Professional Documents
Culture Documents
C. Delayed primary healing (tertiary healing) Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual. Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika menunjukkan tandatanda infeksi. III. Proses Penyembuhan Luka Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang tindih (overlap). Disamping itu, proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta penyebab luka tersebut. Terkait dengan fase penyembuhan luka, ada 3 tahapan yang saling berhubungan satu sama lainny, antara lain: a. Fase inflamasi Fase ini terjadi pada hari ke 0-5, dimana terjadi respon yang segera timbul setelah terjadi injuri, kemudian terjadi pembekuan darah dimana hal ini terjadi untuk mencegah kehilangan darah. Karakteristik lainnya adalah terjadinya tumor, rubor, dolor, color, functio laesa. Kondisi ini juga merupakan awal terjadinya haemostasis sedangkan fagositosis terjadi pada fase akhir dari fase inflamasi ini. Lama fase ini bisa singkat jika tidak ditemukan adanya infeksi pada luka. b.Fase.proliferasi.or.epitelisasi Terjadi pada hari 3 14, fase ini juga disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka dimana luka nampak merah segar, mengkilat. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin dan hyularonic acid. Proses epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian luka. Pada luka insisi, proses epitelisasi ini terjadi pada 48 jam pertama. c. Fase maturasi atau remodelling Fase ini berlangsung dari beberapa minggu sampai dengan 2 tahun. Pada fase ini akan terbentuk jaringan kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength). Jaringan parut (scar tissue) yang tumbuh sekitar 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Pada fase ini juga terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan. III. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka Status Imunologi, kadar gula darah (impaired white cell function, hidrasi (slows metabolism), nutritisi, kadar albumin darah (building blocks for repair, colloid osmotic pressure oedema), suplai oksigen dan vaskularisasi, nyeri (causes vasoconstriction), corticosteroids (depress immune function). IV. Pengkajian Luka A.Kondisi,luka 1.Warna.dasar,luka Dasar pengkajian berdasarkan warna yang meliputi : slough (yellow), necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue (red), epithelialising (pink) 2.Lokasi,ukuran,dan,kedalaman,luka 3.Eksudat,dan,bau
4.Tanda-tanda,infeksi 5.Keadaan,kulit,sekitar,luka:warna,dan,kelembaban 6. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung B.Status,nutrisi,klien:BMI,kadar,albumin C.Status,vascular:Hb,TcO2 D.Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang lain E. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya V. Perencanaan A. Pemilihan Balutan Luka Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain: 1. Mempercepat fibrinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab. 2. Mempercepat angiogenesis. Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat. 3. Menurunkan resiko infeksi 4. Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering. 5. Mempercepat pembentukan Growth factor. Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab. 6. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini. Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini: 1. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka (absorbing) 2. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal) 3. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration) 4. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan 5. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999) Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada : 1. 2. 3. 4. 5. Apakah suplai telah tersedia? Bagaimana cara memilih terapi yang tepat? Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih? Bagaimana dengan pertimbangan biaya? Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
6. Bagaimana cara mengevaluasi? B. Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya 1. Film Dressing
Semi-permeable primary atau secondary dressings Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive Conformable, anti robek atau tergores Tidak menyerap eksudat Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
2. Hydrocolloid
Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough Occlusive > hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis Waterproof Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel
3. Alginate
Terbuat dari rumput laut Membentuk gel diatas permukaan luka Mudah diangkat dan dibersihkan Bisa menyebabkan nyeri Membantu untuk mengangkat jaringan mati Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
4. Foam Dressings
Polyurethane Non-adherent wound contact layer Highly absorptive Semi-permeable Jenis bervariasi Adhesive dan non-adhesive Indikasi : eksudat sedang s.d berat Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
5. Terapi alternatif
Zinc Oxide (ZnO cream) Madu (Honey) Sugar paste (gula) Larvae therapy/Maggot Therapy Vacuum Assisted Closure Hyperbaric Oxygen
VI. Implementasi A. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough tissue) Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat Untuk merangsang granulasi Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates dan hydrofibre dressings
B. Luka Nekrotik
Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar) Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat Hydrogels, hydrocolloid dressing
C. Luka terinfeksi
Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan luka Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka Wound culture systemic antibiotics Kontrol eksudat dan bau Ganti balutan tiap hari Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon dressings, silver dressings
D. Luka Granulasi
Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan yang baru, jaga kelembaban luka Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat Moist wound surface non-adherent dressing Treatment overgranulasi Hydrocolloids, foams, alginates
E. Luka epitelisasi
Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk re-surfacing Transparent films, hydrocolloids Balutan tidak terlalu sering diganti
F. Balutan kombinasi
Untuk hidrasi luka : hydrogel + film atau hanya hydrocolloid Untuk debridement (deslough) : hydrogel + film/foam atau hanya hydrocolloid atau alginate + film/foam atau hydrofibre + film/foam Untuk memanage eksudat sedang s.d berat : extra absorbent foam atau extra absorbent alginate + foam atau hydrofibre + foam atau cavity filler plus foam
Dimensi luka : size, depth, length, width Photography Wound assessment charts Frekuensi pengkajian Plan of care
Potential masalah Komunikasi yang adekuat Continuity of care Mengkaji perkembangan terapi atau masalah lain yang timbul Harus bersifat faktual, tidak subjektif Wound assessment charts
IX. Kesimpulan Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai optimal jika digunakan secara tepat. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang perawatan luka yang berkualitas. X. Referensi 1. http://www.podiatrytoday.com/article/1894 2. Georgina Casey, Modern Wound Dressings. Nursing Standard, Oct 18-Oct 24, 2000:15,5: Proquest Nursing & Allied Health Search 3. Kathleen Osborn, Nursing Burn Injuries. Nursing Management; May 2003; 34,5: Proquest Nursing & Allied Health Search 4. Madelaine Flanagan, Managing Chronic Wound Pain in Primary Care. Practice Nursing; Jun 23, 2006; 31, 12; ABI/INFORM Trade & Industry 5. Maureen Benbow, Healing and Wound Classification. Journal of Community Nursing; Sep 2007; 21,9; Proquest Nursing & Allied Health Search
6. Ririn Fernandez, Rhonda Griffiths, Cheryl Ussia (2002). The Effectiveness of Solutions, Techniques and Pressure in Wound Cleansing. The Joanna Briggs Institute for Evidence Based Nursing & Midwifery. Australia. www.joannabriggs.org.au 7. Ruth Ropper. Principles of Wound Assessment and Management. Practice Nurse; Feb 24, 2006; 31,4; Proquest Nursing & Allied Health