You are on page 1of 2

BAB I PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir, kita banyak dikejutkan oleh terjadinya bencana massal yang menyebabkan kematian banyak orang. Selain itu kasus kejahatan yang memakan banyak korban jiwa juga cenderung tidak berkurang dari waktu ke waktu. Pada kasus-kasus seperti ini tidak jarang kita jumpai korban jiwa yang tidak dikenal sehingga perlu di identifikasi. Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas seseorang.1 Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal, jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtua nya. Identitas seseorang yang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif (tidak meragukan).1 Dan salah satu identifikasi yang paling penting adalah umur. Penentuan umur dapat dilakukan dengan pemeriksaan penutup sutura, inti penulangan, penyatuan tulang serta pemeriksaan gigi.2 Forensik odontologi sudah dikenal sejak tahun 1894. Pada tahun 1894, Oscar Amudo yang lahir di Matanzas Cuba mulai menerapkan gigi geligi untuk penegakan hukum. Di Norwegia (1894) ditetapkan bahwa tim odontologi forensik terdiri dari anggota kepolisian, seorang dokter yang biasanya ahli patologi dan seorang dokter gigi.3 Forensik odontologi adalah salah satu metode penentuan identitas individu yang telah dikenal sejak era sebelum masehi. Kehandalan teknik identifikasi ini bukan saja disebabkan karena ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris menyamai ketepatan teknik sidik jari, gigi dan tulang adalah material biologis yang paling tahan terhadap perubahan lingkungan dan terlindung.

Penggunaan gigi sebagai identifikasi memberikan keuntungan dikarenakan sifat gigi yang keras dan tahan terhadap cuaca, kimia, maupun trauma. Selain itu gigi manusia mempunyai sifat diphypodensi dimana setiap gigi mempunyai konfigurasi dan relief yang berbeda dan perubahan yang terjadi karena umur atau proses patologis/intervensi pada gigi dapat menjadi informasi lain.4 Pada kasus Bom Bali I, dimana korban yang teridentifikasi berdasarkan gigi-geligi mencapai 56%, korban kecelakaan lalu lintas di Situbondo mencapai 60%, dan korban jatuhnya Pesawat Garuda di Yogyakarta mencapai 66,7%.3,4 Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia secara geografis terletak pada wilayah yang rawan terhadap bencana alam baik yang berupa tanah longsor, gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, banjir dan lain-lain, yang dapat memakan banyak korban, dan salah satu cara mengidentifikasi korban adalah dengan metode forensik odontologi. Oleh karena itu forensik odontologi sangat penting dipahami peranannya dalam menangani korban bencana massal.3 Saat ini identifikasi yang paling baik adalah berdasarkan pada pemeriksaan gigi dan sidik jari, kedua cara ini merupakan prosedur yang fundamental di dalam investigasi medikolegal kematian. Prosedur identifikasi gigi merupakan metode positif untuk membuat identifikasi.

You might also like