You are on page 1of 12

ORAL BIOLOGY 5 REAKSI JARINGAN LUNAK MULUT TERHADAP TRAUMA

Dosen Pembimbing: 1. drg. Shanty Chairani, M. Si.

2. drg. Melani Cindera N.

Disusun oleh: 1. 2. 3. 4. 5. Fadlun Karimah Amalia Virgita Atika Samy Kencana Khairunnisa (04111004059) (04111004060) (04111004061) (04111004062) (04111004063)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Reaksi Jaringan Lunak Rongga Mulut terhadap Trauma

1.

Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut Trauma banyak diartikan sebagai suatu penyebab sakit karena kontak yang

keras dengan suatu benda. Trauma adalah suatu injury atau kerusakan atau luka yang dapat disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik, termal maupun kimiawi, yang ditandai dengan terputusnya kontinuitas normal dari suatu struktur jaringan. Trauma dapat mengenai jaringan keras gigi dan juga jaringan lunak yang terdapat di dalam rongga mulut.1 Beberapa contoh trauma jaringan lunak rongga mulut yaitu antara lain: laserasi, yaitu suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebakan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka dapat berupa diskontinuitas epital dan subepitel; contussio, yaitu luka memar yang disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan mengakibatkan perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai robeknya daerah mukosa; luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan kerana gesekan atau goresan suatu benda sehingga terdapat permukaan yang bedarah atau lecet.2

Gambar 1: Luka abrasi pada lidah Sumber: Basic Pathology, Vinay Kumar, 1997

2.

Reaksi Tubuh terhadap Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut Inflamasi merupakan suatu reaksi setempat dari jaringan hidup atau sel

terhadap suatu rangsang atau injury (cedera atau jejas) yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu.3,4 Proses ini diawali dengan kerusakan jaringan yang kemudian menyebabkan patogen melewati pertahanan tubuh dan menginfeksi selsel tubuh. Jaringan yang terinfeksi akan melepaskan histamin dan prostaglandin. Sel yang melepaskan histamin adalah mastosit yang berkembang dari basofil.5 Histamin yang dilepaskan menyebabkan pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi) dan peningkatan kecepatan aliran darah sehingga permeabilitas pembuluh darah meningkat kemudian menyebabkan neutrofil, monosit dan eusinofil berpindah dari pembuluh darah ke jaringan yang terinfeksi. Akibatnya, daerah yang terinfeksi akan berwarna kemerahan, panas, bengkak, dan terasa nyeri.6 Secara mikroskopis, pembuluh darah mengalami konstriksi sementara yang mungkin disebabkan oleh reflek neurogenik setempat yang bisa berkembang tetapi hanya bertahan beberapa menit dan dengan cepat diikuti oleh dilatasi arteriol. Dilatasi arteriol yang berkepanjangan menyebabkan kenaikan aliran darah setempat (hiperemia) dan dilatasi kapiler.5 Kenaikan permeabilitas kapiler disebabkan oleh dua faktor utama yaitu : a. Dilatasi arteriol meningkatkan tekanan hidrostatik kapiler sehingga menyebabkan aliran air lebih besar larut ke dalam cairan intestisial. b. Permeabilitas endotelial venular dan kapiler meningkat, sehingga memungkinkan molekul lebih besar khususnya albumin memasuki jaringan intestisial. Kemudian terjadi perlambatan aliran darah kapiler dan hemokonsentrasi intravaskuler, serta diikuti hilangnya aliran darah normal. Secara normal, sel-sel darah mengalir di tengah kapiler dan menyentuh endotel. Sedangkan sel yang abnormal akan mengalami penepian leukosit yaitu ke tepi endotel. Pengumpulan

sel-sel darah merah ke tengah akan membentuk rouleaux. Terjadi perlekatan leukosit pada sel endotel kapiler, diikuti dengan perpindahan aktif oleh gesekan amuboid ke dalam jaringan perivaskuler melalui celah-celah diantara sel endotel. Setelah berada di luar, leukosit berpindah dengan cara kemotaksis, dimana sel tersebut ditarik menuju substansi kimia yang konsentrasinya lebih tinggi. Pergerakan aktif ini menyebabkan akumulasi sejumlah leukosit. Akumulasi ini mudah dilihat dan dikenal secara mikroskopik untuk diagnosa histopatologi radang akut. Fagositosis merupakan fungsi utama leukosit yaitu penelanan, pencernaan dan pembuangan benda-benda asing khususnya bakteri dan sel-sel yang rusak. Setelah terjadinya perubahan permeabilitas pembuluh darah dan akumulasi leukosit, dilanjutkan dengan proses fagositosis. Proses ini memicu sekresi fagosit dengan memicu endogen pirogen yang melepas prostagladin dan merangsang hipotalamus untuk menaikkan suhu. Hal tersebut mengakibatkan adanya demam pada inflamasi. Pembengkakan lokal terjadi karena tekanan osmotik koloid sehingga terjadi peningkatan tekanan darah kapiler.7 Perbaikan jaringan dilakukan untuk mengganti sel yang hilang atau sel yang mati dengan sel yang hidup. Sel-sel baru ini dapat berasal dari parenkim atau stroma jaringan ikat yang mengalami cedera. Karena kemampuan regenerasi manusia terbatas, sehingga hanya beberapa jenis sel yang mampu beregenerasi dan hanya pada keadaan tertentu saja. Pemulihan sel yang mati biasanya melibatkan proliferasi jaringan ikat disertai pembentukan jaringan parut. Pembentukan sel fibroblas dapat meningkatkan sintesis kolagen. Sintesis kolagen yang meningkat mengakibatkan adanya penimbunan kolagen dan terjadi keloid. Keloid ini tidak bisa hilang dengan sendirinya, sehingga perlu dilakukan pengambilan cairan dalam keloid tersebut. Berbeda dengan jaringan parut, jaringan ini berasal dari pembengkakan permeabilitas pembuluh darah yang kemudian terbentuk fibrin yang menutup luka dan terjadi kalsifikasi sehingga menjadi jaringan parut dan bisa hilang.8

3. 3.1

Etiologi Trauma Jaringan Lunak Rongga Mulut Trauma Fisik atau Mekanik Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan trauma pada jaringan lunak di

rongga mulut, salah satunya adalah trauma fisik atau mekanik. Dimana pada trauma fisik ataupun mekanik terbagi dalam beberapa sebab-sebab lainnya, yaitu9: a. Trauma gigitan (Habitual Cheek or Lip Biting) Banyak orang menderita luka di dalam mulutnya yang didapatkan secara tidak disengaja seperti tergigit saat makan pada bibir, lidah maupun pada mukosa bukal. Namun hal ini juga dapat terjadi karena kebiasaan yang tidak disadari ataupun terjadi selama tidur. Trauma ini juga dikenal dengan istilah Morsicatio buccarum. Morsicatio berasal dari bahasa latin morsus yang artinya menggigit atau gigitan. Penampakan klinis dari lesi yang timbul sering ditemukan bilateral pada mukosa bukal, namun ada juga yang unilateral dikombinasikan dengan adanya lesi pada bibir, lidah, atau keduanya. Area putih menebal seperti bekas cabikan didominasi dengan area eritematous dan permukaan yang kasar.

Gambar 2: Morsicatio buccarum Sumber: Textbook of Oral Pathology, Sanjay Saraf, 2006

b. Trauma sikat gigi (Toothbrush injury) Sikat gigi ternyata dapat menjadi salah satu penyebab trauma jaringan lunak rongga mulut. Cara menyikat gigi yang salah dapat menyebabkan abfraksi pada gigi serta dapat melukai jaringan lunak yang ada di dalam rongga mulut. Lokasi lesi ini biasa ditemukan pada marginal gingiva dan attached gingiva, serta paling sering terjadi pada gingiva rahang atas di antara gigi kaninus dan premolar (karena pada lokasi ini biasanya menggunakan tekanan maksimal selama menyikat gigi). Penampakan klinis lesi berupa erosi tunggal berwarna putih atau merah, dan beberapa menyebabkan rasa sakit. Lesi ini tidak memerlukan perawatan khusus, namun hanya perlu mengurangi faktor lokal dengan memperbaiki cara menyikat gigi.

c. Trauma makanan Banyak jenis makanan yang dapat menggores ataupun melukai jaringan lunak yang ada di dalam rongga mulut dan menyebabkan terjadinya ulser. Salah satu contohnya adalah keripik singkong yang mempunyai tekstur yang keras dan tajam sehingga saat mengunyahnya dapat melukai jaringan lunak rongga mulut.

3.2

Trauma Termal (Panas) Trauma termal atau luka bakar pada rongga mulut sebagian besar

disebabkan oleh makanan atau minuman yang panas.10 Pada awal terjadinya trauma termal, akan terasa nyeri, yang selanjutnya muncul area yang tidak nyeri, hangus, dan kekuningan yang disertai dengan sedikit atau bahkan tidak berdarah. Selanjutnya, area tersebut akan mengalami nekrosis, karena banyak sel yang mati akibat panas, dan mulai mengelupas bahkan bisa mengeluarkan darah. Luka yang melibatkan makanan yang panas biasanya timbul pada palatum atau mukosa lidah bagian posterior berupa area eritema dan ulserasi yang dapat

menyisakan epithelium yang nekrosis pada daerah perifer. Selain itu, thermal injury ini juga dapat terjadi secara iatrogenik, contohnya yaitu overheat instrument yang mengenai mukosa. Efek lebih parah terjadi pada mukosa yang dianestesi, karena pasien tidak dapat merasakan sakit pada mukosa yang berkontak dengan instrumen tersebut.

3.3

Trauma Kimiawi Trauma kimiawi dapat disebabkan karena pemakaian obat-obatan yang

bersifat kaustik, seperti obat kumur yang kandungan alkoholnya tinggi, hidrogen peroksida, atau fenol, dan penggunaan obat aspirin baik tablet maupun topikal pada mukosa untuk meredakan sakit gigi.11 Lesi biasanya terletak pada lipatan mukobukal dan gingiva. Area yang terluka berbentuk irreguler, berwarna putih, dilapisi pseudomembran, dan sangat sakit. Area yang terlibat sangat mungkin meluas. Apabila kontak dengan agen kimia terjadi dalam waktu yang cukup singkat, maka lesi yang terbentuk berupa kerut-kerut berwarna putih tanpa nekrosis jaringan. Tetapi apabila kontak terjadi dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan yang lebih berat dan pengelupasan jaringan yang nekrosis. Mukosa nonkeratinisasi yang tidak cekat lebih sering mengalami luka bakar dibandingkan mukosa cekat. Bahan-bahan kedokteran gigi yang digunakan dalam praktek yang dapat menyebabkan trauma kimiawi di dalam rongga mulut, contohnya aspirin, hidrogen peroksida, silver nitrat, fenol, dan larutan anestesi. a. Aspirin Acetylsalicylic acid (aspirin) merupakan obat yang biasa digunakan untuk meredakan sakit gigi. Akan tetapi, obat ini dapat menyebabkan trauma kimiawi dalam rongga mulut berupa luka bakar yang sering disebut dengan aspirin burn. Aspirin burn ini diakibatkan oleh pengelupasan mukosa karena koagulasi protein dalam sel epitel superficial.

Adapaun gambaran klinis dari aspirin burn ini adalah lesi putih dengan lapisan mukosa yang terlokalisir, biasanya di dekat mukosa bukal atau seringkali di sepanjang gigi yang mengalami karies.

Gambar: Aspirin Burn Sumber : http://ginaseptiani.blogspot.com/2011/04/trauma-fisik-dan-kimiapada-rongga.html

b. Silver Nitrat Silver nitrat biasa digunakan oleh dokter gigi sebagai agen kauterisasi untuk merawat kasus stomatitis aptosa. Bahan ini mampu meredakan gejala secara instan dengan membakar akhiran saraf pada ulkus. Namun, silver nitrat sering merusak jaringan disekitarnya dan menghambat penyembuhan atau bahkan dapat menyebabkan nekrosis di lokasi aplikasinya (jarang terjadi). Oleh sebab itu, penggunaan silver nitrat saat ini telah dikurangi.

c. Sodium Hipoklorit Sodium hipoklorit dapat menyebabkan ulkus yang cukup parah bila berkontak dengan jaringan lunak di dalam rongga mulut.

d. Hidrogen Peroksida Hidrogen peroksida sering digunakan sebagai bahan irigasi intraoral untuk pencegahan penyakit periodontal, juga merupakan salah satu bahan bleaching. Pada konsentrasi 3%, hidrogen peroksida dapat menyebabkan nekrosis jaringan.

e. Pasta Gigi dan Obat Kumur Beberapa kasus ulserasi dan luka jaringan di dalam rongga mulut telah dilaporkan disebabkan karena salah penggunaan obat kumur dan pasta gigi komersial. Reaksi hipersensitivitas, ulserasi, dan pengelupasan epitel pernah dilaporkan terjadi pada penggunaan pasta gigi yang mengandung kayu manis (cinnamons). Bahan yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas ini diduga adalah kandungan aldehid. Reaksi ini tampak mirip dengan reaksi yang disebabkan oleh bahan kimia lain seperti aspirin dan hidrogen peroksida. Selain itu, ditemukan pula kasus luka bakar di bibir, mulut, dan lidah pada pasien yang menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol dan klorheksidin. f. Smokers Melanosis Pada individu yang merokok, akan timbul area hiperpigmentasi melanin pada mukosanya, tergantung pada jumlah batang rokok sehari-hari. Jika dikonsumsi secara terus-menerus, maka derajat pigmentasinya pun semakin meningkat.

Smokers melanosis paling sering ditemukan di area gingiva anterior pada maksila maupun mandibula. Pigmentasi bervariasi dari warna coklat terang hingga gelap dan tampak difus. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya trauma kimia dan bisa menyebabkan munculnya lesi. Perawatan yang dilakukan adalah biopsi, terutama pada area palatum.

Smokers melanosis akan menghilang sedikit demi sedikit selama 3 tahun setelah berhenti merokok.

Gambar: Smokers melanosis Sumber : http://guident.net/oral-surgery/smoker-s-melanosis-of-thebuccal-mucosa-a-case-report/pdf.html

g. Anesthetic Necrosis13 Kasus yang jarang terjadi, nekrosis fokal jaringan dapat timbul pada lokasi injeksi anestesi lokal. Predileksi terjadinya lesi pada palatum durum, yang jaringan mukosanya berikatan cekat dengan tulang di bawahnya. Biasanya lesi ini timbul sebagai lesi ulser yang bertepi reguler yang timbul beberapa hari setelah injeksi anestesi lokal. Ulser terjadi akibat nekrosis iskemia yang kemungkinan disebabkan karena trauma langsung dari larutan anestesi, vasokonstriksi epinefrin, atau keduanya. Penyembuhan ulser memerlukan waktu beberapa minggu dan terkadang dapat menjadi kronis.

Gambar: Anesthetic Necrosis Sumber: www.capedental.com/dentalblog/2011/09/onpharma/onsetpossible-tissue-necrosis

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5. 6. Regezi, J. dan Sciubba,J., 1993, Oral Pathology: Clinical Pathology Correlations, WB. Saunders, USA Vinay Kumar, Abul K. Abbas, Jon C. Aster. Robbins Pathology Series Saunders W.B. Elsevier Health Sciences,2012 Katzung, Bertram. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi 8. Jakarta : Salemba Medika, 2002 Anderson, D.M. Dorlands Illustrated Medical Dictionary. 31st ed. Philadephia: Saunders, 2007 Cotran; Kumar, Collins Robbins Pathologic Basis of Disease. Philadelphia: W.B Saunders Company, 1998 Parakrama Chandrasoma, Clive R. Taylor (ca. 2005). "Part A. General Pathology, Section II. The Host Response to Injury, Chapter 3. The Acute Inflammatory Response, sub-section Cardinal Clinical Signs". Concise Pathology (3rd edition). New York, N.Y.: McGraw-Hill. Tambayong, Jan.2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Larjava, Hanu.2012. Oral Wound Healing: Cell Biology and Clinical Management. USA : John Wiley & Sons Birnbaum, W. dan Dunne, S.M., 2010, Diagnosis Kelainan Dalam Mulut Petunjuk bagi Klinisi. Penerbit Buku Kedokteran, EGC : Jakarta. Greenberg, M.S., Glick, M., Ship, J.A., 2008, Burkets Oral Medicine, 11th Edition, BC Decker Inc., Hamilton Neville, B.W., Damm, D.D., Allen, C.M., Bouquot, J.E., 2009, Oral and Maxillofacial Pathology, 3rd edition, Elsevier, India. Scully C and J.-V. Bagan, Adverse Drug Reactions in the Orofacial Region Crit Rev Oral Biol Med 15(4):221-239 (2004) Shafers textbook of Oral Pathology.5th edition; Elsevier 2007.

7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

You might also like