You are on page 1of 15

BAB I PENDAHULUAN

Statistik negara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa trauma kapitis mencakup 26% dari jumlah segala macam kecelakaan. Kurang lebih 335 kecelakaan yang berakhir pada kematian menyangkut trauma kapitis. Di luar medan peperangan lebih dari 50% dari trauma kapitis terjadi karena kecelakaan lalu lintas, selebihnya dikarenakan pukulan atau jatuh.1 Trauma kapitis adalah setiap trauma pada kepala yang menyebabkan cedera pada kulit kepala, tulang tengkorak maupun otak. Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan lunak (otak) atau kulit seperti kontusio (memar otak), edema otak, perdarahan atau laserasi, dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah trauma.7 Kecelakaan kendaraan bermotor penyebab paling sering dari cedera kepala, yang terjadi pada sekitar 49% dari kasus. Biasanya dengan derajat cedera kepala yang lebih berat dan lebih sering terjadi pada usia 15 sampai 24 tahun. Sedangkan kejadian jatuh yang menyebabkan cedera kepala terjadi lebih sering terjadi pada anak-anak, yang biasanya dengan derajat yang tidak berat. Pasien yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor biasa disertai dengan cedera ganda. Lebih dari 50% penderita cedera kepala berat disertai dengan cedera sistemik yang berat.7 Jika kita meneliti sebab dari kematian dan cacat yang menetap akibat trauma kapitis, maka 50% ternyata disebabkan oleh trauma secara langsung dan 50% yang tersisa disebabkan oleh gangguan peredaran darah sebagai komplikasi yang terkait secara tidak langsung pada trauma. Komplikasi itu berupa perubahan tonus pembuluh darah serebral, perubahan-perubahan yang menyangkut sistem kardiopulmonal yang bisa menimbulkan gangguan pada tekanan darah, PO2arterial atau keseimbangan asam-basa.1 Hemoragi Subdural mungkin sekali selalu disebabkan oleh trauma kapitis. Yang seringkali berdarah ialah bridging vein, karena tarikan ketika terjadi penggeseran rotatorik pada otak. Perdarahan subdural paling sering terjadi pada

permukaan lateral dan atas hemisferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi bridging vein. Karena perdarahan subdural sering disebabkan oleh perdarahan vena, maka darah yang berkumpul berjumlah hanya 100 sampai 200 cc saja. Perdarahan vena biasanya berhenti karena tamponade hematom sendiri. Setelah 5 sampai 7 hari hematom mulai mengadakan reorganisasi yang akan terselesaikan dalam 10 sampai 20 hari. Darah yang diserap meninggalkan jaringan yang kaya dengan pembuluh darah. Di situ bisa timbul lagi perdarahanperdarahan kecil, yang menimbulkan hiperosmolalitas hematom subdural dan dengan demikian bisa terulang lagi timbulnya perdarahan kecil-kecil dan pembentukan suatu kantong subdural yang penuh dengan dengan cairan dan sisa darah. Penumpukan cairan dan sisa darah inilah yang disebut Subdural Hygroma.1

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 ANATOMI KEPALA DAN OTAK 1. Kulit Kepala Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.6

2. Tulang Tengkorak Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua bagian yaitu kranium (kalvaria) yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka wajah yang terdiri atas empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang dikenal sebagai kubah tengkorak, licin pada permukaan luar dan pada permukaan dalam yang terdapat lekukan supaya dapat sesuai dengan otak dan pembuluh darah. Permukaan bawah dari rongga dikenal sebagai dasar tengkorak atau basis kranii. Dasar tengkorak ditembusi oleh banyak lubang supaya dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh darah.6

Gambar 2.1. Tulang Kranium

3. Meningea Meningea merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang. Fungsi meningia yaitu melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil benturan atau getaran, yang terdiri atas 3 lapisan, yaitu : a. Durameter (Lapisan sebelah luar) Durameter ialah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak dan dura meter propia di bagian dalam. Di dalam kanalis vertebralis kedua lapisan ini terpisah. Durameter pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena dari otak, rongga ini dinamakan sinus longitudinal superior yang terletak diantara kedua hemisfer otak. b. Selaput Arakhnoid (Lapisan tengah) Selaput arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter yang membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.

c. Piameter (Lapisan sebelah dalam) Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trebekel. Tepi falks serebri membentuk sinus longitudinalis inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari falks serebri. Tentorium memisahkan cerebrum dengan cerebelum6

Gambar 2.2. Lapisan Meningea

4. Otak Otak merupakan suatu organ tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua organ tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak terdiri dari otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan batang otak (Trunkus serebri). Besar otak orang dewasa kira-kira 1300 gram, 7/8 bagian berat terdiri dari otak besar.2

Gambar 2.3 Bagian Otak

a. Otak besar (cerebrum) Otak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masingmasing disebut fosa kranialis anterior atas dan fosa kranialis media. Otak besar terdiri dari dua belahan, yaitu belahan kiri yang mengendalikan tubuh bagian kanan, dan belahan kanan yang mengendalikan tubuh bagian kiri. Otak mempunyai 2 permukaan, permukaan atas dan permukaan bawah. Kedua lapisan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada pada bagian korteks serebral dan zat putih yang terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabut saraf. Fungsi otak besar yaitu sebagai pusat berpikir (kepandaian), kecerdasan dan kehendak. Selain itu otak besar juga mengendalikan semua kegiatan yang disadari seperti bergerak, mendengar, melihat, berbicara, berpikir dan lain sebagainya.6

b. Otak kecil (cerebellum) Otak kecil terletak dibawah otak besar. Terdiri dari dua belahan yang dihubungkan oleh jembatan varol, yang menyampaikan rangsangan pada kedua belahan dan menyampaikan rangsangan dari bagian lain. Fungsi otak kecil adalah untuk mengatur keseimbangan tubuh serta mengkoordinasikan kerja otot ketika bergerak.6

c. Batang Otak (Trunkus serebri) Batang otak terdiri dari : 1. Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat diantara serebellum dengan mensepalon, kumpulan dari sel saraf yang terdapat dibagian depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap kesamping. Diensefalon ini berfungsi sebagai vaso konstruksi (memperkecil pembuluh darah), respiratori (membantu proses pernafasan), mengontrol kegiatan reflex, dan membantu pekerjaan jantung. 2. Mensefalon, atap dari mensefalaon terdiri dari empat bagian yang menonjol ke atas, dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus

superior dan dua disebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior. Mensefalon ini berfungsi untuk sebagai pusat pergerakan mata, mengangkat kelopak mata, dan memutar mata. 3. Pons varolli, merupakan bagian tengah batang otak dan arena itu memiliki jalur lintas naik dan turun seperti otak tengah. Selain itu terdapat banyak serabut yang berjalan menyilang menghubungkan kedua lobus cerebellum dan menghubungkan cerebellum dengan korteks serebri. 4. Medula oblongata, merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan pons varolli dengan medulla spinalis. Medulla oblongata memiliki fungsi yang sama dengan diensefalon.6

5. Cairan Cerebrospinalis Cairan cerebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid. Cairan ini bersifat alkali, bening mirip plasma dengan tekanannya 60-140 mm air. Sirkulasi cairan cerebrospinal yaitu cairan ini disalurkan oleh plexus khoroid ke dalam ventrikel-ventrikel yang ada di dalam otak. Cairan itu masuk ke dalam kanalis sentralis sumsum tulang belakang dan juga ke dalam ruang subarakhnoid melalui celah-celah yang terdapat pada ventrikel keempat. Setelah itu cairan ini dapat melintasi ruangan di atas seluruh permukaan otak dan sumsum tulang belakang hingga akhirnya kembali ke sirkulasi vena melalui granulasi arakhnoid pada sinus sagitalis superior. Oleh karena susunan ini maka bagian saraf otak dan sumsum tulang belakang yang sangat halus terletak diantara dua lapisan cairan. Dengan adanya kedua bantalan air ini maka sistem persarafan terlindungi dengan baik. Cairan cerebrospinal ini berfungsi sebagai buffer, melindungi otak dan sumsum tulang belakang dan menghantarkan makanan ke jaringan sistem persarafan pusat.6

2.2 SUBDURAL HIGROMA

2.2.1 Definisi Subdural hygroma merupakan akumulasi dari cairan cerebrospinal (CSF) di ruang subdural setelah terjadinya cedera kepala.2 Penyebab paling sering terjadinya subdural hygroma adalah trauma kepala tumpul, dilaporkan terjadi di 5%-20% dari semua pasien dengan trauma kepala tertutup. Kemungkinan terjadinya mekanisme perobekan membran arakhnoid selama cedera kepala. Flap robek bertindak sebagai katup bola dan memungkinkan perpindahan bertahap dari cairan serebrospinal ke ruang hematoma, sehingga selama periode sementara terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti terjadi batuk, bersin atau kelelahan.3,5

Gambar 2.4. Gambaran CT Scan Higroma Subdural pada sisi kiri. Perhatikan penekanan pada ventrikel lateral kiri.

2.2.2 Etiologi dan Patofisiologi Penyebab terjadinya subdural higroma adalah sebagai berikut: a. Trauma kepala dengan terjadinya perobekan arakhnoid dan pemisahan duraarakhnoid (perpindahan cerebrospinal fluid ke ruang subdural), biasa dikenal dengan trauma subdural hygroma. Terjadi pada 10% kasus trauma kepala Ditemukan pada 39% pasien dengan fraktur tengkorak Faktor predisposisi: Atrofi cerebral. Hipotensi intrakranial (misalnya pada drainase lumbar berkepanjangan), hipertensi paru (misalnya pada trauma dada, pneumonia). Cairan serebrospinal biasanya xanthokrom. Dapat terakumulasi segera setelah trauma atau tertunda. Kemungkinan besar lokasi robekan arachnoid di fisura Sylvian atau sisterna khiasmatik. "Kompleks hygroma" - terkait dengan lesi intrakranial lainnys (subdural hematoma, epidural hematoma, perdarahan intraserebral, dll). b. Infeksi pada meningen atau tulang tengkorak (paling sering - meningitis influenza atau mastoiditis) c. Ruptur Arachnoid pada sisterna basalis yang menyebabkan hidrosepalus. d. Komplikasi dari pemasangan shunt ventrikular e. Komplikasi dari tindakan marsupialisasi atau reseksi kista arachnoid f. Komplikasi yang jarang dari anestesi spinal.4

Patogenesis higroma subdural telah dikenal sejak ditrerbitkannya karya Putnam dan Cushing, Kunkel dan Dandy, dan Munro. Selama kejadian cedera kepala, terutama tumbukan polar (tumbukan ke dahi atau tengkuk), "tumbukan" pada otak, karena momentum yang relatif lebih besar yang mengacu pada tengkorak, menyebabkan laserasi pembuluh darah mengalir ke dalam sinus dural. Darah masuk ke ruang subdural dan terjadi peningkatan tekanan osmotik memperbesar hematoma oleh karena penarikan cairan. Terbentuk membran, dan akhirnya akan terjadi kompresi kronis pada otak, biasanya secara unilateral, yang 9

membahayakan sirkulasi batang otak sehingga menyebabkan kematian jika hematoma tidak dikeluarkan. Isi dari hematoma subdural kronis mungkin tidak cukup berakibat pada kematian, selama periode bertahun-tahun, hematoma tersebut akan jelas terlihat seperti kristal.2

2.2.3 Gejala Klinis Gejala bisa bersifat asimtomatik, yaitu tidak adanya keluhan yang dirasakan oleh pasien. Mungkin karena cairan yang keluar minimal dan tidak menekan otak. Pada yang simtomatik, ukurannya dapat bertambah besar (karena flapkatup, mekanisme perdarahan) dengan adanya efek massa dengan morbiditas yang signifikan sama dengan hematoma subdural (dalam karakter dan

perkembangannya): 1. Terjadi peningkatan tekanan intra kranial (sakit kepala, mual, penurunan kesadaran) 2. Adanya tanda-tanda Fokal.4

2.2.4

Diagnosis Pada pemeriksaan neuroimaging, biasanya dengan CT scan dan MRI,

terlihat berbentuk seperti bulan sabit dengan adanya tumpukan cairan extraaxial dengan CSF yang padat (sulit dibedakan dengan hematoma subdural kronis;); Umumnya terjadi secara bilateral.4 Perbedaaannya dengan atrofi otak: Pada higroma, girus secara signifikan terletak jauh dari tulang calvaria, efek massanya biasanya sedikit, tidak ada pelebaran pada sulkus kortikal (sulkus bahkan mungkin tidak terlihat karena efek massa). Pada atrofi otak, tampilan frontal bilateral "hygromas subdural" dapat dilihat ketika pasien dalam keadaan terlentang; Temuan serupa juga bisa dilihat pada anak-anak (pembesaran ringan dari ruang subarachnoid - harus ditangani dalam 2 tahun pertama kehidupan).

10

"tanda vena kortikal" pada pemeriksaan MRI gadolinium vena kortikal dan cabang-cabangnya terlihat melintasi ruang cairan serebrospinal melebar lebih dari konveksitas serebral-- bukti adanya atrofi serebral (menunjukkan

diagnosis hygroma subdural). Hygroma mempengaruhi korteks dan vena kortikal, vena kortikal dilihat hanya pada margin korteks pengungsi, dan tidak melintasi kumpulan cairan pada konveksitas serebral.4 Diagnosis definitif hanya bisa dilakukan dengan pembukaan trephine pada tulang tengkorak: Hematoma subdural kronis klasik berisi cairan seperti "oli motor" gelap yang tidak membeku. Jika kumpulan cairan subduralnya jelas disebut dengan hygroma subdural; cairan hygroma (yaitu CSF) berisi prealbumin (tidak ada pada hematoma subdural) dan mungkin berada dalam tekanan tinggi.

Gambar 2.5 A. CT - hygroma subdural kiri frontal (9 hari). B. Peningkatan kepadatan dan bentuk yang heterogen (53 hari) - tanda-tanda perdarahan hygroma pada ruang subdural.

11

Gambar 2.6. C. Pengurangan dari hygroma, dengan kemungkinan adanya neomembrane (117 hari). D. Resolusi dari kumpulan subdural (730 hari).

Gambar 2.7 (A) CT scan menunjukkan hygroma subdural bilateral pada bagian frontal (hari ke-12). (B) MRI (T1-weighted, tanpa kontras) menunjukkan subdural hematoma laminar, tanpa adanya kompresi pada otak yang mendasarinya (hari ke191). (C) MRI (T1-weighted, dengan kontras) menunjukkan peningkatan pada bagian perifer (hari ke-191). (D) CT scan menunjukkan hilangnya kumpulan cairan di subdural (hari ke-300).

12

2.2.5

Penatalaksanaan Pada higroma yang asimtomatik hanya dilakukan pengamatan saja

(biasanya akan menghilang secara spontan dalam beberapa bulan). Pengamatan dilakukan terhadap risiko transformasi menjadi hematoma subdural (yang membutuhkan tindakan kraniotomi).2,4 Pada higroma yang simtomatik, khususnya dengan status klinis yang memburuk disertai dengan peningkatan volume hygroma dengan kompresi otak yag menyebabkan herniasi, dilakukan tindakan operasi: drainase burr-hole eksternal. Tetap dilakukan drainase subdural selama 24-48 jam pasca operasi, jika tidak terjadi resorpsi yang memadai dilakukan shunting pada ruang subdural. Kekambuhan setelah tindakan drainase burr-hole sederhana merupakan hal yang sering terjadi, karena kasus yang berulang Tindakan kraniotomi dilakukan untuk menemukan lokasi kebocoran CSF (yang mungkin sangat sulit untuk dilakukan). Juga dilakukan peletakan shunt subdural ke peritoneal, untuk mengalirkan cairan yang berlebih menuju ruang peritoneum. 2,4

13

BAB III KESIMPULAN

Subdural hygroma merupakan akumulasi dari cairan cerebrospinal (CSF) di ruang subdural setelah terjadinya cedera kepala. Penyebab paling sering terjadinya subdural hygroma adalah trauma kepala tumpul, dilaporkan terjadi di 5%-20% dari semua pasien dengan trauma kepala tertutup. Kemungkinan terjadinya mekanisme perobekan membran arakhnoid selama cedera kepala. Gejala dari higroma subdural bisa bersifat asimtomatik, yaitu tidak adanya keluhan yang dirasakan oleh pasien. Mungkin karena cairan yang keluar minimal dan tidak menekan otak. Pada yang simtoatik, ukurannya dapat bertambah besar (karena flap-katup, mekanisme perdarahan) dengan adanya efek massa dengan morbiditas yang signifikan sama dengan hematoma subdural. Pada higroma yang simtomatik, khususnya dengan status klinis yang memburuk disertai dengan peningkatan volume hygroma dengan kompresi otak yag menyebabkan herniasi, dilakukan tindakan operasi: drainase burr-hole eksternal.

14

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono. M, Priguna. S. 2008. Neurologi Klinis Dasar:Mekanisme Trauma Susunan Saraf. Dian Rakyat. Jakarta. p: 249,254 2. Tamburini. G, Caldarelli. M, Massimi. L. 2003. Subdural hygroma: an unwanted result of Sylvian arachnoid cyst marsupialization. PubMed: Institute of Neurosurgery. Mar;19 (3):159-65. 3. Paiva. WS, Oliveira. AMP, Andrade. AF. 2010. Remote Postoperative Epidural Hematoma after Subdural Hygroma Drainage. PubMed: Institute of Neurosurgery. 4. Victor. 2010. Subdural Hygroma (s. Subdural Effusion). Neurosurgery Resident. Apr;30: p.1-3. 5. Gilroy, J. 1992. Basic Neurology. Pergamon Press. Singapore. p:332

6. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih


bahasa Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta. 7. Greaves, I., and Johnson, G., 2002. Head And Neck Trauma. Dalam: Greaves, I., and Johnson, G. Practical Emergency Medicine. Arnold, 233 245.

15

You might also like