You are on page 1of 12

SINUSITIS

A. DEFINISI Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksila dan sinus etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum. Sinus maksila disebut juga antrum High-more, merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena : 1. Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar, 2. Letak ostium sinus maksila lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan silia, 3. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila. 4. Ostium sinus maksila terletak di meatus medius, di sekitar hiatus semilunaris yang sempit, sehingga mudah tersumbat. B. PATOFISIOLOGI Bila terjadi edema di kompleks ostiomeatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drenase dan ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang diproduksi mukosa sinus menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir, sehingga timbul

infeksi oleh bakteri anaerob. Selanjutnya terjadinya perubahan jaringan menjadi hipertropi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista. C. FAKTOR PREDISPOSISI Obstruksi mekanik, seperti deviasi septum, hipertopi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga menyebabkan obstruksi ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan media untuk tumbuhnya bakteri. Sebagai faktor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering, yang dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia. D. KLASIFIKASI Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu; sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan; dan sinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan. Tetapi apabila dilihat dari gejalanya, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut. Dikatakan sinusitis subakut bila tandatanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversible dan disebut sinusitis kronik bila perubahan histologik mukosa sinus sudah ireveersible, misalnya sudah berubah menjadi granulasi atau polipoid. Sebenarnya klasifikasi yang tepat ialah berdasarkan histopatologik, akan tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan.

D.1 SINUSITIS AKUT Penyakit ini dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks ostiomeatal oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi. Selain itu juga dapat merupakan penyebaran dari infeksi gigi. D.1.1 Etiologi Penyebab sinusitis akut ialah : 1. Rinitis akut. 2. Infeksi faring, seperti faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut. 3. Infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta P1, P2. 4. Berenang dan menyelam 5. Trauma, dapat menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal 6. Barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa. D.1.2 Gejala Klinis Gejala subjektif dibagi dalam gejala sistemik dan gejala lokal. 1. Gejala sistemik a. Demam, dan b. Rasa lesu. 2. Gejala lokal (hidung) a. Terdapat ingus kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. b. Hidung tersumbat. c. Rasa nyeri di sinus yang terkena, serta kadang-kadang dirasakan juga ditempat lain karena nyeri alih (reffered pain). 1) Sinusitis maksila

- Rasa nyeri di bawah kelopak mata. Kadangkadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi.

- Rasa nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan


telinga. 2) Sinusitis etmiod

- Rasa nyeri di pangkal hidung dan kantus


medius. Kadang-kadang dirsakan nyeri di bola mata atau dibelakangnya, dan nyeri akan b ertambah bila digerakkan.

- Rasa nyeri alih dirasakan di pelipis (parietal)


3) Sinusitis frontal

- Rasa nyeri terlokalisasi di dahi atau dirasakan


nyeri di seluruh kepala. 4) Sinusitis sfenoid

- Rasa nyeri di verteks, oksipital, di belakang


bola mata dan di daerah mastoid. Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis akut akan ditemukan : 1. Tampak pembengkakan di daerah muka. a. Sinusitis maksila, pembengkakan terlihat di pipi dan kelopak mata bawah. b. Sinusitis frontal, pembengkakan di dahi dan kelopak mata atas. c. Sinusitis etmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi 2. Pada rinoskopi anterior. a. Mukosa konka : hiperemis dan edema. b. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal, sinusitis etmoid anterior : tampak mukopus atau nanah di meatus medius. c. Pada sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid : tampak nanah keluar dari meatus superior.

3. Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip) D.1.3 Pemeriksaan Penunjang Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal. Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi Waters, PA, dan lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan dinding mukosa atau batas cairan-udara (air fluid level) pada sinus yang sakit. D.1.4 Pemeriksaan Mikrobiologi Sebaiknya untuk pemeriksaan mikrobiologik diambil sekret dari meatus medius atau meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen seperti Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophillus influenza. Selain tiu mungkin juga virus atau jamur. D.1.5 Terapi Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotika selama 10-14 hari, meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang diberikan ialah golongan penisilin. Diberikan juga obat dekongestan lokal berupa tetes hidung, untuk mempelancar drenase sinus. Boleh diberikan analgetika untuk menghilangkan rasa nyeri. Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau ke intrakranial; atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.Dapat diberikan sistemik maupun topikal (dibatasi selama 5 hari untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa.

D.2 SINUSITIS SUBAKUT Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akut (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda. Pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius dan superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada transiluminasi tampak sinus yang sakit suram atau gelap. D.2.1 Terapi Mula-mula diberikan terapi medikamentosa, bila perlu dibantu dengan tindakan yaitu diatermi atau pencucian sinus. Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas, atau yang sesuai dengan resistensi kuman, selama 10-14 hari. Juga diberikan obat-obat simtomatis berupa dekongestan lokal (obat tetes hidung) untuk mempelancar drenase. Obat tetes hidung hanya boleh diberikan untuk waktu yang terbatas (5 sampai 10 hari), karena kalau terlalu lama dapat menyebabkan rinitis medikamentosa. Selain itu, dapat diberikan analgetika, antihistamin dan mukolitik. Tindakan dapat berupa dengan sinar gelombong pendek ( ultra short wave diathermy), sebanyak 5 sampai 6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan pencucian sinus. Pada sinusitis maksila dilakukan tindakan pungsi irigasi. Pada sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid yang letak muaranya di bawah, dapat dilakukan tindakan pencucian sinus dengan cara Proetz (Proetz displacement therapy). D.2.2 Pungsi Dan Irigasi Sinus Maksila Dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang terkumpul di dalam rongga sinus maksila. Caranya dengan memakai trokar yang ditusukkan di meatus inferior, diarahkan ke sudut luar mata atau tepi atas daun telinga. Selanjutnya dilakukan irigasi sinus dengan larutan garam fisiologi. Sekret akan keluar melalui hidung atau mulut.

Pungsi dan irigasi dapat juga dilakukan melalui fosa kanina. Pada kasus yang meragukan, pungsi dapat digunakan sebagai tindakan diagnostik untuk memastikan ada atau tidaknya sekret di sinus maksila. D.2.3 Antrostomi Dibuat lubang pada meatus inferior yang menghubungkan rongga hidung dengan antrum (sinus maksila). Lubang lubang itu dipakai untuk penghisap sekret dan ventilasi sinus maksila. Ada yang berpendapat bahwa antrostomi tidak bermanfaat untuk drenase sekret karena aliran sekret dalam sinus maksila akan selalu menurut gerakan silia ke arah ostiumnya di bagian atas dinding medial sinus. D.2.4 Tindakan Pencucian Proetz (Proetz Displacement Therapy) Pada prinsipnya membuat tekanan negatif dalam rongga hidung dan sinus paranasal untuk dapat menghisap sekret ke luar. Diteteskan larutan vasokonstriktor (HCL efedrin 0,5 1,5 %) untuk membuka ostium yang kemudian masuk ke dalam sinus. HCL efedrin akan mengurangi edema mukosa dan tercampur dengan sekret di dalam rongga sinus, kemudian dihisap ke luar. Sementara itu pasien harus mengatakan kak-kak-kak supaya palatum mole terangkat, sehingga ruang antara nasofaring dan orofaring tertutup. Dengan demikian cairan tidak dapat masuk ke orofaring, sedangkan ruang nasofaring, hidung serta sinus menjadi satu rongga yang bertekanan negatif pada saat penghisapan, sehingga sekret mudah ke luar. Tindakan internasal lain yang mungkin perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor predisposisi antara lain operasi koreksi septum bila terdapat deviasi septum, pengangkatan polip bila ada polip dan konkotomi parsial atau total bila ada hipertrofi konka. Prinsipnya ialah supaya drenase sekret menjadi lancar.

D.3 SINUSITIS KRONIK Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya. Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung. Perubahan mukosa hidung dapat juga disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik. Perubahan mukosa hidung akan mempermudah terjadinya infeksi dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan pada sinusitis akut tidak sempurna. Adanya infeksi akan menyebabkan edema konka, sehingga drenase sekret akan terganggu. Drenase sekret yang terganggu dapat menyebabkan silia rusak dan seterusnya.

D.3.1 Gejala Klinis Gejala subyektif sangat bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari : 1. Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret dihidung dan sekret pasca nasal (post nasal drip). 2. Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan 3. Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena tersumbat tuba Eustachius.

4. Adanya nyeri /sakit kepala. 5. Gejala mata, oleh karena perjalanan infeksi melalui duktus nasolakrimalis. 6. Gejala saluran napas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat komplikasi di paru, berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis. 7. Gejala di saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak. Kadang- kadang gejala sangat ringan hanya terdapat sekret di nasofaring yang mengganggu pasien. Sekret pasca nasal yang terus menerus akan mengakibatkan batuk kronik. Nyeri kepala pada sinusitis kronik biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tetapi mungkin karena malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus serta adanya stasis vena. Gejala obyektif, pada sinusitis kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius atau superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorokan. D.3.2 Pemeriksaan Mikrobiologik Biasanya merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, seperti kuman aerob S. aerus, S. viridans, H. influenzae dan kuman anaerob Peptostreptokokus dan fusaobakterium. D.3.3 Diagnosis Sinusitis Kronis Dibuat berdasarkan anamnesis yang cermat, pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior serta pemeriksaan penunjang berupa transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, pemeriksaan radiologik, pungsi sinus maksila, sinoskopi sinus

maksila, pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi, pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso-endoskopi dan pemeriksaan CT-Scan. D.3.4 Terapi Pada sinusitis kronik perlu diberikan terapi antibiotika untuk mengatasi infeksinya dan obat-obatan simtomatis lainnya. Antibiotika diberikan selama sekurang-kurangnya 2 minggu. Selain itu dapat juga dibantu dengan diatermi gelombang pendek selama 10 hari di daerah sinus yang sakit. Tindakan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan untuk membantu memperbaiki drenase dan pembersihan sekret dari sinus yang sakit. Untuk sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis etmoid, sinusitis frontal atau sinisitis sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz. Irigasi dan pencucian sinus ini dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5 atau 6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekrer purulen, berarti mukosa sinus sudah tidak dapat kembali normal (perubahan irreversible), maka perlu dilakukan operasi radikal. Untuk mengetahui perubahan mukosa sinus masih reversible atau tidak, dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan sinoskopi, yaitu melihat antrum (sinus maksila) secara langsung dengan menggunakan endoskop. D.3.5 Pembedahan Radikal Bila pengobatan konservatif gagal, dilakukan terapi radikal yaitu mengangkat mukosa yang patologik dan membuat drenase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi Caldwell-luc, sedangkan untuk sinus etmoid dilakukan etmoidektomi yang bisa dilakukan dari dalam hidung (intranasal) atau dari luar (ekstranasal).

10

Drenase sekret pada sinus frontal dapat dilakukan dari dalam hidung (intranasal) operasi dari luar(ekstranasal), seperti pada operasi Killian. Drenase sinus sfenoid dilakukan dalam hidung (intranasal). D.3.6 Pembedahan Tidak Radikal Akhir-akhir ini dikembangkan metode operasi sinus paranasl dengan menggunakan endoskop yang disebut Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks ostio-meatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi, sehingga ventilasi dan dranase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami. Dengan demikian mukosa sinus akan kembali normal. E. KOMPLIKASI Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukan antibiotika. Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik engan eksaserbasi akut. Komplikasi yang dapat terjadi ialah : 1. Osteomielitis dan abses subperiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral. 2. Kelainan orbita. Disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata (orbita). Yang paling sering ialah sinusitis etmoid, kemudian sinusitis frontal dan msinusitis maksila. Penyebab infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah edema palpebra, selulitis orbita, abses periostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi trombosus sinus kavernosus. 3. Kelainan intrakranial.

11

Dapat berupa meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus kavernosus. 4. Kelainan paru. Seperti bronkitis kronik dan bronkiektaktasis. Adanya kelainan sinus paranasal sisertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu dapat juga timbul asma bronkial.

12

You might also like