You are on page 1of 60

PENYAKIT KUSTA

Penyakit kusta
Defenisi: penyakit menular yg menahun yg disebabkan oleh Mycobacterium leprae yg menyerang saraf tepi,kulit dan jaringan tubuh lainnya. Jaringan tubuh yang diserang antara lain: Mucosa mulut Saluran nafas bgn atas Sistem retikuloendotelial

mata Otot-otot Tulang Testis Kecuali: susunan saraf pusat Sinonim: Morbus Hansen, Lepra Etiologi: Mycrobacterium leprae Dijumpai pertama kali oleh G. H. Armaver Hansen (1873)

Sifat: BTA, berbentuk batang, gram (+), spora (-), gerak (-). Ukuran: panjang 1-8, lebar 0,2-0,5 Biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu. Hidup didalam sel terutama jaringan yg bersuhu dingin bgn tubuh yg dingin merupakan tempat predileksi mis: sal. nafas, testis, ruang anterior mata, kulit terutama cuping telingga dan jari-jari. Tidak dapat di kultur dalam media buatan

Masa Tunas:

Masa tunas penyakit kusta rata-rata: 2-5 tahun (ini ok masa belah kuman kusta memerlukan waktu yg sangat lama dibandingkan dgn kuman-kuman yg lain ( 12-21 hari)

Cara Penularan :

Ditularkan dari penderita kusta tipe MB dengan cara penularan langsung (kontak yg lama dan erat). Cara masuk M.Leprae ke dlm tubuh manusia belum diketahui dengan pasti. Bbrp penelitian paling sering melalui kulit yg lecet atau luka di kulit; dan melalui mucosa nasal ( saluran nafas).

Pengaruh masuknya M. Leprae thd manusia shg timbul penyakit kusta bergantung bbrp faktor: 1. Faktor imunitas/daya tahan tubuh seseorang. Sebgn besar (95%) manusia kebal thd penyakit kusta. 2. Faktor sumber penularan Sumber penularan pndrt kusta tipe MB yg tidak diobati atau tak berobat teratur 3. Faktor kuman kusta Kemampuan hidup M. leprae pd suhu yg rendah. Diluar tubuh manusia hidup antara: (1-9 hari) tergantung pd suhu atau keadaan cuaca yg lembab.

PATOGENESIS M. Leprae merupakan parasit obligat intra seluler yg terutama tdpt pd sel makrofag disekitar pembuluh darah superfisial pd dermis atau sel Schwann di jaringan saraf. Bila kuman M. leprae masuk ke dlm tubuh, maka tubuh akan bereaksi mengeluarkan makrofag yg berasal dari sel monosit darah, sel mononuklear dan histiosit untuk memfagositosisnya. Kemampuan unt memfagositosis tergantung pd sistem imunitas tubuh.

Sel Schwann merupakan sel target unt pertumbuhan M. leprae. Bila tjd gangguan imunitas tubuh didalam sel Schwann, kuman dapat bermigrasi dan beraktivasi. Akibatnya aktivitas regenerasi saraf berkurang, tjd kerusakan saraf yg progressiv.

DIAGNOSIS KUSTA Diagnosis kusta didasarkan pd penemuan tanda-tanda kardinal (Cardinal sign), yaitu: sekumpulan tanda-tanda utama utk menegakkan diagnosis kusta: (1) Adanya bercak kulit yang mati rasa, dimana bercak tersebut bisa hipopigmentasi atau bercak eritemtosa,plak infiltrat (penebalan kulit) atau nodul-nodul. Mati rasa pada bercak bisa total atau sebagian saja thd rasa raba, rasa suhu (panas/dingin) dan rasa sakit.

(2) Adanya penebalan saraf tepi. Dapat di sertai rasa nyeri dan gangguan fungsi saraf yang di kenai. a.Saraf sensorik: mati rasa b.Saraf motorik : parese dan paralisis c.Saraf otonom : kulit kering, retak-retak edema, dll. (3) Dijumpai BTA pada hapusan jaringan kulit. Mis:-kulit cuping telinga -lesi kulit yg aktif -kadang2 bisa diperoleh dr biopsi kulit atau saraf

Utk menegakkan diagnosis harus dijumpai salah satu dr tanda2 kardinal tsb, dimana dignosis pasti adalah ditemukan BTA (+) pada jaringan kulit. Bila ada kasus yg ragu-ragu, orang tersebut dianggap sbg suspect dan di periksa ulang setiap tiga bulan sampai diagnosa kusta dapat di tegakkan atau disingkirkan

Utk menegakkan diagnosis secara lengkap dilakukan pemeriksaan sbb: (1) Anamnesis:-keluhan pasien -riwayat kontak -latar belakang keluarga -sosio ekonomi -adanya pndrt dilingkungan keluarga (2) Pemeriksaan klinis: (a) Pemeriksaan kulit: -inspeksi: dengan penerangan yg baik, lesi kulit harus diperhatikan,juga kerusakan2 kulit.

Kelainan kulit berupa nodus, infiltrat,jaringan parut, ulcus terutama pada tangan dan kaki - palpasi: pemeriksaan rasa raba pd kelainan kulit berupa: -anathesi -suhu/temperatur -nyeri/sakit

(b) Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya: Dilakukan palpasi utk memeriksa kelainan saraf apakah ada penebalan atau nyeri tekan. Unt nyeri tekan, harus diperhatikan raut wajah pasien apakah ia kesakitan atau tidak, jgn di tanyakan!

Saraf-saraf yg dikenai: -N. Auricularis magnus -N. Facialis -N. Trigeminus -N. Radialis -N. Ulnaris -N. Medianus -N. Peroneus communis -N. Tibialis posterior

Utk test fungsi saraf, selain dilakukan test utk rasa raba, rasa nyeri, rasa suhu spt yg diatas tadi dgn menggunakan kapas, jarum dan tabung reaksi berisi air hangat dan dingin. Juga dilakukan: -test otonom: -test pinsil Gunawan -test pilocarpin -test motoris: Voluntary Muscle test (VMT)

(3) Pemeriksaan Bakteriologis -tujuan: 1. Membantu menegakan diagnosis penyakit kusta 2. Menentukan klasifikasi tipe kusta 3. Membantu menilai hasil pengobatan -pewarnaan yg dipakai: 1. Ziehl Nielsen 2. Modifikasi Ziehl Nielsen 3.Tan Thian Hok

Bentuk-bentuk kuman kusta dilihat di bawah mikroskop: 1.Bentuk utuh/solid - ddg sel tidak putus - mengambil zat warna scr merata - panjang kuman 4x lebarnya 2.Bentuk pecah-pecah/fragmented - ddg sel terputus sbgn atau seluruhnya - pengambilan zat warna tdk merata

3. Bentuk granular/granulated -kelihatan spt titik-titik tersusun spt garis lurus atau berkelompok 4. Bentuk Globus -bbrp btk utuh atau Fragmented atau granulated mgdkan ikatan atau kelompok-kelompok -klpk kecil 40-60 BTA -klpk besar 200-300 BTA

5. Bentuk Clumps -bbrp bentuk granular mbtk pulau2 tersendiri (lebih dari 500 BTA)
INDEKS BAKTERI (IB) -merupakan ukuran semi kwantitatif kepadatan BTA di dalam sediaan hapus -gunanya: 1. membantu menentukan tipe lepra

2. menilai hasil pengobatan Penilaian dilakukan menurut skala logaritma RIDLEY,mulai dr nol s/d positif enam
INDEKS MORFOLOGI (IM) -merupakan prosentase basil lepra bentuk utuh (solid) thd seluruh BTA IM = jumlah BTA yg utuh x 100% jumlah seluruh BTA

-gunanya:1.utk mengetahui daya penularan kuman 2.menilai hasil pengobatan 3.membantu menentukan resistensi thd obat Ada pemeriksaan lain utk menentukan diagnosis kusta yaitu: (4) Pemeriksaan histopatologis jarang dilakukan (5) Pemeriksaan imunologis

KLASIFIKASI KUSTA Tujuan: 1.Utk menentukan regimen pengobatan, prognosis dan komplikasi 2.Utk perencanaan operasional 3.Utk identifikasi pasien yg kemungkinan besar akan menderita cacat

Jenis-jenis klassifikasi: A. Klassifikasi Madrid (1953) 1. Indeterminate (I) 2. Tuberkuloid (T) 3. Borderline (B) 4. Lepromatose (L) B. Klassifikasi RIDLEY-JOPLING (1962) 1. Tuberkuloid Tuberkuloid (TT) 2. Borderline Tuberkuloid (BT) 3. Borderline Borderline/= Mid Boderline (BB) 4. Borderline Lepromatose (BL) 5. Lepromatose Lepromatose (LL)

C. Klassifikasi WHO/DEPKES (1981) dan (1988) 1. Pausi Basiler (PB) 2. Multi Basiler (MB) - yg termasuk PB: kusta tipe I, TT dan sbg besar BT dgn BTA negatif menurut klassifikasi Ridley-Jopling dan type I dan T menurut klassifikasi Madrid - yg tmsk MB:

Kusta type LL, BL, BB dgn sebagian BT menurut klassifikasi Ridley-jopling dan type B dan L menurut klassifikasi Madrid dan semua type kusta dgn

BTA positif

Perbedaan Tipe PB dan MB (menurut klasifikasi WHO/DEPKES RI) Kelainan kulit


1. Bercak atau makula: a. jumlah b. ukuran c. distribusi d. kosistensi e. batas f. kehilangan rasa pd bercak g. Kehilangan kemampuan berkeringat, bulu rontok pd bercak

PB
1-5 Kecil dan besar Unilateral atau bilateral asimetris Kering dan kasar Tegas Selalu ada dan Jelas Bercak tdk berkeringat, ada bulu rontok pd bercak

MB
Banyak Kecil-kecil Bilateral, simetris Halus, berkilat Kurang tegas Biasanya tdk jelas, jika ada tjd pd yg sdh lanjut Bercak masih berkeringat, bulu tdk rontok

PB
2. Infiltrat a.Kulit b.Membran mukosa (hidung tersumbat, perdarahan dihidung) 3. Ciri-ciri khusus Tdk ada Tdk pernah ada

MB
Ada, kadang tdk ada Ada, kadang tdk ada

Central healing, penyembuhan ditengah

1.Punched out lesion


2.Madarosis 3.Ginecomastia 4.Hidung Pelana 5.Suara sengau Kadang-kadang ada Tjd pd stad. Lanjut, biasanya lbh dari satu dan simetris Tjd pd stad. Lanjut BTA positip

4. Nodulus 5. Penebalan saraf tepi

Tdk ada Lebih srg tjd dini, asimetris Biasanya asimetris, tjd dini BTA negatip

6. Deformitas (cacat) 7. Apusan Kulit

Pengobatan Kusta

-Tujuan utama: 1. memutuskan mata rantai penularan. Untuk menurunkan insiden penyakit 2. mengobati dan menyembuhkan penderita 3. mencegah timbulnya penyakit -Utk mencapai tujuan tsb, srategi pokok yg dilakukan didasarkan atas : 1. deteksi dini 2. pengobatan penderita

- Obat-obat yg digunakan: 1. Dapson/DDS = diamino diphenyl sulfone Sifat: bakteriostatis yi menghalangi atau menghambat pertumbuhan kuman Efek samping: jarang terjadi, berupa: ~ Anemia hemolitik ~ Skin rash ~ Anoreksi, nausea, muntah ~ Sakit kepala, vertigo 2. Lamprane/B663/= Clofazimin Sifat: 1. bakteriostatik 2. bisa menekan reaksi kusta

Efek samping: - warna kulit bisa menjadi berwarna ungu kehitaman, warna kulit akan kembali normal bila obat tsb dihentikan - diare - nyeri lambung 3. Rifampicin Sifat: bakteriosid yi membunuh kuman Efek samping: - Hepatotoksik - Nephrotoksik 4. Prednison Unt penanganan & pengobatan reaksi kusta 5. Sulfas Ferrosus Untuk penderita kusta dgn anemia berat 6. Vit A Unt pdrt kusta dgn kekeringan kulit dan bersisisk (ichtyosis)

7. Ofloxacin 8. Minocyclin

unt pdrt kusta dg tipe PB lesi 1

Obat-obat baru yg sedang di coba utk dipakai sbg pengobatan kusta: Regimen pengobatan kusta disesuaikan dgn yg direkomendasikan oleh WHO/DEPKES RI (1981). Untuk itu klasifikasi kusta disederhanakan menjadi: 1. Pausi Basiler (PB) 2. Multi Basiler (MB) Dgn memakai regimen pengobatan MDT/= multi drug treatment

Kegunaan MDT untuk: 1. Mengatasi resistensi Dapson yg semakin meningkat 2. Mengatasi ketidakteraturan pndrt dlm berobat 3. Menurunkan angka putus obat pd pemakaian monoterapi Dapson 4. Dapat mengeliminasi persistensi kuman kusta dlm jaringan Regimen Pengobatan Kusta tsb (WHO/DEPKES RI) A. PB dgn lesi tunggal diberikan ROM (Rifampicin Ofloxacin Minocyclin) Rifampicin
Dewasa (50-70 kg) Anak (5-14 th) 600 mg 300 mg

Ofloxacin
400 mg 200 mg

Minocyclin
100 mg 50 mg

Pemberian obat sekali saja langsung RFT/=Release From Treatment Obat diminum didepan petugas Anak-anak < 5 th tidak di berikan ROM Ibu hamil Bila obat ROM belum tersedia di Puskesmas diobati dgn regimen pengobatan PB lesi (2-5) Bila lesi tunggal dgn pembesaran saraf diberikan: regimen pengobatan PB lesi (25)

B. Tipe PB dgn lesi (2-5) Rifampicin Dewasa


600 mg/bulan Diminum di depan petugas kesehatan 450 mg/bulan Diminum di depan petugas kesehatan

Dapson
100 mg/hr diminum di rumah 50 mg/hari diminum di rumah

Anak-anak (10-14 th)

Lama pengobatan 6 dosis ini bisa diselesaikan selama (6-9) bulan. Setelah minum 6 dosis ini dinyatakan RFT (Release From Treatment) yaitu berhenti minum obat.

C. Tipe MB yaitu dengan lesi kulit > 5 Rifampicin Dewasa


600 mg/bulan diminum di depan petugas kesehatan

Dapson
100 mg/hari diminum di rumah

Lamprene
300 mg/bulan diminum di depan petugas kesehatan dilanjutkan dgn 50 mg/hari diminum di rumah 150 mg/bulan diminum di depan petugas kesehatan dilanjutkan dg 50 mg selang sehari diminum di rumah

Anak-anak (10-14 th)

450 mg/bulsn diminum di depan petugas

50 mg/hari diminum di rumah

Dosis anak : -Rifampicin: 10-15 mg/kgBB -Dapson : 1-2 mg/kgBB -Lamprene dibawah 10 th *bulanan : 100 mg/bulan *harian : 50 mg/2x seminggu

Lama pengobatan 12 dosis ini bs diselesaikan selama 12-18 bulan. Setelah selesai minum 12 dosis obat ini, dinyatakan: RFT/=Realease From Treatment yaitu berhenti minum obat. Masa pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasif utk : tipe PB slm 2 thn tipe MB slm 5 thn Bl dlm masa pengamatan tjd tanda2 kusta aktif kembali dinamakan dgn Relaps yaitu aktivnya kembali tanda2 kusta stlh masa pengobatan.

Reaksi kusta
-Reaksi kusta adalah suatu episode akut dalam perjalanan kronis penyakit kusta yg di anggap sebagai suatu kelaziman atau bagian dari komplikasi penyakit kusta -Penyebabnya blm diketahui, kemungkinan merupakan suatu reaksi hipersensitivitas yg menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yg tlh ada

-terdiri atas 2 tipe reaksi yaitu: 1. Reaksi kusta tipe 1 disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas seluler 2. Reaksi kusta tipe 2 disebabkan olehreaksi hipersentivitas humoral Bentuk berat dr reaksi kusta tipe 2 dikenal dgn Lucio Fenomena

-Faktor pencetus reaksi kusta Berbagai faktor yg dianggap sering mendahului atau mempermudah terjadinya reaksi kusta: 1. stress 2. kehamilan 3. saat saat setelah melahirkan 4. sesudah mdpt imunisasi 5. sesudah mdpt pengobatan anti kusta yg intensif

REAKSI KUSTA TYPE 1 Menurut Jopling reaksi kusta type 1 merupakan delayed hypersensitivity reaction : Antigen berasal dari basil yang telah mati (breaking down leprosy bacilli) akan bereaksi dengan limfosit T disertai perubahan SIS (Sistem Imunitas Seluler ) yang cepat . Terjadi perubahan keseimbangan imunitas.

Dengan demikian sebagai hasil reaksi tersebut dapat terjadi : a. Up grading reaction / reversal reaction apabila pergeseran imunitas kearah Tuberculoid ( peningkatan SIS ). b. Down grading apabila menuju kearah Lepromatose (terjadi penurunan SIS ).

Gambar
Basil SIS

TT

TTs

BT

BB

BL

LLs

LL

(Spektrum penyakit kusta dalam hubungannya dgn jumlah basil dan tingginya SIS)
Up Grading

Down grading

Gejala-gejala Reaksi kusta type 1 : Dapat dilihat : - pada perobahan lesi kulit - neuritis (nyeri tekan pd syaraf ) - ggn fungsi syaraf tepi - ggn konstitusi (keadaan umum) Dapat dibedakan atas reaksi type kusta 1 yg ringan dan yg berat. Perjalanan reaksi : 6-12 minggu atau lebih.

BEDA REAKSI RINGAN DAN REAKSI BERAT PADA REAKSI KUSTA TYPE 1

Gejala
1. Lesi kulit

Reaksi Ringan

Reaksi Berat

-tambah aktif,

2. Saraf tepi

3. Keadaan umum

-Lesi membengkak sampai ada yg pecah menebal, merah, teraba panas dan nyeri merah, teraba panas dan nyeri tekan tekan -Ada lesi kulit baru, -makula yg menebal tangan & kaki dpt sampai membengkak, sendimembentuk plak sendi sakit -Ada neuritis (nyeri -tdk ada neuritis (tdk tekan dan ggn fungsi ada nyeritekan dan saraf) ggn fungsi) -Kadang-kadang ada -tdk ada demam demam

REAKSI KUSTA TYPE 2 Nama lain : Eritema Nodosum Leprosum Merupakan reaksi humoral yaitu Reaksi Hypersensitivitas Type III (Imune complex reaction): -Antigen yang berasal dari produk kuman yang telah mati bereaksi dgn antibodi di tubuh membentuk imun complex antigen antibodi.

Kompleks antigen antibody ini akan mengaktivasi komplemen sehingga terjadi Eritema nodosum leprosum. Gejala-gejala dapat dilihat: - perubahan lesi kulit - neuritis (nyeri tekan pd syaraf ) - gangguan fungsi saraf - gangguan konstitusi ( keadaan umum ) - komplikasi pada organ tubuh

Dapat dibedakan juga atas reaksi kusta type 2 yang berat dan ringan. Perjalanan reaksi : - berlangsung sampai 3 minggu - kadang timbul berulang-ulang.

Beda Reaksi Kusta Tipe 2 yg Ringan dan Berat

Gejala
1. Lesi kulit

Reaksi ringan
ENL yg nyeri tekan jumlah sedikit, biasanya hilang sendiri dlm 2-3 hari Demam tdk ada sampai demam ringan Tdk ada neuritis (nyeri tekan & ggn fungsi saraf) Tdk ada ggn

Reaksi berat
-ENL nyeri tekan, ada yg sampai pecah (ulserasi) -Jumlah banyak -Berlangsung lama Demam ringan sampai berat Neuritis (+) nyeri tekan & ggn fungsi saraf Tjd peradangan pd organ tbh. Mata iridocytitis Testisepididymoorchitis Ginjalnephritis Sendiarthritis Kel. Limf lymphadenitis Ggn pd tulang, hidung & tenggorokan

2. Konstitusi 3. Saraf tepi 4. Organ tubuh

PENGOBATAN REAKSI KUSTA Bila reaksi tak ditangani dengan cepat dan tepat maka dapat timbul kecacatan berupa kelumpuhan yang permanen, seperti terjadi: claw hand , drop foot , claw toes , dan kontraktur.

Prinsip penanganan reaksi kusta : 1.Penanganan neuritis mencegah kecacatan / kontraktur dll. 2.Tindakan agar tidak terjadi kebutaan bila mengenai mata. 3.Membunuh kuman penyebab. 4.Mengatasi rasa nyeri yg timbul.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas dilakukan pengobatan Prinsip pengobatan Reaksi Kusta : 1.Immobilisasi / istirahat 2.Pemberian analgesik dan sedatif 3.Pemberian obat-obat anti reaksi 4.MDT diteruskan dengan dosis yang tidak diubah

Reaksi ringan
1. Istirahat di rumah, berobat jalan 2. Pemberian analgetik dan obat-obat penenang bila perlu 3. Dapat diberikan Chloroquine 150 mg 3x1 selama 3-5 hari 4. MDT (obat kusta) diteruskan dengan dosis yg tidak diubah

Reaksi berat 1.Immobilisasi, rawat inap di RS 2.Pemberian analgesik dan sedatif 3.MDT (obat kusta) diteruskan dengan dosis tidak diubah. 4.Pemberian obat-obat anti reaksi. 5.Pemberian obat-obat kortikosteroid (mis: Prednison).

Obat-obat anti reaksi : 1. Aspirin 600-1200 mg setiap 4 jam (4 6x/hari ) 2. Klorokuin 3 x 150 mg/hari 3. Antimon - stibophen (8,5 mg antimon per ml ) - diberikan 2-3 ml secara selang-seling.

- dosis total tidak melebihi 30 ml - jarang dipakai ok toksik 4.Thalidomide : - jarang dipakai,terutama pd wanita (teratogenik ) - dosis 400 mg/hari kmd diturunkan sampai mencapai 50 mg/hari

Pemberian Kortikosteroid : - dimulai dengan dosis tinggi atau sedang. - gunakan Prednison atau Prednisolon. - gunakan sebagai dosis tunggal pada pagi hari lebih baik walaupun dapat juga di berikan dosis berbagi. - dosis diturunkan perlahan-lahan (tapering off) setelah terjadi respon maksimal.

SKEMA PEMBERIAN PREDNISON * 2 minggu I : 40 mg / hari * 2 minggu II : 30 mg / hari * 2 minggu III: 20 mg / hari * 2 minggu IV : 15 mg / hari * 2 minggu V : 10 mg / hari * 2 minggu VI : 5 mg / hari Diberikan pagi hari sesudah makan.

You might also like