You are on page 1of 10

Dahulu ketika kecil, tiap kali melewati kawasan Mandor di kabupaten Landak, orang tua sering menceritakan hal

yang sama, yaitu tentang salah satu sejarah terbesar di Kalimantan Barat. Cerita itu tak lain mengenai tragedi berdarah yang terjadi di Mandor. Bahwa di kawasan yang kini ditasbihkan sebagai cagar alam pernah terjadi pembunuhan massal yang memakan korban para raja-raja, keluarga kerajaan, kaum cendekiawan, tokoh masyarakat dan rakyat kecil sebanyak 21.037 orang. Sungguh angka yang fantastik. Saat itu, seperti kebanyakan anak kecil lainnya, cerita sejarah tak terlalu menarik perhatian. Walhasil kisah yang tak pernah bosan diceritakan oleh orang tua tiap melewati tugu Mandor, hanya berhasil menyisakan sepenggal ingatan bahwa orang Jepang itu kejam. Bahwa orang Jepang itu tidak manusiawi. Bahwa banyak rakyat Kalbar yang hingga kini masih antipati dengan segala sesuatu yang berbau Jepang. Itu dulu, ketika barang-barang elektronik buatan Jepang belum menjadi kawan akrab dalam kehidupan sehari-hari. Pada tanggal 28 Juni 2008 kemarin, saya berkesempatan untuk datang ke kawasan Mandor tersebut setelah 20 tahun lalu. Saat turun dari mobil, terlihat para pelayat berduyun-duyun bergegas masuk ke lapangan Monumen Daerah, 30 menit sebelum upacara peringatan Hari Berkabung Daerah. Tampak sekitar 1000 massa saat itu,sebagian besar dari mereka adalah keluarga korban, pelajar dan undangan. Dari jauh terlihat tugu Monumen yang berhiaskan Garuda Pancasila terpancang dengan gagah di bawah langit biru. Sementara di sisi kiri dan kanan, dua prajurit bersenjata dan karangan bunga terlihat berderet rapi di depan relief yang menggambarkan pembantaian massal tersebut. Menakjubkan sekaligus mengerikan. Bagaimana tidak, relief yang digambarkan dengan detil menunjukkan kronologis tragedi berdarah tersebut. Tak mengherankan jika banyak anak kecil yang berkerumun melihat-lihat relief itu. Ini apa sih, pak?, tanya seorang anak pada ayahnya yang tampak tekun memperhatikan relief tersebut. Wajah sang ayah tampak bingung, tampaknya tak tahu harus menjawab apa. Entahlah, apakah Ia sedang kebingungan menyusun kata atau jangan-jangan tidak tahu menahu tentang tragedi berdarah itu? Entah kenapa, tragedi berdarah yang terjadi di kawasan Mandor tidak pernah mendapat perhatian khusus dari Pemerintah, khususnya Pemerintah Daerah. Jangankan memasukkan tulisan tentang tragedi Mandor ke dalam kurikulum pelajaran sejarah untuk sekolah dari jenjang SD hingga SMU di Kalbar, mensosialisasikan tentang Hari Berkabung Daerah (HBD) saja tidak ada sama sekali! Hal ini bisa terlihat dengan tidak adanya pengibaran bendera setengah tiang di berbagai kota, kecuali Kabupaten Landak. Saya tidak tahu, pemerintah tidak ada mensosialisasikannya di koran, ujar seorang wanita paruh baya di komplek perumahan TNI AD di Pontianak. Terbersit sedikit pikiran nakal di dalam kepala, mungkin Pemerintah sudah merasa cukup memberikan perhatian dengan mengirim karangan bunga tanda bela sungkawa dan mendegelasikan sejumlah pejabat untuk menghadiri upacara yang dipimpin oleh Sekda Kalbar, Drs H Syakirman. Saat itu, keberadaan Beliau di Tugu Monumen Daerah untuk mewakili Gubernur yang ke Kapuas Hulu dan Wagub yang ke Jambi, sementara Bupati Landak berada di Yogyakarta. Waduh, sebegitu sibuknya kah hingga para pemimpin daerah tidak bisa meluangkan sedikit waktu untuk menunjukkan rasa empati pada sejumlah ahli waris yang telah bela-belain datang dari Pontianak untuk melayat. Tanpa menafikan upacara yang berlangsung khusuk yang berlangsung selama 30 menit dan dilanjutkan

dengan penempatan karangan bunga serta ziarah ke 10 makam massal. Rasanya kasihan sekali melihat sejumlah ahli waris yang tampak khusuk mengikuti upacara di bawah teriknya matahari. Salah satu ahli waris yang diwakili oleh Drs. Gusti Suryansyah, M.Si menyayangkan ketidak hadiran Gubernur atau Wakil Gubernur. Menurutnya, acara Hari Berkabung Daerah ini sangat penting sehingga seharusnya acara yang lain bisa diatur mundur atau dipercepat. Teorinya sih begitu, tapi tampaknya sangat sulit untuk diaplikasikan oleh mereka. Tampaknya, para pemimpin daerah harus menoleh sejenak ke belakang. Melihat kembali tapak tilas yang dilakukan oleh Gubernur Kadarusno yang mau menunjukkan kepedulian dengan meresmikan Monumen Makam Juang Mandor pada tanggal 28 Juni 1977. Tak hanya itu, beliau tak pernah mengenal lelah untuk mensosialisasikan sejarah tragedi berdarah tersebut. Satu yang harus kita renungkan, bahwa sejarah ini bukan hanya milik rakyat Kalimantan Barat, tetapi juga milik rakyat Indonesia. Mengapa? Karena korban yang berjatuhan pada 64 tahun yang lalu, sebagian besar mewakili etnik yang ada di Indonesia. Sebut saja Melayu, Dayak, Minahasa, Batak, Jawa bahkan Tionghoa. Beragam etnik yang terlihat dari keberagaman warna kulit, suku dan agama di Mandor menunjukkan duka yang tak pernah terpulihkan.Mungkin duka ini hanya dimiliki oleh sejumlah ahli waris yang merasakan pahitnya ditinggalkan keluarganya. Mungkin hanya ahli waris saja yang perlu berkabung atas malapetaka yang ditimbulkan oleh tentara pendudukan Jepang tahun 1942 1945. Karena realita yang terlihat, sama sekali tidak terlihat kepedulian yang ditunjukkan oleh pemerintah daerah dalam tragedi Mandor. Hal ini bisa terlihat dari spanduk-spanduk yang bergelimpangan begitu saja di area Kawasan Makam Mandor, hari Sabtu (28/6), tampaknya lupa untuk dirapikan

Juru kunci makam juang Mandor, Abdussamad Ahmad yang kini berusia 72 tahun usai peringatan Hari Berkabung Daerah, Sabtu (28/6) mempertanyakan pada pemerintah ke mana bantuan yang pernah diberikan pemerintah Jepang beberapa tahun yang lalu yang besarnya Rp100 miliar untuk pembangunan Rumah Sakit Mandor. Saya waktu itu membuat proposal permintaan pertanggungjawaban dari pemerintah Jepang dan pemerintah Jepang sempat berjanji akan memberikan bantuan pendirian Rumah Sakit Mandor, katanya. Sekitar tahun 1990-an, dirinya pernah mendengar pemerintah Jepang telah memberikan bantuan dana sebesar Rp100 miliar untuk pendirian rumah sakit Mandor. Tapi oleh Gubernur Aspar Aswin dana tersebut justru digunakan untuk membeli alat-alat kesehatan bagi seluruh rumah sakit di Kalbar. Waktu itu, lanjutnya, Dr Subuh yang tahu persis dana tersebut. Karena Dr Subuh sebagai pejabat di Kanwil bagian penanganan bantuan luar negeri. Saya minta pada Dr Subuh yang saat ini menjadi Kepala RSUD Soedarso untuk memberikan transparansi penggunaan bantuan tersebut, pintanya. Ia meminta pemerintah merehabilitasi monumen dan makam-makam juang di Mandor. Buktikan jika bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya, kata dia. Bagi generasi muda, ia berharap peringatan hari berkabung daerah bukan hanya sekadar diperingati sebagai hari bersejarah saja yang hanya mengingat sejarah. Tapi sejarah ini harus dipelajari oleh generasi muda agar para generasi muda dapat menanamkan nilai-nilai kepahlawanan para pahlawan dalam diri mereka. Tanamkanlah semangat kepahlawanan untuk membangun bangsa ini, harapnya. Uca Suherman, mantan Kepala Pukesmas Mandor membenarkan pernyataan Abdussamad. Ia mengatakan dirinya bersama Abdussamad yang membuat proposal dan dikirim ke Kedubes Jepang agar pemerintah Jepang bertanggungjawab terhadap tragedi Mandor. Tapi ketika pemerintah Jepang mau bertanggungjawab dengan memberikan bantuan dana pendirian rumah sakit di Mandor justru pemerintah Kalbar yang menyalahgunakan dana tersebut. Bahkan ia mengakui dirinya tidak pernah melihat uang bantuan dari Jepang tersebut. Padahal saat ini ia betul-betul memperjuangkan bantuan dari pemerintah Jepang sementara pemerintah Kalbar tidak terlalu banyak berbuat bahkan terkesan tidak mengurus masalah Mandor. Melihat kondisi Makam Mandor saat ini, Uca sangat prihatin, karena sampai sekarang daerah di sekitar makam yang telah gundul akibat PETI belum juga direhabilitasi. Bagaimana ingin menghargai jasa para pahlawan jika makam pahlawan saja digali sebagai lahan tambang emas. Akibat penggalian emas di sini banyak tengkorak para pahlawan dibuang begitu saja oleh para penambang, ungkapnya. Ia mengimbau masyarakat Kalbar untuk kembalilah pada jati diri bangsa yang punya adat istiadat dan bermartabat. Apa kata dunia jika anak bangsa justru menghancurkan makam pahlawannya. Untuk para ahli waris, karena mereka hanya memiliki kekuatan suara bukan kekuatan kekuasaan maka para ahli waris ini harus terus memperjuangkan agar pemerintah peduli pada kondisi makam dan nasib para ahli waris, ungkapnya. Read More.... Posted by West Borneo at 3:18 AM 1 comments

KNPI Dukung Pemerintah Seriusi Mandor

Andry Borneo Tribune, Pontianak Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Kalimantan Barat, Adi Cahyono, SH mengatakan pemerintah semestinya sungguh-sungguh memperhatikan persoalan Mandor. Bagaimana pun juga para korban peristiwa Mandor itu merupakan leluhur atau nenek moyang para generasi penerus bangsa yang ada hingga sekarang. Dan mereka semua rela berjuang demi bangsa ini. Kita minta pemerintah tidak main-main dalam memperhatikan persoalan Mandor, harap Adi. Kata Adi, semenjak lahirnya payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2007 tentang Peristiwa Mandor pada 28 Juni sebagai Hari Berkabung Daerah (HBD) Provinsi Kalimantan Barat, tentu pemerintah harus lebih fokus dan lebih perhatian lagi terhadap situs cagar budaya ini. Sehingga kawasan yang merupakan cagar budaya dan Monumen Daerah Mandor ini bisa terus lestari dan terjaga sebagai suatu sejarah bagi generasi penerus bangsa. Kita berharap bahwa hari berkabung daerah ini bisa menjadi momentum untuk menambah energi dalam semangat kita membangun daerah ini. Karena kita bangsa pejuang dan juga merupakan keturunan-keturunan dari para pejuang, suara Adi terdengar berkobar. Sejauh ini, kata dia, amanah Perda No.5/2007 yang menyebutkan agar sejarah perjuangan Mandor ini dapat dirangkum dalam bentuk tulisan maupun suatu kompilasi ilmiah. Namun sayang hingga kini hal itu belum terwujud. Karenanya, Ketua KNPI Provinsi Kalimantan Barat ini menegaskan pemerintah segera melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkati, agar memperoleh data yang valid serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sehingga cita-cita untuk melahirkan buku yang objektif dan ilmiah bagi generasi penerus bangsa untuk mengetahui sejarah Mandor dapat segera terealisasi. Menurutnya, sejauh ini banyak versi tentang peristiwa Mandor yang beredar di tengah-tengah masyarakat. Sehingga hal itu terkesan membingungkan masyarakat untuk memahami secara utuh tentang sejarah pergerakan nasional di Mandor kala itu. Tentunya kita berharap akan mempunyai kesimpulan final terhadap peristiwa berdarah yang terjadi di Mandor. Baik dari segi data korban maupun fakta yang terjadi kala itu. Kita berharap Mandor dapat menjadi salah satu daerah perjuangan di Kalimantan Barat, ujarnya panjang lebar. Selaku Ketua KNPI Provinsi Kalimantan Barat, Adi Cahyono berjanji akan memperjuangkan beragam perjuangan terkait peristiwa Mandor. Apakah perjuangan itu dalam bentuk mendesak pemerintah Japang untuk memohon maaf secara resmi terhadap pemerintah republik Indonesia terkait kebiadaban mereka, maupun bentuk perjuangan yang lainnya. Artinya, KNPI senantiasa berjuang bersama-sama masyarakat dan rakyat Indonesia untuk memperjuangkan peristiwa Mandor. Bagaimana pun juga ini merupakan bentuk tanggungjawab

kita terhadap perjuangan yang telah dilakukan para leluhur kita dalam melawan penjajah,pungkasnya.

Makam Juang Mandor (kini menjadi Monumen Daerah Mandor sesuai Perda No 5 Tahun 2007, red) memang merupakan situs Sejarah Perjuangan yang penting artinya bagi seluruh rakyat Kalimantan Barat. Di sinilah terkubur 21.037 jiwa yang secara kejam di bunuh oleh Jepang yang ingin mengubah generasi muda Kalbar pada masa itu menjadi Jepang. Keberadaan situs sejarah perjuangan ini merupakan juga ironi bagi pemahaman kehidupan berkebangsaan dan kemampuan memahami, menghargai sejarah/jasa perjuangan yang telah diberikan oleh para korban Mandor ini. Bayangkan betapa berbagai nestapa yang harus dialami oleh para korban Mandor dari sejak ditangkap Jepang sampai detik ini. Awalnya saat mulai ditangkapi Jepang, sebagian besar orang yang takut terimbas dan ikut ditangkap saat itu berpura pura tidak mengenal dan bahkan menganggap bahwa yang ditangkap Jepang itu memang pesakitan yang bersalah dan pantas di hukum. Setelah dibawa ke Mandor, mereka di kurung di areal yang sekarang adalah pemakaman Mandor. Para penjuang yang ditangkap ditempatkan di penjara alam yang di pagari kawat berduri dan dijaga tentara Dai Nippon. Saya masih menemukan bekas kawat berduri yang dipakai sebagai pagar batas penjara alam tersebut. Memang kualitas kawat duri jaman dahulu memang lebih baik mutunya sehingga sebagian masih bertahan di lingkungan penjara alam itu. Di penjara alam itu sudah dipastikan penderitaan tak terperi akan dialami oleh para tahanan di situ. Sengatan sinar matahari dan dinginnya udara malam. Belum lagi jika hujan, tentu akan sangat menyiksa. Selain itu masih ada serangan penghuni hutan misalnya nyamuk dan lintah serta kemungkinan adanya berbagai binatang berbisa. Saya saja yang hanya beberapa jam di situs pemakaman ini sudah bentol bentol digigit nyamuk hutan yang keganasannya lebih daripada nyamuk rumahan. Selama di Penjara Alam Mandor ini mereka dipaksa untuk melakukan upacara setiap pagi menghadap matahari sesuai agama dan kepercayaan Jepang yang meyakini bahwa rajanya adalah keturunan dewa matahari, di mana banyak tahanan yang dipukuli dan bahkan dipancung karena tidak melakukan ritual menghadap matahari dengan benar. Tentu saja banyak kesalahan yang mereka lakukan karena kondisi badan yang tidak sehat akibat perpindahan dari lingkungan rumah yang nyaman ke tengah hutan Mandor yang tidak ramah. Selain itu juga ada yang tidak mau meyembah matahari karena keyakinan Agama. Di bekas areal upacara yang berupa lapangan terbuka, beberapa tahun yang lalu masih dapat ditemukan beberapa bilah pedang samurai yang patah, karena dipakai untuk memancung orang yang tidak melakukan / tidak mau melakukan penghormatan matahari dengan benar. Mereka diwajibkan kerja paksa untuk membangun dan memperluas Areal penjara Alam di Mandor, kemudian juga menggali lubang lubang besar yang sebenarnya diperuntukkan mengubur mereka sendiri kelak. Kerja fisik yang keras dengan tunjangan pangan yang tak tentu, keadaan alam yang tidak ramah, siksaan fisik dan mental dari tentara Jepang pada saat itu tentu merupakan siksaan yang luar biasa tak terperikan bagi semua yang terkurung di areal Mandor ini. Dari cerita orang orang tua yang tahu kejadian pada masa itu, dikatakan bahwa tawanan yang mau

dieksekusi ditutup kepalanya, matanya, kemudian disuruh berlutut, berjejer di tepi lubang besar yang telah digali sebelumnya, di barisan belakangnya tawanan yang lain dipaksa untuk memancungnya, demikian selanjutnya sehingga lubang penuh dan tawanan yang tersisa disuruh mengubur mayat yang menumpuk dalam lubang tersebut. Ternyata kejahatan perang seperti ini bukan hanya terjadi di Indonesia, di beberapa negara lain juga terjadi kekejaman yang sama dan saat ini dokumentasi kejadian ini sudah dapat diakses di internet. Setelah Jepang penyerah karena perjuangan bangsa Indonesia dan kota Nagasaki & Hiroshima dijatuhi bom atom oleh Amerika, situs pemakaman ini sempat dilupakan. Kemudian Gubernur Kadarusno pada masa pemerintahannya cukup memberikan perhatian terhadap Makam Mandor sehingga keberadaan areal ini mulai terkuak dan diketahui masyarakat. Namun hanya sebatas itu saja, tidak ada perkembangan yang berarti sampai saat ini yang menunjukkan bahwa bangsa kita sebagai bangsa yang dapat menghargai jasa dan pengorbanan para pahlawannya. Beberapa tahun yang lalu areal pemakaman ini digerus oleh kegiatan tambang emas tanpa izin (PETI) yang sampai mendekati areal lubang makam. Berbagai upaya dilakukan oleh Bapak Samad, sang penjaga makam untuk mengusir mereka, sampai karena sudah hilang kesabaran dan akal Beliau bertelanjang bulat dan menghunus parang panjang mengejar para penambang liar tersebut. Berhasil. Namun kegiatan PETI ini terus berlangsung, sampai tahun lalu sekitar bulan Nopember kebetulan saat saya berkunjung ke Mandor, saya melihat para pekerja PETI memindahkan mesin dompeng dan berbagai peralatan lainnya ke lokasi yang lebih jauh, rupanya mereka memutuskan pindah areal operasi karena emas yang didapatkan tidak banyak lagi. Lega juga mengetahui kegiatan pertambangan liar ini terhenti, namun hamparan pasir putih yang luas bagaikan lautan tidak akan bisa menumbuhkan apapun di atasnya. Hamparan pasir putih yang menghampar bagai lautan ini menunjukkan betapa hitam dan kotornya hati manusia yang serakah dan haus harta, mengabaikan keberadaan dan pengorbanan para pejuang kemerdekaan yang mati mengenaskan dan terkubur di sini. Tanggal 24 Juni 2008 saya datang ke Monumen Mandor ini dan membawa anak anak saya, agar mereka tahu sejarah perjuangan bangsanya di Kalimantan Barat khususnya. Kami berkeliling dan berhenti di setiap lubang pemakaman massal sambil saya bercerita tentang apa yang terjadi pada masa itu. Anak anak saya yang semuanya masih berumur di bawa 10 tahun takjub mendengarkan dan mengamati gambar diorama yang ada yang mengambarkan sekilas tentang kekejaman Jepang dan peristiwa Mandor. Saya membayangkan jika para orang tua yang lain melakukan hal seperti ini, anak-anak mereka juga menjadi tahu bahwa Kalbar juga ada perjuangan nasional merebut kemerdekaan dari penjajahan. Terik dan panas matahari tidak lagi mereka rasakan, keinginan untuk tahu lebih banyak tercermin dari bahasa tubuh dan tatap mata mereka. Saat mencapai makam 10 yaitu makam terakhir dan merupakan makam para raja yang terbunuh saat itu, kami sepakat untuk masuk areal hutan yang terdapat di belakang makam 10. Tahun lalu saya sempat masuk di hutan ini bersama beberapa wartawan, saya ingin menunjukkan kepada merekadan kini anak-anak sayaada kawat berduri bekas pagar penjara alam yang masih tersisa, sisa peninggalan Jepang. Masih asli. Namun dalam 30 langkah memasuki hutan di belakang makam 10, kami mendengar suara dengungan mesin chainsaw (gergaji mesin) memecah kesunyian hutan. 15 langkah ke depan, giliran saya yang

terpana. Hutan teduh yang menyimpan banyak anggrek dan kantong semar (naphentes) serta banyak lagi plasma nuftah yang berharga di dalamnya telah gundul! Hanya bangkai bangkai pohon yang bergelimpangan, sedangkan areal yang lebih jauh sudah tumbuh pohon kelapa sawit yang berumur sekitar 1 tahun. Begini rupanya berbagai cobaan yang seperti tidak henti hentinya pada situs sejarah perjuangan terbesar milik Kalbar. Bangkai dan gelimpangan pepohonan ini mewakili matinya nurani anak bangsa ini yang tidak tahu sejarah dan tak mau tahu arti pengorbanan tulang belulang yang terbaring di dalam lubang kuburan massal ini. Saya dan tentunya banyak pihak juga berharap adanya ketegasan dan campur tangan pemerintah yang serius dalam menjaga dan memastikan status peruntukan untuk areal Monumen Daerah Mandor dan sekitarnya agar dijadikan areal penunjang untuk menjaga dan menjadi peyangga agar areal keramat ini tidak diganggu serta ke depannya terbuka untuk diperluas sebagai situs perjuangan Kalimantan Barat yang terbesar.

Makam mandor memang merupakan situs Sejarah Perjuangan yang penting artinya bagi seluruh rakyat Kalimantan Barat, di sinilah terkubur 21.037 jiwa yang secara kejam di bunuh oleh Jepang yang ingin mengubah generasi muda Kalbar pada masa itu menjadi Jepang. Keberadaan situs sejarah perjuangan ini merupakan juga ironi bagi pemahaman kehidupan berkebangsaan dan kemampuan memahami / menghargai sejarah / jasa perjuangan yang telah diberikan oleh para korban Mandor ini. Bayangkan betapa berbagai nestapa yang harus dialami oleh para korban mandar dari sejak di tangkap Jepang sampai detik ini. Awalnya saat mulai ditangkapi Jepang, sebagian besar orang yang takut terimbas dan ikut ditangkap saat itu berpura pura tidak mengenal dan bahkan menganggap bahwa yan ditangkap Jepang itu memang pesakitan yang bersalah dan pantas di hukum. setelah dibawa ke Mandor, mereka di kurung di areal yang sekarang adalah pemakaman Mandor, para penjuang yang ditangkap di tempatkan di penjara Alam yang di pagari kawat berduri dan di jaga tentara Dai Nippon, saya masih menemukan bekas kawat berduri yang di pakai sebagai pagar batas penjara alam tersebut (foto terlampir), memang kualitas kawat duri jaman dahulu memang lebih baik mutunya sehingga sebagian masih bertahan di lingkungan penjara alam itu. Di penjara alam itu sudah dipastikan penderitaan tak terperi akan dialami oleh para tahanan disitu, sengatan sinar matahari dan dinginnya udara malam, belum lagi jika hujan tentu akan sangat menyiksa, selain itu masih ada serangan penghuni hutan misalnya nyamuk dan lintah serta kemungkinan adanya berbagai binatang berbisa, saya saja yang hanya beberapa jam di situs pemakaman ini sudah bentol bentol digigit nyamuk hutan yang keganasannya lebih daripada nyamuk rumahan. selama di penjara Alam Mandor ini mereka dipaksa untuk melakukan upacara setiap pagi menghadap matahari sesuai Agama kepercayaan Jepang yang meyakini bahwa rajanya adalah keturunan dewa matahari, dimana banyak tahanan yang di pukuli dan bahkan di pancung karena tidak melakukan ritual menghadap matahari dengan benar, tentu saja banyak kesalahan yang mereka lakukan karena kondisi badan yang tidak sehat akibat perpindahan dari lingkungan rumah yang nyaman ke tengah hutan Mandor yang tidak ramah, selain itu juga ada yang tidak mau meyembah matahari karena keyakinan Agama. Dibekas areal upacara yang berupa lapangan terbuka, beberapa tahun yang lalu masih dapat ditemukan beberapa bilah pedang samurai yang patah, karena dipakai untuk memancung orang yang tidak melakukan / tidak mau melakukan penghormatan matahari dengan benar. mereka di wajibkan kerja paksa untuk membangun dan memperluas Areal penjara Alam di Mandor, kemudian juga mengali lubang lubang besar yang sebenarnya diperuntukan mengubur mereka sendiri kelak, kerja fisik yang keras dengan tunjangan pangan yang tak tentu, keadaan alam yang tidak ramah, siksaan fisik dan mental dari tentara jepang pada saat itu tentu merupakan siksaan yang luar biasa tak terperikan bagi semua yang terkurung diareal Mandor ini. dari cerita orang orang tua yang tahu kejadian pada masa itu, dikatakan bahwa tawanan yang mau dieksekusi di tutup kepalanya / matanya, kemudian disuruh berlutut, berjejer di tepi lubang besar yang telah di gali sebelumnya, dibarisan belakangnya tawanan yang lain dipaksa untuk memancungnya, demikian selanjutnya sehingga lubang penuh dan tawanan yang tersisa disuruh mengubur mayat yang menumpuk dalam lubang tersebut, ternyata kejahatan perang seperti ini

bukan hanya terjadi di Indonesia, di beberapa negara lain juga terjadi kekejaman yang sama dan saat ini dokumentasi kejadian ini sudah dapat diakses di Internet. setelah Jepang penyerah karena perjuangan bangsa Indonesia dan kota Nagasaki & Hirosima dijatuhi Bom Atom oleh Amerika, Situs pemakaman ini sempat dilupakan. kemudian Gubernur Kadarusno pada masa pemerintahannya cukup memberikan perhatian terhadap Makam Mandor sehingga keberadaan Areal ini mulai terkuak dan diketahui Masyarakat. Namun hanya sebatas itu saja, tidak ada perkembangan yang berarti sampai saat ini yang menunjukan bahwa bangsa kita sebagai bangsa yang dapat menghargai jasa dan pengorbanan para pahlawannya. beberapa tahun yang lalau Areal pemakaman ini digerus oleh kegiatan tambang emas liar (PETI) yang sampai mendekati areal lubang Makam, berbagai upaya dilakukan oleh Bapak Samad, sang penjaga Makam untuk mengusir mereka, sampai karena sudah hilang kesabaran dan akal beliau bertelanjang bulat dan menghunus paran mengejar para penambang liar tersebut. Namun kegiatan PETI ini terus berlangsung, sampai tahun lalu sekitar bulan Nopember kebetulan saat saya berkunjung ke Mandor, saya melihat para pekerja PETI memindahkan mesin Dompeng dan berbagai peralatan lainnya, rupanya mereka memutuskan pindah arela operasi karena emas yang didapatkan tidak banyak lagi, lega juga mengetahui kegiatan pertambangan liar ini terhenti, namun hamparan pasir putih yang luas bagaikan lautan tidak akan bisa menumbuhkan apapun di atasnya, hamparan pasir putih yang menghampar bagai lautan ini menunjukan betapa hitam dan kotornya hati manusia yang serakah dan haus harta, mengabaikan keberadaan danpengorbanan para pejuang kemerdekaan yang mati mengenaskan dan terkubur disini. tanggal 24 Juni 2008 saya datang ke Makam Mandor ini dan membawa Anak anak saya, agar mereka tahu sejarah perjuangan bangsanya di Kalimantan Barat Khususnya, kami berkeliling dan berhenti di setiap lubang pemakaman massal. Sambil saya bercerita tentang apa yang terjadi pada masa itu, anak anakku yang semuanya masih berumur di bawa 10 tahun takjub mendengarkan dan mengamati gambar diarama yang ada yang mengambarkan sekilas tentang kekejaman jepang dan peristiwa Mandor, terik dan panas matahari tidak lagi mereka rasakan, keinginan untuk tahu lebih banyak tercermin dari bahasa tubuh dan tatap mata mereka. Saat mencapai makam 10 yaitu makam terakhir dan merupakan makam para Raja yang terbunh saat itu, kami sepakat untuk masuk areal hutan yang terdapat di belakang makam 10, tahun lalu saya sempat masuk di hutan ini bersama beberapa wartawan, saya ingin menunjukan kepada anak anakku kawat berduri bekas pagar penjara alam yang masih tersisa, namun dalam 30 langkah memasuki hutan di belakan makam 10, kami mendengar suara dengungan mesin Chainsaw (gergaji mesin) memecah kesunyian hutan, dan 15 langkah kedepan, giliran saya yang terpana, hutan teduh yang menyimpan banyak angrrek dan kantong semar serta banyak lagi palsma nuftah yang berharga di dalamnya telah gundul ! hanya bangkai bangkai pohon yang bergelimpangan, sedangkan arela yang lebih jauh sudah tumbuh pohon kelapa sawit yang berumur sekitar 1 tahun, begini rupanya berbagai cobaan tidak henti hentinya pada situs sejarah perjuangan terbesar di Kalbar, bangkai dan gelimpangan pepohonan ini mewakili matinya nurani anak bangsa ini yang tidak tahu sejarah dan tak mau tahu arti pengorbanan tulang belulang yang terbaring di dalam lubang kuburan massal ini. saya dan tentunya banyak pihak juga berharap adanya ketegasan dan campur tangan pemerintah yang serius dalam menjaga dan memastikan status peruntukan untuk areal Makam juang mandor ini dan sekitarnya di jadikan areal penunjang untuk menjaga dan menjadi pejangga agar areal keramat ini tidak diganggu serta kedepannya terbuka untuk di perluas sebagai situs perjuangan Kalimantan Barat yang terbesar.

You might also like