You are on page 1of 25

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Teknik pengecoran adalah salah satu cabang dari teknik produksi, dimana proses produksinya atau proses pembuatannya yaitu dengan membuat cairan logam dan di tuangkan dalam cetakan. Coran dibuat dari logam yang dicairkan, dituang kedalam cetakan, kemudian dibiarkan mendingin dan membeku. Oleh karena itu sejarah pengecoran dimulai ketika orang mengetahui bagaimana mencairkan logam dan bagaimana membuat cetakan. Hal itu terjadi kirakira tahun 4.000 sebelum Masehi. Proses pengecoran meliputi pembuatan rangka cetak, pembuatan model, pembuatan inti, mencetak model pada rangka cetak, peleburan logam pada dapur cor, penuangan logam cair serta perlakuan benda setelah proses pengecoran. Pekerjaan pengecoran logam yaitu membuat benda yang dibutuhkan dengan cara menuang logam cair ke dalam cetakan. Dalam perkembangan zaman dan tuntutan dunia akan teknologi , maka pengecoran sangat erat kaitannya terhadap kemajuan perindustrian dan teknologi sekarang, agar mahasiswa mampu menganalisis tentang praktek di dunia kerja nantinya. Pengerjaan model asbak sebagai praktikum individu dan lampu hias yang menjadi bahan model untuk praktikum kerja kelompok pengecoran, diharapkan pada praktikum pengecoran ini mahasiswa mempunyai bekal pada proses pengecoran sebelum terjun ke lapangan. Praktikum pengecoran diberikan teori sekaligus praktikum, peralatan dan bahan pengecoran telah tersedia mengakibatkan proses praktikum menjadi lebih lengkap. Akan tetapi, pada praktikum tempa tidak diberikan praktik karena persoalan waktu dan alat, sehingga praktikum penempaan hanya diberikan teori pada akhir praktikum dilaksanakan.

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam laporan ini adalah a. Bagaimana prosedur pengerjaan pengecoran logam pada praktikum

pengecoran di laboratorium pengecoran JPTM FPTK UPI? b. Seperti apa saja cara melakukan pengecoran pada logam?

1.3 Tujuan Tujuan praktek ini adalah untuk mengembangkan dan mengaplikasikan berbagai pengetahuan yang telah dipelajari , Sehingga diharapkan dengan praktek ini mahasiswa mampu menjawab tuntutan dan kebutuhan di lapangan baik di dunia industri maupun dunia pendidikan. Laporan ini memuat mengenai apa yang telah dipelajari dan dilakukan mahasiswa selama melaksanakan praktek diworkshop. 1.4 Manfaat a. Mahasiswa mengetahui peralatan yang digunakan dan fungsi dari peralatan tersebut dalam praktikum pengecoran b. Mahasiswa mengetahui dan memahami prosedur pengerjaan pengecoran logam baik secara pola belah maupun pola tunggal pengecoran. c. Mahasiswa dapat mengetahui penyebab kerusakan benda hasil proses pengecoran 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan laporan yang penulis susun adalah sebagai berikut: Kata Pengantar Daftar Isi Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang 2. Rumusan Masalah pada praktikum

3. Tujuan 4. Manfaat 5. Sistematika Penulisan Bab II Pembahasan 1. Landasan Teori 2. Gambar Kerja 3. Langkah Kerja 4. Hasil Kerja 5. Evaluasi/Pembahasan 6. Temuan-Temuan Bab III Kesimpulan dan Saran Daftar Pustaka Lampiran

BAB II PEMBAHASAN A. LANDASAN TEORI


2.1 Pengertian Pengecoran Pengecoran pasir digunakan untuk membuat bagian-bagian besar (besi cor yang khusus, tetapi juga perunggu, kuningan, aluminum). Leburan logam dituangkan ke dalam suatu rongga cetakan membentuk ke luar dari pasir (alami atau buatan). Proses pengecoran pasir akan dibahas bagian ini, meliputi pola, saluran dan pelari. desain utama, dan lemparan coran. Proses pengecoran pasir meliputi: pembuatan cetakan, persiapan dan peleburan logam, penuangan logam cair ke dalam cetakan, pembersihan coran dan daur ulang pasir cetakaan. Produk pengecoran disebut coran atau benda cor. Penelitian di bidang pengecoran menghasilkan teknik pengecoran baru atau adaptasi teknik pengecoran yang sudah ada, sehingga industri pengecoran masih mampu bertahan. Laju produksi yang meningkat, penyelesaian permukaan yang lebih baik, toleransi dimensi yang ketat dan sifat mekanik yang lebih baik, menyebabkan orang langsung memikirkan proses pengecoran untuk membuat sesuatu benda. 2.2 Macam-Macam Cetakan Sebagian besar bahan cetakan adalah dipakai pasir cetak karena memberikan karakteristik khusus. Cetakan diklasifikasikan berdasarkan bahan yang digunakan: 1) Cetakan pasir basah (green-sand molds). Cetakan ini dibuat dari pasir cetrak basah. 2) Cetakan kulit kering (skin dried molds) 3) Cetakan pasir kering (Dry-sand molds). Cetakan dibuat dari pasir yang kasar dengan bahan pengikat. Cetakan pasir kering banyak digunakan di pengecoran baja.

4) Cetakan lempung (loam molds). Cetakan ini digunakan untuk benda cor yang besar. Kerangka cetakan terdiri dari batu bata atau besi yang dilapis dengan lempung kemudian diperhalus permukaannya. 5) Cetakan furan (Furan molds). Pasir furan dapat digunakan sebagai dinding atau permukaan pada pola sekali pakai. 6) Cetakan CO2. Pasir yang bersih dicampur dengan natrium silikat dan campuran dipadatkan disekitar pola. Kemudian dialirkan gas CO2 dan campuran tanah akan mengeras. Cetakan ini digunakan untuk bentuk yang rumit dan dapat menghasilkan permukaan yang licin. 7) Cetakan logam. Cetakan logam terutama digumakan pada proses cetak-tekan (die casting) logam dengan suhu rendah. 8) Cetakan khusus. Cetakan khusus dapat dibuat dari plastik, kertas, kayu semen, plaster atau karet. Proses pembuatan cetakan yang dilakukan di pabrik-pabrik pengecoran dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) Pembuatan cetakan di meja (Bench Molding), dilakuakn untuk pembuatan benda yang kecil. 2) Pembuatan cetakan dilantai (Floor molding), dilakukan untuk pembuatan benda coar berkuran sedang atau besar. 3) Pembuatan cetakan sumuran (Pit molding), digunakan untuk pembuatan benda cor yang besar sekali. 4) Pembuatan cetakan dengan mesin (Machine molding).

2.3 Jenis Pasir Pasir silika (SiO2) banyak ditemukan di berbagai tempat. Pasir ini sangat cocok untuk cetakan karena tahan suhu tinggi tanpa terjadi penguraian, murah harganya, awet dan butirannya mempunyai bermacam tingkat kekasaran dan bentuk. Namun angka muainya tinggi dan memiliki kecenderungan untuk melebur menjadi satu dengan logam. Karena kandungan debu yang cukup tinggi, dapat berbahaya bagi kesehatan.

Pasir silika murni tidak dapat digunakan untuk membuat cetakan karena tidak memiliki daya pengikat. Pencampuran lempung sebanyak 8% sampai dengan 15% dapat meningkatkan daya ikatnya. Jenis lempung yang dapat digunakan adalah kaolin, lilit, dan betonit. Betonit adalah sejenis abu vulkanik yang telah lapuk. Pasir cetak alam telah mengandung sejumlah lempung, sehingga untuk membuat cetakan baik untuk besi-baja maupun nonferrous tinggal menambahkan air saja. Karena pasir alam banyak mengandung bahan organik, pasir ini kurang baik untuk penggunaan pada suhu tinggi. Pasir cetak buatan, terdiri dari butiran silika yang telah dicuci dan ditambah lempung sebanyak 3% sampai 5%. Jumlah air yang ditambahkan untuk memperoleh kekuatan yang cukup memadai kurang dari 5%, sehingga gas yang dilepaskan juga berkurang. 2.4 Sistem Saluran Cetakan Pasir Sistem saluran pada cetakan pasir berfungsi untuk memasukan atau mengisi logam cair yang dituangkan dari tungku atau ledel ke rongga coran dalam cetakan, dan untuk mengeluarkan moister, serta untuk mengontrol pengisian coran. Fungsi sistem saluran perlu darancang dengan mantap dengan mempertimbangkan faktorfaktor berikut : 1) Aliran logam hendaknya memasuki rongga cetakan pada dasar atau dekat dasarya dengan turbulensi seminimal mungkin. 2) Pengikisan dinding saluran masuk dan permukaaan rongga cetakan harus ditekan dengan mengatur aliran logam cair atau dengan menggunakan inti pasir kering. 3) Aliran logam cair yang masuk harus diatur sedemikian, sehingga terjadi solidifikasi. Solidifikasi sebaiknya dimulai dari permukaan cetakan ke arah logam cair, sehingga selalu ada logam cair cadangan untuk menutupi kekuurangan akibat penyusutan. 4) Usahakan agar slag, kotoran, atau partikel asing tidak dapat masuk ke dalam rongga cetakan.

Sistem saluran untuk mengalirkan logam cair ke dalam rongga cetakan terdiri dari: cawan tuang, saluran turun, saluran pengalir, saluran penambah dan saluran masuk. a. Cawan Tuang Cawan tuang berfungsi untuk menampung leburan logam yang dituangkan dari ledel atau tungku atau penyaring kotoran untuk mencegah masuknya terak ke dalam cetakan dan untuk memberikan graviti yang besar sehingga aliran logam cair bisa cepat, laminer atau tidak turbulen. b. Saluran Turun Saluran turun fungsinya untuk mengalirkan logam cair dari cawan tuang ke dam, terus ke pengalir, terus ke saluran masuk (gate) dan khususnya ke rongga cetakan bahkan sampai ke saluran penambah (riser). Saluran turun berada pada bagian cope, dan hanya ada satu buah saluran turun dalam satu cetakan pasir; hal ini untuk mencegah terputusnya penyatuan logam cair sewaktu pembekuannya. c. Saluran Pengalir Saluran pengalir (runner) berfungsi untuk mengalirkan logam cair dari saluran turun ke saluran masuk (gate), yang diteruskan ke rongga coran. d. Saluran Masuk Saluran masuk berfungsi untuk memasukan logam lebur dari pengalir atau sprue ke rongga cetakan dan sisanya diteruskan ke saluran penambah. Posisi saluran masuk berada pada permukaan pisah terutama dibagian dragnya. e. Saluran Penambah Saluran penambah berfungsi untuk mengeluarkan moisture yang terprangkap sewaktu penuangan, sehingga logam cair dapat mengisi penuh rongga coran. Saluran ini berfungsi juga sebgai cadangan logam cair seandainya terjadi penyusutan. Penambah sebaiknya ditempatkan pada rongga coran yang kemungkinan sulit untuk dicapai pengisiannya, dan jumlahnya bisa lebih dari satu buah dalam satu rongga coran.

2.5 Bahan Pola Ada dua cara pengecoran dengan menggunakan cetakan pasir. Pembagian dilakukan berdasarkan jenis pola yang digunakan: (1) Pola yang dapat digunakan berulang-ulang dan (2) Pola sekali pakai (pola habis) Pada cara pertama pasir dipadatkan disekitar pola yang kemudian dikeluarkan. Pola berulang-ulang biasanya dibuat dari bahan kayu. Rongga yang terjadi kemudian diisi dengan logam cair yang menghasilkan benda cor. Pola sekali pakai dibuat dari polysterene atau bahan lain yang setara dan tidak dikeluarkan. Pada waktu logam cair dituangkan ke dalam cetakan, pola tersebut menguap. Pola harus diberikan kelonggaran untuk mengatasi penyusutan ukuran. Kelonggaran harus diberikan untuk pengerjaan akhir dan pembuatan cetakan sebagai penambahan ukuran akibat adanya penyusutan. Untuk memudahkan pengukurannya memakai mistar susut. Pada besi cor penyusutannya 1,04 %, brons 1,56 %, baja 2,08 %, alumunium dan magnesium 1,30 %. 2.6 Pola Rongga didalam pasir dibentuk dengan menggunakan suatu pola (kira-kira salinan dari bagian yang nyata), yang secara khusus dibuat dari kayu, kadang-kadang logam. Rongga terdapat di suatu kotak yang disebut flask. Inti adalah bentuk pasir yang dimasukan ke dalam cetakan untuk menghasilkan bentuk bagian yang internal seperti lubang atau saluran internal. Inti ditempatkan pada rongga untuk membentuk lubang sesuai yang diinginkan. Cetakan Inti adalah ditambahkan pada pola utama, inti, atau cetakan yang digunakan untuk menempatkan dan mendukung inti didalam cetakan itu. Suatu riser adalah suatu rongga ekstra yangh dibuat pada cetakan untuk menampung lebihan leburan material. Tujuan dari memasukan logam yang dicairkan pada rongga cetakan ketika leburan logam mengeras dan menyusut, dan dengan demikian mencegah kekosongan dalam coran utama.

Di dalam dua bagian cetakan, yang mana coran pasir khusus, separuh bagian atas, mencakup separuh atas pola, flask, dan inti yang disebut cope dan yang separuh lebih rendah disebut drag. Parting line atau partring surface adalah garis atau permukaan yang memisahkan cope dan drag. Drag yang pertama diisi secara parsial dengan pasir, dan mencetak inti, inti, dan sistem gating ditempatkan dekat garis pemisah. Cope kemudian dirakit dengan drag, dan pasir dituangkan separuh cope, mencakup pola, inti dan sistem gating. Pasir adalah dipadatkan oleh getaran dan alat mekanis. Berikutnya, cope dipindahkan dari drag, dan pola dipindahkan.secara hatihati. Obyek adalah untuk memindahkan pola tanpa mematahkan rongga cetakan. Ini memudahkan pada perancangan suatu draft, suatu offset vertikal yang sedikit

bersudut dari permukaan yang vertikal pola itu. Ini pada umumnya 1 atau 1.5 mm ( 0.060 in), yang mana pun adalah lebih besar. Permukaan pola yang lebih kasar, semakin draft pula. 2.7 Dasar-Dasar Pengecoran Dalam pengecoran, suatu yang padat dileburkan, dipanaskan pada temperatur sesuai, dan kadang-kadang dilakukan untuk memodifikasi komposisi kimianya. Leburan material, biasanya logam, ini dituangkan ke dalam pada rongga cetakan, yang mana selama pembekuan membentuk sesuai bentuk utama. Ini,dalam langkah pertama, bentuk kompleks atau sederhana dapat dibuat dari beberapa logam yang dapat dileburkan. Hasil produk dapat mempunyai bentuk mirip bentuk rancangan. Sebagai tambahan, ketahanan penekanan kerja dapat dikembangkan, macam

penyimpangan dapat dikendalikan, dan suatu bentuk yang diinginkan dapat diproduksi. Bagian coran mencakup ukuran dari pecahan untuk suatu inci dan suatu pecahan untuk suatu ons (seperti gigi individu suatu ritsleting), untuk di atas 30 kaki (10 meter) dan banyak ton (seperti batang kerangka dan baling-baling pada kapal laut yang sangat besar). Lebih dari itu, coran memiliki keuntungan dalam produksi banyak, bagian mempunyai bagian cekungan atau rongga internal, bagian ini berisi permukaan lengkung tidak beraturan (kecuali yang dibuat dari pelat logam tipis),

bagian yang sangat besar, dan bagian yang dibuat dari logam sukar untuk dimesin. Oleh karena keuntungan ini, coran adalah salah satu proses produksi yang paling penting. Sekarang, ini hampir mustahil untuk mendisain semua yang tidak bisa dicor oleh satu atau lebih proses pengecoran yang mungkin. Bagaimanapun, seperti dalam semua teknik produksi, ekonomi dan hasil yang terbaik dicapai jika perancang memahami berbagai pilihan dan perancang mendesain untuk menggunakan proses yang paling sesuai dan cara yang paling efisien. Berbagai proses berbeda terutama pada bahan cetakan (apakah pasir, logam, atau bahan lain) dan metoda penuangan (gaya berat, kehampaan, tekanan rendah, atau tekanan tinggi). Semua proses tergantung kebutuhan pemadatan material maksimal, secara serempak untuk mencegah kemungkinan cacat, seperti toleransi penyusutan, rembesan gas, dan pemaksaan masukan. Ada enam faktor yang termasuk dalam pengecoran yaitu: a. Rongga Cetakan Suatu rongga cetakan, mempunyai bentuk dan ukuran, yang harus dibuat dengan toleransi untuk penyusutan pemadatan logam. Kebanyakan bentuk yang diinginkan coran akhir harus ada rongga. Oleh karena itu, bahan cetakan harus mampu membuat detil yang diinginkan dan juga harus mempunyai karakter tahan panas sehingga tidak akan terpengaruh oleh leburan logam yang harus diisikan. Cetakan yang baru harus disiapkan untuk tiap coran (cetakan yang dapat memuai), atau cetakan harus dibuat dari suatu material yang dapat bertahan untuk dicor ulang. Jenis yang belakangan dikenal sebagai cetakan permanen. Karena cetakan permanen dibuat dari metal atau grafit dan harganya mahal, penggunaan mereka biasanya terbatas pada produksi besar saja. Cetakan yang semakin hemat biasanya lebih disukai untuk produksi dalam jumlah lebih kecil. b. Proses Peleburan

10

Proses peleburan harus mampu untuk memberikan leburan bahan yang tidak hanya di temperatur yang sesuai, tetapi juga dalam kwantitas yang diinginkan, dengan mutu yang bisa diterima, dan biaya yang layak. c. Teknik Penuangan Teknik penuangan harus dipikirkan untuk mengantarkan leburan logam kedalam cetakan. Penambahan harus dibuat untuk jalan keluar semua udara atau gas cetakan sebelum penuangan dan dihasilkan oleh aksi logam panas yang masuk cetakan. Leburan logam sepenuhnya mengisi rongga, memproduksi suatu mutu coran yang padat dan bebas dari cacat.

Gambar 1. Proses penuangan logam coran pada cetakan d. Proses Pembekuan Setelah leburan logam dituangkan ke dalam cetakan, lalu terjadi pembekuan coran dan didinginkan pada suhu lingkungan. Peristiwa ini sangat mempengaruhi ukuran, bentuk, dan keseragaman butir yang dibentuk pada seluruh coran, yang mana pada gilirannya mempengaruhi keseluruhannya. Faktor yang penting yang mempengaruhi peristiwa ini adalah jenis logam yang berkenaan dengan panas logam dan cetakan, hubungan geometris antara volume dan luas permukaan coran, dan bentuk cetakan. Sebagai contoh suatu logam murni mempunyai titik beku atau peleburan tergambar jelas, pembekuan pada suatu temperatur tetap. Alumunium

11

murni, sebagai contoh, membeku pada 660 oC ( 1220 oF), besi cor pada 1537 oC (2798 oF), dan tungsten pada 3410 oC ( 6170 oF). Ketika temperatur leburan logam dikurangi menjadi titik bekunya, temperaturnya tetap sewaktu leburan laten disemburkan. Pembekuan utama (penghubung padat-cair) dipindahkan melalui leburan logam, pemadatan dari dinding cetakan ke arah pusat. Ketika pembekuan pertama telah berlangsung pada beberapa titik, dilanjutkan pendinginan. Metal yang dipadatkan, yang kita sekarang sebut coran, kemudian keluarkan cetakan dan mulai untuk didinginkan pada suhu lingkungan. Struktur Butir dari logam murni dalam cetakan yang luas. Didinding cetakan, pendinginan logam dengan cepat karena dinding ada di suhu lingkungan. Pendinginan cepat menghasilkan kulit yang padat, atau kerang, tentang butir equiaxed bagus Butir berkembang dalam arah berhadapan dengan pemindahan kalor ke luar melalui cetakan. Butir yang mempunyai orientasi baik akan tumbuh secara istimewa dan disebut butir columnar. Ketika daya penggerak memindahkan kalor berkurang sejauh dari dinding cetakan, butir menjadi kasar. Butir yang mempunyai orientasi yang berbeda pertumbuhan akan terhambat. Seperti pengembangan butir dikenal sebagai nukleasi homogen, artinya bahwa butir (kristal) tumbuh ketika proses pengecoran dimulai pada dinding cetakan.

Gambar 2. Dinding cetakan pasir

12

Proses pembekuan harus

dirancang dan dikendalikan dengan baik.

Perencanaan harus dibuat sehingga cetakan tidak akan menyebabkan terlalu banyak penekanan terhadap penyusutan pada pendinginan pemadatan metal. Cara lainnya, coran akan retak ketika itu masih panas dan kekuatannya rendah. Sebagai tambahan, perancangan coran harus seperti pembekuan dan penyusutan pembekuan dapat terjadi tanpa memproduksi kekosongan atau rembesan internal. e. Pembongkaran Cetakan Ini harus mungkin untuk memindahkan coran dari cetakan (dengan kata lain, memindahkan cetakan ). Ketika yang metal dituangkan ke dalam cetakan yang bagiannya rusak dan diambrukan setelah coran masing-masing dibuat, disana tidak ada kesukaran serius. Bagaimanapun, cetakan permanen digunakan, pemindahan coran menjadi masalah utama dalam desain. f. Pembersihan, Finishing, dan Pemeriksaan Setelah coran dipindahkan dari cetakan, berbagai pembersihan, penyelesaian, dan pemeriksaan operasi perlu untuk dilakukan. Material tambahan yang dipasang jika metal masuk rongga, kelebihan pada cetakan parting line, dan bahan cetakan yang terikat dengan permukaan coran harus semua dipindahkan.

2.8 Cetakan Pola Sekali Pakai Pola sekali pakai umumnya terdiri atas satu bagian, ditempatkan di atas papan alas dan drag dibuat sebagaimana biasanya. Setelah drag selesai, dibalik, dan dilanjutkan dengan pembuatan cope. Jangan lupa dengan membuat lubang-lubang pelepas udara. Meskipun umumnya dipergunakan pasir basah, pasir jenis lainnya banyak digunakan jga khususnya pada bagian permukaan pola. Tidak diperlukan pasir pemisah antara drag dengan cope, karena pola hanya dibuka ketika akan mengeluarkan benda coran. Saluran turun dan bagian dari sistem saluran masuk lainnya biasanya merupakan bagian dari pola. Pola polysterene termasuk saluran turun dan dan saluran tuangnya ditinggalkan dalam cetakan. Logam cair dituangkan

13

dengan cepat ke dalam saluran turun; polysterene menguap; dan logam cair mengisi rongga cetakan. Setelah logam membeku dan dingin, benda cetak dikeluarkan dan dibersihkan. Logam cair dituangkan dengan cepat supaya dapat mencegah terjadinya pembakaran polysterene yang mengakbatkan terjadinya residu karbon. Gas yang terjadi akibat penguapan bahan terdorong keluar melalui pasir yang permeabel dan lubang-lubang pelepas gas. Biasanya pola diberi lapisan bahan tahan api agar dapat diperoleh permukaan yang mulus. Selain itu diperlukan pemberat yang cukup, dan ikatan samping yang kuat untuk mengimbangi tekanan-tekanan yang tinggi yang terjadi dalam pola. Keuntungan dari proses ini adalah: 1) Sangat tepat untuk mengecor benda-benda dalam jumlah kecil. 2) Relatif tidak memerlukan proses pemesinan lagi. 3) Menghemat bahan coran. 4) Permukaan mulus. 5) Tidak diperlukan pembuatan pola belahan kayu yang rumit. 6) Tidak diperlukan inti atau kotak inti. 7) Pengecoran jauh lebih sederhana.

Kerugiannya adalah : 1) Pola rusak sewaktu dilakukan proses pengecoran. 2) Pola lebih mudah rusak, oleh karena itu memerlukan penanganan yang lebih sedehana. 3) Pada pembuatan pola tidak dapat digunakan mesin mekanik. 4) Tidak ada kemungkinan untuk memeriksa keadaan rongga cetakan. B. GAMBAR KERJA Untuk gambar kerja pengecoran dengan pola belah dan pola habis terlampir.

14

C. ALAT DAN BAHAN Alat yang diperlukan untuk pengecoran pola tunggal Alat untuk membuat pola 1) Mesin serut listrik 2) Alat serut manual 3) Mesin Gergaji kayu 4) Gergaji kayu manual 5) Palu konde 6) Pahat kayu dengan berbagai ukuran 7) Mistar siku 8) Ampelas kayu 9) Kikir kayu 10) Penitik 11) Paku kayu 12) Tang penjepit 13) Tungku peleburan logam Alat untuk membuat cetakan 1) Sengkop 2) Sendok tembok 3) Gerobak pengangkut pasir 4) Palu martil 5) Ayakan pasir 6) Tempat penampungan pasir lembut 7) Ember (tempat penampungan air) 8) Cetakan (Flask) Bahan yang digunakan untuk pola tunggal 1) Bahan pola : Kayu 2) Bahan produk : Paduan alumunium (Alumunium Alloy) 3) Bahan cetakan : Pasir kali, air, bentonit, dan grafit.

15

Alat yang diperlukan untuk pengecoran pola habis 3.3.1 Alat untuk membuat pola 1) Cutter 2) Alat khusus pemotong streofoam 3) Penggaris/mistar baja 4) Lem streofoam 5) Ampelas (halus) 3.3.2 Alat untuk membuat cetakan 1) Sengkop 2) Sendok tembok 3) Gerobak pengangkut pasir 4) Palu martil 5) Ayakan pasir 6) Tempat penampungan pasir lembut 7) Ember (tempat penampungan air) 8) Flask 9) Tungku peleburan logam

Bahan yang gunakan untuk pola habis 1) Bahan pola : Streofoam (polysterene) 2) Bahan produk : Paduan alumunium (Alumunium Alloy) 3) Bahan cetakan : Pasir silika (SiO2), air, bentonit.

D. LANGKAH KERJA a. Langkah Kerja Pengecoran dengan Pola tunggal 1. Buat gambar pola dilengkapi dengan ukuran penyusutannya. 2. Buat gambar proses penanaman pola pada cetakan pasir. 3. Buat pola yang akan dicetak dengan bahan kayu sesuai dengan ukuran yang direncanakan (110 mm x 70 mm x 10 mm). 4. Pola yang sudah selesai dibuat kemudian diampelas agar hasil coran baik dan halus. Kemudian beri baut atau paku untuk mempermudah mengangkat pola

16

5. Siapkan bahan cetakan dari pasir kali, ayak terlebih dahulu dengan dua kali pengayakan agar hasilnya benar-benar lembut. 6. Siapkan bentonit, air, dan grafit. 7. Aduk bahan pasir 90 %, Air 3%, dan bentonit 7%. 8. Siapkan rangka cetak (flask). 9. Masukan rangka cetak dan msukan pasir pada cetakan, pakul sampai memadat kemudian buat kolam dan saluran alur (Gate) Balur pola dan bagian-bagian kolam, gate dengan grafit agar mudah ketika melepaskan pola pada cetakan. 10. Siapakan logam pengecorannya (Alumunium), kemudian masukan dalam tungku sesuai dengan volume dari benda kerja yang akan dicor. Lebur sampai mencapai titik lebur dari alumunium yaitu 850 C. 11. Jika logam coran sudah melebur sesuai dengan titik leburnya, masukan kedalaam cetakan. 12. Diamkan sampai dingin, kemudian cetakan dibongkar angkat hasil corannya. 13. Lakukan proses finishing dan proses pemeriksaan apakah hasil coran sesuai dengan gambar benda kerja yang telah dibuat. 14. Penyusutan hasil coran sekitar 3 mm. 15. Periksakan pada Dosen atau Instruktur. b. Langkah Kerja Pengecoran dengan Pola Strerofoam 1. Buat gambar pola dilengkapi dengan ukuran penyusutannya. 2. Buat gambar proses penanaman pola pada cetakan pasir. 3. Buat pola yang akan dicetak dengan bahan sterofoam sesuai dengan ukuran yang direncanakan (170 mm x 45 mm x 20 mm). 4. Pola yang sudah selesai diampelas agar hasil coran baik dan halus. 5. Buat saluran turun (sprue), saluran masuk (gate) dan saluran penambah (riser). 6. Siapkan bahan cetakan dari pasir silika, dengan terlebih dahlulu pasir tersebut diayak dan digunakan ukuran butir yang halus. 7. Siapkan rangka cetak (flask).

17

8. Pasir yang telah diayak dicampur dengan bahan bentonit untuk memperkuat daya rekat pasir pada cetakan. 9. Campuran pasir dan bentonit diberi sedikit air supaya memperkuat kemampuam pasir menempel (keterpaduan). Untuk ukuran banyaknya pasir 90%, air%, dan bentonit 7%. 10. Rangka cetak bawah (drag) diletakkan diatas papan kayu yang rata. 11. Drag diisi penuh dengan pasir yang dipadatkan secara manual. 12. Pasir yang berlebihan diratakan, dan pola, sprue, riser diletakan kira-kira ditengah cetakan yang sudah dipadatkan. 13. Kemudian pasir isi kembali pada cetakan sampai pola terbenam, dan pasir dipadatkan kembali sampai rata dengan tinggi sprue dan riser. 14. Setelah cope diisi penuh dengan pasir, biarkan pola tersebut beberapa saat dalam cetakan supaya daya rekat dan keterpaduan pasir dalam cetakan lebih kuat. 15. Bahan produk berupa paduan alumunium dicairkan dalam tungku peleburan logam, titik lebur sekitar 850 C dengan waktu peleburan sekitar 1 jam. 16. Setelah paduan alumunium mencair, logam cair ini dituangkan dengan cepat ke dalam saluran turn (sprue); polysterene menguap; dan logam cair mengisi rongga ceakan. Logam cair dituangkan dengan cepat supaya dapat mencegah terjadinya pembakaran polysterene yang mengakbatkan terjadinya residu karbon. Gas yang terjadi akibat penguapan bahan terdorong keluar melalui pasir yang permeabel dan lubang-lubang pelepas gas. 17. Setelah logam membeku dan dingin, benda cetak (coran) dikeluarkan dari cetakan dan dibersihkan. 18. Sprue dan riser dipotong, kemudian benda hasil coran dikerjakan lebih lanjut dengan proses pemesinan. 19. Penyusutan hasil coran sekitar 3 mm. 20. Periksakan pada Dosen atau Instruktur.

18

E. HASIL KERJA Untuk hasil kerja dari proses pengecoran dengan pola tunggal (kayu) dan pola Sterofoam dapat dilihat dari gambar dibawah ini:

Gambar 3. Hasil coran dengan pola tunggal

Gambar 4. Hasil coran dengan pola sterofoam F. EVALUASI DAN PEMBAHASAN Pada proses pengecoran dudukan step motor racing ini, menggunakan cetakan pasir pola tunggal. Sedanngkan dalam pola hilang bahan pola yang dipakai adalah streofoam, dan pola tunggal bahan yang dipakai terbuat dari kayu. Hal yang paling sulit dalam pengecoran dengan pola tunggal adalah ketika membuat cetakannya, tidak jarang kita membuat cetakan berulang kali. Hal ini disebabkan ketika pengangkatan pola dari cetakan selalu terjadi erosi disekitar pola. Atau pola menjadi rubuh atau rusak karena pergerakan dari tangan kita Untuk

19

mengatasi agar tidak terjadi rubuh disekitar pola, pola yang kita buat harus dimiringkan/ditiruskan bagian bawahnya agar ketika pola diangkat tidak terjadi erosi. Jika pola tidak memungkinkan untuk ditiruskan mungkin dilakukan perbaikan manual pada daerah yang terjadi erosi pada cetakan dengan menggunakan tangan kita tambal/tutupi bagian yang rusak dengan menggunakan pasir yang sedikit agak basah. Untuk pengecoran dengan pola sterofoam, hasil coran tergantung dari pola dan cetakan yang kita buat, jika pola yang kita buat baik, dan pasir untuk bahan coran benar-benar lembut maka permukaan hasil coran akan baik dan halus, agar tidak terlalu banyak kerja dalam proses finising. Jadi intinya hasil coran itu tergantung dari pola dan cetakan yang kita buat, baik untuk pengecoran dengan pola belah maupun pengecoran dengan pola sterofoam. Untuk pembuatan pola diharapkan jangan membuat benda kerja yang rumit, karena pembuatan pola tergantung dari keterampilan individu masing-masing, jadi pembuatan pola disesuaikan dengan kemampuan kita. Untuk pembuatan bahan cetakan terkadang kita sulit untuk mengetahui ukuran pasir 90 %, air 3%, dan bentonit 7%, untuk mempermudahnya ketika kita sudah mencampur ketiga bahan tersebut, periksa pasir dengan cara mengepalkannya oleh tangan, jika dikepalkan pasir sudah bisa memadat berarti pasir sudah siap untuk dibuat cetakan. Terkadang kita mengabaikan banyak bahan yang digunakan untuk pengecoran, terkadang kita hanya mengira-ngira saja berapa bahan yang diperlukan, sehingga sering banyak bahan sisa yang tidak terpakai. Untuk itu kita bisa menghitung berapa banyaknya jumlah bahan yang diperlukan untuk pengecoran sesuai dengan volume dari benda kerja yang kita buat, yaitu dengan menghitung berapa volume total dari benda kerja, volume penysutan, massa jenis bahan coran, dan volume dari sprue dan riser. Banyaknya bahan (Al) yang digunakan untuk pengecoran dengan pola tunggal adalah : V. Benda kerja = P x l x t = 110 mm x 70 mm x 10 mm = 77.000 mm3

20

V. Penyusutan = 3% (V. Benda kerja) = 3% (77.000) = 2.310 mm3 V. Total = V. Benda kerja + V. Penyusutan = 77.000 + 2.310 mm3 = 79.310 mm3 = 79.31 cm Massa Jenis Al () = 2,7 gr/cm Jadi bahan yang diperlukan sebesar : = m/V m=Vx = 79.31 x 2,7 = 214.137 gr = 0.0214137 kg Tetapi karena dalam pengecoran dengan pola yang satu lagi yaitu pola sterofoam tidak di cor maka hanya berbentuk cetakan saja maka perhitungan bahannyapun diabaikan.

G. TEMUAN-TEMUAN Setelah melakukan praktek pengecoran baik dengan pola belah maupun dengan pola habis ada beberapa temuan yang saya dapatkan diantaranya: Dalam praktek pengecoran hal yang harus diperhatikan adalah ketika kita membuat pola dan cetakan, jika pola dan cetakan yang kita buat baik maka hasilnya pun akan baik. Tetapi terlepas dari semua itu terkadang kita tidak menyadari bahwa masih banyak faktor lain yang mempengaruhi hasil coran, misalnya lambatnya waktu ketika kita akan menuangkan logam leburan pada cetakan, ini juga mempengaruhi hasil coran. Perlu diketahui bahwa dalam proses pengecoran ini seolah-olah gaib, karena kita tidak bisa melihat secara langsung proses pembentukan benda kerja di dalam cetakan itu seperti apa. Setelah paduan alumunium mencair, logam cair ini dituangkan dengan cepat ke dalam saluran turn (sprue); polysterene menguap; dan logam cair mengisi rongga

21

ceakan. Logam cair dituangkan dengan cepat supaya dapat mencegah terjadinya pembakaran polysterene yang mengakbatkan terjadinya residu karbon. Gas yang terjadi akibat penguapan bahan terdorong keluar melalui pasir yang permeabel dan lubang-lubang pelepas gas. Saya temukan bahwa kenapa banyak sekali yang gagal hasil corannya, ini diakibatkan karena ketika pembuatan cetakan dari pasir tidak ditambahkan bahan pembantu. Bahan pembantu ini umumnya di tambahkan dengan tujuan untuk memperbaiki sifat pasir cetakan dan untuk menghindari hal-hal tertentu terhadap pasir cetakan. Bahan pembantu yang bisa ditambahkan yaitu debu arang, ini berguna untuk meningkatkan kehalusan permukaan tuangan. Selain itu juga bisa menggunakan bahan-bahan elastis, seperti tatal kayu, tepung, maupun bubuk batu bara yang berfungsi untuk meredam tegangan akibat pemuaian dari pasir kuarsa. Karena pasir kuarsa akan memuai antara 1,5 2 % pada suhu 600 C, hal itu akan mengakibatkan tegangan pada permukaan pasir. Jadi bahan tambah sangat penting untuk digunakan agar hasil coran lebih baik lagi. Sebenarnya dalam proses pemadatan pasir pada cetakan, pasir harus mampu menahan tekanan pengecoran supaya ukurannya tidak berubah, pasir cetakan juga harus tetap dapat dilewati udara hingga gas-gas penuangan akan lebih mudah keluar. Untuk mencapai hal seperti itu diperlukan alat-alat khusus untuk proses penumbukan seperti: Penumbuk runcing, penumbuk datar, dan penumbuk bertekanan udara, Tetapi diworksop kita alat-alat seperti itu tidak ada jadi kita menggunakan alat seadanya, pantas saja hasil coran yang didapatkan kurang maksimal. Selain alat-alat diatas, pada waktu kita akan memperbaiki cetakan yang terjadi erosi pada pengecoran pasir dengan pola belah kita juga menggunakan peralatan seadanya. Padahal untuk melakukan itu semua ada alat khusus yang harus digunakan seperti: Lanset, sendok semen, kait pasir, kait besi, sendok poles, kancing pemoles, batang pemoles bulat, dan batang pemoles datar. Sehingga jika kita menggunakan alat-alat yang semestinya maka cetakan yang kita buat akan maksimal. 22

BAB III KESIMPULAN


A. KESIMPULAN Pengecoran adalah suatu proses produksi dengan menggunakan bahan logam atau non logam yang sudah dilebur (dicairkan) dan cetakan untuk menghasilkan produk dengan bentuk yang mendekati bentuk geometri akhir produk jadi. Logam atau non logam yang sudah dilebur dalam dapur peleburan pada suhu tertentu akan dituangkan atau ditekan ke dalam cetakan yang memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Cetakan dipisahkan dari hasil penuangan logam atau non logam setelah logam atau non logam cair tersebut memenuhi rongga dan kembali ke bentuk padat. Pada saat akan melakukan pengecoran hendaknya dipersiapkan peralatan yang dibutuhkan, seperti gergaji, palu, penggaris dan meteran, mistar siku, paku, tatah, kertas gosok, flash, model, penumbuk, cetok, kuas, sistem saluran dan juga perlu di persiapkan bahan-bahan seperti kayu, pasir silica, air dan karbon. Sebelum membuat cetakan model harus diperbaiki terlebih dahulu setelah itu dapat dilakukan pembuatan rongga cetak sesuai langkah-langkah yang benar. Kemudian setelah rongga cetak jadi maka langsung dapat dilakukan proses peleburan dan pengecoran atau penuangan. Pada saat membuka dan menutup cup sebaiknya jangan sampai goyang sehingga dibutuhkan kerjasama kelompok. Pada proses pengecoran dengan pola tunggal maupun pola sterofoam benda kerja yang dibuat yaitu Dudukan Step motor racing Untuk bahan pola yang digunakan pada pengecoran pasir pola tunggal menggunakan kayu. Keuntungan dari proses pengecoran pasir ini adalah: 1) Sangat tepat untuk mengecor benda-benda dalam jumlah kecil. 2) Relatif tidak memerlukan proses pemesinan lagi. 3) Menghemat bahan coran. 4) Permukaan mulus. 5) Tidak diperlukan pembuatan pola belahan kayu yang rumit. 6) Tidak diperlukan inti atau kotak inti.

23

7) Pengecoran jauh lebih sederhana. Kerugiannya adalah: 1) Pola rusak sewaktu dilakukan proses pengecoran. 2) Pola lebih mudah rusak, oleh karena itu memerlukan penanganan yang lebih konkrit dan sederhana. 3) Pada pembuatan pola tidak dapat digunakan mesin mekanik. 4) Tidak ada kemungkinan untuk memeriksa keadaan rongga cetakan.

B. SARAN Mungkin saya hanya memberi kritikan pada pihak penyelenggara praktek, bahwa kita harus punya toleransi dan saling pengertian antara pihak dosen dengan mahasiswa. Maksudnya dosen tidak bisa ngomong terus agar pekerjaannya cepat selesai sesuai tepat waktu sedangkan fasilitas yang tersedia segitu adanya, misalnya pada waktu melakukan pembuatan pola dan cetakan banyak sekali peralatan-peralatan yang tidak tersedia diworkshop. Dalam pengawasannya para dosen sudah cukup baik, bisa memberi motivasi yang baik dengan mempraktikan langsung dihadapan para siswa cara praktek yang benar itu seperti apa. Mungkin kedepannya diadakan sosialisasi antara dosen dengan mahasiswa yang akan melaksanakan praktek di workshop tentang masalah pendanaan yang tersedia untuk melaksanakan praktek tersebut, jadi kita sebagai peserta praktek diberi penjelasan mengenai keuangan yang tersedia, serta dengan uang yang tersebut bisa dibelikan apa saja, sehingga tidak ada kesimpang siuran diantara kami jika pada waktu praktek ada masalah pengadaan bahan atau perlengkapan lainnya. Tingkatkan lagi solidaritas dan kenyamanannya di workshop dalam melaksanakan praktek, karena dengan itu kita tidak akan jenuh dalam melaksanakan praktek, sehingga praktekpun berjalan dengan lancar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh kita semua.

24

25

You might also like