You are on page 1of 24

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI UNMAL/RSUD EF Laporan Kasus Oleh Pembimbing Hari/Tanggal : 20 November 2012 : Raja Tina

Anggrainy Dwi Putri : dr. Yanuarman, Sp.OG : 20 November 2012

LAPORAN KASUS SEROTINUS IDENTITAS Nama Pasien Umur Alamat Suku Agama Pekerjaan Pendidikan terakhir Nama Suami Pekerjaan No RM : Ny. H : 27 tahun : Sagulung Bahagia, Blok A, No.4 : Batak : Kristen : Ibu Rumah Tangga : SMP : Tn. M : Wiraswasta : 012912 Pukul :10.00 WIB

Masuk Rumah Sakit : 20 November 2012 HPHT Taksiran Persalinan : 18 Januari 2012 : 25 Oktober 2012

Keluhan Utama : hamil lewat bulan Riwayat Penyakit Sekarang : Seorang wanita 27 tahun G2P1A0 datang RSUD Embung Fatimah dengan keluhan hamil lewat bulan. Os mengaku sudah keluar flek-flek darah berwarna coklat kehitaman dari jalan lahir sejak tadi malam. Os merasa mulas-mulas tetapi mulas dirasakan sangat jarang. Os juga mengaku belum keluar air-air dari jalan lahir. Os mengatakan hari pertama mens terakhirnya adalah pada tanggal 18 Januari 2012. Pada kehamilan sebelumnya os mengaku mengalami hamil lewat bulan juga dan di rangsang untuk memulai proses persalinan. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien tidak menderita penyakit darah tinggi, penyakit jantung, penyakit ginjal, asma dan kencing manis. Riwayat Penyakit Keluarga : Di dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit darah tinggi, diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung, asma, alergi, dan cacat bawaan. Riwayat Alergi Obat : Pasien mengatakan tidak ada alergi obat Riwayat Kontrasepsi : Pasien mengaku tidak menggunakan KB Riwayat Haid : Menarche Lama haid Siklus haid Dismenore : 15 tahun : 6 hari : 28 hari : (+)
2

Riwayat Perkawinan : Menikah 5 tahun yg lalu Riwayat Obstetri : Hamil I Hamil II : , 8 th, BB 3300 gr, Lahir spontan di bidan degan induksi : Hamil ini

Riwayat Operasi : Pasien tidak pernah menjalani operasi apapun

PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS PRESENT Keadaan Umum Vital Sign Kesadaran : Baik : : Composmentis Respirasi Suhu : 16 x/menit : 36,5oC

Tekanan Darah: 110/70 mmHg Nadi Berat Badan Tinggi Badan Gizi : 64 x/menit : 62 kg : 160 cm : Cukup

B. STATUS GENERALIS Kepala o Mata D/S o Hidung hiperemis o Muka o Mulut Leher Thorax Paru o Inspeksi o Palpasi o Perkusi o Auskultasi jantung o Inspeksi o Palpasi o Perkusi : tidak terlihat penonjolan ictus cordis : tidak teraba ictus cordis : : simetris D/S, tidak ada retraksi intercostal, tidak ada nafas : Chloasma Gravidarum (+) : tidak ada karies, bibir tidak pucat : Tidak ada pembesaran kelenjar limfonodi dan kelenjar tiroid : : tidak ada septum deviasi, tidak ada polip, sekret (-), mukosa tidak : Normocephali : pupil isokor D/S, konjungtiva tidak anemis D/S, sklera tidak ikterik

tertinggal, areola mamae hiperpigmentasi : Fokal fremitus D/S normal : Sonor disemua lapang paru : Vesikuler D/S sama, ronkhi (-), wheezing (-)

Batas jantung kanan (sonor ke redup), Linea Parasternalis dextra ICS IV Batas jantung kiri (sonor ke redup),Linea Midclavicula sinistra ICS V Batas jantung atas ( sonor ke redup), Linea sternalis Sinistra ICS II Pinggang jantung (sonor ke redup )Linea Parasternalis sinistra ICS III o Auskultasi Abdomen : bunyi jantung I/II murni regular, gallop(-), murmur (-)

: cembung, striae gravidarum (+)


4

Ekstremitas

: tidak ada edema dan varises pada kedua kaki

STATUS OBSTETRI Pemeriksaan Luar Inspeksi Palpasi :

: striae gravidarum (+) :

o LEOPOLD I TFU : 34 cm

Bagian yang teraba difundus uteri bokong o LEOPOLD II Punggung dikanan DJJ : 136x/mnt o LEOPOLD III Bagian terbawah kepala o LEOPOLD IV Kepala belum masuk PAP (floating) His TBJ : (+) jarang : 3.410 gr

Pemeriksaan Dalam : o Portio o Pembukaan o Ketuban o Bagian terbawah : Lunak, Tebal, posisi dibelakang : 1-2 cm :+ : kepala

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Hb Leukosit Ht Trombosit Eritrosit BT CT Gol darah : 9,8 g/dl : 8.200/mm : 30,8 % : 235.000/mm : 3,6 juta/mm : 3 mnt : 9 mnt :B

Kimia Darah GDS : 80 mg/dl

Urinalisa Warna Kejernihan BJ PH Leukosit Nitrit Protein Glukosa Keton : kuning : jernih : 1,010 :6 : +++ ::::-

Urobilinogen : Bilirubin Eritrosit Sedimen Leukosit Eritrosit Epitel Bakteri : 10-15 /LPB : 5-10 /LPB : 3-6 /LPB :6

:: ++

Kristal Silinder

::-

DIAGNOSA KERJA G2P1A0 gravid posterm 43 minggu+5 hari

RENCANA TINDAKAN CTG Pematangan s erviks Induksi

TERAPI Gastrol 4 tablet Amoxcylin 3x1 Asam mefenamat 3x1 SF 1x1

PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad fungtionam Quo ad sanationam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

TEORI

SEROTINUS

KELAINAN LAMANYA HAMIL

Lamanya kehamilan < 22 minggu 22-28 minggu 28-37 minggu 37-42 minggu >42 minggu

Berat anak < 500 gr 500 1000 gr 1000 gr 2500 gr >2500 gr 4500 gr Abortus

istilah

Partus immaturus Partus prematurus Partus aterm (maturus) Partus serotinus

DEFINISI SEROTINUS

Serotinus atau kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate, posterm atau pasca maturitas adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari (WHO 1977, FIGO 1986). Kehamilan postmatur (serotinus) menurut Prof. Dr. dr. Sarwono Prawirohardjo adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu lengkap di hitung dari HPHT. Sedangkan menurut Ida Bagus Gde Manuaba kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi waktu 42 minggu belum terjadi persalinan.

ETIOLOGI Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan serotinus sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut o Pengaruh Progesteron

Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan serotinus adalah karena masih berlangsungnya pengaruh progesterone. o Teori Oksitosin Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan serotinus memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab kehamilan serotinus. o Teori Kortisol/ACTH Janin Dalam teori ini diajukan bahwa pemberi tanda untuk dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung lewat bulan. o Saraf Uterus Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan serotinus. o Herediter Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan serotinus mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan serotinus saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan serotinus.

PERMASALAHAN PADA KEHAMILAN SEROTINUS

Kehamilan serotinus mempunyai resiko lebih tinggi daripada kehamilan aterm, terutama terhadap kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum) berkaitan dengan aspirasi mekonium dan asfiksia.

Pengaruh kehamilan serotinus antara lain sbb: Perubahan pada plasenta Disfungsi placenta merupakan factor penyebab terjadinya komplikasi pada kehamilan serotinus dan meningkatnya resiko pada janin. Penurunan fungsi plasenta dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Perubahan yang terjadi pada plasenta sebagai berikut: Penimbunan kalsium Pada kehamilan serotinus terjadi peningkatan penimbunan kalsium pada plasenta. Hal ini dapat menyebabkan gawat janin dan bahkan kematian janin intrauterine yang dapat meningkat 2-4 kali lipat. Timbunan kalsium plasenta meningkat sesuai dengan progresivitas degenerasi plasenta.Namun,beberapa villi mungkin mengalami degenerasi tanpa mengalami kalsifikasi. Selaput vaskulosinsial menjadi tambah tebal dan jumlahnya berkurang.Keadaan ini dapat menurunkan mekanisme transport plasenta. Terjadi proses degenerasi jaringan plasenta seperti edema, timbunan fibrinoid, fibrosis, thrombosis intervilli, dan infark villi. Perubahan biokimia Adanya insufisiensi plasenta menyebabkan protein plasenta dan kadar DNA dibawah normal, sedangkan konsentrasi RNA meningkat.Transpor kalsium tidak terganggu, aliran natrium, kalium, dan glukosa menurun. Pengangkutan bahan dengan berat molekul tinggi seperti asam amino, lemak, dan gama globulin biasanya mengalami gangguan sehingga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin intrauterine.

10

Pengaruh pada Janin Pengaruh kehamilan serotinus terhadap janin sampai saat ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli menyatakan bahwa kehamilan serotinus menambah bahaya pada janin, sedangkan beberapa ahli menyatakan bahwa bahaya kehamilan serotinus terhadap janin terlalu dilebihkan. Kiranya kebenaran terletak diantara keduanya. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan

resiko 3 kali. Akibat dari proses penuaan plasenta, pemasokan makanan dan oksigen akan menurun disamping adanya spasme arteri spiralis. Sirkulasi uteroplasental akan berkurang dengan 50% menjadi hanya 250 ml/menit. Beberapa pengaruh kehamilan serotinus terhadap janin antara lain sebagai berikut: Berat janin. Bila terjadi perubahan anatomik yang besar pada plasenta, maka terjadi penurunan berat janin. Dari penelitian Vorherr tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan sudah 42 minggu. Namun seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Sindroma postmaturitas Dapat dikenali pada neonatus dengan ditemukannya beberapa tanda seperti gangguan pertumbuhan, dehidrasi, kulit kering, keriput seperti kertas (hilangnya lemak subkutan), kuku tangan dan kaki panjang, tulang tengkorak lebih keras, hilangnya vernik kaseosa dan lanugo, maserasi kulit terutama daerah lipat paha dan genital luar, warna coklat kehijauan atau kekuingan pada kulit dan tali pusat, muka tampak menderita, dan rambut kepala banyak atau tebal. Tidak seluruh neonatus kehamilan serotinus menunjukan tanda postmaturitas tergantung fungsi plasenta. Umumnya didapat sekitar 12-20% neonates dengan tanda postmaturitas pada kehamilan serotinus.

11

Tanda Bayi Serotinus Tanda serotinus dapat di bagi dalam 3 stadium (Sarwono Prawirohardjo) : 1. Stadium I Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas. 2. Stadium II Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit 3. Stadium III Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat Tanda bayi Serotinus (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998) 1. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram) 2. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur 3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang 4. Verniks kaseosa di bidan kurang 5. Kuku-kuku panjang 6. Rambut kepala agak tebal 7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel Gawat janin atau kematian perinatal Menunjukan angka meningkat setelah kehamilan 42 minggu atau lebih, sebagian besar terjadi inpartum. Umumnya disebabkan oleh: - Makrosomia yang dapat menyebabkan terjadinya distosia pada persalinan, fraktur pada klavikula, palsi ERb-duchene, sampai kematian bayi. - Insufisiensi plasenta yang berakibat: o Pertumbuhan janin terhambat o Oligohidramnion: terjdi kompresi tali pusat, keluar mekonium yang kental,perubahan abnormal jantung janin. o Hipoksia janin o Keluarnya mekonium yang berakibat dapat terjadi aspirasi mekonium pada janin.
12

- Cacat bawaan : terutama akibat hipoplasi adrenal dan anensefalus Kematian janin akibat akehamilan serotinus terjadi pada 30% sebelum persalinan, 55% dalam persalinan dan 15 % pascanatal. Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi baru lahir ialah suhu yang tak stabil, hipoglikemia, polisitemia, dan kelainan neurologik. Pengaruh pada ibu Morbiditas/mortalitas ibu : dapat meningkat sebagai akibat dari makrosomia janin dan tulang tengkorak menjadi lebih keras yang menyebabkan terjadi distosia

persalinan, incoordinate uterine action, partus lama, meningkatkan tindakan obstetrik dan persalinan traumatis/ perdarahan postpartum akibat bayi besar. Aspek emosi : ibu dan keluarga menjadi cemas bilamana kehamilan terus berlangsung melewati taksiran persalinan. Pengaruh terhadap ibu dan janin pada kehamilan serotinus (Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I, 1998) Terhadap ibu : partus lama, kesalahan letak, insersia uteri, perdarahan postpartum. Terhadap janin : jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin. Pengaruh post maturitas pada janin bervariasi : berat badan janin dapat bertambah besar, tetp, dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan. Bayi besar dapat menyebabkan disproporsi sefalopelvik. Oligohidramnion dapat menyebabkan kompresi tali pusat, gawat janin sampai bayi meninggal. Keluarnya mekoneum yang dapat menyebabkan aspirasi mekoneum.

DIAGNOSIS Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam menentukan diagnosis kehamilan serotinus karena diagnosis ini ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap kondisi kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan serotinus

13

merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Kasus kehamilan serotinus yang tidak dapat ditegakkan secara pasti diperkirakan sebesar 22%. Dalam menentukan diagnosis kehamilan serotinus di samping dari riwayat haid,sebaiknya dilihat pula hasil pmeriksaan antenatal. Riwayat Haid Diagnosis kehamilan serotinus tidak sulit untuk ditegakkan bilamana hari pertama haid terakhir (HPHT) diketahui dengan pasti. Untuk riwayat haid yang dapat dipercaya, diperlukan beberapa criteria antara lain : Penderita harus yakin betul dengan HPHT nya. Siklus 28 hari dan teratur. Tidak minum obat anti hamil setidaknya 3 bulan terakhir. Selanjutnya diagnosis ditentukan dengan menghitung menurut rumus Naeggle. Berdasarkan riwayat haid, seorang penderita yang ditetapkan sebagai kehamilan serotinus kemungkinan adalah sebagai berikut. o Terjadi kesalahan dalam menentukan tanggal haid terakhir atau akibat menstruasi abnormal o Tanggal haid terakhir diketahui jelas, tetapi terjadi kelambatan ovulasi. o Tidak ada kesalahan menentukan haid terakhir dan kehamilan memang berlangsung lewat bulan ( keadaan ini sekitar 20-30% dari seluruh penderita yang diduga

kehamilan serotinus). Riwayat pemeriksaan antenatal o Tes kehamilan. Bila pasien melakukan pemeriksaean tes imunologik sesudah terlambat 2 minggu, maka dapat diperkirakan kehamilan memang telah berlangsung 6 minggu. o Gerak janin. Gerak janin /quickening pada umumnya dirasakan ibu pada umur kehamilan 18-20 minggu. Pada primigravida dirasakan sekitar umur kehamilan 18 minggu, sedangkan pada multigravida pada 16 minggu. Petunjuk umum untuk

14

menentukan persalinan adalah quickening ditambah 22 minggu pada primigravida atau ditambah 24 minggu pada multiparitas. o Denyut jantung janin (DJJ). Dengan stetoskop Laennec DJJ dapat didengar mulai umur kehamilan 18-20 minggu, sedangkan dengan Doppler dapat terdengar pada usia kehamilan 10-12 minggu. Kehamilan dapat dinyatakan sebagai kehamilan serotinus bila didapat 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan sebagai berikut: Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan positif Telah lewat 32 minggu sejak DJJ pertama terdengar dengan Doppler Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali. Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya DJJ pertama kali dengan stetoskop Laennec. Tinggi fundus uteri Dalam trimester pertama pemeriksaan tinggi fundus uteri serial dalam sentimeter dapat bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan secara berulanh tiap bulan. Lebih dari 20 minggu, tinggi fundus uteri dapat menentukan umur kehamilan secara kasar. Pemeriksaan Ultrasonografi ( USG ) Ketetapan usia gestasi sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaaan ultrasonografi pada trimester pertama. Kesalahan perhitungan dengan rumus naegle dapat mencapai 20% Bila telah dilakukan pemeriksaan ultrasonografi serial terutama sejak trimester pertama, hampir dapat dipastikan usia kehamilan. Pada trimester pertama pemeriksaan panjang kepalatungging (crown-rump length/CRL) memberikan ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan. Pada umur kehamilan sekitar 16-26 minggu, ukuran diameter biparietal dan panjang femur memberikan ketepatan sekitar 7 hari dari taksiran persalinan. Selain CRL, diameter biparietal dan panjang femur, beberapa parameter dalam pemeriksaan USG juga dapat dipakai seperti lingkar perut , lingkar kepala,dan beberapa rumus yang merupakan perhitungan dari beberapa hasil pemeriksaan parameter tersebut
15

diatas. Sebaliknya, pemeriksaan sesaat setelah trimester III dapat dipakai untuk menentukan berat janin, keadaan air ketuban, ataupun keadaan plasenta yang sering berkaitan dengan kehamilan serotinus, tetapi sukar untuk memastikan usia kehamilan. Pemeriksaan radiologi Umur kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Gambaran epifisis femur bagian distal paling dini dapat dilihat pada kehamilan 32 minggu, efipisis tibia proximal terlihat setelah umur kehamilan 36 minggu, dan epifisis kuboid pada kehamilan 40 minggu. Cara ini sekarang jarang dipakai selain karena dalam pengenalan pusat penulangan seringkali sulit, juga pengaruh radiologik yang kurang baik terhadap janin. Pemeriksaan Laboratorium o Kadar Lesitin/ spingomielin Bila lesitin / spingomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka umur kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spingomielin: 28-32 minggu, pada kehamilan genap bulan rasio menjadi 2: 1. Pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk menentukan kehamilan serotinus, tetapi hanya digunakan untuk menentukan apakah janin cukup umur/matang untuk dilahirkan yang berkaitan dengan mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan. o Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA) Histwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan. Pada umur kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila didapat ATCA antara 42-46 detik menunjukan bahwa kehamilan berlangsung lewat waktu. o Sitologi cairan amnion Pengenceran nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion. Bila jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10%, maka kehamilan diperkirakan 36 minggu san apabila 50% atau lebih, maka umur kehamilan 39 minggu atau lebih.

16

o Sitologi vagina Pemeriksaan sitologi vagina (indeks kariopiknotik>20%) mempunyai sensitivitas 75%. Perlu diingat bahwa kematangan servik tidak dapat dipakai untuk menentukan usia gestasi.

PENGELOLAAN Kehamilan serotinus merupakan masalah yang banyak dijumpai dan sampai saat ini pengelolaannya masih belum memuaskan dan masih banyak perbedaan pendapat. Perlu ditetapkan terlebih dahulu bahwa pada setiap kehamilan serotinus dengan komplikasi spesifik seperti diabetes mellitus, kelainan factor rhesus atau isoimunisasi, preeclampsia/eklampsia , dan hipertensi kronik yang meningkatkan resiko terhadap janin, kehamilan jangan dibiarkan berlangsung lewat bulan. Demikian pula dengan kehamilan resiko lain seperti primitua, infertilitas, riwayat obstetric yang jelek. Tidak ada ketentuan atau aturan yang pasti dan perlu dipertimbangkan masing-masing kasus dalam pengelolaan kehamilan serotinus. Beberapa masalah yang sering dihadapi pada pengelolaan kehamilan serotinus antara lain sebagai berikut: o Pada beberapa penderita , umur kehamilan tidak selalu dapat ditentukan dengan tepat, sehingga janin bisa saja matur sebagaimana yang diperkirakan. o Sukar menentukan apakah janin mati, berlangsung terus,atau mengalami morbiditas serius bila tetap dalam rahim. o Sebagian besar janin tetap dalam keadaan baik dan tambah terus sesuai dengan tambahnya umur kehamilan dan tumbuh semakin besar. o Pada saat kehamilan mencapai 42 minggu, pada beberapa penderita didapatkan sekitar 70% servik belum matang dengan nilai bishop rendah sehinngga induksi tidak selalu berhasil. o Persalinan yang berlarut-larut akan sangat merugikan bayi serotinus. o Pada serotinus sering terjadi disproporsi kepala panggul dan distosia bahu (8% pada kehamilan genap bulan, 14 % pada serotinus).

17

o Janin serotinus lebih peka terhadap obat penenang dan narkose, sehingga perlu penetapan jenis narkose yang sesuai bila dilakukan bedah sesar (risiko bedah sesar 0,7 % pada genap bulan dan 1,3 % pada serotinus). o Pemecahan selaput ketuban akan meningkatkan resiko kompresi tali pusat tetapi sebaliknya dengan pemecahan selaput ketuban akan dapat diketahui adanya mekonium dalam cairan amnion. Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat dalam pengelolaan kehamilan serotinus. Beberapa kontroversi dalam pengelolaan kehamilan serotinus antara lain adalah: Apakah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara aktif yaitu dilakukan induksi setelah ditegakkan diagnosis serotinus ataukah sebaiknya dilakukan pengelolaan secara ekspektatif/ menunggu. Bila dilakukan pengelolaan aktif apakah kehamilan sebaiknya diakhiri pada usia kehamilan 41/42 minggu. Pengelolaan aktif : yaitu dengan cara melakukan persalinan anjuran pada usia kehamilan 41 atau 42 minggu untuk memperkecil resiko terhadap janin. Pengelolaan pasif/menunggu/ ekspektatif : didasarkan pandangan bahwa persalinan anjuran yang dilakukan semata-mata atas dasar serotinus mempunyai resiko atau komplikasi cukup besar terutama resiko persalinan operatif sehingga menganjurkan untuk dilakukan pengawasan terus-menerus terhadap kesejahteraan janin, baik secara biofisik maupun biokimia sampai persalinan berlangsung dengan sendirinya atau timbul indikasi untuk mengakhiri kehamilan. Sebelum mengambil langkah, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kehamilan serotinus adalah sebagai berikut : o Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan (serotinus)atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan kepada serotinus ini. o Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin. - Pemeriksaan kardiotofografi seperti nonstress test(NST)dan contraction stress test dapat mengetahui kesejahteraan janin sebagai reaksi terhadap gerak janin atau
18

dua variasi dari

kontraksi uterus. Bila didapat hasil reaktif, maka nilai spesifisitas 98,8% menunjukan kemungkinan besar janin baik.Pemeriksaan ultrasonografi untuk menetukan besar janin, denyut jantung janin, gangguan pertumbuhan janin, keadaan dan kematangan plasenta, jumlah (indeks cairan amnion) dan kualitas air ketuban. - Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan seperti pemeriksaan kadar estriol. - Gerakan janin dapat ditentukan secara subjektif ( normal rata-rata 7 kali/ 20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal 10 kali/20 menit) - Amnioskopi. Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin keadaan janin masih baik. Sebaliknya, air ketuban sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami asfiksia 33%. Periksa kematangan service dengan skor BISHOP. Kematangan service ini memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan serotinus. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana servic telah matang. Pada umunya penatalaksanaan sudah dimulai sejak umur kehamilan mencapai 41 minggu dengan melihat kematangan servic, mengingat dengan bertambahnya umur kehamilan, maka dapat terjadi keadaan yang kurang menguntungkan, seperti janin tumbuh makin besar atau sebaliknya, terjadi kemunduran fungsi plasenta dan oligohidramnion. Kematian janin neonates meningkat 5-7 % pada persalinan 42 minggu atau lebih. Bila servic telah matang (dengan nilai bishop >5) dilakukan induksi persalinan dan dilakukan pengawasan intrapartum terhadap jalannya persalinan dan keadaan janin. Induksi pada servic yang telah matang akan menurunkan resiko kegagalan ataupun persalinan tindakan. Bila servic belum matang, perlu dinilai keadaan janin lebih lanjut apabila kehamilan tidak diakhiri: - NST dan penilaian volume kantong amnion . Bila keduanya normal, kehamilan dapat dibiarkan berlanjut dan penilaian janin dilanjutkan seminggu 2 kali.

19

- Bila ditemukan oligohidramnion (<2 cm pada kantong yang vertical atau indeks cairan amnion <5) atau dijumpai deselerasi variable pada NST , maka dilakukan induksi persalinan. - Bila volume cairan amnion normal dan NST tidak reaktif, tes pada kontraksi (CST) harus dilakukan. Bila hasil CST positif, terjadi deselerasi lambat berulang, variabilitas abnormal (< 5/20 menit) menunjukan penurunan fungsi plasenta janin, mendorong agar janin segera dilahirkan dengan mempertimbangkan bedah sesar. Sementara itu, bila CST negative kehamilan dapat dibiarkan berlangsung dan penilaian janin dilakukan lagi 3 hari kemudian. - Keadaan servik ( skor bishop) harus dinilai ulang setiap kunjungan pasien dan kehamilan dapat diakhiri bila servik matang. Kehamilan lebih dari 42 minggu diupayakan diakhiri.

BISHOP SCORE Nilai Bishop adalah suatu standarisasi objektif dalam memilih pasien yang lebih cocok untuk dilakukan induksi persalinan letak verteks.

Faktor yang dinilai : o Pembukaan serviks o Pendataran serviks o Penurunan kepala (station) o Konsistensi serviks o Posisi serviks Keterangan: o Metode ini telah digunakan selama beberapa tahun dan telah terbukti memuaskan. o Nilai Bishop 6 bisa berhasil induksi dan persalinan pervaginam. o Seleksi pasien untuk induksi persalianan dengan letak verteks o Dipakai pada multiparitas dan kehamilan 36 minggu atau lebih.

20

Faktor 0 Pembukaan serviks Pendataran serviks (%) Penurunan kepala diukur -3 -2 0-30 40-50 0 1 1-2

Nilai 2 3-4 3 5 80

60-70

-1, 0

+1, +2

dari bidang HIII (cm) Konsistensi serviks Posisi serviks Kebelakang Searah sumbu jalan lahir Kedepan Keras Sedang Lunak -

PENGELOLAAN SELAMA PERSALINAN Pemantauan yang baik terhadap ibu (aktivitas uterus) dan kesejahteraan janin. Pemakaian continuous electronic fetal monitoring sangat bermanfaat. Hindari penggunaan obat penenang atau analgetik selama persalinan. Awasi jalannya persalinan. Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi kegawatan janin. Cegah terjadinya aspirasi mekonium dengan segera megusap wajah neonatus dan dilanjutkan resusitasi sesuai dengan prosedur pada janin dengan cairan ketuban bercampur mekonium. Segera setelah lahir, bayi harus segera diperiksa terhadap kemungkinan hipoglikemia, hipovolemia, hipotermi, dan polisitemia. Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda postmaturitas. Hati-hati kemungkinan terjadi distosia bahu.

21

Perlu kita sadari bahwa persalinan adalah saat paling berbahaya bagi janin dengan serotinus sehingga setiap persalinan kehamilan serotinus harus dilakukan pengamatan ketat dan sebaiknya dilaksanakan dirumah sakit dengan pelayanan operatif dan perawatan neonatal yang memadai

22

PEMBAHASAN

Serotinus atau kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, postdate, posterm atau pasca maturitas adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari (WHO 1977, FIGO 1986). Dari kasus diatas pada anamnesis didapatkan HPHT pada pasien ini adalah tanggal 18 Januari 2012 dan didapatkan lamanya kehamilan menurut rumus Naegel adalah 43 minggu + 5 hari. Sehingga sudah dapat dikatakan kehamilan serotinus. Menurut teori salah satu etiologi serotinus adalah herediter. Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan serotinus mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TFU 34 cm dan kepala belum masuk PAP sehingga didapatkan TBJ 3.410 gr. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang ibu mengalami kehamilan serotinus saat melahirkan anak perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan serotinus. Teori ini sesuai dengan kasus diatas dimana pasien pada riwayat obstetrinya juga mengalami serotinus pada anak pertama dengan jenis kelamin perempuan. Menurut teori tanda-tanda bayi serotinus : Tak ada lanugo Kuku panjang Rambut kepala banyak Air ketuban sedikit dan mengandung mekonium Kulit keriput,mengelupas , sering berwarna kekuningan

23

Pada kasus ini juga didapatkan keterangan mengenai bayi : o Bayi lahir tidak segera menangis dan hanya merintih o JK: perempuan, BB 3900 gr, PB 52 cm o Rambut kepala banyak, kuku panjang, air ketuban sedikit Dari ciri-ciri diatas termasuk kedalam tanda-tanda bayi serotinus Pada kasus ini dilakukan pematangan servik terlebuh dahulu karena menurut teori kematangan service memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan serotinus. Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana servic telah matang.

24

You might also like