You are on page 1of 22

BAB I PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit yang menunjukkan kecenderungan peningkatan dan prevalensi setiap tahunnya diberbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penderita DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.1,2 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah pedesaan DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.3 Keto Asidosis Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolic yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relative. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut diabetes mellitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresia osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan dapat sampai menyebabkan syok. Data-data diatas menunjukkan bahwa jumlah penyandang diabetes di Indonesia sangat besar dan merupakan beban yang sangat besar bagi tenaga kesehatan yang ada maupun beban bagi negara. Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar untuk itu dibutuhkan usaha pencegahan dari segala pihak. Presentasi kasus ini bertujuan untuk melaporkan salah satu kasus diabetes yang ada, serta bagaimana penatalaksanaannya. Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. ADA merekomendasikan
1

skrining diabetes dimulai pada usia 45 tahun, terutama pada orang-orang ang beresiko untuk menderita penyakit diabetes mellitus. Cutt off point dari diagnosis diabetes pada kadar glukosa puasa yaitu 126 mg/dl, atau dengan kadar HbA1C 6,5% atau lebih. 4 Diabetes Mellitus diklasifikasikan menjadi :
Tabel 1. Klasifikasi etiologis DM

sumber : Konsensus DM 2011

Diagnosis DM dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Menurut Perkeni, 2011 diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara : 1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM 2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. 3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) Tabel 2. Kriteria Diagnosis DM
2

sumber : Konsensus DM Perkeni 2011 Dalam perjalanan penyakitnya diabetes beberapa penyulit. Menurut The Centers for Disease Control and Prevention baru2 ini melaporkan 70-97% individu dengan diabetes mengalami dislipidemia. Laporan dari dua pusat kesehatan diAmerika Serikat, menunjukkan bahwa hanya 35,5% dari pasien yang berkunjung ke klinik diabetes memiliki kadar LDL kolesterol dibawah 100mg/dl. Huruf C dalam ABC penatalaksanaan diabetes mengingatkan pasienakan pentingnya evaluasi dan penatalaksanaan kolesterol, yang merupakan bagian integral dari penatalaksanaan diabetes. Untuk menurunkankomplikasi makrovaskular, pengendalian terhadap profil lipid dan tekanan darah harus sejalan dengan pengendalian terhadap kadar glukosa darahnya. Hasil dari beberapa studi klinis mendukung rekomendasi ADA, bahwa kadar LDLkolesterol dibawah 100 mg/dl merupakan sasaran utama penatalaksanaan dislipidemiadiabetik. Disamping itu penurunan kadar trigliseridaa denganmenggunakan gemfibrozil seperti yang ditunjukkan dalam VA-HIT secondaryprevention study, dapat pula menurunkan angka kejadian komplikasikardiovaskular berulang sebesar 24%. Prioritas pemilihan obat-obat penurun lipid untuk terapi dislipidemia diabetik dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini :

Yang kedua adalah hipertensi pada diabetes. Indikasi untuk dilakukan pengobatan yakni bila TD sistolik >130 mmHg dan/atau TD diastolik >80 mmHg. Sasaran (target penurunan) tekanan darah: Tekanan darah <130/80 mmHg Bila disertai proteinuria 1gram /24 jam : < 125/75 mmHg Pengelolaan: Non-farmakologis: Modifikasi gaya hidup antara lain: menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi garam

Farmakologis: Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat antihipertensi (OAH): Pengaruh OAH terhadap profil lipid Pengaruh OAH terhadap metabolisme glukosa Pengaruh OAH terhadap resistensi insulin Pengaruh OAH terhadap hipoglikemia terselubung Obat anti hipertensi yang dapat dipergunakan: Penghambat ACE Penyekat reseptor angiotensin II Penyekat reseptor beta selektif, dosis rendah Diuretik dosis rendah Penghambat reseptor alfa Antagonis kalsium Pada pasien dengan tekanan darah sistolik antara 130-139 mmHg atau tekanan diastolik antara 80-89 mmHg diharuskan melakukan perubahan gaya hidup sampai 3 bulan. Bila gagal mencapai target dapat ditambahkan terapi farmakologis. Pasien dengan tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik >90 mmHg, dapat diberikan terapi farmakologis secara langsung. Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai dengan monoterapi. Catatan - Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II (ARB = angiotensin II receptor blocker) dan antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin dapat memperbaiki mikroalbuminuria. - Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja kardiovaskular. - Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak terbukti memperburuk toleransi glukosa. - Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun sasaran sudah tercapai. - Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun dapat dicoba menurunkan dosis secara bertahap. - Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara bertahap Komplikasi yang tersering dan paling penting lainnya adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.Terjadinya
5

masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes.5 Ge jala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar danbergetar sendiri, dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun. Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko amputasi. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik, atau gabapentin. Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain Nefropati diabetik terjadi akibat komplikasi diabetes yang menyebabkan timbulnya penyakit ginjal kronik. Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan kegagalan fungsi ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel dan pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.2 Diagnosis penyakit ginjal kronik dapat mengacu pada kriteria National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI) didasarkan atas 2 kriteria, yaitu: 3 1. Kerusakan ginjal 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan penurunan laju filtrasi glomerolus; berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti adanya kelainan pada komposisi darah atau urin, atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan. 2. Laju filtrasi glomerolus < 60 ml/min/1,73 m3 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
6

Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau 200 g/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.2

Nefropati diabetik dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal hingga tahap akhir, oleh karenanya penanganan kasus ini harus dilakukan secara optimal agar dapat mencegah perusakan ginjal ke tahap yang lebih buruk. Pada umumnya dewasa ini disepakati pemberian diet mengandung protein sebanyak 0,8 gr/kgBB/hari2 yaitu sekitar 10 % dari kebutuhan kalori pada penderita dengan nefropati overt, akan tetapi bila LFG telah mulai menurun, maka pembatasan protein dalam diet menjadi 0,6 gr/kgBB/hari mungkin bermanfaat untuk memperlambat penurunan LFG selanjutnya. Jenis protein sendiri juga berperan dalam terjadinya dislipidemia. Pemberian diet rendah protein ini harus diseimbangkan dengan pemberian diet tinggi kalori, yaitu rata-rata 40-50 Kal/24 jam. Untuk pembatasan asupan garam adalah 4-5 g/hari. Penderita DM sendiri cenderung mengalami keadaan dislipidemia. Keadaan ini perlu diatasi dengan diet dan obat bila diperlukan. Dislipidemia diatasi dengan statin dengan target LDL kolesterol < 100mg/dl pada penderita DM dan < 70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskuler.

Bagan 2. Patofisiologi

Sumber: Buku Ajar IPD; 2007 Langkah pertama dalam mengelola diabetes mellitus selalu dimulai dengan pendekatan non farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan/terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapatkan berat bada lebih atau obese. Bila dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia sesuai gambar 1. Pada kegawatan tertentu (ketoasidosis, diabetes dengan infeksi, stress) pengelolaan farmakologis dapat langsung diberikan, umumnya dibutuhkan insulin. Keadaan seperti ini memerlukan perawatan di rumah sakit.5,6

Bagan I. Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk Pengendalian Kadar Glukosa Darah

Sumber : Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid III : 2007

BAB II ILUSTRASI KASUS


9

II.1

IDENTITAS Nama Jenis kelamin Usia Agama Suku Bangsa Status Perkawinan Status Ekonomi Pekerjaan Alamat Tanggal masuk RS : Tn.S : Laki-laki : 63 tahun : Islam : Jawa : Kawin : Menengah : berlayar : Jl. Timpar Timur F/13 Cilincing : 21 Agustus 2013

Nomor Rekam Medis : 244601 Tanggal Pemeriksaan : 26 Agustus 2013 II.2 Anamnesa Autoanamnesis tanggal 26 Agustus 2013 Keluhan Utama : Kaki baal sejak 2 minggu SMRS Keluhan Tambahan : Lemas Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 2 minggu SMRS pasien mengeluh baal pada kedua kaki. Awalnya baal dirasakan sejak 3 bulan SMRS, baal dirasakan dirasakan dari telapak kaki kemudian sampai batas lutut semakin lama semakin berat terutama dalam 2 minggu terakhir. Pasien juga merasakan baal pada kedua telapak tangan, tapi baal dirasakan lebih berat pada kedua kaki sampai pasien merasa tidak bisa merasakan alas kaki. Menurut pasien awalnya keluhan dirasakan sering kesemutan. Pasien juga mengeluh lemas pada seluruh tubuh, mudah lelah dan mata berkunang terutama dalam 2 minggu terakhir. Juga mengeluh penurunan berat badan dalam 2 tahun terakhir sebanyak 15kg. Menurut pasien, pasien punya riwayat DM sejak 7 tahun lalu
10

tapi tidak rutin minum obat (glibenklamid) dimana hanya minum ketika terdapat keluhan saja. Selain keluhan tersebut pasien juga mengaku ada keluhan sering haus dan sering BAK terutama saat malam hari. Mual -, muntah -, batuk-, gangguan BAK-, gangguan BAB-, nafsu makan baik, demam-, sesak-, kesulitan tidur-, gangguan visusPasien juga mengaku kesulitan dalam menggerakan kaki kirinya sejak 4 tahun SMRS karena mengalami kecelakaan dan telah didiagnosa oleh dokter bahwa terdapat patah pada tulang femu kiri tapi pasien menolak untuk dilakukan operasi. Pasien memiliki kebiasaan minum minuman manis terutama saat puasa lalu dan makan makanan berlemak dan santan. Pasien juga merokok 2 bungkus/hari sejak muda dan masih mengkonsumsi rokok sampai sekrang bungkus/hari Riwayat Penyakit Dahulu Pasien memiliki riwayat kencing manis sejak tahun 2006 namun pasien malas kontrol dan malas minum obat. Pasien biasanya minum obat gula 2x sehari (minum glibenclamide) Punya penyakit ginjal dan jantung disangkal Hipertensi disangkal Pasien tidak memilki ASMA dan alergi obat maupun makanan.

Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien kencing manis. Riwayat penyakit jantung tidak ada. Riwayat ASMA disangkal. Riwayat hipertensi disangkal

II.3

PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan pada tanggal 26 Agustus 2013 pukul 13.00 WIB Keadaan Umum Kesadaran : Tampak sakit sedang : compos mentis
11

Vital Sign Tekanan darah Frekuensi Nadi Frekuensi nafas Suhu Berat badan Tinggi badan IMT Status gizi Status Generalisata Kepala Kulit Rambut Wajah Mata : Bentuk normochepal : Sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak ada hematom, suhu raba normal, turgor kulit baik. : Warna keputihan, tidak mudah dicabut, distribusi tidak merata : Simetris, pigmentasi (-), tanda-tanda radang (-) : Konjungtiva tidak, Sklera tidak ikterik, kedudukan bola mata simetris, pupil bulat isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya positif, edema palpebra tidak ada. Visus tidak diperiksa. Mulut Telinga Hidung Tenggorokan Leher : Bibir pucat (-), lidah kotor (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-) : Discharge (-), nyeri tekan tragus (-), pendengaran normal : Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-) : Faring hiperemis (-), T1-T1 tenang : JVP 5-2 cm, trakea terletak di tengah, pembesaran KGB (-) , nyeri tekan (-) Toraks Paru Inspeksi Palpasi : bentuk normal, gerak kedua hemitoraks simetris pada saat statis dan dinamis : fremitus taktil kanan = kiri
12

: 160/100 mmHg : 96 x/menit, isi dan tekanan cukup, teratur : 20 x/menit, reguler : 36,7 C : 50 kg : 165 cm : 18,3 kg/m2 : normoweight

Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi Ekstremitas Urogenital

: sonor di hemithoraks kiri dan kanan : suara napas vesikuler +/+ , rhonki -/-, wheezing -/: Pulsasi ictus cordis tidak tampak : Pulsasi ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra, tidak kuat angkat : Batas kanan ICS V linea sternalis dekstra; batas kiri ICSV linea midclavicula sinistra ; batas atas ICS III linea sternalis sinistra : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-). : Tampak datar, tidak terlihat dilatasi vena : Bising usus (+) normal : Supel, Nyeri tekan (-), tidak teraba pembesaran hepar dan lien. : Timpani diseluruh regio abdomen, nyeri ketok CVA (-) : akral hangat, edema (-), sianosis (-), ikterik (-) : Tidak diperiksa kanan (+) (+) Kaki kanan +/+/+/kiri (+) (+) kaki kiri +/+/+/-

Refleks fisiologis Refleks patela Reflek achilles Sensibilitas Nyeri Tekan Raba ABI: sulit dilakukan II.4 Pemeriksaan Penunjang DARAH RUTIN

A. Pemeriksaaan Laboratorium 20/8 Nilai Rujukan

13

Hemoglobin Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit MCV MCH MCHC KIMIA KLINIK Ureum Kreatinin GDS Natrium (Na) Kalium (K) Cholrida (Cl) Aseton Cholesterol Total Trigliserida HDL Cholesterol LDL Cholesterol HbA1c

13,1 35 4,6 8600 421.000 78 27 35 74 2,3 708 134 4.3 94 Negatif 384 271 45 285 12,0

13 18 g/dl 40 52 % 4.3 6.0 juta/ul 4800 10.800 /ul 150.000 400.000/ul 80 96 fl 27 32 pg 32 36 g/dl Nilai rujukan 20 50 mg/dl 0.5 1,5 mg/dl <140 mg/dl 135 147 mmol/L 3.5 5.0 mmol/L 95 105 mmol/L negatif < 200 mg/dl < 160 mg/dl >35 mg/dl < 100 mg/dl 5,7- 6,4 %

Urinalisis pH Berat jenis Protein Glukosa bilirubin nitrit Eritrosit leukosit

6,0 1015 +++/positif 3 +++/positif 3 Negatif negatif 2-3-2 4-3-4

4,6- 8,0 1.010 1.030 Negatif Negatif Negatif negatif <2 LPB <5LPB
14

USG abdomen Kesan: diffuse parenchymatous kedua ginjal II.5 RESUME Sejak 2 minggu SMRS pasien mengeluh baal pada kedua kaki. Awalnya baal dirasakan sejak 3 bulan SMRS, baal dirasakan dari telapak kaki kemudian sampai batas lutut dan semakin lama semakin berat terutama dalam 2 minggu terakhir. Pasien merasakan baal pada telapak tangan dan tungkai bawah, tapi baal dirasakan lebih berat pada kedua kaki sampai pasien merasa tidak bisa merasakan alas kaki. Pasien juga mengeluh lemas pada seluruh tubuh, mudah lelah dan mata berkunang terutama dalam 2 minggu terakhir. Juga mengeluh penurunan berat badan dalam 2 tahun terakhir sebanyak 15kg. Pasien punya riwayat DM sejak 7 tahun lalu tapi tidak rutin minum obat (glibenklamid) dimana hanya minum ketika terdapat keluhan saja. Selain keluhan tersebut pasien juga mengaku ada keluhan sering haus dan sering BAK terutama saat malam hari. Pasien memiliki kebiasaan minum minuman manis terutama saat puasa lalu dan makan makanan berlemak dan santan. Pasien juga merokok 2 bungkus/hari sejak muda dan masih mengkonsumsi rokok sampai sekrang bungkus/hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan gangguan rangsang sensorik pada kedua kaki sampai batas lutut. Pada pemeriksaan labolatorium ditemukan peningkatan ureum dan creatinin, peningkatan kadar glukosa, peningkatan kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida, pada urinalisis ditemukan adanya protein dan glukosa serta lekosit dan eritrosit. II.6 Daftar Masalah 1. Diabetes Melitus tipe II, Gula Darah tidak terkontrol, dan Normoweight 2. Neuropati DM 3. Dislipidemia 4. Hipertensi grade II 5. CKD stage IV ec nefropati DM 6. Neglected fr colum femoris sinistra
15

II.7

Pengkajian 1. Diabetes Melitus tipe II, Gula Darah tidak terkontrol, dan Normoweight Atas dasar : Anamnesa: Riwayat DM sejak 7 tahun lalu Konsumsi obat tapi tidak rutin Gejala klasik Diabetes mellitus Sering haus, sering BAK terutama saat malam hari, penurunan berat badan Pemeriksaan labolatorium GDS 708 mg/dl Rencana diagnosis : Cek kurva gula darah harian, cek doppler tungkai untuk ABI Terapi: lantus 1x10, novorapid 3x 10, KSR 3x1

2. Neuropati DM Anamnesa: Baal pada kedua kaki dan telapak tangan Awalnya keluhan dirasakan sering kesemutan dan persaan seperti terbakar

Pemeiksaan fisik: gangguan ransang sensorik Refleks fisiologis Refleks patela Reflek achilles Sensibilitas Nyeri Tekan Raba kanan (+) (+) Kaki kanan +/+/+/kiri (+) (+) kaki kiri +/+/+/-

Terapi: edukasi mengenai kontrol faktor penyebab dalam hal ini glukosa darah, jelaskan mengenai komplikasi yang dapat ditimbulkan dan perawatan kakinya
16

(seperti penggunaan alas kaki dan kebersihan) jangan sampai timbul luka yang nantinya bisa menjadi faktor risiko infeksi 3. Dislipdemia Anamnesa: Pemeriksaan labolatorium: peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida dan LDL Terapi: penanganan menurut algoritma penanganan ADA: kontrol faktor penyebab dalam hal ini glukosa darah + obat gol statin Simvastatin 1x 20mg 4. Hipertensi grade II Pemeriksaan fisik TD 160/100 mmHg pada IGD dan ruang perawatan Rencana diagnostik: cek TTV setiap hari Terapi: valsartan 1x 80 mg 5. CKD stage IV ec nefropati DM Anamnesa: pasien menyangkal adanya penyakit ginjal Pemeriksaan labolatorium: peningkatan ureum dan creatinin, glukosa dan proteinuria ((140-U)x BB / 72 x cr )x1 = 7. Neglected closed fr colum femoris sinistra II.8 Anamnesa: riwayat kecelakaan 4 tahun lalu dan sudah didiagnosa fraktur colum femur tapi pasien menolak di operasi, cara jalan pasien saat ini memakai tongkat Diagnosa: konsul orthopaedi

Rencana Penatalaksanaan 1. Rencana Diagnosis Konsul orthopaedi, cek protein esbach DL serial, KGDH setiap hari

2. Rencana Terapeutik Nacl 0,9%/ 8 jam Diet RG RP 1500 kkal, protein 0,8mg/kgBB/hr
17

Novorapid 3 x 10 unit Lantis 0-0-10 unit Simvastatin 1x20mg Valsartan 1x80mg Ksr 3x1 3. Rencana Edukasi. Edukasi kepada pasien tentang penyakit tersebut. Dan memberikan edukasi untuk mengikuti pola makan sehat, meningkatkan kegiatan jasmani/aktivitas fisik, pengobatan yang sesuai dan rutin, serta melakukan pemantauan melalui pemeriksaan secara berkala II.9 Edukasi cara perawatan seperti menjaga kebersihan kaki dan pemakaian alas kaki

KESAN UMUM a. Ringkasan Sejak 2 minggu SMRS pasien mengeluh baal pada kedua kaki. Awalnya baal dirasakan sejak 3 bulan SMRS, baal dirasakan dari telapak kaki kemudian sampai batas lutut dan semakin lama semakin berat terutama dalam 2 minggu terakhir. Pasien merasakan baal pada telapak tangan dan tungkai bawah, tapi baal dirasakan lebih berat pada kedua kaki sampai pasien merasa tidak bisa merasakan alas kaki. Pasien juga mengeluh lemas pada seluruh tubuh, mudah lelah dan mata berkunang terutama dalam 2 minggu terakhir. Juga mengeluh penurunan berat badan dalam 2 tahun terakhir sebanyak 15kg. Pasien punya riwayat DM sejak 7 tahun lalu tapi tidak rutin minum obat (glibenklamid) dimana hanya minum ketika terdapat keluhan saja. Selain keluhan tersebut pasien juga mengaku ada keluhan sering haus dan sering BAK terutama saat malam hari. Pasien memiliki kebiasaan minum minuman manis terutama saat puasa lalu dan makan makanan berlemak dan santan. Pasien juga merokok 2 bungkus/hari sejak muda dan masih mengkonsumsi rokok sampai sekrang bungkus/hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan gangguan rangsang sensorik pada kedua kaki sampai batas lutut. Pada pemeriksaan labolatorium ditemukan peningkatan ureum dan
18

creatinin, peningkatan kadar glukosa, peningkatan kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida, pada urinalisis ditemukan adanya protein dan glukosa serta lekosit dan eritrosit. b. Diagnosis Diabetes Melitus tipe II, Gula Darah tidak terkontrol, dan Normoweight Neuropati DM Dislipidemia Hipertensi grade II CKD stage IV ec nefropati DM Neglected fr colum femoris sinistra

c. Penatalaksanaan Nacl 0,9%/ 8 jam Diet RG RP 1500 kkal, protein 0,8mg/kgBB/hr Novorapid 3 x 10 unit Lantis 0-0-10 unit Simvastatin 1x20mg Valsartan 1x80mg Ksr 3x1 Rencana edukasi: Edukasi kepada pasien tentang penyakit tersebut. Dan memberikan edukasi untuk mengikuti pola makan sehat, meningkatkan kegiatan jasmani/aktivitas fisik, pengobatan yang sesuai dan rutin, serta melakukan pemantauan melalui pemeriksaan secara berkala Edukasi cara perawatan seperti menjaga kebersihan kaki dan pemakaian alas kaki

d. Prognosis Quo ad vitam Quo ad functionam Quo ad sanationam : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad malam

19

BAB III PENUTUP Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diagnosis DM dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Menurut Perkeni, 2011 diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara : 1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM 2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dl dengan adanya keluhan klasik DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. 3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) Pengelola diabetes mellitus selalu dimulai dengan pendekatan non farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan/terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapatkan berat bada lebih atau obese. Bila dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi
20

farmakologis. Pada kegawatan tertentu (ketoasidosis, diabetes dengan infeksi, stress) pengelolaan farmakologis dapat langsung diberikan, umumnya dibutuhkan insulin. Keadaan seperti ini memerlukan perawatan di rumah sakit. Pada Pasien Tn, S, 35 tahun, pasien dengan DM tipe 2 tidak, terkontrol, normoweight dengan neuropati diabetik, Dislipidemia, hipertensi grade II, CKD, Diet 1950 kal, Diberikan terapi insulin atas indikasi infeksi kaki diabetik dan gula darah yang tidak terkontrol, antibiotik dengan golongan cefalosporin (merupakan line pertama untuk infeksi kaki diabetik) dan diberikan antibiotik untuk kuman anaerob dimana berdasarkan penelitian pada penderita DM dengan infeksi kaki diabetik ditemukan pola kuman gram positif dan gram negatif serta kuman anaerob, serta diberikan terapi simvastatin untuk dislipidemia. Rencana edukasi kepada pasien ini meliputi edukasi mengenai penyakit DM tipe 2 beserta komplikasi yang dapat timbul, serta edukasi mengenai pola makan sehat, meningkatkan kegiatan jasmani/aktivitas fisik, pengobatan yang sesuai dan rutin, serta melakukan pemantauan melalui pemeriksaan secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA
1. 2. PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta, 2007 Wild, Sarah., Roglic, Hojka., Green, Anders., Sicree, Richard., King, Hilary. (2004). Global prevalence of diabetes 2 : Estimates for year 2000 and projections for 2039, http://www.who.int/diabetes/facts/en/diabcare0504.pdf diakses tanggal 30 Mei 2013

21

3.

Anonim. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Mellitus Di Indonesia mencapai 21,3 Juta Orang. Depkes. 2009 available at http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/414tahun-2030-prevalensi-diabetes-mellitus-di-indonesia-mencapai-213-juta-orang.html diakses tanggal 17 Juni 2013.

4. 5. 6.

American Diabetes Association. Position statement: Standards of Medical Care in Diabetes 2010. Diab Care. 2010 Aru Sudoyo dkk. Diabetes Melitus di Indonesia. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta 2007 Alwi Shahab. PENATALAKSANAAN DISLIPIDEMIA PADA DM TIPE. Subbagian Endokrinologi Metabolisme Bagian Ilmu Penyakit Dalam. FK Unsri/ RSMH Palembang. 2006

22

You might also like