You are on page 1of 7

DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN

Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi seperti CT-Scan dan MRI otak dan pemeriksaan patologi anatomi untuk mengetahui jenis sel tumor tersebut.1 Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosis tumor otak apalagi membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, invasi dan destruksi dari jaringan otak. Walaupun demikian, ada beberapa jenis tumor yang mempunyai predileksi lokasi sehingga memberikan gejala yang spesifik dari tumor otak. 1 Pemeriksaan Penunjang:1 1. Rontgen Foto (X-Ray) kepala 2. Electroencephalography (EEG) 3. Computer Tomography (CT-Scan) kepala 4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) kepala 5. Pemeriksaan cairan serebrospinal 6. Angiografi serebral. Suatu pemeriksaan dengan menyuntikkan sejumlah bahan kontras ke dalam pembuluh darah leher agar dapat melihat gambaran peredaran darah (vaskularisasi) otak 7. Pemeriksaan patologi anatomi Cara pemeriksaan ini ialah dengan biopsi. Biopsi adalah prosedur pembedahan di mana sampel jaringan diambil dari lokasi tumor dan diperiksa di bawah mikroskop. Tujuan biopsi adalah untuk menemukan jenis dan grade kanker otak. Biopsi terbuka dilakukan selama kraniotomi. Biopsi tertutup (juga disebut biopsi stereotactic atau biopsy jarum) dapat dilakukan ketika tumor berada di daerah otak yang sulit dijangkau. Gambaran radiologis tumor otak dengan menggunakan MRI2 MRI merupakan teknik radiologi yang menggunakan magnet, gelombang radio, dan komputer untuk menghasilkan gambar yang detil dari organ, jaringan lunak, tulang, serta semua struktur

internal tubuh. Citra MRI medis diperoleh dari proses deteksi magnetisasi atom-atom hidrogen yang terkandung di dalam tubuh pasien. Estimasi kuantitas magnetisasi diamati berdasarkan perubahan fluks magnetik yang dikonversikan ke dalam sinyal tegangan. Kekuatan sinyal tergantung pada kerapatan proton, konstanta waktu relaksasi spin-kisi (T1) dan relaksasi spinspin (T2 ) serta sifat magnetik tubuh pasien. 2 Melalui MRI, suatu jaringan menunjukkan sifat-sifat karakteristik tertentu pada gambar MR-Tl dan MR-T2 maupun proton density. Intensitas jaringan tersebut biasanya berbeda pada gambar MR-Tl dan MR-T2, kecuali lemak, darah segar, kalsifikasi, maupun peredaran darah yang cepat. Dengan terlihat gambar MR-Tl maupun MR-T2 dapat ditentukan karakteristik suatu tumor apakah tumor tersebut padat, kistik, ada perdarahan, kalsifikasi, nekrosis maupun lemak dan lain-lain. Pencitraan dapat dilakukan secara axial, coronal dan sagittal. 2

Secara ringkas dapat disimpulkan kejadian dan langkah-langkah pemeriksaan MRI sebagai berikut: (1) Penderita sebelum dimasukan kedalam medan magnet pesawat MRI, proton proton dalam tubuh tersusun secara acak, sehingga tidak ada jaringan magnetisasi; (2) Penderita ditempatkan dalam medan magnet, terjadi magnetisasi proton posisi parallel dan anti parallel serta melakukan gerakan presesi; (3) Pemberian gelombang radio (RF) proton menyerap energi dari gelombang radio tersebut dan melakukan magnetisasi ke arah transversal (Fase Resonansi); (4) Penghentian gelombang radio menyebabkan relaksasi (kembali ke posisi awal) di mana

proton proton melepaskan energi berupa signal- signal elektromagnetik (Signal MRI); (5) Signalsignal diterima oleh sebuah koil antenna penerima. (6) Selanjutnya signal- signal tersebut diubah menjadi puls listrik dan dikirim ke sistem komputer untuk diubah menjadi image. Kekurangan MRI ialah : 2 1. Alat mahal (biaya pemeriksaan tinggi). 2. Waktu pemeriksaan cukup lama (30-45 menit). 3. Pasien yang mengandung metal tak dapat diperiksa (alat pacu jantung, protese, clips). 4. Pasien emergency akibat kecelakaan lalu lintas tak dapat diperiksa bila memakai alat pernafasan buatan/tabung . 5. Klaustrofobi (takut akan ruang sempit) perlu anestesi.

MRI dapat melihat gambaran jaringan lunak dengan lebih jelas dan sangat baik untuk tumor infratentorial, namun mempunyai keterbatasan dalam hal menilai kalsifikasi. Pemeriksaan fungsional MRI seperti MRS sangat baik untuk menentukan daerah nekrosis dengan tumor yang masih viabel sehingga baik digunakan sebagai penuntun biopsi serta untuk menyingkirkan diagnosis banding, demikian juga pemeriksaan DWI. Pemeriksaan single-photon emission computed tomography (SPECT) dan positron emission tomography (PET) dapat berguna pasca terapi untuk membedakan antara tumor yang rekuren dan jaringan nekrosis akibat radiasi. 2

Multiple meningiomas. A: Sagittal T1-weighted magnetic resonance image (MRI) demonstrates posterior fossa and parietal meningiomas. B: Gadolinium enhancement on sagittal T1-weighted MRI shows intense enhancing of the masses. C: T2-weighted coronal MRI shows stable hypointense appearance of the posterior mass after endovascular embolization.3

Patient with von Hippel-Lindau disease (same patient as in previous image at 1-year follow-up). Coronal T1-weighted gadoliniumenhanced MRI shows an enhancing nodule that has grown in size adjacent to a low-signal-intensity cyst. T2-weighted MRI shows a cystic area that has increased in size, with high-signal-intensity characteristics4

69-year-old man with metastatic adenocarcinoma from lung cancer. Axial contrast-enhanced T1-weighted MRI shows enhancing brain tumor (arrow).5

Fourth-ventricle ependymoma. T1-weighted coronal postgadolinium image in the same patient as in the previous image. Homogeneous enhancement of a fourth ventricular mass is noted, with extension downward through the foramen of Magendie. Pathologic analysis demonstrated subependymoma6

Grade II astrocytoma. Left, Fluid-attenuated inversion recovery (FLAIR) image demonstrates an area of increased signal intensity in the parietooccipital region. Right, Perfusion MRI demonstrates decreased relative cerebral blood volume (rCBV), consistent with a low-grade neoplasm. The final pathologic diagnosis was a grade II astrocytoma.7
DAFTAR PUSTAKA

1. http://emedicine.medscape.com/article/779664-clinical#a0218

Brain Neoplasms Clinical Presentation

Author: J Stephen Huff, MD; Chief Editor: Barry E Brenner, MD, PhD,

2 Sjahriar Rasad, Sukonto Kartoleksono,&Iwan Ekayuda, (2001): Radio Diagnostik Pencitraan diagnostik, Bagian Radiologi Fakultas kedokteran UI, Jakarta. Hal : 582, 593 3. http://emedicine.medscape.com/article/341624-overview

Imaging in Brain Meningioma

Author: German C Castillo, MD, FACR. FICS; Chief Editor: James G Smirniotopoulos, MD

4. http://emedicine.medscape.com/article/340994-overview#a21

Brain Imaging in Hemangioblastoma

Author: Rocio Jocelyn Urena, MD; Chief Editor: James G Smirniotopoulos, MD

5. American journal of roentgenology. 18F-FDG PET of Common Enhancing Malignant Brain Tumors. http://www.ajronline.org/content/190/6/W365/F9.expansion.html

6. http://emedicine.medscape.com/article/340362-overview#a21

Imaging in Brain Ependymoma

Author: William Jeffery Klein, MD; Chief Editor: Eugene C Lin, MD

7. http://emedicine.medscape.com/article/336695-overview

Brain Imaging in

Astrocytoma
Author: Felice J Esposito, DO; Chief Editor: L Gill Naul, MD

You might also like