You are on page 1of 52

PROBLEMATIKA GURU HONORER DALAM MELAKSANAKAN TUGAS KEPROFESIAN DI MI MIFTAHUL HUDA NGANTANG

PROPOSAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat dalam Ujian Proposal Skripsi Program Studi S-1 Pendidikan Agama Islam

Oleh : CHOIRUNIKMAH NIMKO : 2009.411.2000.110.0766

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL-URWATUL WUTSQO JOMBANG


2013

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Skripsi Atas Nama Choirunikmah Ini Telah Disetujui Untuk Diujikan Pada Ujian Proposal Skripsi

Jombang,

Januari 2013

Dosen Pembimbing

Surohim, SH.I, M.Pd.I

PROBLEMATIKA GURU HONORER DALAM MELAKSANAKAN TUGAS KEPROFESIAN DI MI MIFTAHUL HUDA NGANTANG A. KONTEKS PENELITIAN

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai butir-butir tujuan pendidikan tersebut perlu didahului oleh proses pendidikan yang memadai. Agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik, maka semua aspek yang dapat mempengaruhi belajar siswa hendaknya dapat berpengaruh positif bagi diri siswa, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan. Diundangkannya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka semakin kuatlah alasan pemerintah dalam melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah dalam pengelolaan lembaga pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Keterlibatan masyarakat dan pemerintah daerah tersebut mencakup beberapa aspek dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan ( UU No. 20 Th. 2003, pasal 8 ), termasuk berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.

Menurut Wakiran, dkk. (2004 ), dalam pasal 2 ayat (3) Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 secara tegas dinyatakan , bahwa disamping Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pejabat yang berwenang dapat mengangkat Pegawai Tidak Tetap.1 Dalam penjelasan yang dimaksud dengan Pegawai Tidak Tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu terrtentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis professional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi dalam kerangka system kepegawaian, Pegawai Tidak Tetap tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri. Dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan selain Pegawai Negeri Sipil terdapat juga beberapa jenis pegawai yang melaksanakan tugas sebagaimana dilaksanakan oleh Pegawai Negeri Sipil, akan tetapi pendekatannya atau sebutan istilahnya di berbagai instansi baik Pusat maupun Daerah berbeda-beda. Hal ini disebabkan, karena sampai saat ini belum ada norma, standar, prosedur yang mengatur hal tersebut. Pegawai tidak Tetap tersebut saat ini diangkat dalam berbagai instansi Pegawai pemerintah antara lain di lingkungan Departemen Kesehatan (Dokter PTT dan Bidan PTT), di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional (Guru Tidak Tetap/Guru Bantu), dilingkungan Departemen Agama (Guru Tidak Tetap, Penyuluh Agama), dilingkungan Departemen Kimpraswil (Pegawai

Wakiran, dkk,Pengkajian (Jakarta:2004),hal:30

Sistem

penggajian

Pegawai

tidak

tetap,

Honorer/Tenaga Kontrak), dan dibeberapa daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang sudah mengangkat Pegawai Tidak Tetap. Selama ini guru yang bekerja di berbagai sekolah, baik Negeri maupun swasta, sering kali masyarakat mengira bahwa para guru tersebut adalah berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) . Padahal tidak semua guru yang bekerja di sekolahsekolah tersebut berstatus PNS, atau biasa disebut guru Honorer, Guru Tidak Tetap, atau Guru Kontrak. Guru Tidak Tetap yang bekerja pada beberapa sekolah Negeri maupun swasta, sampai saat ini belum memiliki standar gaji yang menitikberatkan pada bobot jam pelajaran, tingkatan jabatan, dan tanggung jawab masa depan siswanya. Apalagi untuk guru yang mengajar di tingkat SD/MI. Banyak diantara mereka yang bekerja melebihi dari imbalan yang mereka terima. Dengan kata lain, insentif atau gaji yang mereka terima tidak sebanding dengan pekerjaan yang mereka laksanakan dan tanggung jawab yang mereka terima terhadap masa depan siswanya, berhasil atau tidaknya menyelesaikan program pendidikan di sekolah. Berbeda kondisi dengan para guru yang telah diangkat statusnya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Selain kenaikan gaji pokok, pemerintah juga memberikan gaji bulan ke-13 bagi PNS dan pensiunan. Pemerintah juga akan menaikkan uang makan bagi TNI/Polri dan PNS. Untuk TNI/Polri uang makan naik dari Rp 35 ribu per hari menjadi Rp 40 ribu per hari. Sedangkan untuk PNS, uang makan dari Rp 15 ribu menjadi Rp20 ribu. Presiden SBY pun menyatakan, selama lima tahun terakhir, gaji PNS dan TNI/ Polri telah naik dari Rp. 674 ribu

menjadi Rp 1,721 juta (metrotvnews.com, 8 Januari 2010). Bahkan PNS yang berstatus guru misalnya, selain mendapatkan kenaikan gaji setiap tahunnya, mereka juga mendapatkan tunjangan perbaikan kesejahteraan bagi mereka yang sudah lolos sertifikasi.2 Berdasarkan observasi sementara, rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan.Dengan pendapatan rendah, guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan.Ada yang mengajar di sekolah lain, menjadi petani, dan sebagainya. Dengan keadaan demikian itu, pencapaian prestasi siswa menjadi tidak memuasakan. Sesungguhnya permasalahan di atas yang menjadi kendala, maka penelitian ini terfokus pada Problematika Guru Honorer Dalam Melaksanakan Tugas Keprofesian Di MI Miftahul Huda Ngantang.

Ibid,35

B. FOKUS MASALAH

Berdasarkan konteks penelitian di atas, maka dapat dikemukakan beberapa focus masalah sebagai berikut : 1. Guru Honorer di MI Miftahul Huda Ngantang. 2. Apa saja problem Guru Honorer dalam melaksanakan tugas keprofesian di MI Miftahul Huda Ngantang. 3. Problem solving guru honorer dalam melaksanakan tugas profesi di MI Miftahul Huda Ngantang.

C. MANFAAT DAN TUJUAN PENELITIAN

Manfaat Penelitian : 1. SecaraTeoritis Memberikan sumbangan referensi bacaan ilmiah di STIT UW Jombang tentang problematika guru honorer dan khazanah keilmuan pendidikan Islam. 2. Secara Praktis a. Hasil penelitian dapat dilaksanakan di lembaga MI Miftahul Huda Ngantang. b. Hasil penelitian dapat dilaksanakan di lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya.

Berdasarkan pada konteks penelitian di atas, maka terdapat cakupan bahasan yang perlu difokuskan, yaitu : a. Mendiskripsikan guru honorer di MI Miftahul Huda Ngantang. b. Mendiskripsikan problem guru honorer di MI Miftahul Huda Ngantang. c. Mendiskripsikan problem solving guru honorer di MI Miftahul Huda Ngantang.

D. BATASAN ISTILAH

Untuk menghindari kekeburan makna, Maka perlu adanya pembatasan tentang istilah-istilah yang ada dalam judul Problematika Guru Honorer Dalam Melaksanakan Tugas Keprofesian Di MI Miftahul Huda Ngantang sebagai berikut :
1. Problematika

Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa inggris problem artinya, soal, masalah, atau teka- teki. Juga berarti problematic, yaitu ketidaktentuan.3
2. Guru Honorer

Guru Honorer adalah guru yang digaji sebagai guru tetap, tetapi menerima honorarium berdasarkan jumlah jam pelajaran yang diberikan.4
3. Tugas keprofesian

Profesi menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap pekerjaan

itu.Profesional menunjuk dua hal, yakni orangnya dan kinerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Sedangkan profesionalisme menunjuk kepada derajat atau tingkat kinerja seseorang sebagai seorang professional dalam melaksanakan profesi yang mulia itu.5
3

W.J.S.Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka,1992)hal.1299 4 Tim Penyusun Pusat dan Pengembangan Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka,1989) hal.970 5 Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).Edisi Revisi.Malang.UIN-Maliki Press

E. SETTING PENELITIAN Madarasah Ibtidaiyah Miftahul Huda berada di Desa Jombok Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang Jawa Timur. F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Untuk memudahkan dalam mengkaji dan memahami secara keseluruhan skripsi ini, peneliti akan menguraikan tentang sistematika pembahasan sebagai berikut : Bab I. Pendahuluan Konteks penelitian, fokus masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, batasan istilah, setting penelitian dan sistematika pembahasan. Bab II. Kajian Pustaka Dalam kajian pustaka akan diuraikan tentang : Pengertian problematika, guru honorer, tugas profesi. Bab III. Metode Penelitian Dalam metode ini akan diuraikan tentang : Pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, data dan sumber data, prosedur pengumpulan data, teknik analisis data. Bab IV. Paparan Data dan Temuan Penelitian Dalam bab ini akan diuraikan mengenai setting penelitian di MI Miftahul Huda Ngantang.
2012, Hal.21

10

Bab V. Pembahasan Pada bab ini peneliti akan membahas tentang problematika guru honorer dalam melaksanakan tugas keprofesian di MI Miftahul Huda Ngantang. Bab VI. Penutup Pada bagian akhir ini akan memuat kesimpulan, saran-saran dan daftar pustaka. G. KAJIAN PUSTAKA 1. Tinjauan tentang Guru Honorer
a. Pengertian Guru Honorer

Pada Pasal 1 butir kesatu (yang saat ini sedang direvisi) Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS dijelaskan bahwa tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban APBN/APBD. Tenaga honorer atau yang sejenis yang dimaksud, termasuk guru bantu, guru honorer, guru wiyata bhakti, pegawai honorer, pegawai kontrak, pegawai tidak tetap, dan lain-lain yang sejenis dengan itu yang bertugas di bawah naungan instansi pemerintah yang digaji dari APBN/APBD. Peraturan Pemerintah ini memungkinkan setiap kabupaten maupun kota mengangkat tenaga

11

honorer termasuk guru. Gaji mereka dibebankan pada APBN dan APBD, dan secara bertahap dapat diangkat menjadi CPNS. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007, yang berisi Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS dijelaskan secara lebih tegas bahwa penghasilan tenaga honorer dari

APBN/APBD adalah penghasilan pokok yang secara tegas tercantum dalam alokasi belanja pegawai/upah pada APBN/APBD. Dalam hal penghasilan tenaga honorer tidak secara tegas tercantum dalam alokasi belanja pegawai/upah pada APBN/APBD, maka tenaga honorer tersebut tidak termasuk dalam pengertian dibiayai oleh APBN/APBD. Akan tetapi dibiayai dari anggaran lain misalnya, dana bantuan operasional sekolah, bantuan atau subsidi untuk kegiatan/pembinaan yang dikeluarkan dari APBN/APBD, atau yang dibiayai dari retribusi. Istilah tenaga honorer dibedakan menjadi dua macam yaitu tenaga honorer yang berasal dari APBN/APBD dan tenaga honorer Non APBN/APBD. Istilah tenaga honorer APBN/APBD yang ada saat ini adalah identik dengan tenaga yang berasal dari : 1) Tenaga Guru disebut Guru Bantu Sementara (GBS) di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama melalui SK dan ketetapan gaji langsung dari Menteri terkait melalui dana APBN,

12

2) Tenaga Teknis dan Fungsional di lingkungan Departemen Kesehatan disebut Pegawai Tidak Tetap (PTT) seperti Tenaga Dokter, Perawat dan Tenaga Teknis Kesehatan dengan dasar pelaksanaan tugas langsung melalui SK Menteri ataupun SK Bupati/Walikota dengan gaji yang didanai oleh APBN/APBD.6 3) Tenaga Fungsional di lingkungan Departemen Pertanian disebut Pegawai Tidak Tetap (PTT) seperti Penyuluh Pertanian dengan dasar pelaksanaan tugas langsung melalui SK Menteri dengan gaji yang didanai oleh APBN. Sedangkan istilah tenaga honorer Non APBN/APBD adalah pegawai tidak tetap yang bekerja dan mengabdikan hidupnya menjadi aparatur pemerintah yang pembiayaan gajinya tidak di danai oleh APBN/APBD tapi dibayar berdasarkan keiklasan para pegawai negeri yang dibantunya ataupun dana operasional instansi tersebut yang besar pembayarannya tidak menentu dan relatif lebih kecil dari standar upah minimum baik regional ataupun kabupaten / kota.7 Guru Indonesia saat ini dibagi menjadi dua kelompok. Pertama guru PNS, mereka bekerja berdasarkan surat keputusan pemerintah dan menerima gaji setiap bulannya dari APBN/APBD. Kedua guru

6 7

Wakiran, dkk,, op.cit.,hal 40 Ibid,42

13

honorer atau guru tidak tetap (GTT), mereka mengabdi atas kehendak sendiri yang dilegalisasi surat keputusan dari kepala sekolah atau yayasan. Mereka dibayar atas dasar perjanjian tertulis dengan pihak sekolah atau yayasan yang bersangkutan yang besarannya bervariasi, ada yang Rp. 250.000,00, ada yang Rp. 150.000,00, dan bahkan ada yang Rp 75.000,00 perbulan, hal tersebut tergantung kondisi keuangan sekolah yang bersangkutan.8 Guru honorer adalah guru yang tidak digaji sebagai guru tetap, tetapi menerima honorarium berdasarkan jumlah jam pelajaran yang diberikan. Sedangkan guru honor daerah (Honda) adalah guru bukan PNS yang diangkat Pemerintah Provinsi / Kabupaten / Kota pada sekolah negeri atau sekolah swasta dengan biaya dari APBD.9 Suciptoardi (2010), mengemukakan pendapatnya mengenai guru tidak tetap Sekolah Negeri terkait dengan ketidaktahuan atau kesimpangsiuran, bahkan ketidakjelasan akan arti guru tidak tetap, yaitu istilah yang lazim disebut oleh pihak sekolah untuk guru yang: 1) diangkat berdasarkan kebutuhan pada satuan pendidikan (sekolah) dengan persetujuan dari kepala sekolah; dalam hal baik pengangkatan juga pemberhentian, menandatangani kontak kerja selama jangka waktu tertentu, setahun atau lebih

8 9

Wakiran, dkk.op.cit,hal 55 Ibid,hal 60

14

sesuai dengan kebutuhan sekolah merupakan kewenangan kepala sekolah; 2) penggajian berdasarkan sumbangan dari masyarakat dan tunjangan fungsional Rp.200.00/bulan, khusus yang

memenuhi kuota 24 jam dengan berbagai pertimbangan, baik itu jam mengajar dari beberapa sekolah, sebagai wali kelas, pembina ekstrakulikuler, tim IT sekolah, staff, dan jabatan lainnya dalam koridor pendidikan; 3) tunjangan fungsional adalah jasa baik Pemerintah daerah, walaupun legal, akan tetapi tidak masuk dalam kategori dari pembiayaan APBD;dengan demikian, guru tidak tetap adalah guru yang tidak masuk dalam APBN dan APBD.10 4) Pada dasarnya, kebijakan pengangkatan guru honorer diserahkan pada kebutuhan dari masing-masing instansi, namun dalam hal proses pelaksanaannya terdapat berbagai permasalahan yang ternyata tidak sesuai dengan keinginan dari Pasal 3 ayat (1) yang menyebutkan bahwa pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS diprioritaskan bagi yang melaksanakan tugas sebagai : a. guru; b. tenaga kesehatan pada sarana pelayanan kesehatan;

10

http://suciptoardi.wordpress.com(15 juni 2010)

15

c. tenaga

penyuluh

di

bidang

pertanian,

perikanan,

peternakan; dan d. tenaga teknis lainnya yang sangat dibutuhkan pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005. Dalam Implementasinya, pemerintah hanya melihat pada syarat-syarat formil, yaitu masa kerja dan usia tanpa mempertimbangkan skala prioritas yang diharapkan oleh pembuat peraturan.11 Pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 Pasal 3 ayat (1) dalam huruf a, diprioritaskan bagi yang melaksanakan tugas sebagai guru. Pengangkatan tenaga honorer dilakukan melalui pemeriksaan kelengkapan administrasi serta didasarkan pada usia dan masa kerja sebagai berikut : 1) usia paling tinggi 46 (empat puluh enam) tahun dan paling rendah 19 (sembilan belas) tahun; dan 2) masa kerja sebagai tenaga honorer paling sedikit 1 (satu) tahun secara terus menerus. Pengangkatan tenaga honorer yang memenuhi persyaratan, diprioritaskan bagi tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih lama atau yang usianya menjelang 46 (empat puluh enam) tahun. Tenaga honorer yang mempunyai masa kerja lebih banyak menjadi

11

Sri Hartini, dkk, Sistem Pakar dan Pengembangannya Edisi Partama, Yogyakarta:2008.Graha Ilmu

16

prioritas pertama untuk diangkat menjadi CPNS. Dalam hal terdapat beberapa tenaga honorer yang mempunyai masa kerja yang sama, tetapi jumlah tenaga honorer melebihi lowongan formasi yang tersedia, maka diprioritaskan untuk mengangkat tenaga honorer yang berusia lebih tinggi. 2. Tinjauan tentang Tugas Profesi Guru a. Pengertian Profesionalisme Guru Beberapa definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli mengenai pengertian profesi, yaitu: 1) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian

(keterampilan, kejujuan, dan sebagainya) tertentu. Profesional adalah (1) bersangkutan dengan profesi, (2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya dan (3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya.12 2) Ahmad Tafsir mengatakan profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Profesional adalah orang yang memiliki profesi, sedangkan profesi itu harus mengandung keahlian. Artinya, suatu program itu mesti ditandai oleh suatu keahlian yang khusus untuk profesi itu (Ahmad Tafsir, 2001).13
12 13

Depdikbud,Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka,1989),hal:702 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung:Remaja Rosdakarya,2001), hal:107

17

3) Peter Salim mengartikan bahwa profesi merupakan suatu bidang pekerjaan yang berdasarkan pada pendidikan keahlian tertentu. Profesi menuntut suatu keahlian yang didasarkan pada latar belakang pendidikan tertentu. Artinya dia benar-benar

berpendidikan yang mengkhususkan pada suatu keahlian.14 Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan, jabatan atau keahlian yang betul-betul dikuasai baik secara teori maupun praktek melalui pendidikan dan pelatihan khusus. Suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk profesi tersebut. Pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Atas dasar ini, ternyata pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lainnya karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Selanjutnya untuk mendapatkan pengertian yang jelas tentang guru, juga penulis kemukakan beberapa pendapat dari para ahli sebagai berikut:

14

M. Nusdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jakarta:Primashopie,2004), hlm:119

18

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya)

mengajar.15 Menurut Undang-undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualitas sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,

widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.16 Sedangkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

menyatakan bahwa guru adalah seorang yang mempunyai gagasan yang harus diwujudkan untuk kepentingan anak didik, sehingga menjunjug tinggi mengembangkan danmenerapkan keutamaan yang menyangkut agama, kebudayaan dan keilmuan.17 Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan

perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi efektif, potensi kognitif, maupun potensi psikomotorik.

15 16

Depdikbud,opcit,hlm:288 PP No.19 Th.2005,Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta:fokusmedia,2005), hal:95 17 Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta:Ciputat Press, 2003), hal:8

19

Berdasarkan pemahaman tentang pengertian profesional dan pengertian guru, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesional guru secara utuh yaitu seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaannya dan mampu

mengembangkan keahliannya itu secara ilmiah di samping menekuni bidang profesinya. b. Syarat-syarat Guru Profesi merupakan ide yang digunakan untuk menunjuk suatu pekerjaan yang memenuhi syarat yang menuntut pada pekerjaanpekerjaannya untuk dapat menunjukkan kompetensi mereka dalam menjalankan tugas mereka. Kompetensi inilah yang menjadi landasan dari profesi, yakni suatu pekerjaan pada umumnya akan dapat dikerjakan dan diselesaikan dengan baik di tangan orang yang memiliki kewenangan dan keterampilan serta ahli dalam bidangnya. Agama Islam telah mengajarkan bahwa suatu masalah haruslah dijalankan oleh orang-orang yang mempunyai kewenangan dan keahlian dalam bidangnya. Kalau tidak, maka masalah itu akan hancur. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 58 yaitu:

(58 : ).

20

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan

(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.

Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaikbaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat (QS: An-Nisa: 58)18

Secara formal sudah menjadi keharusan bahwa suatu pekerjaan profesi menuntut adanya syarat-syarat yang harus dipenuhi, termasuk hal ini adalah pekerjaan sebagai guru. Persyaratan tersebut dimaksudkan untuk menentukan kelayakan seseorang dalam

memangku pekerjaan tersebut. Di samping itu syarat tersebut dimaksudkan agar seorang guru dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional serta dapat memberi pelayanan yang sesuai dengan harapan. Guru merupakan faktor yang dominan di dalam kegiatan pembelajaran. Guru sebagai subyek dalam pendidikan dan sebagai perencana serta pelaksana pembelajaran. Oleh karena itu, guru merupakan penentu keberhasilan dan suksesnya proses pembelajaran. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bab VI pasal 28 menyebutkan bahwa:

18

Depag,Al-Quran dan Terjemah, (Jakarta, 1971), hal:88

21

1) pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 2) kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan denga ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3) kompetensi sebagai agen pembelajaran atau jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: a) kompetensi pedagogik, b) kompetensi kepribadian, c) kompetensi professional, d) kompetensi sosial. 4) seseorang yang tidak memiliki ijazah dan atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.19 Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh guru meliputi: 1) 2) 3) 4) syarat professional syarat biologis syarat psikologis syarat pedagogis-didaktis

19

PP No. 19 Th. 2005, Opcit, hal:127

22

Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru sebagaimana disebutkan tersebut secara rinci dapat dikemukakan sebagai berikut: 1) syarat professional Pekerjaan guru merupakan profesi dalam masyarakat, karena itu seorang guru sebelum menunaikan tugas mendidik dan mengajar dituntut untuk memiliki beberapa macam keterampilan yang merupakan pelengkap profesinya. Profesional tersebut biasanya diasosiasikan dengan ijazah yang memberikan kewenangan dan tanggung jawab guru dalam melaksanakan tugasnya. Mengenai syarat ijazah guru serta kewenangan melaksankan tugasnya tersebut telah dikemukakan pada pasal 4 SK menteri P dan K, tanggal 8 Juni 1979 No. 0124/U/1997 menetapkan: Jenjang mengajar sebagai berikut: A-V untuk mengajar di lembaga pendidikan tinggi; A-IV untuk guru SLTA; A-III untuk guru SLTA/SLTP; A-II untuk guru SLTP dan A-I untuk guru SD/SLTP Persyaratan ijazah seperti tersebut, mempunyai orientasi pada pendidikan yang harus dimiliki guru sebelum terjun ke lapangan. Melalui pendidikan guru tersebut mereka memperoleh bekal keilmuan yang berkaiatan dengan tugasnya sebagai pendidik, yaitu pengetahuan akademis. Pendidikan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari lembaga pendidikan guru yang memberi bekal untuk menunaikan

23

tugas sebagai pendidik formal di sekolah. Jelasnya adalah ijazah guru yang memberikan hak dan wewenang menjadi pengajar di kelas. Keputusan Mendiknas Nomor 053 / U / 2001, tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah, menyatakan bahwa persyaratan minimal yang harus dipenuhi untuk menjadi guru Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama adalah berpendidikan sekurangkurangnya D III LPTK dan non LPTK dengan akta mengajar sesuai dengan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya.20 2) syarat biologis Profesi guru sebagai pendidik formal di sekolah tidak dapat dipandang ringan, karena menyangkut berbagai aspek kehidupan serta menuntut pertanggung jawaban moral yang berat. Salah satu aspek yang perlu diperhitungkan untuk menjadi seorang guru adalah persyaratan fisik atau persyaratan jasmani. Hal ini dimaksudkan bahwa seorang calon guru harus berbadan sehat dan tidak memiliki cacat tubuh yang dapat mengganggu tugas mengajarnya. Dalam dunia pendidikan selalu berhadapan dengan muruidnya dan juga guru sebagai penentu keberhasilan pendidikan dituntut untuk memiliki fisik yang memenuhi syarat, maksudnya guru dalam proses belajar-

20

Cece Wijaya, Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, Editor Enggas Suparman, hal:183

24

mengajar harus selalu dala keadaan sehat, tidak cacat tubuh serta memiliki stamina yang kuat untuk melaksanakan tugasnya. Mengenai persyaratan fisik yang harus dipenuhi oleh seorang guru, ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Siti Meichati MA: Keadaan jasmani calon pendidik seperti kesehatan dan tidak adanya cacat jasmani yang menyolok adalah syarat penting.21 Berdasarkan persyaratan tersebut, jelaslah bahwa persyaratan fisiknya sehat dan tidak adanya cacat merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi guru. Dengan kondisi yang baik, maka guru akan dapat tampil di depan kelas dengan baik pula, sehingga interaksi edukatif yang diharapkan dapat mencapai hasil maksimal. 3) syarat psikologis Persyaratan psikologis ini pada hakikatnya ada dua unsur yang sangat kompeten terhadap perkembangan manusia yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Perpaduan dua unsur dalam setiap manusia itulah yang menentukan figure guru yang baik. Persyaratan psikis yang harus dimiliki oleh guru dikemukakan oleh team didaktik motodik IKIP Surabaya yang mengatakan: Persyataran psikis yaitu sehat rohaninya. Maksudnya, tidak mengalami gangguan kelainaan jiwa atau penyakit syaraf, yang tidak memungkinkan dapat menuinaikan tuasnya dengan baik, selain itu juga diharapkan memiliki bakat dan minat keguruan.22
21 22

Siti Meichti, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta), hal:58 Siti Meichati,Opcit. Hal9

25

Persyaratan

tersebut,

sepintas

lebih

menekankan

pada

kesehatan jiwa guru. Kesehatan yang dimaksud juga berkaitan dengan kesetabilan emosi guru dalam melaksanakan tugasnya. Karena perasaan dan emosi guru yang mempunyai kepribadian yang terpadu tampak stabil optimis dan menyenangkan. Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan disayangi oleh guru . Demikian juga emosi yang tidak staabil akan membawa keadaan emosi yang tidak stabil kepada anak didiknya, khususnya dalam masalah yang berkaitan dengan kewajiban anak didik tersebut. Dengan adanya hal di atas, maka seorang guru harus memiliki mental yang sehat dalam rangka menunjang keberhasilan program pengajaran. 4) syarat pedagogis-didaktis Seorang guru akan melaksanakan tugasnya dengan baik ditentukan oleh pengetahuan-pengatahuan yang dimilikinya. Baik pengetahuan yang bersifat umum maupun pengetahun pendidikan. Dengan dasar-dasar pengetahun yang dimiliki diharapkan guru dapat membuka wawasan yang luas dan dapat mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan zaman. Disamping itu, persyaratan

pengetahuan bagi guru ini juga sangat penting sebagai penunjang dan pembentukan profesi guru. Hal ini dikemukakan oleh Amir Daiem Indrakusuma, (1973 )dalam bukunya Ilmu Pendidikan Sebuah Tinjauan Teoritis Filosofis, mengatakan:

26

Pembentukan profesi guru, maka diperlukan pengetahuanpengetahuan yang merupakan persiapan atau belak dalam melaksanakan pekerjaan mendidik.23 Pentinganya persyaratan pedagogis-didaktis, maka setiap orang yang menjadi guru harus memenuhinya dalam melaksanakan tugasnya. Berbagai persyaratan yang harus dipenuhi guru tersebut, harapan menjadi guru yang baik atau guru yang professional dapat tercapai. Profil guru menggambarkan kualitas yang harus dimiliki oleh seorang guru. Profil tersebut yaitu: 1) kepribadian meliputi: a) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, b) berakhlak yang tinggi, c) memiliki rasa kebangsaan yang tinggi, d) jujur dalam berkata dan bertindak, e) sabar dan arif dalam menjalankan profesi, f) disiplin dan kerja keras, g) cinta terhadap profesi, h) memiliki pandangan positif terhadap peserta didik, i) inovatif, kreatif dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, j) gemar membaca dan selalu ingin maju, k) demokratis,

23

Amir Daiem Indrakusuma, Ilmu Pendidikan Sebuah Tinjauan Teoritis Filosofis, (Surabaya:Usaha Nasional, 1973),hal:176-179

27

l) bekerja secara profesional dengan peserta didik, sejawat dan masyarakat, m) terbuka terhadap saran dan kritik, n) cinta damai, o) memiliki wawasan internasional. 2) pengetahuan dan pemahaman profesi kependidikan tentang: a) peserta didik, b) teori belajar dan pembelajaran, c) kurikulum dan perencanaan pengajaran, d) budaya dan masyarakat sekitar sekolah, e) filsafat dan teori pendidikan, f) evaluasi, g) teknik dasar dalam mengembangkan proses belajar, h) teknologi dan pemanfaatannya dalam pendidikan, i) penelitian, j) moral, etika dan kaidah profesi. 3) pengetahuan dan pemahaman tentang bidang spesialisasi meliputi: a) cara berfikir disiplin ilmu yang menjadi spesialisasinya, b) teori, konsep dan prosedur utama dalam disiplin ilmu yang menjadi spesialisasinya, c) cara mengembangkan disiplin ilmu yang menjadi

spesialisasinya,

28

d) cara mengembangkan materi dan bahan ajar, e) penelitian dalam disiplin ilmu. 4) kemampuan dan keterampilan profesi dalam: a)

mengembangkan dan merencanakan pembelajaran, b) menggunakan berbagai metode dan teknik mengajar, c) menerapkan berbagai teori dan prinsip pendidikan dalam proses pembelajaran, d) menggunakan bahasa yang dipahami peserta didik, e) mengelola kelas dan mensciptakan suasana belajar yang kondusif, f) memotivasi dan mengaktifkan peserta didik untuk belajar, g) mengembangkan dan menggunakan media, alat bantu dan sumber belajar, h) menilai kemajuan belajar peserta didik, i) membantu mengatasi kesulitan belajar peserta didik baik secara kelompok maupun individual, j) memanfaatkan lingkungan sosial-budaya peserta didik untuk meningkatkan proses pembelajaran, k) mengembangkan materi dan bahan ajar, l) berkomunikasi dengan sejawat dan masyarakat secara professional, m) menggunakan teknologi untuk mencari informasi dan mengembangkan proses pembelajaran, n) melaksanakan

administrasi sekolah, o) menerapkan etika dan kaidah-kaidah profesi.24

24

Depdiknas, Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad Ke21, (Jakarta:TanpanPenerbit,2002), hal:26-28

29

Guru merupakan jabatan profesional yang memerlukan beberapa keahlian khusus. Sebagai suatu profesi, maka kriteria profesional yang harus dipenuhi yaitu: 1) fisik, yaitu sehat jasmani dan rohani, 2) mental atau kepribadian yaitu berkepribadian atau berjiwa Pancasila, mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi, mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang kepada anak didik, berbudi pekerti yang luhur, berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal, mampu menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, mampu mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab yang besar akan tugasnya, bersifat terbuka, peka dan inovatif, menunjukkan rasa cinta terhadap profesinya, 3) keilmiahan atau pengetahuan yaitu memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi,memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menerapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik, memahami, menguasai, serta mencintai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan, memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang yang lain, senang membaca buku-buku ilmiah, mampu memecahkan persoalan yang berhubungan dengan bidang studi secara sistematis, memahami prinsip-prinsip kegiatan belajarmengajar.

30

4) Keterampilan, meliputi mampu berperan sebagai organisator proses belajar mengajar, mampu memecahkan dan melaksanakan teknikteknik mengajar yang baik dalam mencapai tujuan pendidikan, mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan, memahami dan mampu melaksanakan kegiatan dan pendidikan luar sekolah.25 5) Jabatan guru merupakan suatu jabatan profesi. yang melakukan fungsinya di sekolah. Oleh karena itu, konsep yang terkandung adalah guru profesional yang bekerja melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah harus memiliki kompetensi-kompetensi yang dituntut agar guru mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaikbaiknya. maka guru yang dinilai memiliki kompetensi profesional apabila: 1) mengembangkan tanggung jawab dengan sebai-baiknya, 2) melaksanakan peranan-peranannya secara berhasil, 3) bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan di sekolah, 4) melaksanakan peranannya dalam proses mengajar dan belajar dalam kelas. Muhibbin Syah mengatakan bahwa dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki keanekaragaman kecakapan yang bersifat psikologis, yang meliputi: 1) kompetensi kognitif guru (kecakapan ranah cipta) Kompetensi ranah cipta merupakan kompetensi utama yang wajib dimiliki oleh setiap calon guru dan guru profesional. Pengetahuan

25

Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi, (Jakarta:Bumi Aksara, 2004), hal:37-38

31

dan keterampilan ranah cipta dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori: a) ilmu pengetahuan kependidikan Menurut sifat dan kegunaannya, disiplin ilmu kependidikan ini terdiri atas dua macam, yaitu pengetahuan kependidikan umum yang meliputi ilmu pendidikan, psikologi pendidikan, administrasi pendidikan dan pengetahuan kependidikan khusus meliputi metode mengajar, teknik evaluasi, metodik khusus pengajaran materi tertentu dan sebagainya. b) ilmu pengetahuan materi bidang studi Ilmu pengetahuan materi bidang studi meliputi semua bidang studi yang akan menjadi keahlian atau pelajaran yang akan diajarkan oleh guru. Dalam hal ini, penguasaan atas pokok-pokok bahasan materi pelajaran yang terdapat dalam bidang studi yang menjadi bidang tugas guru adalah mutlak diperlukan. 2) kompetensi afektif guru (kompetensi ranah rasa) Kompetensi ranah ini meliputi seluruh fenomena perasaan dan emosi seperti cinta, benci, senang, sedih, dan sikap serta perasaan diri yang berkaitan dengan profesi keguruan. Sikap dan perasaan itu meliputi: a) konsep diri dan harga diri guru Konsep diri adalah totalitas sikap dan persepsi seorang guru terhadap diri sendiri. Sedangkan harga diri guru dapat

32

diartikan sebagai tingkat pandangan dan penilaian seorang guru mengenai dirinya sendiri berdasarkan prestasinya. Guru yang profesional memerlukan konsep diri yang tinggi. Guru yang demikian, dalam mengajar akan lebih cenderung memberi peluang luas kepada para siswa untuk berkreasi. Oleh karena itu, untuk memiliki konsep diri yang positif atau tinggi, para guru perlu berusaha mencapai prestasi akademik setinggi-tingginya dengan cara banyak belajar dan terus mengikuti perkembangan zaman. b) efikasi diri dan efikasi kontekstual guru Efikasi guru adalah keyakinan guru terhadap

keefektifan kemampuannya sendiri dalam membangkitkan gairah dan kegiatan para siswanya. Kompetensi ranah rasa ini berhubungan dengan kompetensi ranah rasa lainnya yaitu kemampuan guru dalan berurusan dengan keterbatasan factor di luar dirinya ketika ia mengajar. Artinya, keyakinan guru terhadap kemampuannya sebagai pengajar profesional bukan hanya dalam hal menyajikan materi pelajaran di depan kelas saja, melainkan juga dalam hal mendayagunakan keterbatasan ruang, waktu, dan peralatan yang berhubungan dengan proses belajar mengajar. c) kompetensi psikomotor guru

33

Kompetensi

psikomotor

guru

meliputi

segala

keterampilan atau kecakapan yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya pengajar.26 Munir Mursi mengatakan bahwa syarat terpenting bagi seorang guru dalam Islam adalah syarat keagamaan. Dengan demikian, syarat guru dalam Islam adalah sebagai berikut: (a) umur, harus sudah dewasa (b) kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani (c) keahlian, harus menguasai bidang yang diajarkannya dan menguasai ilmu mendidik (termasuk ilmu mengajar) (d) harus berkepribadian muslim.27 Pendapat lain mengatakan bahwa syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang guru agama agar usahanya berhasil dengan baik adalah sebagai berikut: (a) guru harus mengerti ilmu mendidik sebaik-baiknya, sehingga segala tindakannya dalam mendidik berhubungan dengan tugasnya selaku

disesuaikan dengan jiwa ana didiknya. (b)guru harus memiliki bahasa yang baik dan

menggunakannya sebaik mungkin, sehingga dengan

26 27

Muhibbin Syah, Opcit, hal;230-231 Ahmad Tafsir, Opcit, hal:81

34

bahasa itu anak tertarik kepada pelajarannya. Dan dengan bahasanya itu dapat menimbulkan perasaan yang halus pada anak (c)guru harus mencintai anak didiknya sebab cinta senantiasa mengandung arti menghilangkan

kepentingan diri sendiri untuk keperluan orang lan.28 Berdasarkan beberapa pendapat di tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa jika seorang guru telah memiliki bekal dan syarat-syarat serta kepribadian sebagaimana di atas, maka akan menggambarkan profil guru yang profesional yang

bertanggung jawab dan sebagai pusat keteladanan bagi muridmuridnya. c. Kode Etik Guru Kode etik berfungsi untuk menjadi pedoman dalam

menjalankan tugas profesinya. Menurut Kelly Young, kode etik merupakan salah satu ciri persyaratan profesi, yang memberikan arti penting dalam penentuan, pemertahanan, dan peningkatan standar profesi. Kode etik menunjukkan bahwa tanggung jawab dan kepercayaan dari masyarakat telah diterima oleh profesi.29 Secara harfiah, kode artinya aturan dan etik artinya kesopanan (tata susila), atau hal-hal yang berhubungan dengan
28

Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsani, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:Pustaka Setia) hal:102 29 M. Nurdin, Opcit, hal:127

35

kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Jadi, kode etik profesi diartikan sebagai tata susila keprofesian. Kode etik guru yang telah dirumuskan oleh Persatuan Guru Republik Indonesia adalah sebagai berikut: 1) guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang berpancasila, 2) guru memiliki kejujuran profesional dalam menetapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing, 3) guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan, 4) guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan

memelihara hubungan dengan orang tua murid dengan sebaikbaiknya bagi kepentingan anak didik, 5) guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat sekitar sekolah maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan, 6) guru secara sendiri-sendiri atau bersama-sama

mengembangkan mutu profesi, 7) guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja, maupun dalam hubungan keseluruhan,

36

8)

guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan organisasi profesi sebagai sarana pengabdian,

9)

guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.30 Menurut Imam Ghazali, bahwa kode etik dan tugas-tugas guru

adalah sebagai berikut: 1) kasih sayang kepada peserta didik dan memperlakukannya sebagaimana anaknya sendiri, 2) meneladani Rasulullah SAW, 3) hendaknya tidak memberi predikat atau martabat kepada peserta didik sebelum ia pantas dan kompeten untuk menyandangnya dan jangan memberi ilmu yang samar (al-ilm al-khofy) sebelum tuntas dan jelas (al-ilm al-jaly), 4) hendaknya mencegah peserta didik dari akhlak yang jelek (sedapat mungkin) dengan cara sindiran dan tidak tunjuk hidung, 5) guru menyajikan pelajaran kepada peserta didik sesuai dengan taraf kemampuan mereka, 6) guru hendaknya mengamalkan ilmunya dan jangan sampai ucapannya bertentangan dengan perbuatannya.31 Jadi, seseorang yang menjalankan profesinya sebagai guru, ia harus memegang dan memedomani kode etik guru yang telah

30 31

Rostiyah NK, Masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta:Bina Aksara, 1998), hal:183-184 Muhaimin, dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya:Wicaksana, 1996), hal:15

37

dirumuskan. Kode etik guru yang telah dipedomani diharapkan dapat menjunjung tinggi profesinya, dapat menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya yang lain, dapat meningkatkan mutu profesinya dan mutu organisasi profesinya. Kode etik yang mempedomani setiap tingkah laku guru, Insya Allah penampilan akan terarah dengan baik. Dan diharapkan guru selalu mengembangkan profesi keguruannya. Jadi, kode etik tersebut sebagai barometer dari semua sikap dan perbuatan guru dalam berbagai segala kehidupan. d. Undang-undang Guru dan Dosen Undang-undang guru dan dosen penting untuk mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan guru dan dosen, mereka perlu mendapat perlindungan hukum agar dapat bekerja secara aman, kreatif profesional dan menyenangkan. Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pengaturan tentang guru dalam bab XI pasal 39 sampai dengan 44 adalah sebagai berikut: a. Pasal 39 1. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. 2. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. b. Pasal 40 1. Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:

38

a) Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai. b) Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja. c) Pembinaan karir sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas. d) Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual, dan e) Kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. 2. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban: a) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakana, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis. b) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan c) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. c. Pasal 41 1. Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah. 2. Pengangkatan, penempatan dan penyebaran pendidikan dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal. 3. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. 4. Ketentuan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. d. Pasal 42 1. Pendidik harus memiliki kualifikasi minimun dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 2. Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, usia dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi. 3. Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. e. Pasal 43 1. Promosi dan penghargaan bagi pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan berdasarkan latar belakang pendidikan,

39

pengalaman, kemampuan dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan. 2. Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi. 3. Ketentuan mengenai promosi, penghargaan dan sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. f. Pasal 44 1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. 2. Penyelenggara pendidikan oleh masyarakat berkewajiban untuk membina dan mengembangkan tenaga tenaga kependidikan pada satuan pendidikann yang diselenggarakannya. 3. Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memebantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.32 Selain dalam Undang-undang Sisdiknas, pengaturan tentang guru diatur lebih lanjut oleh peraturan pemerintah pasal 28 yaitu: Pasal 28 1. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 2. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 3. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: a. Kompetensi pedagogik b. Kompetensi kepribadian c. Kompetensi profesional d. Kompetensi sosial 4. Seseorang yang tidak memiliki ijazah dan atau sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetapi memiliki

32

UURI,Opcit, hal:27-30

40

keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat diangkat menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.33 Sedangkan dalam undang-undang guru dan dosen disebutkan tentang kedudukan dosen yaitu: Pasal 2 1. Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 2. Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga professional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Pasal 4 Kedudukan guru sebagai tenaga professional sebagimana dimaksud dalam pasal (2) ayat (1) berfungsi untuk meningkatan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pasal 6 Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga professional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.34 Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut, diharapkan seorang guru dalam melaksanakan tugas, dapat menjalankannya dengan baik dan sungguh-sungguh sehingga mutu pendidikan akan terus

meningkat.

33 34

PP No.19 Th. 2005,Opcit, hal:19 UURI No. 14 Th. 2005, Undang-undang tentang Guru dan Dosen, (Bandung:Citra Umbara, 2005), hal 5-7

41

3. Tinjauan tentang Problematika Profesi guru Honorer Problematika adalah berasal dari akar kata bahasa inggris problem artinya, soal, masalah, atau teka- teki. Juga berarti problematic, yaitu ketidaktentuan.35 Guru memiliki berbagai problem yang dapat mempengaruhi murid dan pekerjaannya dalam mengajar. Diantara problema itu adalah: a. Pendidikan yang dilaluinya pada masa permulaan hidupnya. Mungkin guru itu telah menyimpan rasa dendam yang terbina sejak masa kecilnya. Maka ia menemukan murid-murid yang masih kecil itu sebagai lapangan yang mudah untuk pembalasan, tampak dalam pukulan, pembatasan gerak, menumpukkan tugas, dan sangat keras dalam ujian dan sebagainya. b. Terdapat dalam kehidupan guru itu kompleks rasa rendah diri, yang untuk kompensasinya dilakukan melalui tugas mengajar dan dalam memang didapat kesempatan untuk konpensasi itu, yang jarang terdapat dalam jabatan lain. c. Suasana yang tidak menyenangkan seperti kurang gaji, tertekan, tekanan ujian para pengawas dan kepala-kepala sekolah dan sebagainya. d. Kurangnya tingkat penghargaan pemerintah dan perbandingan dirinya dengan teman-temannya dalam bidang lain dari segi ekonomi dan sosial. Meskipun banyak problem yang dialami guru namun juga terdapat kesalahan yang justru dilakukan oleh guru sendiri, diantaranya: (a) Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran
35

Depdikbud,Opcit, hal:700

42

(b) Menunggu peserta didik berprilaku negatif (c) Menggunakan destructive discipline (d) Diskriminatif terhadap murid (e) Memaksa peserta didik Selain hal diatas ada berbagai sumber atau sebab lain guru mempunyai problem atau masalah pribadi yaitu: 1. 2. 3. Karena faktor kesehatan Karena faktor ekonomi Karena sosial guru dimasyarakat

Untuk mengatasi problematika guru di atas, diperlukan kerjasama dari kita semua untuk dapat saling membantu agar guru mampu meneliti, mendapatkan income tambahan dari keprofesionalannya, dan menyulut guru untuk kreatif dalam mengembangkan sendiri media pembelajarannya. Bila itu semua dapat terwujud, maka kualitas pendidikan kita pun akan meningkat. Semoga guru dapat mengatasi sendiri problematika yang dihadapinya dan sebagai guru yang professional hendaknya kita menyesuaikan apa yang seharusnya kita kerjakan sesuai dengan bidang kita dengan tidak hanya mencari penghasilan tanpa diimbangi dengan pengabdian, sekarang pahlawan tanpa tanda jasa sudah berganti degan pahlawan dengan tanda terima. H. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Dalam penelitian ini, peneliti memilih pendekatan dan jenis penelitian kualitetif yang asil penelitiannya berupa deskriptif kata-kata

43

yang mengambil lokasi di MI Miftahul Huda, oleh karena itu penelitian ini digolongkan dalam penelitian lapangan dimana yang menjadi obyeknya adalah problem guru honorer dalam melaksanakan tugas keprofesian di MI Miftahul Huda. 2. Kehadiran peneliti Kehadiran peneliti dalam penelitian ini sebagai instrument pertama serta sebagai pengamat penuh, karena peneliti kualitatif adalah tidak bisa dipisah dari pengamatan dan berperan serta.36 Dalam penelitian ini, peneliti secara langsung mengikuti proses pembelajaran yang ada dilokasi penelitian, sehingga dapat menilai secara obyektif bentuk problematika guru honorer dalam

melaksanakan tugas keprofesian di MI Miftahul Huda Ngantang. 3. Data dan sumber data Data adalah bentuk jamak dari datum.Data merupakan keteranganketerangan tentang suatu hal, dapat berupa sesuatu yang diketahui atau yang dianggap,Atau suatu fakta yang digambarkan lewat angka, symbol, kode dan lain-lain.maksud dari sumber data penelitian adalah subyek darimana data itu diperoleh.footnote Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah : a. Data Primer

36

Hasan, H Iqbal.2002.Pokok-pokok Materi Metodhologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta:Ghalik Indonesia, hal:80

44

Data primer adalah data yang diperolehatau dikumpulkan langsung dilapangan oleh orang yang melakukan penelitian.Data primer disebut juga data asli atau data baru. ini,yang menjadi sumber data adalah : 1. 2. 3. Kepala Madrasah MI Miftahul Huda Ngantang. Guru honorer MI Miftahul Huda Ngantang. Siswa MI Miftahul Huda Ngantang Dalam penelitian

b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang yang telah ada.Data ini biasanya diperoleh dari laporan-laporan peneliti terdahulu.37 4. Prosedur Pengumpulan data Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik sebagai berikut : a) Metode Observasi Metode observasi dalam pengumpulan data dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang ada dalam objek yang akan diteliti (diselidiki)38.Penulis melakukan pengamatan secara

37 38

Hasan, H Iqbal, Opcit, hal:82 Sutrisno Hadi, Op.Cit, 136

45

langsung untuk mendapatkan data yang diperlukan,yaitu mengamati honor guru dan keprofesian. b) Metode interview/wawancara Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan dat dan informasi yang dilakukan dengan cara Tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik dan dibandingkan dengan tujuan penelitian.39 Untuk mendapatkan informasi tentang problematika guru honorer dalam melaksanakan tugas keprofesian .Dalam hal ini yang menjadi responden adalah Kepala madrasah,kepala TU dan guru honorer MI Miftahul Huda Ngantang. c) Metode Dokumentasi Metode ini merupakan pengambilan data berdasarkan dokumentasi yang dalam arti sempit berarti kumpulan data verbal dalam bentuk tulisan.40 5.Teknik Analisis Data Adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisaikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

39

40

Hasan,H Iqbal.Loc.Cit.Hal 193 Kuntjaningrat,1997.Metode-metode

Penelitian

Masyarakat.

Jakarta

:Gramedia,Pustaka

Utama,hal.129

46

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.41 Setelah data terkumpul,untuk selanjutnya dat tersebut diklasifikasikan dan dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif analitik, yaitu metode yang digunakan untuk suatu data yang terkumpul, kemudian disusun, dijelaskan dan dianalisa, karena data yang dikumpulkan berupa data kualitatif, maka yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Selanjutnya memakai teknik triangulasi yang merupakan pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber yang telah ada.42 Sebagai langkah analisa data ini peneliti juga memperhatikan langkahlangkah sebagai berikut ; a) Pengambilan keputusan untuk membatasi lingkup kajian. b) Pengambilan keputusan mengenai jenis kajian yang diperoleh. c) Mengembangkan pertanyaan-pertanyaan analisa. d) Merencanakan tahap-tahap pengumpulan data dengan

memperhatikan pengamatan sebelumnya. e) Menulis komentar pengamat mengenai gagasan yang muncul. f) Menggali sumber kepustakaan yang relevan selama penelitian berlangsung.
41

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif edisi revisi, Bandung;Rosda Karya,2007, hal. 248 42 Kuntjaningrat,Loc.Cit.Hal 98

47

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Rencana Daftar Isi 2. Daftar pustaka 3. Instrumen Wawancara

48

RENCANA DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL HALAMAN JUDUL NOTA PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN MOTTO . ..

. ..

HALAMAN PERSEMBAHAN ABSTRAKSI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN BAB I : PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian B. Fokus Masalah .. C. Manfaat dan Tujuan Penelitian. D. Kegunaan Penelitian. E. Batasan Istilah dalam Judul.. BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Guru Honorer 1. Pengertian Guru Honorer.. B. Kajian tentang Tugas Profesi Guru 1. Pengertian Profesionalisme Guru. 2. Syarat-syarat Profesionalisme Guru

49

3. 4.

Kode etik Undang-undang Guru dan Dosen

C. Kajian tentang Problematika Profesi Guru honorer 1. Pengartian Problematika BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian B. Kehadiran Peneliti.. C. Data Dan Sumber Data.. D. Prosedur Pengumpulan Data. E. Teknik Analisis Data. BAB IV : PAPARAN DATA DAN TEMUAN DATA A. Setting MI Miftahul Huda Ngantang.. 1. MI Miftahul Huda dalam Lintas Sejarah 2. Keadaan Guru dan Lingkungan.. 3. Visi misi MI Miftahul Huda. BAB V. PEMBAHASAN BAB VI. PENUTUP A. LAMPIRAN-LAMPIRAN B. . DAFTAR PUSTAKA

50

Daftar Pustaka Lexy J..Moleong. 2007Metodhologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi .Bandung:Rosda Karya, Tim Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 2012, Materi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG).Edisi Revisi. Malang.UINMaliki Press Hasan,H Iqbal. 2002, Pokok-pokok Materi Metodhologi Penelitian dan Aplikasinya Jakarta:Ghalik Indonesia. Arikunto Suharsimi, 1991, Prosedur Penelitian Menurut Pendekatan Praktis, Jakarta :Rineke Cipta, Kuntjaningrat. 1997, Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta :Gramedia,Pustaka Utama, Depdikbud. 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka. Ahmad Tafsir. 2001, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam.Bandung: Remaja Rosdakarya. M. Nurdin. 2004, Kiat Menjadi Guru Profesional.Jakarta: Primashopie. PP No. 19 Th. 2005. Standar Nasional Pendidikan.Jakarta: Fokusmedia. 2005 Nurdin , Syafruddin dan Basyiruddin. 2003, Guru Profesional dan implementasi Kurikulum.Jakarta: Ciputat Press, Depag. 1971, Al-Quran dan Terjemah.Jakarta. Cece Wijaya. Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Editor Enggas Siti Meichati . Pengantar Ilmu Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta Amir Daiem Indrakusuma. 1973, Ilmu Pendidikan Sebuah Tinjauan Teoritis Filosofis. Surabaya: Usaha Nasional. Depdiknas. 2002, Pengembangan Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan Abad Ke-21. Jakarta: Tanpa Penerbit. Oemar Hamalik. 2004,Pendidikan Guru Berdasarkan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.

51

Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsani. Filsafat Pendidikan Islam.Bandung: Pustaka Setia Rostiyah NK. 1998, Masalah Ilmu Keguruan.Jakarta: Bina Aksara. Muhaimin. 1996, Dkk. Strategi Belajar Mengajar.Surabaya: Wicaksana. UURI No. 14 Th. 2005. 2005, Undang-Undang tentang Guru dan Dosen.Bandung: Citra Umbara. Suhendi, Hevy. 2010. Lanjutkan Guru Tekor Terus (GTT)??. http://suciptoardi.wordpress.com, diakses tanggal 15 Juni 2010. Wakiran, Y., S. Diana, Sudibyanto, dan Suryawan. 2004. Pengkajian Sistem Penggajian Pegawai Tidak Tetap. Jakarta: Puslitbang Badan Kepegawaian Negara.
W.J.S.Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka,1992)hal.1299 Tim Penyusun Pusat dan Pengembangan Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka,1989) hal.970

Sri Hartati, dkk, 2008, Sistem Pakar dan Pengembangannya Edisi Pertama, Yogyakarta,Graha Ilmu.

52

You might also like