You are on page 1of 13

REFERAT Diagnosis dan Terapi Osteomielitis

Pembimbing : dr. Abd. Djalaluddin, Sp.B

Disusun oleh : Kaharudin G1A212054

SMF ILMU BEDAH UMUM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN RSUD PROF. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO 2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Osteomielitis merupakan inflamasi pada tulang yang disebabkan infeksi bakteri. Infeksi yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan abses pada daerah infeksi tersebut. Infeksi pada tulang lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati).1 Osteomielitis bisa ditemukan pada anak-anak dan dewasa, tetapi dapat pula ditemukan pada bayi dan infant. Lokasi yang tersering ialah tulangtulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. Penyebab osteomielitis adalah kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%), Salmonella typhii dan Eschericia coli (1-2%).2 Penelitian yang dilakukan di Amerika, ditemukan sekitar 25% osteomielitis akut berlanjut menjadi osteomielitis kronis. Oleh karena itu perlu sekali mendiagnosis osteomielitis sedini mungkin, terutama pada anakanak, sehingga pengobatan dengan antibiotika dapat dimulai, dan perawatan pembedahan yang sesuai dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi yang masih terlokalisasi. Selain itu penatalaksanaan yang tepat dan cepat dapat mencegah kerusakan tulang yang dapat menimbulkan kelumpuhan.3 B. TUJUAN Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui osteomielitis yang meliputi definisi, etiologi, klasifikasi, faktor risiko, patogenesis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, pencegahan, komplikasi dan juga prognosis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEFINISI Osteomielitis merupakan inflamasi pada tulang dan medulla tulang yang umumnya disebabkan oleh infeksi mikroorgnisme.4 B. ETIOLOGI Penyebab Osteomielitis adalah bakteri dan jamur. Bakteri yang menjadi penyebab tersering terjadinya penyakit ini adalah bakteri Staphylococcus aureus. Bakteri ini ditemukan sekitar > 90% pada setiap penyakit ini. Organism lain seperti B.colli, Baerogenus kapsulata, Pneumokokus, Salmonella tifosa, Pseudomonas aerogenus, Proteus mirabilis, Brucella dan bakteri anaerobic.5 C. KLASIFIKASI OSTEOMIELITIS 1. Osteomielitis Hematogen Akut 5 Osteomielitis hematogen akut pada dasarnya adalah penyakit pada tulang yang sedang tumbuh. Pada anak laki-laki tiga kali lebih sering daripada anak perempuan.tulang yang sering terkena adalah tulang panjang dan tersering femur, diikuti tibia, humerus, radius, ulna, dan fibula. Bagian tulang yang terkena adalah bagian metafisis dan penyebab tersering adalah Staphylococcus aureus. Osteomielitis akut sering disertai dengan gejala a. Febris b. Malaise c. Anoreksia d. Nyeri tulang dekat sendi e. Kesukaran gerak dari ekstrimitas yang terkena f. Pembengkakan lokal dan nyeri tekan g. Tidak ada kelainan foto rontgen

2. Osteomielitis Kronik 6 Osteomielitis kronis merupakan hasil dari osteomielitis akut dan subakut yang tidak diobati. Kondisi ini dapat terjadi secara hematogen, iatrogenik, atau akibat dari trauma tembus. Gejala sistemik mungkin dapat meringan, akan tetapi satu atau lebih fokus infeksi pada tulang memiliki material purulenta, jaringan granulasi yang telah terinfeksi, atau sequestrum. Osteomielitis kronik sering disertai dengan gejala. a. Terdapat fistel kronik pada ekstrimitas yang mengeluarkan nanah dan kadang sekuester kecil b. Pada foto rontgen didapat gambaran sekuester dan pembentukan tulang baru D. FAKTOR RESIKO 6 1. Mengalami fraktur terbuka. 2. Mendapat tindakan operatif fraktur. 3. Mengalami dislokasi contohnya : dislokasi bahu dan dislokasi panggul 4. Memiliki infeksi di tempat lain dalam tubuh seperti pneumonia atau infeksi saluran kemih yang telah menyebar ke tulang melalui darah (bakteremia, sepsis). E. PATOGENESIS Infeksi dalam sistem muskuloskletal bisa berkembang melalui dua cara. Pertama, bakteri dapat ditularkan melalui darah dari fokus infeksi yang telah ada sebelumnya dan bisa menyebar masuk ke dalam tulang, sinovium atau jaringan lunak ekstremitas serta membentuk abses. Kedua, bakteri dapat juga mencapai sistem muskuloskletal dari lingkungan luar (luka penetrasi, insisi bedah, fraktur terbuka). Infeksi hematogen lebih lazim ditemukan dalam masa kanak-kanak, sedangkan infeksi eksogen lebih sering ditemukan pada orang dewasa yang terpapar trauma.7 Osteomielitis akut lebih sering terjadi pada anak-anak dan sering disebarkan secara hematogen. Pada dewasa, osteomielitis umumnya berupa

infeksi subakut atau kronik yang merupakan infeksi sekunder dari luka terbuka pada tulang dan jaringan lunak sekitar.3 Pada osteomielitis hematogen akut, tulang yang sering terkena adalah tulang panjang dan tersering femur, diikuti oleh tibia, humerus radius, ulna, dan fibula. Bagian tulang yang biasa terkena adalah bagian metafisis dan penyebab tersering adalah Staphylococcus aureus.8 Predisposisi untuk infeksi pada metafisis dianggap berhubungan dengan pola aliran darah setinggi sambungan lempeng fiseal metafisis. Aliran darah yang lamban melalui vena eferen pada tingkat ini memberikan tempat untuk penyebaran bakteri. Epifisis tulang panjang mempunyai suplai aliran darah terpisah dan jarang terlibat osteomielitis akut. Adanya maturasi akan menyebabkan terjadinya osifikasi total lempeng fiseal dan hilangnya aliran darah yang lamban. Sehingga osteomielitis hematogen pada orang dewasa merupakan suatu kejadian yang tidak lazim.7 Pada osteomielitis, bakteri mencapai daerah metafisis tulang melalui darah dan tempat infeksi di bagian tubuh yang lain seperti pioderma atau infeksi saluran nafas atas. Trauma ringan yang menyebabkan terbentuknya hematoma diduga berperan dalam menentukan timbulnya infeksi di daerah metafisis yang kaya akan pembuluh darah. Hematoma tersebut merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri yang mencapai tulang melalui aliran darah. Di daerah hematoma tersebut terbentuk suatu fokus kecil infeksi bakteri sehingga terjadi hiperemia dan edema. Tulang merupakan jaringan yang kaku dan tertutup sehingga tidak dapat menyesuaikan diri dengan pembengkakan yang terjadi akibat edema dan oleh karena itu, edema akibat peradangan tersebut menyebabkan kenaikan tekanan intraseus secara nyata dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan menetap, kemudian terbentuk pus, yang semakin meningkatkan tekanan intraseus di daerah infeksi yang akhirnya menimbulkan gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah ini dapat mengakibatkan terjadinya trombosis vaskuler dan kematian jaringan tulang. Mula-mula terdapat fokus infeksi di daerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan edem.9

Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang yang hebat ini menyebabkan nyeri lokal yang hebat. Biasanya osteomielitis akut disertai dengan gejala septikemia seperti febris, malaise, dan anoreksia. Infeksi dapat pecah ke periost, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis, atau menjalar melalui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis. Penjalaran subperiostal ke arah diafisis menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati tersebut. Tulang baru yang menyelubungi tulang mati disebut involukrum.8 Osteomielitis selalu dimulai dari daerah metafisis karena pada daerah tersebut peredaran darahnya lambat dan banyak mengandung sinusoid. Penyebaran osteomielitis dapat terjadi melalui: a. Penyebaran ke arah kortek, membentuk abses subperiosteal dan sellulitis pada jaringan sekitarnya b. Penyebaran menembus periosteum membentuk abses jaringan lunak. Abses dapat menembus kulit melalui suatu sinus dan menimbulkan fistel. Abses dapat menyumbat atau menekan aliran darah ke tulang dan mengakibatkan kematian jaringan tulang c. Penyebaran ke arah medulla d. Penyebaran ke persendian, terutama bila lempeng pertumbuhannya intraartikuler misalnya sendi panggul pada anak-anak.9 Tanpa pengobatan, infeksi selanjutnya dapat menyebar ke tempat lain. Penyebaran lokal terjadi melalui struktur trabekula ke kortek metafisis yang tipis, melalui tulang kompakta. Infeksi meluas melalui periosteum melalui kanal atau saluran haver dan menyebabkan periosteum yang tidak melekat erat ke tulang pada anak-anak, mudah terangkat sehingga terbentuk abses subperiosteum. Terangkatnya periosteum akan menyebabkan terputusnnya aliran darah ke kortek dibawah periosteum tersebut dan hal ini semakin memperluas daerah tulang yang mengalami nekrosis. Penyebaran infeksi ke arah kavum medular juga akan menggangu aliran darah ke bagian dalam kortek tulang. Gangguan aliran darah dari dua arah ini yaitu dari kavum

medulare dan periosteum mengakibatkan bagian kortek tulang menjadi mati serta terpisah dari jaringan tulang yang hidup, dan dikenal sebagai sekuestrum. Sekuestrum adalah awal dari stadium kronik. Infeksi di daerah subperiosteum kemudian dapat menjalar ke jaringan lunak menyebabkan sellulitis dan kemudian abses pada jaringan lemak. Pus akhirnya akan keluar menuju ke permukaan kulit melalui suatu fistel. Pada tempat-tempat tertentu, infeksi di daerah metafisis juga dapat meluas ke rongga sendi dan mengakibatkan timbulnya arthritis septik, keadaan semacam ini dapat terjadi pada sendi-sendi dengan tempat metafisis tulang yang terdapat di dalam rongga sendi, seperti pada ujung atas femur dan ujung atas radius, sehingga penyebaran melalui periosteum mengakibatkan infeksi tulang ke dalam sendi tesebut. Jika bagian metafisis tidak terdapat di dalam sendi, namun sangat dekat dengan sendi maka biasanya tidak terjadi arthritis septic dan lebih sering berupa efusi sendi steril.10 Penyebaran infeksi melalui pembuluh darah yang rusak akan menyebabkan septikemia dengan manifestasi berupa malaise, penurunan nafsu makan dan demam. Septikemia merupakan ancaman bagi nyawa penderita dan di masa lalu merupakan penyebab kematian yang lazim. Pada infeksi yang berlangsung kronik terangkatnya periosteum menyebabkan timbulnya reaksi pembentukan tulang baru yang di dalamnya terdapat sekuestrum dan disebut involukrum.9 Reaksi ini terutama terjadi pada anak-anak, sehingga disepanjang daerah diafisis dapat terbentuk tulang baru dari lapisan terdalam periosteum. Tulang yang baru terbentuk ini dapat menpertahankan kontinuitas tulang, meskipun sebagian besar bagian tulang yang terinfeksi telah mati dan menjadi sekuestrum. Pada bayi, dapat mengenai seluruh tulang dan sendi di dekatnya. Karena masih adanya hubungan aliran darah antara metafisis dan epifisis melintasi gwoth plate, infeksi dapat meluas dari metafisis ke epifisis serta kemudian ke dalam sendi. Pada anak-anak biasanya infeksi tidak meluas ke daerah epifisis karena growth plate dapat bertindak sebagai barier yang elektif dan juga karena sudah tidak terdapat hubungan aliran darah langsung antara metafisis dan epifisis. Sementara pada orang dewasa growth plate yang

menjadi penghalang perluasan infeksi telah menghilang sehingga epifisis dapat terserang, namun jarang terjadi abses subperiosteum, karena periosteum pada orang dewasa telah merekat erat dengan kortek tulang. Infeksi luas yang menyebabkan kerusakan growth plate akan menyebabkan gangguan pertumbuhan yang serius dikemudian hari.10 F. DIAGNOSIS Penegakan diagnosis osteomielitis dapat dilihat dari gambaran klinis penderita, pemeriksaan laboratorium dan radiologis.9 1. Osteomielitis Hematogen Akut a. Gambaran klinis Gambaran klinis osteomielitis hematogen tergantung dari stadium pathogenesis penyakit. Gejala- gejala umum yang timbul karena septicemia dapat berupa demam, malaise, serta nafsu makan yang berkurang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri tekan dan gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi. Gangguan akan bertambah berat apabila terjadi spasme local. Gangguan pergerakan sendi juga dapat disebabkan oleh efusi sendi atau infeksi sendi (arthritis septik). Pada orang dewasa, lokalisasi infeksi biasanya pada daerah vertebra torako-lumbal yang terjadi akibat torakosentesis atau akibat prosedur urologis dan dapat ditemukan adanya riwayat diabetes mellitus, malnutrisi, adiksi obat-obatan serta pengobatan dengan imunosupresif, oleh karena itu riwayat tersebut perlu ditanyakan. b. Pemeriksaan Laboratorium 1) Pemeriksaan darah a) Pada pemeriksaan darah didapatkan leukosit meningkat hingga 30.000 disertai peningkatan LED (Laju endap darah) b) Pemeriksaan titer antibody anti- stafilokokus c) Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan jenis bakterinya (50 % positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas.

2) Pemeriksaan feses Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri salmonella. 3) Biopsi dapat dilakukan pada tempat yang dicurigai adanya keganasan 2. Osteomielitis Kronik a. Gambaran Klinis Penderita akan mengeluhkan adannya cairan yang keluar dari luka/ sinus setelah operasi, yang bersifat menahun. Kelainan ini kadangkadang disertai demam dan nyeri lokal yang hilang timbul di daerah anggota gerak tertentu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya sinus, fistel atau sikatriks bekas operasi dan nyeri tekan. Hal lain yang dapat ditemukan adalah sekuestrum yang menonjol keluar melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat fraktur terbuka atau osteomielitis akut yang telah dialami penderita. b. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya peningkatan Laju Endap Darah (LED), leukositosis, serta peningkatan titer antibody anti-stafilokokus. Pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas diperlukan untuk menentukan organisme penyebabnya. c. Pemeriksaan radiologis 1) Foto Polos Pada foto rontgen dapat ditemukan adanya tanda-tana porosis dan sklerosis tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan kemungkinan adanya sekuestrum. 2) Radioisotop scanning Radioisotop scanning dapat membantu menegakan diagnosis osteomielitis kronik dengan memakai 99Mtchdp 3) CT-scan dan MRI Pemeriksaaan terjadi ini bermanfaat untuk membuat rencana pengobatanserta untuk melihat sejauh mana kerusakan tulang yang

G. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding pada masa akut adalah demam reumatik dan sellulitis. Setelah minggu pertama terutama bila manifestasi sistemik tertutup oleh antibiotik dan pada foto roentgen didapati gambaran refraksi di daerah metafisis dan reaksi pembentukan tulang subperiosteal, maka granuloma eosinofilik, tumor Ewing, dan osteosarkoma merupakan diagnosis banding.9 Penyakit lain bisa menyerupi osteomielitis akut antara lain artritis reumatoid juvenilis akut, demam reumatik akut, leukemia, artritis septik akut, scurvy dan sarkoma Ewing, semuanya bisa menampilkan gambaran klinis serupa. Pemeriksaan cermat pada ekstremitas diperlukan untuk melokalisasi nyeri pada tingkat metafisis dibandingkan sendi dalam membedakan osteomielitis metafisis dengan artritis piogenik akut. Demam reumatik akut dan artritis reumatoid juvenilis bisa melibatkan beberapa sendi. Osteomielitis hematogen pada orang dewasa tidak lazim terjadi dan menimbulkan gambaran klinis osteomielitis yang kurang dramatik. Osteomielitis kronik harus dibedakan dari tumor benigna dan maligna, dari displasia bentukbentuk tulang, dari fatigue fraktur dan dari infeksi spesifik.7 H. PENATALAKSANAAN 1. Osteomielitis Hematogen akut 9 a. Istirahat dan pemberian analgesic untuk menghilangkan nyeri b. Pemberian cairan intravena c. Istirahat/ bed-rest dengan bidai atau traksi d. Pemberian antibiotik sesuai dengan penyebab utamanya yaitu staphylococcus aureus, sambil menunggu hasil biakan kuman. Antibiotik diberikan selama 3- 6 minggu dengan memonitor keadaan umum dan LED penderita. Antibiotik tetap diberikan hingga 2 minggu setelah LED normal. e. Drainase bedah (chirurgis) Drainase bedah dapat dipertimbangkan apabila setelah 24 jam pengobatan lokal dan sistemik antibiotik gagal (tidak ada perbaikan keadaan umum). Pada drainase bedah, pus subperiosteal dievakuasi

untuk

mengurangi

tekanan

intra-oseus,

kemudian

dilakukan

pemeriksaan biakan kuman. Drainase dilakukan selama beberapa hari dengan menggunakan cairan Nacl 0,9 % dan dengan antibiotik. 2. Osteomielitis Kronis 9 a. Pemberian antibiotik Osteomielitis kronik tidak dapat diobati hanya dengan pemberian antibiotik. Antibiotik diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya dan mengontrol eksaserbasi akut. b. Tindakan operatif Tindakan operatif dilakukan bila eksaserbasi akut telah reda setelah pemberian antibiotik yang adekuat. Operasi yang dilakukan bertujuan untuk: c. Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan tulang (sekuestrum) sampai ke jaringan sehat di sekitarnya. Selanjutnya dilakukan drainase dan dilanjutkan irigasi selama beberapa hari. d. Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai sasaran dan mencegah osteomielitis lebih lanjut. I. PENCEGAHAN Osteomielitis hematogenous akut dapat dihindari dengan mencegah pembibitan bakteri pada tulang dari jaringan yang jauh. Hal ini dapat dilakukan dengan penentuan diagnosis yang tepat dan dini serta penatalaksanaan dari fokus infeksi bakteri primer. Osteomielitis inokulasi langsung dapat dicegah dengan perawatan luka yang baik, pembersihan daerah yang mengekspos tulang dengan lingkungan luar yang sempurna, dan pemberian antibiotik profilaksis yang agresif dan tepat pada saat terjadinya cedera.3

J. KOMPLIKASI 1. Osteomielitis Hematogen Akut 9 a. Septikemia b. Infeksi yang bersifat metastatik c. Artritis supuratif d. Gangguan pertumbuhan e. Osteomielitis kronis 2. Osteomielitis Hematogen Akut 9 a. Kontraktur sendi b. Penyakit ameloid c. Fraktur patologis d. Perubahan menjadi ganas pada jaringan epidermis e. Kerusakan epiphisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan K. PROGNOSIS Prognosisnya bermacam-macam tetapi secara nyata diperbaiki dengan diagnosis dini dan terapi yang agresif. Pada osteomielitis kronis kemungkinan kekambuhan infeksi masih besar. Ini biasanya disebabkan oleh tidak komplitnya pengeluaran semua daerah parut jaringan lunak yang terinfeksi.9

REFERENSI

1.

Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit Yarsif Watampone. 2009. Halaman 132-141.

2.

Skinner, Harry B, MD, PhD. Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics, Fourth Edition. Chapter 8 : Orthopedic Infections. The McGraw Hill Companies, Inc. 2011.

3.

Swiontkowski, Marc F, MD; Stovitz, Steven D, MD. Manual of Orthopaedics, 6th Edition. Lipponcott Williams and Wilkins. 2010. Chapter 3 : Prevention and Management of Acut Musculoskeletal Infections.

4.

Kumar, Vinay; Abbas, Abul K.; Fausto, Nelson; & Mitchell, Richard N. (2007). Robbins Basic Pathology (8th ed.). Saunders Elsevier. pp. 810 811

5.

Carek P.J., Dickerson L.M., dan Sack J.L., 2010, Diagnosis and Management of Osteomyelitis, American Academy of Family Physicians.

6. 7.

Sabiston D.C., 2004, Buku Ajar Bedah ,Bagian 2, Penerbit EGC, Jakarta. Samiaji E., 2008, Osteomyelitis, Bagian Ilmu Bedah BRSD Wonosobo, Fakultas Kedokteran UMY.

8. 9.

King R., 2004, Osteomyelitis, eMedicine.com, Inc. Mansjoer S., 2009, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aesculapius, Jakarta.

10.

Sjamsuhidajat R., Jong W.D., 2009, Buku-Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, EGC, Jakarta.

You might also like