You are on page 1of 2

MEMBANGUN BUDAYA TRANSPARANSI *

Transparan berasal dari kata transparent ( Bahasa Inggris) yang memiliki arti jernih, tembus cahaya. Bisa juga

diartikan sebagai suatu benda yang memiliki sifat untuk meneruskan cahaya yang diterimanya sehingga benda

tersebut dapat mudah dilihat dengan jelas. Oleh karena itulah kata transparan atau transparansi saat digunakan dalam konteks kehidupan sehari-hari

umumnya dipahami sebagai sebuah sikap yang menunjukkan keterbukaan. Jika dikaitkan dengan konteks

penyelenggaraan urusan publik, transparansi adalah suatu kondisi dimana masyarakat mengetahui apa-apa yang terjadi dan dilakukan oleh pemerintah dalam pelaksanaan urusan publik. Dalam hal ini peran pemerintah adalah membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan kepemerintahan. Kata transparansi sejak reformasi bergulir begitu akrab ditelinga masyarakat karena sering dikumandangkan oleh para reformis melalui media massa. Hal itu bisa dipahami mengingat bahwa salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk terwujudnya sebuah reformasi adalah adanya transparansi. Transparansi, sebagaimana kita ketahui bersama, tentunya sangat terkait erat dengan akuntabilitas. Sulit kita membayangkan terwujudnya sebuah reformasi dalam aspek apapun tanpa adanya transparansi. Reformasi tanpa transparansi adalah omong kosong belaka. Karenanya, membangun budaya transparansi dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara adalah sebuah keharusan.

Transparansi atau keterbukaan sikap dalam konteks individual sejatinya merupakan perwujudan dari sikap jujur, rendah hati, adil, mau menerima pendapat dan kritik dari orang lain. Dalam konteks pergaulan antar individu, keterbukaan sikap merupakan landasan untuk terbangunnya sebuah komunikasi positif dan konstruktif. Ketika transparansi tidak dijadikan

sebagai prinsip yang mendasari aktivitas

seorang pejabat dalam sebuah institusi saat

menjalankan tugas yang diamanatkan kepadanya, maka sudah dipastikan akan muncul prasangka-prasangka negatif dikalangan masyarakat, yang pada gilirannya ketika dibiarkan akan menimbulkan peluang untuk lahirnya perilaku korup. Atas dasar pertimbangan diataslah maka tidak ada alasan lagi bagi kita untuk mentolelir perilaku yang bertentangan dengan semangat transparansi. Oleh karena itu, sudah sepatutnya seluruh pegawai maupun pejabat di seluruh institusi publik harus semakin mengoptimalkan perannya di garda terdepan dalam membangun budaya transparansi melalui upaya penyebaran informasi sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Undang-Undang KIP (Keterbukaan Informasi Publik).

Membangun budaya transparansi sangat identik dengan membangun sifat kejujuran dalam diri kita. Karenanya, agama manapun pasti akan sangat mendukung untuk terciptanya budaya tersebut. Kita berharap bahwa budaya transparansi dari waktu ke waktu semakin tertanam kuat didalam jiwa seluruh jajaraan pegawai dan pejabat disemua institusi publik, sehingga masyarakat kita semakin menyimpan trust/kepercayaan terhadap institusi publik disemua levelnya, pusat maupun daerah.

Drs. H. E. Nadzier Wiriadinata Kasubbag Informasi dan Humas pada Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat

You might also like