You are on page 1of 26

1 I. 1 I.

PENDAHULUAN Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek yang memiliki panjang s ekitar 2 m, diameter 0,7 m, lebar 0,4 0,7 m dan bersifat anaerob fakultati f. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi y ang nyata (Smith Keary, 1988 ; Jawetz et al., 1995). E. coli dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1 . E. Coli (Smith Keary,1988) 2. Manfaat dan Patogenesitas E. coli adalah anggota flora normal us us. E. coli berperan penting dalam sin tesis vitamin K, konversi pigm en pigmen empedu, asam

asam empedu dan penyerapan zat zat makanan. E. coli termasuk ke dalam bakteri hete rotrof yang memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya kare na tidak dapat menyusun sendiri zat organik y ang dibutuhkannya. Zat organik dip eroleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini me nguraikan zat organik dalam ma kanan menjadi zat anorganik, yaitu CO
2

,H
2

O, energi, dan mineral. Di dal am lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia n utrisi bagi tumbuhan (Ganiswarna, 1995). 2 E. coli menjadi patogen jika jumlah ba kteri ini dalam saluran pencer naan meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus dia re. E. coli berasosiasi dengan entero patogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (jawetz et al., 1995). Manifestasi klinik infeksi ole h E. coli

bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat dibedakan dengan g ejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri lain (jawetz et al., 1995). Peny akit yang disebabkan oleh E. coli yaitu : 1. Infeksi saluran kemih E. coli merupakan penyebab infeksi sal uran kemih pada kira kira 90 % wanita muda. Gejala dan tanda tandanya antara lain sering ke ncing, disuria, hematuria, dan piuria. Nyeri p inggang berhubun gan dengan infeksi saluran kemih bagian atas. 2. Diare E. coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia. E. coli diklasifikasikan oleh ciri kha s sifat sifat virulensinya, dan setiap kelompok menimbulkan penyakit melalui m ekanisme yang b erbeda. Ada lima kelompok galur E. coli yang patogen, yaitu : a . E. coli Enteropatogenik (EPEC) EPEC penyebab penting diare pa da bayi, khususnya di negara b

erkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan deng an wabah diare pada anak anak di negara maju. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. 3 b . E. coli Enterotoksigenik (ETEC) ETEC penyebab yang sering dari diare wisatawan dan penyeba b diare pada bayi di negara berkembang. Fak tor kolonisasi ETEC yang spesi fik untuk manusia menimbulkan pelekatan ETEC pada sel e pitel usus kecil. c. E. coli Enteroinvasif (EIEC) EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosi s. Penyakit yang paling sering pada anak anak di negara berkembang dan para wisatawan yang menuju negara tersebut. G alur EIEC bersifat non lakto sa atau melakukan fermentasi laktosa dengan lamb at serta bersifat tidak dapat bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui i nvasinya ke sel epitel mukosa usus. d. E. coli Enterohemoragik (EHEK) EHEK menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotok sisnya pada sel Vero, suatu ginjal dari monyet

hijau Afrika. e . E. coli Enteroagregatif (EAEC) EAEC menyebabkan diare akut da n kronik pada masyarakat di ne gara berkembang. 3. Sepsis Bila pertahanan inang normal t idak mencukupi, E. coli dapat memasu ki aliran darah dan menyebabkan sepsis. 4. Meningitis E. coli dan Streptokokus adalah penyebab utama meningit is pada bayi. E. coli merupakan penyebab pada sekita r 40% kasus meningitis neonata l (Jawetz et al ., 1996). 4 3 Pengobatan Infeksi oleh E. coli d apat diobati menggunakan sulf onamida, ampisilin, sefalosporin, kloramfenikol, t etrasiklin dan aminoglikosida. Aminoglikosida kurang baik diserap oleh gast rointestinal, dan mempunyai ef ek beracun pada ginjal. Jenis antibiotik yang paling sering digunakan adalah ampisilin. Ampisilin adalah asam organik

yang terdiri dari satu inti si klik dengan satu rantai samping. Inti sikl ik terdiri dari cincin tiazoli din dan cincin betalaktam, sedangkan rantai sampingnya me rupakan gugus amino bebas yang mengikat satu atom H (Ganiswarna, 1995). Struktur ampisilin dapat dilih at pada gambar 2. Gambar 2. Struktur kimia ampis ilin (Farmakope IV, 1995) Ampisilin memiliki spektrum ke rja yang luas terhadap bakteri Gram negatif, misalnya E. coli, H. Influenzae, Salmon ella , dan be berapa genus Proteus . Namun ampisilin tidak aktif te rhadap Pseudomonas, Klebsiella , dan Enterococci (Setiabudy dalam Ganiswarna, 1 995). Ampisilin banyak digunak an untuk mengatasi berbagai infeksi sal uran pernafasan, saluran cerna dan saluran kemih (Tan Hoa n Tjay dan Raharja, 2002). 3.1 . Mekanisme Kerja Ampisilin Mekanisme kerja dari antibioti k ampisilin adalah dengan meng hambat pembentukan ikatan silang pada biosintesis peptidoglikan yan g melibatkan 5 penicillin -

binding protein (PBP). Pada E. coli, PBP1 3 mer upakan enzim bifungsi yang mengkatalisis reaksi tran sglikosilase dan transpeptidas e serta PBP3 6 mengkatalisis reaksi karboksip eptidasi (Chopra dalam D. S. R etnoningrum, 1998). Mekanisme kerja ampisilin dapa t dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Mek anisme kerja ampisilin (Salyer s et al ., 1994) 3 . 2 . Resistensi Terhadap Ampisili n Salah satu obat pilihan yang d igunakan untuk mengobati infek si saluran urin yang disebabkan oleh E. coli adalah ampisilin. Namun E. coli dilaporkan telah resisten terhadap am pisilin sehingga tidak digunak an lagi. Untuk menanggulangi terjadinya resis tensi pada ampisilin maka dipe rlukan pengobatan antimikroba yang lain seperti trimethoprim sulfamethoxazol (TMP SMZ),

siprofloxacin, norfloxacin, ni trofurantoin, dan fluoroquinol on. Dilaporkan pada 6 tahun 1995 sampai 2001 terjadi kecenderungan resistensi anti mikroba terhadap isolat E. coli dalam infeksi saluran urin pad a pasien wanita di Amerika Ser ikat, 14,8 17% pertahun resisten terhadap trimethoprim sulfametoxazol, 0,7 2,5% pertahu n resisten terhadap siprofloxa cin, 0,4 0,8% pertahun resisten terhada p nitrofurantoin, dan 36 37,4% per tahun resisten terha dap ampisilin, nilai presentase tersebut bervariasi dalam setiap tahunnya (Karlow sky et al ., 2002). Resistensi intrinsik pada ampi s ilin disebabkan oleh ekspresi gen, yaitu gen pengkode betalaktamase yang be rlokasi pada kromosom bakteri gram negatif. Gen ini mengkode enzim betalak tamase yang menginaktivasi cin cin betalaktam ampisilin dengan cara menghidr olisis cincin betalaktam terse

bu t, sehingga menjadi resisten terhadap ampi silin (Russel and Chopra, 1990 ). Resistensi ampisilin dapat jug a disebabkan oleh ekspresi gen pengkode betalaktamase yang terdapat pa da plasmid. Plasmid adalah ele men genetik ekstrakromosom yang bereplikas i secara otonom. Plasmid membawa gen pengkode resisten antibiotik, salah satunya adalah ampisilin . Resistensi yang diperantai oleh plasmid adalah resistensi yang umum ditemuka n pada isolat klinik. Gen yang berlokasi pad a plasmid lebih mudah pindah j ika dibandingkan dengan gen yang berlokasi pada kromosom, sehingga gen resist ensi yang berlokasi pada plasmid dapat d itransfer dari satu bakteri k e bakteri yang lain (Ganiswarna, 1995 ; Tjay dan R ahardja, 2002). Resistensi menghasilkan peruba han bentuk pada gen bakteri y ang disebabkan oleh 2 proses genet ik dalam bakteri : 1. Mutasi dan seleksi (evolusi ve rtikal) 7 Evolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada kromosom bakteri memberikan re sistensi terhadap suatu popula si bakteri. Pada lingkungan tert entu bakteri yang tidak termut

asi (nonmutan) mati, sedangkan bakteri yang termutasi (mutan) menjadi resisten, kemudian tu mbuh dan berkembang biak. 2. Perubahan gen antar galur dan spesies (evolusi horizontal) Evolusi horizontal yaitu penga mbilalihan gen resis tensi dari organisme lain. Contohnya, streptomices mempunyai gen resistensi terha dap streptomisin. Tetapi kemudian gen ini lepas dan masuk ke dalam E. coli atau Shighella sp . Beberapa bakteri mengembangkan resistensi genetik melalui pr oses mutasi dan selek si, kemudian memberikan gen in i kepada beberapa bakteri lain melalui salah satu proses perubahan ge netik pada bakteri. Penyakit infeksi yang disebabk an oleh bakteri patogen merupa kan permasalahan kesehatan yang pe rnah dihadapi oleh hampir seti ap orang. Hin gga saat ini, cara yang dilakukan untuk pengobatan berbagai jeni s penyakit infeksi adalah dengan pemberian antibi otik. Jenis antibiotik yang pa ling banyak digunakan adalah betalaktam. A ntibiotik ini dipilih karena t ingkat selektivitasnya tinggi, mudah dipe roleh, dan analog sintetiknya

tersedia dalam jumlah banyak. Meningkatnya penggunaan antibi otik betalaktam, memacu mening katnya resistensi bakteri terhadap an tibiotik tersebut. Mekanisme u tama resistensi bakteri Gram positif dan Gram negatif terhadap antibi otik betalaktam yakni dengan menghasilkan enzim betalaktama se, yang berperan memotong cin cin betalaktam, sehingga aktivitas antibakteri nya hilang. Enzim betalaktamase merupakan enzim 8 perusak penisilin yang dihasil kan oleh sejumlah bakteri gram negatif. Enz im ini membuka cincin betalaktam dari pensilin dan sefalosporin ser ta menghilangkan daya antimikrobanya. Klasifika si betalaktamase sangat komple ks, didasarkan atas sifat genetik, sifat sifat biokimia, dan substrat y ang berafinitas terhadap inhib itor betala ktamase (Jawet et al., 1995). 4. Inhibitor Betalaktamase Inhibitor betalaktamase adalah suatu zat yang dapat menghamb at kerja enzim betalaktamase. Inhibitor betalaktamase dalam keadaan t unggal tidak

memberikan aktivitas antibakte ri sehingga perlu adanya komb inasi dengan antibiotik betalaktam (Ganiswa rna, 1995). Inhibitor betalaktamase yang t elah digunakan dalam pengobata n adalah asam klavulanat, tazobaktam da n sulbaktam. Inhibitor tersebu t tidak memperlihatkan aktivitas antib akteri, sehingga tidak dapat d igu nakan sebagai obat tunggal untuk menanggulangi pe nyakit infeksi. Bila dikombina si dengan antibiotik betalaktam, inhibit or ini akan mengikat enzim bet alaktamase, sehingga antibiotika pasangannya bebas dari pengrusakan oleh enzim be talaktamase dan dapat meng hambat sintesis dinding sel ba kteri yang dituju. Sifat ikata n betalaktamase dengan penghamba tnya umumnya menetap, penghamb atnya seringkali bekerja sebagai suicide inhibitor, karena ikut hancur di dalam betalaktamase yang diikatnya ( Ganiswarna,1995). Enzim betalaktamase dalam bakteri gr am negatif terdiri dari empat kelas, enzim kelas A (TEM dan SHV), e nzim kelas B, enzim kelas C bi asanya disebut AmpC resisten, dan enzim kelas D yaitu enzim OXA. Enzim kela s A merupakan 9 enzim betalaktamase yang banya

k ditemuk an, enzim kelas B merupakan en zim yang mengandung zink, enzim ke las C mengandung betalaktamase yang terletak pada kromosom dari bakteri fam ili Enterobacteriacea termasuk bakteri E. coli , dan enzim kelas D merupakan en zim yang belum banyak diketahu i (Teale, 1995). Dilaporkan 90% patogen saluran PENDAHULUAN Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek yang memiliki panjang s ekitar 2 m, diameter 0,7 m, lebar 0,4 0,7 m dan bersifat anaerob fakultati f. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi y ang nyata (Smith Keary, 1988 ; Jawetz et al., 1995). E. coli dapat dilihat pada gambar 1. Gambar 1

. E. Coli (Smith Keary,1988) 2. Manfaat dan Patogenesitas E. coli adalah anggota flora normal us us. E. coli berperan penting dalam sin tesis vitamin K, konversi pigm en pigmen empedu, asam asam empedu dan penyerapan zat zat makanan. E. coli termasuk ke dalam bakteri hete rotrof yang memperoleh makanan berupa zat oganik dari lingkungannya kare na tidak dapat menyusun sendiri zat organik y ang dibutuhkannya. Zat organik dip eroleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini me nguraikan zat organik dalam ma kanan menjadi zat anorganik, yaitu CO
2

,H
2

O, energi, dan mineral. Di dal am lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia n utrisi bagi tumbuhan (Ganiswarna, 1995). 2 E. coli menjadi patogen jika jumlah ba kteri ini dalam saluran pencer naan

meningkat atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus dia re. E. coli berasosiasi dengan entero patogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel (jawetz et al., 1995). Manifestasi klinik infeksi ole h E. coli bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat dibedakan dengan g ejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri lain (jawetz et al., 1995). Peny akit yang disebabkan oleh E. coli yaitu : 1. Infeksi saluran kemih E. coli merupakan penyebab infeksi sal uran kemih pada kira kira 90 % wanita muda. Gejala dan tanda tandanya antara lain sering ke ncing, disuria, hematuria, dan piuria. Nyeri p inggang berhubun gan dengan infeksi saluran kemih bagian atas. 2. Diare E. coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia. E. coli diklasifikasikan oleh ciri kha

s sifat sifat virulensinya, dan setiap kelompok menimbulkan penyakit melalui m ekanisme yang b erbeda. Ada lima kelompok galur E. coli yang patogen, yaitu : a . E. coli Enteropatogenik (EPEC) EPEC penyebab penting diare pa da bayi, khususnya di negara b erkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan deng an wabah diare pada anak anak di negara maju. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. 3 b . E. coli Enterotoksigenik (ETEC) ETEC penyebab yang sering dari diare wisatawan dan penyeba b diare pada bayi di negara berkembang. Fak tor kolonisasi ETEC yang spesi fik untuk manusia menimbulkan pelekatan ETEC pada sel e pitel usus kecil. c. E. coli Enteroinvasif (EIEC) EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip dengan shigelosi s. Penyakit yang paling sering pada anak anak di negara berkembang dan para wisatawan yang menuju negara tersebut. G alur EIEC bersifat non

lakto sa atau melakukan fermentasi laktosa dengan lamb at serta bersifat tidak dapat bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melalui i nvasinya ke sel epitel mukosa usus. d. E. coli Enterohemoragik (EHEK) EHEK menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotok sisnya pada sel Vero, suatu ginjal dari monyet hijau Afrika. e . E. coli Enteroagregatif (EAEC) EAEC menyebabkan diare akut da n kronik pada masyarakat di ne gara berkembang. 3. Sepsis Bila pertahanan inang normal t idak mencukupi, E. coli dapat memasu ki aliran darah dan menyebabkan sepsis. 4. Meningitis E. coli dan Streptokokus adalah penyebab utama meningit is pada bayi. E. coli merupakan penyebab pada sekita r 40% kasus meningitis neonata l (Jawetz et al ., 1996). 4

3 Pengobatan Infeksi oleh E. coli d apat diobati menggunakan sulf onamida, ampisilin, sefalosporin, kloramfenikol, t etrasiklin dan aminoglikosida. Aminoglikosida kurang baik diserap oleh gast rointestinal, dan mempunyai ef ek beracun pada ginjal. Jenis antibiotik yang paling sering digunakan adalah ampisilin. Ampisilin adalah asam organik yang terdiri dari satu inti si klik dengan satu rantai samping. Inti sikl ik terdiri dari cincin tiazoli din dan cincin betalaktam, sedangkan rantai sampingnya me rupakan gugus amino bebas yang mengikat satu atom H (Ganiswarna, 1995). Struktur ampisilin dapat dilih at pada gambar 2. Gambar 2. Struktur kimia ampis ilin (Farmakope IV, 1995) Ampisilin memiliki spektrum ke rja yang luas terhadap bakteri Gram negatif, misalnya E. coli, H. Influenzae, Salmon ella , dan be berapa genus Proteus . Namun ampisilin tidak aktif te rhadap Pseudomonas, Klebsiella , dan Enterococci (Setiabudy dalam Ganiswarna, 1 995). Ampisilin banyak digunak an untuk

mengatasi berbagai infeksi sal uran pernafasan, saluran cerna dan saluran kemih (Tan Hoa n Tjay dan Raharja, 2002). 3.1 . Mekanisme Kerja Ampisilin Mekanisme kerja dari antibioti k ampisilin adalah dengan meng hambat pembentukan ikatan silang pada biosintesis peptidoglikan yan g melibatkan 5 penicillin binding protein (PBP). Pada E. coli, PBP1 3 mer upakan enzim bifungsi yang mengkatalisis reaksi tran sglikosilase dan transpeptidas e serta PBP3 6 mengkatalisis reaksi karboksip eptidasi (Chopra dalam D. S. R etnoningrum, 1998). Mekanisme kerja ampisilin dapa t dilihat pada gambar 2. Gambar 2. Mek anisme kerja ampisilin (Salyer s et al ., 1994) 3 . 2 . Resistensi Terhadap Ampisili n Salah satu obat pilihan yang d igunakan untuk mengobati infek si saluran urin yang disebabkan oleh

E. coli adalah ampisilin. Namun E. coli dilaporkan telah resisten terhadap am pisilin sehingga tidak digunak an lagi. Untuk menanggulangi terjadinya resis tensi pada ampisilin maka dipe rlukan pengobatan antimikroba yang lain seperti trimethoprim sulfamethoxazol (TMP SMZ), siprofloxacin, norfloxacin, ni trofurantoin, dan fluoroquinol on. Dilaporkan pada 6 tahun 1995 sampai 2001 terjadi kecenderungan resistensi anti mikroba terhadap isolat E. coli dalam infeksi saluran urin pad a pasien wanita di Amerika Ser ikat, 14,8 17% pertahun resisten terhadap trimethoprim sulfametoxazol, 0,7 2,5% pertahu n resisten terhadap siprofloxa cin, 0,4 0,8% pertahun resisten terhada p nitrofurantoin, dan 36 37,4% per tahun resisten terha dap ampisilin, nilai presentase tersebut bervariasi

dalam setiap tahunnya (Karlow sky et al ., 2002). Resistensi intrinsik pada ampi s ilin disebabkan oleh ekspresi gen, yaitu gen pengkode betalaktamase yang be rlokasi pada kromosom bakteri gram negatif. Gen ini mengkode enzim betalak tamase yang menginaktivasi cin cin betalaktam ampisilin dengan cara menghidr olisis cincin betalaktam terse bu t, sehingga menjadi resisten terhadap ampi silin (Russel and Chopra, 1990 ). Resistensi ampisilin dapat jug a disebabkan oleh ekspresi gen pengkode betalaktamase yang terdapat pa da plasmid. Plasmid adalah ele men genetik ekstrakromosom yang bereplikas i secara otonom. Plasmid membawa gen pengkode resisten antibiotik, salah satunya adalah ampisilin . Resistensi yang diperantai oleh plasmid adalah resistensi yang umum ditemuka n pada isolat klinik. Gen yang berlokasi pad a plasmid lebih mudah pindah j ika dibandingkan dengan gen yang berlokasi pada kromosom, sehingga gen resist ensi yang berlokasi pada plasmid dapat d itransfer dari satu bakteri k e bakteri yang lain (Ganiswarna, 1995 ; Tjay dan R ahardja, 2002). Resistensi menghasilkan peruba

han bentuk pada gen bakteri y ang disebabkan oleh 2 proses genet ik dalam bakteri : 1. Mutasi dan seleksi (evolusi ve rtikal) 7 Evolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada kromosom bakteri memberikan re sistensi terhadap suatu popula si bakteri. Pada lingkungan tert entu bakteri yang tidak termut asi (nonmutan) mati, sedangkan bakteri yang termutasi (mutan) menjadi resisten, kemudian tu mbuh dan berkembang biak. 2. Perubahan gen antar galur dan spesies (evolusi horizontal) Evolusi horizontal yaitu penga mbilalihan gen resis tensi dari organisme lain. Contohnya, streptomices mempunyai gen resistensi terha dap streptomisin. Tetapi kemudian gen ini lepas dan masuk ke dalam E. coli atau Shighella sp . Beberapa bakteri mengembangkan resistensi genetik melalui pr oses mutasi dan selek si, kemudian memberikan gen in i kepada beberapa bakteri lain melalui salah satu proses perubahan ge netik pada bakteri. Penyakit infeksi yang disebabk an oleh bakteri patogen merupa

kan permasalahan kesehatan yang pe rnah dihadapi oleh hampir seti ap orang. Hin gga saat ini, cara yang dilakukan untuk pengobatan berbagai jeni s penyakit infeksi adalah dengan pemberian antibi otik. Jenis antibiotik yang pa ling banyak digunakan adalah betalaktam. A ntibiotik ini dipilih karena t ingkat selektivitasnya tinggi, mudah dipe roleh, dan analog sintetiknya tersedia dalam jumlah banyak. Meningkatnya penggunaan antibi otik betalaktam, memacu mening katnya resistensi bakteri terhadap an tibiotik tersebut. Mekanisme u tama resistensi bakteri Gram positif dan Gram negatif terhadap antibi otik betalaktam yakni dengan menghasilkan enzim betalaktama se, yang berperan memotong cin cin betalaktam, sehingga aktivitas antibakteri nya hilang. Enzim betalaktamase merupakan enzim 8 perusak penisilin yang dihasil kan oleh sejumlah bakteri gram negatif. Enz im ini membuka cincin betalaktam dari pensilin dan sefalosporin ser ta menghilangkan daya antimikrobanya. Klasifika si betalaktamase sangat komple ks, didasarkan atas sifat genetik, sifat

sifat biokimia, dan substrat y ang berafinitas terhadap inhib itor betala ktamase (Jawet et al., 1995). 4. Inhibitor Betalaktamase Inhibitor betalaktamase adalah suatu zat yang dapat menghamb at kerja enzim betalaktamase. Inhibitor betalaktamase dalam keadaan t unggal tidak memberikan aktivitas antibakte ri sehingga perlu adanya komb inasi dengan antibiotik betalaktam (Ganiswa rna, 1995). Inhibitor betalaktamase yang t elah digunakan dalam pengobata n adalah asam klavulanat, tazobaktam da n sulbaktam. Inhibitor tersebu t tidak memperlihatkan aktivitas antib akteri, sehingga tidak dapat d igu nakan sebagai obat tunggal untuk menanggulangi pe nyakit infeksi. Bila dikombina si dengan antibiotik betalaktam, inhibit or ini akan mengikat enzim bet alaktamase, sehingga antibiotika pasangannya bebas dari pengrusakan oleh enzim be talaktamase dan dapat meng hambat sintesis dinding sel ba kteri yang dituju. Sifat ikata n betalaktamase dengan penghamba tnya umumnya menetap, penghamb atnya seringkali bekerja sebagai

suicide inhibitor, karena ikut hancur di dalam betalaktamase yang diikatnya ( Ganiswarna,1995). Enzim betalaktamase dalam bakteri gr am negatif terdiri dari empat kelas, enzim kelas A (TEM dan SHV), e nzim kelas B, enzim kelas C bi asanya disebut AmpC resisten, dan enzim kelas D yaitu enzim OXA. Enzim kela s A merupakan 9 enzim betalaktamase yang banya k ditemuk an, enzim kelas B merupakan en zim yang mengandung zink, enzim ke las C mengandung betalaktamase yang terletak pada kromosom dari bakteri fam ili Enterobacteriacea termasuk bakteri E. coli , dan enzim kelas D merupakan en zim yang belum banyak diketahu i (Teale, 1995). Dilaporkan 90% patogen saluran urin menghasilkan betalaktama se, sebanyak 94,8% adalah E. coli (Orrett and Shurland., 1996). Dilaporkan pula bahwa sampel urin pada pasien wanita penderita sistitis meng andung E. coli yang telah resisten terhadap trimet hoprim sulfamethoxazole, ampisilin, d

an siprofloxacin (Johnson et al ., 2005

You might also like