You are on page 1of 4

BAB 4 PEMBAHASAN

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pertumbuhan berlebihan selsel prostat yang tidak ganas dimana sejenis keadaan kelenjar prostat membesar dengan cepat2. Terjadi hiperplasi kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat yang sebenarnya ke arah perifer. Hiperplasi kelenjar prostat bukan kelainan pra-ganas4 Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahanlahan, efek perubahan juga terjadi perlahan. Pada tahap awal, setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat, dan setrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi. Mukosa dapat menerobos keluar di antara serat detrusor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula, sedangkan yang besar disebut divertikulum. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila keadaan berlanjut, detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin4. Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang laki-laki usia 60tahun datang dengan keluhan sulit kencing dari anamesis didapatkan 6 bulan sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh sulit buang kecil, buang air kecil dirasakan tidak lancar, hanya keluar sedikit-sedikit dan terputus-putus sehingga harus menunggu lama sampai air kencing keluar. Pancaran air kemih lemah, pasien harus mengejan jika akan kencing, terkadang merasa tidak tuntas saat berkemih sering buang air kecil pada malam hari, air kencing berwarna kuning, tidak ada darah, tidak ada keluhan keluar butiran seperti pasir saat kencing, tidak dirasakan nyeri pinggang,tidak ada demam, tidak ada mual,tidak ada muntah. Karena sedang merantau dan keluhan hilang timbul pasien tidak pernah memeriksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit. 10 hari sebelum masuk rumah sakit kembali sulit buang air kecil, keluar sedikit-sedikit, harus menunggu lama sampai air kencing keluar, pancaran air kencing lemah, pasien masih harus mengejan saat kencing, rasa sakit saat kencing tidak ada, warna kencing kuning,

tidak ada darah,keluar butiran seperti pasir saat kencing tidak ada,tidak ada nyeri pinggang,tidak mual,tidak muntah, atas saran keluarga pasien

memeriksakan diri ke puskesmas pecangaan dan dilakakukan pemasangan selang kencing, kencing kembali lancar, lalu pasien disarankan berobat ke RSU Kartini, Jepara dan dilakukan USG dikatakan pembesaran prostat dan disarankan untuk mondok untuk dilakukan operasi pengambilan prostat. Skoring IPSS (International prostatic Symptom Score) didapatkan hasil 20 yang termasuk dalam kriteria derajat berat (severe). Pada BPH ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat keluhan klinis4. Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin di dalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi untuk miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekana intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama-kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid4. Dari pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan status generalis dalam batas normal dari rectal touche didapatkan hasil tonus spinchter ani cukup, ampula

rekti tidak kolaps, mukosa licin. Tidak teraba nodul, massa, maupun adanya nyeri tekan. Teraba prostat konsistensi kenyal, permukaan rata, sulcus medianus datar, diameter laterolateral 4cm polus anterior tidak teraba, tidak ada nodul maupun nyeri tekan. Pada sarung tangan tidak terdapat feses, darah, maupun lendir. Sehingga didapatkan kesan pembesaran prostat. Dari pemeriksaan penunjang USG didapatkan hasil ginjal kanan dan kiri dalam batas normal, vesika urinaria dalam batas normal, dan prostat mengalami pembesaran volume 10,5cm3, pemeriksaan dengan doppler didapat kesan vaskularisasi dalam batas normal. Penatalaksanaan pada kasus ini bersifat terapeutik dan diagnostik. Rencana pengelolaan akan dilakukan prostatectomy suprapubik transvesika (Freyer) atau terbuka yaitu melalui metode transvesicaprostatectomy (TVP).

Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih banyak dikerjakan saat ini dan dianggap paling invasif namun paling efesien terhadap terapi BPH. Prostatectomy terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (>100gram). Penyulit pada prostatectomy terbuka antara lain: Inkontinensia urine (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograd (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli (3-5%). Perbaikan gejala klinis sebanyak 85-100% dengan mortalitas sebanyak 2%.5 Setelah dilakukan enukleasi prostat kemudian dilakukan juga pemeriksaan Patologi Anatomi (PA) sebagai diagnostik pasti apakah benar suatu hiperplasi atau suatu keganasan. Post operasi, pasien diberika antibiotik profilaksis untuk mencegah terjadinya sepsis, diberikan Ceftriakson 1x2gr IV dan pemberian analgetik Ketorolac 3x30 mg IV dan ranitidin 3x50mg IV. Mempertahankan kateter threeway dan drainage dan dievaluasi produksi urine serta drainage. Pada pasien ini didapatkan hematuri (+) pada hari ketiga post TVP , namun pada hari keempat dan kelima produksi urine sudah kembali berwarna kuning jernih. Drainage didaptkan hasil minimal 50cc/hari. Kondisi pasien mulai membaik dan pasien dibolehkan pulang pada hari perawatan ketujuh atau hari kelima post TVP dengan edukasi untuk tetap mempertahankan kateter threeway dan kontrol 3 hari kemudian (senin,30 Juni 2013) ke poli bedah RSU Kartini Jepara.

You might also like