You are on page 1of 24

Kasus

LIMFOMA NON HODGKIN


A. Indentitas Pasien Nama Umur Jenis kelamin Bangsa Suku Alamat Pekerjaan Masuk rumah sakit B. Anamnesis Pasien mengeluhkan tidak bisa buang air besar sejak 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien menyatakan tidak mau makan dan minum serta terjadi penurunan berat badan sekitar 10 kg selama dua setengah bulan, setelah operasi pengangkatan tumor colli sinistra. Pasien juga jarang mengonsumsi sayur-sayuran. Sebelumnya, pasien dapat buang air besar. Warna feses kuning, konsistensi lunak, jumlah sedikit, pasien menyangkal ada darah dan lendir pada fesesnya. Lalu dari dokter Instalasi Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin, pasien mendapat obat laxative yaitu fleet enema, setelah itu, pasien dapat buang air besar dengan frekuensi 3 kali dalam sehari, feses berwarna hitam, konsistensi keras, dan banyak, tidak ada darah dan lendir. Pasien mengeluhkan nyeri perut sejak 8 hari yang lalu, nyeri muncul mendadak seperti ditusuk tusuk, : Tn. U : 60 thn : Laki-laki : Indonesia : Banjar : Jl. Kampung Baru : Petani : 25 April 2013

nyeri hilang timbul selama 30 menit dengan frekuensi 5 kali per hari, terdapat mual dan muntah yang berwarna kuning. Pasien merasa lemas beberapa hari ini, sehingga hanya bisa berbaring di tempat tidur. Pasien menyatakan ada benjolan di preauriculae dextra, lipatan axilla dextra dan inguinal dextra. Benjolan muncul mendadak, semakin hari semakin besar. Pasien lupa benjolan mana yang muncul pertama. Benjolan tidak terasa nyeri maupun panas. Pasien menyatakan nyeri pinggang kanan sejak 10 hari terakhir. Nyeri dirasakan muncul mendadak, dengan frekuensi terus menerus. Pasien tetap bisa buang air kecil, frekuensi 3 kali sehari, volume urine 300cc, warna seperti teh. Pasien tidak mengeluhkan gangguan tidur. Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah kadang badan terasa demam dan berkeringat pada malam hari. Riwayat penyakit serupa pernah terjadi beberapa bulan lalu, pasien pernah operasi benjolan di regio colli sinistra pada tanggal 20 Februari 2013 di RSUD Banjarbaru.Tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. Riwayat penyakit keluarga, tidak ada riwayat penyakit serupa, tidak ada hipertensi dan diabetes mellitus. Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi minuman beralkohol. Terapi yang diberikan di Unit Gawat Darurat RSUD Ulin Banjarmasin adalah Intravenous ringer laktat (RL) : Dextrose 5% (D5) 20 tpm, neurobion 5000 1amp/hr, injeksi ranitidin 2x 1 amp dan fleet enema.

C. Pemeriksaan Fisik Secara keseluruhan, pasien terlihat lemah, status gizi kurus, IMT 0,17. Kesadaran compos mentis. Tekanan darah 140/80 mmhg, nadi 96 kali per menit, frekuensi napas 24 kali per menit, suhu tubuh 37,7oC. Keseluruhan, pasien tampak pucat, kulit pucat, bibir pucat dan kering, konjunctiva pucat, sklera ikterik, turgor kulit cepat kembali, tidak ada petekie, tidak epistaksis. Pada preauriculae dextra di temukan benjolan, konsistensi keras, imobile, tidak panas, tidak hiperemis dan tidak nyeri. Di lipatan axilla dextra dan inguinal dextra, konsistensi lunak, tidak nyeri, mobile, tidak panas dan tidak hiperemis. Lidah hiperemis, tidak ada ulkus, dan tidak ada pembesaran tonsil. Pada leher ditemukan sikatrik post operasi pengangkatan tumor colli, terletak 4 jari di bawah auriculae sinistra. Jugular venous pressure normal, tidak ada peningkatan. Kaku kuduk tidak ditemukan. Pergerakan dada simetris, tidak ada retraksi, suara napas bronkovesicular, fremitus vocal simetris. Pada jantung, ukuran dalam batas normal, bunyi S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur, tidak ada gallop. Abdomen datar, tidak teraba pembesaran hepar, spleen terukur pada Scuffner 2.Nyeri tekan abdomen (+) di epigastrium, hipokondrium dextra et sinistra.. Tidak ditemukan massa di abdomen. Bising usus menurun. Nyeri ketok ginjal dextra(+). Pada ekstrimitas, gerakan sendi simetris, tidak ada pembengkakan, tidak hiperemis, tidak ada deformitas, tidak edeme, denyut nadi perifer teraba, akral teraba hangat. D. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium darah lengkap pada saat masuk rumah sakit menunjukkan Hb 7.9g%, leukosit 4.7 ribu/ul, eritrosit 3.09 juta/ul, trombosit 147

ribu/ul, Ht 25.9 vol%, MCV 84 fl, MCH 25.5 pg, MCHC 30.5%, granulosit 2.50 ribu/ul, limfosit 1.8 ribu/ul, gula darah sewaktu 111 mg/dl, SGOT 52U/l, SGPT 42 U/l, ureum 94 mg/dL, dan creatinin 1.9 mg/dL. Pasien memiliki riwayat USG abdomen pada tanggal 16 April 2013 dengan interpretasi lien ukuran 13,42 cm dengan nodul multiple, hepar tampak massa hipoechoic di lobus sinistra ukuran 3,48 x 3,14 cm pankreas tampak massa hipoechoic di caput pankreas, ukuran 2,65 x 3,24 cm, ren dextra tampak massa hipoechoic di pole superior, ukuran 4,18 x 6,26 cm. Kesan hasil USG abdomen yaitu massa caput pancreas dengan malignancy metastasis hepar, ren dextra dan lien (multiple).

Gambar1. USG abdomen

Pada gambaran foto rontgen thoraks di dapatkan hasil normal, tidak ada infiltasi dan fibrosis pada kedua pulmo, tidak ada deviasi dan kardiomegali. tidak ada

Gambar 2. Foto Rontgen thoraks AP

E. Ringkasan Data Dasar Laki-laki 60 tahun mengeluhkan konstipasi sejak 5 hari lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengalami anorexia sekitar 2 setengah bulan sehingga terjadi penurunan berat badan sekitar 10 kg. Pasien mendapatkan obat laksatif, fleet enema, sehingga sudah bisa buang air besar dengan frekuensi 3x dalam sehari, feses berwarna hitam, konsistensi keras, jumlahnya banyak, tidak ada lendir dan darah. Nyeri abdomen dikeluhkan sejak 8 hari lalu, muncul mendadak seperti ditusuk-tusuk, sifat nyeri hilang timbul sebanyak 5 kali dalam 1 hari dengan lama 1 kali serangan 30 menit. Ada mual dan muntah, muntah berwarna kuning Pasien merasa lemas sehingga hanya bisa berbaring. Di preauricula, lipatan axilla, dan inguinal ditemukan massa. Massa di preauriculae memiliki konsistensi keras, immobile, tidak nyeri dan tidak hiperemis. Massa di axilla dan inguinal memiliki konsistensi lunak, mobile, tidak nyeri dan tidak hiperemis. Berkeringat pada malam hari dan demam Frekuensi buang air kecil 3 kali sehari, volume urine 300cc, warna seperti teh.

Riwayat penyakit serupa pernah terjadi beberapa bulan lalu, pasien pernah operasi benjolan di regio colli sinistra 2 bulan lalu di RSUD Banjarbaru.Tidak ada riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. Riwayat penyakit keluarga, tidak ada riwayat penyakit serupa, tidak ada hipertensi dan diabetes mellitus. Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi minuman beralkohol. Kesadaran compos mentis. Status gizi kurus, tekanan darah 140/80 mmhg, nadi 96 kali per menit, frekuensi napas 24 kali per menit, suhu tubuh 37,7oC. Keseluruhan, pasien tampak pucat, kulit pucat, bibir pucat dan kering, konjunctiva pucat, sklera ikterik, terdapat sikatrik regio colli sinistra post operasi pengangkatan tumor, terletak 4 jari di bawah auriculae sinistra. Permukaan abdomen datar, tidak teraba pembesaran hepar, spleen terukur pada Scuffner 2, tidak teraba massa. Nyeri tekan abdomen (+) di epigastrium, hipokondrium dextra et sinistra. Bising usus menurun. Nyeri ketok ginjal dextra(+). Pada ekstrimitas, gerakan sendi simetris, tidak ada pembengkakan, tidak hiperemis, tidak ada deformitas, tidak edeme, denyut nadi perifer teraba, akral teraba hangat. Pada pemeriksaan lain didapatkan dalam batas normal. Pemeriksaan darah lengkap menunjukkan Hb 7.9g%, leukosit 4.7 ribu/ul, eritrosit 3.09 juta/ul, Ht 25.9 vol%, MCV 84 fl, MCH 25.5 pg, MCHC 30.5%, granulosit 2.50 ribu/ul, limfosit 1.8 ribu/ul, SGOT 52U/l, ureum 94 mg/dL, dan creatinin 1.9 mg/dL. Pemeriksaan USG menunjukkan hasil USG abdomen yaitu massa caput pancreas dengan malignancy metastasis hepar, ren dextra dan lien (multiple). Foto rontgen toraks menunjukkan hasil normal.

F. Daftar Masalah Berdasarkan data di atas didapatkan 3 daftar masalah, yaitu: 1) Karsinoma Caput Pankreas 2) Pembesaran kelenjar getah bening 3) Anemia G. Rencana Awal 1. Karsinoma caput pankreas Pada kasus didapatkan gejala konstipasi, anoreksia, penurunan berat badan 10 kg sejak dua setengah bulan, nyeri abdomen di regio epigastrium, hipocondrium dextra et sinistra, mual, muntah, lemas, pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik(+), tidak teraba massa di abdomen, splenomegali, lien teraba pada scuffner 2, nyeri tekan abdomen(+) di epigastrium, hipocondrium dextra sinistra, bising usus menurun, nyeri ketok ginjal dextra (+). Pemeriksaan penunjang USG abdomen menunjukkan massa caput pankreas dengan malignansi, metastasis hepar, renal dextra dan lien. Diagnosis awal adalah karsinoma caput pankreas. Rencana diagnosis berupa CT scan abdomen dan biopsy. Terapi: cairan D5% 20 tpm, RL 20 tpm, neurobion 5000 1amp/ hari, injeksi ranitidin 2x1amp, injeksi ondansentron 3x1 amp dan fleet enema (kp), dan kemoterapi. Rencana monitoring meliputi tanda vital, keluhan pasien dan keadaan umum. 2. Pembesaran kelenjar getah bening Pada kasus ini didapatkan gejala pembesaran pembesaran kelenjar getah bening preauriculae dextra, axilla dextra, dan inguinal dextra, demam, berkeringat pada malam hari, penurunan berat badan 10 kg dalam dua setengah bulan, anoreksia,

riwayat pengangkatan tumor colli sinistra 4 jari di bawah auriculae sinistra. Pemeriksaan fisik didapatkan benjolan di preauriculae dextra dengan konsistensi keras, imobile, panas(-), hiperemis(-) dan nyeri (-). Benjolan di axilla dan inguinal memiliki konsistensi lunak, mobile, panas(-) dan nyeri (-). Diagnosis awal limfoma non hodgkin, limfoma hodgkin, limfadenitis tuberkulosa. Rencana diagnosis darah lengkap, CT scan abdomen, dan biopsi kelenjar getah bening. Tidak ada terapi sampai didapatkan hasil dari pemeriksaan penunjang. Rencana monitoring meliputi keadaan umum pasien dan progress pembesaran ukuran massa. 3. Anemia normositik hipokromik Manifestasi klinis berupa lemas, warna urin seperti teh sebanyak 300 cc/ hari, dan buang air besar dengan warna feses hitam. Pemeriksaan fisik menunjukkan kedua konjunctiva pucat , pasien tampak pucat, kulit pucat, bibir pucat dan kering. Hasil laboratorium darah lengkap menunjukkan hemoglobin 7.9g%, leukosit 4.7 ribu/ul, eritrosit 3.09 juta/ul, Ht 25.9 vol%, MCV 84 fl, MCH 25.5 pg, MCHC 30.5%. Rencana diagnosis dengan melakukan pemeriksaan morfologi darah tepi (MDT) dan retikulosit. Terapi yaitu tranfusi packed Red Cell 2 kolf per hari sampai hemoglobin mencapai 10 g%. Rencana monitoring yaitu darah lengkap dan keadaan umum dan keluhan yang dirasakan.

H. Rencana Lanjutan Tanggal 26 April 2013-2, pasien didiagnosis karsinoma caput pancreas dengan keluhan konstipasi(+), mual(+), nyeri epigastrium(+), anoreksia(+), BAK seperti teh. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kondisi pasien lemah, tampak kakeksia, konjunctiva pucat, sklera sedikit ikterik, limfadenopati preauriculae dextra, axilla dextra dan inguinal dextra. Palpasi lien teraba scuffner 2, nyeri tekan abdomen di regio epigastrium. Terapi yang diberikan yaitu IVFD RL 20 tpm, D5 20 tpm, neurobion 1g/hari, ranitidin 2x1 amp, fleet enema (kp). Pasien

direncanakan pemeriksaan laboratorium darah rutin, SGOT, SGPT, ureum, creatinin dan pemeriksaan CT scan. Pada tanggal 27 April 2013 (2 hari perawatan), keluhan yang dirasakan pasien masih sama dengan hari sebelumnya. hasil laboratorium menunjukkan Hb 8.6 g/dl, eritrosit 2.99 juta/ul, Ht 23.6 vol%, trombosit 128 ribu/ul, MCV 79.0 fl, asam urat 16 mg/dl, ureum 92 mg/dl, creatinin 1.9 mg/dl, SGOT 36 mg/dl, SGPT 30 mg/dl, GDP 102 mg/dl. Pasien diberi tambahan obat oral alopurinol 1x300mg dan mendapat tranfusi PRC 2 kolf pre dexametason. Setelah itu, pada tanggal 30 April 2013, pemeriksaan laboratorium darah lengkap menunjukkan Hb meningkat menjadi 9.1 g/dl, leukosit 5.4 ribu/ul, eritrosit 3.14 juta/ul, Ht 24.5 vol%, trombosit 133 ribu/ul, MCV 78.1 fl, MCH 29.0 pg, MCHC 37.1%. Pada tanggal 29 April 2013, hasil CT-Scan menunjukkan multiple

paraaorta node 22 HU dengan left pleural effusion, hepar normal, lien 170 mm, bilier normal tidak melebar, pancreas normal, ren dextra membesar dengan massa

solid 87 mm, disimpulkan ekstranodal renal lymphoma. diagnosis ca caput pankreas berubah menjadi NHL ekstranodal renal lymphoma.

Gambar 3. CT scan abdomen (ren dextra)

Gambar 4. CT scan abdomen (lien)

Pada tanggal 30 April 2013, keluhan mual sudah berkurang dan pasien dapat buang air besar dengan konsistensi agak keras dan berwana hitam, limfadenopati preauricula, axilla dan inguinal dextra (+), dilakukan pemeriksaan

10

EKG dengan hasil tidak menunjukkan adanya kelainan. keluhan 2 hari berikutnya tetap sama dengan hari sebelumnya, pasien kurang bisa beraktivitas, dan hanya berbaring di tempat tidur. Tanggal 3 Mei 2013- 5 Mei 2013, keluhan nyeri kaki dan sendi lutut diterapi dengan Natrium diklofenac 25 mg 3x1, pasien juga mengeluhkan nyeri abdomen di epigastrium dan hipocondrium dextra dan sinistra, limfadenopati (+). Pada pemeriksaan didapatkan pembesaran renal dextra dengan nyeri tekan (+). Hasil laboratorium LDH sebesar 866 U/l. Pasien dilakukan pemeriksaan FNAB dengan hasil interpretasi mikroskopis: sediaan tampak kelompokan sel limfosit dengan gambaran proliferasi inti hyperkromatis dan ganas, kesimpulannya NonHodgkin Malignant lymphosit. Gambaran FNAB tidak dicantumkan karena pasien sudah pulang dan dari laboratorium patologi anatomi hanya dapat

memberikan data interpretasi bukan gambaran histologi. Selain itu, dari hasil interpretasi ini belum dapat menentukan tipe sel yang terkena.

Gambar 5. Hasil Interpretasi FNAB

11

Tanggal 7 Mei 2013, pasien setuju untuk kemoterapi di ruang edelwis. Pasien mendapatkan protokol CHOP, yaitu doxorubicin 80 mg drip, vincristin 2 mg iv, cyclovid 1200 mg dan prednison 4-4-2. Tanggal 8 Mei 2013, keadaan umum pasien sudah mulai membaik. Pasien sudah bisa beraktivitas ringan. Pasien memutuskan pulang hari itu, melakukan rawat jalan. I. Pembahasan Limfoma Non Hodgkin . Limfoma non Hodgkin merupakan penyakit keganasan primer jaringan limfoid yang keganasan pada

timbul dari cedera pada DNA progenitor limfosit1. Terjadi

limfosit B, limfosit T dan sel natural killer yang terletak pada sistem limfe2. Organ limfoid terbagi atas organ primer dan sekunder. Organ limfoid primer terdiri atas sumsum tulang dan timus, sedangkan organ limfoid sekunder terdiri atas limfa, kelenjar getahh bening, SALT di kulit, BALT di bronkus, GALT di saluran cerna, mukosa hidung, tonsil, mamae, servics, uterus, membran mukosa saluran napas atas, bronkus, dan saluran kemih3. Manifestasi klinis yang muncul pada limfoma non hodgkin yaitu pembesaran kelenjar getah bening, malaise, penurun berat badan 10% dalam waktu 6 bulan, demam tinggi 38oC tanpa sebab, anemia, keluhan organ misalnya lambung2,4. Kelenjar getah bening yang terkena membesar tanpa disertai rasa nyeri dan bersifat progresif. Tanda dan gejala limfoma non hodgkin berbeda-beda tergantung tempat yang menjadi target keganasan. Kadang, tidak tampak gejala hingga terjadi pembesaran5. Pada pasien terdapat pembesaran kelenjar getah

12

bening di preauriculae, axilla dan inguinal. Hal ini terjadi karena limfosit menjadi abnormal. Sel-sel limfosit berproliferasi secara abnormal, membelah terus menerus tanpa henti. Sel-sel abnormal tersebut tidak mengalami kematian sel sehingga menghasilkan sangat banyak sel yang akan membentuk massa yang disebut tumor4,6. Tumor tersebut memperbesar kelenjar getah bening dan tumbuh di tempat lain yang merupakan bagian sistem imunitas seperti limpa. Riwayat operasi tumor colli pada pasien berhubungan dengan limfoma non hodgkin karena pada banyak kasus munculnya benjolan di leher merupakan salah satu tanda limfoma non hodgkin sehingga gejala yang muncul sekarang merupakan penyebaran dari jaringan limfoid sebelumnya. Hal ini juga yang menyebabkan terjadinya splenomegali, karena proliferasi sel terus menerus tanpa disertai apoptosis sel, dan terjadi infiltrasi sel limfomatosa dalam spleen7. Penurunan berat badan pada pasien disebabkan anoreksia yang menimbulkan penurunan asupan makan, post pembedahan yang membawa keadaan stres diperantarai oleh glukagon dan hormon katabolik lainnya, dan splenomegali yang menekan lambung. Selain itu, pada pasien ini ada keterkaitan dengan malignansi, limfoma non hodgkin. Pada diagnosis awal penurunan berat badan ditekankan pada keganasan gastrointestinal karena lokasi ini paling sering walaupun dapat juga terjadi pada setiap organ tubuh. Faktor nekrosis tumor (cachectin) dan adipsin memegang peranan terjadinya penurunan berat badan. Keluhan dispepsia pada kasus dihubungkan dengan adanya splenomegali yang menekan lambung8.

13

Anoreksia terjadi terkait adanya berberapa sitokin yang diketahui mempunyai peran dalam terjadinya anoreksia. Sitokin pada pasien kanker merupakan polipeptida yang diproduksi limfosit dan makrofag sebagai respon imun endogen terhadap tumor. Beberapa sitokin yang berperan antara lain IL1, IL2, TNF dan interferon gamma. Sitokin dapat mempengaruhi status nutrisi dan metabolisme pasien kanker dengan menyebabkan penurunan nafsu makan, stimulasi laju metabolisme basal, stimulasi ambilan glukosa, mobilisasi lemak serta cadangan protein8. Patogenesis tranformasi dan migrasi limfosit. Sel limfosit dalam kelenjar limfe juga berasal dari sel-sel induk multipotensial di dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial bertranformasi menjadi sel progenitor limfosit yang kemudian berdiferensiasi melalui dua jalur. Sebagian mengalami pematangan dalam kelenjar tymus menjadi sel T dan sebagian menuju kelenjar limfe atau tetap berada dalam sumsum tulang dan berdiferensiasi menjadi sel limfosit B. Apabila ada rangsangan oleh antigen yang sesuai maka limfosit T dan B akan bertranformasi menjadi bentuk aktif dan berproliferasi. Limfosit T aktif menjalankan fungsi respon imunitas seluler sedangkan limfosit B aktif menjadi imunoblast yang kemudian menjadi sel plasma yang membentuk imunoglobulin. Terjadi perubahan morfologi yang mencolok pada perubahan ini, di mana sitoplasma yang sedikit/kecil pada limfosit B tua menjadi bersitoplasma banyak/ luas pada sel plasma, perubahan ini terjadi pada sel limfosit B di sekitar atau dalam centrum germinativum, sedangkan limfosit T aktif berukuran lebih besar dari limfosit T tua. Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma

14

merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel dari kelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses menjadi imunoblas, terjadi akibat adanya rangsangan imunogen. Terjadi perubahan pada limfosit tua antara lain: ukurannya makin besar, kromatin inti menjadi lebih halus, nukleoli terlihat, protein permukaan sel mengalami perubahan reseptor. Pada sel kanker dari limfosit tua tetap mempertahankan sifat mudah masuk aliran darah namun tingkat mitosisnya rendah, sedangkan sel kanker dari imunoblas amat jarang masuk aliran darah, namun tingkat mitosisnya tinggi2.

Gambar 6. Skema patofisiologi keganasan

15

Pada hasil pemeriksaan CT scan didapatkan extranodal renal lymphoma. Ekstra nodal limfoma terjadi pada 40% pasien dengan limfoma dan digambarkan pada setiap organ dan jaringan, seperti spleen, hepar, gastrointestinal, pankreas, dinding abdomen, genitourinaria, adrenal, cavitas peritoneal dan saluran biliar. Keterlibatan renal terjadi pada 3-8% pasien dengan lymphoma9. Ginjal merupakan bagian genitourinaria yang sering terlibat. Invasi limfoma pada ginjal umumnya sering terjadi dan dapat memicu terjadinya gagal ginjal akut. Extranodal sering pada limfoma non hodgkin daripada limfoma hodgkin10. Nyeri ketok ginjal dextra terjadi terkait adanya pembesaran ginjal disertai massa solid yang disebabkan oleh metastasis jaringan limfoid. Penelusuran identitas didapatkan bahwa pasien berjenis kelamin laki-laki, umur pasien 60 tahun dan pekerjaan sebagai petani. Secara menyeluruh, risiko LNH lebih tinggi pada pria daripada wanita. Alasan ini masih tidak diketahui. Umur dan pekerjaan memiliki keterkaitan dengan faktor risiko untuk terjadinya LNH. Limfoma Non Hodgkin dapat terjadi pada semua usia tetapi insiden LNH meningkat seiring bertambahnya usia. Pada usia 20-24 tahun terdapat 2.4 kasus per 100.000 orang, insiden ini meningkat hampir 20 kali lipat menjadi 46.3 kasus per 100.000 individu pada usia 60-64 tahun. Komunitas petani memiliki insiden tertinggi untuk terjadi NHL. Penelitian berpendapat bahan spesifik pada pestisida dan herbicida seperti organoklorin, organofosfat, dan phenoxyacid dihubungkan dengan limfoma1,5,11.

16

Gambar 7. Insidens rate limfoma non hodgkin terkait umur

Konstipasi yang dikeluhkan pasien dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu obstruksi limfatik karena adanya pembesaran kelenjar getah bening di gastrointestinal, kurangnya gerakan atau aktivitas pasien hanya bisa berbaring di tempat tidur dan kurangnya asupan serat12. Pada pasien di dapatkan Hb 7,9% dengan MCV 84 fl, MCH 25.5 pg, MCHC 30.5%, ini menunjukkan pasien mengalami anemia normositik hipokromik. Anemia ini masih terkait dengan penyakit limfoma non hodgkin, yang disebabkan perdarahan saluran cerna dengan manifestasi melena, penghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar dan terlalu aktif, dan penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal12. Kencing yang seperti teh dapat menjadi indikasi adanya perombakan sel darah merah yang kemudian dikeluarkan lewat kencing.

17

Pada pasien, didapatkan tumor di kelenjar getah bening preauriculae, kelenjar getah bening lipatan axilla dextra dan kelenjar getah bening inguinal dextra. Pasien juga memiliki riwayat operasi tumor colli 4 jari di bawah auriculae sinistra. Derajat limfoma non hodgkin pada kasus adalah stage III disertai

symptom B karena melibatkan 3 kelenjar getah bening di regio atas dan bawah diafragma, serta ada keterlibatan organ ekstra limfatik1,2.

Gambar 8. Stadium limfoma non hodgkin

Stadium Berdasarkan Kesepakatan Ann Arbor Stadium I Keterangan Penyakit mengenai satu regio kelenjar getah bening yang terletak di atas atau di bawah diafragma, atau satu organ atau

18

terletak ekstralimfatik. II Penyakit mengenai lebih dari dua regio yang terletak berdekatan atau dua regio yang letaknya jauh pada satu sisi diafragma dengan satu atau lebih regio kelenjar gentah bening di sisi yang sama pada diafragma (IIE) III Penyakit terletak di atas dan di bawah diafragma tetapi terbatas pada kelenjar getah bening, ditambah dengan organ atau tempat ekstralimfatik(IIIE) atau splen (IIIes) IV Keterlibatan difus atau generalisata pada satu atau lebih organ atau jaringan ekstralimfatik, seperti sumsum tulang atau hati A B Tidak ada simptom Terjadi penurunan berat badan lebih dari 10% yang tidak diketahui sebabnya selama 6 bulan. X Bulky disease Tumor berukuran 10cm di mediastinum dengan lebar 1/3 dari diameter tranverse interna thorax setinggi T5T6 pada radiologi dada. E Terlokalisasi, soliter melibatkan jaringan hepar dan sumsum tulang, hanya satu sisi atau sendiri di proximal dan dekat regio melibatkan tempat nodul.
Tabel 1. Stadium limfoma non hodgkin berdasarkan Ann Arbor

19

Penentuan stadium ini penting dalam melihat keefektivitasan terapi yang diberikan, mengidentifikasi pasien yang memberikan respon lebih baik dan kurang baik terhadap terapi yang diberikan. Evaluasi stadium melibatkan berbagai hal secara sistematik seperti riwayat, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium darah, imaging seperti rontgen, CT scan, dan USG, dan biopsy13,14. Hasil interpretasi FNAB hanya menyebutkan bahwa sediaan tampak kelompokan sel limfosit dengan gambaran proliferasi inti hiperkromatik dan ganas. Kesimpulan non hodgkin malignant lymphosit. Hasil ini tidak menjelaskan jenis sel limfosit yang mengalami keganasan. Gambaran histologi jaringan tidak ada karena pasien sudah pulang. Menurut teori, pada limfoma non hodgkin, sel B merupakan sel yang sering mengalami keganasan, yaitu sekitar 80%. Limfoma non hodgkin sel B mengalami proliferasi di jaringan limfoid sekunder seperti limfa, kelenjar getah bening dan mukosa jaringan limfoid15. LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik: indolent lymphoma dan agresif lymphoma. LNH indolen memiliki prognosis relatif baik, dengan meedian survival 10 tahun tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe indolen adalah noduler dan follicular. Tipe limfoma agresif memiliki perjalanan ilmiah yang lebih pendek tetapi lebih dapat disembuhkan secara significant dengan kemoterapi kombinasi intensif. Dalam kasus ini, pasien masuk tipe limfoma progresif sehingga pemberian kemoterapi kombinasi intesif menjadi pilihan karena masih bisa disembuhkan. International Prognostik Index (IPI) digunakan untuk memprediksi outcome pasien dengan LNH.

20

Indeks Prognostik Pasien LNH untuk seluruh Umur Umur 60 tahun = 0 >60 tahun = 1 Tumor Stage I atau II = 0 Ann Arbor LDH Serum III atau IV = 1 Normal =0 Meningkat = 1 ECOG perpormance Status Tak ada gejala = 0 Ada gejala = 1 Bedbridden < hari = 2 Bedbridden hari = 3 Chronically bedbridden = 4 Keterlibatan Ekstranodal Skor 1 tempat = 0 > 1 tempat = 1 Low Risk : 1 Intermediate : 2 high intermediate: 3 high risk: 4

Tabel 2. Indeks Prognostik Pasien LNH

Pada kasus ini, International Prognostik Index (IPI) sebesar 3 yang berarti termasuk high intermediate. Standar pilihan terapi pada pasien LNH indolen stadium I dan II yaitu 1) iradiasi 2) Kemoterapi dengan terapi radiasi 3) Extended (regional) irradiasi, untuk mencapai nodal yang bersebelahan. 4) kemoterapi saja atau wait and see jika terapi radiasi tidak dapat dilakukan. 5) sub total/ total iradiasi limfoid2.

21

Standar pilihan terapi pada indolen, stage II/III/IV yaitu, 1) tanpa terapi/ wait and see pada pasien asimptomatik , hanya dilakukan observasi dan baru diberikan terapi bila ada gejala sistemik. 2) Rituximab sebagai first line therapy diberikan tunggal atau kombinasi. 3) purine nucleoside analogis (fludarabin atau 2-klorodoksiadenosin) memberikan respon sampai 50 persen pada pasien yang telah diobati atau kambuh. 4) Alkylating agent oral seperti siklofosfamid dan klorambusil. 5) kemoterapi kombinasi. Beberapa protokol kombinasi antara lain a) CVP siklofosfamid+vincristin+prednison;b)C(M)OPP:siklofosfamid+vincristin+prokar bazin+ prednison; c) CHOP: siklofosfamid+Doksorubisin+ vincristin +prednison; d) FND: Fludarabin+Mitoksantron deksametason2. Pada pasien yang termasuk ke dalam limfoma non hodgkin intermediate hingga tinggi biasanya mendapatkan terapi inisial dengan menggunakan CHOP (Siklofosfamid, Doksorubisin, Vincristin dan Prednison) diberikan sebanyak 6-8 siklus2,14. Pada pasien ini, digunakan terapi kemoterapi kombinasi dengan menggunakan protokol CHOP yang terdiri atas siklofosfamid+doksorubisin+ vincristin +prednison. Pemberian terapi kemoterapi kombinasi digunakan untuk memberikan hasil yang cepat. Terapi kombinasi menghasilkan respon cukup baik sekitar 60-80%. Terapi diteruskan sampai mencapai hasil maksimum16. Terapi simptomatik juga diperlukan pada pasien untuk mengurangi kesakitan. Pemberian cairan diperlukan karena pasien tampak lemah karena mengalami penurunan nafsu makan, selain itu pemasangan infus memudahkan :

22

dalam pemberian obat intravena. Terapi untuk mengurangi mual muntah dengan pemberian ranitidin yang bekerja menghambat H2 secara selektif dan reversibel sehingga pada pemberian ranitidin akan menghambat sekresi asam lambung akibat stimulasi vagus atau gastrin. Obat ini memiliki efek samping yang rendah. Ondansentron merupakan antagonis reseptor 5-hydroxy-tryptamine yang

menghambat reseptor serotonin di Susunan Syaraf Pusat (SSP) , berikatan pada


reseptornya yang ada di CTZ (chemoreseceptor trigger zone) dan di saluran cerna. Neurobion 5000 amp diberikan karena mengelukan lemas, anemia, penurunan nafsu

makan. Pada neurobion 5000 mengandung Vit B1 100 mg, vit B6 100 mg, vit B12 5000 mcg. Vitamin B6 berperan dalam pembentukan hemoglobin, berpartisipasi dalam produksi serotonin dan hormon yang mengatur nafsu makan. Pada individu yang kekurangan vitamin B6 akan mengalami kelelahan, nafsu makan menurun, anemia, kulit kering dan pecah, dan lain-lain. Sehingga pemberian pada pasien ini tepat. Pasien juga mengalami anemia yang terbukti dari laboratorium darah yang menunjukkan hb 7,9 g%, pada pasien ini perlu diberikan tranfusi karena terjadi kehilangan darah (blood loss) melalui kencing dan feses. J. Kesimpulan Laki-laki,60 tahun, seorang petani, dengan keluhan konstipasi sejak 5 hari lalu, dari UGD pasien mendapat fleet enema sehingga pasien bisa buang air besar dengan frekuensi 3x dalam sehari, konsistensi keras dan berwana hitam. Pasien menyatakan ada benjolan di preauricula dextra, axilla dan inguinal. Pasien mengalami anorexia sehingga terjadi penurunan berat badan, terdapat nyeri epigastrium, mual dan muntah, kadang merasa demam, berkeringat. Kondisi

23

pasien tampak lemah. Pasien dapat buang air besar dengan warna seperti teh sebanyak 300 cc dalam sehari. Pasien mengeluhkan nyeri pinggang yang terus menerus di sebelah kanan. Pemeriksaan fisik menunjukkan konjunctiva pucat, tekanan darah 140/80 mmhg. Terdapat benjolan preauriculae dextra, konsistensi keras, imobile, tidak panas, tidak hiperemis dan tidak nyeri. Di lipatan axilla dextra dan inguinal dextra, konsistensi lunak, tidak nyeri, mobile, tidak panas dan tidak hiperemis. Nyeri tekan abdomen (+) di epigastrium, hipokondrium dextra et sinistra. Spleen terukur pada Scuffner 2 Nyeri ketok ginjal dextra (+). hasil darah lengkap menunjukkan Hb 7.9g%, leukosit 4.7 ribu/ul, eritrosit 3.09 juta/ul, Ht 25.9 vol%, MCV 84 fl, MCH 25.5 pg, MCHC 30.5%, granulosit 2.50 ribu/ul, limfosit 1.8 ribu/ul, gula darah sewaktu 111 mg/dl, SGOT 52U/l, SGPT 42 U/l, ureum 94 mg/dL, dan creatinin 1.9 mg/dL. Pemeriksaan CT scan ditemukan pembesaran renal dextra dengan massa solid 87mm kesan ekstranodal renal lymphoma, splenomegali dan terdapat multiple paraaorta node 22 HU dengan left pleural effusion. Akhirnya, diagnosis limfoma non hodgkin dibuat berdasarkan dari manifestasi klinik, pemeriksaan laboratorium, Foto Thoraks, USG abdomen, CTscan abdomen dan FNAB.

24

You might also like