You are on page 1of 2

SCREENING DAN COUNSELING PADA IBU USIA 32 TAHUN DENGAN PSIKOSOMATIS ABSTRAK Psikosomatis yaitu pasien mempunyai keluhan

fisik yang kronik, tetapi keluhan tersebut tidak ada dasar kelainan organnya dan ternyata faktor psikis yang berperan adalah anxietas (cemas). Screening untuk mengetahui penyebab keluhan fisik apakah merupakan manifestasi dari gangguan jiwa nonpsikotik jika tidak ditemukan kelainan fisik. Counseling dilakukan untuk membantu mengurangi beban mental yang dirasakan pasien. Kata Kunci : Psikosomatis, Screening dan Counseling KASUS Seorang pasien perempuan umur 32 tahun, pekerjaan ibu rumah tangga, pendidikan terakhir SLTP datang ke Balai Pengobatan Puskesmas dengan keluhan utama nyeri kepala sebelah kanan. Pasien merasa sudah 2 hari nyeri kepala sebelah kanan, badan pegal-pegal, tidak ada keluhan sulit tidur . Keluhan dirasakan sejak 1 tahun terakhir, nyeri kepala sebelah berpindah kadang kanan kadang kiri. Pasien sudah beberapa kali berobat ke puskesmas dengan keluhan serupa. Sebelum keluhan, pasien merasa sering emosi karena memikirkan anak-anaknya yang mulai beranjak besar. Pasien mempunyai 2 anak umur 9 tahun dan 4 tahun. Sejak anaknya mulai beranjak besar pasien merasa anaknya sulit diatur, sering bermain dan tidak mau belajar. Pasien merasa cemas jika anaknya pergi bermain dapat terjadi sesuatu, dan tidak mau belajar nilai sekolah jelek. Bila cemas pasien mengeluh deg-degan, berdebar-debar, pusing. Sebelumnya pasien merasa bukan tipe orang yang emosi waktu anak-anaknya masih kecil dan pasien cenderung pendiam tidak banyak bicara. Pasien selama ini masih melakukan tugas ibu rumah tangga dengan baik dan selalu ikut kegiatan perkumpulan di dekat rumah. DIAGNOSIS Psikosomatis. TERAPI Pada pasien ini di berikan pengobatan analgesik untuk gejala yang dirasakan (pusing), anxiolitik untuk gejala psikosomatisnya dan dilakukan screening dan counseling untuk mengetahui adakah penyebab (stressor) dalam diri pasien yang menyebabkan keluhannya tidak berkurang dan keluhan fisik merupakan manifestasi dari gangguan jiwa nonpsikotik (cemas/depresi). DISKUSI Pada pasien ini dilakukan Screening-Counseling karena dicurigai pasien mengalami suatu stressor tertentu dalam dirinya yang bisa membuat ia datang ke Puskesmas dengan keluhan fisik bermacam-macam, berpindah-pindah dan dirasakan tidak ditemukan kelainan fisik. Puskesmas merasa perlu dilakukan tindakan Screening untuk mengetahui penyebab keluhan fisik apakah merupakan manifestasi dari gangguan jiwa nonpsikotik karena dokter tidak menemukan kelainan fisik serta counseling untuk membantu mengurangi beban mental yang dirasakan pasien. Dengan Counseling, mencoba untuk menggali apakah dalam diri pasien tersebut terdapat suatu bentuk kecemasan atau bahkan sudah terjadi suatu depresi sehingga keluhan yang dirasa malah semakin

bertambah berat, bermacam-macam atau bahkan stressor tersebut itulah yang menjadi akar timbulnya penyakit yang dikeluhkan pasien. Screening-Counseling lewat pendekatan secara pribadi dengan memberi pertanyaan dan mendengarkan cerita pasien ini mengarahkan ke gejala psikosomatis (gangguan somatoform) dengan keluhan fisik yang khas yaitu migraine, palpitasi, myalgia. Psikosomatis yaitu pasien mempunyai keluhan fisik yang kronik, tetapi keluhan tersebut tidak ada dasar kelainan organnya dan ternyata faktor psikis yang berperan adalah anxietas (cemas). Meskipun dalam hal ini gejala cemas pada pasien bukan gejala cemas yang patologis, karena cemas yang dialami pasien ada penyebabnya, mudah diatasi, tanpa disertai gangguan tidur serta respon pasien terhadap stressor tidak berlebihan. Pada pasien ini konseling terlebih dahulu, belum ada indikasi untuk pemberian psikofarmako. Selain itu mempertimbangkan efek samping dari anxiolitik yaitu ingin mempergunakan terus, dosis meningkat dan apabila dihentikan kemungkinan ada gejala putus obat secara fisik (cemas, iritabel, tegang) dan psikis (berdebar-debar,sesak nafas, tremor, nyeri kepala, keringat dingin, gangguan konsentrasi). Counseling dengan memberikan kesempatan pasien untuk bercerita tentang masalahnya, bagaimana pasien berusaha menyelesaikan masalahnya dan stressornya, bersikap empati dan simpati, membangkitkan kembali semangat dan minat pasien yang telah muali berkurang dengan cara menggali potensi yang ada pada dirinya, memberikan pengarahan dan hal-hal yang seharusnya pasien lakukan apabila pasien sedang berada dalam situasi tersebut tanpa menyalahkan tindakan-tindakan yang telah pasien perbuat untuk menghilangkan perasaan yang ada yang bisa membuat kondisi pasien semakin terpuruk. Mengarahkan pasien untuk tetap ingat pada keluarga dan Tuhan apabila sudah merasa emosi. Memberikan pendekatan spiritual apabila sedang berada dalam kondisi emosi dan cemas dengan berwudhu, atau bahkan melakukan sholat ataupun mengaji jika kondisi memungkinkan. KESIMPULAN Pada pasien ini dilakukan konseling terlebih dahulu karena belum ada indikasi untuk pemberian psikofarmako. Selain itu karena mempertimbangkan efek samping dari anxiolitik yaitu ingin mempergunakan terus, dosis meningkat dan apabila dihentikan kemungkinan ada gejala putus obat secara fisik (cemas, iritabel, tegang) dan psikis (berdebar-debar, sesak nafas, tremor, nyeri kepala, keringat dingin, gangguan konsentrasi) sehingga terapi anxiolitik tidak perlu diberikan. REFERENSI 1. Maslim, R. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJIII. Jakarta : PT Nuh Jaya. 2. Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press. 3. Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri Edisi Ketujuh Jilid 2. Jakarta : Binarupa Aksara.

PENULIS Susilo setiawan (20070310181)

You might also like