dengan
keluarnya kotoran dari lubang pantatnya, masih berwarna merah. Amin Rais terus
berteriak di TV di kafe itu, masih kafe yang sama. Seekor nyamuk menyedot
darahku, mati, ditepuk salah seorang teman A. B menghisap wacana rasta.

Kerak-kerak langit di sore itu


Selalu hanya pernah dua kali dia menatapku seperti itu.
“Affair isn’t good, but it’s so cool. Don’t push me to have an affair with you
‘cause i’ll be so happy!” kataku padanya.
Tapi dia tetap ngotot untuk mengajakku berselingkuh. Apa boleh buat! Tapi itu
kemarin sore.
Sore ini F datang dengan tergesa. Sepertinya baru selesai meliput berita. S

194
menyambut F dengan hangat.
“Ada apa setelah mati?” tanya F, retorik.
E datang tanpa P. S masih memalingkan muka. Lalu P datang menyusul E. P
menyapa S dengan hangat. Akhirnya S lebur dan kembali hangat.
“Aku muak!” kata E. “Nominal uang sekarang jadi sangat kecil.”
I baru keluar dari perpustakaan lalu ngajak main kartu ke S.
“Aku tidak suka main kartu!” kata E.
“Aku juga!” kata S tegas.
E memandang P. P mengajak I main sulap-sulapan kartu. F merebah di kursi.
Semua diam kira-kira 5 detik. J datang, terlihat 5 menit lebih muda. Pertanda baik!
Aku mendekati E. J mendekati F. P mendekati I. B mungkin sedang kencan
bersama A, sepertinya itu yang dikhawatirkan F dan S. S mendekati P dan sedikit
merajuk.
“No problem!” kata entah siapa, yang lewat di depan kami, pada temannya.
Langit sedikit cerah. B datang tanpa A. S dan F terlihat lega.
“Tadi aku ketemu dengan Si Cantik dan lantas dia minta ditemenin makan siang.”
Kata B, sepertinya dia tidak bohong.
S dan F setengah tidak percaya sambil menepuk kening, berbarengan.
“Sinkronisitas!” kata I.
Langit menjadi mendung. B meneruskan cerita tanpa merasa berdosa, “Memang
tidak dosa!”
E dan P pergi.

Lundy, Fastnet, Irish Sea


I want your side
Nowhere to run
This is not open
I look that sea
Don’t bother me
This is not open
You’re living in the fantasy
Aku merogoh keabadian. Mengungkap beberapa ide untuk masa datang. Lalu
menyerahkan semua itu pada tangan. Tapi itu kemarin.
Sore ini yang pertama duduk di meja itu adalah I. F menyusul lagu-lagu itu,

195
Idioteque, Army of Me dan Bird of Prey. S, B, J, E dan P-nya, dan ... “Si Cantik,
Men!” F tak sadar telah berteriak, membungkam mulutnya sendiri. “Ups!” kata S.
Bel telah berbunyi. Anak-anak mulai berdiskusi. Aku menyebutnya “anak-anak”
sebab mereka selalu menamakan dirinya Play Group. Mereka membicarakan,
entah untuk keberapa kalinya, novel yang sedang mereka garap. Dan, tentu saja,
wanita yang sedang kugarap.
Obrolan terhenti ketika tiba-tiba E pergi dengan wajah masam. P mengejarnya.
Entah apa yang sedang terjadi pada mereka, sepertinya ada masalah yang cukup
besar. Tapi aku tidak mau mencampuri urusan mereka, meski kata B, “God is just
for Sunday, Gossips is everyday!”
Dan pada kenyataannya obrolan beralih ke ngomongin E dan P. A memisahkan
diri. Aku menyusulnya. Sepertinya sekarang A yang cemburu. A memalingkan
mukanya padaku, memandang sunyi, unpredictable.
A tetap diam. Anak-anak terus bergosip. Aku menuliskan sorot mata A di dalam
tingkap ingatanku.

Chaos bukanlah masalah besar


Tiba-tiba satu amplop besar diserahkan kepadaku. Aku terkaget, dari A!
Kubuka amplop itu. A menyerahkan tulisan jauh sebelum deadline dan bahkan
anak-anak yang lain belum pada selesai nulis. Bahkan B belum menulis apa-apa.
Ada secarik surat kecil dalam amplop itu;
19 Agustus 2001
Maaf berat ya...
Kuliah gue terlalu padat semester ini.
Kalau ada pesen yang mau disampein, berdoa aja, mungkin gue bakal tiba-tiba
dateng nyamperin elo. HP gue belum bisa dihubungin siapa-siapa kecuali
keluarga gue.
Btw, terserah cerita ini mo’ diapain, yg penting gue udah nyampein ke elo
sebelum deadline, right?!
Oh iya... kalo masih berminat untuk ngebahas bareng-bareng yg lain, kasih tau
tempat & waktunya via doa ya...! Gue pasti denger kok.
Salam dan maaf sebesar-besarnya buat yang lain.
Wassalam
Kubuka tulisannya, kubaca, “Keren, Man!”

196
F penasaran, diambilnya halaman pertama, “Kupegang halaman pertamanya,
kubelai rambutnya!” Lalu dia mengambil semuanya, “Kupegang semuanya,
kupegang hatinya. Lembut tapi menusuk bagai jarum ke mataku!”
“Gila, gua juga gak nyangka!” kataku.
S datang, kuserahkan surat itu padanya, tapi tidak tulisannya, masih rahasia!
“Keren..., keren..., seolah chaos bukan lagi masalah besar!”

Harganya hanya seribu!


“Aku cemas, aku cemas!” kata I suatu sore, “aku takut terjadi sesuatu pada Si
Cantik. Dia gak pernah datang saat setiap kali kita kumpul.”
“Tenanglah!” kata E, “Dia kan sudah nulis surat buat kita agar kita gak cemas.”
“Gimana proyek novel kita?” kata E mengalihkan pembicaraan.
“Aku cemas, aku cemas. Deadline-nya terlalu cepat. Ini novel besar, proyek besar.
Aku tak ingin orang hanya menghargainya dengan uang seribu.”
“Seribu dolar sih tak apa!”
Sampai saat itu memang belum satupun dari ke-7 anak muda itu, kecuali A, yang
menyerahkan tulisan untuk mereka bikin novel. Novel absurd, kata mereka. P
tidak termasuk dalam “Play Group” itu. Gadis itu hanyalah sedang menjalin
hubungan serius dengan E.
Cantik memang, sempat membuat 5 anak lainnya terpesona. A tidak pernah
terlihat begitu cemburu meski kadang sebenarnya cemburu juga.
A cantik, berwajah mirip P.
A cool. P rame. A cerdas. P pintar. A kuliah arsitektur. P kedokteran gigi. Gigi A
rabbit. Gigi P bersih rata. A tidak mencintai E memang, meski kagum. P tidak
begitu mencintai E, meski kagum. Kekaguman P dan kekaguman A pada E
terletak pada titik-titik mirip.
E menurut istilah A adalah “possible adore”. E menurut istilah P adalah “possibly
adorable”.
Maksudnya, akupun tidak begitu mengerti. Aku hanyalah orang lain yang akan
meng-edit novel barengan dari ke-7 anak muda itu. Yang, kalau boleh aku
membocorkan, pada akhirnya hanya A yang menyerahkan tulisan sebelum
deadline. Yang lainnya telat semua. Aku menyebutnya “para pengkhianat
deadline”.

197
Gunung adalah gunung dan sungai adalah sungai
J menumpuk buku-bukunya yang berantakan. Meditasi, kundalini, feng shui,
yoga, zen dan buku-buku tentang penyembuhan lainnya. Kaset itu sudah berulang
kali diputar J. Not-not dan lirik-liriknya sudah dia hapal betul. Enya, Voyage,
Inspirational Moment, Kitaro dan kaset-kaset New Age lainya, gregorian lainnya,
“Jadi Nabi berarti harus jadi penyembuh. Agar legitimate, Dik!”. J sedang
membangun kerajaan cahaya melalui metode-metode penyembuhan yang dia buat.
Sahabat karib dan teman ngobrol yang paling setia dengannya adalah S. S yang
rasional dan selalu berpikir logis merupakan semacam guru spiritual bagi J. J
memang bijak dan seperti Nabi sungguhan. “Aku harus membuat sebuah pusat
penelitian tenaga hidup untuk membangkitkan Maha Adi Kesadaran! Setelah itu
akan terbangun kerajaan cahaya.” Judul skripsinya adalah: “Meditasi sebagai
salah satu alternatif komunikasi terapetik untuk meningkatkan mutu kesehatan
hidup.” Ditolak oleh dosen pembimbingnya sebab dalam program studi Ilmu
Komunikasi tidak ada parameter untuk hal itu. Akhirnya J tidak lulus-lulus kuliah
padahal umurnya sudah 26.
Wanita yang menarik hati J, bule itu, anak BIS.
“Cantik, Dik!” semua teman adalah adik baginya. “Aku melihat gadis itu memiliki
energi ketahanan yang luar biasa!”
“Maksudmu?”
“Gadis itu cantik, harus ada energi besar untuk menangani pandangan, tawaran
bahkan ajakan lelaki yang tidak semuanya harus dia terima. Dan kelihatannya dia
baik-baik saja.”
“Atau mungkin karena tidak ada laki-laki yang cukup bernyali untuk
mendekatinya? Akhirnya dia jarang menerima serangan lelaki?”
“Itu justru akan membuat dia tidak kelihatan baik-baik saja. Dia merasa dirinya
cantik, putus asa dan distress untuknya bila tidak ada satupun lelaki yang
mendekatinya. Jadi sangat mungkin energi ketahanan itu dia peroleh justru dari
seringnya lelaki menyerang dia.”
“Harus lelaki yang energinya lebih besar untuk mendapatkannya?”
“Ya tapi tidak selalu. Besar pun kalau tidak sinkron tidak akan berpengaruh apa-
apa.”
“Sinkron, maksudmu?”
“Energi itu memiliki warna, setiap orang memiliki warna energi yang berbeda-

198
beda. Hanya yang mampu melakukan peleburan warnalah yang akan mendapat
kasih dari orang lain.”
“Aku semakin tidak mengerti.”
“Adik tidak harus mengerti. Rasa-lah yang harus berperan untuk mencerap ini.”
J memandangi gadis bule itu. Dalam beberapa detik gadis itu melirik ke arah J dan
tersenyum. Dengan sangat tenang J berdiri dan melangkah ke arah gadis itu.

Halte waktu
S adalah seorang mahasiswa hukum yang tidak lulus-lulus. Hidup dalam
lingkungan kost anak muda versi sex-drugs-rock ‘n roll. Berlatar belakang
keluarga tradisional normatif. Berbagai macam pertanyaan yang menyangkut
apapun selalu terolah dibenaknya. Dia menanyakan lagi kepada teman-temannya,
jawaban teman-temannya adalah sumber untuk diserang balik berupa pertanyaan
olehnya. “Kenapa kita hidup, untuk apa kita hidup, apakah kematian adalah satu-
satunya tujuan hidup?” secara variatif pertanyaan-pertanyaan itu selalu muncul
darinya.
“Apa itu Tuhan, bagaimana cara menanam pepaya, kenapa orang itu memakai
gesper?”
“ Aku mahasiswa hukum tapi sangat membenci hukum, harus ada seorang
generalis!”
“Bagaimana aku akan menjadi praktisi hukum yang handal kalau setiap kali debat
aku harus mengalah, walaupun sebenarnya aku salah!”
Kronologisnya seperti ini :
12.00 WIB : Ron mabuk berat di sebuah taman bersama Rik
12.30 WIB : Ron berpisah dengan Rik menuju sebuah toko buku
13.00 WIB : Ron mencuri 5 buah buku dari toko buku itu
13.15 WIB : Ron ditangkap. Rik gelisah
13.30 WIB :Rik bersama S datang ke ruang satpam, mencoba kompromi
membebaskan Ron
13.45 WIB : kompromi gagal, polisi datang membawa Ron ke kantor Polsek
13.50 WIB : Den, seorang teman Ron, mencegat mobil polisi ditengah perjalanan
dan melemparnya dengan batu, sambil berteriak agar Ron kabur. Polisi
menodongkan senjatanya ke arah Den. Den lari. Kaca mobil polisi itu pecah.
Setelah itu keadaan menjadi tidak menentu, waktu berubah menjadi buruk,

199
kronologis jadi kacau. Polisi berbaju preman berdatangan, Rik dipukuli dan
ditangkap. S dipegangi satpam sambil melihat Rik dipukuli. Seorang satpam
menunjuk-nunjuk Rik, “dia yang melemparnya, dia yang melemparnya.” S dibawa
ke belakang ruang satpam. Rik bertato-tato, berdarah-darah. Para polisi terlihat
lebih dari sekedar semut yang mengamuk. S berteriak “Hentikan!” sambil tidak
mengerti apa yang terjadi, seorang polisi memegangi Rik. Yang lainnya terus
memukuli wajah dan menendangi tubuh Rik. Rik meninggal seketika dengan
kepala pecah. Seorang polisi melemparkan pipa besi berlumuran darah. Satpam
melepaskan S sambil terkaget. S memeluk tubuh Rik yang sudah tidak bernyawa.
Para polisi terlihat kaget dan syok. Waktu terhenti. Darah mengalir.

Kereta kucing
I seorang penyair, terkenal sekali sih tidak, tapi cukup terkenal di kalangan
penyair seusianya, awal 20an. Tenang, nakal, berkumis baginya merupakan
sebuah ideologi, gaya hidup dan pembahagia, maksudnya menambah kepercayaan
dirinya. Pernah suatu kali dia mencukur habis kumisnya.
“Badanku jadi demam, menggigil, aku tak berani keluar rumah. Tapi aku jadi
produktif bikin puisi. Kok, rasanya mood banget!”
Dia yang pertama ngusulin bikin novel barengan. Respon bagus diterima oleh E.
Lantas E mengumpulkan ke-4 pemuda lainnya. Aku mereka ajak setelah itu untuk
menjadi editor, dengan syarat : jangan ada yang diedit! “kau hanya tinggal
merunutnya jadi satu kesatuan, sinkron!”
Suatu hari I seperti menahan tangis. B menghampiri I bertanya kenapa, di meja
itu.
“Enyahlah dari hadapanku mati tadi pagi. Keracunan makanan”
“Oh..., sabarlah. Kan masih ada 3 lagi.”
“Tapi dia yang paling lucu!”
Ke-4 pemuda lainnya menghampiri I di meja itu menepuk-nepuk pundak I.
“Sabarlah... sabarlah..., kau pasti mampu menghadapi cobaan ini.”
I adalah penyanyang kucing. Sebulan yang lalu dia baru membeli 4 ekor anak
kucing di pet shop, 4 ekor anak Anggora ras asli.
Dia memberi nama kucingnya masing-masing:
- Enyahlah dari hadapanku
- Aku mencintaimu sungguh

200
- Sepi itu keabadian
- Suprapto
Aku jadi teringat sebuah cerita dari China:
“Suatu hari di sebuah sekolah dasar di China...
Ah, sudahlah!
Sekarang I sedang merencanakan pernikahannya dengan seorang wanita yang juga
penyair. Inikan lebih penting. Memang I tidak pernah terlihat gatal sama wanita
tapi, buktinya dia yang duluan nikah. Entah kenapa, memang selalu begitu. Selalu
yang kelihatan paling dingin sama wanita yang akan cepat-cepat nikah.
Sebenarnya aku punya penjelasan psikologis dan sosiologis tentang hal ini tapi ya
sudahlah, biarkan para ahli yang menjelaskannya.

Rastafara is my life
B menggimbal rambutnya saat rambutnya cukup panjang. Dia sudah berencana
menggimbal rambutnya sejak dulu namun saat itu rambutnya masih pendek. B
tidak ingin memakai rambut gimbal palsu yang disambung ke rambut pendeknya
seperti saran teman-temannya.
“Gimbal palsu, meski dibikin dari rambut asli, tetap tidak sama dengan gimbal
asli. Lebih repot ngurusnya. Itu kan rambut mati, kayak wig, jadi suka bau kalau
salah ngurusnya. Belum lagi bisa menimbulkan penyakit di kulit kepala. Semacam
kutu yang tinggal di balik kulit kepala. Semacam borok menahun. Ngeri!” begitu
katanya sambil berjengit.
Sekarang saat sudah gimbal, tulisannya semakin liar, entah kenapa. Mungkin
sekarang intensitas dia menghisap ganja jadi semakin tinggi. Dari dulu dia
memang penulis, tapi tulisannya tidak seliar sekarang.
Musik yang dia dengarkan sekarang jelas reggae dan nabinya jelas Bob Marley.
“Dengerin musik reggae sambil nulis dalam pengaruh ganja itu seperti sebuah
surga yang lain yang sama sekali tidak artifisial.” Katanya sambil mengutak-atik
rambut dread lock-nya.
Men-dread lock rambut yang baru tumbuh menjadi kebiasaannya yang lain
sekarang. Kebiasaan yang dia lakukan yang kadang sudah diluar kesadaran dia.
Bahkan saat dia lagi tidur pun tangannya nempel di kepala sambil mengunci-
ngunci rambutnya.
“Kelebihan lain dari rambut gimbal adalah, kau tidak perlu tidur memakai bantal,

201
karena rambutmu bisa kau jadikan bantalan. Hanya memang pada saat-saat
tertentu kepalamu bisa jadi lebih berat meski akhirnya itu jadi hilang oleh
kebanggaanmu mempunyai rambut gimbal.”
Gue kepengen punya rumah dipantai dan hidup disana, maka lebih lengkaplah
surga gue!” katanya mengakhiri pembicaraan sambil pergi mengikuti A yang sejak
tadi nongkrong di kafe tanpa sedikitpun menoleh pada B.
“Tunggu sebentar, aku ada perlu, ada beberapa hal yang kepengen gue bilang ke
loe!” B berteriak pada A.

Playboy gagal, lelaki binal, manusia sial


Begitulah julukan yang diberikan teman-temannya untuk E. Julukan itu sangat
paradoks dengan keadaan E yang sesungguhnya. Teman-temannya menjulukinya
hanya karena julukan itu sangat ber-rima.
E sepertinya adalah gambaran Niskala dalam dunia nyata, jadi aku tak perlu
menerangkan lebih jauh tentang E.
E berpacaran dengan P belum lama, hubungan mereka sangat dipenuhi dengan
pertengkaran lantas setelah bertengkar mereka mesra kembali. Hubungan E dan P
sangat tidak disetujui oleh teman-temannya, hanya karena E lebih pantas
mendapatkan yang lebih daripada P, meski P sangat cantik semua setuju apabila E
berpacaran dengan A. Tapi tentu saja akan banyak orang yang cemburu.

Huntu saawak-awak
F adalah yang paling aneh dibanding dengan yang lain. Kebiasaannya adalah
menyamar menjadi benda-benda yang ada disekitarnya. Misalnya, menyamar
menjadi cecak, menyamar menjadi tembok dan lain-lain.
F seorang jurnalis, penyair juga seniman performance. Dia akhirnya tidak memilih
ke-3 profesi itu.
Dia sangat terkagum pada E yang punya kemampuan lebih untuk urusan wanita.
Dia akhirnya memilih menjadi Playboy sukses meski wajahnya sangat tidak
mendukung.
"Tapi kan Cassanova juga tidak tampan, sangat tidak ideal malah. Buktinya
banyak cewek yang ngejar-ngejar dia!"

202
Chapter Twenty
Friend’s Fictions And Testimonials
(Karya-Karya Yang Dipengaruhi Oleh atau Didedikasikan Untuk Niskala
dan Novel EPISODE IV)

Catatan Editor

Wilayah hiper-realitas ternyata mempunyai lawan yang cukup tangguh,


meski tidak populer, wilayah itu kunamakan hiper-imajiner.
Imajinasi, seperti juga realitas, bisa mengalami penumpukan-penumpukan,
penyalipan-penyalipan bahkan juga bisa merasuk ke dalam realitas atau imajinasi
seseorang. Dalam hal ini dunia fiksi sahabat-sahabat Niskala, bahkan merasuk ke

203
dalam realitasnya juga untuk beberapa sahabat, sehingga terjadi sebuah irisan atau
pertautan dua buah fiksi lantas menjadi dunia baru yang eksis dalam kepala kami
(mungkin nanti anda).
Dunia fiksi dalam novel Episode IV ini terus berkembang ketika ada
banyak karya-karya dari banyak orang dan orang-orang ini memiliki hak-hak
absolut untuk cerita, bentuk dan tokoh-tokoh yang mereka buat. Bahkan sah
apabila ada klaim bahwa novel ini pada akhirnya milik bersama. Kalau Tolkien
menciptakan dunia fiksi Lord of The Rings sendirian dengan kepalanya sendiri,
maka dunia fiksi Episode IV tercipta oleh banyak orang dengan banyak kepala,
meski pada awalnya diciptakan oleh Niskala sendiri. Novel ini menjadi terurai dan
cair dengan karya-karya tribute-nya.
Ini adalah sebuah perayaan fiksi yang layak kita rayakan bersama. Fiksi ini
milik kita semua! Terima kasih untuk Gateauxlotjo yang telah membantu saya
meng-edit karya-karya ini dan telah mengenalkanku pada Borges dan Tlon, Uqbar,
Orbis Tertius.
*Bersulang…

Regards

EVA IFANYA
Tentang Sangkuriang Dan Beberapa Hal Yang Selama Ini
Kusimpan; PADAM!
Oleh : Heaven Allirrun

Bagian Pertama: Sangkuriang, Glossolalia Lelaki Tua dan Selinting Bako


Mole

Sebagai informasi yang cukup penting, lelaki tua yang akan saya
ceritakan dibawah ini sebenarnya adalah seorang tokoh sejarah yang sangat
berpengaruh dalam perkembangan penemuan manuskrip-manuskrip sejarah
sunda. Penemuannya itu masih terus dipakai sebagai bahan rujukan di beberapa
jurusan sejarah di kampus-kampus, baik di Indonesia maupun di luar negeri,

204
terutama Belanda dan Perancis. Meski beberapa puluh tahun kemudian, banyak
teorinya yang dibantahnya sendiri melalui penelitian-penelitian barunya.
Penelitian barunya ini terkesan emosional tapi menurut saya malah lebih akurat
dibanding teori-teori sebelumnya. Gara-gara kesan emosional ini, kaum
akademisi pada akhirnya tidak terlalu menganggap teori-teori barunya. Mereka
menganggap bahwa Si Tua ini sudah pikun dan mulai “merengek-rengek seperti
anak kecil”. Hingga akhirnya Si Tua ini tidak lagi diketahui rimbanya di dunia
akademis dan beberapa desas-desus mengatakan Lelaki Tua ini berkeliaran di
jalan dengan hanya memakai celana dalam dan baju rombeng.
Meski hanya rumor, seorang teman yang sangat tertarik dengan sejarah
sunda mencoba melacak kebenaran ini dan katanya dia berhasil menemuinya.
Niskala, nama teman saya itu, menceritakan pertemuannya dengan Lelaki Tua ini
lengkap dengan semua detil percakapan mereka pada saya beberapa waktu yang
lalu.
Berikut ini adalah saduran saya dari pertemuan dan percakapan mereka
dengan efek dramatis yang saya ciptakan, tentu saja dalam bentuk narasi agar
bisa lebih dinikmati sebagai sebuah karya fiksi. Tokoh “aku” dalam cerita
dibawah ini adalah Niskala. Saya sengaja mengubah subjek menjadi tokoh aku
karena saya mencoba memakai sudut pandang Niskala dalam penggambaran
ceritanya. Selama ini saya memang selalu terkagum pada sudut pandangnya
dalam melihat sebuah kejadian.
Provokatif. Misterius. Sinting! :D

Seorang lelaki tua, meski tidak berkarat, kau bisa melihat ketuaannya
melalui mata mapannya, tajam, bijak dan sedikit merengek khas orang tua,
menghembuskan asap bako mole berlintingkan daun kawung berbau 5
dekade lalu yang membawanya pada sebuah pelaminan sakral tanpa teks-
teks terjemahan, yang membawaku pada saat-saat kota Bandung masih
memiliki ribuan pohon rindang dan kereta kuda berlalu lalang, sejumput
memori, kematian Daendels, berderet-deret heritage, pakaian vintage dan
sebuah kata baru yang begitu halus dari majalah Poesaka Soenda.

Ia mengerutkan keningnya yang terbangun oleh sejarah dan bentuk-bentuk huruf


Kawi yang dimulai oleh ha dan diakhiri oleh ngha. Sejarah yang begitu

205
disesalinya. Begitu tidak inginnya dia mengingat itu seperti kau tidak ingin
mengingat seorang wanita yang kau pikir begitu mencintaimu tapi kau pernah
memergokinya bercinta dengan lelaki lain dan lantas saat itu kau memberikan
apologi atas tingkahnya itu meski sebenarnya kau sangat ingin membunuh
keduanya saat itu juga tapi kau tidak melakukannya karena kau mencintainya,
yang ada dalam pikiranmu adalah menyodomi laki-laki itu hingga laki-laki itu
menyesal pernah lahir ke dunia.

Kira-kira seperti itulah yang ingin dilakukannya pada Belanda yang pernah
bercinta dengan leluhurnya yang dia pikir sangat mencintainya tapi dia
memergoki percintaan itu dengan telak dan lantas saat itu dia memberikan apologi
atas tingkah leluhurnya itu meski sebenarnya dia sangat ingin membunuh
keduanya saat itu juga tapi dia tidak melakukannya karena dia mencintai
leluhurnya dan seluruh peradabannya yang sudah terperkosa itu, yang ada dalam
pikirannya adalah menyodomi Belanda hingga Belanda menyesal pernah
menginjakan kaki di tanah Sunda yang begitu dicintainya. Belanda mengubah
seluruh sejarah leluhurnya (yang sudah ribuan tahun dibangun melalui tradisi
lisan) menjadi teks-teks tanpa ruh menggelayuti berbagai kaitan makna dan kata,
semewujud kehambaran itu sendiri, sehambar keheningan artifisial yang
diciptakan oleh kejemuan yang memadat hingga nyaris mati, menyebalkan
sekaligus memuakkan, membuatnya serasa ingin muntah seperti minum berbotol-
botol wine padahal yang diminumnya hanyalah segelas lemon squash dingin
dengan kadar soda dan tingkat keasaman yang masih tinggi, seharusnya membuat
otaknya justru menyegar saat itu tetapi tidak karena rasa asam dan soda malah
terinterpretasi dalam kepalanya sebagai berbotol-botol wine.

Cerita-cerita seperti Sangkuriang, Kabayan, dan Dalem Boncel mengalami


perubahan pada setiap generasi akibat kecenderungan improvisasi yang
sewajarnya dilakukan oleh kepala dan lidah berubah menjadi baku karena tulisan
(teks dan konteks) yang dipaksakan agar -seolah akan- abadi. Padahal yang terjadi
malah membusuk dan abadi dalam keterbusukannya, terus melusuh seperti buku-
buku tua di perpustakaan penuh debu, tak terawat, berbau kematian para penulis.
Kering improvisasi, kering reduksi, kering diksi. Ia, menurut ceritanya, tidak
pernah mengenal huruf-huruf dalam tradisi leluhur Sunda. Meskipun banyak ahli

206
yang sok tahu mengatakan bahwa Sunda memiliki tradisi tulisan dengan huruf-
huruf sanskrit. BullShit!

Saat itu segala hal mengalir, pengetahuan mengalir dari satu mulut ke mulut lain
tanpa pernah menjadi baku. Bahasa bagaikan air, mengalir dan luwes mengikuti
tempatnya berpijak. Kata-kata seperti angin, menghembus… dia menyulut
lintingan barunya yang tersusun rapi dalam sebuah kain bersablonkan 345 dengan
garis plesetan dari kertas rokok Dji Sam Soe, berbau sapi betina yang baru diperah
susunya, menguik…

Huruf-huruf itu dijejalkan kedalam otaknya seperti sampah busuk,


memprovokasinya, meracuninya, menggilasnya menjadi serpih-serpih tinja, dan
mengotori seluruh bagian sejarah yang pernah dielu-elukannya bersama teman-
temannya waktu kecil dulu. Di sebuah leuwi, berenang telanjang sambil
menceritakan kekonyolan Si Kabayan. Selalu memiliki versi yang berbeda untuk
satu judul yang sama seperti ending yang berbeda pada Si Kabayan Ngala Kadu.
Ending yang dia dengar waktu umur 7 tahun dengan ending yang dia dengar
ketika SMA sangat berbeda. Tapi meskipun begitu masih tetap lucu dengan bagian
penekanan lucu di wilayah yang berbeda-beda, dia menikmatinya waktu itu.
Sekarang, Si Kabayan sudah menjadi buku dan laris, lalu satu kali dibaca, selesai,
lantas ditumpukan dalam tumpukan-tumpukan kertas yang lain yang menggelora
untuk menggeliat melepaskan diri dari keterpurukan stigma jenuh yang dibangun
oleh huruf-huruf itu sendiri… lantas menguning disana, rapuh, renta, tua … Saya,
katanya, lebih suka menyebutnya “teks-teks sekarat”.

Setelah 10 menit berlalu dari kontemplasinya, dia melanjutkan ceritanya:


Tumpukan mayat kertas itu sebenarnya nyaris kubakar, sebab sebenarnya itulah
yang mereka minta, itulah yang kertas-kertas itu inginkan. Agar lidah masih tetap
berfungsi sebagai pencerita dan kepala berfungsi memberikan ruh-ruh reduksi
dan improvisasi setiap kali ada pengulangan cerita dari satu orang ke orang
lainnya.

Total pada saat itu aku sudah mendengar 1.347 cerita Sangkuriang dalam versi
yang berbeda. Tapi sekarang akibat benda rapuh yang kita sebut tulisan itu,

207
paling banyak aku hanya mendapatkan 15 versi dan salah satu diantaranya
berupa gambar bergerak (Dalam film ini Sangkuriang menjadi Indo menjelma
Cliff Sangra dan Dayang Sumbi menjadi Indo pula menjelma Suzanna) yang
diterjemahkan dari kertas berisi tulisan versi ke 8 yang ditemukan oleh salah
seorang sejarawan Sunda berkebangsaan Belanda 3 abad lalu. Tulisan itu
berhuruf Pallawa dengan bahasa Sanskrit ditemukan di salah satu pulau kecil di
utara Lombok. Sungguh menggelikan… dan orang-orang malah percaya (dipaksa
untuk percaya/dipropaganda sehingga akhirnya percaya) bahwa kisah dalam
manuskrip versi ke-8 itulah yang paling benar. Ada beberapa hal/bukti mengapa
masyarakat percaya pada manuskrip versi ke-8 itu. Yaitu;

Ukurannya kira-kira 3 kali lebih tebal dari yang paling tebal dari ke-13
manuskrip yang pernah ditemukan.

Memiliki judul yang paling sesuai untuk cerita yang diungkapkan. Tidak ada
satupun dari ke-13 manuskrip itu yang berjudul “Sangkuriang” beberapa
diantaranya berjudul sama yaitu, dosa pertama. Dan yang lainnya hampir rata2
berjudul buruk, tidak langsung mengacu pada tokoh yang diceritakan. Kebiasaan
sastrawan pada masa itu selalu memberikan judul pada kisahnya langsung
memakai nama tokoh utama dalam cerita tersebut. Judul untuk manuskrip ke-8
ini adalah Dayang Sumbi dan anak laki-lakinya.

Meskipun ditemukan dalam urutan ke-8, melalui hasil test karbon, manuskrip ini
adalah yang paling tua. Tak ada satupun dari ke-13 manuskrip itu yang
memberikan keterangan waktu. Waktu selalu ditunjukan dengan memakai simbol2
penanda waktu alamiah. Seperti matahari, menstruasi, posisi bintang dan kulit
pohon. Sepertinya matematika memang diciptakan hanya untuk orang-orang
Yunani.

Kisah dalam manuskrip yang ke-8 ini adalah kisah yang paling tidak masuk akal.
Dengan anggapan bahwa pada masa itu hal-hal yang tersebut wajar terjadi.
Hanya inilah satu-satunya manuskrip yang mengaitkan tokoh utama laki-laki
dengan Gunung Tangkuban Perahu. Meski justru hanya manuskrip ini yang tidak
menamai tokoh utama laki-lakinya, sementara ke-12 manuskrip lainnya justru

208
memberikan nama pada tokoh utama laki-lakinya yaitu SANGKURIANG.
Tangkuban Parahu memang harus menjadi bagian dari unsur cerita sebab ada
sebuah tradisi yang memberikan asal-usul pada sebuah bentuk morfologis
permukaan bumi, atau artefak artefak, yang dianggap ganjil. Atau disugestikan
ganjil. Seperti kebanyakan cerita rakyat di Indonesia, selalu menghubungkan
cerita-cerita tersebut dengan sebuah fenomena alam atau sebuah obyek alam
yang ganjil dan dianggap sakral.

Runutan cerita lebih terpola.

Narasinya lebih utuh dan bentuk-bentuk hurufnya lebih konstan dibanding


dengan manuskrip yang lain.

Dan ini yang paling penting: kisah dan alur dalam manuskrip ke-8 adalah yang
paling mirip dengan cerita lisan versi terakhir yang sudah menjadi pengetahuan
umum pada masa itu saat manuskrip ini ditemukan. Lelah… lelaki tua itu
menghirup kopi tubruknya yang mulai mendingin dibuai angin.

Sebenarnya sudah lama sekali lelaki tua ini ingin membuang jauh-jauh gelar
Doktor dalam bidang Sosio-Historisnya. Memuakkan, gelar itu menyebabkan
saya ingin muntah setiap kali mengingat masa-masa saya membuat desertasi
tentang cerita sejarah mengenai kondisi masyarakat agrikultur Sunda pada abad
ke-6. Huruf Pallawa itu, semua orang juga tahu, berasal dari India dan hanya
mengintervensi Jawa dan, tolong tekankan, BUKAN SUNDA. Kalaupun memang
Orang Sunda sudah mengenal tulisan maka bentuk hurufnya adalah lebih
menyerupai huruf paku dan bukan Pallawa. Dan itupun bisa saya pastikan, huruf-
huruf itu hanya dipakai untuk perdagangan dan kegiatan-kegitan formal
kerajaan, deklarasi, perjanjian, dan undang-undang. Bukan sastra. Ingat!
BUKAN SASTRA. Mengerikan… bagaimana ketika semua orang mempercayai
Belanda bahkan hingga kini… hingga saat Belanda sudah hengkang puluhan
tahun lalu…

Kembali aku memandanginya, memandangi kerut-kerut dimukanya, daki yang


sudah menempel puluhan tahun dimukanya, racauan schizophrenic-nya yang

209
berulang-ulang, rambutnya yang menggimbal, bau tubuhnya yang seindah
tumpukan sampah sore hari di pasar-pasar.

Dia terus meracau di sini, di jembatan ini, di sebelahku, dengan mata tajam dan
liar, dan selalu terus menerus memandangi Gunung Tangkuban Parahu yang
menjulang di utara dan seolah ikut menangis bersama tokoh legendanya (yang dia
yakini sebagai leluhurnya), di sore hari penuh debu.

Lantas dia mengucapkan kalimat terakhirnya sebelum dia pergi, karena berdiri
sambil membenahi tubuhnya dan tas karung terigunya yang entah berisi apa,
sambil menyodorkan selinting bako mole yang baru dibuatnya (sepertinya
memang sengaja dibuat untukku) padaku, dan ini kali pertama dia memandangku,
hangat tetapi tajam; Aku selalu bertanya, anak muda! Apa benar Gunung itu, dia
menunjuk Tangkuban Parahu, adalah monumen keputus-asaan, kekecewaan, dan
kemarahan Sangkuriang yang sengaja diciptakan agar kesakitannya diingat oleh
orang-orang di masa depan? Itu PR buatmu, Anak Muda! Sebab sebentar lagi
aku akan mati.

Aku tidak bisa menjawab. Seribu kebijaksanaan tiba-tiba menyeruak dalam


tubuhku dalam diam yang panjang, membisu, menatap mata lelaki tua itu yang
sedang mentransfer energinya berupa aura yang bertubi-tubi menyerbu tubuhku
dan kepalaku, sebuah aura yang menyadarkanku akan kesimpangsiuran sejarah.
Sejarah yang mana yang harus kupercayai? Lantas aku menyaksikannya pergi
melangkah menuju Dago Utara dengan baju rombengnya yang berkibar-kibar
tertiup angin berbau bako mole dan asap knalpot bis kota. ***

Bagian Kedua; Dayang Sumbi, Gateauxlotjo, dan Beberapa Simulasi Masa


Lalu

Seluruh kejadian dalam bagian kedua ini terjadi dalam sebuah auditorium
berbentuk kubus dengan dinding dan langit-langit serta lantai berwarna hitam
kira-kira seukuran lapangan Futsal. Dan akan diawali dengan pengenalan salah
satu tokoh sentralnya yaitu Gateaux-lotjo. Tapi kali ini saya akan
menceritakannya dari sudut pandang saya sendiri, sebab saya ada di tempat

210
kejadian dan mengenal dekat para tokoh yang ada dalam cerita ini. :

DIA selalu begitu; memicingkan mata, menggertak dengan kata-kata sinis


seperti, “Aku tak suka cantikmu yang mengerikan itu!”, tersenyum,
berkedip lalu pergi. Dia, lelaki yang selalu memperkenalkan diri dengan
nama Gateauxlotjo itu, selalu begitu; mengejan, mengerang,
menyembunyikan sebagian wajahnya, berteriak santun: “Aku berharap
semua tidak baik-baik saja!”, lalu turun dari “tugu sialan!” itu. Dia sendiri
yang selalu menjuluki singgasananya dengan “tugu sialan!”, selalu memakai
tanda seru. Ada lambang hegemoni dan birokrasi di tugu itu, dia sangat
tidak menyukai kedua hal itu. Akan tetapi hanya tugu itulah yang paling
tinggi yang bisa ia naiki untuk lantas berteriak dan dilihat semua orang dari
berbagai arah.

Dia sangat membenci angin. Angin adalah bentuk manifestasi kekurang ajaran
semesta. Meraba-raba tubuh kita tanpa permisi, diizinkan ataupun tidak, tak
bersyarat, bebas absolut, dengan tanpa gairah sekalipun. Angin akan datang tiba-
tiba, meski tidak terlalu kencang, tapi tetap akan menyusup ke dalam kulitmu,
membuatmu merinding, membuatmu kedinginan, kadang membuatmu
mendapatkan kenyamanan bersyarat.

Dia sangat suka berdebat, apalagi perdebatan tentang Cinta, Agama dan Filsafat.
Inilah satu-satunya kelebihan yang dia punyai. Bila Kundera pernah berkata:
perjuangan terbesar manusia adalah untuk menguasai telinga orang lain. Maka dia
sudah mencapai puncak kekuasaannya bila dia berdebat atau monolog dengan
siapapun.

“Namaku Gateauxlotjo!” Suatu kali dalam sebuah kelembapan cuaca yang sangat
dipengaruhi oleh bekas luka para hujan yang tercurah sederhana dari gelembung
awan-awan lebat. Tentu, dia mengatakannya dalam kesungguhan yang dibuat-buat
sambil menengadah ke langit dan menepis beberapa angin. Menengadah ke arah
para hujan tadi yang cukup membuatnya kuyup. “Aku bukan lelaki, sebab aku
yakin penisku bisa hidup sendiri tanpa harus diperintah oleh otakku dan diberi
nutrisi oleh pacu jantungku. Dia bahkan bisa berdetak lebih kencang dari

211
jantungku pada saat-saat yang seharusnya tenang. Penis punya organ tubuh sendiri
yang diperintah oleh otaknya sendiri...”

Setelah itu dia menyusun dirinya dalam kesendirian genit yang mengundang cinta
dan kebebasan untuk segera datang padanya, bersujud dan memohon untuk
dilibatkan dalam semua orasinya.

RAHMAYANTI, seorang art performer yang sangat dikenal sebagai aktivis


feminis dengan menyuarakan ideologinya lewat performance art, yang memakai
kebaya modern dengan potongan lahak di punggung dan dada di depan 300 orang
lebih penonton, membuka kebayanya dengan menyisakan sarung, stagen dan bra
tetap melekat di tubuhnya. Lantas dia meminta penonton untuk memperlakukan
tubuhnya sekehendak penonton dengan memberikan tiga sepidol besar.

Satu-persatu penonton maju ke depan, menuliskan apapun yang ada di benak


mereka ke tubuh setengah telanjang Rahmayanti. Ada yang menggambar bayi di
perut Rahmayanti, ada yang menuliskan “Apakah ini perempuan, bukankah ini
wanita?” di punggungnya. Dan banyak lagi yang lebih provokatif dari itu. Hingga
seluruh tubuh dan wajah Rahmayanti dipenuhi coretan seperti dinding toilet di
sekolah-sekolah atau kampus-kampus yang dipenuhi caci maki para hooligan
hingga pernyataan cinta antar gay dan bahasa-bahasa kotor lainnya.

Ketika pertunjukan masih berlangsung, tiba-tiba Gateauxlotjo yang memakai baju


bengkel terusan berwarna biru dengan topi bulu khas orang-orang Kozak di Rusia
yang menutupi telinga untuk melindunginya dari terpaan angin dingin –hal ini
membuat profilnya jadi mirip anjing bulldog– menggonggong, meneriaki
penonton dengan gonggongan keras dan lari seperti anjing ke arah Rahmayanti
berdiri. Dia mencoba menggigit siapapun yang mencoba mendekati Rahmayanti.
Gateauxlotjo secara tidak sadar sedang menyusun dirinya menjadi Si Tumang,
atau bahkan mungkin terasuki roh Si Tumang dan mencoba melindungi istrinya,
Dayang Sumbi, dari gangguan orang-orang dan tentu saja target utamanya adalah
Sangkuriang, kalau memang saat ini Sangkuriang ada disini, sebagai salah satu
manifestasi balas dendamnya gara-gara dipanah di masa lalu.

212
Sangkuriang, sang tokoh atau yang selama ini menjadi status quo sebagai tokoh
sentral dalam ceritanya sendiri, sedang dicaci maki dan diprotes habis-habisan
oleh Rahmayanti sebagai bentuk perlawanan atas hegemoni laki-laki pada
perempuan yang selalu diteriakan dalam setiap pertunjukannya.

Sangkuriang sebagaimana cerita feodal lainnya adalah bentuk manifestasi


kekuasaan lelaki yang dicoba-masukan kedalam benak setiap orang selama
berabad-abad melalui Ideological State Aparathus masa lalu untuk melanggengkan
kekuasaan laki-laki atas perempuan. Rahmayanti mencoba untuk menentang
terhadap status quo ini tentu saja. Tanpa perlu kuratorial yang rumit, judul
pertunjukannya sudah menjelaskan hal itu. Tentu saja bila Sangkuriang hadir saat
ini dia akan ke atas panggung pertunjukan mencoba untuk menghentikan ibunya
yang menjelma Rahmayanti tersebut, sekalian untuk melampiaskan dendamnya
karena ditipu di masa lalu sehingga dia tidak jadi menikahinya dan menendang
perahu yang dengan susah payah dia bangun.

Perahu rumah tangga yang gagal. Sebagian dari diriku tidak pernah menyalahkan
Sangkuriang saat ingin menikahi ibunya. Bagaimana tidak, saat itu konon Dayang
Sumbi meminum ramuan awet muda sehingga dia masih tampak muda saat
bertemu kembali dengan Sangkuriang. Dan tentu sangat wajar bila Sangkuriang
tidak percaya bahwa dia adalah ibunya, apalagi dengan adanya fakta bahwa
Sangkuriang diusir oleh ibunya waktu kecil dengan cara dipukul kepalanya hingga
mengalami amnesia. Mana Sangkuriang ingat siapa ibunya kalau begitu!

Yah, wajarlah bila di kemudian hari Sangkuriang masih merasa dendam terhadap
Dayang Sumbi yang mengkhianatinya. Hal inilah yang menyebabkan si tumang
yang menjelma Gateauxlotjo maju ke atas panggung untuk melindungi istrinya
dari serangan orang-orang yang mungkin salah satunya adalah jelmaan
Sangkuriang.

Terjadi kepanikan luarbiasa saat itu. Hal yang diluar dugaan itu membuat suasana
menjadi tegang, karena Gateauxlotjo mengamuk seperti anjing terkena Rabies.
Hingga datanglah seorang lelaki muda bernama Niskala mencoba menenangkan
anjing itu. Tapi Gateuxlotjo terus menggonggong dan menyerang Niskala dan

213
nyaris menggigit Niskala. Penonton panik dan sebagian berhamburan keluar.
Rahmayanti diam memaku dan pucat pasi. Tak ada satu orangpun yang berani
menenangkan Gateuxlotjo lagi setelah itu.

Tiba-tiba Niskala meniru gerakan arjuna, seperti seolah sedang mencabut anak
panah di punggungnya dan mengarahkan busurnya pada Gateauxlotjo. Saat inilah
gonggongannya terhenti, melangkah mundur sambil menguik. Niskala masih
mengarahkan busur-purapura-nya pada Gateuxlotjo dan lantas anak panah terlepas
menancap tepat di jantung Gateauxlotjo. Gateauxlotjo pingsan seketika. Penonton
mulai tenang. Suasana perlahan kembali normal. Pembukaan pameran dilanjutkan
setelah Gateauxlotjo diamankan ke belakang panggung bersama Niskala.

Panitia pameran menyangka bahwa kejadian tersebut adalah ulah kedua orang itu
untuk mencuri adegan yang memang seringkali terjadi di Bandung. Biasanya
panitia tidak pernah menghentikan apabila ada kejadian seperti itu, tapi kali ini
memang berubah menjadi kekacauan. Bahkan Rahmayanti, yang menjadi bintang
tamu saat itu, sempat mengalami shock dan menjerit-jerit sambil berusaha
menahan bra-nya karena ada sekelompok orang yang ingin memanfaatkan suasana
dengan menarik-narik pengait bra-nya. Serta ada seorang seniman muda yang
mencoba mencuri artefak perfomance itu, yaitu kebaya Rahmayanti, tapi keburu
ketahuan oleh salah seorang panitia pembukaan pameran, dengan malu-malu,
seniman muda itu menyerahkan kembali kebaya Rahmayanti itu.

Di belakang beberapa orang sempat terbawa emosi dan hampir memukuli biang
keonaran ini, Gateauxlotjo dan Niskala, karena beberapa diantara mereka tahu
bahwa kejadian tadi bukan bagian dari performance yang ingin dipertunjukan
Rahmayanti. MC terus berteriak-teriak berusaha menenangkan kepanikan ini,
meskipun sebenarnya sebagian besar dari penonton malah tenang-tenang saja dan
banyak diantaranya malah tertawa-tawa dan menganggap bahwa ini adalah
pertunjukan yang paling lucu beberapa tahun terakhir ini dalam sebuah
Performance Art setelah muntahnya seorang seniman performance pada saat
mencoba menelan Bendera Merah Putih dalam Festival Perfomance Art
Internasional beberapa tahun lalu di Bandung.

214
Di backstage, Niskala tertawa sambil mencoba membangunkan Gateaux-lotjo.
Setelah ini terjadi sebuah percakapan serius dan mistis diantara kedua orang ini
mengenai kejadian tadi.

ESOKNYA Gateauxlotjo kembali ke galeri itu. Memandangi patung Dayang


Sumbi yang sedang menitikan air mata. Dan dia mulai bermonolog dengan patung
itu
Istriku...kau masih mengingatku? Tadi malam ketika kau diganggu puluhan
manusia biadab, termasuk anak kita, sungguh...aku benar-benar naik pitam. Aku
tak bisa menahan emosi ketika kau diperlakukan sedemikian kejamnya. Maafkan
aku istriku, aku lupa kalau hal itu hanyalah simulasi sederhana atas kesakitan
masa lalu mu.

Patung ini, menurut senimannya adalah patung replika pertama untuk patung batu
Dayang Sumbi yang ditemukan tujuh tahun lalu di sebuah gua, terkubur ratusan
tahun di daerah Dago Utara dalam sebuah penggalian untuk proyek perumahan.

Patung Dayang Sumbi itu, yang sudah banyak cacat di sana-sini diperkirakan
dibuat pada abad ke 12 pada zaman pemerintahan. Ada pahatan Dayang Sumbi
dengan huruf paku pada kakinya. Profile muka dan bentuk tubuhnnya mendekati
kecantikan ideal perempuan sunda.

Sekarang patung tersebut menjadi milik pemerintah dan masih diteliti oleh para
ahli sejarah di Museum Geologi di JL. Diponegoro. Herra, atas izin pemerintah,
membuat replikanya dengan melakukan penyempurnaan pada bagian yang cacat
dan mempercantiknya dengan sentuhan-sentuhan yang lebih halus dan
menurutnya ini lebih mudah sebab dia membuat replikanya dalam media kayu
mahoni yang sudah direndam selama satu tahun dalam cairan kimia khusus untuk
membuatnya lebih lunak dan pada tahap finishing dia menyemprotnya dengan
cairan lain yang membuatnya lebih kuat dan awet hingga hampir bisa mendekati
karakter batu.

Pameran ini dimaksudkan untuk lebih mendekatkan masyarakat pada cerita rakyat
tersebut dangan bantuan dana yang besar dari pemerintah. Ini adalah pameran

215
pertama Herra yang mendukung propaganda pemerintah tentang cerita sejarah.
Sungguh ironis, sebab tadi malam performance Rahmayanti dalam rangka
pembukaan pameran ini justru menyerang pemerintah dengan kritik feminisnya.
Meskipun sempat terjadi insiden, tetapi begitulah kebiasaan Performance Art di
bandung, akan banyak sekali orang yang ingin tampil dan mencuri adegan apabila
performance tersebut melibatkan interaksi audiens.

Saat ini ruangan sedang sepi, hanya ada gateuxlotjo, artefak performance art tadi
malam dan patung replika Dayang Sumbi. Dialog mereka terjadi selama hampir
dua jam hingga satpam yang tadi malam mengamankan mereka datang dan
mengenali Gateauxlotjo lantas mengusirnya untuk segera keluar dari ruangan itu.
Entah kenapa, dengan patuh Gateauxlotjo keluar nyaris tanpa perlawanan.

Sementara itu di tempat lain, Niskala sedang berada di sebuah ruang kecil gelap
dan pengap dalam keadaan tangan terikat sebuah tambang dan mulut tersumpal
kain lap bau. Sudah sekitar 5 jam dia disitu semenjak tadi pagi saat dia baru saja
satu langkah dari pintu kamarnya, tiba-tiba empat orang tak dikenal
mengurungnya dan melumpuhkannya dengan sebuah suntikan yang menancap di
punggungnya. Saat sadar dia sudah berada di tempat itu.

Di waktu yang sama di Museum Geologi Bandung, para polisi sedang benar-benar
kebingungan atas hilangnya patung Dayang Sumbi yang asli yang sedang
disimpan dan diteliti.

Di tempat lainnya lagi, Rahmayanti terpukul oleh sebuah berita yang mengatakan
bahwa dirinya terkait dengan beberapa hal yang menjadi rumors di kalangan
seniman akhir-akhir ini, rumors miring yang sangat mistikal.

Di wilayah lain, Herra tersenyum menyaksikan betapa sempurnanya patung


buatannya, dan betapa sempurnanya patung buatan kakek buyutnya...

Bagian Ketiga; Sebuah Rekonstruksi dan Sekelompok Pemuda Yang Tak


Mau Disebutkan Identitasnya

216
Pencurian itu dilakukan dengan penuh perencanaan yang matang. Ketika
semua orang mendatangi pembukaan pameran patung di CCF, patung aslinya
yang masih disimpan di museum geologi tidak terlalu dijaga ketat malam itu. Dia,
menurut pengakuannya sendiri pada saya beberapa hari setelah kejadian ini,
bersama beberapa teman yang sudah merencanakan ini berbulan-bulan yang
lalu, mengendap-endap mendekati ruangan museum. Cerita ini asalnya tidak
akan saya ceritakan dalam bagian fiksi ini, sebab ada semacam sebuah
perjanjian antara saya dan para pelaku dalam kejadian ini untuk merahasiakan
seluruh kejadian. Tapi dengan niat yang tulus akhirnya saya minta izin kepada
mereka untuk menuliskan kejadian spektakuler ini dengan alasan sangat sayang
apabila hanya terkubur dalam sebuah rahasia yang tidak perlu. Dengan berat
dan penuh ancaman akhirnya mereka mengizinkan asal tidak menyebutkan nama
ataupun inisial mereka serta tempat dimana patung itu akhirnya disembunyikan.
Saya menyetujuinya, dan sesuai perjanjian tadi saya hanya akan menceritakan
proses pencurian itu hingga akhirnya mereka berhasil mendapatkan (kembali)
patung itu. Dan menyimpannya di tempat yang menurut mereka adalah “tempat
seharusnya”. Setelah berpikir berkali-kali tentang bagaimana cara saya
menceritakan kejadian ini akhirnya saya memutuskan untuk menyusunnya dalam
sebuah kronologi menjadi semacam bahan untuk rekonstruksi:

21.30 Tiga orang pemuda berkumpul di sebuah warung makan yang tak
jauh dari museum geologi Bandung.

21.45 Empat pemuda lainnya menyusul dengan menyamar memakai baju


pegawai negeri. Mereka mengobrol di warung tersebut dan seperti seolah antara
kelompok pemuda pertama saling tidak mengenal kelompok pemuda yang kedua.

22.00 Seorang wanita memakai rok pendek dengan atasan blazzer turun dari
sebuah mobil BMW dan mendatangi kelompok pemuda yang pertama

22.10 Empat pemuda yang memakai setelan pegawai negeri menyeberang dan
memasuki pagar kompleks museum geologi.

217
22.20 Salah satunya terlihat mendatangi satpam dan seperti sedang
membicarakan sesuatu. Satpam meraih rokok yang ditawarkan pemuda itu

22.25 Satpam pertama pingsan, terkena zat yang ada dalam rokok itu. Satpam
kedua yang baru datang dari toilet mencoba menolong temannya, tapi dengan
cekatan sekelompok pemuda tadi memukul belakang kepala satpam kedua.

22.30 Ternyata satpam kedua tidak langsung pingsan, dia malah melawan...

22.40 Kelompok pemuda pertama, tiga orang yang berkumpul di warung makan,
memasuki halaman gedung museum geologi setelah kedua satpam dibekuk empat
pemuda yang memakai sergam pegawai negeri.

22.50 Wanita yang memakai blazzer mengikuti kelompok pemuda yang pertama,
memasuki pintu gedung utama yang sudah dibuka oleh pemuda yang memakai
kupluk dari kelompok pemuda pertama.

23.15 Kelompok pemuda pertama mengikuti wanita yang memakai blazzer


keluar dari pintu masuk utama, menggotong sebuah peti.

23.16 Sebuah mobil bak tertutup memasuki halaman gedung dan berhenti di
depan pintu masuk utama. Kelompok pemuda kedua membantu kelompok
pemuda pertama menaikkan peti kedalam bak mobil. Wanita yang memakai
blazzer masuk pintu depan mobil, duduk di sebelah driver sambil
menginstruksikan sesuatu.

23.20 Kedua kelompok pemuda memasuki bak mobil dan menutupnya dengan
rapat. Mobil melaju kencang.

Bagian Ke-empat; Tentang Pertemuan Dengan Sejarah Yang luntur

Niskala tiba-tiba merasakan ruangan itu bergerak dengan diawali bunyi


start mobil, dan dalam kegelapan dia merasakan sesuatu menggencet sisi kiri
tubuhnya, sepertinya sebuah peti.

218
Setelah entah berapa jam mobil pick up tempat Niskala disekap berhenti.
Terdengar bunyi pintu mobil di tutup dan tak lama kemudian pintu pick-up
dibuka. Cahaya menyilaukan mata Niskala seketika, membutakannya beberapa
saat. Lalu hal yang pertama kali dia lihat di depannya adalah seorang wanita
memakai blazer dan rok berwarna merah. Dyah?

“Maafkan kami Nis, harus membawamu dengan cara seperti ini.”

Lalu dua laki-laki di belakang perempuan itu menarik dan menggotong Niskala.
Mereka membawanya ke sebuah rumah kayu di lembah sebuah pegunungan yang
tidak dikenal Niskala. Rumah itu terletak di sebuah punggungan yang dikelilingi
perbukitan sehingga sangat tepat untuk sebuah persembunyian.

Aku melihatnya digotong masuk ke rumah ini, lalu didudukan di sebuah kursi
yang berhadapan dengan seorang lelaki tua yang sedang duduk di depannya.
Lelaki tua gila yang meracau di sebuah jembatan di Jalan Dago.
Ternyata kita bertemu lagi anak muda? Kau tentu sudah mengenal Dyah?

Ingatan Niskala sejenak terbang pada sebuah kejadian beberapa tahun lalu:
Di sebuah hari yang muram. Dyah, nama wanita itu, membereskan pakaiannya
yang berserakan di kamar hotel itu. Memandang benci pada seorang lelaki yang
tergolek penuh senyuman, tertidur setelah malamnya menguras energi wanita itu.
Sialan!

Dyah memasuki kamar mandi dan menyalakan kran bagian kanan. Agar dingin
sekali. Meski dingin sekali. Dyah perlu kesegaran, membersihkan setiap bibit
penyakit yang mungkin sudah menempel di tubuhnya, penyakit durjana yang dia
sadari betul keberadaannya.

Lelaki sialan itu membayarnya dengan mahal untuk satu malam itu. Tapi, Ya
Tuhan, badannya bau sekali. Dyah berpikir mana bisa seorang lelaki tua dan bau
sekali bisa menjadi direktur di sebuah perusahaan yang sangat besar di negeri ini.
Dyah merinding membayangkan kejadian tadi malam itu. Cepat-cepat menggosok

219
seluruh badannya, setiap senti.

Keluar kamar mandi dengan kesegaran baru, dingin sekali.

Umurnya sudah 30 saat ini. Tak ada niatannya untuk cepat-cepat menikah
semenjak dulu,
atau dia berpikir, tidak akan menikah sampai kapanpun. Dia tidak pernah
menikmati profesinya ini. Sama sekali!

Ia lantas pulang setelah mengambil dua lembar seratus ribuan diatas meja sebelah
lampu tidur, dengan kesegaran aneh yang terpintal bersama kedukaannya menjadi
tali penolong untuk menariknya kembali ke kamar kecil kumuh kontrakan 75 ribu
sebulan di gang sempit sebuah kerajaan prostitusi ber-NGP rendah. Gang
sebelahnya adalah sebuah kerajaan pesantren yang sengaja di proklamirkan disana
sebagai sebuah pengejawantahan wacana post-kolonial untuk mengintimidasi
secara budaya terhadap sebuah persepsi kenikmatan purba. Kerajaan tersebut ber-
NGP tinggi sebab banyak sekali investor untuk menghancurkan persepsi
kenikmatan purba.

Dia membeli 2 bala-bala, 1 gehu dan 1 pisang goreng yang hampir dingin sebelum
mencapai kamarnya untuk pengganti sarapan yang selalu hilang. Aku lebih suka
menyebutnya makan malam (supper). Memanaskan air dengan teko heater yang
hampir rusak dan kabel yang sedikit melepuh sebab panasnya yang tidak stabil,
seringkali terjadi konsleting gara-gara itu. Menyeduh kopi pahit, sangat pahit,
untuk melengkapi kepahitan mimpi-mimpinya. Menyalakan sebatang rokok yang
asapnya langsung memenuhi kamarnya yang sempit berdinding triplex bercat
putih lusuh seperti capek tidak tidur selama dua hari, dengan kelupasan dimana-
mana, menjadi satu ornamen baru seperti memberikan instrumen untuk semua
nyanyian histeris di kamar itu. Sebuah poster kecil Ayat Qursyi menempel di pintu
kamarnya, untuk menangkal setan kata temannya.

Dia merebahkan tubuhnya diatas kasur yang tidak beranjang, lapuk, kepalanya
disenderkan di atas bantal yang ditumpuknya.

220
Menyalakan 14 inch konka-nya, channel berpindah-pindah hingga, Mtv, sebuah
videoklip dari salah satu band yang kemudian akan merubah drastis seluruh
hidupnya.

Lelaki itu, lelaki yang selalu membawanya ke masa lalu, lelaki yang selalu
membuatnya terus-menerus merasakan deja vu yang berkepanjangan, lelaki yang
selalu dilihatnya sedang meneriakan sabda dalam videoklip itu, pernah tidur
dengannya, lantas menghilang, meninggalkan kenangan aneh bahkan Dyah sama
sekali belum mengetahui namanya. Sekarang dia melihatnya dalam sebuah frame
14’ di dalam kamarnya.

Aku harus melacaknya. Aku harus bertemu dengannya lagi...!

Sebenarnya sebelum ini, namanya bukan Dyah, setelah berkali-kali berganti nama,
menurutnya, nama Dyah-lah yang terakhir kali akan dia sandang. Alasannya
sederhana: capek!

Meskipun pada akhirnya ada alasan yang lebih filosofis dan historis kenapa
namanya berakhir di Dyah.

Saudara kandungku itu bernama Dyah. Kami dipertemukan oleh sebuah


kecelakaan yang membenturkan bagian hidupnya dengan hidupku.

Saat itu sebuah mobil menyerempetnya saat dia sedang menyeberang. Aku waktu
itu baru keluar dari Circle-K, sebab cuma CK (terkadang aku dan temanku
menyebutnya lingkaran kecil) yang masih buka jam segitu untuk membeli
keperluan gilaku.

Saat itu Dyah baru diturunkan dari sebuah mobil. Sebuah mobil BMW 2 pintu
keluaran tahun 2000 yang dikendarai oleh seorang anak berusia awal dua puluhan
– yang menjadi pertanyaanku adalah; bapaknya anak itu korupsi di BUMN yang
mana?

Dyah turun dengan wajah lelah yang melekat begitu erat, tampak seperti bekas

221
lem aibon yang merekat di jari-jari tangan yang tak sempat kau bersihkan setelah
merekatkan sepatumu yang sudah menganga. Dia memakai rok yang – tidak saja
begitu pendek tetapi membuat singkayo-nya nyaris kelihatan kemana-mana. (Di
masa depan singkayo itulah yang selalu membuatnya selalu seksi dan membuatku
selalu terangsang). Saat dia menyeberang (saat itu aku sedang minum sekaleng
green sands sambil melihat bagian bawah tubuhnya yang – tentu saja di saat
shubuh begini, di pelataran parkir CK Dago, sepi, dingin, sambil terduduk,
melamunkan hal seperti ini dari tadi – konak-able atau kalau boleh kupinjam
istilah Baskoro; libidinal) menuju CK, ada sebuah mobil yang sepertinya begitu
mabuk hingga menyerempet pantat Dyah yang tadi bergoyang begitu mantap.
Sebenarnya laju mobil itu tidak terlalu cepat tapi karena memang sepatu Dyah
terlalu tinggi membuatnya hilang keseimbangan. Gara-gara itulah lantas mobil itu
menambah laju mobilnya. Lantas dengan refleks, akibat naluri heroik-ku yang
begitu tinggi sekaligus juga kubenci, aku berlari menuju tempat Dyah yang saat
itu sudah terkapar sambil meringis nyaris pingsan. Tak ada orang selain aku dan
dia saat itu. Saat berada tepat didepannya aku ragu untuk meraihnya, karena
posisinya yang membuat jantungku sesaat tertegun. Saat itu singkayo dan G-
String-nya mengkilap menyapu mata dan selangkanganku. Hingga akhirnya aku
sadar - astaga! – bahwa darah keluar dari kepalanya. Ternyata tadi kepalanya
membentur trotoar pembatas jalur jalan. Setelah itu tentu kau bisa menebak ke
arah mana bagian fiksi ini akan berjalan.

Di kamar kost-nya:
Kamar kecil kumuh kontrakan 75 ribu sebulan di gang sempit sebuah kerajaan
prostitusi ber-NGP rendah. Gang sebelahnya adalah sebuah kerajaan pesantren
yang sengaja di proklamirkan disana sebagai sebuah pengejawantahan wacana
post-kolonial untuk mengintimidasi secara budaya terhadap sebuah persepsi
kenikmatan purba. Kerajaan tersebut ber-NGP tinggi sebab banyak sekali
investor untuk menghancurkan persepsi kenikmatan purba. Kamarnya sempit
berdinding triplex bercat putih lusuh seperti capek tidak tidur selama dua hari,
dengan kelupasan dimana-mana, menjadi satu ornamen baru seperti memberikan
instrumen untuk semua nyanyian histeris di kamar itu. Sebuah poster kecil Ayat
Qursyi menempel di pintu kamarnya, “Untuk menangkal setan!”, kata temannya.
Dia kurebahkan tubuhnya diatas kasur yang tidak beranjang, lapuk, kepalanya

222
disenderkan di atas bantal yang menumpuk.

Tadi kami naik taksi untuk bisa kesini. Dyah masih setengah sadar, darah dari
kepalanya menetesi sweater wol peninggalan nenekku. Orang-orang yang baru
keluar dari masjid memandangi kami dengan beribu pertanyaan yang takkan
berani mereka ungkap. Setelah sampai dikamarnya barulah kau baca lagi
deskripsinya dalam tanda kurung diatas! Kalau sudah selesai kau boleh lanjutkan
ke baris-baris berikut di bawah ini:

Aku mencari lap bersih di lemari pakaiannya yang terbuat dari plastik usang itu.
Lantas aku mencari toilet di luar kamar untuk mengambil air. Kuseka darah
dikepalanya. (Aku harus berlari dulu keluar mencari warung untuk membeli obat
merah dan kapas). Setelah bersih barulah kuteteskan obat merah+antibiotik itu di
luka kecil yang menggurat di kening halusnya. Menutupinya dengan kapas dan dia
tersenyum…

“Ya saya sudah mengenalnya.”


“Kau tahu siapa dia sebenarnya?”
“Dia… bekerja di saritem?”
“Ya, tapi ada fakta yang lebih penting yang harus kau tahu, DIA KAKAK
KANDUNGMU!”
Dunia tiba-tiba bergoncang… “Ah mana mungkin!”
“Saya ayahnya. Dulu saya menikah dengan ibumu, melahirkan Dyah. Saat itu saya
sedang meneliti sebuah bukti sejarah yang bisa menghenyakkan banyak sekali ahli
sejarah dan membuka tabir konspirasi yang sudah dibangun ribuan tahun lalu.
Kami diteror sekelompok orang agar menghentikan penelitian kami, oh ya, ibumu
seorang arkeolog, mungkin hal itu perlu kau tahu. Dia membantuku meneliti
penemuan-penemuan hebat ini. Para Teroris itu tahu kami masih melanjutkan
penelitian. Kami ditangkap, disiksa, dicuci otak. Ibumu tak bisa diselamatkan, dia
dibuang ke Cianjur. Dan saya hampir dibunuh andai saja pemuda bernama Heaven
tidak menyelamatkan saya. Bertahun-tahun saya mencari ibumu, dengan
menyamar menjadi orang gila, dengan harapan bisa bertemu dengan
komunitasnya. Hingga kita berdua bertemu, dan saat itu saya langsung tahu bahwa
kamu adalah Niskala yang diceritakan Dyah dan seorang suster tua di sebuah

223
rumah sakit jiwa di Bogor pada saya.”

Hanya itu yang terakhir saya dengar dari percakapan mereka. Saya
keluar rumah lewat belakang untuk menghirup udara segar. Sepertinya,
setidaknya, ada beberapa puzzle yang sudah terpasang di tempat yang tepat.

Tentang Gateuxlotjo, 2 Lelaki di Sebuah Taman, dan Chapter


Fourteen yang hilang itu…
(Sebuah Draft Skenario Yang Belum Selesai)
Oleh: Alvin Respati

Chapter Fourteen (masih) Dalam Mesin Labirin


Langit sepertinya masih hijau. Belum menunjukan kebijaksanaan apapun,
bahkanpun seandainya beberapa bintang yang membentuk sebuah rasi mulai jelas
terlihat.

Dua lelaki itu masih duduk menunggui malam, masih di taman itu. Taman yang
berbau dupa, tidak begitu menyengat, tapi cukup membuat bulu kuduk berdiri
satu-persatu apabila dihirup dengan semua kegagalan fantasi yang menyeruak

224
menggambarkan wajah seram sundel bolong saat kau berumur 4-12 tahun.

Dua lelaki itu sedang menghitung berapa banyak keindahan yang terlewatkan sore
itu bila mereka membicarakan beberapa tema sekaligus dalam hitungan
kesepuluh.
Misalnya ketika seorang gadis bersepatu kaca melewati tepat di depan hidung
mereka sementara bau dupa terus menghantui fantasi mereka. Ada keindahan yang
terlewatkan tentu.

Atau ketika ada gadis lain melirik mereka dan mencoba duduk di kursi besi yang
lain yang tak jauh dari kursi besi yang mereka duduki sekarang sementara suara
mobil yang entah berapa puluh mengaum di kejauhan di jalan sebelah taman itu.
Sementara mereka terus membicarakan teme-tema yang sejak tadi melingkupi
obrolan mereka. Ada keindahan yang terlewatkan tentu.

Atau ketika ada seorang anak kecil melemparkan batu pertamanya ke kolam yang
tak jauh dari tempat duduk mereka dan ibunya tersenyum memperlihatkan sebuah
kebanggaan yang tak dapat dilukiskan Basuki Abdullah sekalipun. Senyum yang
menarik, seharusnya menarik kedua lelaki itu. Ada keindahan yang terlewatkan
tentu.

Ada memang banyak keindahan yang terlewatkan. Puluhan paragraf. Tapi tidak,
ada keindahan lain yang mereka rasakan saat langit berubah dari hijau ke kelabu
padat. Yang hanya dirasakan mereka berdua. Tidak dirasakan orang-orang yang
sedang menikmati sore di taman itu. Hanya mereka berdua.

Dua lelaki itu sebenarnya tidak pernah merindui malam, tidak seperti para kalong
yang menggantung di sudut-sudut kolong jembatan dan dahan-dahan pohon. Tidak
pernah merindui malam sama seperti tidak pernah merindui siang.

Lelaki pertama berwajah lembut, kekanakan, kewanitaan. Seperti akan


membiarkan orang menampar pipi kirinya apabila sebelumnya orang itu
menampar pipi kanannya. Tidak akan membunuh seekor nyamukpun meski dia

225
hidup di musim kemarau dalam sebuah tempat penuh genangan air dan puluhan
baju bergantungan di capstock dan lemari yang terbuka. Sepertinya dia rentan
akan berbagai penyakit yang dekat dengannya. Berwajah arab campuran cina.
Wajah yang jarang sekali ditemukan, wajah yang dipertemukan oleh dua
kebudayaan yang amat berbeda, amat bertolak belakang. Dan sepertinya
leluhurnya pernah bermasalah terhadap keluarga besarnya. Kakeknya diusir dari
rumah karena menikahi seorang cina. Neneknya diusir dari rumah karena
menikahi seorang arab. Ayahnya lahir dan menikahi seorang sunda-belanda saat
beranjak dewasa. Cukup tampan kalau begitu.

Lumayan tinggi dan tegap, tidak terlalu kurus meski sepertinya olahraga bukan
kebiasaannya dari semenjak lahir hingga sekarang. Kulitnya berwarna macam-
macam, sepertinya seluruh warna siang, sore, malam dan pagi menempel
sekaligus dan sabar di tubuhnya.

Lelaki kedua berbadan kurus tapi tidak kering, cukup basah dalam beberapa hal,
misalnya apabila dia menawarkan seorang gadis untuk bersetubuh dengannya dan
menjilati seluruh tubuh gadis itu seperti induk kucing menjilati anaknya setubuh-
tubuh. Cukup basah saat merokok, sebab ujung rokok yang terselip di bibirnya
memang tidak pernah kering, sepertinya dia tidak pernah berhenti menjilati
rokoknya yang berasa sedikit manis itu seperti tidak akan pernah bisa menikmati
rokok putih yang ujung filternya tidak berasa atau bahkan sedikit pahit.

Wajahnya tirus, memendam tangis, sedikit merah apabila mendengar beberapa hal
yang emosional, marah, sedih, tertawa, malu, gatal bahkan birahi. Wajahnya
cukup menarik kalau begitu. Berwarna dua, merah dan putih oriental standar.

Tangannya selalu mengepal seperti mempunyai wajah yang kuat dan berbadan
gempal. Tangannya selalu mengepal seperti menandakan bahwa dia selalu siaga
apabila ada orang yang tiba-tiba datang membawa segudang adrenalin dan
menimpakan beberapa balok paving block ke muka, kepala dan tubuhnya.

Tetapi lelaki itu berperilaku santai, hanya tangannya selalu mengepal, entah
kenapa.

226
Seekor kucing bercorak putih kuning tiba-tiba mengeong dengan nyaring dengan
mata menyorot langsung dan tajam ke mata lelaki pertama. Seolah akan
memperingatkan tentang sesuatu padanya. Dan bukan saja seolah. Agak lama
mereka terpaku terkesima hingga kucing itu pergi sambil menggerutu dengan
eongan- eongan kecil hingga tak terlihat tertutup salah satu pohon di taman itu dan
beberapa belukar tapi eongan nya masih terdengar.

"Astaga! Aku benar-benar harus menjadi Sulaiman. Aku yakin sekali kucing itu
ingin memberi tahu aku tentang apa yang sedang kupikirkan sekarang." Lelaki
pertama berujar sambil memandang penuh rasa ingin tahu ke arah kucing itu
menghilang.

"Apakah yang kau pikirkan sekarang sama dengan yang kupikirkan sekarang?"
lelaki kedua menanggapi sambil menatap tajam ke arah mata lelaki pertama.

"Ya, aku pikir sama! Episode IV bukan?"

"Episode IV! Si Brengsek itu benar-benar menggangguku dengan menghilangkan


Chapter XIV."

"Kau yakin dia menghilangkannya? Bukankah lebih mungkin dia memang tidak
pernah membuatnya? Dia hanya ingin membuat sensasi atau membuat kita
penasaran misalnya."

"Aku yakin tidak sesederhana itu. Pasti ada sesuatu. Soalnya aku pikir dia tidak
membuat hal baru dalam novel itu. Pasti ada alasan tertentu kenapa dia tidak
mencantumkan Chapter XIV. Alasan yang cukup kuat."

"Mungkin! Dia bisa saja mereka-reka alasan andai saja dia sekarang masih hidup.
Ya, dia benar-benar menyengaja melakukan hal itu."

"Aku juga melihat ada benang merah yang hilang antara Chapter XIII dengan
chapter XV. Kau melihatnya?"

227
"Itulah, aku tidak melihat itu. Aku bisa mengatakan karya itu cukup utuh tanpa
Chapter XIV. Dan atau dengan atau tanpa Chapter XIV pun karya itu tidak cukup
utuh. Aku membacanya dengan subjektifitasku tentu!"

"Aku merasa akan utuh dengan Chapter XIV. Lebih tidak cukup utuh tepatnya,
tanpa Chapter XIV."

"Dia memang sengaja tidak mengutuhkannya. Sepertinya hilangnya Chapter XIV


sebagai sebuah simbol ketidakutuhan novel itu."

"Kita harus melihat karya itu dari karakter si penulisnya. Apakah dia orang
introvert atau obsesius atau apapun. Mungkin dengan hal itu kita akan mengetahui
rahasia dibalik hilangnya Chapter XIV."

"Energi kita masih dibutuhkan untuk hal yang lebih keren, kawan, ketimbang
harus meneliti pribadi seseorang yang sudah mati. Sebaiknya malah, kenapa kita
tidak menulis saja Chapter XIV versi kita. Bukankah akan lebih asyik?"

"Wah, ide yang cukup lucu! Tapi sebaiknya bukan kita, tapi kita masing masing.
Kau bikin versimu dengan semua subyetifitasmu. Akupun begitu. Tak usah terlalu
serius, tapi mengalir saja. Nanti kalau sudah jadi kita compare dan lalu kita
diskusikan."

"Asyik juga ya kalau begitu! Kebetulan aku juga lagi tidak punya ide untuk bikin
karya. Kenapa tidak bermain-main seperti itu. Ok deh, kapan kita mulai?"

"Terserahlah, aku bisa saja memulainya sekarang. Kau bisa kapan saja."

"Baiklah! Aku juga sepertinya akan mulai berkontemplasi dari sekarang. Tidak
terlalu serius."

"Ya, tidak usah terlalu serius."

228
CUT TO.
1. INT. SEBUAH KAMAR - MALAM.

Camera Close Up.

Wajah lelaki pertama yang sedang berkontemplasi.

Camera Move.

Bagian-bagian kamar. Tumpukan buku. Sebuah novel tergeletak di atas meja di


depan lelaki pertama, terbuka. Sebuah halaman kosong antara chapter 13 dan
chapter 15.

Camera Pan.

Background poster-poster iklan acara-acara kesenian dan sebuah poster Radiohead


Besar.

Kontemplasi lelaki pertama dengan bersila di depan meja. Sebuah kontemplasi


yang mengobrak-abrik beberapa ingatannya tentang seberapa jauh Si Brengsek
penulis novel itu akan merunut beberapa bagian yang hilang dalam novelnya.
Atau memang beberapa bagian yang sengaja tidak ia buat.
Penulis itu ia pikir telah sangat tidak bertanggung jawab terhadap karya yang
sudah dia lemparkan ke publik.
Dia melemparkannya begitu saja lantas setelah itu Penulis Brengsek itu
meninggal dunia. Karya yang dia buat bukanlah kode-kode yang sudah dia
mengerti. Tapi kode-kode pribadinya, meski dia sudah membuat pembelaan yang
dia ungkap di Epilog Temporer Episode IV yang seolah-olah ditulis oleh If
fiksinya.
Benang merah… benang merah… ataupun benang yang berwarna-warni, hijau
kuning, biru putih, kelabu, ungu, nila atau apapun.

BLUR TO.
Scene 1.2

229
EXT. LAPANGAN LUAS PUTIH - SIANG/MALAM

Kita melihat seseorang (penulis novel Episode IV) sedang berjalan. Melempar-
lemparkan kertas. Menyobek-nyobek. Membakar. Hingga membakar dirinya
sendiri.
DISOLVE TO.
Scene 1.3
ANIMASI.

Benang merah yang bergerak-gerak hingga kusut dan berubah-ubah warna.


Berakhir dengan warna putih terang.

CUT TO.

2. INT. SEBUAH KAMAR - MALAM

Lelaki kedua sepertinya sudah akan memulai menulis…


Menulis entah tentang sesuatu yang mulai mengalir deras dalam benaknya.
Menulis tentang orang-orang yang lain. Orang-orang yang peradabannya lebih
tinggi. Orang-orang yang lebih tinggi tingkat manusianya. Orang-orang yang
tidak bernama. Orang-orang yang hanya disimbolkan dengan inisial. Orang-
orang yang benar-benar baru. Orang-orang yang mengejutkan. Orang-orang
dengan kebiasaan-kebiasaan absurd. Aku tak perlu benang merah. Untuk apa
benang merah. Mengapa harus ada benang merah. Ini tidak serius. Ini hanyalah
permainan. Permainan kata-kata. Permainan fantasi. Permainan fiksi. Permainan
absurd!

Camera Extreme Close Up.


Wajah lelaki kedua. Urat-uratnya kelihatan.

Camera Move To.


Sebuah bolpen yang dipegang oleh tangan lelaki kedua terdiam diatas sebuah
kertas.

230
DISOLVE TO.
Scene 2.1.
EXT. KEBUN BELAKANG RUMAH - SORE.

Lelaki kedua sedang memainkan sebuah lagu ciptaannya. Wajahnya terlihat puas
dan senang.
CUT TO.
Scene 2.2.
INT. SEBUAH CAFÉ - SORE.

Kita melihat orang-orang sedang riuh berbicara tentang segala macam hal.
Dengan suara musik yang mengalun merdu.

Camera Move To. (Long Shot to Medium Close Up)


Sekelompok pemuda sedang serius berbicara. 6 laki-laki. 1 wanita. Dan ada
seseorang yang sepertinya tidak terlibat dengan obrolan mereka sedang menulis
sesuatu sambil memandang sekelompok pemuda itu. Jelas dia sedang menyimak
di sebelah meja sekelompok pemuda itu.

DISOLVE TO.
3. EXT. SEBUAH TAMAN - SORE.

Lelaki pertama dan lelaki kedua sedang mengobrol di sebuah kursi berwarna
mencolok menarik perhatian.

LELAKI PERTAMA
(menyalakan rokoknya sambil tergesa.)
"Bagaimana, kau sudah selesai dengannya?"

LELAKI KEDUA
(mengepalkan tangannya.)
"Gila! Aku menemukan orang-orang lain. Orang-orang yang tak pernah
diceritakan oleh si brengsek itu."

231
LELAKI PERTAMA
"Maksudmu?"

LELAKI KEDUA
"Kau bacalah sendiri!"

Lelaki kedua menyerahkan beberapa lembar kertas dan menyerahkannya ke lelaki


pertama.
Eongan kecil dari seekor kucing mengalun di udara yang semakin mendingin, me-
malam. Suara hawar-hawar mobil melintas-lintas seperti kapal terbang yang
melintas di atas awan dan hanya terlihat lampunya saja yang berkelap-kelip.
Sebuah pasangan manusia saling menggelayut mempresentasikan kerinduan
purba di depan kedua lelaki itu.
Lelaki pertama membaca lembar demi lembar Chapter XIV versi temannya itu.
Serius, sesekali merenggut, sesekali tertawa. Lelaki kedua menunggu dengan urat
nadi yang menggeletar dan tapi masih tetap kelihatan santai seperti
pembawaannya yang biasa, seperti ketika dia menghadapi dua orang gadis cantik
yang centil melintas dihadapannya dan terjatuh dengan telak akibat
kecentilannya itu. Tetap dengan tangan mengepal, dengan ekspresi muka santai
yang biasa.
Selesai sudah! Suara air mengguyur dari sebuah ember yang tumpah oleh anak
jalanan kecil yang disuruh ibunya untuk minum mereka sehari-hari seperti
menggemuruh. Lelaki pertama memandang mata lelaki kedua. Sebuah pandangan
misterius. Sebuah pandangan yang akan membuat kau melonjak ingin segera
menerkamnya, mencabik-cabiknya agar kau segera tahu maksud dari pandangan
itu. Lelaki kedua menunggu dengan denyut nadi yang semakin menderas, tak
sabar, dengan beribu kemungkinan terjemahan dari pandangan mata temannya,
dikepalanya.
Tiba-tiba lelaki pertama tertawa tergelak.

LELAKI PERTAMA
(Sambil menunjuk-nunjuk lelaki kedua)
"Kau memang gila! Hahaha…".

232
LELAKI KEDUA
(Sebentar terhenyak, lantas ikut tertawa.)
"Hihihi… entahlah. Itu mengalir begitu saja."
(agak mendekat ke lelaki pertama, lantas meneruskan,)
"Aku menemukan pola, pola berpikir si brengsek itu suatu malam. Saat aku
sedang menolak mentah-mentah konsep benang merah yang kau ungkapkan
sebelumnya. Kupikir, dia tak mungkin membuat runutan yang jelas tentang apa
yang dia tulis. Jadi akhirnya aku tak berpikir lagi. Dia sangat terpengaruh kundera.
ya, tapi dia bukan kundera. Dia membaca kundera dengan kasar, termasuk
membaca essai kundera tentang novel trilogi the sleepwalkers-nya hermann broch
dalam l'art du romance. Dia belum membaca broch. Dia tahu broch dari kundera.
Lantas membuat berbagai poliponi absurd, memainkan komposisi, seperti para
pemusik kontemporer. Kita berdua pernah membahas musik Radiohead dan Bjork
kan? Nah, kurang lebih seperti mereka dalam versi sastra.
Termasuk, kupikir, yang akan dia tulis di Chapter XIV. Chapter XIV haruslah
yang paling absurd, dengan gaya menulis yang paling berbeda dari pola
menulisnya sebelumnya. Akupun belum membaca broch. Aku juga tahu broch dari
kundera. Hanya berupa review subjektif dari kundera. Tapi hal itu cukup memberi
jawaban atas pertanyaanku tentang Chapter XIV. Maka aku berempati menjadi
dia. Membayangkan apa yang akan ditulisnya untuk Chapter XIV apabila dia
menginginkan Chapter itu ada. Yang aku lakukan berikutnya hanyalah menulis
menggunakan kekuatan intuisiku dan beberapa analisaku atas pola berpikirnya.
Kesimpulanku adalah, dia tak mungkin membuat sebuah runutan atas beberapa
Chapter yang sudah dia tulis. Seperti yang kukatakan tadi, dia akan membuat
Chapter XIV adalah chapter yang paling absurd dari yang pernah dia tulis
sebelumnya. Seperti bila tiba-tiba Radiohead memainkan musik keroncong
dengan komposisi musik digital dan permainan efek mereka yang khas.
Kemungkinan lain dari tak di tulisnya Chapter XIV olehnya adalah ketidak
selesaiannya membaca buku-buku referensi, mungkin karena dia cukup dengan
pengalamannya yang sepertinya mengalahkan buku-buku, akhirnya dia ragu. Aku
sangat yakin bahwa dia sudah berusaha keras mencari The Sleepwalkers, tapi tak
ditemukannya hingga deadline menguasai tulisannya. Bahkan hingga dia
meninggal dunia. Dia hanya perlu pembanding, kukira. Seperti aku sekarang. Tapi

233
kupikir cukup untuk takut pada hal itu sekarang. Aku hanya perlu memberanikan
diri untuk menyelesaikan Chapter XIV dengan mengandalkan kekuatan intuisiku
dan beberapa meditasi saat mengalami stuck. Sekarang aku hanya bisa pasrah,
bersiap untuk kau serang."

LELAKI PERTAMA
"Gila! Kau membuat seolah Si Brengsek itu tak berdaya andai dia masih hidup."

LELAKI KEDUA
"Sebentar, kawan! Tapi, kupikir, karya seperti yang kutulis ini sudah tidak baru
lagi. Konsep seperti itu sudah pernah dibuat oleh banyak penulis."

LELAKI PERTAMA
"Aku tahu, aku tidak bilang ini baru. Tapi kau tidak usah pesimis. Memangnya apa
sih yang masih baru? Radiohead dan Bjork pun tak baru. Seperti kau bilang,
mereka hanya bereksperimen dengan komposisi. Semua hal sudah pernah terjadi.
Kita hanyalah kutipan-kutipan. Menurutku gaya penulisanmu sangat OK!"

FADE OUT.
FADE IN.

Scene 4.1.
EXT. TAMAN YANG SAMA - BERGERAK PERLAHAN MENUJU MALAM

LELAKI KEDUA
"Tulisanmu sendiri bagaimana?"

LELAKI PERTAMA
(Mendengar pertanyaan lelaki kedua itu, lelaki pertama langsung merenggut. Air
mukanya berubah. Dia mendesah sebentar sambil menyenderkan tubuhnya ke
kursi.)

"Mh… Aku sebenarnya mulai frustasi…"

234
Lelaki kedua melirikan mukanya dengan nada "kenapa?"

LELAKI PETAMA (OS)


"Aku terjebak dalam labirin yang kubuat sendiri."
LELAKI KEDUA
"Labirin?"

LELAKI PERTAMA
"Ya, labirin. Aku mulai bermain dadu dalam labirinku sendiri. Dan aku tahu, hal
itu nggak bagus buat kulit. Hihihi…"
Lelaki pertama tersenyum miris untuk leluconnya sendiri. Lantas meneruskan.
"Aku butuh bantuanmu. Aku butuh kau untuk merangkai labirin yang
menyesatkanku ini. Aku butuh bantuan kau untuk melempar dadu. Kebetulan kau
sudah selesai dengan hal ini, aku harap kau masih punya energi yang bisa
ditransformasikan padaku. Minimal sisa-sisanya, pls!"

CUT TO.

5. INT. SEBUAH KAMAR - MALAM.

Kedua lelaki itu membayangkan tokoh-tokoh dalam novel itu hidup (Secara real.
Secara virtual. Atau apa sajalah). Sebab pengarangnya sudah mati, terkubur di
sebuah pekuburan multi religius di sebuah kota kecil.
Kedua lelaki itu terhenyak!

Camera move to.

Sebuah kertas dipegang sebuah tangan dengan tulisan yang ditulis oleh mereka.
DISOLVE TO.
Scene 4.1.
EXT/INT. SEBUAH POTONGAN2 KLIP.

Sebuah rangkaian kejadian dan klip-klip yang menyimbolkan tentang

235
pertentangan paradigma. Kotradiktif. Dilema. Diisi juga dengan beberapa Video
Art.

LELAKI PERTAMA (OS)


Pertama; terjadi polemik tak diduga antara tokoh-tokoh dalam novel itu.
Baik tokoh-tokoh yang masih hidup ataupun tokoh yang digambarkan sudah mati.
Polemik luar biasa hebat
Chaos!

LELAKI KEDUA (OS)


Kedua; ada protes terlontar dari salah seorang tokoh yang merasa hanya jadi
figuran di novel itu. Si Pengarang pernah berkata bahwa dia tidak suka dengan
pengklasifikasian tokoh. Nyatanya dia hanya jadi peran pembantu bahkan figuran.
Paradoks!

LELAKI PERTAMA DAN KEDUA BERGANTIAN (OS)


Ketiga; ada protes juga dari tokoh lain yang merasa tidak mempunyai
ending dalam kisahnya. Dia menginginkan ending apapun untuk dirinya.
Dia merasa sangat menggantung, seperti menggantung antara langit dan bumi.
Seperti ketika Venus dihukum Apollo.
Schrodinger!

Pada titik ini mereka mulai terjebak dalam labirin berikutnya. Tersesat. Padahal
labirin sebelumnya pun belum berhasil mereka pecahkan. Rumit!
FADE TO BLACK.
FADE IN.
1. EXT. TAMAN YANG SAMA(BLACK/WHITE) - SORE.
BLUR TO.
Scene 6.1.
EXT. TAMAN YANG SAMA - SORE.

Kedua lelaki itu terkaget dengan kedatangan Gateauxlotjo yang mendadak.


Lantas keduanya berdiri dan menyalami Gateauxlotjo dengan hangat.

236
LELAKI PERTAMA
"Kau Sulaiman?"

GATEAUXLOTJO
“Bukan aku Gateauxlotjo.”

LELAKI KEDUA
"Gateauxlotjo? Oh, hai, kami pikir Sulaiman. Kami memang sedang
menunggunya akhir-akhir ini"

GATEAUXLOTJO
“Oh, ya? Mengapa?”

LELAKI PERTAMA
“Nanti lah kami ceritakan. Ngomong-ngomong ada apa nih? Tumben!”

GATEAUXLOTJO
"Oh, ya ada kabar baru buat kalian. Mengenai Chapter XIV yang hilang itu.
Seminggu yang lalu aku datang ke rumahnya. Aku meminta pada keluarganya
untuk membuka-buka arsipnya. Aku menjelaskan pada mereka bahwa betapa
pentingnya bila Chapter XIV ditemukan. Minimal draft atau catatan-catatan
kecilnya."

LELAKI PERTAMA
"Lantas?"

GATEAUXLOTJO
"Mereka mengijinkan. Mereka juga tidak tahu menahu tentang hal itu. Katanya
dia sangat tertutup untuk novelnya. Bahkan pada mereka, keluarganya, sekalipun.
"Lalu aku mencoba memulainya dengan memeriksa file-file dalam komputernya.
Aku tak menemukan apa-apa. Sepertinya dia sudah menghapus semua file-nya
sebelum kecelakaan itu terjadi.
"Lalu aku mulai memeriksa arsip-arsip di lacinya. Aku menemukan beberapa
cerpen dan puisi yang masih tulisan tangan. Hingga akhirnya aku terkaget ketika

237
menemukan sebuah tulisan yang masih banyak coretan dalam selembar kertas. Ya,
Tuhan! Aku sangat yakin betul kalau tulisan itu asalnya direncanakan untuk
menjadi Chapter XIV. Aku menemukan sesuatu yang selama ini masih kabur di
novel itu."

Kedua lelaki itu terhenyak dan sedikit tak bisa bernafas.


CUT TO.

Scene 6.3.
INT. KAMAR LELAKI PERTAMA - MALAM.

Kedua lelaki itu bersama Gateauxlotjo di sebuah kamar sedang mempelajari


tulisan diatas selembar kertas A4 itu. Serius!
INSERT.
Sebuah tulisan berbunyi:
“Sepertinya aku akan memulainya dari Termina. Pada saatnya nanti aku akan
memaksakan Termina untuk menjadi kakak kandungnya si misterius Truly. Agar
semakin berbelit. Karna, misalnya pernah berpacaran dengan Truly. Ketika
datang ke rumah Truly, disanalah Karna bertemu dengan Termina. Saat itu
Termina sedang bermasalah dengan Cerio.
Berawal dari sebuah obrolan ringan berlanjut menjadi sebuah pengkhianatan
yang amat rapi. Hingga akhirnya Truly tahu. Lantas setelah itu Truly mati entah
bagaimana. Keluarganya merahasiakannya dan langsung menguburkannya. Hal
ini menyebabkan terciptanya sebuah labirin misterius dan akan menjadi sebuah
novel misteri yang terpisah berjudul: “Misteri Dadu Yang Hilang Dalam
Labirinnya Sendiri.”
Semacam dipaksakan menjadi sebentuk segitiga setan.
Kejadian itu bisa mungkin menjadi penyebab utama pertengkaran hebat antara
Karna dengan Termina seperti pada Chapter XV.
Harus dipaksakan seperti ini untuk menggambarkan kompleksitas permasalahan
dalam hidup seorang rockstar.”

LELAKI PERTAMA
“Sialan, dugaanku benar. Kontemplasiku tak sia-sia. Si Brengsek itu pasti

238
membutuhkan benang merah. Tepat seperti yang kita tulis, Kawan!
(Melirik ke arah lelaki kedua)
Dan benar juga seperti kataku bahwa tulisanmu membuat Si Brengsek itu tak
berdaya. Hahaha…

GATEAUXLOTJO
“Memangnya kalian menulis apa?”

LELAKI KEDUA
"Kau tahu, sebenarnya kami berdua sudah membuat Chapter XIV versi kami
berdua bahkan hingga tersesat-sesat dalam labirin yang kami buat sendiri. Sebab
kami memang merasa sangat terganggu dengan hilangnya Chapter ini."

LELAKI PERTAMA
(menambahkan, sambil menunjuk lelaki kedua)
“Dan sebelumnya dia menulis sendiri Chapter XIV versinya. Dan sangat Kundera
bahkan mungkin Borges. Cool!”

LELAKI KEDUA
“Tapi dugaanku meleset. Kupikir si Brengsek itu tidak akan memperdulikan
benang merah. Kupikir dia seorang Borgesian. Ah, tapi mungkin dia membaca
Borges dari sudut yang lain. Sepertinya dia lebih condong ke Kundera. Meski
tidak se-literer mereka, dia cukup sanggup mengimbangi keduanya.
Tapi kupikir pantas saja Borges bisa sehebat itu sebab dari kecil dia sudah diwarisi
sebuah perpustakaan besar oleh kakeknya. Menyebalkan! Membuatiku iri. Eh,
sorry jadi ngelantur!
Ya… ya… Si Brengsek itu mampu bikin karya se-absurd itu hanya dengan
referensi dan literatur seadanya. Itu yang membuatku salut padanya.”

GATEAUXLOTJO
(tertegun. Lama. Hingga seperti tiba-tiba ada lampu menyala di kepalanya.)
Insert: Lampu kota yang menyala secara serentak.
"Ah, aku punya rencana hebat, kalau begitu. Bagaimana kalau Chapter XIV versi
kalian ini digabung dengan temuanku kita terbitkan terbatas untuk orang-orang

239
yang mempunyai ketertarikan sama seperti kita. Kita beri judul yang sama seperti
yang dia rencanakan, kalau memang isinya mirip."

FADE TO BLACK.

Para Plagiat Jenius


Oleh: Melvin Ayodya

Coba perhatikan ketiga fiksi yang saling memplagiat satu sama lain ini;

1.
Kurasa baru kali ini mengatakan bahwa aku masih hidup. Berawal dari kokok
ayam jantan yang terdengar aneh di sore hari. Suara mobil dan klakson meraung-
raung ditimpa suara-suara burung yang mengaum. Aku sebenarnya tak
mengindahkan itu semua. Pikiranku hanya tertuju pada sebuah nama: Kelam!
Kelam adalah – kelak aku menamainya cukup dengan satu kata ini – gelap total!
Kelam dari sebuah kemampatan berpikir, akankah kulanjutkan hidup ini?
Akankah aku akan menemui esok pagi seperti aku menemui pagi ini dengan mata

240
terbuka dan bersujud penuh di hadapan matahari yang begitu hangat mnyelinap
kedalam setiap inchi pori di sekujur tubuhku? Hidup seperti yang kutahu dan
selama ini kujalani adalah derita... derita... derita...
Tapi benarkah hanya derita yang selama ini kukenal?
Atau itu mungkin hanyalah sebuah pengalihan perhatian dari ketidak mampuanku
menghadapi hidup yang sebenarnya..., aku tidak menderita! Terus-menerus aku
mengulang kata itu, aku tidak menderita!
Kelam ini kupelihara seperti kura-kura yang tidak mengetahui apapun yang ada
diatas tempurungnya. Lumut atau debu atau bangkai ikan kecil? Kura-kura itu
terus membawa-bawa rumahnya kemanapun dia pergi berenang. Dia tidak
pernah benar-benar mengenal tempurungnya. Seperti aku? Ya..., aku tidak
mengenal hidup seperti halnya aku tidak tahu sama sekali tentang mati,
semuanya kelam!
Kelam ini kuhadiahkan pada Tuhan sebagai persembahan tambahan dari
persembahan-persembahanku sebelumnya. Aku mengalah pada Tuhan dalam hal
ini. Padahal sebelumnya – sumpah! – aku tidak pernah mau mengalah pada
Tuhan. Biasanya aku menepiskan kata Tuhan seperti seekor kutu buku yang
begitu saja menelan kata itu di lembaran-lembaran kertas dalam buku-buku tebal
bernama Kitab Suci.
Ah, tapi benar-benar kelam, kelam sekali!

2.
Kurasa baru kali ini mengatakan bahwa aku masih hidup, padahal sebenarnya
aku tidak tahu seperti apa kematian itu. Seorang temanku pernah berkata bahwa
apabila hidup itu berbau pasir panas terguyur hujan maka kematian berbau pasir
lembab terpanggang matahari.
Berawal dari suara kuku yang menggurat-gurat kaca jendela yang terdengar
aneh di sore hari. Dilanjutkan oleh suara mesin tik yang meraung-raung ditimpa
suara-suara hentakan dari kaki seorang sufi yang mengaum. Aku sebenarnya tak
mengindahkan itu semua sebab apa peduliku bila itu semua hanyalah masuk
kedalam telingaku dan bukannya keluar dari mulutku.
Keanehan ini kupelihara seperti jamur yang menyerang kulit coklat terbakar
panas matahari. Menutupi bagian-bagian dari hidupku yang tidak seorangpun
mampu menebak bahkan bagian terluarnya sekalipun. Padahal seperti sudah

241
kubilang tadi bahwa aku tidak mengenal hidup seperti halnya aku tidak tahu
sama sekali tentang mati, semuanya gelap total!
Hal ini kuhadiahkan pada Tuhan sebagai persembahan tambahan dari
persembahan-persembahanku sebelumnya. Aku mengalah pada Tuhan dalam hal
ini. Tapi terus terang, saat ini adalah momentum paling aneh dalam hidupku.
Apalagi bila aku menggunakan momentum ini sebagai pijakan untuk memulai
hidup baruku yang baru saja kupertanyakan.

3.
Kurasa baru kali ini mengatakan bahwa aku masih hidup. Berawal dari kokok
ayam jantan yang terdengar aneh di sore hari. Suara mobil dan klakson meraung-
raung ditimpa suara-suara burung yang mengaum. Aku sebenarnya tak
mengindahkan itu semua. Pikiranku hanya tertuju pada sebuah nama: Kelam!
Kelam dari sebuah kemampatan berpikir, akankah kulanjutkan hidup ini? Ya,
harus kulanjutkan sebab tiada hidup yang pernah kujalani selain derita... derita...
derita...
Atau itu mungkin hanyalah sebuah pengalihan perhatian dari ketidak mampuanku
menghadapi hidup yang sebenarnya..., aku tidak menderita!
Kelam ini kupelihara seperti jamur yang menyerang kulit coklat terbakar panas
matahari. menutupi seluruh gelap hidupku. Ya..., aku tidak mengenal hidup
seperti halnya aku tidak tahu sama sekali tentang mati, semuanya kelam!
Kelam dalam kenyataan sekarang adalah tidak adanya bintang atau bulan sebab
masih sore. Tiada matahari sebab awan-awan gelap menyelubungi sore dan
hanya lampu-lampu jalan yang meremang menjadi sedikit penerang. Kulihat jam
tanganku, 16.30.
Kelam ini kuhadiahkan pada Tuhan sebagai persembahan tambahan dari
persembahan-persembahanku sebelumnya. Aku mengalah pada Tuhan dalam hal
ini. Tapi benar-benar kelam, kelam sekali!

Ketiga penulis fiksi itu memang menyengaja untuk saling memplagiat dan
mencoba untuk saling menonjol dengan memberikan penekanan pada wilayah-
wilayah yang berbeda untuk menampilkan image yang berbeda satu sama lain.
Sebenarnya ketiga penulis itu tidak saling mengenal satu sama lain sebelumnya.
Mereka hanya pernah bertemu di Cybersastra dalam kolom forum diskusi.

242
Penulis pertama menampilkan plagiasi pertamanya dengan mengambil salah satu
bagian dari novel Episode IV tanpa sedikitpun merubah kata-katanya dan
mengkalim bahwa itu adalah karyanya.

Penulis kedua merespon dengan plagiasi yang sudah memberikan perubahan-


perubahan pada beberapa bagian.

Dan penulis ketiga melakukan hal yang sama seperti penulis kedua. Mereka
semua sudah membaca novel itu. Episode IV. Fiksi inilah yang pada awalnya
mempertemukan mereka.

Kali ini aku akan menamai kedua lelaki yang sebelumnya hanya berinisial lelaki
pertama dan lelaki kedua di sebuah taman itu dengan nama-nama aslinya. Seperti
yang sudah kau ketahui, penulis pertama bernama Gateauxlotjo. Penulis kedua
(lelaki pertama) bernama Alvin Respati dan penulis ketiga (lelaki kedua) bernama
Melvin Ayodya, saya sendiri.

Pertanyaan yang kemudian muncul dalam benak saya adalah, apa benar mereka
(kami) saling memplagiat? Bisa jadi hanya saling mensimulasi. Atau imitasi atas
satu sama lain.

Alvin bahkan merombak sebuah bagian dalam novel Episode IV:

Sepuluh pas. I’ve just want to be this over, so get your knees up. Kekalauan
kembali memeras solar plexus-ku saat sebuah kaset yang ditemukan oleh seorang
spg di sebuah meja kosong itu kembali ku-rewind dan kuputar…
“Ibuku seorang gila yang katanya diperkosa 5 orang anak-anak berandal yang
sedang mabuk. Katanya lagi, ibuku menikmatinya! Berarti ayahku 5 orang.
Kedengarannya lucu memang tapi padahal memang sangat lucu! Aku dibesarkan
di rumah sakit jiwa hingga berumur 5 tahun. Karena susu ibu adalah segalanya
dan ibuku, meskipun gila, masih sanggup memelihara seorang anak seperti naluri
singa betina yang ingin memelihara dan melindungi anaknya.”
Wanita spg itu mengeluh tak bisa tidur saat setiap kali memutar kaset ini…

243
“Kami dipisahkan dengan paksa, dengan air mata hingga menyebabkan ibuku
bertambah gila, mengamuk, mencederai 5 orang perawat dan lalu ibuku bunuh
diri.
Saat itu aku menganggapnya sebagai sebuah film kartun yang nyata.
Aku tertawa!
Selebihnya aku hidup dalam sebuah panti asuhan yang sudah tak sanggup lagi
mengurus kenakalanku.”
Itulah mengapa dia memberikan kaset itu padaku. Itulah mengapa kaset itu ada
padaku. Itulah mengapa aku sering me-rewind dan memutarnya. Itulah mengapa
solar plexus-ku sering terjeramah oleh kegalauan. Dan, itulah mengapa aku harus
membuang kaset ini…
“Pada umur 6 tahun, sebuah keluarga kaya mengadopsiku dengan alasan aku anak
lelaki yang sangat tampan dan lucu. Meski mereka mempunyai anak, tapi
perempuan semua. Meski mereka masih sanggup membuat anak-anak baru, tapi
mereka tetap mengadopsiku dengan alasan sama, aku anak lelaki tampan!
Ya..., tampan, bahkan sangat tampan untuk menjadi seorang gigolo.
Ayah angkatku pergi kerja tiap pagi sekali dan pulang seminggu kemudian, malam
sekali. Saudara angkatku wanita semua dan yang lahir kemudianpun wanita juga.
Ibu angkatku memperkosaku setiap malam semenjak aku menginjak remaja.
Hingga aku sadar bahwa alasan satu-satunya adalah kemaluanku cukup besar
untuk ukuran orang sini. Saudara angkatku secara bergiliran mengikuti kelakuan
ibunya. Hingga aku ketagihan dan kuperkosa adik angkatku yang sedang beranjak
remaja.
Cukup!”
Sepuluh lebih satu. I’ve just want to be this over, so get your knees up. Temanku
Marsha, sering meneriakkan ‘bunuh dan penggal kemaluan pengidap pedophilia’
pada setiap waria yang sedang bertugas di lalu lintas. Dan dari setiap waria yang
dia teriakkan ‘bunuh dan penggal kemaluan pengidap pedophilia’ itu, enam puluh
lima persen marah dan memukul dada Marsha tapi kemudian menciumnya, tiga
puluh persen waria lainnya tersenyum dan memeluknya, tapi kemudian malah
menyuruh-ancam Marsha untuk mencopot semua pakaiannya, dan lima persen
sisanya kabur saat teriakkan itu termuntahkan di wajah mereka. ‘bunuh dan
penggal kemaluan pengidap pedophilia’.
“Aku seorang biseksual. Ayah angkatku sudah mengajariku sejak dulu, dia

244
seorang pengidap pedophilia.
Sekarang kelam menyeruak dalam benakku.
Tapi lengkap sudah, ayahku enam; lima pemabuk dan pemerkosa, satu pengidap
penyakit aneh.
Ibuku dua; satu seorang gila, karena perceraian dan bunuh diri dengan alasan
Singa Betina!
satu seorang maniak seks.”
Sebenarnya, peristiwa akibat teriakkan ‘bunuh dan penggal kemaluan pengidap
pedophilia’ itu takkan pernah ada kalau saja Marsha tidak menerima kiriman paket
gelap yang disangkanya adalah kokain tapi ternyata hanya sebuah kaset. Kaset itu
masih misterius identitasnya. Bahkan sampai ditanganku. Dan aku sering
memutarnya…
“Saudaraku banyak; orang-orang gila, pemabuk, maniak seks dan anak dari ibuku
yang pertama sebelum gila; seorang wanita yang sekarang serumah denganku,
bermain seks denganku dan dia juga seorang pelacur.
Aku sekarang sudah beranjak dewasa. Beberapa tahun yang lalu aku diusir ayah
angkatku sebab ketahuan sedang bercinta dengan istrinya.
Aku bertemu kakak kandungku. Sebelumnya kami berpacaran dan bercinta setiap
hari. Hingga beberapa hari yang lalu seseorang mengatakan bahwa kami
mempunyai wajah yang mirip. Orang itu yang memberitahu kami bahwa kami
kakak beradik. Orang itu adalah ayahnya. Bukan ayahku sebab ayahku lima
sedang ayahnya satu, tapi ibu kami sama.”
Suatu saat, Marsha pernah meminta kembali kaset itu. Katanya ada seseorang
yang juga mengenali kaset itu dan menginginkan kaset itu kembali berapa pun
bayarannya. Tapi sayangnya, aku takkan pernah memberikan kaset itu kepada
siapa pun, berapa pun dia mau bayar, karena sekarang -aku terlanjur mencintai
suara dari kaset itu- kaset itu hilang. Itulah yang terjadi, peristiwa kehilangan yang
sempat membuatku ingin mati saja. Dan sampai sekarangpun desahan cerita dari
suara itu masih tersimpan dalam ingatanku…
“Keringanan kakiku melangkah seiring loncatnya keanggunan seekor keringat
malam yang mengandung peradaban. Terkenang bagaikan kicau jalak-jalak yang
terapung memecah liuk gelombang samudera.
Ha...ha...ha...”
Ha...ha...ha...

245
Dan lihat apa yang dilakukan Gateauxlotjo dan bersama Niskala atas Karya
Borges yang satu ini:
Borges dan Mereka
Fakta-Fiksi 1:
1. Penemuan Naskah Tua karangan Borges berjudul Borges dan Aku di sebuah
perpustakaan tua peninggalan Belanda di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dalam
huruf Wingdings.

2. Ditranskrip oleh Gateauxlotjo ke dalam huruf latin

3. Kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dibantu Niskala


Ruhlelana berjudul Borges dan Diri Saya.

4. Karya terjemahan Hasif Amini pernah dimuat dalam Newsletter Ajaib,


Yogyakarta, pada tahun 2001, dengan tambahan sebuah surat dari Baskoro Budhi
Darmawan.

Fakta-Fiksi 2:
1. Penemuan karya yang mirip di internet berbahasa Spanyol karangan Jorge Luis
Borges berjudul Borges y yo

2. Dan terjemahannya dalam Bahasa Inggris oleh Alastair Reid berjudul Borges
and I

3. Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dari versi berbahasa Inggris oleh


Ariyantri berjudul Borges dan Aku. Dimuat pada Majalah Hill, Bandung, Edisi
Pertama.

Fakta Tambahan:
1. Terjemahan Versi lain dari karya Borges diterbitkan oleh LKiS 1999 dalam
sebuah buku kumpulan fiksi berjudul Labirin Impian oleh Jorge Luis Borges,
diterjemahkan oleh Hasif Amini berjudul Borges dan Aku
2. Diterjemahkan berdasarkan tiga versi masing-masing: Borges and I, Norman

246
Thomas Di Giovanni dalam Borges A Reader. Borges and I, Alastair Reid dalam
jurnal Antaeus (1994) dan Borges and Myself, Norman Thomas Di Giovanni &
Jorge Luis Borges dalam The Aleph and Other Stories.

Berikut ini adalah versi terjemahan Gateauxlotjo dan Niskala Ruhlelana:

Borges dan Diri Saya

Ada dia yang lain yang saya namakan Borges mengalami semua kejadian itu.
Saya berjalan-jalan di beberapa bilangan di Buenos Aires lalu berhenti beberapa
kejap mata hingga terbiasa untuk melihat jeruji besi pada gerbang masuk; saya
mengenal Borges dari surat-suratnya, dan namanya tercantum dalam daftar
profesor atau dalam ensiklopedi tokoh. Saya suka melihat pasir-pasir lembut
dalam kaca menjadi penanda waktu, peta, bentuk-bentuk huruf pada abad 18,
aroma kopi, dan karya Stevenson; dia berbagi kesukaan itu dengan saya, tapi dia
terlalu hiperbolik dalam berkata-kata sehingga kesukaan itu menjadi seperti
kebohongan belaka. Akan menjadi berlebih kalau dibilang kami bertentangan
satu sama lain; saya hidup, dan dengan ikhlas tetap hidup, maka dari itu Borges
masih bisa dan terus menulis, dan karyanya itulah penyebab keberadaan saya.
Tidak begitu susah untuk saya menerima kenyataan bahwa dia telah mencapai
puncak pada karya-karyanya, tapi saya tidak lantas diselamatkan oleh karya itu,
bisa jadi karena sesuatu yang benar tidak dimiliki siapa-siapa, bahkan dia sendiri
pun tidak, akan tetapi oleh tradisi dan bahasa. Dan lagipula saya sudah pasti
hancur dan hilang, dan hanya sebagian dari diri saya yang bisa tetap bersisa
pada saat ini. Lambat laun, saya memberikan segala-galanya pada dia, meskipun
saya harus cukup berhati-hati dengan sikapnya yang absurd ketika menjadi
terlalu hiperbolik dan semakin keliru dalam memandang sebuah masalah.

Spinoza sudah tahu sejak awal bahwa apapun akan serius mempertahankan
adanya dalam keberadaannya dalam waktu yang lama; batu akan tetap batu dan
macan-macan loreng. Saya akan terus berada dalam Borges, bukan dalam diri
saya (kalau memang saya adalah seseorang), tapi saya cukup mengenal diri saya
melalui beberapa karyanya, apalagi dalam petikan gitar yang sinting atau buku-
buku yang lain. Dulu sekali saya pernah mencoba keluar dan lari darinya, dari

247
mulai legenda kota-kota pinggiran, bermain-main dengan waktu, hingga
ketakhinggaan ruang semesta. Tapi semua permainan ini sekarang kepunyaan
Borges dan saya mau tidak mau harus memikirkan hal-hal lainnya. Itulah kenapa
hidup saya adalah sebuah petualangan dan saya kehilangan semuanya dan
semua itu dipunyai oleh alam bawah sadar, atau olehnya.

Saya benar-benar tak tahu lagi siapa diantara kami berdua yang sudah
menggoreskan tinta pada halaman ini.

Saya juga sudah tidak tahu lagi siapa diantara mereka semua yang benar-benar
menulis kisah ini.

Tentang Ditemukannya Dua Mayat Lelaki Di Sebuah Taman


Oleh: Gateauxlotjo

Kalau Kau Membaca Berita Tentang Ditemukannya Dua Mayat Lelaki Yang
Tercincang Di Sebuah Taman (maka harus kau baca kisah ini dari awal!)

Langit sepertinya masih hijau. Belum menunjukan kebijaksanaan apapun,


bahkanpun seandainya beberapa bintang yang membentuk sebuah rasi mulai
jelas terlihat.
Dua lelaki itu masih duduk menunggui malam, masih di taman itu. Taman yang
berbau dupa, tidak begitu menyengat, tapi cukup membuat bulu kuduk berdiri
satu-persatu apabila dihirup dengan semua kegagalan fantasi yang menyeruak
menggambarkan wajah seram Sundel Bolong saat kau berumur 4-12 tahun.

Dua lelaki itu sedang menghitung berapa banyak keindahan yang terlewatkan sore

248
itu bila mereka membicarakan beberapa tema sekaligus dalam hitungan
kesepuluh.
Misalnya ketika seorang gadis bersepatu kaca berjalan tepat di depan hidung
sementara bau dupa terus menghantui fantasi mereka. Ada keindahan yang
terlewatkan tentu. Atau ketika ada gadis lain melirik mereka dan mencoba duduk
di kursi besi yang lain yang tak jauh dari kursi besi yang mereka duduki sekarang
sementara suara mobil yang entah berapa puluh mengaum di kejauhan di jalan
sebelah taman itu. Sementara mereka terus membicarakan tema-tema yang sejak
tadi melingkupi obrolan mereka. Ada keindahan yang terlewatkan tentu. Atau
ketika ada seorang anak kecil melemparkan batu pertamanya ke kolam yang tak
jauh dari tempat duduk mereka dan ibunya tersenyum memperlihatkan sebuah
kebanggaan yang tak dapat dilukiskan pelukis naturalis rajin setelah menghisap
satu gram metamphetamine sekalipun. Senyum yang menarik, seharusnya menarik
kedua lelaki itu. Tapi tidak. Ada keindahan yang terlewatkan tentu.
Ada memang banyak keindahan yang terlewatkan. Puluhan paragraf. Tapi tidak,
ada keindahan lain yang mereka rasakan saat langit berubah dari hijau ke kelabu
padat. Yang hanya dirasakan mereka berdua. Tidak dirasakan orang-orang yang
sedang menikmati sore di taman itu. Hanya mereka berdua.
Dua lelaki itu sebenarnya tidak pernah merindui malam, tidak seperti para
kampret yang menggantung di sudut-sudut kolong jembatan dan dahan-dahan
pohon. Tidak pernah merindui malam sama seperti tidak pernah merindui siang.
Lelaki pertama berbadan kurus tapi tidak kering, cukup basah dalam beberapa hal,
misalnya apabila dia menawarkan seorang gadis untuk bersetubuh dengannya dan
menjilati seluruh tubuh gadis itu seperti induk kucing menjilati anaknya setubuh-
tubuh. Cukup basah saat merokok, sebab ujung rokok yang terselip di bibirnya
memang tidak pernah kering, sepertinya dia tidak pernah berhenti menjilati
rokoknya yang berasa sedikit manis itu seperti tidak akan pernah bisa menikmati
rokok putih yang ujung filternya tidak berasa atau bahkan sedikit pahit.
Wajahnya tirus, memendam tangis, sedikit merah apabila mendengar beberapa hal
yang emosional, marah, sedih, tertawa, malu, gatal bahkan birahi. Wajahnya
cukup menarik kalau begitu, berwarna dua, merah dan putih oriental standar.
Tangannya selalu mengepal seperti mempunyai wajah yang kuat dan berbadan
gempal. Tangannya selalu mengepal seperti menandakan bahwa dia selalu siaga
apabila ada orang yang tiba-tiba datang membawa segudang adrenalin dan

249
menimpakan beberapa balok paving block ke muka, kepala dan tubuhnya.
Tetapi lelaki itu berperilaku santai, hanya tangannya selalu mengepal, entah
kenapa.
Dia, seperti juga yang sering ia katakan, adalah keindahan yang terbunuh oleh
takdir. Dengan kata-kata itu ia membesarkan diri.
Lelaki kedua berwajah lembut, kekanakan, kewanitaan. Seperti akan membiarkan
orang menampar pipi kirinya apabila sebelumnya orang itu menampar pipi
kanannya. Tidak akan membunuh seekor nyamukpun meski dia hidup di musim
kemarau dalam sebuah tempat penuh genangan air dan puluhan baju bergantungan
di capstock dan lemari yang terbuka. Sepertinya dia rentan akan berbagai penyakit
yang dekat dengannya. Berwajah Arab campuran Cina. Wajah yang jarang sekali
ditemukan, wajah yang dipertemukan oleh dua kebudayaan yang amat berbeda,
amat bertolak belakang. Dan sepertinya leluhurnya pernah bermasalah terhadap
keluarga besarnya. Kakeknya diusir dari rumah karena menikahi seorang Cina.
Neneknya diusir dari rumah karena menikahi seorang Arab. Ayahnya lahir dan
menikahi seorang sunda-belanda saat beranjak dewasa. Cukup tampan kalau
begitu.
Lumayan tinggi dan tegap, tidak terlalu kurus meski sepertinya olahraga bukan
kebiasaannya dari semenjak lahir hingga sekarang. Kulitnya berwarna macam-
macam, sepertinya seluruh warna siang, sore, malam dan pagi menempel
sekaligus dan sabar di tubuhnya.
Dia, seperti juga yang sering ia katakan, adalah takdir yang indah. Dengan kata-
kata itu ia membesarkan hati.
Taman yang mereka duduki sebenarnya taman yang sudah lama mati, tak pernah
lagi dikunjungi, hanya dihuni beberapa gelandangan dan menjadi tempat
nongkrong anak-anak Punk yang mencoba meninggalkan rumah lantas setelah
benar-benar kelaparan mereka baru pulang lagi ke pangkuan orang tua mereka.
Taman itu mulai menjadi hidup kembali setelah beberapa demonstran lingkungan
hidup dari sebuah LSM pencari perhatian menekan pemerintah kota untuk
merenovasi fasilitas-fasilitas taman itu, seperti misalnya WC umum, kursi-kursi,
tempat bermain anak-anak, air mancur dan kolam-kolam yang sudah menyerupai
bekas peternakan babi.
Sebuah gedung kembar simbol hegemoni ekonomi meledak beberapa saat setelah
kejadian di bawah ini.

250
Seekor kucing bercorak putih kuning tiba-tiba mengeong dengan nyaring dengan
mata menyorot langsung dan tajam ke mata lelaki pertama. Seolah akan
memperingatkan tentang sesuatu padanya, dan bukan saja seolah. Agak lama
mereka terpaku terkesima hingga kucing itu pergi sambil menggerutu dengan
eongan-eongan kecil hingga tak terlihat, tertutup salah satu pohon di taman itu dan
beberapa belukar akan tapi eongan nya masih terdengar.
Lelaki pertama tersontak kaget, melirik ke arah lelaki kedua yang juga
memandanginya dengan nada pertanyaan yang sama dalam air mukanya.
Sebuah pertanda! lelaki pertama menyentakan suaranya tepat di ujung pusaran
pikiran lelaki kedua.
Aku tahu, tapi pertanda apa, aku tak tahu. Runutannya terlalu cepat. Menurutmu?
lelaki kedua mencoba mengurai pertanyaan-pertanyaan yang terlontar secara diam
dari lelaki pertama.
Kupikir alangkah sebaiknya kita menjadi Sulaiman dahulu sebelum menerka-
nerka apa yang ingin disampaikan kucing itu pada kita.
Kenapa harus Sulaiman! Bukankah setiap manusia bisa menerjemahkan bahasa
buana seperti itu?
Buktinya kita tidak bisa! Apa kau pikir bisa semudah itu menerjemahkan bahasa
buana?
Meditasi, Kawan! Coba kita sedikit bermeditasi dan menyatukan energi kita
berdua. Seperti yang pernah kita lakukan waktu itu saat kita berdua sering
dikunjungi hantu-hantu berkerudung. Bukankah saat itu akhirnya kita berdua
dapat berkomunikasi dengan mereka?
Ah, ya… Kalau begitu, ayo!
Lelaki pertama meraih tangan lembut lelaki kedua. Mereka berpegangan erat,
saling menyilang. Kanan dengan kanan. Kiri dengan kiri. (Alasan kenapa
menyilang adalah agar tidak ada perebutan energi. Sebab tangan kanan bermuatan
positif dan apabila bertemu tangan kanan lagi akan terjadi penolakan sehingga
energi akan tetap berputar di tubuh masing-masing. Pada saat seperti itu mereka
menggunakan kesempatan untuk menyedot energi dari semesta. Berkomunikasi
dengan semesta.)
Malam semakin larut. Orang-orang benar-benar hanya tinggal para pengemis dan
pengamen yang sudah terlelap dalam dusnya masing-masing di sudut taman.
Kedua lelaki itu masih berhadapan, berpegangan erat seperti seolah tidak akan

251
dilepaskan andai saja tidak ada guntur yang menggelegar.
Dari arah utara, tiba-tiba, datang seorang tua membawa sebuah kendi berisi air
bening. Seorang tua bersorban putih, berbaju putih, berkumis putih, bersarung
putih, dan bermata putih. Orang tua itu buta! Tapi dia bisa berjalan sangat tepat
dan cepat seperti seolah akan mengalahkan manusia bermata normal dalam
kecepatan berjalan seperti itu, dalam kegelapan malam seperti itu.
Orang tua itu mencoba mendekati dua lelaki di taman itu.
Berkata dengan suara lirih,
Hai dua lelaki yang perih hati! Aku datang kemari untuk membawa dua buah
jawaban atas pertanyaan kalian yang tadi kalian lontarkan. Aku adalah
Sulaiman.
Dua lelaki itu tersontak kaget. Terbangun dari meditasinya. Hari hampir pagi.
Memandang lurus setajam katana ke arah lelaki tua berputih itu.
Kau Sulaiman? Dengan bersamaan, seolah terucap dari mulut kedua lelaki itu.
Ya, seharusnya para malaikat yang diutus dini hari ini untuk menjawab
pertanyaan kalian. Tapi aku meminta pada Tuhan untuk menggantikan para
malaikat itu sebab tadi malam kalian menyebut-nyebut namaku.
Pesan apa yang kau bawa dari Tuhan untuk kami, Paduka? Lelaki pertama
bertanya diiringi sedikit menekukan tubuh tanda hormat pada Sulaiman.
Jawaban pertama, meditasi kalian akan meruntuhkan beberapa hegemoni yang
ditanamkan sebuah negara adi daya. Meditasi kalian akan menimbulkan teror
yang hebat untuk dunia. Sebuah teror yang akan luar biasa mengejutkan dunia.
Teror? Lelaki kedua menyambut dengan pertanyaan lagi.
Sang Sulaiman terdiam sejenak sambil memandang kosong dengan mata butanya
tepat kejantung mata lelaki kedua.
Kenapa terdiam? Lelaki kedua mencoba membuka kembali percakapan.
Sang Sulaiman menghirup nafas panjang. Aku hanya membawa dua buah
jawaban. Yang pertama sudah kulontarkan. Tak ada jawaban lebih lanjut dari
jawaban pertama. Yang kedua akan segera kulontarkan. Kalian harus bersiap
sebab jawaban yang kedua akan terlontar menjadi suara terakhir di dunia yang
akan kalian dengar.
Maksudmu? Lelaki kedua.
Maksudmu? Lelaki pertama tergagap, seolah dia sudah tahu apa yang akan
dilontarkan lelaki tua itu.

252
Dunia akan berada di ujung tanduk seekor kerbau seperti dongeng leluhur kalian
yang sering kalian dengar setiap malam sebelum kalian tidur. Kerbau itu berdiri
di atas ikan Nun. Ikan Nun itu hidup di Samudera Hindia yang berombak ganas.
Kalian akan tersenyum, hidup di dunia seperti itu. Kalian adalah penyebab semua
itu, tersenyum bukan? Selain aku mewakili Jibril saat ini, aku juga mewakili…
Lelaki itu terdiam sejenak, menatap kedua lelaki itu, kembali menekankan
kesiapan kedua lelaki itu untuk mendengar berita ini.
Sebentar, lelaki pertama tiba-tiba berdiri, kau Malaikat Maut? Hendak meregang
nyawa kami? Mencabut nyawa kami sebab kami tak akan siap menghadapi apa
yang akan terjadi siang ini?
Benarkah wahai Paduka? Lelaki pertama menghentakan kakinya, juga tiba-tiba
berdiri.
Kalian adalah orang-orang pilihan. Sudah cukup tugas kalian di bumi.
Keindahan yang kalian ciptakan, keindahan yang kalian tatap kemudian kalian
bicarakan sudah cukup mapan untuk berdiri sendiri. Tetapi sebelum itu, Tuhan
merencanakan untuk segera mencabut keindahan itu. Ya, aku mewakili Sang
Maut! Aku mewakili Izrail!
Dari arah selatan beberapa orang berpakaian seragam hitam-hitam, sekitar sepuluh
orang dengan masing-masing membawa golok menyerbu masuk ke dalam taman.
Berteriak-teriak menggaung. Bunuh mereka…, bunuh…!
Dua lelaki itu terkaget. Sulaiman sudah menghilang menjadi sebentuk bayangan.
Mengangkat kedua lelaki itu. Orang-orang berpakaian hitam itu mencincang tubuh
kedua lelaki itu menjadi sebentuk onggokan darah, daging dan tulang.
Dua lelaki itu melayang diangkat Sulaiman yang mengerjakan tugas Izrail sambil
menoktahkan air mata.

253
Obituari Untuk Niskala
Oleh: Minus Orbit

I.
Aku punya seorang teman. Namanya Niskala. Rumahnya di kota cianjur. Selama
hidupnya di cianjur hanya berpindah rumah 2 kali. Pertama ke BTN Joglo. Yang
kedua hanya menyebrang. Kemudian dia bersekolah, sekelas denganku waktu
SMA. Dia aneh, jarang ada yang mau menemani dia, kecuali aku, soalnya aku
juga sering dibilang aneh oleh teman-temanku, karena aku sumbing.

Niskala sering meledek aku. Menirukan orang sumbing kalau bicara. Tapi aku tak
pernah sakit hati karena aku tahu Niskala hanya bercanda.

Aku selalu merasa nyaman kalau dekat Niskala soalnya dia tak pernah peduli aku
sumbing atau tidak. Dia sering meledek orang-orang. Mungkin salah satunya gara-

254
gara itu dia jarang ditemani orang-orang. Tapi gara-gara itu pula aku merasa
diperlakukan seperti orang biasa olehnya. Meledek adalah kebiasaanya, dan dia
tak pernah segan meledek orang secara fisik, seperti padaku dengan meniru gaya
orang sumbing bicara. Aku malah jadi tertawa dibuatnya. Bahkan lama-lama
akhirnya aku juga malah meladeninya, dan lama sekali kami bicara dengan bahasa
sumbing dan saling mengerti satu sama lain, meski ucapan Niskala dengan gaya
sumbing kadang suka tidak jelas, tapi yang penting kami tertawa…hingga
terbahak-bahak soalnya kami tertawa dengan gaya orang sumbing. Mungkin gara-
gara itu pula pada akhirnya aku mencintainya…

II.
Namaku Minus. Aku gay. Dan aku sumbing. Sumbing bawaan sejak lahir.
Mungkin karena itu orang tuaku menamaiku minus. Karena aku memang manusia
minus. Manusia minus kesempurnaan. Seperti Niskala. Aku mencintainya, meski
aku tahu kelakuannya minus. Dia juga manusia minus. Manusia minus keinginan.
Jadinya lebih menderita daripada aku. Manusia tanpa kesempurnaan itu wajar.
Tapi manusia tanpa keinginan sepertinya hampa. Pernah suatu kali kutanyakan
padanya tentang hal ini, mengapa dia tidak pernah berkeinginan, meski sedikit.

Terus dia jawab:


Pernah liat malaikat? Tentu belum kan? Karena emang gak ada, maksudku
wujudnya, malaikat hanyalah konsep. Dan aku memilih salah satu konsep tentang
malaikat itu untuk dicobakan pada kehidupanku sehari-hari. Kemudian akan
kulihat apakah dengan cara itu akhirnya bisa ditemukan cara untuk mewujudkan
malaikat menjadi terlihat kalau memang ada, atau menjadi ada secara fisika
dengan mengkalkulasikan seluruh konsep-konsep yang berhubungan dengan
wacana malaikat itu dari berbagai sudut pandang. Hasilnya? Aku tak pernah
tahu. Hanya kemudian aku berpikir bahwa konsep malaikat adalah sebuah
konsep pencapaian. Dan aku sedang melakukan proses pencapaian itu.

Aku bingung. Mengerjap sebentar lalu memikirkan jawaban Niskala tadi. Aku
tidak mengerti bahkan hingga sekarang pun tak pernah. Apa hubungannya
keinginan dengan malaikat?

255
III.
Suatu ketika Niskala bertanya padaku sambil tertawa:
Darimana kamu tahu bahwa kamu gay, padahal kamu tidak pernah sekalipun
pacaran, baik sama cewek ataupun sama cowok, karena kamu udah pasrah juga
kan dari kecil bahwa kamu bakal gak laku?

Aku diam. Serius. Tak bisa menjawab pertanyaan itu. Aku tidak mau Niskala tahu
aku mencintainya. Aku takut kehilangan dia.

IV.
Kompleksitas pada kehidupan selalu bermula dari sebuah pertanyaan tentang
cinta. Beribu kisah ditulis untuk menjawab pertanyaan itu, beribu film, beribu
buku, beribu korban, dan beribu pertanyaan ulang, beribu pertanyaan tentang
detail, tentang segala macam hal yang berhubungan atau hanya saling terkait
dengan itu, menjadi puisi, menjadi musik, menjadi hening atau bunuh diri.

Aku tidak tertarik mempertanyakannya. Aku sudah tahu. Dan aku cukup tahu diri
mengakui bahwa cinta yang kumiliki ini berjenis kelamin hening.

Meski Niskala riang dan aku begitu mencintainya, keheningan ini sepertinya
sudah terdiam permanent dalam hatiku, jauh sebelum rasa cinta pada Niskala
muncul.

Sejak kecil aku sudah ditolak oleh dunia, dan ditakdirkan untuk menerima
penolakan ini dengan baik. Kemudian diajarkan bagaimana menolak balik semua
dunia yang mungkin datang tanpa melalui proses rumit bernama kematian. Hanya
Niskala-lah satu-satu nya dunia yang tak pernah kutolak.

Selamat Jalan, Nis…


Semoga menemukan keabadian yang kamu cari-cari itu…!

256
Auto-Epitaph
Oleh: Eva Ifanya

Kurasa sudah saatnya aku menambah beberapa impian dalam kegagalan otak
sadarku untuk berpikir ketika aku bangun. Lihatlah, betapa angkuhnya kelemahan
sarafku hingga tak dapat lagi aku melihat dunia dengan dua mata!
Entahlah!
Tapi aku terus memandangi photomu, dan selalu kulihat watak yang berbeda dari
penerjemahan kerlingan matamu dalam lampu bohlam di kamarku yang dapat
kuatur cahayanya. Ketika terang engkau seperti ingin mengatakan bahwa hatimu
kelaparan akan keindahan yang tak dapat lagi kau dapatkan hanya dengan
selembar uang lima puluh ribu atau bahkan berkoper-koper. Tapi justru ketika
lampu kuredupkan wajahmu semakin berseri dan kau seolah berkata padaku,
“Sayang, jangan terlalu kau khawatirkan aku! Aku sudah terlalu lama hidup di
dunia, aku bosan dengan keindahan yang hanya seperti itu dan terus seperti itu.

257
Aku bosan dengan suara deru kendaraan. Langit yang selalu biru di siang hari,
selalu hitam di malam hari. Tanah kuburan seakan memberikan promosi yang
sangat sugestif pada diriku, hingga aku melakukannya. Yah…, tapi aku
menikmatinya.”
Truly, kenapa begitu cepat. Kamu masih terlalu muda dan bahkan televisi Jhonson
di rumahkupun lebih tua dari umurmu. Aku masih begitu sayang padamu, hingga
aku takut berpisah dan membayangkan perpisahan itupun terasa amat sakit seperti
kangen yang begitu lama kupendam. Lidahku terasa begitu pahit padahal tak
sebutir obatpun kuminum. Aku sakit. Aku lumpuh. Aku buta. Dan tertawa tampak
tidak lucu pada saat ini, maka aku tidak tertawa. Aku menangis!
Truly, bukankah kau pernah mengatakan padaku bahwa hiduplah dengan mudah
dan tersenyumlah dengan lepas agar jiwamu ringan dan kau bisa melayang
kemana saja, tanpa beban! Ingatkah kau? Lantas kalau kau ingat, kenapa pada saat
aku harus mengatakan hal yang sama padamu, kamu pergi begitu saja? Dan tak
kau beritahukan sedikitpun kesakitanmu padaku. Padahal aku sangat ingin
merasakan beban yang menjadikan kamu begitu mudah menelan pil-pil tidur itu.
Aku kembali menangis, aku tak sanggup membayangkan rona merah di wajahmu
yang selalu menghias pagi hari di depan gang ketika kau akan berangkat kuliah.
Tapi sekarang rona merah itu menjadi putih pucat tanpa sedikitpun aura yang
biasanya mengelilingi sekujur tubuhmu.
Kenapa kau lakukan itu. Ah! Truly, aku benci kamu. Kau tinggalkan aku sendiri,
hampa. Aku rindu... Aku gila!

Hingga malam, kudentangkan gitar dengan nada-nada fals seperti hidupku.


Kunyanyikan lagu-lagu cinta seperti seolah tiada lagi yang lebih berarti dalam
hidup ketimbang cinta.
Tiba-tiba datang Niskala. Dia bercerita padaku tentang hubungan cintanya yang
kandas gara-gara hal kecil yang sebenarnya masih bisa diselesaikan. Cinta lagi!
Apa tidak ada kisah lain yang lain selain kisah cinta? Selalu cinta… selalu tentang
cinta. Aku muak, sambil menghembuskan asap rokok ke mukanya.
“Sebentar, Kawan! Bukan hubungan cinta dengan wanita, tapi dengan Tuhan. Gue
lagi berantem berat ama Dia.”

258
Aku tak peduli. Lalu aku tinggalkan dia. Aku keluar kamar kost-ku.
Kulangkahkan kakiku mengikuti ibu jari yang entah berapa lama tak kupotong
kukunya. Semerbak harum getah-getah pohon flamboyant mengiringi langkah dan
lamunanku. Dingin malam tak terasa. Tiba di pinggir jalanan sepi, aku berjongkok
dan mataku menerawang ke arah langit yang malam ini enggan menampakan
bintang-bintangnya. Sepertinya enggan untuk memberiku keindahan. Disitulah
aku sepanjang malam itu hingga tertidur.
Pagi hari, lebih tepatnya menjelang tengah hari aku dibangunkan oleh suara
klakson bis kota yang mengangkut para mahasiswa dan pedagang-pedagang pasar
yang baru pulang. Aku menggeliat dan menoleh ke sekelilingku. Begitu riuh. Aku
berdiri dengan sisa kantuk yang masih menyerang sarafku. Sambil sempoyongan
berjalan menuju kamar kost-ku yang tak jauh dari sana.
Sesampai disana kutemui Niskala masih tertidur. Dan seorang gadis sedang
membaca majalah.
“Hai!” sapaku.
Dia terkejut dan menoleh ke arahku.
“Karna, dari mana saja?” kata If.
“Sejak kapan disini?”
Dia tak menjawab. Dia hanya memelukku sambil mencium pipiku dan menarikku
kedalam kamar. Lalu dia menuangkan segelas air putih dari botol dan
memberikannya padaku.
“Minum dulu! Berantakan sekali kamu. Dari mana sih? Tertimpa gunung batu ya?
Aku kangen.” Katanya.
Aku hanya terdiam setelah menenggak habis air di gelas itu. Aku terus terdiam
sambil tertunduk. Dia pun terdiam sambil memperhatikanku. Sepetinya tidak
menunggu jawabanku. Dia mengerti bahwa ini bukan saatnya aku memberikan
jawaban. Dia sepertinya tahu bahwa aku sedang menghadapi sesuatu yang berat.
Selanjutnya, aku berteriak-teriak. Dia keheranan dan mencoba menenangkanku.
Aku terus berteriak dan mengamuk hingga Niskala terbangun dan langsung
membantu If menenangkanku. Hingga aku menangis dalam pelukan If.
“Aku ingin mati saja, aku ingin mati!” ratapku.
If menepuk-nepuk punggungku dan membelai-belai rambutku dengan lembut.
“Sudahlah, Sayang! Tenangkan dulu, baru setelah itu ceritakan apa yang terjadi!
Mungkin aku bisa membantu.”

259
Aku terisak-isak dan lalu tak sadarkan diri.

Solo, 9 Agustus 2000


summer disini...
aku lari kesini dengan hampa
tanpa daya dan kehancuran
aku tak lagi bisa membuka kelopak mataku
keningku bersimbah keangkuhan
tanpa cinta
tanpa air mata
aku mengering di musim semi ini
haruskah aku kembali...?

Jogja, 12 Agustus 2000


juga summer...
ternyata aku masih mengering
dalam bus travel ber-AC
yang kurasa sangat menyesakan setiap hirupan nafasku

Kawali, 20 Agustus 2000


di kota kuno ini
aku dapatkan pencerahan
kucoba membunuh diriku
tapi tak berhasil...
aku dipulangkan!

Jakarta, 25 Agustus 2000


sedang musim kemarau...
aku menangis
betapa rindunya aku
dengan musim kemarau
meski aku jadi semakin mengering

260
Bandung, 27 Agustus 2000
hari pertamaku
kuhabiskan dengan
meminum dua gelas kopi tubruk
dan sebungkus rokok kretek
dengan memandangi lalu lalang peradaban
di hadapanku
bersama seorang anak kecil lusuh
yang berjuang dengan bahagia
membagi masa kecilnya dengan sepiring duka yang tertawa
seperti aku...?
aku yang terduduk kaku?

Cianjur, 29 Agustus 2000


disini, di kota asalku
di pangkuan ibuku
aku menghembuskan nafas terakhirku (kurasa...)
dalam kekeringan yang amat panjang
aku rindu Truly…

Kusangka aku telah mati


bersama segala perih hati
tetapi selimut putih itu mulai membuka lagi
tak lagi menutupi sekujur tubuhku
ah...
betapa sejuk disini!
surgakah ini?

Pertemuan kami sebenarnya biasa-biasa saja. Pada tempat yang biasa, moment

261
yang biasa, suasana yang biasa dan bukan hari yang istimewa.
“Namaku Karna!”
“Truly!” Katanya sambil memegang erat tanganku.
Dalam benakku, cantik, sepi atau single? Sebenarnya wajahnya biasa saja,
sederhana dan terbantu oleh penampilan yang cerdas. Rambut yang selalu terurai,
mata yang selalu terang di siang hari dan cerah di malam hari. Wajah khas dengan
karakter kuat yang mungkin mempunyai garis ras yang asli tanpa terlalu banyak
campuran.
Aku memikirkannya hingga pulang ke rumah, hingga malam, ketika makan,
ketika mandi, hingga aku tak bisa tidur.
Cantik?
Sepi?
Single?
Entahlah! Hanya kedalaman jiwanya yang dapat kurasa.
Entahlah! Nyatanya aku tertidur nyenyak sekali.

Dulu…
Bukankah sering dikatakan Truly bahwa ia masih gadis, ia masih gadis! Truly
masih gadis? Mana mungkin! Beberapa hari yang lalu ia kulihat sedang telanjang
bersama entah siapa di kamarnya, ketika aku ke rumahnya. Aku tak percaya kalau
ia masih gadis. Meski aku belum pernah bercinta dengannya. Belum mencobanya.
“Aku masih gadis!” katanya selalu.
“Aku tidak percaya!” kataku dalam hati.
Itulah awalnya aku bermain bahasa jiwa dengannya.
“Selama ini orang berpacaran dengan ikatan emosi, kau tahu!” kataku
“Maksudnya?”
“Ya, saling mencintai, menyayangi atau apalah… Bukankah itu emosi dan
bukannya pikiran?”
“Ya, benar. Lantas…?”
“Lantas kenapa kita tidak mencoba melakukan suatu hubungan dengan ikatan
pikiran dan emosi yang seimbang.”
“Untuk apa, apa bedanya?”

262
Aku tak menjawab. Biarlah dia mengerti sendiri jawabannya. Itulah awalnya aku
mengajak Trully menjalin suatu hubungan.
Truly, sebuah nama yang anggun dan berani. Aku tahu sebab aku adalah Eros dan
Truly adalah Anteros. Kebencian? Entahlah!
Dia yang selalu mengatakan bahwa dia mempunyai perasaan khusus untukku.
Perasaan khusus, dia tak pernah tegas menyatakan dengan kata cinta. Hingga
akhirnya aku mencintainya. Untukku cinta terlalu dalam. Hingga disini aku
memang mencintainya.
“Kau sungguh-sungguh mencintaiku?” tanyanya suatu ketika.
“Aku tak tahu.” jawabku.
“Kamu tak tahu? Aneh!”
“Ya, memang aneh, sebab memang aneh…”
“Aneh!” katanya sambil lalu.
Aku juga aneh. Kenapa aku tidak berani mengatakannya.

Suatu ketika…
“Katakan padaku tentang cinta!” Truly berkata.
“Cinta…, cinta…?” kata si lelaki yang berambut potongan penyanyi british,
seperti memakai wig ditarik sedikit kedepan, “menurutmu sendiri?” tanyanya.
“Aku merasakannya, tapi tak bisa mendefinisikannya.”
“Jadi kaupun merasakannya?” Kau mengatakannya! Hatinya ikut terkejut.
Terpancar dari wajahnya yang entah tampan entah cantik. Mungkin ketika Tuhan
membuatnya terlalu banyak campuran ras hingga terlalu kompleks dan tak ada
karakter khas yang kuat. Semuanya resesif.
“Entahlah, aku bingung!” Truly mengakhiri dan lalu pergi.

“Sedang mencari sesuatu ya, Dik?”


Itu yang pertama kudengar ketika pertama.
“Namaku Karna!”
Itu yang pertama kudengar ketika kedua.

263
“Truly, jangan tinggalkan aku, please!”
Itu yang terakhir.
Namaku Truly. Lengkapnya Truly Madly Deeply. You know, Ha! Truly Geovanny
Permata. Aku tinggal dalam keluarga yang sangat berantakan. Lucu! Tapi itulah,
aku jadi cuek banget hidup. Cerita diatas adalah khayalan terakhirku sebelum aku
mati. Dan lalu aku teguk sebotol pil tidur yang berdesakan dalam
kerongkonganku. Aku pusing, limbung, jatuh. Semuanya menjadi gelap. Karna,
aku cinta kamu!

Kutemukan secarik kertas dipangkuanku, secarik kertas yang penuh dengan


coretan pena, yang ribuan kali sudah kubaca. Dan selalu baru setiap kali aku
membacanya, meski lusuh, meski hampir menjadi seonggok debu tak berarti. Tapi
bagiku, meski begitu, akan tetap berarti dan akan terus terngiang di benakku.
Secarik kertas berisi puisi tanpa judul yang diberikan Truly seolah seperti ribuan
tahun yang lalu, ketika surga masih kupijak, masih kurasakan keindahannya!

aku dan engkau adalah satu


dan dicerminkan dari cinta Tuhan
kita adalah satu jiwa yang terbelah
dan takkan menyatu kembali
sebab Tuhan telah cukup membuat kita
merasa menjadi diri-Nya...
seperti yang sudah kita bicarakan
kita akan bertemu lagi
di dunia berikutnya, sayangku...

Aku bangun dari tidurku dan kulihat udara mendung, sepi sekali! Kulihat jam
yang tergantung miring di dinding lusuhku. Jam 8. Ha!
Cinta tak lagi indah bila semua begitu lambat dan aku tak sadar bahwa ciuman
pertama itulah yang membuatku jatuh cinta. Tetapi telah kukatakan salam terakhir

264
untuknya.
“Selamat tinggal, Karna!”
“Truly, jangan tinggalkan aku, please!”
Terlambat!
Aku menarik pelatuk revolverku tepat ke otakku.
Semuanya gelap. Aku palsu...

Namaku Suicide, akulah kepalsuan Truly. Aku benda sedang Truly wanita. Jadi
bunuh diri adalah kata terakhir yang bagus sebab tak pernah bisa kurasakan
bagaimana menjadi wanita.

Namaku Karna. Aku yang menulis semua kisah ini dalam buku harianku. Ini nyata
dan kualami.

Akulah buku harian. Sebab setiap hari Karna menulis dalam tubuhku, akulah yang
paling tahu tentang dia. Setiap kali Karna menulis, kurasakan percumbuan dahsyat
dengannya. Dan aku selalu orgasme berkali-kali. Mungkin aku buku multi-
orgasme. Karna memang lelaki perkasa. Tapi tidak setelah Truly mati. Dia
menjadi lemah. Tapi kau mesti tahu! Itu cara mati yang paling indah.

Namaku Truly. Aku single. Tapi ada tanda “Dilarang masuk!” pada dadaku. karena
itu, aku bukan perawan lagi. Aku selalu melarang setiap lelaki menjamah dadaku.
Tapi selalu membiarkan mereka masuk kedalam rahimku karena dengan hal itu
aku selalu merasa dilahirkan kembali. Dan setiap kali aku lahir kembali, aku
berharap lahir dalam keluarga yang berbeda. Tapi harapanku tak pernah terjawab
karena aku orgasme. Selalu kenikmatan orgasme jawabannya.

265
*

Liar. Namaku Liar. Ya, pembohong! Ya, liar!

Kutipan. Namaku Kutipan. Seperti yang kau tahu aku adalah kutipan. Tidak
seperti plagiat melainkan aku lebih tepat merupakan kutipan. Mengakulah!

Namaku Kau-Tahu-Siapa-Aku.
Aku adalah sebatang rokok.
Sepertinya sebatang rokok benar-benar sebuah kenyataan, ketika ayahku selalu
berkata bahwa istrinya adalah botol-botol berisi Vodka. Jangan biarkan botol
selalu terisi, jangan biarkan sloki selalu kosong, begitu katanya setiap kali.
Aku tak tahu, aku adalah sebatang rokok.
Ibuku selalu mengajariku membedakan dada kiri dan dada kanan. Inilah dada kiri,
bila kau sentuh itu, kau akan menjadi pahlawan di mata wanita. Dan ini adalah
dada kanan, bila kau meremasnya, wanita akan tergila-gila padamu. Begitu kata
ibuku sambil dia membuka seluruh pakaiannya dan bermasturbasi di depanku,
merangsangku dan mengajakku bermain cinta. Aku mulai terangsang!
Aku hanyalah sebatang rokok.
Kuperkosa otakku dengan buku-buku dan filsafat-filsafat. Aku menjadi abu dan
asap. Tidak terbang aku malah tersenyum sendiri. Menyaksikan konyolnya
penciptaan-penciptaan yang diawali dari sebuah ketidak puasan dan lalu mencoba-
mencoba.
Aku memang sebatang rokok.
Sebatang rokok yang menjadi budak paradigma sebuah cermin dari siluet api-api
kejantanan. Padahalkah aku betina? Awan-awan yang menggumpal dalam neuron-
neuron di otakku telah memadamkan api-api itu.
Akankah aku sebatang rokok?
Sebab malam hari ini tak ada sebatangpun rokok di kamarku. Sedang insomnia

266
telah sukses menyerang anak mataku. Kelopak indah di mataku telah hilang
seperti seorang biksu yang memotongnya dan lalu melemparkannya ke tanah,
menjadi sebuah tanaman.
Aku adalah sebatang rokok.
Dengan segelas teh manis menemaniku. Aku menjadi seorang pemimpi. Selalu
mimpi diangkat dari sebuah peti mati. Bukankah mimpi indah telah sekian lama
membuaiku dalam ketidak mampuan? Jadi keluar dari peti mati akan lebih indah
daripada masuk kedalamnya.
Akulah sebatang rokok.
Ketika Robert Jhonson memainkan slide gitarnya mengiringi teriakan Dylan
dalam sebuah pertunjukan mimpi-mimpi keabadian. Iskandar duduk di kursi VIP
bersama keanggunan seekor Cleopatra. Venus melayang memperhatikan pantat
seksinya padaku, telanjang. Payudaranya begitu indah!
Oh, Tuhan! Aku telah menjadi sebatang rokok.
Rokok kretek atau rokok putih. Dengan atau tanpa filter. Light atau bukan. Aku
tetap sebatang rokok. Yang akan segera mati dalam penantian dan dada tak tenang.
Ketika itu tubuhku telanjang. Dicumbu para pelacur dan mati ketika ejakulasi.

Aku sebatang rokok.


Dalam puncak; Kematian dan Orgasmus.

Bandung, Waktu: A
Aku akhiri cerita ini...
Aku bunuh diri dalam kenikmatan yang tak terlukis. Indah! Dengan tulisan yang
kuukir sendiri disebelah photo terakhirku: My Beloved MySelf...
Selamat tinggal...!
***

267
Dendam, Drugs Overdose dan Samantha (Dalam 5 Fiksi)
Oleh: Ana Leluhrn ivr E

Pengantar Author
Di sebuah malam yang cukup redup, malam yang cukup tenang, malam yang
libidinal, malam yang cukup sakral, malam di sebuah lobby hotel yang penuh
kemenangan, penuh ilusi, penuh lenggok padat wanita-wanita anorexia, dengan
secangkir coklat panas, secangkir adrenalin panas, secangkir hiper-aktivitas jari
menekan keyboard laptop dengan Microsoft Word menjadi major pada saat ini,
secangkir hutan lebat dalam kepala, secangkir cinta yang masih mengepulkan asap
abu-abu tipis dan berbau teratai. Seorang gadis dengan muka mannequin
menyorotkan matanya tajam ke ujung terdalam jantungku, menyorotkan detak
hormon estrogen terbaiknya, dan pheromone yang begitu deras menyertainya,
memukul bagian terjauh kesadaranku. Aku berdegup jantan (meledak-ledak
dengan androgen yang begitu dominan dengan sedikit tambahan dophamine dan
serotonin)… serta beberapa aphorisma dari Rumi, diiringi ketukan nadi janin di

268
rahim gadis itu dalam tempo 90 seperti pada Fruity Loop’s Tempo dengan design
angka digital klasik yang muncul pertama kali sebagai simbol untuk bentuk-
bentuk angka digital . BOOM…!!!

Terjadilah maka terjadilah…(kun-fayakun...) Fiksi.-Fiksi. dibawah ini:

Fiksi. Pertama.
Hanya beberapa bagiannya yang kutahu, matanya, sudut-sudut terlancipnya, dagu
belahnya, dan sebentuk tanda lahir 3 senti di bawah pusarnya yang sedang
membulat, membalon, serta puluhan gurat singkayo yang begitu mempesonakan
persepsi terindahku. Coba perhatikan ini…

Samantha Story
BABAK I. EPISODE I.

Samantha berteriak
"Joey…, Joey…, tunggu aku!"

Joey membalas berteriak


"Samantha?
Kau bukan Samantha!
Aku tidak kenal kau"

Samantha bernyanyi
La… la… la…

Joey berkeras
"Kau bukan Samantha
minimal, bukan Samantha yang kukenal."

Kira-kira puisi itu yang akan membawaku pada ingatan tentang gadis itu...lantas
siapa kau? Wanita bernama Samantha yang diberikan Niskala dalam rangkaian 5
babak puisi kisah berjudul Samantha Story, lalu kubawa kabur ke kota ini...

269
Kemudian kuketahui bahwa kehilangan puisi ini sangatlah menyakitkannya...tapi
aku memang sangat perlu untuk melakukan ini, membawa puisi ini kabur. Ya, dan
kemudian terjadilah Episode IV, bukankah itu bagus buatnya. Tapi ini hanya baru
spekulasi, teori konspirasi, hipotesis, sebab aku pun mendengarnya dari racauan
schizophrenic-nya saat-saat dia berada di panggung kebesarannya...aku sangat
menikmatinya saat itu, ah Niskala...

Namaku Cyan...

Fiksi. Kedua.
Gadis itu, memandangku dengan muka misterius, seperti senyum padahal jutek,
mendatangiku...((dengan sorot mata yang seperti gadis di hotel tadi,-auth.) baca
bagian pengantar author,-ed.)

"Mau tidur? Murah kok, 200 ribu short time."

Shock!!! "Ok...dimana?"

"Diatas, lantai 3. ikuti aku!"

Karpet-karpet, Elevator, 1-2-3, suara ting…, 315…, suara kunci dibuka, ranjang,
duduk…

"Siapa namamu?" Please, jangan katakan namanya sama…

"Samantha lah, apa lagi! Kenapa emangnya, penting ya?"

Astaga, kenapa selalu harus sama sih?… "Sorry, terkadang aku butuh basa-basi,
butuh foreplay…!"

"Tapi aku capek banget malam ini…ngantuk!"

"Terus, kenapa kamu menawariku?" Sinting!

270
"Maksudku, aku terlalu lelah untuk Foreplay. Dan ada sesuatu dalam diri kamu
yang aku belum tahu apa itu..."

"Ya udah gak usah kalo gitu, kita ngobrol aja…Aku fine kok!" Yeah...Right!

"Jangan lah, ini udah resiko pekerjaanku. Aku Ok, asal To The Point." Lantas dia
tiduran diatas kasur empuk berbau lelaki yang melayang sebelumku.

"Emang udah berapa tamu yang kamu layani hari ini?" tanyaku sambil
menyalakan sebatang Marlboro.

"Udah 8, dari tadi siang."

Fuck, dengan tubuh selayu ini, kuat ngelayanin ampe 8 kontol sehari??? Setan!
"Oh.. pantesan. BTW, ini kali pertama lho aku kesini."

"Ngewe?"

"Bukan, "jajan" begini." Alaaah...kamana atuh “jajan” He.He.!

"Ah, yang bener?"

"Swear!" Kecuali memek-memek gratisan di jalan…Catteeettt!!!...

"Terus biasanya gimana?"

"Ya ama cewek, cuman gratisan…" dalam tanda kurung, khusus memeknya…

"Emang hari gini masih ada yang gratisan?"

"Banyak lah, aku kan ganteng. Malah pernah suatu ketika aku yang dibayar."
Yuuuk… "Tapi biasanya kebanyakan aku sama pacarku, kok." Yuuuuuuukkkk…

271
"Pacarmu? Kau punya pacar?"

"Entahlah, tapi sebenarnya aku mencintainya, dan dia tidak pernah mempercayai
itu..." Oh, Chartreuse…kamu dah denger lagu Trust nya The Cure gak sih???

"Seperti lagu Trust, The cure??!"

Anjing, dia tahu aja!!! Siapa sih nih cewek! "Yah, mirip2 seperti itu, kau suka The
Cure?"

"Hehehe... iya... mengingatkanku akan seorang teman, berdandan seperti Robert


Smith."

"Aku juga memiliki teman seperti itu." Niskala..I miss You, Much!.

Dia memandangku, lekat, langsung ke mataku…

"Mau sekarang?" katanya sambil merebah dan membuka satu persatu pakaiannya,
hingga tinggal BH dan celana dalam saja yang melekat di tubuhnya.

"Santai aja dulu…Sebatang rokok lagi." Jawabku sambil menyalakan batang


kedua Marlboro di kamar ini. Gw tegang nih, perasaan dan kontol.

"See, aku gak bisa turn on kalo pake kondom?" Abis gak kerasa sih...

"Ya udah, buka aja, tapi keluarin diluar ya!!!"

"Ok!" Terus kenapa tadi maksa nyuruh-nyuruh gw pake kondom, dasar pecun
bego...

"Tapi asal kamu tahu, ini kali pertama aku membolehkan tamu tidak memakai
kondom."

272
"Terus kenapa kamu membolehkan aku?" Tuh, kaaaan.....

"Aku percaya sama kamu, disamping aku masih penasaran dengan sesuatu di
dalam diri kamu."

"Apa itu? Sudah ketemu?" Ngomong apa sih dia!?!?

"Belum, nanti juga ketemu. Sekarang mending kita mulai lagi aja."

"Ah… lemes banget…" Pengalaman pertama yang aneh

"Aku juga… Eh lihat handphonemu dong…ada kameranya gak?" katanya sambil


mengambil mobilephone ku diatas meja disudut kamar.

"Emang kamu mau difoto telanjang?" WOW, stock gratisan nih!!!

"Mau…fotoin dong!"

"Sini…!" Aku meraih HP ku dari tangannya dengan semangat yang aku sendiri
belum bisa menerjemahkannya hingga sekarang, kuaktifkan kameranya...

Klik… mukanya… klik… buah dadanya… klik… setengah tubuh telanjangnya…


klik… seluruh tubuhnya 3 kali… klik… memory full…

"Yah…aku kan masih pengen di foto."

"Iya nih, memorynya habis, kuisi dengan lagu-lagu dan puisi temanku. Kamu gak
takut kalo nanti aku sebarin photo ini di Internet?" Goblok, kenapa gw nanyain hal
ini...

"Justru itu tujuannya, agar kamu sebarin di internet, lumayan publikasi gratis,

273
naikin harga pula. Eh, denger dong puisi-puisi temen kamu itu…! Aku suka lho
puisi…"

"Ok!" Pecun yang aneh...

"Cara nge aktifin loud speakernya gimana?"

"Tombol sebelah kiri…" Aku menarik nafas panjang setiap kali puisi ini
dikumandangkan, ah Niskala, maafkan aku, aku sangat perlu melakukan ini???

(OS)
segala yang terurai
menjadi lahir untukku
menjadi mati untukmu
tatkala aku jadi seribu aku
seribu sperma yang merindukan sejuta lelehan lendir panas iblis betina

aku adalah sperma yang menjadi janin


dan menggonggong menjadi anjing dalam rahimmu
rahim para dewi yang bersimpuh di lantai kahyangan
yang menjilati setiap keringat birahi para sesuci

aku adalah sperma terasing


yang akan menjilati setiap dinding-dinding rahim
mencari sel telur telanjang
untuk kuperkosa gairah kemenjandaannya, bergiliran

aku adalah sperma terbuang


menjadi kecoak dalam got-got di setiap sudut matamu
yang akan menyakiti setiap mili keangkuhan detak jantungmu
yang akan membuat vaginamu mengeluarkan lendir busuk peradaban

aku adalah sperma masokis


yang mencari rahim untuk kurasuki ruh kemarahanku

274
agar mati
agar mati
agar jeruji segera menghantam kebebasan bercintamu

aku adalah batara kala


sperma dewa yang terbuang
yang menjadi raksasa
yang akan segera membinasakan kesuburan rerumputan berharum
diantara selangkangan para bidadari

matilah!
matilah!
aku tidak peduli!

"Aku sangat familiar dengan puisi ini, tapi aku lupa kapan mendengarnya..."

"Memang, dia Vokalis-nya SID."

“Oh, Ya??? Niskala.”

“Kamu tahu?”

“Tentu, aku sangat mengenalnya, dulu dia sering kemari,...katanya..., karena


namaku sama dengan wanita pujaannya. Dia langganan setiaku. Pantesan aku
seperti sangat familiar dengan puisi ini. Saat itu, suatu malam saat dia singgah di
kamar ini, setelah satu putaran permainan seks, yang begitu dahsyat, dia tiba-tiba
berteriak-teiak membacakan sebuah puisi yang sepertinya sudah dia hafal, kupikir
puisi yang ada di memori ponselmu....” dia menarik nafas sebentar.. “kayaknya
dia dendam banget ya ama wanita?" sambil membetulkan rambut panjangnya.

"Gak juga sih, entahlah, aku juga dah lama gak ketemu dia. Puisi ini dia kirimin
lewat E-Mail, terus ku download ke HP ku. Aku seneng denger suaranya."

"Dia sahabat kamu ya?”

275
"Yup, deket banget, temen waktu di panti asuhan dulu. Aku diadopsi duluan oleh
keluarga diplomat gitu deh, jadinya aku bisa keliling2 dunia. Semenjak itu aku
jarang banget ketemu dia. Pernah sekali dua kali waktu dia manggung di Jakarta.
Aku gak pernah mau ke Bandung lagi. Trauma…"

"Udah yuk…?"

"Ok…"

"Oh ya…bayarnya setengah aja, aku gak bagus tadi ngelayanin kamunya. Nanti
kamu kesini lagi aja. Tadi dah ku save nomor HP ku di HP mu."

"Bener nih? Gapapa?"

"Ya udah, gapapa, lagian aku gak prof banget tadi, capek banget. Aku mau tidur
dulu ya…"

"Ok, thank’s ya… Bye Sam…!"

"Bye Cyan! See ya’…"

Lho, kok dia tahu namaku??

Fiksi Ketiga.
Apakah aku salah, apakah aku salah berdoa untuk mati hanya karena rindu
bercumbu dengan Tuhan???

Suara Niskala Ruhlelana menggelegar di telinganya, terbangun, mengumpulkan


nyawa…

Ah… dimana aku? Sebuah ruangan berbentuk persegi, 4x5 meter persegi, kosong,

276
dinding-dinding putih terkelupas, hanya ada sebuah ranjang butut di sudut
ruangan tempat dia berbaring, sebuah tape compo berumur jutaan tahun, tanpa
casing, dan dari sana masih menggelegar suara Niskala Ruhlelana menyanyikan
Aloerotisme dengan iringan personil band Samantha Impossible Dream (SID)
yang masih utuh, Ervi pada Gitar dan Background Vocal, Erva pada Biola, Yane
pada Keyboard, Karna pada Gitar, Niskala pada Loop Program dan Lead Vocal,
Suram!

Dimana aku? Gadis itu belum juga menemukan dimana dirinya. Nyawanya belum
juga sukses terkumpul… memorinya terus berputar seperti putaran CD menggesek
lensa CD-ROM komputernya. NGE-HANG!

Perlahan, sangat perlahan, puzzle-puzzle ingatannya mulai terkumpul…

Gadis itu terbangun dan guprak!!! Tubuhnya terjatuh dari ranjang butut itu,
puzzle-puzzle ingatannya membuyar lagi, berantakan, dengan lelah, pusing dan
sakit di pinggangnya akibat benturan tadi, gadis itu mencoba mengumpulkan dan
menyusun kembali puzzle-puzzle ingatannya.

Lagu Aloerotisme berganti menjadi Lagu Keranda Mimpi. Tiba-tiba secercah


ingatan menyala terang dalam kepalanya.

Ya, ya… aku ingat, lagu ini… lagu ini… tapi apa ya…? Kenapa tiba-tiba lagu ini
menyalakan sesuatu dalam kepalaku. Satu puzzle mulai tersusun di tempat yang
tepat… awal yang baik. Tapi… tapi… tiba-tiba bayangan mengerikan menyeruak
dalam benaknya. Sesuatu yang gelap menyelubungi isi kepalanya. Sebuah
bentrokan yang aneh, lagu itu menyalakan ingatannya, tapi ingatan tentang
sesuatu yang gelap.

Suara Niskala kembali merasuk pelan kedalam telinganya: jeritan suaramu itu,
menyentak tidur panjangku… pada bagian lirik yang itu dia mulai menangis. Tapi
kenapa aku menangis dengan lirik ini?

Sebuah nama terlintas dalam kepalanya. Nama itu melaju fade in seperti screen

277
saver dengan background gelap dan muncul huruf satu persatu… C… Y… A…
N…

C Y A N…!

Dia tiba-tiba menjerit, wajah putih mulusnya memerah, menangis terisak-isak…


sebuah suara seorang teman menyeruak dalam ingatannya, Chartreuse, sorry aku
menyampaikan kabar ini...
Aaaaaaaaaaaaa……!!! Dia menjerit lagi, semakin menjadi.

Suara itu kembali menggelegar, Cyan, Chart! Cyan meninggal…

Chartreuse tidak bisa menahan jeritannya. Ingatannya membanjir, menghanyutkan


semua puzzle ingatan yang tadi dia kumpulkan. Dia sudah tak butuh lagi puzzle-
puzzle itu. Sekarang semuanya sudah jelas. Dia sedang berada di kamar Cyan,
kekasihnya, yang begitu mencintai SID, bahkan sangat fanatik. Semua yang
dilakukan Niskala nyaris diikuti Cyan. Album Labirynth of Dream #1 (feat.
Borges :) sudah meracuni hidupnya. Semenjak mendengar album itu Cyan mulai
kecanduan heroin.

AAAAAAAAA…!!!

Tiga hari yang lalu Chartreuse mendapat kabar itu. Chartreuse menjerit, tak
sadarkan diri, terbangun dan menjerit lagi, terus begitu…

Cyan ditemukan meninggal dalam kamar kost-nya dengan jarum suntik masih
menancap di urat nadi tangan kirinya. Dan Lagu Keranda Mimpi masih
menggelegar.

Chartreuse sudah tahu dari awal bahwa Cyan sudah tidak bisa disembuhkan.
Bukan hanya darahnya yang diracuni zat-zat kimia sialan itu, tapi juga pikirannya
yang diracuni lirik dan gaya hidup Niskala. Pengaruh itu sudah tersimpan
permanen dalam setiap sel darahnya. Bahkan semenjak itu Chartreuse sering gak
digubris sama Cyan. Dia hanyalah pacar ketiga Cyan. Pacar pertamanya SID,

278
pacar keduanya Heroin. Sebenarnya air mata Chartreuse sudah kering untuk Cyan.

Tiga hari yang lalu setelah mendapat kabar itu, setelah penguburan jasad Cyan,
setelah semua prosesi itu selesai, Chartreuse pergi menuju bekas kamar kost Cyan,
dia punya kunci cadangannya.

Kamar itu sudah kosong, hanya tinggal tape compo butut dan ranjang yang lebih
butut yang masih teronggok di kamar itu, selebihnya sudah ludes digadai Cyan
untuk memenuhi kebutuhan kimianya.

Sesampai di kamar itu Chartreuse membaringkan dirinya di ranjang butut itu,


ranjang yang dipenuhi ribuan kenangan dia dan Cyan. Ranjang tempat pertama
kali ia dibuai Cyan dengan janji-janjinya, diperawani Cyan dengan lembut bahkan
tanpa tangisan. Ranjang tempat ia tidur terlelap dipeluk Cyan. Tempat ia curhat
dengan Cyan tentang keluarganya. Tempat Cyan menonton video klip SID dan
beberapa film dokumenter tentang Niskala saat Cyan masih memiliki TV besar
dengan DVD Player dan seperangkat Dolby yang canggih, tempat Cyan terbaring
sambil mendengar suara Niskala pujaannya. Tempat Cyan pertama kali
menyuntikkan racun sialan itu. Tempat Cyan menjerit-jerit sakaw. Tempat
Chartreuse menangis dan Cyan meracau, addicted.

Chartreuse mendekati tape sialan itu, menekan tombol play,

Sekali lagi kukatakan bahwa dosa telah tiada…Sekali lagi kukatakan bahwa dosa
telah tiada…

Chartreuse membaringkan lagi dirinya di ranjang butut itu, kelelahan, galau,


dihunjam kesakitan yang amat dalam, kesedihan tanpa air mata, lalu tak sadarkan
diri…

Dan aku bukanlah apa-apa…

Fiksi Keempat.
Samantha menghadiri penguburan itu dengan berbagai alasan;

279
- Semenjak kematian Joey, kuburan sudah seperti sarapan pagi, makan siang dan
cemilan malam baginya…

- Mengenang Niskala…

- Mencoba kembali melecutkan vaginannya diatas pusara, apa masih sedahsyat


dulu…

Kematian baginya jelas merupakan suatu hal yang sangat biasa, banyak sekali
orang-orang mati ketika bersentuhan dengannya, termasuk Cyan. Hanya dia
memang yang tahu persis penyebab kematian Cyan. Tepat seperti yang
dilakukannya pada Joey.

Coba perhatikan ini:


Samantha Story
Babak I Episode II

Samantha Teriak
Samantha kembali berteriak
"Joey, aku ingin mati."

Joey balas berteriak


"Matilah! Aku tidak peduli."

Samantha bergumam
"Baiklah, aku akan mati tapi indah dan kau ikut."

Joey balas bergumam


"Samantha, aku tidak kenal kau yang sekarang. Lantas, siapa kau?"

Joey mendekat
Samantha merangkul bayangan Joey

280
Samantha berteriak di telinga Joey
"Aku Ruh Kematianmu! "

Joey meninggal dunia dalam rangkulan cinta Samantha


Joey mati muda

Samantha teriak
"Joey, jangan mati!"

Rumors bahwa kematian Cyan disebabkan oleh Heroin dan Niskala tentu saja
tidak benar, menurutnya. Dialah yang membunuh Cyan. Keinginan kuat Samantha
untuk matilah yang menyebabkan energi kematian itu berpindah pada Cyan.

Samantha pertama kali melihat Chartreuse pada saat prosesi penguburan jenazah
Cyan. Samantha memperkenalkan diri, "Namaku Samantha…akulah yang
membunuh Cyan. Maafkan aku!"

Fiksi Kelima.
Kenyataan itu tidak pernah diakui Chartreuse. Ingatannya tentang Samantha
hanyalah pada wilayah dendam. Dendam yang mungkin membangkitkan
gairahnya untuk membunuh atau bunuh diri. Tapi meski begitu, kedua hal itu tidak
akan pernah terjadi, meski dia selalu melakukan percobaan atas hal itu.

Lama sekali dia memikirkan hal itu, hingga segala emosinya benar-benar datar.
Saat ini dia sudah meninggikan logika diatas segalanya. Logika berpikirnya untuk
membunuh Samantha, perencanaan matang yang tak dapat diduga sekalipun,
bahkan mungkin ada beberapa yang dia sendiri sama tidak tahunya seperti kita.
Tapi saat itu dia yakin banget bahwa ruh Cyan membimbingnya pada jalan itu.

281
Psikedelia Untuk Niskala
Oleh: Erva S.I.D.

Dogma, Domba dan Dongeng


coba tak kukatakan
coba tak kujawab
dan berteriak
sahut
menyahut
merintih
perih
mengembik
terkikik
kik...kik...kik...
hi...hi...hi...!
dalam sekali

282
kacamatamu menembus telinga ruang
dan kucoba raih egosentrismu itu-itu-itu
lalu kulit durimu terkelupas
satu-satu
dan aku melangkah
dua-dua
berjingkrak
loncat-loncat-loncat
seiring lagu rolling stone
dan ditimpa the cure
dengan friday i’m in love
seperti air
seperti dongeng
menjadi dogma menjadi siang menjadi domba
mengembik mengerjap lelah
tulis lagi satu
terkesinambung
dengan mata-mata-mata
tua-tua
melintasi ruang otak
dan mengakali
jati-sejati diri
aku rindu
aku rindu seringai lembutmu
aku kangen
sekangen mata tua sang kakek
pada tubuh bugil perawan istri muda khayalannya
paris jadi batu
bangkok jadi tanah
seattle jadi bangkai
bandung jadi indah, plaza
ya..ya..!
di plaza itu aku mengembik aku merintih aku jadi dogma keseharian jadi domba
jadi dongeng tak berkesudahan

283
dan dongeng dan dongeng dan
sahut dan
menyahut
jadi domba berubah dogma berupa dongeng
parodi waktu hingga
plesetan ruang
aku tembus aku terhempas aku jorok aku terangsang dan kugantung aku onani aku
teringat kamu jadi angan jadi asa jadi rasa jadi diri jadi ego jadi lelaki berubah
kelamin jadi domba betina jadi betis-betis mulus dan bra-bra menonjol jadi
menantang
ah...!
libidoku memuncak
jadi sexist
jadi dokter penyakitan
seperti dongeng jadi domba jadi dogma
dan kain-kain wol, polyester, atau katun sekalipun takkan sanggup menembus
kehampaan yang dongeng yang dogma yang aku yang aku-aku yang aku-aku-aku
yang domba yang dongeng tak terselesaikan
kugantung lagi
di lipatan jemari matahari
yang menyengat alis mataku
kuraih plato jadi jenius
kuraih gump jadi idiot
kuraih dalli jadi gila
jadi gila jadi hantu jadi dogma jadi dongeng jadi domba jadi domba-domba jadi
domba-domba-domba logika omong kosong filsafat para filsuf sok filosofis
coba tak kukatakan
tapi terus terucap
meluncur
seperti terjun
dan kau tersenyum jadi seringai
lembut
aku muak jadi harapan jadi tragedi jadi jiwa-jiwa kotor pemusnah raga
pemusnah indera-indera malam jingga

284
ah...!
aku orgasme
jadi domba terus dogma hingga dongeng
tak berkelanjutan
seperti putus
sepertinya domba
padahal dogma
sepertinya dogma
padahal dongeng
sepertinya dongeng
padahal domba
sepertinya domba
padahal dongeng
sepertinya dongeng
padahal dogma
sepertinya dogma
padahal domba
terus
menerus
siklikal tak tentu tapi siklikal tapi tak tentu tapi siklikal tapi tak tentu tapi siklikal
tapi tak tentu...

285
SchizophreniaNiskala
Oleh: Erva & Ervi

telah kukatakan
bahwa aku telah tiada, pada awalnya
semua tertawa
hingga jin-jin dalam botol terkencing-kencing
seorang gadis terkekeh hingga mati
satirkah ini
aku tak tahu
celanaku ketinggalan dalam kuburku
dan senandung robert johnson mengiringi langkah terakhirku
aku menari
dalam gelap yang membayangi hentakan kakiku
sehingga puncak mahameru menyemburkan apinya
tanda hyang syiwaboja sedang kesal dengan tarianku
bukankah para bidadari selalu menunjukan wajah terangsang

286
bercintalah dengan mereka
semburkan apimu ke dalam rahim mereka
hingga tercipta zygotes kemarahan di hari selasa
sampai terjadi bayi
dan mereka terus mengobarkan amarahku
atau terus memarahiku
aku akan peduli, pura-pura pada akhirnya,
aku tak peduli
inilah keselarasan, sahabatku
bukan kesempurnaan
sepi itu keabadian, bukan sepi ini keabadian
cepat-cepat kubuka mata hatiku
pandang jiwaku pada arti kemarahan
aku tidak marah, aku meralat
tapi hanya emosi yang tak terkirakan
kuakui bahwa tinta abadi telah terkubur
hingga kertas-kertas melajang
pena-pena membujang
seputih kapas selembut salju (maaf, tidak pernah ada salju disini)
aku hanya termenung tolol
dalam mata, dalam delik berita
sebuah harta pada sebotol aqua
ini bukan satir
tapi kejujuran menerjemahkan arti sorot mata
angin terbelah hujan terpecah hari semakin gerah
aku terangkan sebagian rasaku
pada kulit-kulit pohon yang mengelupas
aku tidak sendiri lagi aku tidak sendiri lagi
siapa yang akan mendengar
kali ini aku peduli, tetap pura-pura pada akhirnya,
aku tak peduli
tapi iya
sebagian yang lain mengancam minta ditutupi
maka aku memandang dengan sebelah mata

287
aku bukan kuasa
sebab aku tidak bertanduk
tapi bergading yang telah patah
sayapku terluka
aku oleng
hingga aku jatuh kembali
tapi tidak jadi
sebab aku tidak peduli, ini bukan pura-pura memang
dalam sekali aku pernah katakan
bahwa keabadian telah terlepas menabuh
terbunyi genderang kematian
aku sengaja tidak mendengar
sebab aku masih tidak ingin mati lama-lama
aku sesak dalam kubur ini
semakin menyempit
sebatang rokok pun tak mampu menyala
meski rokok putih
aku telah kosong
dengan rangka yang menjadi debu
tertiup angin
terus ke timur
menjauhi mentari yang tenggelam
di balik gunung aku sembunyi
ketika kepala raksasa cinta menyembul
di atas permukaan laut
inilah ketakutan akan rasa yang selalu menguliti dinding jantung
menyayat dinding lambung
setelah terbebas darinya
tiba-tiba sebuah anak panah menancap di keningku
aku tertawa sebab sang pemanah bukan arjuna,
bukan cupid, dan juga bukan robin hood
tapi alunan lagu seorang dara berbaju tinta
ia telah bangkit dari kubur
kuambil kertas

288
kuambil pena
aku hidup kembali
dalam kematian yang semakin lama
jelas aku mati akan lama
aku mati lama-lama
aku tak peduli
akankah aku ikut berperang
atau tetap bercinta dengan selimut duka
aku kembali mati dan terkubur
tetapi
aku tetap tidak peduli
sebab
aku masih hidup
aku menangis, lucu sekali…

Diari Mimpi Dan Beberapa Ingatan Bersama Niskala


Oleh : Dix The Psoriasis

Seperti shubuh,

ruh-ruh menabuh beduk,

mendera genderang dengan gairah-gairah sisa semalam

yang tenggelam dalam abad-abad kegelapan, tertinggal disana.

Aku terbangun, menggeliat,

menikmati sensasi-sensasi purba ketika ingatan terkumpul satu-persatu dan


kembali menyatu utuhmenjadi ingatanku, mutlak!

Aku mutlak milikku sendiri, seperti ingatan ini,

yang tersebar berantakan dalam kepalaku,

adalah mutlak milik ingatan-ingatan itu,

dan ingatan-ingatan itu adalah mutlak milikku sendiri,

289
meski aku tak lagi mengingat setiap hal seperti mereka mengingat hal-hal itu,

tapi tak apalah,

aku toh tinggal bertanya pada mereka ketika ada satu atau beberapa hal yang ingin

kuingat kembali.

bessy bilang: amnesiaamnesia

lalu kubilang: ignatiaignatia

ya, itu memang jauh lebih baik: amnesiaamnesia atau ignatiaignatia

lalu aku post di blog ku beberapa photo

(ETERNAL SUNSHINE OF THE SPOTLESS MIND)

agar suatu ketika amnesia ku sembuh,

ada jejak yang bisa kutelusuri.

saat itu di seminyak hingga kuta sambil menunggu bessy menyelesaikan


pekerjaannya.

Camera's eye, nama kamera itu, kepunyaan Joanna,

kutenteng sendirian di sepanjang garis pantai

seminyak - double six - kuta,

dan kata-kata itu meluncur begitu saja,

menggores diatas pasir,

menjadi visual dalam frame setiap pejalan

kemudian menjadi jejak bagi para pejalan kaki berikutnya

tentang hal yang sedang kurasakan saat itu.

begitu.

kemudian seperti pagi,

kusaksikan para peri menarikan ingatan-ingatan pada beberapa ketukan suara


embun

yang bergeser di atas daun,

290
pelan sekali hingga sampai pada sebuah ledakan ketika embun itu jatuh ke tanah.

para peri lalu menarikan sunyi pada lembabnya tanah yang terjatuhi tetes embun,

setiap sunyi pagi,

lalu laba-laba bunuh diri orgasme,

jaringnya mendung,

satu terkait daun tempat sebutir embun menetes, bergetar

setiap pagi,

mati di vagina istrinya,

menanam benih saat tahu nyawanya akan meregang.

lalu pagi terdiam lagi

menunggu tarian-tarian itu bergerak pada koreografi ingatan, kembali seperti tadi

memekarkan bunga-bunga,

menyambut matahari yang tak lagi sepi

seperti seolah Apollo sedang memainkan lyra dibaliknya

Abracadabra!

Patung itu muncul begitu saja di tengah-tengah taman depan rumah.

Sebuah patung emas manusia berkepala kambing

memegang selinting mariyuana dan sebotol anggur.

Menyeringai!

Patung itu menyeringai,

kemudian aku bergidik...seringainya aneh,

seperti telah mendengar sesuatu yang buruk dan diungkapkan dengan cara yang
aneh.

(hingga sekarang aku belum bisa menjelaskan dengan detil keanehannya seperti

291
apa)

Jibril, aku memang mencurigainya sejak awal. Isrofil berkata sambil menunjuk
padaku.

manusia disebelahnya bernama Jibril

dulu matanya menyorot tajam, membisikiku dengan sesuatu yang tak berwaktu
seperti saat ini

lebih aneh ketimbang keanehan seringai yang dimunculkan patung manusia


kambing itu

lantas kupanggil Jibril,

berharap dia bisa menjawab keanehan yang ini

Abracadabra!

Jibril seketika muncul dihadapanku, pada dulu itu

dengan sebuah letupan kecil

asap yang membumbung

bau bunga melati dan lotus yang berkepanjangan

cahaya menyilau lalu redup kembali

dan disanalah Jibril berdiri

memandang sunyi

padaku dan dinding-dinding kamar dibelakangku

tampaknya dia heran sebab interior kamarku berubah total

dari semenjak terakhir kali dia berkunjung kesini

apa kabar, sahabatku sapanya dengan suara berat khasnya,

yang seperti perempuan dan seperti laki-laki

padahal Jibril bukan keduanya

baik jawabku apakabarmu aku membetulkan posisiku dan menyilahkannya duduk

kami bersila saling berhadapan

292
melepas kangen dengan:

mendiskusikan beberapa buku

yang dulu langka tapi sekarang sudah diterjemahkan

dan beberapa film pendek yang didistribusikan bersamaan

serta album-album uncover dari band-band 70'an yang mulai menyebar

di cd-cd MP3bajakan di kota kembang dan glodok

lalu seperti siang,

belum lagi aku bertanya pada Jibril tentang keanehan seringai patung itu

genderang pedang berkumandang

entah dari mana datangnya,

puluhan suara golok Tjibatu dan katana palsu menggesek linu pada aspal jalan,
percik api

kobaran bara dalam kepala

seperti dua gank akan berperang

dan jalan Dago akan dipenuhi guratan-guratan putih bekas gesekan logam-logam
tajam

serta suara puluhan motor yang menggerung-gerung

teriakan-teriakan adrenalin

senjata beradu

darah

sirine polisi

bubar

terang menebas karang

membelahnya jadi dua

sebagian kering

sebagian hitam murka

293
tapi tak apa

sebab gelap belum menjelang

tapi Isrofil menjelma angin

meraba-raba tubuhku tanpa permisi

menekanku pada tingkat paling rendah

lalu nyaris membunuhku

andai saja satu hal tak datang...

senja...

para dewa merangkai durja, menenun gerhana,

meminta puja anti bencana, menggelar badai lupa,

lalu tak berupa

tapi minimal tak jadi mati, begitu kamu bilang setiap kali, dan kata-kata itu selalu
menyelamatkanku

setiap kali kamu memeluk aku pada ketinggian 2000 meter dari atas permukaan
laut

lalu mengecup pipiku saat matahari dipeluk cakrawala yang melingkar sempurna

seperti cincin pernikahan kita

dan kita berada di puncak... angin kecil menerbangkan serpih-serpih bunga


edelweiss

ada serpih mahkota, ada benang sari dan perkawinannya dengan putik pilihan
angin

lalu melahirkan bayi-bayi bunga abadi

kita melambaikan tangan pada bulan yang menyembul pucat seperti ketika kau
kepergok

sedang berduaan dengan lelaki lain di kamar pernikahan kita...

setiap kali...aku menangis...

senja...

294
apakabar?

lama sekali gak bertemu, aku ingat (meski hanya borges dan bessy yang berhak
menggunakan kata ini) terakhir kali kita ketemu, ada air mata di sudut matamu,

bahkan beberapa di sudut bibirmu, pasti rasanya asin ya? gak sepahit dugaan kita
sebelumnnya.

aku masih ingat air mata itu menjatuhi pipiku dan saat kucium bibirmu

aku ingat, kita berbagi rasa asin air matamu.

aku ingat kamu terbaring sendu di sebelahku saat bibirku menciumnya

apa kamu masih ingat?

kuharap kamu masih ingat sebab aku akan meminta maaf untuk itu

maafkan aku senja...

saat itu astrologiku tisyu

pasti hancur terkena air

dan kamu aquarius februari yang menakjubkan

menyentuhku lalu aku hancur sempurna

menghanyutkanku pada 300 meter dibawah permukaan selat sunda,

menyatu dengan artefak Atlantis, terbaring disebelah kubur Adam...

duh!

tapi senja... aku sudah memaafkanmu...

mari menikah lagi...

lalu terjadilah malam...

alam menyulam dendam

menganyam kelam

mereguk salam

sekali hantam...

295
Abracadabra!

jadilah, maka terjadilah...

dan kita tercipta pada dua sisi

aku di angka

kamu di gambar

dan Dia melempar koinnya...

...ANGKA...

selamat malam!

selamat datang nirwana pada tengah malam...

dan jadilah semuanya...

sabda sinis...hantu-hantu...distorsi...dan sekepal rayuan yang membuai...

lalu

sepi

s e k a l i

dan

Abracadabra!

jadilah fiksi ini...

296
Niskala & Sekala (Heaven & Earth)
Oleh Zahrana Kumayl

Niskala tak menyerah pada angin yang terus memburunya semenjak dia
meninggalkan Sekala suatu ketika di sebuah jembatan cahaya.
Heaven seharusnya nonton Band-nya Bayu ama Surya kemaren malem.
Tapi ada urusan yang penting banget yang gak bisa dia tinggalin.
Dia harus nemuin Earth di rumahnya, di Bekasi. Bayu dan Surya gak mau
ngerti hal itu. Mereka kecewa ama Heaven yang mengorbankan pertemanan demi
kekasih. Mereka juga agak kesel ama Earth. Soalnya Earth juga gak nonton
mereka manggung. Padahal mereka selalu nonton Earth And The Wonder Brothers
manggung.
Tapi pada akhirnya Niskala menghadapi Angin dan mencoba
berkomunikasi dengannya. Ternyata dia hanya mendengar sebuah bisikan kecil
dari angin: Temui Sekala di Vallhalland, sekarang!
Lantas angin kembali berhembus menjauhi Niskala, meninggalkan
lambaian tangan dan seutas senyum.

297
Sekala, sudah sekian lama akhirnya pesan darimu kuterima, kupikir angin
bukan membawa pesanmu, maafkan aku!
Bayu nemuin Heaven di kamar kontrakannya. Heaven lagi serius di depan
computer, nulis Cerpen, Dead line nih… duduk…duduk…kalo mau minum ambil
aja sendiri ya…Heaven langsung menyambut Bayu, tapi mata tetep melotot ke
arah monitor komputernya, tampak Microsoft Word dengan huruf Verdana
menjejali halaman-halamannya.

Loe demen banget ya ama Verdana. Gw lebih suka Arial Narrow,


ramping…
Hahaha…dasar Anorexia! Verdana tuh hurufnya gede-gede dan
tegas tapi luwes.
Tapi arial narrow tuh simple tapi artistik, gak kayak Verdana yang
menurut Gw terlalu luwes, geli, kayak cacing. Tapi gendut-
gendut… loe aja kali yang terlalu obsessive dengan
kegendutan…
Hahaha… gak gitu juga kali… kadang-kadang aku suka dengan
hal-hal yang ramping, tapi kalo udah artificial jadi gak asik lagi,
real Fonts don’t diet, remember?
Wuahahahaha….. itu yangselalu dilakukan temen-temen kita…
BTW, lagi nulis apaan?
Ini, Cerpen pesenan dari penerbit gw yang lama. Katanya dia lagi
mau nerbitin kompilasi cerpen dari cerpenis-cerpenis dari tiga
kota, Bandung, Jakarta dan yogyakarta.
Oh, jadi gara-gara itu loe gak nonton konser band gw tadi
malem?

Niskala melayangkan matanya pada lembah-lembah di bawah kakinya


yang seperti menancap pada bukit di atas lembah. Mencari-cari Sekala yang biasa
datang membiaskan warna coklat pada udara.
Sekala…sekala… Sekarang sudah waktunya, meski aku tak berwaktu, tapi
aku tahu kamu berwaktu… Kamu dimana?
Niskala tak bertemu Sekala. Vallhalland sepi sekali. Satu titik hangat

298
melumeri pipinya. Sekala... maafkan aku!
Heaven menyudut kamar, kehabisan Earth di kepalanya, entah kenapa.
Writer's Block menyerang, Headache menghabisinya, Earth menyempurnakannya.
Earth... maafkan aku!

Heaven: One Night in Lucid Dreaming


A lucid dream, also known as a conscious dream, is a dream in which the person is
aware that he or she is dreaming while the dream is in progress. During lucid dreams,
it is possible to exert conscious control over the dream characters and environment, as
well as to perform otherwise physically impossible feats. Lucid dreams can be
extremely real and vivid depending on a person's level of self-awareness during the
lucid dream.[1]

A lucid dream can begin in one of two ways. A dream-initiated lucid dream (DILD)
starts as a normal dream, and the dreamer eventually concludes that he or she is
dreaming, while a wake-initiated lucid dream (WILD) occurs when the dreamer goes
from a normal waking state directly into a dream state with no apparent lapse in
consciousness.

Lucid dreaming has been researched scientifically, and its existence is well
established.[2][3] Scientists such as Allan Hobson, with his neurophysiological
approach to dream research, have helped to push the understanding of lucid dreaming
into a less speculative realm.

wikipedia

Before Sleeping: saya melakukan hal dibawah ini secara bersamaan

- Saya mengaktifkan audio software Atmophere Deluxe dengan atmosfir Storm dengan
volume 60 % di PC saya

- Saya mengaktifkan audio softaware I-Doser dengan dosis Lucid dengan volume 30%
di PC saya

- Saya memutar video Scotch Mist Radiohead dengan volume 90% di PC saya dengan
kondisi repeat playlist di Windows Media Player di Screen 1 dan Visualisation di Screen
2 dengan tema Ambient

- Saya menghisap selinting tembakau tampang dilinting dengan daun kawung dengan
campuran hashish yang saya produksi sendiri dan sedikit tambahan Apel Jin yang saya
beli di pasar tradisional

299
- Lampu kamar saya gelapkan

- Saya minum sebotol Beer Organic Storm Gold yang dikirim seorang teman dari Bali

- Saya makan sebatang coklat Cadbury Black Forest

- Saya membayangkan adegan-adegan di novel saya yang baru yang sudah selesai
50% berjudul Fiksi-fiksi Bohlam dan Beberapanya Padam

- Hingga saya ketiduran

Lucid Dreaming:

Adegan pertama saya berada di dalam sebuah kereta kencana, yang saat itu sudah
tidak asing lagi buat saya, di atas laut yang tidak berombak, kereta itu tidak
melayang, saya tahu, tapi saya tidak tahu bagaimana kereta itu berjalan, apakah
menyentuh air atau tidak, keretanya tidak berkuda. langit mendung, tapi matahari,
bulan dan bintang datang bersamaan. Saya ditemani seorang perempuan yang saat itu
saya rasa sebagai Istri saya, tapi saya tidak pernah melihat perempuan ini di dunia
nyata. dia memakai mahkota, saya lupa bentuk mahkotanya, tapi yang pasti bertabur
berlian, karena saya bisa melihatnya gemerlapan tertimpa cahaya matahari yang
muncul dari sun roof kereta kencana itu. hingga adegan ini saya belum tahu bahwa
saya sedang bermimpi dan terasa sangat nyata. di adegan ini saya hanya jadi
penonton pasif, semua diarahkan oleh skenario mimpi dengan sutradara entah siapa.

Adegan kedua, saya mengetahui bahwa itu mimpi, kemudian saya mencoba untuk
bangun, karena entah kenapa suasananya terasa horor, mungkin karena pandangan
perempuan itu yang begitu dingin. saya mendengar lamat-lamat suara-suara dari PC
saya, dan melihat gemerlapan visual dari screen 2. anehnya saya tidak berada di
kamar saya ketika terbangun itu. lalu saya bangkit dan mencoba keluar dari kamar itu,
ternyata pintunya langsung ke luar rumah, saya melihat sebuah lapangan luas, saya
tidak tahu masih mimpi. di lapangan itu berjejer jutaan manusia, telanjang, tapi tidak
mendengar sedikitpun suara manusia, hanya sebuah lagu yang berasal dari sebuah
panggung concert yang megah dan saya melihat radiohead sedang concert
membawakan lagu Nude, tapi volumenya kecil sekali. saya sangat girang dan mencoba
mendekati panggung, ingin melihat radiohead lebih dekat. saya melewati manusia-
manusia telanjang itu, dan kaget ketika melihat pandangan mereka kosong seperti
mayat, terarah lurus ke arah panggung yang gemerlap. ketika sudah berada tepat di
depan panggung, volume lagu dari sound-sound besar itu tetap sekecil tadi, saya
heran, dan baru sadar bahwa saya masih berada di dalam mimpi, tapi kali ini saya
menolak bangun, karena sangat ingin bertemu Radiohead di belakang panggung, lalu

300
saya menuju kesana, menunggu mereka selesai manggung. tiba-tiba guntur dan
halilintar bersahutan ditimpa suara noise panjang dan hujan yang lebat. saya mencoba
berteduh di sebuah tenda putih, dan melihat semua personil Radiohead berada disana.
saya kaget, ekspresi mereka sama kosongnya seperti orang-orang yang di luar. saya
bertanya kenapa pada thom yorke, dia menjawab tergagap, dan tiba-tiba mereka
malah memainkan musik di tenda itu dengan lagu Weird Fish Carpegie masih dengan
ekspresi muka yang kosong. bulu kuduk saya merinding, saya keluar tenda. di luar
suasana sudah berubah, menjadi di pinggir pantai, sangat mendung, berkabut dan
saya melihat sebuah laut tanpa ombak dan tanpa akhir. tak ada apa-apa. saya benar-
benar berada di atas air. ketika sadar hal itu, saya tercebur dan lantas tenggelam
karena tiba-tiba saya tak bisa bernang. lalu ada sesuatu yang menarik kaki saya,
entah apa...saya meronta, terus meronta dan terbangun dalam keadaan banjir
keringat, basah, jauh dari tempat tidur.

Adegan ketiga diawali dengan hal itu, banjir keringat, basah, jauh dari tempat tidur,
tapi saya berada di kamar saya. anehnya, kali ini kamar saya terang benderang
dengan empat lampu halogen di tiap sudut kamar, dan kamar saya kosong, kecuali
seseorang yang terbujur kaku dangan erangan minta tolong di salah satu sudut kamar,
seorang perempuan, badannya belepotan darah, tapi saya tidak melihat luka
sedikitpun di tubuhnya, dan saat itu saya baru sadar bahwa darah itu berasal dari
luka-luka di sekujur tubuh saya, juga baru sadar bahwa saya bukan basah oleh
keringat, tapi oleh darah, saya menjerit kaget, meski bukan karena rasa sakit, karena
tidak terasa sakit sedikitpun, jeritan saya ternyata tidak mengeluarkan suara
sedikitpun. saya berlari keluar kamar. diluar sepi, tak ada orang, hening mencekam.
matahari bulan dan bintang berada bersamaan di arah barat dalam cuaca mendung,
tapi saya bisa melihat jelas mereka. kesadaran saya tiba2 mengatakan bahwa kiamat
tinggal tiga hari lagi, dan bumi akan gelap selama tiga hari ke depan. lalu ponsel saya
berdering, sekali, dua kali, tiga kali. baru saya mengangkatnya. halo? halo? dan
ponselnya masih berdering, tapi ada suara menjawab di ear phone-nya. ervin,
katanya, saya tuhan...

semuanya tiba-tiba berputar dengan iringan dering ponsel...

dan saya benar-benar terbangun...dengan jantung berdegup kencang...seseorang


menelepon saya...saya mengambil ponsel...melihat nomornya 0818160*** saya
mengangkatnya, halo?

di luar hari sudah siang, PC saya sudah mati, dimatikan adik saya, suara di seberang
menjawab, halo, heaven? suara wanita yang tak asing di telingaku ya, jawabku. aku
kangen kamu, katanya dengan terisak...

saat itu saya langsung tahu bahwa saya masih mimpi...dan langsung mengendalikan

301
semuanya...menjawab isakannya...ya, aku juga kangen kamu...tiba-tiba perasaan
bahagia menyeruak dalam diri saya...dan saya ingin mimpi itu berlanjut terus,
menolak bangun...

dan saya benar-benar tidak pernah bangun lagi...terjebak dalam kebahagiaan itu,
dalam mimpi itu...

:')

Last Scene:
EPILOGUE - The King of The Lizard's Graveyard, Outdoor - Night

No Tears, No Beers, No Cheers


just more pasts and away
a little "logical" talks and another "really-goodbye"

...and i no longer refuse to wake up...


this is the time to finish the dream

WAKE UP!
WAKE UP!
WAKE UP!

the phone rang three times

i picked it up...

"hello?"

"hello, Heaven, its GOD, again!" a hard-deep voice said, a voice from nowhere

"oh, hi god... what's up?" i said

"i know what's happened. so... what can i do for you?" god said

"umh... its ok GOD, I'm fine, really! Her-The Earth-fades out to the rainbow,

the rainbow-rainbow, OUR RAINBOW!" i said, loudly...

"which rainbow?" He asked, with the excited tone, curious

"the rainbow i told you… THE MOST BEAUTIFULL GREY!" i said, over loud

302
then he said, fastly, seduced-ly, "Oh wow… where is it? I feel up to look at…"

"...over there, beside your “great-falls”." i cut, gayfully

"awesome! faster-and-better…", he said and then with the diferent tone, "so it's your
turn I think."

"yeah..., thought so..." i said, I walked trough the door, opened it, fresh air flooded my
lungs...

"where up to?" he asked

"jump off to the west I think, get dark and get the darkness, cool it off. re-set the sun
down."

"good... the west is always the best… but just be silent, ok! dont make another fur fly!
no more babble out!" he warned

"I won't. trust me!" i said, seriously

"ok... good luck then!"

"so do you."

"i'll see you again, Heav!" he added

"cool! faster-and-better. PLAY SAFE !!!!" I said, laughed

he laughed too and click

i put the phone, looked up to the sky, and got the shower...

awh...cold water... it's real!

i really wake up, i feel the cold water bites my skin, the tooth paste bites my teeth, the
soap bubbles bite my eyes, and Chairil's knife bites my heart...

and it hurts...

the dream is finally over

303
=== the end ===

Labirin Hitam Di Bawah Matanya


Oleh Ervi S.I.D.

Para penata gaya, seperti tukang cukur, fashion designer, pekerja salon, beauty
consultant dan manikuris adalah sebagian dari sekian banyak orang yang paling
memenuhi kategori sebagai manusia-manusia yang dimaksudkan Nietszche dalam
ungkapannya tentang “memberikan gaya” pada karakter seseorang adalah sebuah
seni agung dan langka. Meski kemudian Nietszche menulis lebih kepada wacana
penokohan baik dalam seni peran maupun psikologi manusia.

Perkembangan mode yang begitu pesat jelas telah melahirkan banyak penata gaya
dengan beribu terobosan baru, dari mulai make-up yang mendampingi mode
pakaian hingga perombakan pada tubuh manusia itu sendiri seperti implantasi
yang tidak ditujukan untuk penyembuhan dan kesehatan melainkan hanya untuk

304
fashion belaka, bahkan juga merasuk kedalam wilayah fantasi futuristik, misal:
wacana post-human, film The Matrix, dan model-model anime dari Jepang.

Menata gaya adalah sebuah seni yang agung dan langka, ya, seperti yang pernah
saya ketahui ketika menatap mata seorang wanita begitu dalam, saya pikir juga itu
sebuah seni agung dan langka. Disana ada keindahan, spekulasi, imajinasi dan
dosa pertama.

Suatu ketika saya bertemu dengan seorang beauty consultant sebuah merk alat
kecantikan dalam sebuah pertunjukan fashion. Saat itu saya diajak oleh seorang
teman yang kuliah di Jurusan Tata Busana untuk menjadi model gratisan dalam
pertunjukan fashion yang memperagakan karya-karya tugas akhirnya.

Sebuah perusahaan make-up yang cukup terkenal selalu tak mau ketinggalan
menjadi sponsor untuk acara-acara seperti ini. Kompensasinya biasanya berupa
alat-alat make up dan beberapa perias mereka untuk merias para model. Dan
mereka mendapat keuntungan dari promosi berupa pamflet, leaflet dan spanduk
yang mencantumkan logo perusahaan mereka di sudut kanan bawah dengan
ukuran 4 x 4 cm.

Kali ini mereka mengirimkan 3 orang perias dengan jabatan Beauty Consultant
(BC) 2 orang dan Coordinator Beauty Consultant (CoBC) seorang.

Di ruang rias, setelah mengantri dengan puluhan model gratisan lainnya yang
tentu saja tidak secantik dan se-pede model-model professional, akhirnya saya
mendapat giliran untuk didandani. Ada empat kursi rias didepan meja rias panjang
dan sebuah cermin besar di ruang rias gedung pertunjukan tersebut. Satu kursi rias
ditangani oleh seorang perias. Saya mendapat kursi yang ditangani CoBC.

Ada beberapa kebiasaan beberapa orang ketika sedang didandani yaitu mengobrol.
Saya adalah salah satu dari beberapa orang yang memang sangat suka bicara,
bahkan ada seorang teman yang menyangka saya mempunyai sindrom asperger,
dan tentu saja mengobrol adalah bagian dari suka bicara itu.

305
Terus terang, CoBC itu, yang kemudian saya mengenalnya dengan nama Illana
(bukan nama sebenarnya), sangat cantik, dan saya berpikir saat itu ia lebih cocok
sebagai model ketimbang Penata Rias. Dan tentu saja kecantikannya mengundang
saya untuk bertanya dengan serbuan basa-basi yang biasanya berhasil menarik
perhatian wanita manapun.

Keindahan : Keindahan itu menyeruak menubruk perutku hingga terasa


desakan agak mual di ulu hati. Mata itu, ya mata itu, mata yang sering kali
kupandangi setiap sore di ujung musim kemarau. Mata yang menggerakan
kepalaku untu selalu mengikuti gerakannya kemanapun dia bergerak di kamar
hotel itu malam itu.

Spekulasi : (?)

Imajinasi : (?)

Dosa Pertama : (?)

(isi sendiri alasanmu)

“Sudah punya anak berapa, Mbak?” tanya saya sambil memandang lekat
wajahnya yang saat itu hanya berjarak beberapa senti karena dia, dengan sangat
detil, sedang mengulaskan kuasnya di kelopak mata saya yang saya minta agar
dibuat hitam berkesan gotik.

Dia tertawa dan memandang anak buahnya yang berada di sebelahnya sedang
mendandani model-model lainnya. Setelah itu dia menjawab pertanyaan saya
dengan mengalihkannya pada anak buahnya, seolah-olah saya tidak ada disana.

“Rien, aku barusan ditanya sudah punya anak berapa? Haha… emang aku
kelihatan begitu tua ya?” katanya pada BC yang kemudian kuketahui bernama
Vina (juga bukan nama sebenarnya).

“Ya ampun, masa sih, Bu? Aku aja dulu menyangka Ibu umurnya dibawah saya.”

306
Jawab Vina yang wajahnya justru tampak seperti anak kecil.

Saya hanya memandangi mereka yang meneruskan obrolan diseputar wajah


mereka. Tampaknya setelah itu saya tidak digubrisnya lagi.

Setelah selesai mendandani saya, wanita itu memanggil model selanjutnya. Lantas
sambil lalu saya bertanya padanya dengan nekad. “Boleh saya tanya lagi? Mbak
sudah punya anak berapa? Kok saya dicuekin terus?”

Sambil tetap tertawa seperti tadi dia menjawab, “Penting ya untuk saya jawab?”

“Penting sekali, sebab jawaban Mbak akan menentukan apakah saya akan minta
nomor telepon Mbak atau tidak.” Jawab saya sambil mendekat lagi padanya.
Model cewek yang akan dirias selanjutnya memandangku dengan pandangan
males.

“Temui saya setelah pertunjukan disini, sekarang sebaiknya kamu show dulu,
entar dimarahin koreografer.” Katanya dengan nada sok misterius. Terus melirik
anak buahnya dengan seolah ada kedipan sebelah mata disana.

Saya menyadari, ada begitu banyak hal yang menarik ketika dia mendandani saya,
atau kalau boleh kupinjam istilahnya, melukis di atas kanvas muka kamu. Saat ini
saya sudah menjadi mantan suaminya, kejadian tadi berlangsung kira-kira dua
setengah tahun yang lalu, dan itu adalah sebuah momen yang tidak mungkin saya
lupakan. Hal-hal menarik itulah yang kemudian membawa saya terbuai kedalam
semua hal yang berkaitan dengan dirinya, profesinya, kepalanya, bentuk
tubuhnya, payudaranya, tertawanya dan tentu saja vaginanya yang saya masuki
saat kencan pertama kami di sebuah hotel berbintang yang mendadak kami
masuki sebab ada sesuatu yang mendesak yang kami enggan untuk
mengatakannya satu sama lain, memang begitu kejadian aslinya, ini fakta. Tapi
maaf bila saya menyamarkan namanya dan semua orang yang nanti saya akan
ceritakan. Sebab ini bukanlah karya jurnalistik, saya tetap akan menyebutnya
sebuah karya fiksi yang diangkat dari kejadian nyata, tapi sama sekali bukan
adaptasi, detil-detil yang saya sebutkan memang benar-benar ada dan terjadi. Saya

307
juga tidak akan mengatakan ini sebuah cerita pendek, sebab cerita ini akan lebih
rumit daripada hanya sekedar cerita pendek yang memiliki pakem-pakem dan
aturan-aturan yang ketat, hal ini berlaku terutama untuk cerpen-cerpen koran atau
atau beberapa kelas sastra kertas, tentu saja gerakan sastra independent yang
membuat media kertas tidak termasuk di dalamnya.

Saat itu, saat didandani saya menemukan sebuah perasaan yang sama sekali baru
bagi saya, saya tahu bagaimana rasa cinta, tapi ini lain, mungkin lebih pada rasa
kagum dan penasaran yang digabungkan menjadi bentuk obsesi yang sama sekali
beda dengan obsesiku ingin tidur dengan BCL.

Saya terus saja memandangnya lekat ketika dia bercakap-cakap dengan anak
buahnya. Saya memandangi matanya yang tampak profesional memberikan
polesan pada seluruh wajah saya, tangannya yang begitu terampil melukis wajah
saya, gerak tubuhnya yang menurut saya waktu itu sangat libidinal, seolah ingin
diajak tidur malam ini juga, wajahnya yang cantik keibuan, parfumnya yang
mungkin adalah jatah dari kantornya. Harum tapi bisu, menurut saya, sebab dia
tetap menganggap saya seolah tak ada, seolah benar-benar sebuah kanvas yang tak
hidup.

Sesekali dia bersenandung. Dan entah kenapa saya benar-benar tidak bicara
setelah pertanyaan tadi, tidak seperti biasanya, saya juga heran. Saya terus
membisu sambil terus memandang lekat wajah dan pekerjaannya.

Proses melukis itu kira-kira menghabiskan waktu 10 menit, padahal cowok-cowok


yang lain hanya memakan waktu 4-6 menit. Mungkin karena saya meminta agak
berbeda, agak lebih dandan ketimbang yang lain.

Ketika pertunjukan fashion dimulai, jelas saya tidak menemukan wajahnya


ditengah kerumunan penonton yang bersorak-sorai karena saya pikir dia masih di
ruang rias bergosip dengan anak buahnya. Saya mengalunkan kaki yang sejak
seminggu lalu dilatih keras oleh koreografer sebab sekali lagi saya bilang bahwa
saya bukan model profesional. Bahkan saya sempat menolak baju yang akan
dipamerkan untuk saya pakai sebab saya pikir itu tidak sesuai dengan jiwa saya.

308
Jelas bahwa seorang model profesional tidak akan melakukan hal itu. Ada
semacam aturan bahwa seorang model profesional tidak boleh menolak pakaian
model apapun yang ditawarkan oleh perancang bajunya.

Sempat ada perdebatan sengit antara saya dengan sang perancang baju, teman
saya itu, hingga akhirnya dia menyerah dan membebaskan saya memilih baju.
Kebetulan saya waktu itu sedang menyukai wilayah musik yang gotik-androgin,
saya mencari pakaian model rok terusan dengan dominasi warna hitam dan perak,
anehnya saya menemukannya.

Teman saya, perancang baju itu, awalnya tertawa karena baju itu dirancang untuk
wanita. “Masa sih loe mau pake baju itu? Dasar orang gila!” katanya.

Tapi saya cuek dan bilang pada dia bahwa ini sesuai dengan jiwa saya. Bahwa
laki-laki juga diciptakan untuk menjadi indah seperti wanita.

Pokoknya setelah itu dia males untuk mendebat saya lagi. “Terserah loe deh...!”
katanya sambil menggelengkan kepala dan berlalu untuk memberikan instruksi
pada model-model yang lain.

Serangan berikutnya muncul dari mister koreografer Ernie (jelas bukan nama
sebenarnya, dan bukan pula nama bancinya) yang jelas-jelas lebih menyukai
model-model cowok yang macho ketimbang model kurus dan androgin seperti
saya. Pandangan benci-bancinya terarah straight ke muka saya ketika saya
memakai baju itu.

“Yey tu gila deh bo...itu kan baju banci nek, ntar yey jalannya mau gimana dengan
model baju kayak gitu, dasar lekong bencong...” katanya.

Saya malah tertawa. Dan dia makin benci sambil mikir tujuh keliling untuk
menemukan koreografi yang tepat untuk saya. Tapi yang pasti akhirnya Ernie
menemukannya. Dan saya jelas menolaknya keras-keras.

“Gak, loe pikir gue banci, gaya androgin kayak gini itu lebih tepat kalo jalan gue

309
justru cowok banget. Loe pernah liat Placebo gak kalo manggung. Dasar banci
tampil!” kata saya.

Dia jelas kaget saya memarahinya seperti itu. Tapi dia tetap akhirnya melatih saya
dengan koreografi yang saya tawarkan. Jadilah saat ini, saat pertunjukan ini
dimulai. Saat semua penonton bertepuk tangan bengong melihat penampilan saya.

Setelah pertunjukan selesai, Illana sudah tidak ada di backstage, kata salah
seorang BC-nya dia sudah pulang duluan, ada urusan keluarga. Tapi dia
menitipkan no ponselnya.

Seminggu setelah itu saya menelponnya, entah kenapa saya begitu lambat hingga
memerlukan waktu seminggu untuk menelpon dia, saya lupa.

Pertemuan saya berikutnya dengan Illana adalah setelah saya menelpon dia dan
dia ternyata masih mengingat saya. Untunglah! Kami akhirnya berhubungan sex
untuk pertama kalinya di pertemuan pertama itu. Di sebuah Hotel Bintang empat
di Jalan Dago. Kamar no. 314. Tak akan pernah saya lupakan.

Kami berpisah setelah dua tahun kami menjalani bahtera perkawinan yang segala
ritualnya saya buat sendiri, tidak memakai ritual agama manapun, tapi ritual saya
sendiri di Hotel itu saat pertemuan pertama kami. Entahlah, tapi sepertinya dia
percaya dengan ajaran saya. Tapi dua tahun kemudian dia meminta cerai, dengan
alasan dia harus kembali ke realitas. Pekerjaannya menuntut dia untuk tetap
berada dalam realitas. Menjadi penata gaya dalam sebuah perusahaan besar
menuntut realitas lebih banyak ketimbang romantisme, begitu menurutnya. Tapi
menurutku kami bercerai karena dia menggugurkan bayi pertama kami tanpa
memberitahu saya, dan hal ini pun baru saya ketahui dua bulan setelah perceraian
kami saat sebuah surat undangan dia serahkan pada saya langsung. Undangan
pernikahan dia dengan seorang model cover sebuah majalah wanita dewasa.

Saat itu dia meminta saya bertemu di sebuah cafe di Jalan Dago. Dan dia
menceritakan semuanya, semua tentang proses pengguguran itu. Saya marah. Dia
langsung pergi pada saat kemarahan saya meledak. Dia tidak tahu bahwa setelah

310
itu saya menangis. Saya menangis dan saya mulai mendandani diri saya sendiri,
mengimitasi semua gayanya saat dia mendandani saya pertama kali. Benar-benar
berdandan. Saya tidak tahu saat itu untuk apa saya berdandan, mengimitasi semua
gayanya saat mendandani saya pertama kali, tapi hal itu cukup membuat saya
tenang dan mengiris seluruh kenangan dengannya. Itu saja!

Sebab beberapa hari kemudian saya mulai mengencani seorang wanita 35 tahun,
stylist sebuah salon di Jalan Dago. Bercinta. Orgasme. Pulang.

Besoknya saya mengencani seorang fashion designer sebuah perusahaan baju di


Jalan Dago. Makan malam. Bercinta. Orgasme. Pulang.

Esoknya lagi saya berkencan dengan seorang jurnalis fashion sebuah majalah
fashion indie di Jalan Dago. Belanja. Meliput sebuah acara fashion. Makan
malam. Tidur di kost-annya. Bercinta sampai kami benar-benar kehabisan tenaga.
Tidur nyenyak. Dia membangunkanku dengan sebuah ciuman. Menyatakan
sebuah perasaan cinta dengan halus. Saya enyah saat itu juga. Pulang ke rumah.
Tidur.

Dua hari kemudian saya berkenalan dengan seorang AE sebuah katalog fashion di
dekat jalan Dago. Malamnya langsung 5C. Check In, Crat, Cret, Crot, Check Out.

Dan terus-menerus seperti itu. Entah kenapa tiba-tiba saya jadi sangat terobsesi
untuk bercinta dengan para penata gaya, setiap malam, setiap saat, dan mendepak
mereka secepat keluarnya sperma dari tabung keheningan saya. Tabung kebencian
saya. Tabung kerinduan saya akan seorang anak. Seorang anak yang setiap
gayanya selalu ditata oleh kedua orang tuanya. Anak yang digugurkan Illana.

Saya tentu saja datang ke pernikahan Illana. Sebuah gedung di Jalan Dago.
Tampak sepi untuk sebuah pernikahan, kursi pelaminan kosong, ada beberapa
tamu yang tampaknya juga bingung dan bertanya-tanya seperti saya. Seorang
penjaga gedung itu mengatakan bahwa pernikahannya batal. Pengantin wanitanya
kabur dengan mobil saat akad nikah akan dimulai.

311
Beberapa menit kemudian telepon selular saya menjerit dengan nada tangisan
bayi.

“Halo, Niskala?” suara Illana, menangis.

“Ya?”

“Kamu dimana?”

“Di nyaris pesta pernikahanmu.”

“Temui aku, segera, cafe ohlala, please!”

“Ok, aku segera kesana!”

Setengah berlari, menuju angkot, 15 menit, Illana dengan pakaian lengkap


pernikahan adat Sunda, berlapis air mata, make up yang luntur membentuk aliran
berwarna hitam di bawah matanya. Totally Sadly Runaway Bride!

Saya memeluknya. Illana menangis tersengguk-sengguk di bahu saya.


Tenang...tenang...sayang...! nyaris berbisik di telinganya.

“Niskala, aku masih sangat mencintai kamu! What the fuck dengan segala macam
realitas, aku bahagia di sisi kamu! Kamu lah realitas aku.”

Saya mengelu-elus punggungnya, aku tahu...aku tahu...sayang!

“Anak kita, tidak aku gugurkan, aku meminta cerai setelah aku tahu aku
mengandung. Aku takut, Nis, aku takut. Aku takut kalo kamu tidak menginginkan
anak itu. Sungguh, aku tidak tahu harus bagaimana waktu itu. Aku sebenarnya
tidak ingin membesarkannya sendirian. Tapi aku tidak tahu bagaimana aku harus
memberitahumu. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Aku takut kamu
tidak mencintai aku lagi. Aku benar-benar bingung. Bingung, Nis! Aku masih
sangat mencintai kamu! Sampai Dion datang dan iba lantas melamarku. Dan aku

312
mau sebab aku tidak tahu bagaimana membesarkan anak sendirian.” Lajur hitam
seperti labirin di bawah matanya mengarahkan harus kemana air matanya menetes
saat itu. Hanya itu!

Labirin Yang Hilang Di Bawah Matanya, Digantikan Perih


Dalam keadaan mabuk parah, William S. Burough mengulang-ulang rekaman
pembukaan konser The Doors secara diam-diam tapi agresif. Lalu memasukan
musik sesuka dia.

Hasilnya; “Is everybody in?” dihentak diulang-ulang oleh iringan lagu-lagu The
Doors oleh suara William yang berat dan ketukan bayonet pada ulu hatinya.

Ribuan kilometer dari situ, bertahun-tahun kemudian, Illana yang sudah dibekali
mantra oleh guru spiritualnya, mantra untuk mencapai ekstase tanpa harus dibantu
oleh model pengobatan daun-daunan dari Aceh atau Thailand apalagi perang
kimia buatan dari jenis Amphetamine ataupun Metamphetamine, sedang
mendengarkan hasil dari proses psikedelisasi antara William S. Burough dengan
The Doors itu di depan komputer di kamarnya pada piringan CD yang berputar
pada sekian radian per detik. Illana terhentak saat sabda Jim melalui salah satu
rasulnya, William, yang berulang-ulang itu berhasil diterjemahkannya.

Jantungnya berdetak kencang, tertusuk-tusuk pertanyaan itu, terbangun dari tidur


panjangnya tanpa geliat yang biasanya mengiringi keindahan erangan pagi saat
sebuah ciuman mendarat pada bibirnya, sekarang setidaknya dia
menghalusinasikan itu…

“Is everybody in?”

“Ya, barusan aku disini.” Jawab Illana pada layar komputer yang menayangkan
ribuan warna yang menggeliat-geliat diterpa gerakan frekwensi dari ketukan nada
pada 10 titik, (dimulai dari 60 Hertz, 170 H, 310 H, 600 H, 1 kH, 3 kH, 6 kH,
12kH, 14 kH, sampai 16 kH) serta wilayah mabuk parahnya William S. Burough
pada Visualisations Winamp-nya yang diset secara random dengan pergantian
tema setiap 15 detik sekali.

313
“Sekarang kamu dimana?” Tanya bayangan matanya yang masih mengalirkan air
mata semenjak pertemuan terakhirnya dengan Niskala.

“Aku… aku… ada di… ada di… dihentak kesakitan, dihentak kesakitan pada
pertemuan terakhir dengannya dan dengan-Nya…” Jawab Illana dengan tergagap
dan nyaris berbisik, tersudut.

“Aku tadi bertanya, kau ada dimana?” Tanya bayangan matanya lagi di layar
komputer yang masih menggeliatkan warna-warna itu, kali ini pertanyaan itu lebih
dikuatkan oleh teriakan-teriakan Jim dan wilayah liar William.

“Aku… aku pikir… aku layak menerima kesakitan itu… dan… dan… kesakitan
ini…” Jawabnya, masih menghindar dan tergagap, dan air mata masih terus
menderas… pada bayangan itu malah lebih tampak membanjir.

“Kamu tidak menjawab pertanyaanku, tapi sudahlah, mungkin itu gak penting.
Kesakitan itu dan kesakitan ini, maksudmu?” Kali ini bayangannya menyerah tapi
masih terasa sedikit cerewet dalam ingatan Illana.

Illana tiba-tiba menekan tombol power komputernya, dengan cepat dan serentak
seluruh software serta hardware didalam CPU nya dipaksa untuk menghentikan
seluruh aktifitasnya. Monitor menggeliat sebentar, kemudian mati, warna-warna
mengikutinya, memudar dan mati. Jim berhenti berteriak dengan terpaksa, padahal
moodnya lagi bagus untuk baca puisi. William S. Burough black out, lalu tepar
dengan posisi tidur seperti saat Jim terjatuh pada lagu Unknown Soldier.

Bayangan matanya, yang masih berada dalam monitor, hanya lebih tersamar,
terkaget dengan gerakan tiba-tiba Illana itu, lantas serius bungkam dengan
membekap mulutnya.

Dengingan kipas komputer, yang berhenti paling akhir, menyisakan euforia iangan
panjang yang meredam suara apapun dalam sesaat hingga dengan fade in pelan
suara degup jantung Illana bisa terdengar lagi, tapi agak melambat, tidak

314
sekencang tadi.

Pengaruh mantra lambat laun memudar. Memutar kembali rekaman-rekaman


percakapan terakhirnya dengan Niskala di Café Ohlala siang itu…

Air matanya tak jadi berhenti mengalir karena itu…

Isak, seribu isak sudah terbuang semenjak siang itu hingga kini…

Labirin-Labirin Merah Yang Sangat Terpaksa Harus Dilupakan


Aku bergidik mendengar suara jengkerik krik…krik…krik… tadi malam saat aku
padam di tengah gemerlap kegelapan memori dalam satu folder - terkunci dan
sengaja kulupakan passwordnya - berjudul Bitch And The Bastard Project -
Chapter One. Kudukku meremang dalam keremangan di jauh sana tanpa suara dan
sama sekali tak ada suara.

Ada apa…?

Pagi ini segar dan tak diantar…

Baguslah kalau begitu. Tapi nanti?

Mungkin diantar tapi belum tentu segar.

Agak tidak bagus kalau begitu.

Bukankah selalu begitu?

Tentu… tapi kupikir sudah saatnya kau berhenti bermain kata-kata yang
sering kau lantunkan itu. Tak ada lagi permintaan maaf… enough is enough! Aku
muak…

Tapi…sebentar…please…jangan dulu ditutup…sayang…plea…ss…


ah…GOD!!damn it!

315
Saat itu aku masih terang benderang seperti siang, seperti karang, tegak
menantang menyulut pedang. Tapi tadi malam ada beberapa hal yang
menginterupsi kegagahanku, kesombonganku, dalam bentuk surat balasan yang
ditujukan pada alamat elektronik-ku yang selalu kuingat passwordnya dan tak ada
satu orang-pun yang mungkin mengetahui passwordnya. Surat itu berjudul Re: I
LOVE YOU !!! (I don’t, sorry!)

Surat itu hanya berisi kjahsdfvgjsh. Artinya tak ada apa-apa…dia hanya
mengetik sembarang untuk memenuhi syarat pengiriman surat elektronik agar
mengisi halamannya. Dia perlu mengetik sembarang agar aku tahu bahwa isi surat
itu semua sudah dikandung pada judulnya Re: I LOVE YOU !!! (I don’t, sorry!)

Ini adalah surat balasan dari suratku sebelumnya untuk dia berjudul I
LOVE YOU !!! .

See what I mean??? Dan suratku itu berisi sebuah narasi tentang alasan-alasan
kenapa aku begitu mencintainya sebanyak sepuluh halaman A4, arial narrow 10,
satu setengah sepasi.

:’-(hiks!)

Beberapa saat yang lalu itu adalah sebuah film, dimana segala hal dalam hidup
hanya ditampilkan pada bagian menarik saja. Maka begitupun kemudian film itu
berjalan dan berdurasi hanya kira-kira dua jam. Dan selama dua jam itulah segala
hal ini dimulai.

Dia datang di saat-saat terakhirku memutuskan untuk hidup atau terus mati. Ya,
aku layak disebut mayat hidup, tanpa kartu pengenal, tanpa tempat tinggal, tanpa
tujuan, tanpa pasangan, kasihan… lalu tiba-tiba dia datang, dan mengisi sisi
menarik hidupku selama dua jam ke depan.

Selamat menyaksikan…

316
Tittle : The Projects Of A Bitch and A Bastard

Credit Tittles

Chapter One.

Scene I
Kita melihat sebuah rumah berwarna putih, mata kita menelusuri setiap bagian
rumah, arsitektur victorian, cat putih kotor mengelupas dimana-mana, bangunan
yang besar dan megah, pintu tinggi besar seolah seorang raksasa pernah tinggal di
rumah ini. Rumah ini kosong, bahkan tak ada satupun furniture atau hiasan
dinding tersisa. Dan hening.

Gadis itu duduk di pojok ruang tamu, memandang kosong jendela kayu di
depannya. Satu desahan nafas pelan keluar dari mulutnya, terdengar keras sebab
suasana benar-benar hening. Sepertinya bila hatimu menjerit maka jeritan itu akan
terdengar meski sayup saking heningnya. Hingga aku menjuluki bangunan itu
Super-Infrasonic House…

Tiba-tiba, mungkin sekali dalam seratus tahun kejadian ini terjadi di bangunan
itu…sedesir angin berkelebat melewati pundak kiri gadis itu dan terdengar
ditelinganya seperti sebuah ledakan bom, sukses mengejutkannya, lamunannya
dihancur-leburkan bom audiosonic dari angin itu, banyak sekali korban, dan dia
menjerit-jerit, keras sekali, gaungnya berputar mengelilinginya, membentur-bentur
dinding ruang tamu itu, debu-debu dari pecahan bata beterbangan karena dinding
terus bergetar dan hampir tiba pada batas akhir kekuatan keduanya, kekokohan
bangunan tua dan jeritan gadis itu. Lalu keduanya berhenti, gadis itu berhenti
menjerit, bangunan tua itu terhenti pada tahap nyaris rubuh…

Sebegitu detil… ya, sebegitu detil aku menampakannya pada setiap narasiku
tentangnya dan selalu untuknya.

Scene II
Desahan itulah sebenarnya yang menyebabkan angin itu berdesir melewati

317
pundaknya, kita melihat secara detil kaitan antara desahan nafasnya dan desiran
angin kecil yang melewati pundaknya…desahan itu keluar membawa sebuah
hembusan kecil angin yang melaju menembus udara-udara beku disekitarnya,
menabrak dinding tembok sekitarnya, mengalami beberapa pantulan seperti echo
pada gelombang suara, lalu pada satu ketika angin itu menjadi lebih besar dan
berhembus kembali melewati pundak kirinya, membawa getaran yang lebih besar
dari desahannya tadi, lantas membomnya dengan bom audio-sonic.

Sebenarnya hal itu benar-benar amat hiperbolik sebab telinganya tidak benar-
benar terganggu secara fisik, apalagi sampai berdarah, tidak mungkin sedesir
angin mampu melakukan hal itu, dan jeritannya pun tidak benar-benar keluar dari
mulutnya, tapi hanya ada di hatinya, dan hanya kepalanya yang bisa mendengar,
efek mentalnya begitu dahsyat, mengganggunya secara fisik, membuat kepalanya
berdenyut pusing, hingga dia berhalusinasi…dan semua detil itulah
halusinasinya…dan ada beberapa detil lainnya yang kemudian akan diceritakan
pada beberapa narasi berikut ini:

Scene III
Desahan nafas yang sama seperti yang dimiliki seorang gadis dalam sebuah
kamar. Kita melihat sebuah kamar agak berantakan dengan seorang gadis duduk
diatas kasur pegas sambil memegang sebuah buku foto kopi-an berjudul Episode
IV.

Desahan itu kemudian menggaung mengembalikan kita pada gaung desahan di


ruang tamu rumah kosong tempat gadis itu terduduk di pojok, masih seperti itu.
Dan kita berada tepat di hadapan gadis itu, close-up. Matanya sembab, tak ada air
mata. Sepertinya semalaman dia menangis disitu hingga tak ada lagi air mata yang
tersisa. Kita melihat waktu berputar balik pada semalam yang lalu, dan gadis itu
datang kemudian duduk di sudut sambil memandang jendela di depannya.
Dimulailah tangisan itu. Pilu semalaman hingga pagi. Dan pagi ini kita berada
disini, tepat dihadapannya, close-up. Jangan takut, meski kita bisa melihat dia dari
dekat, dia tidak mungkin bisa melihat kita, jangan lupa bahwa kita sedang
menonton film yang di capture dari halusinasi gadis itu.

318
Scene IV
Seorang pemuda menyalami gadis yang sama beberapa bulan yang lalu di sebuah
kantin kampus. Nama pemuda itu Niskala. Nama Gadis itu Illana. Kita tahu sebab
kita bisa mendengar mereka meski kita melihatnya dari jarak agak jauh, medium
shot, kira-kira beberapa meja dari meja mereka. Kemudian kita tak bisa lagi
mendengar obrolan mereka sebab serombongan keluarga menempati salah satu
meja antara kita dengan mereka berdua, terlalu bising, tapi kita masih bisa melihat
mereka dan bisa kesimpulan bahwa mereka tampak saling mengagumi.

Scene V
Kita melihat sebuah pintu kamar hotel, kita mencoba masuk tapi tak bisa,
pasangan baru itu keburu menutup pintunya. Kita tak tahu apa yang terjadi, tapi
tentu kita bisa menebak. Tapi kita betul-betul tidak akan pernah menyangka
seindah apa momen yang terjadi di dalam kamar hotel itu. Kali ini layar serius
gelap, kita hanya mendengar suara obrolan sayup serta desahan yang samar.

Scene VI
Kita melihat mereka berbicara di ponsel, keduanya berada di kamar masing-
masing, stoned dengan selinting ganja masih di pegang oleh kedua-duanya.
Mereka saling membacakan puisi di laptop masing-masing di hadapan mereka.
Kali ini kita bisa mendengar mereka.

Split Screen, Illana di kanan, Niskala di kiri


Ervin membaca puisi

Kita melihat Illana mendengarkan serius sambil sesekali menarik nafas. Kemudian
dia menyatakan kekagumannya pada puisi itu dengan ekspresi muka yang kuat.
Kemudian Illana membaca puisi

Kita melihat Niskala mendengar serius sambil menghirup pelan selinting ganja.

Scene VII
Kita melihat pertengkaran...saat sebelum tidur setelah senggama hampir
semalaman…

319
Scene VIII
Kita melihat pertengkaran...di sebuah kafe malam hari setelah pesta perjamuan
seorang teman mereka…

Scene IX
Kita melihat pertengkaran...split screen, keduanya memegang ponsel, di kamar
masing-masing, extreme close-up… ada setitik air mata dari sudut mata Niskala,
ada tangisan meraung dari layar sebelahnya. Maafin aku, sayang!!!

Scene X
Niskala pergi dalam siluet hitam putih abu yang bergerak-gerak.

Illana menangis di pojok ruang tamu rumah kosong itu.

End of Chapter One

Bayi Illana dan Dosa-Dosa


Sekali lagi kukatakan bahwa dosa telah tiada
Sekali lagi kukatakan bahwa dosa telah tiada
Sekali lagi kukatakan bahwa dosa telah tiada

Bayi Illana berteriak-teriak


Membombardir telinga dan air mata ibunya
Ibunya tak lagi kering
Selalu ada basah air mata disana
Meski terhapus tisyu saat bayi Illana memergokinya

Illana terlonjak
Mendongakan dagu indahnya pada suara bayi yang mendenging-denging
Membuat sibuk keheningan birunya
Siapa itu?

320
Illana memandang bayinya tak percaya
Kau yang membisikan itu?
Bayi Illana tersenyum manja
Menahan sebutir air mata ibunya
Terbendung nyaris pecah di sudut kiri matanya

Untitled 1.
Dua juta kata lebih telah terlahir, menelikung membentuk bayi-bayi purba,
mengingatkan Illana pada bayi yang ditelannya kembali, dibesarkan dalam
lambungnya, menjerit-jerit menggetarkan jantungnya.
Penyakit maag Illana kambuh, asam klorida hampir membunuh bayinya, Illana
limbung, muntah-muntah, lalu pingsan.
Bayinya merayap-rayap diantara cairan muntahan berwarna kuning berbau asam,
meraih Illana dengan dua tangan mungilnya;
Bangunlah Ibu! Sudah saatnya Ayah tahu.

Gelegak Untuk Illana


Janji-janji palsu
Dihadapan kepala-kepala bermata sepuluh
Kau pikir aku gila???
Memanjakan jutaan metafora menjadi rangkaian kalimat menjadi tanda tak ada
dua…

Ah, kau memang pikir aku gila…


Kau memang pikir aku gila…

Dari tadi sorot mata itu yang menghunjam jilatan pada makna yang mewarnai
jiwa-jiwa itu…
Kau memang pikir aku gila…

Lantas apa kau memang salahsatunya???

321
Ini tanya yang mengundang bara, kau tahu?
Ini memang tanya yang mengundang bara-bara dalam kepala yang kau sembulkan
setiap kali kau merasa harus meminangku dua kali diatas api
Kau memang pikir aku gila…

Menyusun mimpi dalam sebuah kendi yang setitik pun kau tak pernah merasakan
sebening dan sedingin apa air didalamnya
Aku seperti dupa, harum, mengalun dan habis saat upacara selesai
Tapi kau memang pikir aku gila

Maka sudahlah!!
Lebih baik kau sembuhkan saja pikiran itu
Atau kau buang kedalam saluran got dibelakang dinding-dinding rahimmu…
Aku memang palsu
Dan kau memang mesti tahu

SENJA ILLANA DAN DOADOA


senja mengurai doa menjadi tanda
melumpuhkan seribu kata diatas dupa
yang meluncur begitu saja
diantara serpih-serpih murka
seperti surga yang diusung diatas mahkota

Illana terpuruk di sudut matanya


yang meneteskan gurat-gurat masa lalu
membentuk labirin
yang menyesatkan makhluk-makhluk berkepala semesta
menuju tiang-tiang
tempat para rahib dipancangkan

gerah...
gerah...
gerah...

322
kudatangi Illana dengan tergesa
menyambut lelehan dukanya
kukatakan padanya tentang senja

senja yang mengurai doa menjadi tanda


yang melumpuhkan seribu kata diatas dupa
yang meluncur begitu saja
diantara serpih-serpih murka
seperti surga yang diusung diatas mahkota

lalu Illana menengadah


menerjemahkan tanda menjadi kata
kata menjadi doa
lantas terbang diatas dupa
hingga dia padam dengan seribu malam

Dekonstruksi Kekekalan
Umur wanita itu enam puluh, barang kali juga enam puluh lima. Kupandangi ia
dari kursi panjang, sambil berselonjor menghadap ke kolam renang klub
kebugaran di tingkat teratas sebu¬ah bangunan modern, di mana—melalui dinding
kaca yang luar biasa—seluruh penjuru Bandung terpampang.

Aku ingat saat umurnya dua puluh. Dia adalah wanita tercantik di kota ini,
menurutku. Setiap lelaki selalu berpikir berkali-kali saat akan mendekatinya.

Ternyata hingga sekarang pun kecantikan itu masih melekat dalam wajah tuanya.
Kerutan-kerutan agak kasar tidak mengganggu kecantikannya.

Dia menoleh kepadaku, melambai, menyuruh duduk di sebelahnya.

Sudah tiga tahun terakhir hal ini adalah kebiasaan kami setelah tidak sengaja
bertemu di supermarket ketika baru tiga hari aku menginjakkan kaki lagi di Kota
Bandung. Aku masih mengingat wajahnya, meski dalam versi yang jauh lebih tua,

323
aku tetap mengenali kekhasan wajahnya.

Awalnya dia hanya lewat begitu saja saat kusapa, mungkin dia tidak mendengar.
Lalu kuraih tangannya, dengan terkaget dia menoleh. Sebentar mengerutkan
keningnya. Dengan cepat kubilang, masih ingat aku?

Keningnya semakin berkerut. Sambil tersenyum aku menyebut namaku.

Setengah tidak percaya, dia melonjak dan sedikit menjerit, Oh My God,


NISKALA... I CAN’T BELIEVE IT...jesus...sejak kapan kamu di bandung?
Akhirnya, dengan tidak tahan dia merangkulku juga, erat sekali. Aku membalas
rangkulannya, aku tahu momen ini lambat laun pasti terjadi juga, tapi sama sekali
aku tidak pernah berpikir akan ketemu dia secepat ini, meski aku pernah berharap
seperti itu.

Illana. Nama itu tidak pernah lepas dari ingatanku. Dari semenjak aku
meninggalkannya sendirian di Ohlala, hingga saat ini. Saat kerutan-kerutan tua di
wajahnya malah memperindah wajahnya. Saat itu baru kuketahui darinya bahwa
Dion meninggal dunia 5 tahun lalu. Aku turut berbela sungkawa untuknya.

Setelah selesai dengan semua percakapan basa-basi, sambil tidak melewatkan


kesempatan ini, kami memilih makan siang bareng di salah satu fastfood terdekat
di supermarket itu. Dan bagian paling penting pun dimulai: Anakku yang tak
pernah kutemui. Aku berani bertanya padanya setelah dia memberi tahuku tentang
meninggalnya Dion.

Dia menunduk, air mata bergulir di wajahnya. Dia di luar negeri sekarang, kerja,
sambil ngambil S3. Dia mirip sekali dengan kamu waktu itu, waktu pertama kali
kau melihatnya, pertemuan terakhirku denganmu. Dan kamu sudah punya satu
cucu, Nis. Katanya sambil mengeringkan air matanya dengan tisyu, menoleh ke
arahku.

Ingatanku melayang pada duapuluh tahun lalu...aku bertemu dengannya di


Jakarta, tidak sengaja disebuah supermarket... bagian ini adalah bagian cerita yang

324
selalu kusembunyikan dari siapapun, tak pernah seorang pun mengetahuinya. Ah,
intinya begitu, kami bertemu, aku tak perlu lebih detil lagi, kau sudah mengerti
apa yang terjadi.

NARASI-NARASI POST-LIBIDO
Tentang Para Kekasih Niskala Yang Tak Pernah Disebut-sebut

Oleh Yanne S.I.D.

Di sebuah panggung pertunjukan, minggu lalu, aku melihat ribuan sabda


sinis dimubadzirkan begitu rupa, terbuang, berserakan bersama hantu-hantu
diiringi ribuan distorsi dan wanita yang mengantarkan sekepal rayuan yang
membuai.
Tapi dalam kenyataannya aku-lah yang mengantarkan sekepal rayuan
padanya. Kuhentikan semua sabda sinis itu, fade out. Kubunuh hantu-hantu itu,
fade to black. Tapi distorsinya kutambah menjadi h + 1, memperkuat
frekuensinya, pekak. Lantas aku berdiri di atas panggung pertunjukan itu
mengantarkan bahkan sejuta rayuan untuknya, hanya untuk dia, wanita itu. Wanita

325
yang kukagumi sejuta kali lebih besar ketimbang Marie Antoinette. Ah…

Kekasih A.
Awalnya aku melihat dia tanpa busana, menyeringai, mengantarkan
lelehan lendir panas yang keluar dari sudut langit-langit benaknya, lelehan lendir
panas yang kemudian merasuki seluruh penciumanku. Semakin lama pakaiannya
semakin utuh, memenuhi seluruh ruang galeri tempat kepribadiannya dipamerkan
menjadi sebentuk pameran seni rupa kontemporer. Terus menumpuk, membesar
seperti tiba-tiba akan meledak, dan merubuhkan gedung itu dengan tangisan
ribuan bayi yang menyembur dari rahim di langit-langit benaknya.
Dalam setiap pembukaan pameran seni rupa di galeri-galeri yang sering
kukunjungi, seringkali terjadi sebuah komunikasi imajiner antara aku dengan dia,
wanita itu. Seperti saat ini, ada pesan personal yang ingin disampaikannya padaku,
teramat intim bahkan. Meski suasana di gedung pertunjukan ini teramat sepi, tak
ada satupun orang yang mendengar bisikan personal yang ingin disampaikannya
padaku. Dia benar-benar berhati-hati agar hanya aku yang mendengarnya.
“Merayu adalah hipnotisme yang dilakukan dengan kesadaran
penuh dan menciptakan sebuah kesadaran yang penuh pula. Dan merayumu
seperti menghipnotis seorang kaya lantas aku mengambil semua kekayaannya,
bedanya kau akan ikhlas menyerahkan bibirmu untuk kuciumi dengan teori
bernama “Lolly Pop” yang baru saja kubuat sebelum menciumimu.”
“Kau sedang merayuku?” tanyaku dalam hati padanya.
“Tidak kau yang sedang merayuku, kau menghipnotisku hingga tubuhku
seperti seolah mengantarkan sejatu rayuan padamu.” Jawabnya sambil
mengibaskan beberapa pakaian yang menyembur dari tubuhnya.
“Maaf, aku tidak sadar.” Kataku, masih dalam hati.
“Kau tahu, ada sebuah teori, aku menyebutnya teori lolly pop. Bunyinya
begini: Dua orang yang saling mencintai adalah seperti anak-anak kecil yang
melihat anak-anak kecil lainnya memakan lolly pop, dan mereka ingin saling
mencoba rasa lolly pop yang ada di tangan anak kecil lainnya. Sebab lolly pop
orang lain akan tampak lebih nikmat ketimbang lolly pop nya sendiri.”
“Kau yang menciptakan teori itu?” tanyaku.
“Tidak, aku mendengarnya dari seorang teman.”
Setelah itu dia disibukan oleh alur pertunjukannya yang mengharuskan dia

326
membuka lembar terakhir dari pakaiannya. Suasana tiba-tiba semakin hening dan
penuh dengan nafas tertahan. Keheningan yang mecurigakan. Semua penonton
berharap dia benar-benar membuka seluruh pakaiannya. Kecuali aku sebab aku
sudah melihat ketelanjangannya dari tadi, semenjak dia meneriakan kata-kata
yang kujadikan judul fiksi ini.
Lucu…sebab bibirnya tampak lebih indah dalam benakku ketimbang bibir
yang selama ini pernah kujilati di tubuh wanita-wanita lain. Aku ingin
menjilatinya, dengan bibirku tentu.
Aku selalu gak habis pikir ketika dia bilang dirinya masih perawan.
Bukankah sudah ribuan kali dirinya kuperawani melalui komunikasi imajiner
yang selama ini kujalin dengannya. Pengertian perawan dalam kepalaku mungkin
terlalu absurd untuknya.
Suatu ketika ketika dalam sebuah pembukaan pameran lukisan, wanita itu
datang agak terlambat, memakai gaun terusan yang sudah entah
keseberapakalinya dipertunjukan dalam panggung-panggung fashion show di
kepalanya, begitu anggun dengan polesan makeup sederhana tetapi mahal yang
cukup untuk membuat dirinya disebut sebagai suatu kecantikan yang alami,
seperti baru dipetik langsung dari pohonnya, segar, ranum dan bergairah.
Seperti dulu, kecerdasan tubuh adalah bagian penting dari wanita ini.
Hal yang pertama kulihat darinya adalah bekas luka sepanjang 10 cm di
betisnya, sexy, begitu kataku saat pertama kali bertemu dengannya. Setelah itu
kita berkenalan. Dia asalnya enggan menyodorkan tangannya, ragu, hingga
akhirnya dengan terpaksa dia menyodorkan tangannya juga padaku setelah 15
menit aku menunggunya. Puas? Katanya setelah itu. Aku hanya terdiam,
memandang mata judesnya lekat-lekat. Rese’ banget sih loe! Katanya lagi. Cukup!
Aku enyah dari hadapannya dengan perasaan benci. Padahal sebenarnya aku tidak
mungkin dan tidak akan pernah membencinya.
Sial! Hari ini dan hari-hari selanjutnya dia tidak akan pernah datang lagi ke
galeri ini selama dia yakin bahwa aku akan datang. Aku memang selalu datang
dengan harapan bisa bertemu lagi dengannya. Wanita dengan bekas luka
memanjang 10 cm di betis kanannya. Saat itu aku tidak tahu dan tidak sempat
menanyakan padanya darimana dia mendapatkan luka itu. Sebuah bekas luka yang
suatu saat akan sangat mengubah drastis hidupku dan tentu saja dirinya. Ya, kita
dipersatukan oleh bekas luka itu.

327
Beberapa bulan kemudian, kami berpisah dengan amat sederhana. Hanya
sebuah SMS darinya yang mengatakan bahwa dia ingin mengakhiri hubungan
denganku. Aku membalasnya dengan dua huruf “OK” sama sekali tanpa tanda
baca. Dia tidak pernah membalasnya lagi.
Setiap bulan purnama aku memandangi wajahnya yang tercermin dalam
terangnya cahaya bulan. Aku tidak pernah merasa kehilangan dirinya, sebab
mungkin dia memang tidak pernah benar-benar hadir dalam hidupku. Itu saja!

Kekasih B.
aku, begitu selalu aku menyebutkan panggilanku pada orang kedua yang
sudah dua tahun menemaniku dalam setiap jenuh ataupun padam, sebenarnya aku
sudah muak dengan senyum panjangnya yang menggeliat seperti tawa Suzanna
saat memerankan sundel bolong beberapa dekade yang lalu. senyum panjangnya
itu seringkali mengantarkan aku pada sebuah mimpi buruk diatas kuburan tua dan
dikelilingi puluhan hantu-hantu berkerudung berwajah suzanna. aku memang
sangat takut dengan wajah suzanna atau sejenisnya dari sejak dulu saat jadi sundel
bolong ataupun bukan. bahkan dengan photonya yang sedang memakai baju
pengantin dengan seorang pemuda yang jauh lebih muda darinya bernama cliff
sangra, aku tetap ketakutan. untunglah wajah orang kedua yang kusebutkan tadi
tidak seperti suzanna. orang kedua ini seorang perempuan muda berumur satu
tahun dibawahku, seorang sarjana dan sangat kucintai pada awalnya. dia juga
salah satu perempuan yang menginterupsi masturbasi sepiku dikamar mandi yang
sudah bertahun-tahun menjadi ritual pembebasan sperma ku menuju got busuk di
bawah kamar mandiku. dia datang dengan membawa hidangan segumpal vagina
yang masih mengepul dan pencuci mulut berupa ciuman panas yang dituangkan
dalam sebuah gelas kristal besar warisan dari neneknya. neneknya konon adalah
salah satu perempuan madura yang masih mengingat dengan jelas resep-resep
ramuan rahasia turun-temurun dari leluhurnya. ramuan-ramuan inilah yang
kemudian sangat terkenal di dunia bahkan seorang sutradara film biru dari
perusahaan vivid membeli resep ini dari salah satu keluarganya seharga ribuan
dolar. perempuan yang kusebut orang kedua ini sangat kuyakini sudah mewarisi
setengah ilmu dari neneknya. sebab katanya setengahnya lagi dicuri oleh seorang
perempuan jawa yang kemudian membuka sebuah aquarium gairah di pinggiran
sebuah kota di pesisir utara.

328
tidak hanya menginterupsi, perempuan yang kusebut orang kedua ini
kemudian malah menetap permanen di ujung penisku setiap kali aku meluangkan
waktu untuk memikirkan teknik masturbasi yang baru. seperti misalnya ketika aku
sedang mengembangkan teknik yang kusebut "mencabut jantung ditengah galau".
teknik ini sangat memanfaatkan gesekan tangan dan gerakan pantat. tanganmu kau
simpan diatas pinggiran kamar mandi dengan dilumuri sabun cussons cair
berwarna hijau. kau tak usah menggerakan tanganmu. cukup mengepal dan
merangkum penismu lalu kau turunkan sedikit kakimu dan lantas gerakan pantat
mu kedepan dan kebelakang sambil menyanyikan lagu paling merangsang yang
kau ingat. sebaiknya kau membayangkan seorang perempuan selebritis yang
memiliki pantat dan payudara yang besar. saat itu dia tiba-tiba datang dan
mengagumi kesendirianku dengan caranya, awalnya dia hanya membuka bajunya,
tapi lama-lama aku aku melihatnya telanjang dan menggosok-gosok vaginanya
dengan tempat sabun kecil berujung halus berwarna hijau. singkat kata kita
orgasme pada waktu yang bersamaan. saat itulah aku mendengar tawa yang
menakutkan meluncur dari bibirnya. ngeri! tapi saat itu juga aku menganggapnya
seksi. sejak saat itulah dia menetap permanen di kepalaku.

Kekasih C.
dia terkadang mengenalkan dirinya sebagai putri dari seorang kaya yang
pernah hidup ribuan tahun lalu dan suka memandangi sebuah repro lukisan
Salvador Dalli.
dia adalah penganut faham feminisme.
dia suka sekali dengan rasa dedak kopi yang akan menghambat
kerongkongannya dari makanan-makanan lain yang akan masuk.
saat terbaiknya adalah seminggu sebelum masa menstruasi. saat itulah,
sama seperti wanita lainnya, adalah saat-saat paling emosional. perbedaannya
adalah saat emosional lah saat tubuhnya benar-benar berada pada titik paling sexy.
ok, saat itulah dia mulai bangga dalam dirinya ketika dia diperebutkan oleh
beberapa lelaki, bukankah itu yang dimimpikan oleh banyak wanita?
salah satu lelaki yang berkelahi demi dirinya adalah aku. meskipun saat itu
aku berkelahi bukan karena dia tapi karena kelelakianku yang berpikir bahwa
harga diri lebih penting dari segalanya. masa aku harus kalah oleh lelaki yang lain

329
itu!!!
Hingga akhirnya aku tidak pernah memenangkannya. Meski dia seringkali
meng-SMSku dengan ucapan I miss u... aku tidak pernah membalasnya, awalnya
karena aku gak punya pulsa, tapi lama-lama meski aku punya pulsa, aku tak
pernah ingin membalas ucapan I miss u... itu, meski sebenarnya aku merasakan
hal yang sama dengannya. Tapi seorang FEMINIS?!?! please deh...

Kekasih D.
badannya kecil kurus tapi terawat. wajah oriental dengan dahi agak lebar
seperti dahi topeng supraba dalam wayang topeng. dan lebih jelas lagi dia
memang mirip topeng supraba dalam wayang topeng. kulitnya halus, kuning, dan
benar-benar mulus tanpa cacat. mengidap anorexia. tidak menyukai perokok yang
menghembuskan asapnya dengan deras, dia menyukai perokok yang benar-benar
menghisap asapnya, lebih hebat lagi apabila hanya sedikit asap yang keluar lagi
dari paru-parunya. satu tahi lalat kecil tapi tampak jelas terlihat karena kulit
kuningnya bertengger tepat di antara hidungnya, menyelip dalam celah seperti
kepala rahwana yang menyembul diantara dua gunung. itulah kenapa dia
mencintaiku, aku perokok berat.
Masalah terbesar dalam hubungan kami adalah aku tidak pernah benar-
benar mencintainya. Ada satu hal yang selalu menggangguku yang ada dalam
dirinya hingga aku harus benar-benar berpikir untuk mencintainya, suara dan cara
bicaranya sangat tidak enak didengar. Satu-satunya harapanku adalah dia menjadi
bisu, dan itu tidak pernah terjadi. Maka dengan pelan-pelan kuhindari dia hingga
suatu ketika aku melihatnya sedang jalan dengan lelaki lain di sebuah mall,
berpegangan tangan. Saat itulah aku berpikir bahwa aku mencitainya. Dan sejal
itu pula mulai muncul masalah yang menyebalkan dan berlarut-larut.
Dia menyangkal keberadaanku dalam hidupnya. Setahun kemudian aku
membuat penyangkalan yang sama untuknya.

Kekasih E.
anggun, seperti tahi yang mengalun pelan di selokan belakang rumahku,
jelas bau dan tidak menyenangkan untuk dilihat, meski seperti kubilang tadi,
anggun.
berwibawa, nyaris tidak ada orang yang berani menatapnya, seperti tahi

330
yang terombang-ambing di selokan belakang rumahku.
dadanya besar, tidak proporsional dengan ukuran tubuhnya yang mungil,
seperti tahi yang keluar dari duburku saat aku kecil. saat aku kecil makanku
banyak, jadi tahiku gede-gede, dan badanku tetap kurus seperti sekarang.
jarinya lentik, seperti tahi seorang model yang keluar sedikit dan malu-
malu lalu mengalir di selokan belakang rumahku.
sekarang dia sudah mati tertabrak truk karena supir truk itu menyangka dia
adalah tahi yang teronggok di tengah jalan.
hanya aku yang tidak pernah menganggapnya tahi, tapi dia tidak percaya
denganku. dia merasa pandangan mataku padanya seperti pandangan seseorang
saat melihat tahi. yah, ada benarnya, tapi haruskah aku mengakui bahwa aku juga
menganggapnya tahi sebab disamping itu aku juga mencintainya.
Aku datang ke uapacara penguburannya, sampai akhir. Aku menunggu
semua orang pergi. Aku ingin sendirian dengannya pada moment terakhir.
Setelah semua orang pergi, aku mendekati onggokan tanah merah tempat
dia berbaring 6 kaki dibawahnya. Aku mengelus nisan kayu dengan tulisan
namanya yang masih basah sambil meyakinkannya bahwa aku tidak pernah
menganggapnya tahi. Sepertinya dia mengangguk dan mengatakan terimakasih
padaku. Lalu aku bilang cinta padanya dan lantas pergi dengan perasaan antara
tangis dan senyum.

Kekasih F.
make-up gadis ini terlalu tebal di wajahnya, dan dia melakukannya tiap
hari. ongkos hidupnya untuk beli bedak melebihi penghasilan ibunya yang
menjadi guru sebuah taman kanak-kanak. tapi bila dia tidak dandan maka
kecantikannya luntur bersama dandanannya itu. dia tidak tahu sebenarnya saat
yang paling kusukai darinya adalah saat dia baru bangun tidur, aku suka
menciumnya saat itu, dan ciumanku saat itulah yang paling tulus dibanding yang
lainnya. tapi dia tidak tahu.
Suatu ketika, saat make-upnya benar2 tebal, dia menciumku. Tak kubalas
dengan hangat, sebab seperti kubilang tadi, aku tak suka make-up nya yang
mengerikan itu. Lalu kusarankan dia untuk menghapus make-upnya. Dia bertanya
kenapa. Aku bilang aku tidak suka wajahnya saat sedang memakai make-up. Lalu
dia benar-benar menghapusnya saat itu, di kamarku. Lalu kuputuskan dia, sebab

331
aku juga tidak suka sama sifatnya yang terlalu penurut padaku, benar2 tidak ada
tantangannya.
Lantas dia menangis sambil memandangi wajahnya di cermin yang
tergantung di kamarku. Aku hanya terdiam, aku gak tega juga melihatnya depresi
seperti itu.
Semenit kemudian dia melemparkan asbak ke cermin hingga pecah. Dia
tidak menjerit histeris seperti seharusnya. Dia benar-benar bungkam dengan
roman benci, padaku dan pada dirinya sendiri.
Aku merangkulnya erat setelah itu, mencoba menenangkannya, sebab dia
benar-benar mengininginkan cermin itu remuk, hingga dia tak usah lagi melihat
wajahnya sendiri.
Lalu kucium bibirnya, agar dia tenang, terasa asin air mata yang menetes
tanpa henti dari tadi. Saat itu aku baru sadar bahwa dia memang menangis. Dan
entah kenapa, akupun menangis.

Kekasih G.
rambutnya panjang terurai tak pernah diikat, selalu mudah berantakan bila
terkena angin tapi langsung rapih lagi saat disisir dengan jarinya, saking halusnya.
perutnya agak gendut tapi badannya ramping. dia pernah menggugurkan
kandungannya hasil dari sebuah persenggamaan tak sengaja dengan seseorang
yang mengantarnya pulang saat mabuk berat di sebuah acara dugem bulanan di
sebuah bar berbentuk oval.
aku masih ingat moment itu, mement ketika dia datang ke sebuah dokter
kandungan dengan wajah pucat dan mata sembab. saat itu aku sedang
mengantarkan istri temanku untuk memeriksa kandungannya. saat itulah aku
berkenalan dengannya. dan semenjak saaitu kami jadi sering berkomunikasi.
dia mencintaiku tapi anehnya aku tidak pernah mencintainya. kita jalan
selama 3 bulan karena aku tidak bisa terus-terusan berbohong padanya.

Kekasih H.
ada saat-saat dia tidak merasa nyaman menjalani hidup. saat-saat itu ialah
saat yang jarang sekali ia temui. saat-saat ketika ia harus memimpikan seorang
anak. masalah terbesarnya saat ini adalah karena ia seorang guru TK yang tentu

332
saja setiap hari harus melihat anak kecil. dia asalnya ragu untuk menerima
tawaran kerja menjadi guru TK tersebut. Terlalu mengerikan!
SMS terakhir yang kuterima darinya berbunyi:
"Sayangku,aku sudah tidak akan lama lagi...terlalu mengerikan bila tiap
hari aku harus melihat anak kecil, bermain bersama mereka,terlalu menghenyak
perasaanku..."
tiga tahun yang lalu dia menggugurkan kandungannya sebab tidak akan
tahan menghadapi keluarganya yang sangat kolot.
perlu dicatat, pacarnya siap bertanggung jawab dan pacarnya saat itu
bukan aku. itu saja.
mayatnya ditemukan di kamar kost-nya dengan mulut penuh busa...aku
menangis.
Sebelumnya dia sering bercerita padaku bahwa nyaris tiap malam dia
bermimpi didatangi anak kecil yang memanggilnya mama dari balik air terjun
yang deras.

Kekasih I.
Matanya selalu memancarkan sesuatu yang seolah mengatakan bahwa
dirinya baik-baik saja...
Padahal seperti yang kuketahui dan juga diketahuinya, dia tidak baik-baik
saja, selalu tidak baik-baik saja. Semacam kutukan yang menimpa dirinya bahwa
dia harus selalu tidak baik-baik saja.
Awalnya adalah ketika dia lahir. Saat itu cuaca sangat mendung. Halilintar
bergemuruh memenuhi seluruh ruang persalinan ibunya. Ibunya mengerang
kesakitan. Sudah dua jam, bayinya tak kunjung keluar juga, padahal tidak
sungsang. Dukun beranak yang menyertainya sudah tidak habis pikir.
Akhirnya dukun itu teringat hal yang sama yang terjadi sepuluh tahun
yang lalu yang menimpa seorang ibu yang lain yang mengalami proses persalinan
yang sama dan cuaca yang sama.

333
Umbai Cacing (Dead End)
Tentang 6 Pintu Labirin Yang Terabaikan
Oleh: A Peng Liong

Pintu Labirin 1
Truly menghempaskan badannya di sofa merah itu. melemparkan tas sekolahnya.
meraih remote control. menyalakan tv keras-keras. memindah-mindahkan
channel. Mtv. sudut kiri bawah: samantha impossible dream.

Many Things Are Ultrasonic.

labyrinth of dream #1 (feat. borges:-)

samantha school production

Terlihat wajah niskala, wajah karna, dalam video klip mereka. ada dirinya yang

334
merah jambu. dia jadi bintang video klip buat lagu itu. lagu yang katanya tak bisa
didengar manusia. "Many Things Are Ultrasonic"

berkali-kali terhempas saat ada adegan karna memeluknya. dia memeluk karna.
dengan wajah tak curiga sedikitpun. tulus. dia tak akan pernah curiga seandainya
dia tidak melihat semuanya. dalam klip itu, semua ingatan terurai. ingatan yang
itu-itu lagi.
siang tadi sekitar jam sepuluhan, saat istirahat. dia mabal dari sekolah , pergi ke
mall bersama teman-temannya, cewek-cewek cukup badung, model, seleb lokal.
di mall, dia melihat semuanya. bsm memang besar, tapi proses kebetulan
menjadikan dunia seluas apapun jadi sempit. dia sudah melihat semuanya. semua
pertanyaan yang selama ini coba dia enyahkan. pertanyaan terjahat yang pernah
terlintas dalam kepalanya. pertanyaan dengan jawaban paling tidak mungkin. dia
telah melihat segalanya mungkin.
truly berlari kencang berharap pertanyaan itu tak pernah ada. melewati jalan gatot
soebroto. tak mengindahkan teman-temannya yang khawatir. terus berlari hingga
kelelahan di perempatan binong. terjatuh, mencoba menahan tangis. dian yang
saat itu sudah dapat mengejar truly menolongnya, membopong menghindari
tatapan orang-orang yang saat itu sedang menunggui angkot. dian meng-UTS
(Under Three Second) rachel agar membawa mobilnya keperempatan. cepet! truly
pingsan. Sesampai dirumah setelah rumah sakit menyatakan dia tak apa-apa, truly
merebah di Sofa, menyalakan TV.

Pintu Labirin 2
termina tersedot dalam ruangan yang semakin panas menyelubungi seluruh
tubuhnya dengan hentakan-hentakan musik trance dengan segumpal marijuana
dengan visualisasi winamp, justin-superscope love. semakin tersedot, semakin
dalam... semakin dalam...
suara-suara instrumen dan manusia robot berteriak; this is the sign...

truly menghempaskan tubuhnya di sofa. melemparkan tas sekolahnya ke sebelah


meja, meraih remote control, menyalakan 31 inch di depannya, mtv...
tubuhnya sedang menggeliat diiringi lagu "Many Things Are Ultrasonic" single
kedua dari sid. dia jadi bintang videoklipnya. dirangkul karna.

335
hanya dia yang tahu, siapa karna, siapa niskala.
siapapun tidak tahu. terminapun tidak tahu. semuanya tidak tahu. hanya dia yang
tahu. ya, dia tahu, semenjak kejadian sore itu di mal...
siang tadi bersama teman-temannya, truly jalan-jalan di mall.
Dia melihat semuanya...dan semuanya menjadi jelas.
Truly ingin sekali berlari, ingin sekali marah, ingin sekali berteriak.
Truly pingsan, koma...
Truly dirawat di rumah sakit...

Pintu Labirin 3
flower in my mind bersama iringan penari dalam semua bilangan-bilangan absurd
seperti akar dua. menyuruhku untuk menghentikan segala keperluan-keperluan
fantasi. seperti misalnya kau mencoba merengkuhku dengan segala panas yang
selama ini tidak pernah kau tunjukan padaku. tapi aku tak pernah memprotes
segala yang pernah kau lakukan itu padaku.

sore itu di mall...


truly sedang mengalihkan perhatiannya terhadap baju-baju yang merangsangnya
untuk segera disikapi menjadi sebentuk pameran model baru itu di depan teman-
temannya
pada saat itu dia melihat semuanya
dia melihat semuanya...
dibalik etalase transparan, di dekat sebuah toko aksesoris indian, dengan latar
belakang poster-poster film yang akan di putar di 21. dia melihat semuanya,
semua tabir yang selama ini menghantuinya dalam beribu pertanyaan. tabir yang
menggetarkan sel-sel kelabunya untuk segera dipastikan menjadi hitam atau putih.
dia melihat semuanya...
sebuah eureka atas pengendapan-pengendapan yang selama ini selalu mengendap
tak jelas, hanya menjadi sebentuk lumpur, odorless, tasteless.
ah, dia melihat semuanya...
semua jawabannya sekarang terpampang jelas dihadapannya seperti ribuan gajah
dihunjamkan langsung ke pelupuk mata
menghentak, menghenyak
dan lalu truly berlari...

336
berlari sejauh mungkin
berlari dari bayangannya akan memamerkan model baru yang ada dihadapannya
berlari dari teman-temannya
berlari dari jawaban-jawaban itu
berlari keluar mall
ke pinggir jalan
ke perempatan
berlari...
dan lalu tak sadarkan diri. memeluk lantai trotoar dalam hening yang sangat
panjang.
Truly tidak pernah bangun lagi.

Pintu Labirin 4
truly menghempaskan badannya di atas sofa. beberapa kejadian mulai terurai lagi
dalam memori panjangnya.
meraih remote control.
mtv
segelas juice jeruk datang.
makasih!
mtv, menyanyikan sebuah lagu dalam videoklipnya. dia menjadi bintang video
klipnya saat itu.
karna mencoba memeluknya. tapi dia lebih bisa dipeluk niskala saat itu sebab
niskala lah yang paling dekat dengannya. sekarang dia menjadi tahu, siapa karna,
siapa niskala. keduanya teramat dekat satu sama lain dan satu sama lain teramat
dekat dengannya.
ah andai kemarin sore dia tidak melihat semuanya. sekarang hanya dialah yang
mengetahui semuanya. hanya dia, tiada yang lain. kesakitan lantas menyeruak lagi
di sekujur tubuhnya.
Truly lantas mengamuk, menghancurkan TV, menghancurkan semua barang di
ruang tengah rumahnya.
Psikiater memberitahu bahwa truly mengalami gangguan jiwa serius dan harus
dirawat di sanatorium.

Pintu Labirin 5
ah...

337
trully merebahkan badannya di sofa. sungguh hari yang sangat melelahkan. dia
melihat semua hal yang paling tidak ingin dilihatnya. paling tidak ingin dilihatnya
setelah dia curiga dengan beberapa hal akhir-akhir ini. paling tidak ingin
dilihatnya setelah dia bertanya-tanya tentang beberapa hal yang berbeda yang
mulai dicurigainya akhir-akhir ini. paling tidak ingin dilihatnya setelah dia
mencium bau busuk yang seperti ingin ditutup rapat rapat sehingga tidak
terjangkau penciumannya. paling tidak ingin dilihatnya setelah beberapa burung
suit incuing terus menerus berkicau diatas atap gentengnya akhir-akhir ini.
mencium bau kematian. bau busuk pengkhianatan.
hari ini semua terbukti sudah. dia melihat hal yang paling tidak ingin dilihatnya.
tanda-tanda itu sudah merebak menjadi sebuah kenyataan kuat. kenyataan yang
paling tidak ingin dialaminya.
dia meraih remote control. menghidupkan tv. memindah-mindakan channel. mtv.
sid. many things are ultrasonic. labirynth of dream #1 (feat. borges:)
karna memeluknya dalam videoklip itu. sebuah kenangan. hanya dia yang tahu
kenangan apa yang seharusnya terkenang.
Truly termenung dalam diam yang panjang, bahkan terlalu panjang.
Truly menjadi sangat introvert...mencintai kesunyian...tak punya
teman...menciptakan teman-teman khayalan...hidup dalam dunia khayalan...

Pintu Labirin 6
truly dan rachel melangkahkan kakinya menuju siang hari yang terik. setidaknya
rachel saat itu menjadi saksi mata selain dian, bahwa truly memang benar-benar
keluar sekolah bersamanya sebelum jam belajar usai.
hari memang teramat terik, sehingga rachel mengajak truly untuk mencari tempat
ber-ac yang cukup dingin. tempat ber-ac yang cukup dingin terletak di bsm tentu
saja.
lalu rachel menelepon dian yang sedang berada di kelas. dengan diam-diam tak
ketahuan guru dian mengangkat telepon dan menerima sinyal dari rachel untuk
segera meninggalkan kelas. rachel dan dian tidak sekelas.
dian tahu bahwa truly semenjak istirahat tadi seperti mengelami masalah yang
besar. dia perlu jalan-jalan. dian mengambil kunci mobil dari tasnya, dan meminta
izin ke toilet kepada gurunya.

338
dengan sedikit berlari dian menyusul rachel dan truly di luar gerbang sekolah.
mengedipkan sebelah matanya yang menggoda kepada pak satpam. pak satpam
cukup paham terhadap kelompok anak itu. beberapa bungkus rokok dan berlembar
puluhan ribu akan segera dia terima sekembalinya mereka dari mabal.
mereka lantas meninggalkan sekolah itu. dian menghidupkan ac mobilnya.
kemana kita sekarang. bsm.
andai saja dia tidak ke bsm siang itu. andai saja mencari tempat ber-ac lain semisal
atm atau kafe di sepanjang dago misalnya. andai saja dia menahan pusingnya di
kelas tanpa harus mabal. mungkin dia tidak akan menambah pusingnya dengan
pemandangan yang dia lihat di dekat bioskop itu. mungkin dia tidak akan
sepingsan sekarang. sepusing sekarang.
sekarang dia sudah tahu semuanya. semuanya yang selama ini hanya menjadi
segumpal pertanyaan abu-abu. segumpal tanda tanya yang menyeruak dalam
setiap geraknya, jalannya, makannya dan lain-lainnya.
Truly memilih pergi jauh...kuliah di luar negeri...meninggalkan semuanya, masa
lalu...wanita sukses...karir...tetapi menjadi putri es...

Wajahmu Yang Hampir Menato Permanen


Oleh: Karna S.I.D.

Mimpi
Terang bulan
Pecahan entah keseberapa ratus menghunjamkan catatan Andras Aradi yang
dituangkan Billie Holliday dalam rupa youtube dengan slide show foto-foto sephia
pada pertengahan abad ke-20
Mobil vintage dan bunga diatas topi
Deru redam serangan swastika terbalik pada anarkisme cinta di balik restoran sapi
gulung
Grand Piano dan tangan-tangan matematis

339
Serta sebuah surat dalam amplop coklat berisi domba-domba putih mengembikan
seribu jerawat di muka kamu

Seperti muka terakhirmu yang kulihat di cerminan bulan purnama mei


Saat aku melolong di atas puncak bukit tempat para hyang berkomunikasi dengan
agen-agennya
Saat kita tidak tahu lagi seberapa ranjang pernah kita jajaki kemuramannya
Saat denging ribuan cahaya di telinga kita melemparkanku pada percakapan-
percakapan terakhir kita
Percakapan-percakapan tentang daftar panjang para penjinak buaya atau
percakapan tentang model rambut kita yang terjebak pada kejayaan 1999
Atau percakapan tentang 7 hari yang diteriakan Robert Smith seperti yang telah
diteriakan para nabi fantasi dari negeri kubus
Dan kamu ingat lighter zippo kita yang mereplica bangunan para dewa? Kamu
ingat lagu itu yang tiba-tiba aku nyanyikan tanpa sadar meski aku tak suka
komposernya…
Ayo, sayang… nyalakan apiku! Lalu jarimu memetik dawai zippo, terbunyi
denting khas, lalu kamu menggasak pemantik, lalu api, lalu kamu membakarku,
setiap kali, selalu seperti itu, aku hangus dan hidup kembali dalam tubuh baru,
bayi baru… seperti phoenix dan kamu adalah tuhan para phoenix

Ah kamu…
Sarkas kita di bulan purnama itu
Melejitkan tubuhmu seperti ujung-ujung api
Terlepas memadam

Dan aku begitu batu


Terboyak banal

Lalu jeritan-jeritan teredam yang memecahkan salah satu asset bersama kita di
kamar terakhir itu, cermin ajaib pemberian Borges yang bisa menggandakan kita
berdua sehingga kita selalu punya penggaris untuk mengetahui jarak kita, dan
kamu selalu akurat menebak itu

340
Ah kamu…

Gergaji angin membadai di kepalaku


Surup tubuhmu pada tubuhnya
Dia yang datang pada purnama sams

Wajahmu menato permanentdi kurva-kurva nini anteh


Lalu tiba-tiba itu semua tercetak di mukanya
Membentuk senyumnya
Menyempurnakan wajahnya menjadi tidak simetris
Mengalunkan suaranya, dalam frekwensi tertentu ada kamu di situ…

Ah kamu…

CERMIN TUA BAU RAHASIA


Oleh : Karna S.I.D.

Bau rahasia di balik tanda-tanda


Cermin tua memantulkan siang…
Pada malam berbau tajam
Di padang jadi terang berbintang…

Asap dupa menagih lupa


Mantra-mantra membisik angin
Gemerisik menguak lupa
Gemericik membuka mata

341
Hutan beribu tahun
Tempat tuhan mencipta hantu

Hantu-hantu berbisik
Hantu-hantu bersisik
Hantu-hantu bertindik
Hantu-hantu berintrik

Rintik-rintik

Suara jengkerik dan angin barat


Suara hujan dan kikik pelan

Serigalalia Fullumoniak Distortif


Oleh: Karna S.I.D

murka menerka tawa tua gila berantakan bertato pulau mayat di selatan bencana
dan utara pulau mengambang
bunga wijayakusumah meledakan katup selangkangannya menebar ribuan serpih
benang sari seperti nafas pada setiap erangan purbanya
ribuan benang sari itu menyublim menjadi cahaya pada tubuh-tubuh yang
mendekatinya

lalu terang bulan menabrak gumpalan awan hitam bulan juli di atas kubur batu
bermerk purba bertatah lumut-lumut tua setua beringin raksasa memayungi batu-

342
batu

lalu kami saling memandang dari puncak-puncak menara mercusuar bermata


vertikal berbau kenanga dan kenangan-kenangan busuk abad-abad lalu

lalu sepi memilin pelan menggelapkan mata-mata vertikal kami


menjadi lebih merah, menjadi lebih luas, menjadi lebih kabut, menjadi kekasih
sunyi pada malam-malam berkarat, menjadi tua mencekik udara dengan lolongan-
lolongan panjang penghambaan pada terang bulan dan jutaan adrenalin yang
terangkat ke kepala di setiap bagian permohonan

lalu dia bangun dari mimpi panjangnya


lalu teleponnya berdering
lalu dia mengangkatnya
lalu gangguan satelit merusak lolonganku menjadi kata-kata ditelinganya, samar,
merobot, semirip dengan, “sayang, aku rindu kamu!”
tapi sejak itu, aku tak pernah lagi menyalahkan satelit, sebab dia sudah menutup
teleponnya…

PARA PEMUJA LUPA


Oleh : Arogan Muridan

Dua diantara sepuluh kemungkinannya untuk lupa adalah; CEPAT & KELUAR.

Akan kuterangkan padamu dua hal itu dari perspektifnya…

CEPAT: terbang menembus ingatan dan tak mengingatnya lagi.


KELUAR: mengenyahkan semua yang pernah diingat dan berlalu dari waktu.

CEPAT & KELUAR… apakah dua kata ini mengingatkanmu pada sesuatu?

343
Sebuah moment tertentu mungkin?

Niskala, setahuku, adalah salah seorang dari sembilan orang yang memuja lupa,
menjadikan lupa adalah Tuhan mereka. Menyembahnya seperti layaknya kau
shalat, ke gereja, ke vihara atau yang lainnya.

Pernahkah kau mendengar sebuah kalimat dari seseorang “Perjuangan manusia


melawan kekuasaan adalah seperti ingatan melawan lupa.” Itu berarti manusia
adalah ingatan dan lupa adalah kekuasaan. Mengerti kan apa yang kumaksud.
Siapa satu-satunya hal yang mempunyai kekuasaan, bahkan mutlak? Tuhan. Maka
lupa adalah Tuhan. Silogisma Aristoteles, Isn’t it? Dan ingatan adalah manusia.
Dengan alasan lain, bukankah manusia selalu mengingat? Dan satu-satunya saat
manusia tidak mengingat adalah saat manusia merasakan moment-moment
ketuhanan, seperti misalnya ekstasi, orgasme dan banyak lagi. Ini berarti
perumpamaan ini mendukung teori diatas bahwa lupa adalah Tuhan. Dan
keseluruhan teori inilah yang menyebabkan mereka memuja lupa.

Ritual yang paling disukainya dari Agama Lupa ini adalah, mereka menyebutnya,
mekanisme penyusunan diri dalam skizoprenia. Ini berarti ingatan benar-benar
dihilangkan. Dan kita semua tahu bagaimana orang-orang menyebut hal ini
sebagai Lupa Ingatan dengan kata lain GILA.

Ada beberapa tahap untuk mencapai level tertinggi dari mekanisme penyusunan
diri dalam skizoprenia ini:

- Tahap pertama; Migrain. Ini adalah saat kepalamu terbelah. Ini adalah saat kau
bisa memisahkan diri dari ingatan. Kau di satu belahan kepala dan ingatan di
belahan kepala yang lain. Ini adalah saat dimana kau bisa melihat ingatan dari luar
ingatan itu sendiri. Saat inilah dimana kau bisa mengenali ingatanmu dari sudut
pandang luar dan mempelajarinya, mengerti kelemahannya untuk kemudian…

- Tahap kedua; menyerang ing atan. Menyerang dengan keseluruhan energi dan
pengetahuanmu mengenai kelemahannya. Lalu…

344
- Tahap ketiga; kalahkan. Ambil semua yang ada disana. Item-itemnya, file-filenya
termasuk file-file yang tersembunyi. Setelah itu

- Tahap keempat; hapus dan penjarakan. Hapus semua file yang bisa dihapus dan
penjarakan di relung terdalam kepalamu semua file-file Read-Only dan file-file
sistem yang tidak bisa dihapus.

- Tahap kelima; kuasai tubuhmu dengan apa yang disebut oleh para psikolog
sebagai personality disorder ini. Saat inilah sesuatu yang bernama Intuisi muncul.
Dan intuisi ini yang kemudian memandu seluruh hidupmu, gerakmu serta
keinginanmu. Intuisi inilah yang disebut sebagai level tertinggi dari mekanisme
penyusunan diri dalam skizoprenia.

Ritual-ritual lainnya sangat bermacam-macam….


Tapi kali ini aku akan menjelaskan mengenai dua dari sepuluh hal yang mungkin
membuatnya lupa tadi; CEPAT & KELUAR. Dan saat ini aku akan
menjelaskannya dari perspektif seksualitas. I mean berhubungan seks. Seks yang
cepat dan keluar. Proses yang cepat lalu keluar. Karena itu adalah inti dari seks.
Maka kau juga akan melupakannya setelah itu. Seperti yang terjadi pada binatang,
inti dari seks hanyalah untuk meneruskan keturunan bukan? Seperti itu jugalah
yang harus dilakukan oleh manusia.

Cepat dan keluar, sebuah metode yang menentang kenikmatan. Sebab mereka
pikir kenikmatan sex hanya akan mereka nikmati di surga. Meskipun kepercayaan
mereka terhadap surga hanyalah setengah karena setengahnya lagi mereka percaya
bahwa ketika kau lupa segalanya, kau akan hidup abadi. Ketika kau lupa
segalanya, untuk apa ada surga. Mereka tidak membutuhkan kenikmatan apapun,
sebab pencapaian tertinggi seorang manusia menurut mereka adalah melupakan
segalanya. Lupa ingatan. Gila!

Manusia seharusnya hanya melakukan apapun yang mereka butuhkan, bukan


inginkan. Hal itu akan menjadi sangat berat ketika ingatan masih bersarang dalam
kepala manusia.

345
Sebut saja seorang lagi, namanya Ingkar, seorang lelaki berumur seperempat abad,
tidak pernah tumbuh janggut lebat di dagunya, meskipun dia sangat menginginkan
janggut lebat, hal ini saya tidak tahu kenapa, tetapi mungkin hanya hal inilah yang
dia inginkan, selebihnya dia tidak pernah berkeinginan apapun. Mungkin memang
karena dia tahu bahwa memiliki janggut tidak mungkin dia dapatkan, makanya dia
berani menginginkan itu, hanya sekedar untuk hiburan saja.

Ingkar menemuiku saat ada semacam serangan batin yang melanda diriku dua
tahun yang lalu. Ingkar adalah sobatku semenjak SD, dan setahu saya sejak dulu
Ingkar sangat jago menyembuhkan luka-luka batin semacam itu. Bayangkan, dari
semenjak SD. Ada yang bilang dia sakti karena keturunan dari kakeknya, seorang
dukun di daerah Cianjur Selatan, yang terkenal dengan orang-orang yang sakti dan
jago ilmu-ilmu mistis semacam itu. Kami memang lama sekali tidak bertemu,
kira-kira sepuluh tahun. Dan dia tiba-tiba saja datang, tanpa aku tahu darimana dia
tahu sekarang aku tinggal. Dia hanya bilang bahwa tidak sulit menemukanku.

Dari sanalah Ingkar bercerita tentang agama lupa yang dia anut itu. Sebenarnya
dia adalah salah satu tokoh pembaharu agama lupa itu. Bersama Niskala dia
mencoba mengkonversikan agama itu ke dalam media digital yang mereka sebut
EPISODE IV MACHINE.

Agama ini adalah agama desas-desus selama ratusan tahun, tidak pernah
terdeteksi dimana sebenarnya para pengikutnya, dan ternyata agama ini adalah
agama leluhur Ingkar.

Untuk mengidentifikasi agama lupa dengan lebih lanjut, kita tidak bisa
melepaskannya dari sebuah agama desas-desus lain yang juga menjadi
pembicaraan banyak orang. Agama desas-desus lain itu sering dibilang bernama
Agama Ular dan Pohon, dan para penganutnya sering dijuluki para pemuja
ingatan.

Setahuku mereka berperang sejak beribu-ribu tahun lalu, sebuah perang rahasia
yang sangat besar, perang yang melibatkan hampir seluruh manusia di bumi, tapi
hanya mereka yang menyadari peperengan itu.

346
Saya juga mendengar desas desus bahwa Sangkuriang, seorang tokoh legenda
sunda, adalah pembuat ajaran agama lupa ini. Kemudian ada cerita lain yang
berhubungan dengan perburuan besar-besar gua-gua ular tempat pemujaan para
pemuja ingatan.

Seorang lainnya lagi dari kesepuluh orang itu mempunyai julukan pendekar
tongkat bengkok dari gunung gede. Hidupnya dihabiskan dalam perjalanan
menyusuri situs-situs prasejarah dan makam-makam leluhurnya, mencoba
membongkar segala hal yang selalu menjadi pertanyaan besar dalam kepalanya.
Pertanyaan itu harus terjawab, secepatnya, agar dia bisa cepat-cepat mencapai
tingkat tertinggi dari kelupaan: GILA.

Pendekar Tongkat Bengkok dari Gunung Gede adalah julukan yang diberikan
pada seorang pemuda yang berasal dari sebuah kampung kecil di lembah
pegunungan Gede-Pangrango di sebelah barat kota Cianjur.

"Dari kampungku, kamu akan melihat kota Cianjur di malam hari seolah danau
yang memantulkan bintang yang cerah di atasnya, yang menghampar, sehamparan
kota cianjur dan pegunungan selatan. berkelap-kelip. bintang-bintang secara aneh
dipantulkan oleh kota cianjur menjadi lebih teratur, berwarna-warni, datar dan
luas..." dia bercerita suatu ketika... Dia adalah legenda bagi para petualang.

Tiga orang diantara sembilan dari mereka mempunyai julukan para pemakan
daging cerdas. Begini cerita tentang mereka;

Bangunan dari kayu itu sudah hampir rubuh sejak lama, renta, beruban dan basah
kuyup terkena hujan sebulan terakhir ini. Hujan memang deras sekali, menjauhkan
matahari dari jangkauan semua penghuni bangunan kayu itu.

Begini, sebenarnya tidak melulu kayu melainkan malah di dominasi bambu yang
sudah dianyam menjadi bilik-bilik dan dibentuk kubus dengan menambahkan atap
rumbia diatasnya, jadilah sebentuk rumah...itu kira-kira delapan puluh tahun yang
lalu. Sekarang lebih sebenarnya lagi malah menyerupai gubuk, tapi aku lebih suka

347
menyebutnya bangunan kayu. Untunglah kualitas kayu jaman dulu sangat bagus,
direndamnya aja bisa berbulan-bulan bahkan tahun, kuat banget kan jadinya!

Penghuninya bermacam-macam; seorang perampok, seorang tabib dan seorang


pendongeng keliling. Ketiganya laki-laki disekitaran 25-27. Umur yang produktif
untuk profesi masing-masing bukan? Profesi ini tidak mereka pilih melainkan
lebih karena keputusan yang tergesa saat itu, saat mereka disekitaran 20-22.
Keputus-asaan? Aku lebih menyukai kata yang pertama, keputusan yang tergesa
ketimbang keputus-asaan, meski kemudian mereka menyebutnya takdir yang
harus mereka jalani.

Selain mereka adalah teman satu SMA dulu, kesamaan yang lainnya adalah
mereka bertiga menyukai daging rusa atau ayam hutan atau babi hutan hasil
buruannya sendiri. Mereka tidak pernah beternak, lebih suka berburu, lebih suka
menjadi golongan teratas dalam rantai makanan di hutan itu.

Keputusan tinggal di tengah hutan dibuat saat keputusan tergesa itu muncul.
Alasan awalnya memang karena gairah berburu mereka tadi, agar lebih dekat
dengan buruannya. Alasan berburu juga bukan hanya karena superioritas akan
golongan teratas dalam rantai makanan, tapi mereka tahu bahwa daging-daging
yang tumbuh di hutan adalah daging-daging cerdas yang berkembang biak secara
natural dan tidak diikutcampuri manusia dengan tetek bengek peternakan dan
segala macam bisnis didalamnya serta zat kimia buatan berdalih biokimia yang
selalu terlibat dalam semua proses itu, bule-bule di Ubud bilangnya ORGANIC.
Itupun, berburu, hanya mereka lakukan sekali dalam sebulan, selebihnya mereka
vegetarian yang taat, bahkan mereka tidak makan telur, susu atau daging putih,
lebih seperti vegan. Makan daging itu kebutuhan, kebutuhan akan gairah
omnivora yang masih bersarang dalam tubuh kasar mereka, lebih ke wilayah
spiritualitasnya ketimbang kebutuhan jasmani, meski mereka tidak pernah
menyangkal bahwa daging rusa, babi hutan atau ayam hutan memiliki protein
yang tinggi yang sesekali memicu adrenalin mereka untuk menggairahkan naluri-
naluri jasmaniah yang sering mereka abaikan, itulah salah satunya kenapa mereka
lebih senang berburu. Daging bikin otak jadi panas, sesekali boleh kan
memanaskannya dengan sesuatu yang cerdas, daging yang cerdas. Disamping

348
kebutuhan berada di rantai teratas rantai makanan.

Pertama; Syiv (dibaca; SYU), si perampok. Kedua; Brahm (dibaca; BRAM), si


tabib. Ketiga; Vishn (dibaca; WIS), si pendongeng keliling. Ini memang bukan
nama asli mereka, nama-nama ini mereka ciptakan saat keputusan tergesa itu
dibuat untuk kemudian melupakan nama asli masing-masing untuk selamanya.

Syiv, sesuai dengan profesinya badannya tinggi besar putih dan ganteng
berkarakter dengan rahang yang kuat seolah bisa mengunyah paku seperti
mengunyah daging, tipikal para perampok pahlawan ciptaan orang-orang inggris
atau legenda-legenda Jawa di jaman kerajaan. Syiv berambut sebahu,
bergelombang, tanpa kumis dan janggut, selalu di cukur habis setiap tiga hari
sekali. Pakaiannya grungy abis, jeans belel robek-robek di lutut dan di pantat,
robek dengan sendirinya sebab dia tidak punya celana lain semenjak keputusan
tergesa itu dibuat, sepatu converse all stars putih low cut dan robek-robek juga,
lem sepatunya tak pernah copot, tipikal converse all stars buatan luar, karena dia
beli waktu itu dari temennya yang lagi sakaw, bisa dipastikan bukan produk
tanggerang yang lemnya mudah copot, kaos oblong yang cuma ada dua pilihan
warna, hitam dan putih, bersablonkan wajah-wajah para pembesar musik yang
dulu saat di Bandung lagunya sering nangkring di list win amp komputernya,
Pearl Jam, The Doors, Smashing Pumpkins, Radiohead, Sound Garden, Joy
Division dan Sonic Youth.

Brahm, berbadan agak gemuk, tinggi juga,kulitnya sawo matang, kepalan


tangannya mantap, pertanda bahwa dari tangannya dia bisa mengubah apapun
menjadi bentuk yang dia inginkan, selain tabib, Brahm juga punya hobby main
tanah liat, wajahnya lembut kekanakan, tapi ada ribuan kebijakan timbul dari sana,
seperti Vin Diesel, kokoh tapi lembut, gahar tapi kekanakan, mata Brahm seperti
kucing saat merayu kita meminta makan siang. Kepalanya plontos, seperti seorang
Budhis, tapi Brahm tidak menganut agama apapun, agama bukan lembaga
katanya, agama itu personal. Setelannya sederhana tapi menyentuh, pas dengan
karakternya, celana kain yang bahannya jatuh, kemeja berlengan pendek dengan
sablonan distro bikinannya dulu di dada kanannya, berkalung tasbih dari kayu
cendana yang selalu memancarkan harum. Memakai gelang rajutan yang

349
dibikinnya sendiri, dia belajar membuat ini saat sering nongkrong di emperan BIP
di akhir 90-an. Belajar dari anak-anak pedagang lapak emperan BIP.

Vishn, kurus, agak hitam seperti tak terurus padahal terbakar sinar matahari, kulit
dasarnya sebenarnya putih, lihat aja bagian tubuhnya yang selalu tertutup pakaian,
tingginya 5 senti di bawah Syiv, mukanya penuh kerutan di jidat, wajahnya manis-
manis sunda, rambut 5 senti lebih panjang dari Syiv selalu dibiarkan terurai, ada
janggut panjang dengan kumis tipis melintang di bibirnya, matanya selalu
bercahaya meski sayu, meski sedang sedih, ide-ide brilian selalu muncul di kepala
dan mulutnya, Vishn memang sangat suka bicara, mendongeng, dan terus
mendongeng, dongeng apapun yang melintas dikepalanya saat itu. Vishn
bersetelan Hippie, kemeja halus putih tua dari katun yang lusuh, celana jeans belel
tapi gak robek-robek, sendal jepit dari bekas ban luar mobil, jubah panjang tanpa
kancing berwarna coklat selalu melekat di badannya, berkibar ke belakang kalau
terkena angin, akan mirip seorang penyihir kalau dia memegang tongkat panjang
berlekuk dari batang kayu kaboa yang dia dapatkan dari seorang musafir beberapa
tahun lalu di sebuah makam kuno di Panjalu Ciamis dalam sebuah obrolan
panjang tentang sejarah spiritualitas raja-raja Sunda.

Bangunan kayu yang mereka tinggali sebenarnya dulu dimiliki oleh seorang
anggota gerilyawan DI yang dibantai TNI pada jaman Soekarno, tak pernah
ditempati lagi karena dianggap angker oleh penduduk di desa yang jaraknya
sekitar dua bukit dari sana, maklumlah, gerilyawan DI itu di bantai di rumahnya
sendiri, kabar tersiar mayatnya beserta beberapa gerilyawan yang lain gak pernah
dikubur, ditelantarkan begitu saja disebelah rumah itu, gak ada yang berani
menyentuh mayat mereka, semenjak itu pula jalan setapak menuju hutan jadi
berubah, kalau ada penduduk yang ingin mencari kayu bakar harus setengah
berkeliling berjalan sejauh mungkin dari area itu, hingga ahirnya jalan lama
tertutup ilalang dan tercipta jalan setapak baru yang juga akan menghubungkan
dengan desa-desa lain di sekitar pinggiran hutan itu. Suatu keuntungan bagi ketiga
lelaki itu ketika tak satupun penduduk desa yang berani menembus jantung hutan
itu, tempat mereka berada, jadi mereka santai dan keberadaan mereka tak
terdeteksi, gak crowded, tempat yang tepat untuk sebuah persembunyian sakral
yang mereka jalani. Persembunyian untuk segera mendapatkan pencapaian

350
tertinggi dari agama yang mereka anut.

Dion adalah salah satunya juga. Dia mendapat julukan si morning sickness.
Morning Sickness kerap terjadi pada peminum alcohol pemula. pola istirahat jadi
tidak beres, itulah kenapa aku bilang pemula, sebab yang sudah alkoholik
tubuhnya sudah membuat semacam pengkebalan pada syaraf-syaraf di kepala
terhadap tingginya kadar alkohol dalam darah. Penyebab pasti datangnya morning
sickness biasanya karena tidur terlalu larut gadang semalaman bersama teman-
teman lantas bangun terlalu pagi karena kebutuhan buang hajat atau terbangun
karena lapar. Lapar ini disebabkan oleh energi yang terlalu banyak keluar, entah
kenapa pengaruh alkohol menguras energi lebih banyak ketimbang saat tidak
mengkonsumsinya. Setelah itu biasanya susah tidur lagi, bila tidak langsung
mendapat nutrisi, sakit kepala akan mulai menyerang.

Sakit kepala ini akan hilang sebenarnya bila langsung makan dan lantas tidur lagi,
pasti akan ngantuk lagi kok setelah makan. Nah, tapi ada beberapa yang tiba-tiba
kehilangan percaya dirinya akan kesembuhan dengan hanya istirahat dan makan
yang cukup. Mereka biasanya menghancurkan hatinya, dalam arti sebenarnya,
dengan obat sakit kepala. Tidak menggubris peringatan pada bungkus obat sakit
kepala itu.

Orang-orang ini, para peminum obat sakit kepala, atau pain killer user
(selanjutnya akan disebut dengan PKU), pasti mengenal wajahnya. Wajahnya pasti
sudah dilihat oleh jutaan orang, terkenal? Ya. Populer? Tidak.

Dia memiliki wajah yang terpampang pada bungkus obat sakit kepala paling
terkenal di negeri ini, Tetramex. Meski para PKU tidak tahu siapa dia, siapa
namanya, seperti apa hidupnya, orang juga banyak yang gak peduli atau gak ngeh
sama sekali bahwa cover boy obat sakit kepala itu punya kehidupan. Tidak hanya
sekedar foto orang dengan lingkaran-lingakaran bertumpuk di kepalanya.

Sekarang, untuk yang ingin tahu, PKU atau bukan, akan kukenalkan dia pada
kalian. Namanya Dion, peminum berat, dan seperti kebanyakan cover boy atau
selebritis lain, gaya hidupnya sangat glamour. Tapi karena dia hanya seorang

351
cover boy bungkus obat, meski saat itu seleksinya sangat ketat dan dibayar sangat
mahal, Dion tidak terkenal, tidak seterkenal cover boy majalah-majalah dewasa.
Mana ada wartawan infotainment yang peduli dan ngeh sama dia, cover boy
bungkus obat? Please deh... kecuali Dion tiba-tiba menghamili seorang penyanyi
cewek yang baru beranjak gede.

Dion terpilih sebagai cover boy bungkus obat itu dalam sebuah seleksi yang
sangat ketat. Kategorinya adalah wajah itu harus mewakili semua wajah yang
sedang mengalami sakit kepala. Wajah tampan tapi ada penderitaan besar disana,
dimatanya.

Sebagai sebuah catatan, produk obat sakit kepala ini sudah muncul selama 30
tahun lebih, dan setiap 5 tahun sekali mereka mengganti cover boy bungkusnya.
Dan selalu dengan wajah yang itu, agak gemuk, baju berkerah simbol pekerja,
karena targetnya memang kelas menengah, kelas pekerja, sekarang, karena
perusahaan advertising yang mendapatkan order untuk mendesign covernya
beganti pemilik, anak-anak muda dengan kreativitas yang lebih fresh dan
mencoba meningkatkan target segmentnya, bukan hanya para kelas pekerja tapi
juga anak-anak muda yang mulai mengalami trend stress dini karena semakin hari
negeri ini semakin sakit, anak-anak muda yang seharusnya ceria menikmati hidup
sekarang mulai tergantung dengan pain killer, begitulah lantas secara inisiatif
produk ini mulai menambah target segmentnya, memanfaatkan kondisi sakitnya
jaman, tahun 2000an...executive muda...

Satu lainnya lagi dari sembilan orang itu adalah seorang lelaki botak dengan
sedikit tonjolan di atas kepala bagian kirinya. Pernah menjalani pesantren selama
tiga tahun akibat tuduhan dari orang tuanya bahwa ia pemakai putaw(heroin). Saat
itu dia sering kali berteriak-teriak kesakitan tanpa sebab di kamarnya, mengamuk
dan akhirnya ia dikurung oleh orangtuanya di kamarnya untuk jangka waktu yang
lama. Semakin lama teriakannya semakin memilukan. Semakin menyakitkan dan
semakin membuat orangtuanya yakin bahwa hal itu disebabkan oleh sakaw(sakit
karena putaw). Sebuah kekeliruan yang kemudian akan sangat disesali orang
tuanya.

352
Selama 3 bulan lelaki itu dikurung dikamarnya, dan tidak pernah sekalipun
orangtuanya memanggil dokter karena malu. teriakannya yang khas selama tiga
bulan selalu seperti menggumamkan nama seseorang yang diyakini oleh
orangtuanya sebagai pacar lelaki itu yang juga pemakai putaw. MARIAM!

Akhirnya setelah tiga bulan itu orang tuanya menyerah. Lelaki itu dikirim ke
pesantren di tasikmalaya, dan dikemas dalam sebuah peti dengan diikat sekujur
tubuhnya seperti seekor singa yang akan dipindahkan dari kebun binatang yang
satu ke binatang yang lain. Alasannya masih sama, malu. mulutnya dibungkam
dengan plester, tetapi gumaman tentang seorang wanita bernama Mariam itu terus
terucap di ujung lidahnya.
MARIAMARIAMARIA…!!!!

Lelaki itu bernama Jasad, sebuah nama yang mengerikan menurutku. Karena
ketika manusia diidentikan dengan hanya bernama jasad, ada kesan mayat dibalik
itu. Dan hal ini jelas mendukung pendapatku ketika lelaki bernama Jasad ini
memang benar-benar mirip mayat, kurus, pucat dan bermata nyalang, tak ada
ekspresi yang tegas disitu. Tak pernah sekalipun aku bisa membedakan apa yang
dia rasakan dengan hanya melihat ekpsresi mukanya. Sedih, getir, tragis dan diam
dia ungkapkan dengan cara yang sama. Bahkan sedikit senang, karena kupikir dia
tidak pernah benar-benar senang, juga dia ungkapakan dengan cara yang sama,
muka lurus, nyalang dan tak berkehidupan. Sepertinya, kalau aku tidak pernah
berbicara dengannya aku tidak pernah tahu dan akan juga berpikiran sama bahwa
tuhan tidak benar-benar pernah memberikan nyawa padanya. Hanya Jasad!

Saat itu jasad bercerita padaku tentang sebuah lampu jalan yang cahayanya
mengerjap-ngerjap, membuyarkan kepalanya, mendenyarkan matanya. Silau dan
sangat percaya bahwa itulah awal munculnya teriakan-teriakan di belakang
kepalanya tentang seorang wanita bernama Maria.

Mariam lahir dari cahaya. Mariam lahir sendirian kedalam kepalanya.


Menyuruhnya meneriakan namanya.

Sebenarnya memang bernama Maria, tapi karena diucap berulang-ulang, jadi

353
terdengar Mariam. Maria adalah seorang putri dari salah satu kerajaan rahasia para
pemuja ingatan tapi jatuh cinta pada salah seorang pemuja lupa. Dia melarikan
diri dari kerajaan, dan semenjak itu dia diburu oleh para pemuja ingatan untuk
dibunuh. Dia diterima menjadi yang ke-sembilan dalam kelompok itu.

Sejak awal aku curiga dia Maria yang ada dalam artikel ini:

Aroel (StereoMantic) berkolaborasi dengan Maria, penyanyi era 80an


Saat itu umurku baru menjelang 7 tahun ketika pertama kali
mendengar suaranya di tape deck kuno rakitan pamanku. Beberapa bulan
kemudian, vocal group di kampungku menyanyikannya dalam panggung 17
agustusan. Tidak seterkenal Vina Panduwinata memang, tapi albumnya, satu-
satunya albumnya yang keluar, cukup meledak di telinga banyak orang di tahun
itu, 1986. Sebuah tahun ketika musik dekadens banyak merambah kampung-
kampung di kota kecil. Agak susah menjadi laku karena ada beberapa lagunya
yang berbahasa Inggris. Terlalu aneh di telinga orang Indonesia saat itu
mendengar orang Indonesia menyanyikan lagu berbahasa Inggris.
Maria, nama penyanyi itu, sangat lembut suaranya, seperti
permen kunyah. Tidak seberat Iga Mawarni atau seserak Vina Panduwinata, juga
hampir tidak sesempurna Sheila Madjid, namun bisa jadi kualitasnya sehebat
mereka dan punya karakter sendiri, ya itu tadi, lembut seperti permen kunyah..
Sebab pamanku saat itu hampir memutarnya tiap hari, hingga kasetnya
menggulung gak keruan, putus, dan suaranya yang lembut menjadi sedikit fals,
dan rebek, dan lalu gak ada suaranya sama sekali, pitanya terlipat-lipat hingga
akhirnya rusak dan nenekku tak sengaja membuangnya di tong sampah belakang
rumah sebelah kebun kersen. Setelah itu sudah, aku tak pernah lagi mendengar
suaranya, bahkan tak pernah lagi melihatnya dalam acara Safari yang di pandu
Eddy Soed di TVRI. Namanya menguap seiring munculnya lagu-lagu break
dance, dan pamanku sibuk latihan break dance setelah itu.
Tak ada satu orang pun yang tahu kemana perginya penyanyi
Maria setelah kejatuhannya, sama seperti penyanyi-penyanyi lainnya yang
menghilang begitu saja setelah kejatuhan pop 80an. Maria benar-benar

354
dilupakan begitu saja. Apalagi pada dekade 90an yang memiliki kecenderungan
mengangkat lagi musik-musik dan fashion 70an. Break dance ditinggalkan tak
lama setelah itu, musik Hard Rock dan Metal merajai telinga anak muda. G ‘n R,
Metallica, Iron Maiden, Halloween serta Slayer. Mr Big sangat disukai pamanku
yang beberapa hari lagi akan menikah. Music 80an benar-benar akan musnah
digantikan musik-musik 90an. Music alternative datang membawa angin segar
diikuti meledaknya seattle sound serta rock dan pop dari inggris. Dekade ini
memang dekade paling sibuk dalam sejarah perkembangan musik. Sebuah dekade
ketika orang benar-benar mewujudkan idealismenya, dan uang benar-benar
dibicarakan belakangan. Industri dan idealisme bisa berjalan beriringan.
Indonesia melahirkan legenda-legenda baru, Slank, Dewa 19, serta Super Band
lain yang benar-benar memiliki Fans, bukan hanya konsumen.
Music Indie, satu kecenderungan anak muda di Indonesia di akhir
tahun 90an melahirkan legenda-legenda baru pula. Ada The Upstair yang
memiliki fans setia setiap kali panggungnya berdentang. Atau The S.I.G.I.T. yang
nama bandnya aja udah aneh. Kecenderungan ini muncul seiring dengan
kebangkitan kembali era 80an. Ada Club 80s yang mencoba memulai itu, atau
sebut saja Laluna yang menggeliat dari Bandung, band-band major label ini
berawal dari gerakan indie akhir 90an. Kemudian di awal 2000an, 80an
mendapat tempat lagi, meski aku tak pernah habis pikir, kenapa fashion teraneh
sepanjang zaman bisa ngetrend lagi, aku selalu bergidik ngeliat setelan anak2
80s…model rambutnya kayak model rambut calo angkot..hehe
Aroel, salah seorang musisi indie yang namanya sedang
berangkat menanjak di top ten radio-radio di kota-kota besar bersama bandnya,
Stereomantic, sepertinya senasib denganku, seumur denganku, dengan masa kecil
diliputi kebesaran era 80an, memiliki paman yang ngefans sama penyanyi-
penyanyi pop di era itu, tapi bedanya denganku, kayaknya paman-paman Aroel
cukup rajin merawat koleksi-koleksi kasetnya, hingga masih bisa di nikmati Aroel
sekarang. Beruntung banget dia.

Entah kenapa Aroel memilih Maria dan bukannya penyanyi-


penyanyi 80an lainnya, untuk berkolaborasi dengannya. Kemudian memilih satu-
satunya album Maria, Ayo Berdisko dan membuat Re-Mix untuk album itu dengan
khas StereoMantic. Ajaib, ramuannya benar-benar memukau, Maria seolah

355
kembali lagi ditengah-tengah perdaban musik Indonesia dengan karakter yang
lebih matang, meski Aroel benar-benar mengambil dari kaset aslinya dirubah
kedalam format digital dan diramu sedemikian rupa dengan beberapa sentuhan
disco 80an dan suara-suara dari alat digital yang lebih canggih sehingga
menimbulkan kesan futuris-konservatif. Mereka benar-benar mengajak kita untuk
berdisko. Let’s Disco! (demikian nama album itu sekarang) (berdisko sangat
berbeda dengan menari, joget ataupun dansa)…

Setelah membaca artikel ini saya langsung mencoba menghubungi Aroel dan
berhasil mewawancarainya:

Kenapa Maria?
Karena pamanku, dia ngefans banget sama Maria, bahkan dia punya
koleksi kasetnya.
Koleksi kasetnya? Bukannya Maria hanya memiliki satu album saja?
Iya, tapi pamanku memiliki beberapa album kompilasi yang ada Maria
nya, ada sekitar 6 kaset, tapi dari kesemua kompilasi itu gak ada satupun memakai
Maria sebagai Hits Single, makanya Maria seperti gak kedenger lagi kiprahnya.
Terus lagu-lagu cover Maria yang dibawakan, beberapa, oleh penyanyi-penyanyi
90an, kayak Yuni Shara atau Reza, tapi gak jadi single hits, cuma biar tracknya
banyak aja… terus pamanku juga punya koleksi kaset-kaset Maria yang dia beli
dari kota-kota yang berbeda.
Kaset yang sama? Ayo Berdisko?
Ya..
Wow… sebegitu ngefans nya ya?
Oh kalo yang ini nggak, bukan karena ngefans, tapi karena pamanku dulu
kerja di Recording Company yang mengeluarkan album Maria. Dan kerjaannya
keliling Indonesia, ngecek pemasaran kaset-kaset, dan membeli kaset-kaset
keluaran recording company itu sebagai bukti bahwa kaset mereka sudah masuk
ke kota itu.
Dan Pamanmu menyimpan semua bukti kaset itu?
Yup! Tapi Cuma Maria dan beberapa lainnya, soalnya yang lain di simpen
di gudang kantor untuk dijadikan stok penjualan
Oh, jadi dijual lagi?

356
Ya iya lah, mereka kan gak mau rugi…
Seneng banget ya punya Paman yang kerja di Pabrik Kaset…terus,
bagaimana bisa bertemu Maria?
Wah, aku belum pernah bertemu Maria, semua sampling suara Maria aku
ambil dari kasetnya…. Kami bahkan belum berkomunikasi sama sekali, dia gak
kenal aku. Hak cipta dipegang label, terus mereka udah gak ada ikatan royalty
lagi, semuanya dah dibayarin ke Maria. Dan mereka juga gak pernah mencetak
ulang Album-albumnya. Labelku sama dengan Maria, itulah kenapa aku gak perlu
repot urusan-urusan Hak Cipta.
I see… tapi kok kontraknya aneh sih?
Jaman itu, produsernya jahat-jahat… liat aja sekarang, kita bakal susah
banget dapet ijin recycle lagu-lagu 80an… bakal dihargain mahal banget… sial,
itulah kenapa orang lebih banyak nge recycle lagu-lagu 60-70an
Kamu tahu Maria dimana?
Gak. Terakhir gw denger tahun 90an katanya dia pernah bikin band, dan
dah sempet ngeluarin album, tapi saat itu gak ada yang Notice kalo itu Maria
penyanyi 80an. Nama Band nya Clarinet.
Terus konsermu nanti siapa yang nyanyi?
Oh, aku gak akan konser… Cuma bikin album doang…
Promosinya?

Media… TV, Radio, Internet


Pembuktian?
Kupikir jaman sekarang dah gak perlu melakukan pembuktian melalui
konser kok, toh tanpa itu kaset bisa tetep laku.
Tapi kan berarti gak dapet tambahan uang?
Album ini kan cuma side project… aku sih kalo manggung tetep ama
Stereomantic.
Kapan Stereomantic ngeluarin album baru?
Kayaknya belum kepikiran deh, soalnya kan aku masih-sibuk-sibuknya
ngurusin promosi album Let’s Disco! Paling entaran dipikirinnya…
Ok, Roel… Thank’s ya…
Sip!

357
Ya, sekarang aku yakin memang Maria yang ini yang aku maksud. Ya, menurut
gossip Maria akhirnya mati dan menjadi hantu penghuni toilet di depan sebuah
rumah tua di Jalan Dago. Sejak itulah dia dijuluki GLOOMY KUNTI.

*(sebuah fragmen dari cerita yang lebih luas

EPILOG

SUARA-SUARA
Sebagian besar dari hidupnya dia habiskan dalam terjaga. Tidak seperti layaknya
kebanyakan manusia, teriakannya terengah pendek-pendek, bahkan lebih tepat
disebut erangan.

Billboard besar terang menerpa wajahnya saat erangan itu muncul, darah menetes
diujung bibirnya, matanya bengkak biru, bekas pukulan keras, membabat
keriangan yang terkadang muncul tiba-tiba dan bersinar dari sana.

Sunyi. Bibirnya merah, lipstick. Matanya dipenuhi eye shadow, sembab, air mata,

358
mengalir membentuk garis hitam dari aliran yang melewati eye liner menuju pipi,
dagu, menetes.

Tidur hanya 2 jam dalam sehari. Keterlaluan! Dia belum berhasil mengusir bising
itu dari telinganya. Menutup telinga, terdengar gemuruh, suara api neraka, itu
selalu dibilang oleh para ulama.

Noise dari speaker, kabel tape yang buruk, digerogoti tikus, jeritan anak tikus,
kucing tiga warna, darah tikus di taringnya.

Suara loop yang begitu lambat, mendetak, jantung sekarat. Real drum kits,
hentakan gitar pada nada E minor terus-menerus dengan tempo yang sama seperti
loop itu, pada 65. Vokal pada lirik: Aku telah keliru memuja dupa sehingga lupa.
Aku telah keliru memuja siang sebagai harap.

Suara nafas, dihembuskan kuat dari paru-paru, asap rokok. Detak jantung, degup,
masih pada tempo 65. Lagi-lagi real drum kits, lengkap, bass drum, snare, hi-hat,
simbal. Menceracas, menggelegar. Reverb full pada bass drum, reverse di
beberapa bagiannya.

Hujan menetes pada atap seng. Paruh ayam mematuk pada beras-beras di atas
seng. Masih pada tempo 65. Adzan shubuh. Pulas.

Mantra-mantra. Doa-doa. Rintihan-rintihan. Suara jilatan. Mencekik.

Sabda sinis. Hantu-hantu. Melingkarkan senja pada terbenamnya matahari pucat.


Hentakan kaki pada sepatu yang tengah berlari. Air wudlu meluncur deras dari
kran toilet masjid. Beribu malaikat mendekat, berkelebatan, mencabut nyawa,
suara kepak ribuan sayap. Gemuruh angin.

GAMBAR-GAMBAR
Jutaan pixel visual, membentuk ribuan frame, dengan 24 frame setiap detik dalam
waktu tak terhingga, menyerbu mataku beramai-ramai, seperti kerubutan burung
pipit yang sedang bermigrasi ke timur untuk mejalani pernikahan massal di

359
sebuah gua suci tempat para rahibnya bersemedi. Lantas dengan sebuah
kenekadan luar biasa, keberanian luar biasa, kekuatan luar biasa, aku meraih
remote control di atas buffet, terengah, merayap, terengah, (jutaan pixel visual
terus mengerubuti mataku, kepalaku, memenuhi semua ruang di langit-langit
benakku), tercabik sebuah paku yang mencuat di atas lantai kayu kamarku,
terengah, merayap, meraih, tercabik… tapi dengan semangat seorang sufi
mencapai ekstase, delirium, tubuhku berdarah-darah, delirium…

Nis… tunggu… niska… tunggu… niskala…! Tunggu… ha.ha. aku sudah paham
betul dengan rajukannya yang seperti itu… rajukan bernada E minor, sedikit
merengek, distorsi dan sekepal rayuan yang membuai seribu dusta diatas surga.

Dasar mata-mata… pernah suatu kali aku berkata padanya, seperti kata-kata Joey
untuk Samantha saat Joey sedang memasuki bidang putih terang dengan gemuruh
air terjun yang menderas, menderacas…
Coba perhatikan ini:
Samantha Story Babak I.
Episode I.
Samantha
Samantha berteriak
“Joey…, Joey…, tunggu aku!”
Joey membalas berteriak
“Samantha?
Kau bukan Samantha!
Aku tidak kenal kau”
Samantha bernyanyi
La… la… la…
Joey berkeras
“Kau bukan Samantha
minimal, bukan Samantha yang kukenal.”

Nah… mirip, mirip seperti itu…

Nis… tunggu… niska… tunggu… niskala…!

360
Lalu kubalas: “Karna…? Kau bukan Karna! Aku tidak kenal kau!”

Lalu dia memainkan gitarnya, memetik melodi lagu pertama kami… cras…
cras… cras… (Seperti suara golok menebas leher)
Dasar bodoh… aku tetap berkeras, kujawab: “Kau bukan Karna, minimal (paling
tidak), bukan Karna yang kukenal!”

Lantas kutinggalkan dia dibalik cermin… dan aku mulai berjalan memasuki
bidang putih. Setelah aku berada didalamnya, aku bersama ribuan cahaya lainnya
didalam tabung televisi 14’ ini menyerbu matanya, mengerubuti matanya,
kepalanya, memenuhi semua ruang di langit-langit benaknya… Maka terjadilah…

Ya… aku berada didalam kepalanya, menjadi matanya, menjelma tangannya,


menggelitik telinganya, membuai rongsokan hatinya… menjadi dirinya… siapa?
Lalu kudekati cermin… sebab kupikir Karna sudah pergi menemui If yang sedang
berduka… kudekati lebih dekat lagi cermin… cermin… ah aku melihat
wajahnya… ah… aku kenal sekali dengan wajah ini… bahkan sangat kenal…
sangat dekat… dia adalah…

***
Akhirnya aku mendapatkan remote ini. Dengan cepat kutekan tombol power.
Televisi mati. Jutaan pixel visual dan ribuan frame memudar, berputar cepat lalu
menciut dan mati…Lalu aku merasakan sakit yang hebat di langit-langit
tempurung kepalaku, seperti dipukuli palu godam berkali-kali… sakit sekali…
dan entah kenapa aku tiba-tiba berjalan, tanpa kusadari, menuju cermin dan
melihat wajahku sendiri, masih dengan sakit kepala yang hebat, tapi… tapi… ini
bukan mataku…mata ini… mata ini sering sekali kupandangi, (saat itu aku selalu
memandangi matanya hanya berjarak 2 cm), ah… Niskala… Maha Guru
Niskala… akhirnya kau datang. Terima kasih, aku begitu tersanjung engkau
mampir ke dalam tubuhku, langit-langit tempurung kepalaku, mataku, tanganku.
Well… selamat datang Niskala… selamat datang di tubuhku, langit-langit
tempurung kepalaku, mataku, tanganku. Pantaslah begitu sakit, sakit kepala hebat
yang kurasakan seperti saat aku sedang bercinta denganmu… masih ingatkah kau
Niskala… saat-saat itu… saat kau harus memacu orgasme-mu lebih cepat agar aku

361
tidak terus menjerit, tidak merasakan lagi sakit hebat ketika kau sedang berada
didalam vaginaku. Lalu kau belai aku dengan aroma kuat spermamu yang muncul
dari tangan lembutmu untuk membelai aku.
OH NISKALA…

SILENTIUM
Mengurai debu pada sebuah kartu pos bergambar sebuah jembatan
yang menjadi visual pada kekeringan musim di tenggara
dan suara-suara pada frekwensi keheningan yang mencekam
membersihkan debu pada kartu pos itu
bahkan menghapus gambarnya
menekan tombol mute dan mencabut karet tombolnya secara permanen

dengan menyebut nama chairil dan rasa


dengan menyebut nama willy dan balada
dengan menyebut nama soetardjie dan mantra-mantra

dengan menyebut nama afrizal dan coca-cola


dengan menyebut nama kriapur dan solilokui
dengan menyebut nama dj p0p dan schizophrenia
dengan menyebut nama mgv dan magnesia
dengan menyebut nama niskala dan psikedelia
dalam sebuah glossolalia panjang tak beraturan
dengan berkaca pada cermin warisan borges
dalam sebuah kereta kundera dan seribu derida
serta roda-roda kafka dan ensiklopedia
sehening persenggamaan tuhan dan rabiah
dan asap dupa untuk para penyihir bijaksana
dan noktah-noktah rindu rumi dan syam
HILANGLAH TANDA SERU

362
(selesai…?)

363

You might also like