You are on page 1of 65

Pendidikan Melek Media

(Media Literacy Education)

O L E H : E VAR I S T U S AN G W A R M A S E
1. Tujuan pendidikan media

Tujuan yang hendak dicapai dengan pendidikan media


adalah:
• Membagikan pengetahuan akan jenis-jenis media
• Membagikan pemahaman akan kekuatan, peran dan
fungsi media dalam hidup sehari-hari
• Menunjukkan efek dari media
• Membangun sikap cerdas dan proaktif dalam
mengkonsumsi media
• Menjelaskan posisi Gereja dalam menyikapi
kehadiran media
2. Tentang Media Massa

1. Pengertian
Secara etimologis, frase “media massa” berasal dari
penggabungan dua suku kata “media” (yang artinya
alat atau sarana) dan “massa” (artinya orang banyak).
Maka secara sederhana, media massa berarti alat atau
sarana untuk mengkomunikasikan sesuatu kepada
banyak orang.

2. Jenis-jenis media massa


Ada 4 jenis media massa, yakni: televisi, radio, film
dan media cetak
3. Mengapa Gereja terlibat?

Dalam Inter Mirifica disebutkan bahwa Gereja tertarik untuk terlibat dalam
pendidikan media karena Gereja menyadari daya jangkau dan potensi
pengaruh yang terkandung dalam media.
 Daya jangkau: media bisa menjangkau sebanyak mungkin orang bahkan
semua orang. Dengan begitu Gereja dapat memanfaatkan media sebagai
sarana pewartaan Kabar Baik yang efektif yang menjangkau semua orang di
manapun mereka berada.
 Potensi pengaruh: media menyimpan potensi konstruktif dan destruktif bagi
umat manusia. Dalam pandangan Gereja, jika dipergunakan sebagaimana
mestinya sesuai dengan tata etika dan moral, media bisa menghasilkan
pengaruh yang konstruktif bagi manusia terutama untuk pengembangan
kemanusiaan dan kebaikan bersama (bonum communae) masyarakat secara
umum dan Gereja pada khususnya.
Itulah sebabnya Gereja tidak tinggal diam, sebaliknya secara proaktif terlibat
dalam pendidikan media untuk memastikan bahwa media mendatangkan
pengaruh konstruktif bagi manusia dan masyarakat.
Singkatnya…
Gereja ingin agar
media berjalan
sesuai rambu yang
benar, yakni
menjadi sarana
yang membantu
manusia mencapai
kepenuhannya
sebagai pribadi
dan mendatangkan
kebaikan bagi
masyarakat.
Beberapa contoh produk
media dan hasil penelitian
lapangan pada slide berikut
memperlihatkan potensi
destruktif media bagi pola
pikir masyarakat.
Contoh lagu pop
CEMBURU

By DEWA

*Ingin kubunuh pacarmu

Saat dia cium bibir merahmu

Di depan kedua mataku

Hatiku terbakar jadinya, cantik

Aku cemburu

Ingin kubunuh pacarmu

Saat dia peluk tubuh indahmu

Di depan teman-temanku

Makan hatinya jadinya, oh cantik

Aku cemburu

Meski pun aku pacar rahasiamu

Meskipun aku selalu yang kedua

Tapi aku manusia yang mudah sakit hati

Mungkin memang nasibku yang s’lalu menunggu

Untuk jadi yang pertama

Mungkin kukatakan kepadanya saja

Bahwa aku juga milikmu

Bahwa kau juga oh oh oh

Bahwa aku juga kekasih hatimu (Back to *)


Contoh 2
LELAKI CADANGAN

By T2

Kutuliskan sebuah cerita cinta segitiga

Di mana akulah yang jadi pemeran utama

Aku tak dapat membohongi segala rasa

Aku mencintai dia dan dirinya

Nanti pukul satu dia menemui aku

Maka jangan kamu pasang wajah yang cemburu

Nanti bila dia datang menemui aku

Maka cepet-cepet kamu ngumpet dulu

Reff:

Dan aku sudah pernah bilang

Pacarku bukan cuma kamu saja

Ku mempunyai dua hati

Yang t’lah siap untuk ditinggali

Kan aku sudah pernah bilang

Janganlah kamu terlalu sayang

Dan bila nanti kau menghilang

Ku masih punya lelaki cadangan


Analisa

Dalam teori kebudayaan, lagu berfungsi ganda: (1)


menyuarakan/mengekspresikan situasi yang terjadi dalam
masyarakat; (2) menciptakan situasi baru dari tidak ada menjadi
ada. Kita bisa menganalisa dua lagu di atas dengan kaca mata
ini.
Baik lagu pertama maupun lagu kedua seolah-olah menyetujui
bahwa ketidaksetiaan dan ketiadaan komitmen dalam sebuah
relasi cinta bukanlah masalah. Tidak apa-apa kalau tidak setia
dan melanggar komitmen terhadap pasangan.
Pertanyaannya adalah apakah ini fenomena yang memang
sedang terjadi di masyarakat bahwa selingkuh itu sah-sah saja?
Ataukah lagu-lagu ini mengusung misi tertentu untuk
mendobrak pandangan bahwa kesetiaan dan komitmen dalah
mutlak dalam sebuah relasi cinta?
Analisa

Jika lagu-lagu ini menyuarakan nilai yang tengah dihidupi


dalam masyarakat (bahwa selingkuh itu sah-sah saja),
maka di sinilah persis alasan keterlibatan Gereja: media
seharusnya tidak menyiram bensin pada api yang
sementara bernyala; media seharusnya menghadirkan
nilai-nilai moral yang benar bahwa selingkuh itu salah;
media seharusnya menjadi counter culture.
Jika lagu-lagu ini hendak memperkenalkan nilai baru
dalam masyarakat (bahwa selingkuh itu sah-sah saja),
maka di sinilah pula persis alasan keterlibatan Gereja:
media seharusnya mempromosikan ajaran moral kristiani
yang benar yakni kesetiaan dan komitmen adalah harus
hukumnya dalam sebuah relasi.
Hasil penelitian lapangan 1

Dalam wawancara dengan 8 orang dewasa,


saya menemukan bahwa terutama ibu-ibu (5
orang) sangat meminati program
infotainment/acara gosip selebriti. Sisanya (3
orang bapak) lebih memilih program berita
tetapi sifatnya sangat temporal (faktor pemilu).
Selain infotainment, sinetron (Cinta Fitri,
Melati untuk Marvel, Tarzan Cilik) menduduki
urutan kedua program yang diminati.
Analisa

Dalam beberapa kesempatan, saya menyaksikan program


infotainment yang diminati tersebut (program Insert di TransTV
setiap hari pukul 12.10 WITA, misalnya). Saya menemukan
bahwa perselingkuhan dan perceraian selebriti adalah tema
paling dominan dalam program-program itu.
Para peneliti budaya populer menyebutkan bahwa tutur kata,
pola pikir dan gerak-gerik public figur semacam selebriti sering
diserap dan diikuti mentah-mentah oleh para pemujanya.
Pertanyaan kritis yang membutuhkan penelitian lebih mendalam
dan komprehensif adalah sejauh mana berita-berita
(perselingkuhan dan perceraian selebriti) ini memberi efek pada
pola pikir ibu-ibu yang menontonnya.
Analisa

Masih tentang program-program gosip selebriti ini, yang


patut digugat adalah media, dalam hal ini televisi, bisa jadi
turut memicu dan menyuburkan praktek perselingkuhan
dan perceraian di tengah masyarakat.
Dunia rekaan sinetron yang tidak masuk akal: semua yang
berperan di sana cantik dan ganteng, pamer kekayaan yang
menyolok mata, jalan cerita yang tidak masuk akal, banyak
adegan kekerasan, aktor-aktris muda yang memainkan
peran sebagai pasangan suami istri. Efeknya pada pola
pikir ibu-ibu bisa diteliti secara mendalam tetapi dapat
dipastikan bahwa unsur edukasi dan penanaman nilai
kristiani nyaris hilang.
Mari bersikap kritis terhadap media
Hasil penelitian lapangan 2

 Saya mewawancarai 10 orang anak. Film-film favorit mereka


adalah: Tom & Jerry, Crayon Sinchan, Popeye, Detektif Conan,
Dragon Ball, Naruto. Dalam percakapan dengan mereka, saya
menemukan betapa mereka sungguh-sungguh terhibur dengan
tayangan-tayangan itu.
 Masalahnya adalah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah
merilis (setelah sebelumnya mengirim teguran kepada pihak
pengelola TV) daftar tayangan-tidak-layak-konsumsi oleh anak-
anak karena sarat kekerasan, mistis dan seks. Dan semua tayangan
yang di atas yang, menurut anak-anak sangat menghibur, ternyata
masuk kategori yang disebutkan KPI ini.
 Bahwa sampai kini film-film kartun ini masih tetap ditayangkan
mencerminkan sikap pengelola media yang hanya mencari untung
dan abai terhadap pembentukan kepribadian anak.
 KPI boleh saja mengeluarkan daftar tersebut, tapi orang tua tidak
pernah mengetahuinya.
Hasil penelitian lapangan 2

Mengapa orang tua mengizinkan/membiarkan anaknya


menonton film-film kartun itu? Berikut hasil temuan di
lapangan dari responden yang sama:
1. Orang tua ingin anaknya tidak berkeliaran di luar rumah:
prinsipnya yang penting dia betah di dalam rumah,
tayangan kartun apapun bukan masalah.
2. Orang tua menyukai begitu saja apa yang disukai anaknya
3. Orang tua tidak pernah menemaninya menonton sehingga
tidak tahu kalau film-film kartun itu bermasalah.
4. Kalaupun menonton bersama-sama, orang tua tidak cukup
kritis terhadap isi tayangan entahkah baik untuk
perkembangan kepribadian anaknya atau tidak.
Hasil penelitian lapangan 2

Temuan lain:
 orang tua mengizinkan/membiarkan anak-anak
menyaksikan (banyak kali secara bersama-sama dengan
orang tuanya) tayangan-tayangan sinetron, reality show
dan infotainment tanpa ada bimbingan dari orang tua.
Faktanya, anak-anak lebih ingat kapan jam tayangannya
dan menghafal di luar kepala dialog-dialog dalam
tayangan-tayangan itu, termasuk dialog-dialog kasar dan
mengarah pada seks.
 Dialog-dialog yang dihafal (tidak sedikit yang vulgar) ini
tak jarang dipakai dalam percakapan sehari-hari.
Kekuatan media

 Media bisa mengubah pola pikir kita. Media bisa


menghibur dan membentuk kita. Media dibentuk dan
diciptakan oleh kita tetapi pada gilirannya kita akan
dibentuk oleh media.
 Atas cara apa media membentuk kita?
Tiap media memproses informasi, artinya tiap media
menciptakan dan membentuk ulang informasi sesuai dengan
kekuatan dan kelemahan media itu sendiri. Misalnya, di
tangan harian nasional KOMPAS sebuah kasus pemerkosaan
akan diberitakan dengan menekankan unsur kriminalitasnya.
Tetapi di tangan harian lokal POSKO atau METRO yang
ditonjolkan adalah unsur seksualitasnya.
 Maka ketika kita mengkonsumsi media, yang kita konsumsi
sesungguhnya adalah sebuah seni membangun realita untuk
kepentingan menghibur kita. Dengan kata lain, berita pemerkosaan
yang kita baca bukan lagi fakta yang benar-benar terjadi
sebagaimana adanya di lapangan. Fakta itu sudah direka-ulang dan
disajikan bukan semata-mata supaya kita mengetahui apa yang
terjadi tetapi juga untuk menghibur kita.
 Media mendiktekan kepada kita apa yang harus kita pikirkan dan
kita butuhkan sekarang dan di kemudian hari nanti. Media menjadi
penentu pola pikir kita. Bahkan media bisa memaksa kita
memikirkan ulang dan mengganti pandangan kita tentang keluarga,
agama dan budaya. Dengan maraknya pemberitaan tentang
perceraian dan perselingkuhan selebriti, bukan tidak mungkin
mengakibatkan kesakralan nilai keluarga menjadi luntur.
Kita vs Media …
Tujuan pendidikan media

Adalah untuk mengamati, menginterpretasi, menganalisa


dan mengevaluasi pesan-pesan yang disampaikan media
termasuk kualitas-kualitas etis dan estetisnya. Dengan
demikian yang diharapkan nantinya:
1. Kita bisa ikut berpartisipasi mengubah atau
mengembangkan isi atau pesan dari media
2. Kita sendiri bisa mengontrol media. Kita bisa
menghentikan program-program tertentu yang tidak
mendatangkan kebaikan bagi dan dalam masyarakat.
3. Kita bisa meyakinkan pengelola media untuk mengubah
media mereka menjadi sumber pengetahuan, nilai dan
hiburan yang lebih baik.
Tujuan pendidikan media

4. Media bisa mempengaruhi anak-anak terutama


kemampuan sosialisasi, kemampuan belajar,
imaginasi dan pertumbuhan fisik. Kita tahu anak-anak
dewasa ini menghabiskan 4-5 jam di depan televisi
atau mendengarkan radio.
5. Media adalah sumber informasi dan pengetahuan
tentang hampir apa saja. Tetapi informasi dan
pengetahuan, kadang-kadang, selektif, bias dan
mengandung stereotip.
6. Media berperan penting untuk iklim ekonomi.
jika Anda tidak
kritis pada media,
media akan
membentuk Anda
Pandangan
Gereja tentang
media
komunikasi
Gereja menaruh
perhatian
terhadap media
komunikasi
secara khusus
dalam Ensiklik
Inter Mirifica
yang
dipromulgasikan
oleh Paus Paulus
VI.
Inter Mirifica

1. Eliminasi buta huruf – menyediakan pendidikan dasar dan


pendidikan lanjut, memperkaya pikiran orang
2. Sarana-sarana yang ampuh bagi perkembangan dan
komunitas; pertumbuhan dalam kebebasan untuk negara-
negara berkembang.
3. Menetapkan aturan-aturan yang berlaku universal agar
orang bisa menikmati keindahan budaya dan waktu luang.
4. Membantu orang tetap bersentuhan dengan realitas yang
sebenarnya dengan memberikan pandangan-pandangan
dan suara-suara
5. Mendekatkan tempat yang jauh; cepat bersentuhan dengan
perkembangan terbaru
Kultur media

Pesan yang kita terima dari media komunikasi


menyebar dan hidup di tengah masyarakat dalam
bentuk pola pikir, pola rasa dan perilaku. Itulah
budaya yang diciptakan oleh media sehingga muncul
istilah “budaya media” artinya budaya yang diciptakan
oleh media.

Pertanyaan yang penting adalah budaya apa yang


diciptakan oleh media?
Kultur media

Budaya media adalah:


1. Ciptaan manusia yang bisa menghancurkan kita atau menjadi
rahmat dan menumbuhkan kita.
2. Kombinasi dari nilai-nilai yang dibentuk kembali dari institusi
kita, menopang kebijaksanaan yang sudah diterima umum dan
menyepakati gagasan-gagasan tentang apa yang sesungguhnya
penting.
3. Realitas objektif pada dirinya sendiri di mana kita bisa menilai
diri sendiri, mengevaluasi kelayakan kita, mencari kepenuhan
dan menemukan arti dan tujuan hidup tiap orang.
4. Melingkupi semua ekspresi-ekspresi di mana kita berada di
dalamnya: seni, teknologi, pendidikan, sistem politik, institusi
agama dan simbol-simbol.
Memahami kebudayaan

Setelah mengetahui dan memahami apa itu budaya


media, kita mundur sejenak untuk memahami
kebudayaan itu sendiri.
Kebudayaan dengan akar kata budaya berasal dari
bahasa Latin “colo” yang artinya menumbuhkan atau
mengerjakan. Dalam pertanian dan ilmu psikologi
sosial, budaya berarti menumbuhkan seseorang
menjadi manusia seutuhnya. Kebudayaan
menyediakan nilai-nilai tentang pemahaman diri,
pemenuhan diri, tujuan hidup dan makna dari hidup
ini.
Bahaya dari budaya

 Bahaya dari budaya adalah budaya dapat


membentuk kita sesuai dengan gambar dan citra
yang dikehendaki oleh budaya itu sendiri dan
bukannya berdasarkan eksistensinya sebagai
manusia.
 Sebagai sistem pemenuhan bagi diri kita, budaya
bisa menjadi sistem pembinaan dan pendidikan
sepenuhnya. Apa yang terjadi jika budaya dikorupsi
oleh oknum-oknum politik, ekonomi sosial dan
media? Mereka bisa menumbuhkan seseorang bukan
sebagai pribadi tetapi sebagai alat atau budak dari
budaya itu sendiri.
jika Anda tidak
kritis pada budaya,
budaya akan
membentuk Anda
Contoh terbaik dari budaya yang dibicarakan
sebelumnya adalah membandingkan sekolah dan
media yang dikonsumsi. Lazim terjadi bahwa waktu
yang dihabiskan seorang anak di sekolah berkisar 8
jam sehari dalam 6 hari. Selebihnya anak-anak tinggal
di rumah dan 5 jam di antara bersentuhan dengan
media. Sekalipun demikian banyak waktu dihabiskan
di sekolah ketimbang mengkonsumsi media, media
berpengaruh besar terhadap perkembangan mereka.
Inilah alasan-alasannya:
Lingkungan sekolah VS lingkungan media

1. Kurikulum sudah ditetapkan vs penuh dengan


pilihan
2. Silabus sudah ditetapkan vs berkembang terus
3. Guru-guru sudah ditentukkan vs banyak guru
4. Hanya mengandalkan otak dan suara vs
mengandalkan perasaan
5. Formal vs informal
6. Berorientasi pada ujian-ujian vs berorientasi pada
kesenangan
7. Penghargaan pada akhir tahun vs penghargaan
langsung
Media dan kaum muda

Dengan perbedaan budaya yang sedemikian tajam,


patut ditanyakan bagaimana kaum muda dan anak-
anak memandang diri mereka sendiri. Ada indikasi
bahwa diri sendiri dan kebahagiaan dalam hidup
didefinisikan melalui kepemilikan barang-barang
seperti yang diiklankan atau dicitrakan oleh media.
Misalnya, harapan ada pada sebatang rokok,
kepercayaan pada sebuah kondom, kebahagiaan dan
cinta ada pada parfum dan kosmetik, kebebasan baru
ada pada serbet bersih.
Kita
adalah…
apa yang
kita pakai

Kita adalah budak dari produk


5 fakta tentang
media
1. Media adalah bisnis
besar. Tujuan media
adalah mendapatkan
perhatian sebanyak
mungkin orang. Karena
sebanyak mungkin
orang = banyak iklan
yang masuk. Banyak
iklan = keuntungan
bagi pengelola media.
Maka apapun akan
dilakukan untuk
menarik sebanyak
mungkin orang.
2. Media
hanya tertarik
pada orang
yang “tepat”
Orang yang
“tepat” itu adalah
wanita dengan
kisaran usia 18-
45. Ini pangsa
pasar yang mudah
menarik para
pengiklan. Bisa
jadi slogan
pengelola media
adalah “No media
for old men”
3. Media tidak selalu bersentuhan dengan harapan konsumer. Seringkali
apa yang diinginkan oleh pelanggan, belum tentu itulah yang ditampilkan
media.
4. Media tidak menampilkan realita yang sebenarnya
sebagaimana adanya
5. Media dibentuk oleh budaya sebagaimana budaya
dibentuk oleh media
Mengenal Generasi E (1980-1999)

Generasi E adalah mereka yang lahir


antara tahun 1980-1999. Saya termasuk
dalam generasi E (lahir tahun 1982),
karena itu untuk selanjutnya akan
dipergunakan istilah “kami”. Dalam
keseharian, kami amat terhubung dengan
media komunikasi massa seperti televisi,
radio dan internet.
Ciri-ciri kami adalah:
Karena selalu
bersentuhan dengan
teknologi yang sangat
memudahkan banyak
hal, kami memiliki
mental instan: segala
sesuatu ingin dicapai
secepatnya. Yang hilang
dari generasi ini adalah
apresiasi terhadap
proses (kerja keras,
komitmen pada nilai-
nilai dan kesetiaan).
Yang menjadi prioritas
adalah hasil dan
kecepatan mencapainya.
Moto hidup kami mirip
salah satu pasangan 1. Kami multi sensorial dan
capres-cawapres: lebih
cepat (dengan hasil)
generasi dengan mental instant
lebih baik.
Kami sangat hidup
dan memiliki gairah
untuk menjelajah
dunia, melihat
kemungkinan-
kemungkinan apa
yang tersedia, tidak
mau bertahan dengan
status quo tapi
memiliki ambivalensi
sikap dalam
menentukkan pilihan,
misalnya mau sukses,
populer dan memiliki
banyak uang tapi
tidak mau bekerja
keras dan disiplin.
2. Kami sangat dinamis
tapi ambivalen
3. Kurang lebih 90 % dari kami bersentuhan dengan TV
dan radio

TV dan radio menjadi referensi untuk hampir apapun


juga. Mulai dari makanan dan minuman, busana dan
cara berbusana sampai hal-hal prinsipil dalam hidup
seperti seks pra-nikah dan aborsi. Kami amat
terpengaruh oleh idola-idola yang dihasilkan oleh
media-media elektronik ini. Bisa dikatakan bahwa
televisi dan radio, belakangan internet, telah menjadi
Kitab Suci bagi kami.
4. Kami belajar dari orang tua tapi tidak mau mengikuti
cara hidup dan nilai-nilai mereka
Apalagi kalau orang tua itu …
Kami sangat peduli
pada penampilan
terutama apa yang
sedang tren dalam
masyarakat. Untuk
kami, siapa kami
amat ditentukan
oleh apa yang kami
pakai, di mana
kami
menghabiskan
malam minggu
mereka, dll, hal-hal
yang berada di luar 5. Kami sangat dipengaruhi oleh
kami. Hidup kami
bisa jadi sangat gaya hidup, kepercayaan dan
artifisial. tingkah laku personal
Kami mudah bosan
dengan sekeliling. Ini
bisa dimengerti
mengingat media dan
isinya yang sedemikian
dinamis. Tapi faktanya
kami takut akan
perubahan karena
ketidaksiapan mental
untuk menghadapinya.
Tetapi itu tidak berarti
kami tidak suka
bermain-main dengan
bahaya. Kami suka
mengambil resiko,
hanya saja tidak
diperhitungkan dengan
cermat (karena mental
instan) sehingga resiko 6. Kami takut pada perubahan tapi
itu balik menghantam suka main-main dengan bahaya
kami dengan sangat
keras.
7. Perlahan-lahan kami
kehilangan nilai-nilai
tradisional. Baik
penelitian resmi dan
penelitian tidak resmi
dalam forum bisik-
bisik, obrolan ringan
dan gosip, diketahui
bahwa seks bebas dan
seks pra-nikah
sedemikian menjamur.
Ini bertentangan
dengan nilai keluhuran
seks dan kesucian
perkawinan. Tetapi
seks bebas lantas kami
terima hanya karena “Semua orang melakukannya,
“semua orang
melakukannya”. mengapa aku tidak?”
Sesederhana itu saja.
8. SMS adalah
aktivitas rutin
untuk kami
Kehadiran handphone
membuat tatap muka
tidak lagi berarti banyak.
Relasi dibangun di ujung
jari. SMS adalah sarana
paling efektif. Dampak
yang ditimbulkannya pun
tidak main-main:
seseorang pernah
mengatakan kepada saya
kepanjangan dari SMS
adalah Selangkah Menuju
Selingkuh. Memang SMS
bisa menjadi pintu
gerbang bagi banyak hal
negatif, salah satunya
memicu perselingkuhan.
Seperti disebutkan
di atas, tatap muka
untuk kami ada di
ujung jari. Tidak
perlu saling
melihat, yang
penting tetap saling
terhubung.
Pertanyaan kritis
tentu saja adalah
adakah relasi di
ujung jari ini
berkualitas?
Mungkin ya,
mungkin juga tidak. 9. Kami memiliki akses
Tidak perlu
bingung, kami ini
internet: chatting adalah
ambivalen, ingat? aktivitas rutin
10. Bingung mana
yang baik dan
buruk. Karena
standar moral kami
kebanyakan ada
pada banyak
tidaknya orang
melakukannya
maka kami bingung
mana yang baik
dan benar.
Masihkah itu
disebut benar jika
banyak orang tidak
melakukannya
adalah pertanyaan
“Mau ke mana?”
kami.
Bagaimana menjalankan pendidikan media?

1. Memiliki akses: memperoleh data sebanyak mungkin mengenai


produk-produk media agar bisa menghubungkannya dengan
pendidikan yang ingin disampaikan.
2. Menganalisa: melihat detil dari produk-produk media untuk
menemukan pesan apa yang hendak disampaikan.
3. Mengevaluasi: mempertimbangkan informasi yang diberikan
media atas dasar pertimbangan kritis-rasional, bukan pandangan
subjektif. Ada dua jenis evaluasi:
 Evaluasi nilai: menemukan apa yang media tawarkan baik secara
langsung maupun tidak langsung sebagai prinsip-prinsip.
 Evaluasi moral: menentukkan apa pengaruh media terhadap
pemirsanya berkenaan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip
yang ditawarkan media tersebut.
Bagaimana menjalankan pendidikan media?

4. Mengkomunikasikannya: mengkomunikasikan hasil


dari akses, analisa dan evaluasi pada orang lain
sehingga setiap orang bisa menentukkan sendiri
sikapnya dalam menyikapi tayangan-tayangan
media. Harapannya tentu saja setiap orang
menjadi kritis dengan apa yang ditawarkan oleh
media dan proaktif menyuarakannya pada pihak
pengelola sehingga kebaikan bersama baik
konsumen maupun pihak pengelola dapat tercapai.
Tetapi terlebih-lebih agar setiap orang bisa
bertumbuh dan berkembang sesuai citra dirinya.
Tentang Pornografi

Menurut Kamus
Webster Online,
pornografi adalah
(1) pelukisan atau
penggambaran
erotis dalam tulisan
atau gambar yang
dimaksudkan untuk
membangkitkan
gairah seksual; (2)
barang-barang
(buku atau foto)
yang dimaksudkan
untuk
membangkitkan
gairah seksual; (3)
penggambaran atau
pelukisan tingkah
laku untuk
membangkitkan
gairah seksual.
Bahaya pornografi bagi orang dewasa

1. Pornografi bisa merusak relasi seksual suami istri


2. Pornografi bisa menyesatkan persepsi tentang
seksualitas
3. Pornografi bisa mengarahkan orang pada
penyimpangan seksual
4. Pornografi bisa mengakibatkan kecanduan
5. Pornografi mematikan hasrat seseorang untuk
mencari pencerahan spiritual, moral dan nilai-nilai
yang baik
6. Pornografi mengasingkan orang dari Tuhan dan pada
akhirnya berujung pada kematian spiritual.
Setelah
menyimak
bahaya
pornografi
bagi orang
dewasa,
bagaimana
dengan
anak-anak?
“DILARANG KERAS”
Bahaya pornografi untuk anak-anak

 Pornografi dapat membuat anak menjadi korban


kekerasan seksual
 Pornografi dapat menyebabkan kecanduan seksual
 Pornografi dapat menyebabkan anak terdorong
untuk melakukan tindakan seksual terhadap anak
lain
 Pornografi mempengaruhi pertumbuhan nilai, sikap
dan perilaku
 Pornografi mengganggu jati diri dan perkembangan
anak
Karena anak
paling
rentan
terhadap
pengaruh
media dan
mudah
dibentuk
olehnya…
Karena orang tua adalah
ujung tombak pendidikan
media di dalam keluarga…
Saran dan usul untuk orang tua

1. Orang tua terlibat aktif: orang tua melakukan komunikasi


dengan anak sesering mungkin untuk memberikan penjelasan
tentang keuntungan dan kerugian dari menonton televisi.
2. Orang tua bisa bertindak restriktif: orang tua membuat aturan
sebagai pedoman menonton TV (program televisi yang boleh
ditonton, jam untuk menonton anak dan lamanya anak nonton
TV). Bila perlu memberikan sanksi bagi anak yang melanggar.
3. Orang tua menonton bersama anak tetapi tidak berusaha untuk
memberikan komentar positif atau negatif secara sungguh-
sungguh dalam memahami pesan isi media televisi.
4. Orang tua bisa menghitung waktu menonton anak dan jika
berlebihan harus berupaya membatasi waktu yang dihabiskan
anak di depan TV.
Saran dan usul untuk orang tua

5. Mengubah program sampah ke media sehat untuk memastikan bahwa


waktu layar kaca anak benar-benar berkualitas.
6. Mengubah kecanduan media menuju pengganti media (untuk
menyeimbangkan peran yang dimainkan media dalam kehidupan
anak). Untuk mendukung diet media, orangtua perlu konsisten dalam
penerapannya di keluarga, baik dalam hal akses berapa lama saat
menonton dan kapan saja waktu untuk menonton. Hendaknya televisi
tidak diletakkan di kamar tidur. Televisi sebaiknya justru diletakkan di
ruangan yang jarang dipakai atau di ruangan yang jauh dari tempat
anggota keluarga berkumpul dan berkegiatan.
7. Orangtua perlu memilih konten mana yang boleh ditonton. Sebelum
anak diijinkan untuk menonton program televisi tertentu, orangtua
sudah mengetahui program tersebut cocok atau tidak untuk anak, jadi
orangtua sudah pernah terlebih dulu menonton program tersebut dan
melakukan evaluasi.
Saran dan usul untuk orang tua

8. Orang tua harus menjadi teladan bagi anaknya. Tidak semua


acara harus ditonton hanya untuk mengisi waktu. Dan jika
aturan “jam nonton” sudah dibuat dan tayangan apa saja yang
boleh ditonton orang tua tidak boleh melanggarnya. Anak akan
kehilangan kepercayaan dan otoritas moral yang pantas
dianutnya.
9. Tidak membiarkan atau mengijinkan anak-anak berusia 0-8
tahun untuk mengkonsumsi program-program TV. Jika
diizinkan, keinginannya untuk menonton semakin meningkat
sehingga pada gilirannya tidak lagi dikontrol sama sekali.
10. Orang tua bersikap kritis terhadap tayangan media dan tidak
banyak terpengaruh oleh media. Anak pun dilatih untuk bersikap
kritis dan mempertanyakan apa yang sudah ditontonnya
sehingga tidak begitu saja menjadi budak televisi.
Kesimpulan

 Menjadi jelaslah betapa mudahnya masyarakat pada


umumnya dan anak-anak pada khususnya terpapar realita
kekerasan, perselingkuhan, perceraian dan seks yang
diciptakan dan atau ditampilkan oleh media; betapa
mudahnya media mendikte masyarakat dengan tayangannya
untuk mengikuti seleranya dan nilai-nilai yang diusungnya.
 Karena itu, menjadi jelas pulalah betapa mendesaknya
pendidikan media di tengah masyarakat, terutama dan
pertama-tama, untuk orang tua; betapa mendesaknya
menumbuhkan sikap kritis dalam diri tiap orang sehingga
masyarakatlah yang mendikte media dan bukan sebaliknya.
 Oleh karena itu baik peranan Gereja maupun peranan orang
tua amat dituntut di sini untuk memberi arah dan tuntunan
sehingga media menjadi sarana penyelamatan yang efektif di
dunia.
jangan diam saja
di tempat duduk…..
lakukan sesuatu!!!

You might also like