You are on page 1of 10

REFERAT PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN PASIEN DENGAN PERCOBAAN BUNUH DIRI

MERTY M. TAOLIN 11-2011-123

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA 2013

DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 1

BAB II. ISI 2.1 Definisi 2.2 Epidemiologi 2.3 Etiologi 2.4 Manisfestasi Klinik dan Diangnosis 2.5 Pemeriksaan Status Mental 2.6 Diagnosis Banding 2.7 Penatalaksanaan 2.8 Prognosis BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 2 ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 2 ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 2 ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 5 ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 14 ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 16 ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 17 ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 26

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 28

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia.Gagasan bunuh diri mungkin juga muncul pada orang yang tidak mengalami gangguan mental saat mereka berada dalam keadaan depresi atau mengalami penyakit fisik. Secara global, sekitar satu juta kematian akibat bunuh diri dicatat setiap tahun, dan jumlah usaha bunuh diri diperkirakan akan 10-20 kali lebih tinggi dari ini. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa salah satu upaya bunuh diri terjadi kira-kira setiap tiga detik, dan terdapat satu orang setiap menit yang meninggal karena bunuh diri. Penyebab bunuh diri merupakan hal yang kompleks. Beberapa orang tampak sangat rentan untuk bunuh diri ketika menghadapi peristiwa kehidupan yang sulit atau kombinasi stressor. Faktor-faktor ini termasuk adanya gangguan mental sebelumnya atau penyalahgunaan zat, riwayat bunuh diri dalam keluarga dekat, kekerasan keluarga jenis apa pun, dan adanya perpisahan atau perceraian.1 Pada sebuah studi epidemiologi di Amerika Serikat yang dilakukan Kessler dan kawan kawan (dkk), memperkirakan tingkat keinginan bunuh diri sebesar 2,8% - 3,3% dari populasi umum, dan Weissman dkk, melaporkan. antara 2 dan 18% pada sembilan negara. Pada sejumlah studi psikologis otopsi dari sampel bunuh diri menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil terjadi bunuh diri tanpa bersamaan dengan diagnosis psikiatri yaitu sekitar 5% hingga 7%.1 Dari laporan studi klinis menunjukkan sebesar 78 89 % pasien gangguan depresif mayor berat memiliki keinginan dan percobaan bunuh diri.Dan adanya data yang menunjukkan bahwa kebanyakan orang yang melakukan bunuh diri sebelumnya tidak melakukan percobaan bunuh diri dan setidaknya ada satu studi tentang percobaan bunuh diri yang menemukan sekitar 10% akhirnya mati dengan bunuh diri. Dengan demikian gagasan dan perencanaan bunuh diri merupakan hal yang serius dibandingkan dengan percobaan bunuh diri. Risiko untuk terjadinya bunuh diri bagi seorang individu yang dirawat di rumah sakit pada episode gangguan depresif mayor berat diperkirakan 15%. Berdasarkan data-data di atas dapat dikatakan bahwa kejadian bunuh diri masih cukup tinggi, maka penulis tertantang untuk membuat makalah ini.

BAB II ISI

2.1 Defenisi Kedaruratan psikiatri adalah gangguan akut perilaku, pikiran atau suasana hati pasien yang jika tidak diobati dengan segera dapat merugikan, baik untuk dirinya atau orang lain dalam lingkungan sekitarnya.2 Bunuh diri merupakan salah satu kegawatan psikiatri dimana, bunuh diri / suicide (percobaan bunuh diri), berasal dari bahasa latin: tentamen suicide, dari bahasa Inggris suicide attempt. Percobaan bunuh diri ialah segala perbuatan dengan tujuan untuk membinasakan dirinya sendiri dan dengan disengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan akibatnya yang mungkin pada waktu sangat singkat. Secara umum didefinisikan yaitu percobaan bunuh diri ialah segala perbuatan seseorang yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu yang sangat singkat (Maramis, 1998: 431). Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja (Harold I, Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998). 3 Clinton dalam Mental Health Nursing Practice (1995: 262) menyebutkan suatu uapaya yang didasari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati dan perilaku bunuh diri meliputi isyarat isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri sendiri.4 Taylor dalam Fundamental of Nursing (1997: 790) mengutip dari Ana (1990) menyebutkan bunuh diri secara tradisional dipahami sebagai kegiatan mengakhiri kehidupan. Bantuan dalam bunuh diri sangat berarti, misalnya menyediakan obat atau senjata, bunuh diri dibantu (euthanasia pasif) dibedakan dengan euthanasia aktif .4

2.1 Epidemilogi Insiden bunuh diri di Amerika Serikat terjadi pada usia 15-24 tahun sedangkan dalam survey nasional baru-baru ini terhadap siswa senior sekolah lanjutan 27% dari mereka

pernah memikirkan secara serius untuk bunuh diri dan salah satunya pernah mencobanya. Secara internasional, angka bunuh diri yang lebih dari 25 per 100.000 orang terjadi di Skandinavia, Swiss, Jerman, Austria, Negara-negara Eropa Timur, dan Jepang. Sedangkan yang kurang dari 10 per 100.000 orang terjadi di Spanyol, Italia, Irlandia, Mesir, dan

Belanda. Tempat bunuh diri nomor satu di dunia adalah Jembatan Golden Gate di San Francisco, dengan lebih dari 800 bunuh diri sejak di buka tahun 1937. Tiap tahun kira-kira 30.000 kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh bunuh diri. Angka tersebut adalah untuk bunuh diri yang berhasil; jumlah usaha bunuh diri diperkirakan 8 sampai 10 kali lebih besar dari angka tersebut. 2 Sementara pada lima tahun terakhir, berdasarkan data yang diluncurkan forensik FKUI/RSCM 2004 terdapat 771 orang laki-laki bunuh diri dan 348 perempuan bunuh diri. Dari jumlah tersebut, 41 persen melakukan bunuh diri dengan cara gantung diri, dengan menggunakan insektisida 23 persen, dan overdosis mencapai 356 orang. Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2005, sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap tahunnya. 5 Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan bunuh diri per harinya.Namun laporan di Jakarta menyebutkan sekitar 1,2 per 100.000 penduduk dan kejadian bunuh diri tertinggi di Indonesia adalah Gunung Kidul, Yogyakarta mencapai 9 kasus per 100.000 penduduk.Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia remaja dan dewasa muda (15 24 tahun), untuk jenis kelamin, laki laki melakukan bunuh diri (comite suicide) empat kali lebih banyak dari perempuan. Namun, perempuan melakukan percobaan bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak dari laki laki. Posisi Indonesia sendiri hampir mendekati negara-negara bunuh diri, seperti Jepang, dengan tingkat bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 orang pertahun dan China yang mencapai 250.000 per tahun.5

2.3 Etiologi Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab bunuh diri, diantaranya adalah: Faktor Sosial Teori Durkheim. Sumbangan pertama yang besar untuk penelitian pengaruh sosial dan kultural terhadap bunuh diri dilakukan pada akhir abad yang lalu oleh ahli sosiologi Perancis Emile Durkheim. Dalam upaya menjelaskan pola statistikal, Durkheim membagi bunuh diri menjadi tiga kategori sosial : egoistik, altruistik, dan anomik. Bunuh Diri Egoistik diterapkan pada mereka yang tidak terintegrasi secara kuat ke dalam kelompok sosial. Tidak adanya integrasi keluarga dapat digunakan untuk menjelaskan mengapa orang yang tidak menikah adalah lebih rentan terhadap bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang menikah dan mengapa pasangan dengan anak-

anak adalah kelompok yang paling terlindung dari semua kelompok. Masyarakat perkotaan memiliki lebih banyak integrasi sosial dibandingkan dengan daerah pedesaan, jadi lebih sedikit bunuh diri. Bunuh Diri Altruistik terjadi dalam masyarakat yang mempunyai ikatan sosial yang kuat. Bunuh diri ini dimaksudkan demi kelompok, hampir seperti bunuh diri ritual Jepang Seppuku yang dilakukan ketika kekacauan melada masyarakat. Bunuh Diri Anomik terkait dengan apa yang disebut Anomie atau keadaan dimana anda tidak tahu tempat yang tepat bagi seseorang seperti menjadi tunawisma atau yatim piatu. Orang tersebut merasa tidak punya apa-apa dan ini berarti berada dalam keadaan tanpa norma dan peraturan yang membimbing dalam kehidupan sosial seharihari. Hal ini dapat menjelaskan mengapa mereka dengan situasi ekonomi yang berubah secara drastik lebih rentan dibandingkan mereka sebelum perubahan keberuntungan mereka. Anomik juga dimaksudkan pada ketidakstabilan sosial, dengan kehancuran standar dan nilai-nilai masyarakat.

Faktor Psikologis Teori Freud Tilikan psikologis pertama yang paling penting ke dalam bunuh diri berasal dari Sigmund Freud. Ia menggambarkan hanya satu pasien yang mencoba bunuh diri, tetapi ia melihat banyak pasien depresi. Dalam tulisannya Mourning and Melancholia, Freud menyatakan keyakinannya bahwa bunuh diri mencerminkan agresi yang dibelokkan ke dalam objek cinta yang terintroyeksi, dan ditangkap secara ambivalen. Teori Menninger Berdasarkan konsep Freud, Karl Menninger menyimpulkan bahwa bunuh diri adalah pembunuhan yang di retrofleksikan, pembunuhan yang dibalikkan sebagai akibat kemarahan pasien kepada orang lain, yang dibalikkan pada diri sendiri atau digunakan sebagai pengampunan akan hukuman. Ia juga menggambarkan insting kematian yang diarahkan kepada diri sendiri (konsep Thanatos dari Freud). Ia menggambarkan tiga komponen permusuhan dalam bunuh diri : keinginan untuk membunuh, keinginan untuk dibunuh dan keinginan untuk mati. Teori-teori Baru Peneliti bunuh diri kontemporer tidak yakin bahwa struktur psikodinamika atau kepribadian spesifik berhubungan dengan bunuh diri. Tetapi mereka telah menulis bahwa

banyak yang dipelajari tentang psikodinamika pasien bunuh diri dari khayalan mereka seperti apa yang akan terjadi dan apa akibatnya jika mereka melakukan bunuh diri. Khayalan tersebut sering kali termasuk keinginan untuk balas dendam, kekuatan, pengendalian atau hukuman; untuk pertobatan, pengorbanan, atau pemulihan; untuk meloloskan diri atau untuk tidur; atau untuk pembebasan, kelahiran kembali, berkumpul kembali dengan orang yang telah meninggal atau untuk hidup baru. Pasien bunuh diri yang paling mungkin melakukan khayalan bunuh diri adalah mereka yang telah menderita kehilangan objek cinta atau menderita cedera narsisistik, yang mengalami efek berat seperti kemarahan dan rasa bersalah, atau yang teridentifikasi dengan seorang korban bunuh diri. Dinamika kelompok mendasari bunuh diri massal seperti yang terjadi di Masada dan Jonestown.

Faktor Fisiologis Genetika Teori faktor genetik dalam bunuh diri telah diajukan. Penelitian menunjukan bahwa bunuh diri cenderung berjalan di dalam keluarga. Sebagai contohnya, pada orang yang mencoba bunuh diri ditemukan adanya riwayat bunuh diri dalam keluarga lebih banyak secara bermakna daripada orang yang tidak pernah melakukan bunuh diri. Satu penelitian terbesar menemukan bahwa resiko bunuh diri untuk sanak saudara dari pasien psikiatri hampir delapan kali lebih tinggi dibanding sanak saudara dari kontrol. Selain itu, resiko bunuh diri pada sanak saudara pasien psikiatri yang melakukan bunuh diri adalah empat kali lebih tinggi dibandingkan pada sanak saudara pasien psikiatri yang tidak melakukan bunuh diri. Neurokimia Defisiensi serotonin, diukur sebagai penurunan metabolisme 5-hydroxyindo-leacetic acid (5-HIAA), telah ditemukan dalam kelompok pasien depresi yang mencoba bunuh diri. Pasien depresi yang mencoba bunuh diri dengan cara keras (contoh, senjata api atau meloncat) memiliki kadar 5-HIAA yang lebih rendah di dalam cairan serebrospinalisnya dibandingkan pasien depresi yang tidak melakukan bunuh diri atau yang mencoba bunuh diri dengan cara yang kurang keras (overdosis zat). Beberapa penelitian terhadap binatang dan manusia telah menyatakan suatu hubungan antara defisiensi sistem serotonin sentral dan pengendalian impuls yang buruk. Beberapa

peneliti telah memandang bunuh diri sebagai salah satu tipe perilaku impulsif. Kelompok pasien lain yang diperkirakan memiliki masalah dengan pengendalian impuls adalah pelaku kekerasan, pembakar rumah dan mereka dengan ketergantungan alkohol. Beberapa peneliti telah menemukan pembesaran ventrikular dan elektroensefalogram (EEG) yang abnormal pada beberapa pasien bunuh diri. Sampel darah dari kelompok sukarelawan normal yang dianalisis untuk monoamin oksidase trombosit menemukan bahwa orang dengan kadar enzim yang terendah didalam trombositnya memiliki prevalensi bunuh diri delapan kali lebih besar didalam keluarganya, dibandingkan dengan orang yang memiliki kadar enzim yang tinggi.

2.4 Faktor yang terkait Adapun faktor-faktor yang terkait dengan tindakan bunuh diri adalah: 1. Jenis Kelamin Laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri dibandingkan wanita. Akan tetapi wanita adalah empat kali lebih mungkin berusaha bunuh diri dibandingkan laki-laki. 2. Metode Lebih tingginya angka bunuh diri yang berhasil pada laki-laki adalah berhubungan dengan metode yang digunakan dimana laki-laki menggunakan pistol, menggantung diri, atau lompat dari tempat yang tinggi. Sedangkan wanita lebih mungkin menggunakan zat psikoaktif secara overdosis atau memotong pergelangan tangannya, tetapi mereka mulai lebih sering menggunakan pistol dibandingkan sebelumnya. 3. Usia Angka bunuh diri meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki, puncak bunuh diri adalah usia 45 tahun; pada wanita, jumlah terbesar bunuh diri yang berhasil adalah diatas 55 tahun. Orang lanjut usia kurang sering melakukan usaha bunuh diri dibandingkan orang muda tetapi lebih sering berhasil. Angka untuk mereka yang berusia 75 tahun atau lebih adalah lebih dari tiga kali dibandingkan angka untuk orang muda. 4. Ras Angka bunuh diri diantara orang kulit putih adalah hampir dua kali lebih besar dari angka bulan kulit putih, tetapi angka tersebut masih diragukan, karena angka bunuh diri pada kulit hitam adalah meninggi. 5. Status perkawinan Perkawinan yang diperkuat oleh anak tampaknya secara bermakna menurunkan risiko bunuh diri. Orang yang hidup sendirian dan tidak pernah menikah memiliki angka hampir

dua kali lipat angka untuk orang yang menikah. Tetapi, orang yang sebelumnya pernah menikah menunjukan angka yang jelas lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak pernah menikah. Bunuh diri lebih sering pada orang yang memiliki riwayat bunuh diri dalam keluarganya dan yang terisolasi secara sosial. Yang disebut bunuh diri ulang tahun (anniversary suicide) adalah bunuh diri yang dilakukan oleh orang yang mencabut hidupnya pada hari yang sama seperti yang dilakukan oleh anggota keluarganya. 6. Pekerjaan Semakin tinggi status sosial seseorang, semakin besar resiko bunuh diri, tetapi penurunan status sosial juga meningkatkan risiko. Pada umumnya, pekerjaan menghalangi bunuh diri. Bunuh diri lebih tinggi pada orang yang pengangguran dibandingkan orang yang bekerja. Selama resesi ekonomi dan depresi, angka bunuh diri menjadi meningkat. Selama waktu tingginya pekerjaan dan selama perang, angka bunuh diri menurun. Dokter secara tradisional dianggap memiliki risiko terbesar untuk bunuh diri. Dokter psikiatri dianggap memiliki risiko yang paling tinggi. Populasi yang berada dalam risiko khusus adalah musisi, dokter gigi, petugas hukum, pengacara dan agen asuransi. 7. Kesehatan Fisik Hubungan antara kesehatan fisik dan bunuh diri sangat bermakna. Penelitian postmortem menunjukan bahwa suatu penyakit fisik ditemukan pada 25 sampai 75 persen dari semua korban bunuh diri. 50% orang dengan kanker yang melakukan bunuh diri melakukannya dalam satu tahun setelah mendapatkan diagnosis. Tujuh penyakit sistem saraf pusat yang meningkatkan risiko bunuh diri : epilepsi, sklerosis multipel, cedera kepala, penyakit kardiovaskular, penyakit Huntington, demensia, dan AIDS. Semua adalah penyakit dimana diketahui terjadi gangguan mood yang menyertai. Faktor yang berhubungan dengan penyakit dan terlibat didalam bunuh diri dan usaha bunuh diri adalah hilangnya mobilitas pada orang yang aktivitas fisiknya memiliki kepentingan pekerjaan atau rekreasional; kecacatan, terutama pada wanita; dan rasa sakit kronis yang tidak dapat diobati. Obat tertentu dapat menyebabkan depresi, yang dapat menyebabkan bunuh diri pada beberapa kasus. Diantara obat-obat tersebut adalah reserpine (Serpasil), kortikosteroid, antihipertensi (propanolol/Inderal), dan beberapa obat antikanker. 8. Kesehatan Mental Faktor psikiatrik yang sangat penting dalam bunuh diri adalah penyalahgunaan zat, gangguan depresif, skizofrenia, dan gangguan mental lainnya. Hampir 95 persen dari semua pasien yang melakukan bunuh diri atau berusaha bunuh diri memiliki gangguan

mental yang terdiagnosis. Pasien yang menderita depresi delusional berada pada resiko tertinggi untuk bunuh diri sebesar 80%. 25 persen dari semua pasien yang memiliki riwayat perilaki impulsif atau tindakan kekerasan juga berada dalam resiko untuk bunuh diri. Perawatan psikiatrik sebelumnya untuk alasan apapun meningkatkan resiko bunuh diri. 9. Pasien Psikiatrik Resiko pasien psikiatrik untuk melakukan bunuh diri adalah 3 sampai 12 kali lebih besar dibandingkan bukan pasien psikiatrik. Derajat resikonya adalah bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, diagnosis, dan status rawat inap atau rawat jalan. Diagnosis psikiatrik yang memiliki resiko tertinggi untuk bunuh diri pada kedua jenis kelamin adalah gangguan mood. Relatif mudanya korban bunuh diri sebagian disebabkan oleh kenyataan bahwa dua gangguan mental kronis yang memiliki onset awal, skizofrenia dan gangguan depresif yang berat rekuren berjumlah lebih dari setengah dari semua bunuh diri tersebut

2.5

You might also like