You are on page 1of 3

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan mutlak diperlukan, tanpa adanya partisipasi masyarakat pembangunan hanyalah akan menjadikan masyarakat

sebagai objek semata. Salah satu kritik adalah masyarakat merasa tidak memiliki dan acuh tak acuh terhadap program pembangunan yang ada. Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga masyarakat dapat berperan serta secara aktif mulai dari peencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pembangunan. Terlebih apabila akan dilakukan pendekatan pembangunan dengan semangat lokalitas. Masyarakat lokal lebih memahami keadaan daerahnya tentu akan mampu memberi masukan yang berharga. Berbekal dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat lokal memiliki modal yang besar untuk melakukan pembangunan di wilayahnya. Masyarakat lokallah yang lebih mengetahui permasalahan yang dihadapi serta juga mengetahui potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Menurut Midgley (1986), partisipasi bukan hanya sekedar sebagai tujuan pembangunan sosial tetapi merupakan bagian yang integral dalam proses pembangunan sosial. Untuk menumbuhkan pertisipasi masyarakat diperlukan upaya berupa pemberdayaan. Masyarakat yang tadinya tidak berdaya perlu untuk dibuat berdaya melalui beberapa model pemberdayaan. Dengan pemberdayaan ini diharapkan pertisipasi masyarakat dapat meningkat. Partisipasi yang rendah dapat disebabkan kekurangan kapasitas dalam masyarakat, sehingga peningkatan kapasitas perlu dilakukan. Menurut definisinya, pemberdayaan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat (miskin) untuk berpartisipasi, bernegoisasi, mempengaruhi dan mengendalikan kelembagaan masyarakatnya secara bertanggunggugat demi perbaikan kehidupannya. Pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan daya (empowerment) dan kekuatan (strength) kepada masyarakat. Keberdayaan masyarakat adalah unsur-unsur yang memungkinkan masyarakat mampu bertahan (survive) dan (dalam pengertian yang dinamis) mampu mengembangkan diri untuk mencapai tujuan-tujuannya. Dalam dimensi kesehatan, pemberdayaan merupakan proses yang dilakukan oleh masyarakat (dengan atau campur tangan pihak luar) untuk memperbaiki kondisi lingkungan, sanitasi dan aspek lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh dalam kesehatan masyrakat. Ditinjau dari lingkup dan objek pemberdayaan masyarakat mencakup beberapa aspek, yaitu:

Peningkatan kepemilikan aset (sumber daya fisik dan finansial) serta kemampuan (secara individual dan kelompok) untuk memanfaatkan aset tersebut demi perbaikan kehidupan mereka. Hubungan antara individu dan kelompoknya, kaitannya dengan pemilikan aset dan kemampuan memanfaatkannya. Pemberdayaan dan reformasi kelembagaan.

Pengembangan jejaring dan kemitraan kerja, baik di tingkat lokal, regional maupun global.

Upaya pemberdayaan masyarakat perlu memperhatikan sedikitnya empat unsur pokok, yaitu:

Aksesibilitas informasi, karena merupakan kekuasaan baru yang erat kaitannya dengan: peluang, layanan, penegakan hukum, efektivitas negoisasi dan akutanbilitas. Keterlibatan dan partisipasi, yang menyangkut siapa yang dilibatkan dan bagaimana mereka teribat dalam keseluruhan proses pembangunan. Akuntabilitas, kaitannya dengan pertanggungjawaban publik atas segala kegiatan yang dilakukan dengan mengatasnamakan rakyat. Kapasitas organisasi lokal, kaitannya dengan kemampuan bekerja sama, mengorganisasi warga masyarakat, serta memobilisasi sumber daya untuk memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, dapat dilakukan beberapa strategi,

yaitu: 1. Melakukan penguatan lembaga dan organisasi masyarakat guna mendukung peningkatan posisi tawar dan akses masyarakatuntuk memperoleh dan memanfaatkan input sumber daya yang dapat meningkatkan kegiatan ekonomi. 2. Mengembangkan kapasitas masyarakat melalui bantuan peningkatan keterampilan dan pengetahuan, penyediaan sarana dan prasarana seperti modal, informasi pasar dan teknologi, sehingga dapat memperluas kerja dan memberikan pendapatan yang layak, khususnya bagi keluarga dan kelompok masyarakat miskin. 3. Mengembangkan sistem perlindungan sosial, terutama bagi masyarakat yang terkena musibah bencana alam dan masyarakat yang terkena dampak krisis ekonomi. 4. Mengurangi berbagai pengaturan yang menghambat masyarakat untuk membangun lembaga dan organisasi guna penyaluran pendapat, melakukan interaksi sosial untuk membangun kesepakatan diantara kelompok masyarakat dan dengan organisasi sosial politik. 5. Membuka ruang gerak seluas-luasnya bagi masyarakat untuk terlibat dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan ppublik melalui pengembangan forum lintas yang dibangun dan dimiliki masyarakat setempat. 6. Mengembangkan potensi masyarakat untuk membangun lembaga dan organisasi keswadayaan masyarakat di tingkat lokal untuk memperkuat solidaritas dan ketahanan sosial masyarakat dalam memecahkan berbagai masalah kemasyarakatan dan khususnya untuk membantu masyarakat miskin dan rentan sosial.

Secara garis besar pengorganisasian pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut:

Pemberdayaan masyarakat harus berupa gerakan masyarakat, masyarakat harus menjadi subjek dan bukan menjadi objek semata dari usaha kesehatan. Mereka harus dididik dan dibekali berbagai pengetahuan dan keterampilan dasar dalam usaha-usaha kesehatan serta dilibatkan secara aktif sejak perencanaan usaha-usaha tersebut. Tokoh dan wakil masyarakat yang dilibatkan harus benar-benar mencerminkan aspirasi masyarakat yang sebenarnya. Ini membutuhkan perubahan sikap, dan mental dari penentu kebijakan, manajer dan petugas kesehatan dalam menjalankan usaha-usaha kesehatan. Seyogyanya mereka berperan sebagai pendidik dan fasilitator untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat akan kesehatan mereka. Menekankan peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, peran pemerintah yang dominan telah menjadi penghambat munculnya inisiatif dan kreatif masyarakat yang sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan gerakan masyarakat yang sesungguhnya. Peran dominan harus diberikan kepada masyarakat sendiri misalnya melalui lembaga swadaya masyarakat (LSM) maupun organisasi masyarakat lainnya. Pemerintah harus menyediakan dana sebagai seed capital (model awal) bagi LSM dalam usaha promotif dan preventif mereka. Menumbuhkan wirausahawan sosial dalam bidang kesehatan promotif dan preventif, usaha kesehatan khususnya dalam mengubah perilaku harus lebih bersifat pendekatan dari bawah (bottom up approach) berdasarkan kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Untuk itu dibutuhkan orang yang kreatif dan inovatif atau wirausahawan sosial yang dapatmenjalankan dan mengembangkan usaha-usaha pemantapan perilaku sehat bertumpu pada masyarakat. Menumbuhkan kemandirian dalam usaha kesehatan, secara bertahap pemerintah harus mengurangi alokasi dana untuk usaha-usaha kesehatan yang sudah dapat dibiayai oleh masyarakat sendiri seperti usaha pelayanan kesehatan kuratif, kecuali bagi masyarakat kurang mampu. Alokasi dana harus ditingkatkan pada usaha promotif dan preventif seraya mendorong keterlibatan masyarakat , swasta/LSM menuju kemandirian.

You might also like