You are on page 1of 87

1

Vienna
9 Desember 1987

Sapta Kesuma

Kritik & saran:

email: langitdanbumi85@yahoo.com
2

Orang yang buta dan orang yang melihat


tidaklah sama.

(Fatir: 19)

Hai Orang-orang yang beriman, peliharalah


dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
bahan bakarnya adalah manusia dan batu.

(At-Tahrim: 6)
3

Isi Buku

Pendahuluan 5

Benar Bahwa Aku Tercipta untuk Melayanimu


9

Maaf, Aku Pergi 23

Terserah Kepadamu 42

Bunga Mawar 47

Jangan Ikuti Langkahku 56

Jalan Gajah Mada Tempatnya 62

Berfikir Pelita Hati 70

Penutup 82
4

Untuk Vienna
5

Pendahuluan
Aku katakan kepadamu wahai pembacaku,
pendahuluan ini sangat berbeda dengan
pendahuluan yang ada dimuka bumi ini.
Pendahuluan ini dapat berbicara. Pendahuluan ini
dapat memberikan sebuah informasi yang sangat
berguna. Pendahuluan ini juga dapat
mengucapkan selamat ulang tahun kepada
siapapun. Namun karena baru sekali ini aku
mampu berbicara, aku akan berbicara kepadamu
“Vienna”. Tetapi sayang, kau tidak dapat
berbicara kepadaku. Seandainya pun bisa, aku
tidak akan dapat mendengarkanmu.

Karena aku dapat berbicara kepadamu, maka


pendahuluan ini termasuk dalam cerpen. Atau
cerita pendek. Sehingga lengkaplah isi cerpen ini
sebanyak sembilan buah, sesuai dengan tanggal
ulang tahunmu. Dan pelengkap yang lain, seperti
bunga mawar, baju, brose jilbab, melengkapi
hingga menjadi 12. Bukankah sembilan tambah
tiga adalah 12 Vienna?

Vienna, disini ada delapan cerpen lain. Aku


belum sempat membacanya saat penulis
membuatku dapat berbicara. Mungkin aku baru
membacanya saat buku ini dikirim dalam bentuk
kotak. Jadi aku tidak dapat berkomentar.
6

Dengan keharuman baju batik, aku mulai


membacanya saat kotak ini telah berada didalam
pesawat. Sejenak aku berhenti saat kotak ini
dipindahkan dari pesawat ke dalam sebuah truk
pos yang siap mengantar ke kantor pos pusat
medan. Kemudian pak pos akan mengambil dan
memasukkan kedalam kantung sepeda
motornya. Dan siap untuk mengirimkannya ke
rumah kostmu. Disinilah aku menyelesaikan
membaca buku ini. Tetapi sangat sayang sekali
pada saat pak pos mengantarkan kotak ini, kau
tidak berada dirumah. Karena aku bukan Tuhan,
tentunya aku tidak tahu kau berada dimana. Dan
sangat sayang sekali bahwa bukan kau juga yang
pertama sekali memegang saat pak pos
memberikan kotak ini.

Hmm, itu semua tidaklah begitu penting. Cerita


cerpen, cerita novel, cerita sinetron, dan film
lepas, semua berbeda dengan kenyataan. Karena
aku tahu yang kau kerjakan adalah semua
berguna.

Vienna, sebagai pendahuluan, aku menjadi


kepala benang merah diantara teman-temanku.
Karena teman-teman sangat pemalu, maka aku
harus menjalankan fungsiku. Aku akan menjadi
pemula untuk mengucapkan selamat ulang
tahun.
7

“Selamat Ulang Tahun Vienna. Kau memiliki


banyak kegiatan. Itu sangat bagus. Semakin
banyak kegiatan semakin bertambah
pengalaman. Bukankah pengalaman adalah
guru yang paling bijaksana. Kebijaksanaan
juga bukan instant. Ada proses didalamnya.
Kebijaksanaan adalah keputusan. Setiap
keputusan tentu ada untung dan ruginya. Itu
hal yang wajar. Selamat berproses. Semoga
Allah SWT selalu melindungimu dalam hal
apapun.”

Sudah sangat pasti bahwa kotak ini akan


terlambat sampai ketanganmu Vienna. Sehingga
aku telat untuk mengucapkan selamat ulang
tahun. Sebagai pendahuluan aku meminta maaf.
Dibelakang nanti, dengarkanlah cerita teman-
temanku. Dengarkanlah saat kau memiliki waktu
yang cukup luang dari waktu yang padat. Karena
aku telah berdoa semoga buku ini termasuk
dalam kategori buku.

Kau pasti sedikit bingung kenapa aku berdoa


agar buku ini masuk dalam kategori buku. Karena
menurutku sebuah buku harus mengandung
setetes ilmu. Jika buku tidak memiliki tetesan
tersebut, maka buku tersebut tidak pantas
masuk dalam kategori buku.
8

Aku bersyukur akhirnya buku ini selesai tercipta.


Dan disinilah tugasku berakhir. Buku ini berisi
tulisan. Tulisan lebih kuat dari pada lisan. Lisan
telah sering berbohong. Hingga kata-kata yang
keluar tidak lagi sejernih seperti tangisan anak
bayi. Akhir kata dariku, Selamat membaca
Vienna yang manis, memang manis, dan akan
tetap manis. Selamat mendengarkan cerita
teman-temanku. Orang buta, nelayan, panglima
perang, penjual bunga, surat dan balasan dua
orang sahabat, pohon nyiur dan diakhiri dengan
penutup, semua akan bercerita kepadamu. Jika
kau belum mengerti dengan jelas, suruhlah
mereka mengulangi ceritanya. Tetapi ingat,
jangan menyuruh mereka dengan berkata-kata.
Karena mereka sama sepertiku. Kami semua Tuli.
Kami hanya paham sebuah gerak isyarat jika
seorang pendengar tidak mengerti apa yang
kami ceritakan. Gerak tersebut adalah
membalikkan lembaran yang belum dimengerti.
Kami akan menceritakan dari manapun yang kau
pinta. Kami tidak akan pernah jemu untuk
menceritakan apa yang kau pinta Vienna.
9

Benar Bahwa Aku Tercipta


untuk Melayanimu
Jika manusia bergoyang saat mendengarkan
musik berdendang, aku juga akan ikut bergoyang
saat angin pantai menerpaku. Tetapi aku tidak
bisa bergoyang seperti inul daratista, trio macan,
agnes monika, dan Britney spears. Aku
bergoyang hanya kekanan dan kiri mengikuti
gelombang angin. aku bersyukur hanya dapat
bergoyang seperti itu, karena jika aku dapat
bergoyang seperti orang yang kusebutkan diatas,
aku akan melewati kodratku sebagai pohon
kelapa. Selain itu juga, jika aku bergoyang seperti
mereka, aku akan menimbulkan fitnah atas
diriku. Dan aku dapat memancing birahi lawan
jenis.

Engkau pasti heran mengapa aku dapat dengan


cepat menerima kabar-kabar yang dilakukan
manusia. Seperti yang kalian dengar dariku
diatas, aku selalu terkena angin. Angin
tersebutlah yang membawa kabar berita tentang
segala sesuatu. Ada satu yang membuat aku
tertawa sampai berhari-hari hingga aku lupa
untuk melakukan fotosintesis. Kabar ini terdengar
dari Indonesia bagian timur. Bahwa koteka orang
irian jaya banyak yang pecah ketika melihat inul
10

daratista bergoyang. Aku bertanya kepada angin


bahan koteka tersebut. Angin menjawab dengan
jelas cara pembuatan koteka tersebut. Koteka
terbuat dari kulit pisang yang dikeringkan.
Setelah kering baru dirangkai sedemikian rupa
hingga terbalut pas kepada orang yang ingin
memakainya. Aku menjadi heran sambil tertawa.
Ini telah memasuki tahun 2007. Dan internet
telah menjamur dimana-mana. Tetapi daerah
timur kok masih memakai koteka. Siapakah yang
patut disalahkan? Ah, aku rasa aku tidak harus
ambil pusing. Dan memang aku tidak mampu
untuk membahas kasus tersebut. Itu tugas
sesama manusia. Karena hanya manusia
mahkluk yang dapat berfikir. Aku diciptakan
hanya untuk melakukan fotosintesis lalu
menghasilkan buah untuk dipetik oleh setiap
manusia yang bersedia mengambilnya. Tentunya
dengan memanjat tubuhku.

ketahuilah, tubuhku sangat mudah untuk


dipanjat. Lihatlah gambar disamping ini. (
). Begitulah bentuk tubuhku. Jika ada yang duduk
dibagian yang datar, dia akan langsung melihat
dan merasakan indahnya pantai Kapuas ini.
Jangan kau cari dimana pantai ini berada. Engkau
tidak akan menemukannya dipeta manapun.
Pantai ini hanya ada di pikiranku. Jika kau
bersikeras ingin mengetahui betapa indahnya
pantai ini, carilah seseorang yang sering
bersamaku.
11

Namanya adalah Hasan. Dia sering memanjatku


dan memetik buahku. Dia juga yang dapat
mendeskripsikan indahnya pantai ini seperti
aslinya. Sekarang dia berumur sekitar 27 tahun.
Tetapi dia kini jauh dariku. Aku merindukannya.
Aku selalu ingat saat-saat dia SMA dahulu. Dia
selalu duduk dibagian pohonku yang datar
dengan membawa gitar dan bernyanyi. Dia
datang pada sore hari untuk melihat indahnya
sunset. Sambil bermain gitar, diapun mulai
bernyanyi. Saat rambasan pertama mulai
dimainkan, Suara indah mulai mendayu bersatu
bersama dengan angin pantai. ombak pantai tak
mau ketinggalan untuk ikut meramaikan kami.
Mulailah sunset dengan warna merah
keemasannya memancar. Pasir-pasir menari
riang gembira. Aku dan teman-teman yang lain
mulai bergoyang kekanan dan kekiri dengan
serentak. Oh, momen itu sangat indah. Aku
merindukannya. Carilah Hasan.

Hmm, aku yakin, kau tidak akan mencarinya. Ada


satu lagu yang selalu dinyanyikannya. Sekarang
aku akan menyanyikan lagu itu untuk melepas
kerinduanku. Kabarnya lagu itu dinyanyikan oleh
Ebiet G. Ade. Judulnya “Nyanyian Kasmaran”.
Apakah kau penasaran? Baiklah aku akan
memulainya.
m

Sejak engkau bertemu lelaki bermata lembut


12

Ada yang tersentak dari dalam dadamu


Kau menyendiri duduk dalam gelap
Bersenandung nyanyian kasmaran
Dan tersenyum entah untuk siapa
Nampaknya engkau tengah mabuk kepayang
Kau pahat langit dengan angan-angan
Kau ukir malam dengan bayang-bayang.
Jangan hanya diam kau simpan dalam duduk
termenung
Malam yang kau sapa lewat tanpa jawab
Bersikaplah jujur dan terbuka
Tumpahkanlah perasaan yang syarat
Dengan cinta yang panas bergelora
Barangkali takdir tengah bicara
Ia diperuntukkan buatmu
Dan pandangan matanya memang buatmu
Mengapa harus sembunyi dari kenyataan
Cinta kasih sejati kadang datang tak terduga
Bergegaslah bangun dari mimpi
Atau engkau akan kehilangan keindahan yang tengah
engkau genggam
Anggap saja takdir tengah bicara
A

Ia datang dari langit buatmu


Dan pandangan matanya khusus buatmu
13

Harus kuakui bahwa nyanyianku sangat jelek.


Tidak ada yang menyanyi sehebat Hasan. Tetapi
kini ia entah dimana. Aku telah meminta tolong
agar keluarga angin mencari tahu dimana hasan
berada kini. Hasan yang kucari sangatlah rajin,
pintar, dan romantis. Tetapi karena sangat
banyak orang yang bernama hasan, maka
laporan angin yang datang pun bermacam
ragam.

Angin pertama mengabarkan ada seorang yang


bernama hasan telah terjebak kasus narkoba.
Tertangkapnya ia sewaktu digerebek polisi saat
tengah memakai shabu-shabu. Lalu kutanya
kepada angin ciri-ciri wajahnya. Aku bersyukur,
ternyata wajah yang digambarkan tidak sesuai
dengan hasan yang kucari.

Angin berikutnya kembali memberikan kabar


bahwa ada juga hasan yang tengah melakukan
tauran bersama teman-temannya. Hasan
memaki-maki lawannya, sedangkan lawannya
belum tentu mendengar apa yang dikatakannya.
Setelah itu hasan maju kedepan dan
melemparkan sebuah batu. Lalu hasan lari
terbirit-birit bersembunyi dibalik pohon. Padahal

lawannya belum tentu balas melemparkan


sebuah batu. Aku heran mengapa mereka
bersikap seperti itu. Apakah mereka tidak
diajarkan budi pekerti? Sudahlah, namun aku
14

langsung yakin bahwa bukan hasan itulah yang


kucari.

Aku mendengarkan cerita-cerita angin berikutnya


tentang keadaan dunia saat ini. Hasan yang
kucari semakin tak jelas keberadaannya. Isi
cerita hanya keganasan manusia yang saling
membunuh. Penindasan kaum yang lemah.
Korupsi di gedung-gedung megah. Pencurian
dimana-mana. Perzinaan anak-anak remaja.
Tetapi banyak juga berita tentang diskusi-diskusi
pengajian yang dilakukan untuk pemecahan
masalah tersebut. Tetapi diskusi itu masih kalah
banyak dengan maksiat yang dilakukan.
Singkatnya orang yang beribadah lebih sedikit
dibandingkan dengan maksiat yang dilakukan.

Sembari mendengar berita-berita selanjutnya,


aku menikmati suasana pantai. Aku heran
mengapa aku tak bosan-bosan menikamati
pantai yang indah ini. Aku telah hidup selama 44
tahun. Jika kubandingkan suhu saat aku masih
kecil dengan saat sekarang, suhu tersebut
sangat kentara. Dahulu aku merasa sangat
kedinginan saat malam seperti ini. Sekarang
malam

haripun masih terasa panas. Aku yakin ini semua


ulah manusia. Aku tak dapat melawan manusia.
Aku tak dapat membantahnya. Aku diciptakan
oleh Allah untuk melayani manusia. Meskipun
15

daunku sedikit dan kecil, aku selalu menjalankan


perintah Allah swt. Aku turut menurunkan efek
global warming (seperti perkataan manusia).
Walaupun aku sangat memberikan efek yang
kecil bagi alam, tetapi selama aku hidup, aku
akan terus bertasbih kepada Allah untuk
melayani manusia.

Maklum, karena aku bukan pohon musiman,


seperti mangga, durian, rambutan, jambu, dan
lain sebagainya, jadi aku tidak mempedulikan
waktu. Aku selalu bertanya kepada angin jam
berapa sekarang. Angin menjawab bahwa
sekarang hampir jam 5 sore. Cuaca sekarang
mendung. Dan akan segera turun hujan.

Tiba-tiba dikejauhan datang sebuah mobil. Mobil


itu mulai mendekat. Dan berhenti tepat
mengenai akar serabutku. Aku tidak jelas siapa
yang datang. Hatiku berkata, mungkin supir ini
ingin buang air kecil. Apa mau dikata, sebagai
pelayan manusia, aku tidak dapat marah kepada
mereka saat mereka mengencingiku. Ternyata
dugaanku salah. Yang datang adalah seorang
yang kutunggu-tunggu kehadirannya. Dia adalah
Hasan. Hasan yang kurindukan. Oh, Kini ia telah

dewasa. Mimik wajahnya memancarkan


pengalaman dan kharisma. Hasan berpakaian
rapi. Kemeja tangan panjang berwarna putih
dengan terikat dasi dilehernya, dan dengan
16

celana bahan berwarna hitam. Aku menjadi


terheran-heran mengapa kedatangan Hasan
tidak dikabarkan oleh angin-angin. Secepat itu
pula aku sadar bahwa saat siang hari, angin
berhembus dari laut ke darat. Sedangkan pada
malam hari barulah sebaliknya. Berita yang
kudengar tadi semua berasal dari laut.
Sedangkan seberang pantai Kapuas ini adalah
daerah ibukota. Ibukota yang kacau. Ibukota
Jakarta.

Brug… Pintu mobilnya tertutup. Hasan pergi ke


begasi belakang dan mengambil sebuah koper
hitam. Aku tak tahu apa isinya. Mungkin uang
mungkin juga yang lain. Dia berjalan mendekat
dan mulai memajat tubuhku. Dia duduk seperti
biasa yang dilakukannya sewaktu SMA dahulu.
Dirabanya ukiran yang dahulu dibuatnya sewaktu
kecil.

Vienna
9
9 Desember 1987

Rabaan tangan Hasan yang penuh dengan


perasaan memberitahukan kepadaku bahwa ia
sangat kesepian. Mulut hasan mulai berbicara
17

“Dimana kau sekarang Vienna. Tahukah kau


bahwa aku merindukanmu. Aku selalu
mencarimu. Benar bahwa aku telah menjadi
pianist. Tetapi sayatan biolaku tak dapat
kumainkan sebaik aku memainkan gitar saat aku
mengenangmu dalam hatiku sewaktu SMA dulu.
Kini aku rasakan bahwa cintaku sangat besar
untukmu. Kerinduan pun semakin tak
terbendung. Syukurlah, aku masih dapat
menahan itu semua. Baiklah sayang, aku akan
mencoba memaikan lagi lagu untukmu sebelum
aku memainkan konserku di jerman bulan depan.
Dan ini akan menjadi kado ulang tahunmu. Aku
mencintaimu Vienna.”

Angin mulai bertiup sedikit lebih kencang. Tidak


ada sunset sore ini karena mendung semakin
menggila. Tetapi tidak ada tanda-tanda badai. Air
laut pun kini mulai pasang. Ombak bergemuruh
bercampur dengan emosi menghantam karang.
Air hujan pun mulai turun rintik-rintik. Dan
melebat tak terbendung. Angin yang tadi sepoi,
kini bertiup kencang mengepak-ngepak dasi
hitam Hasan yang sedang duduk membuka koper
hitam. Aku tak tahu apa nama benda itu. Benda
itu berwarna coklat kayu ek yang telah di cat
hingga mengkilat. Aku tahu, mungkin ini alat
musik yang

dikatakannya tadi. Biola. Dia meletakkannya


dibahu kiri dan diapit tepat dilehernya.
18

Sedangkan tangan kanannnya memegang


semacam kayu untuk menyayat senar biola. Kini
ia mulai menggesekkannya.

Nyiiit…nyeeat…nyeottt…

Lihai tangan hasan semakin cepat maju mundur.


Aku tak tahu apa arti musik ini. Musik ini tak
memiliki syair. Tetapi aku merasakan musik ini
sangat sedih hingga membuatku terharu. Air
hujan yang mulai membasahi tubuhnya
membuat hatiku ingin memeluknya. Ia sangat
merasakan kesepian. Aku tak tahu apa yang
harus kuperbuat untuk membantu temanku ini.
Apakah kesendirian seperti ini yang
membawanya menjadi seorang yang berhati
lembut seperti ini?

Air hujan pun tak mau pandang bulu. biola yang


indah itu telah basah. Dan membuat suara biola
itu semakin tak terdengar. Dan akhirnya, hasan
berhenti saat terdengar adzan dari daerah
tempat tinggalnya. Tetapi hasan telah bermain
lebih kurang satu setengah jam tanpa henti.
Diapun turun dari bagian datar tubuhku dan
memukulkan biolanya ketubuhku. Biola pecah.
Dipukulkannya sekali lagi ketubuhku hingga
membuat semua senar putus dan biola pun

pecah berantakan. Biola pecah tersebut


dicampakkan kepasir putih dan diinjak-injaknya.
Dan dia mulai bersandar jongkok ditubuhku
19

sambil mengeluarkan air mata seperti anak kecil


yang tidak diberi uang untuk membeli permen.

Aku menjadi heran. Mengapa emosi hasan


menjadi tidak terkendali. Apa yang telah
dilakukannya, aku sama sekali tidak tahu. Cinta.
Aku tidak pernah merasakan cinta. Hanya
golongan manusia yang pernah merasakannya.
Begitu dahsyatkah cintanya kepada Vienna?

Hasan bangkit dari tempat jongkoknya.


Kemudian mengambil sebuah botol plastic yang
berisi air. Dia meminumnya seteguk. Dia
langsung membasahi wajah, tangan, kepala
hingga telinga, dan membasuh kakinya. Setelah
itu dia mengeluarkan sapu tangan dari kantung
celana dan meletakkannya diatas pasir. Dia
melantunkan Takbir “Allahu Akbar”

Aku membiarkan hasan yang sedang shalat. Aku


berfikir untuk membantu temanku yang sedang
sedih. Aku bertanya pada angin yang lewat,
“tanggal berapa sekarang?” Angin menjawab
“tanggal 9 desember 2012”. Aku kembali berkata
kepada angin “maukah kau berhenti sebentar
mendengar ceritaku? Aku ingin kau

menyampaikan ceritaku ini kepada orang yang


bernama Vienna. Dia lahir 9 desember 1987. Aku
yakin hanya satu orang yang bernama Vienna
yang lahir hari itu.”
20

Angin menjawab, “baiklah saudaraku, karena


posisiku sama dengan dirimu, yaitu melayani
manusia, maka aku akan memenuhi
permintaanmu. Tetapi mendengarkan ceritamu
pada saat hasan pergi dari sini. Aku kuatir nanti
dia akan heran dan bingung kenapa tiba-tiba
angin berhenti. Dan harus diingat juga bahwa
aku tidak dapat berlama-lama berhenti. Karena
jika aku berhenti, tentu ombak juga akan
berhenti. Angin yang ingin lewat kemari juga
akan berhenti. Terjadilah antrian angin yang
menjadi sejarah pertama didunia ini. Dan
akhirnya juga akan terjadi angin yang mungkin
sangat dahsyat yang mampu mengguncangkan
dunia. Agar tidak terjadi itu semua, waktu yang
mungkin kuberikan hanyalah 2 detik.”

“Baiklah saudaraku.” Ujarku dengan penuh


semangat. “Aku akan menceritakan setelah
hasan pergi dari sini”

Hasan telah selesai shalat. Dia bergegas naik


kembali ketubuhku bagian yang datar untuk
mendatangi ukiran Vienna itu lagi dan berkata
“Vienna, kini aku jauh darimu. Untuk
membuktikan cinta pada jarak yang

jauh sangatlah tidak mudah. Aku memiliki prinsip


tidak pernah mengeluh, maka aku akan terus
mencarimu, dan menunggu jawaban dari
pertanyaan yang kulontarkan kemarin. Aku
21

kemari hanya untuk mendapatkan feel saat aku


memainkan gitar dahulu. Sampai jumpa lagi
sayang. Aku mencintaimu. Berilah kabar
kepadaku apakah telah menentukan siapa lelaki
yang memetikmu. Jika bukan aku, kabarilah agar
aku tidak menunggumu. Kau akan menemukanku
disiaran televisi saat aku akan pergi ke jerman
nanti. Aku tak tahu bagaimana menjumpaimu.
Vienna, Aku masih mencintaimu sayang.”

Hasan mengecup ukiran tersebut dengan lembut.


Dan bergegas pergi. Mungkin ia pulang kerumah
untuk berpamitan kepada orang tuanya. Baiklah
kita tinggalkan si hasan. Sekarang aku akan
menceritakan cerita yang sekarang engkau baca
ini kepada angin. Jangan pertanyakan bagaimana
bahasa yang kugunakan kepada angin. aku
hanya memerlukan kurang dari dua detik untuk
menceritakan ini semua. Dan anginpun segera
mengukirnya menjadi kata-kata. Kata-kata inilah
yang engkau baca sayang. Jika engkau telah
membacanya, aku ucapkan terima kasih banyak.
Hasan adalah manusia biasa seperti yang lain.
Pilihan ada ditanganmu. Musik yang dimainkan
hasan sebagai

Kado ulang tahun secara implisit tidak sanggup


kami kirimkan. Karena suara biola itu telah hilang
bersama dengan hembusan angin yang tak tentu
arah. Aku yakin karena global warming pula
membuat musik itu semakin cepat menguap.
22

Tetapi aku senang jika tulisan ini sampai


ketanganmu. Dia mengucapkan

“SELAMAT ULANG TAHUN


VIENNA”
Jangan heran Vienna dengan akhir cerita ini.
Akhir cerita ini sengaja aku buat menggantung.
Karena aku hanyalah sebuah pohon nyiur
dipinggir pantai. Yang dapat melanjutkan cerita
ini adalah kalian berdua. Kalian semua yang
merasa diri sebagai manusia. Ukirlah sejarah
yang baik dalam lembaran hari yang akan kau
lewati. Aku mendoakan semoga kalian berdua
b
bahagia.
23

Maaf, Aku Pergi


Assamu’alaikum Wr. Wb.

Tepat ketika aku kelas dua Sekolah Dasar aku


mampu mengingat kejadian tentang aku dan
ayahku. Ayahku bertanya sambil bercanda
kepadaku “Apa yang terpenting dalam hidupmu
Hasan?” Akupun menjawab dengan tangkas dan
penuh percaya diri “Sepeda”. Karena saat itu aku
merasa hanya butuh sepeda agar aku dapat
ketempat manapun yang aku mau. Aku dapat
pergi ke sungai. Memancing, berenang, nguras
genangan air yang banyak ikannya. Aku dapat
membonceng temanku dan kami bermain
bersama. Aku dapat ke lapangan bola dan
bermain bersama teman-teman sekolah. Aku
juga dapat kehutan untuk menjerat burung dan
memakannya.

Ketika sampai pada malam ulang tahunku yang


ke-12, sebelum aku tidur, ayahku kembali
bertanya dengan pertanyaan yang sama, “Apa
yang terpenting dalam hidupmu Hasan?”, di
tempat tidurku. Namun aku terlalu ngantuk dan
menjawab “Yang terpenting sekarang Tidur, Yah”.
Ayah hanya tersenyum sambil membelai
rambutku dan berkata “Selamat ulang tahun
ya…”. Walaupun ulang tahun tersebut tidak
dirayakan,
24

keluargaku selalu memberikan hari tersebut


sebuah kenangan yang istimewa. Mulai saat itu
Ayah menanyakan dengan pertanyaan yang
sama setiap malam ulang tahunku. Dan jawaban
yang terlontar selalu berbeda.

Seperti yang engkau tahu, Aku anak kedua dari


tiga bersaudara. Aku memiliki seorang abang
yang sangat kuhormati. Namanya Arman. Dari
kecil Ia telah menunjukkan sifat kedewasaan
yang menunjukkan sifat anak pertamanya.
Penilaianku bahwa ketangkasan yang diberikan
Allah lebih banyak diberikan kepadaku ketimbang
Abangku Arman. Namun ketangkasan Adikku
mengalahkan kami berdua. Adikku yang bernama
Syarif sangat pintar dan cerdas. Aku juga tidak
tahu apakah saudaraku yang lain ditanya dengan
pertanyaan yang sama denganku. Aku hanya
memiliki ketangkasan. Namun maaf jika aku
terlalu sombong. Tetapi aku lebih memiliki paras
wajah yang lumayan dari pada mereka berdua.

Tepat kelas enam SD, keluargaku mengalami


kejadian yang tidak akan pernah aku lupakan.
Ayah mengalami sakit paru-paru basah. Ayah
dirawat rumah sakit kecil yang berjarak sekitar
200 meter dari rumah. Karena Bang Arman telah
berada di luarkota, secara implisit

Ibu mengajariku untuk mengisi peran Bang


Arman sebagai anak pertama. Akulah yang
25

merawat Ayahku dirumah sakit ketika aku pulang


sekolah. Aku mengurangi bermain bersama
teman. Seperti biasanya, ketika aku selesai
belajar pada malam hari, aku langsung pergi ke
rumah sakit untuk meggantikan Ibu yang dari
pagi menemani Ayah. Sekitar jam satu malam,
Ayahku terbatuk-batuk hingga membangunkanku
dari tidur. Kami saling tatap mata. Dari bola
matanya beliau mengisyaratkan bahwa aku
diminta untuk mendekat kepadanya. Setelah aku
berdekatan, beliau bertanya “Udah belajar san?”
aku menjawabnya “Sudah Yah.” Beliau meminta
ambilkan air putih, dan aku segera
mengambilkannya. Namun setelah itu, beliau
menanyakan kembali pertanyaan yang selalu
ditanyakan ketika aku ulang tahun. Kali ini aku
benar-benar bingung untuk menjawab apa. Aku
merasa yang paling penting dalam hidupku
adalah apa yang aku butuhkan. Namun aku tidak
tahu apa yang aku butuhkan. Aku hanya
mengetahui apa yang aku inginkan. Aku ingin
Ayahku secepatnya sembuh dari penyakitnya.
Agar kehidupan kami menjadi normal seperti
biasanya. Akhirnya aku menjawab “Hasan tidak
tahu yah. Hasan hanya ingin Ayah sembuh dan
kembali kerumah.” Ayah tersenyum sambil
membelai

rambutku dan berkata “Ya, ya, Ayah akan


sembuh kok. Ayah akan pulang.” Kami berdua
tersenyum gembira penuh asa. Walaupun ayah
26

sedang sakit parah dan tidak dapat dirawat


kerumah sakit yang lebih bagus karena faktor
ekonomi, namun masih saja terlihat senyum
yang indah diraut muka beliau. Terlihat juga
giginya yang sedikit kekuningan karena
banyaknya merokok. Dan memang karena
merokoklah beliau jatuh sakit hingga seperti ini.

Keesokan harinya, tepat jam sebelas siang, dan


ketika itu pelajaran matematika, pelajaran yang
sangat aku senangi, Bang Arman datang kekelas.
Aku heran kapan dia datang. Kira-kira apa
gerangan yang terjadi hingga Abang datang
menjemputku. Abang berbisik kepada bapak guru
sebentar dan mempersilahkan aku untuk pulang
kerumah. Sesampai diluar kelas, Abang
memelukku dan mencium keningku. Kulihat mata
Bang Arman merah dan berair. Abang menangis.
Tetapi air matanya tertahan dipelupuk, dan akan
segera tumpah. Aku sama sekali tidak
mengetahui kenapa ia menangis. Aku menjadi
terkejut. Aku belum pernah melihat dia menangis
seperti ini. Kami berdua hening. Aku
memutuskan untuk tetap hening dan mengikuti
Abang sampai kerumah.
A

Dalam perjalanan, Aku memecah keheningan


dengan bertanya “Kapan Abang pulang?”. Dia
pun menjawab sekitar jam Sembilan. Dia bolos
27

sekolah karena hari ini hari sabtu. Tak terasa


kami sampai dirumah. Semua orang memelukku
sambil menangis. Aku dituntun oleh Ibu kekamar
tempat Ayah berbaring. Wajah Ayah telah pucat.
Aku ingat, wajah ayah seperti di film-film. Inikah
yang dinamakan meninggal? Ayahku telah
meninggal dunia. Inilah penyebab abangku
menangis.

Ayahpun dimandikan, dishalatkan, dan diarak


menuju kuburan. Malamnya diadakan ta’ziah.
Ramai tetangga dan saudara berkumpul
mendoakan Ayah. Setelah beberapa hari setelah
itu, semua keluarga yang datang dari jauh
kembali kerumah masing-masing selain paman
Adi (Adik Ibuku yang terakhir). Terdengarku
bisikan Paman Adi saat berbincang dengan Ibu
“Kak, jika Hasan tamat SMP, tinggal sama saya
saja kak. Dia pintar kak. Jangan disia-siakan lho
kepintarannya. Sekolah disini fasilitasnya sangat
kurang dibandingkan tempat saya disana.”

“Ayahnya telah almarhum.” Sahut Ibu “Kami tidak


memiliki penghasilan yang cukup untuk

menyekolahkannya ditempat yang Adi bilang.


Sekolah itukan mahal, di.”

Paman Adi menjawab “Biar saya yang


nyekolahkannya kak. Saya pamannya dan Adik
kakak. Saya juga orang tuanya. Apa kakak ragu
sama Adi?” Nada tegas yang menjadi
28

“Terserah sama Hasan la Di. Mau apa tidak Dia


sekolah disana. Aku rasa dia sudah cukup
dewasa utnuk bisa memilih sekolah mana yang
baik buat dia. Diakan anak yang cerdas.” Jawab
Ibuku.

Setelah paman dan Istrinya pulang ke rumahnya,


sangat kentara sekali kesepian dalam rumah
setelah kepergian Ayah. Ibu selalu melihat
gambar Ayah yang terpajang diruang tamu. Cinta
Ibu sangat dalam kepada Ayah. Aku selalu
melihat Ibu menangis setelah shalat magrib. Dan
ini selalu terjadi selama satu bulan setelah
kepergian Ayah. Ini merupakan cobaan yang
berat. Ibu kini telah menjadi single parent. Untuk
memenuhi kebutuhan sekolah kami sehari-hari,
Ibu berjualan lontong sayur. Untunglah Ibu
pandai memasak. Hingga ibu dijuluki “Wak
lontong.”

Begitulah perjalanan sehari-hari kami


sepeninggal Ayah. Hingga saat aku tamat
sekolah dan terjadi

perpisahan. Aku meminta izin kepada Ibu untuk


ketempat Paman dan sekolah disana. Aku hanya
diberikan alamat dan ongkos. Aku mencium
tangan Ibu dan mencium adikku Syarif. Aku tahu
bahwa Ibu sangat berat untuk melepasku pergi.
Apalagi aku masih tergolong anak-anak. Tetapi
29

Ibu rela melepasku agar Aku menjadi orang yang


memiliki ilmu dan cepat dewasa.

Dalam perjalananku, aku telah menyusun prinsip


apa yang akan kugunakan sampai aku
menemukan prinsip yang lebih bagus. Aku
memulai dari segi ekonomiku. Aku termasuk
orang yang miskin. Tidak ada harta dan benda.
Tidak ada apa-apa untuk diberikan. Hanya ilmu
yang tidak bisa direnggut oleh orang lain. Untuk
memperoleh ilmu, butuh kerja keras. “Orang
miskin bawaannya nekat”. Ya, inilah prinsip yang
akan aku gunakan.

Naluriku sebagai petualang terlihat untuk


pertama kali dan ternyata terbukti. Aku tidak
kesulitan menemukan rumah Paman. Hanya satu
kuncinya, jangan malu untuk bertanya, dan
jangan merasa lelah untuk berjalan. Sesampai
dirumah Paman yang berjarak enam jam
perjalanan, keluarga Paman menyambutku
dengan hangat. Peluh terasa terbayar

saat masuk kerumah paman. Dayat, anak paman


yang pertama dan menjadi teman sekamarku.
Vienna, adik dayat yang merupakan gadis cantik
yang memiliki mata teduh menyambutku dengan
senyum manis tersungging di bibirnya. Aku tak
dapat membahasakan rasaku saat itu. Entah
rasa apa itu. Tetapi aku tahu ini rasa inilah yang
30

membuat aku akan merasa dirumah ini. Aku


harus mempertahankannya.

Waktu terus berjalan dengan cepat dan tak


pandang bulu. Tak sadar aku telah kelas tiga SMA
(Sekolah Menengah Atas). Karena Paman adalah
seorang dosen, sudah menjadi syarat mutlak
bahwa Paman harus memiiliki banyak buku.
Melihat buku sebanyak itu ternyata tak sadar,
telah banyak buku paman yang kubabat habis
tanpa ampun. Khususnya buku Novel. Terkadang
bahasa Novel tersebut terlalu banyak yang tidak
aku pahami, dengan segera aku menanyakannya
pada Paman. Aku merasa senang karena aku
dapat menggali Ilmu dirumah ini.

Suatu saat, ketika Aku membaca Novel berjudul


“snow” karangan “Orhan Pamuk”, aku
mendengar senda gurau keluarga Paman. Mereka
terlihat senang. Keluarga mereka masih utuh.
Keluarga yang sakinah. Konsentrasiku membaca
berkurang dan tiba-tiba air

mata mengalir dipipiku dan menetes kelembaran


buku paman. Aku teringat Ayahku. Aku teringat
keluargaku. Aku teringat semua kejadian saat
Ayah masih ada. Air mataku semakin tak
terbendung. Aku menangis. Aku rindu. Aku ingin
melihat Ayah. Aku ingin berdekatan dengan
Ayahku. Photo ayahpun hanya ada satu. Itupun
31

sekarang telah berada dikamar Ibu sebagai


pengobat rasa rindu Ibu.

Tiba-tiba Vienna masuk kekamar dan melihatku


sedang menangis. Aku terkejut dan langsung
membersihkan air mata dipipiku. Namun aku tak
bisa menutupinya. Mataku masih merah. Vienna
bertanya dengan suara valceto agar tak
terdengar oleh yang lain “Ya Allah bang, Abang
nangis? Abang kenapa?”

“Gak ah. Cuma ingin nangis saja.” Seruku untuk


menyembunyikan tangisku.

“Abang kenapa?” Tanya Vienna dengan


perhatian. Aku tak tahu apakah memang semua
perempuan itu perhatian, atau hanya sebagian.

Dari pada menutupi yang sudah ketahuan, aku


pun menjawab dengan jujur “Mendengar tawa
kalian diruang tamu tadi, Abang jadi rindu sama
almarhum

Ayah. Abang sangat merindukannya. Abang rindu


suasana seperti itu dik.”

Vienna segera pergi keluar kamar dan dengan


sekejap itu pula Vienna kembali dengan
membawa sapu tangannya. Vienna sendirilah
yang mengusapkan di pipiku. Hatiku berkata “Ya
Allah, sungguh adil diri-Mu. Engkau memberikan
seorang perempuan yang baik sebagai tempat
32

aku berbagi kesepian yang kurasakan saat ini.”


Aku mengucapkan terima kasih pada Vienna.
Vienna tersenyum. Aku jadi ikut tersenyum.
Kesedihanku berkurang setelah berbagi dengan
orang lain. Apalagi dengan orang yang tepat.
Vienna pun menyuruhku untuk menyimpan sapu
tangan tersebut dan memakainya.

Beberapa minggu kemudian, aku memutuskan


untuk pulang menjenguk Ibu dan Adik sepulang
sekolah. Semoga saja bang Arman juga pulang.
Jadi kami dapat berkumpul. Namun entah kenapa
Vienna ingin ikut bersamaku.

Setelah berpamitan kepada paman dan tante,


selepas magrib kami berangkat. Diperjalanan
Vienna tertidur dibahuku. Aku yang kala itu
sedang melihat jalan terkejut dan bertanya
dalam hati. “Mengapa bisa terjadi seperti ini?
Vienna tidur di bahuku. Aku ingin

membangunkannya. Tapi, hatiku menolaknya.


Aku rasa aku menyayanginya. Tapi sejak kapan
aku menyayanginya? Apakah aku
menyayanginya karena cantiknya raut mukanya?
Atau juga karena aku telah hidup satu rumah
dengannya, hingga aku mengetahui semua
sifatnya.” Karena suara klakson supir yang keras,
Vienna terbangun dari tidurnya. Vienna masih
saja tetap dalam posisi yang semula. Namun
Vienna merengkuh lengan kananku dan berkata
33

“Dingin kali AC-nya ya Bang.” Sesungguhnya pun


aku merasa kedinginan, karena ini kali pertama
aku naik BUS AC. Biasanya aku pulang naik
ekonomi. Aku disuruh Paman naik PATAS AC dan
diongkosi, namun sesampai diterminal aku naik
ekonomi. Lebihnya dapat aku berikan pada
Adikku Syarif. Namun aku tidak ingin Vienna
merasa kepanasan seperti pada Bus Ekonomi.
Lebih baik dingin dari pada Panas.

Suara Vienna mengejutkanku. “Bang…”

Aku menjawab dengan intonasi yang tak mau


kalah lembut dan membiarkan lenganku
direngguhnya semakin erat “Ya, dik..”

Vienna melanjutkannya “Apa yang terpenting


dalam hidup Abang?”

Oh, Tidak… Tidak… Mengapa Vienna


melontarkan pertanyaan yang sama dengan
almarhum Ayah. Pertanyaan ini hampir aku
lupakan? Aku teringat semua jawaban yang
kuberikan pada almarhum Ayah. Agar tidak
terlalu lama menunggu jawabanku, Aku
mengatakan “sebenarnya gini dik, ini pertanyaan
yang sulit dijawab. Saaangaaat sulit. Sampai
Abang masih mencari jawabannya. Setiap orang
pasti punya prinsip. Prinsip tersebut yang
menuntun seseorang untuk berproses. Abang
34

merasa abang masih terlalu muda untuk


menemukan jawaban itu. Abang masih butuh
teori dan pengalaman untuk menjawabnya
dengan tepat. Hmm, mungkin dua jam lagi kita
sampai dik.” Aku membelai kepalanya yang
tertutup kerudung orange-nya. Vienna
tersenyum. Viennapun melanjutkan tidurnya
dengan memeluk lenganku. Aku senang bisa
memberikan kenyamanan kepada Vienna. Aku
juga yakin Vienna pasti merasakan kenyamanan
yang sama karena Vienna mempertahankan
posisinya. Namun sebenarnya aku sangat gugup,
lenganku menyentuh buah dadanya. Keadaan ini
membuat jantungku dag dig dug dan bergetar.
Bergetar karena aku tak pernah melakukan yang
seperti ini.

Mungkin Vienna menganggap aku sudah seperti


abang kandungnya sendiri. Tetapi kenapa aku
berpikiran lain.

Ah, dasar aku otak kotor. Lebih baik aku


memikirkan apa jawaban pertanyaan besar tadi.

Dengan cahaya yang hilang timbul karena


berselisihan dengan bus yang lain, aku mulai
berfikir. “Apa yang terpenting dalam hidup ini?
Atau lebih tepat apa yang terpenting dalam
hidupku?” Aku membersihkan titik memori untuk
mengambil sebuah pandangan. “Pertanyaan ini
sangatlah sederhana. Namun jawabannya terasa
35

sulit bagiku. aku belum dapat menjawabnya


dengan tepat. Siapa yang mengajari ayahku
untuk menanyakan ini kepadaku. Aku yakin
sebelum Ayahku menanyakanku dengan
pertanyaan ini, Ayah pasti pernah ditanya
dengan pertanyaan yang sama. Inti pertanyaan
ini adalah kata “penting”. Sesuatu yang sangat
penting bagi seseorang baik abstrak maupun
tidak, manusia tersebut akan
memperjuangkannya. Apa yang diperjuangkan?
Perut, uang, jabatan, kekuasaan, kepuasan, seks,
ilmu, kekuatan, atau kebahagiaan. Hmm. Ya, aku
mulai mengerti. Perut adalah faktor utama
kebutuhan. Tetapi aku yakin itu tidaklah yang
terpenting. Bagaimana dengan uang. Salah satu
penunjang manusia untuk mencari uang adalah
perut. Jabatan lebih dekat untuk kekuasaan.
Kekuasaan memberikan otoritas kebebasan
untuk menentukan pilihan. Itu akan

mendatangkan kepuasan. Namun kepuasan juga


dapat dikaitkan dengan seks. Seks adalah
kelamin. Kelamin hanya berjarak satu jengkal
dari perut. Jarak satu jengkal bukan berarti
adanya kemiripan.

“bagaimana dengan ilmu. Ilmu adalah


membentuk pola pikir. Apa yang dipikirkan?
Bukan, bukan. Pola pikir adalah sebuah teori
untuk melangkah dalam waktu. Tetapi pola pikir
akan menjadikan orang menjadi kuat. Tetapi
36

dimana letak kebahagiaan. Tidak sama tingkat


kebahagiaan orang buta dengan orang yang
melihat. Begitu juga dengan yang lain. Tidak
akan pernah sama. Terus bagaimana dengan
diriku sendiri?

“Inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati


lillahirabbil ‘alamin. Sesungguhnya shalatku,
hidupku, matiku, hanya untuk Allah Tuhan seru
sekalian alam. Aku shalat lima kali dalam sehari.
Itu aku lakukan saat aku hidup. Aku tidak lagi
shalat ketika aku telah mati. Aku melihat dalam
ayat tersebut bahwa shalat, hidup dan mati
hanya untuk Allah. Allah Mahakaya. Allah tidak
membutuhkan siapapun. Allah Esa. Tetapi kenapa
Aku untuk-Nya? “Aku untuk-Nya”. Berarti aku ini
adalah sebuah hadiah. Hadiah selalu sesuatu
yang berharga. Aku pun menjadi berharga.
Layaknya sebuah tanaman, tanaman butuh
siraman air tetap

segar. Sehingga tanaman dapat beraktifitas


semaksimal mungkin. Shalat membuat aku
merasa tenang. Allah berada sangat dekat
denganku. Begitu juga dengan ibadah yang lain.
Ya, ibadah adalah cara Allah untuk merawat
hambanya agar hambanya menjadi sempurna.
Tetapi ada ibadah yang sangat ingin aku rasakan.
Pergi ke tanah suci. Niat ini membuat hatiku
bergetar. Sabarlah Hasan. Kukatakan pada diriku
37

sendiri. Insya Allah dengan niat yang tulus aku


akan sampai ketanah suci.

Aku tersadar dalam kemelut pikiranku, bahwa


kami telah kelewatan. Kamipun turun dan
berjalan sejauh 500 meter hingga sampai
kerumah. Esoknya canda tawa terjadi diwarung
jualan Ibu. Kami semua membantu Ibu. Dan
ketika sore tiba, saatnya aku dan Vienna balik ke
kota.

Dalam perjalanan pulang kerumah Vienna. Aku


lebih banyak diam dan berfikir tentang
segalanya. Terkadang aku merasa diamku
menjadi anggapan sombong bagi orang. Tetapi
sesungguhnya aku merupakan orang yang ramah
kepada siapapun. Bukankah diam itu emas?
Bukankah perkataan itu doa? Bukankah berfikir
sebelum berkata itu baik? Terkecuali tulisan
dalam lembaran kertas ini. Kata-

kata mengalir cepat dalam otak yang selalu


berimajinasi. Hingga aku tersadar bahwa dunia
yang aku jalani setiap detik merupakan dunia
yang nyata tanpa hayalan.

Setelah usai SMU tibalah saatnya aku berangkat


dari rumah. Tujuanku adalah Jogjakarta. Pada
malam sebelum kepergianku, aku berbincang
berdua dengan Vienna. Kami berbincang semua
hal. Dari hal yang kecil hingga yang sangat besar
dan tinggi sekalipun. Diakhir pembicaran, kami
38

sama-sama terdiam. Tiba-tiba Vienna menangis.


Aku tak punya pengalaman untuk menenangkan
perempuan menangis. Aku berkata padanya
bahwa Aku akan selalu memberikan kabar setiap
bulan telah sabit. Aku mengecup keningnya
untuk pertama sekali, dan lama sekali. Entah dari
mana Aku belajar bahwa mengecup kening
seorang perempuan merupakan sebuah tanda
kasih sayang dengan ketulusan. Oh iya, aku
ingat. Aku belajar dari Novel.

Sesampai dikota ini aku menemukan teman


sejati. Teman sejati itu adalah dirimu sahabatku.
Kepadamulah lembaran ini aku tujukan. Aku
memiliki banyak kesamaan denganmu. Bahkan
seperti yang engkau tahu, saat aku bercermin,
Aku melihat ada

dirimu dalam cermin tersebut. Ceritaku, ceritamu


sangat mirip, bahkan dapat dikatakan sama. Aku
akan kembali pergi untuk menemukan jati diriku
sebagai manusia. Aku berjanji Aku akan kembali
kepadamu sahabatku dengan banyak perbedaan.
Dan kuharap perbedaan itu baik dimata Allah dan
matamu sahabatku.

Sahabatku, kemarin Kau bertanya kenapa sangat


sulit tidur. Lembaran yang kutulis ini telah
menjawabnya. Aku merindukan seorang Vienna
yangs sangat Aku cintai. Kau tahu, semua bisa
terjadi saat dua hamba Allah berlainan jenis
39

sering bertemu dan berbagi. Dan semua itu


terjadi selama tiga tahun semenjak pertama
sekali aku memijakkan kaki dirumah Paman.
Disurat ini aku ingin Kau melanjutkan kisahku
dengan Vienna. Aku melihat bahwa Kau lebih
pantas untuknya. Dan Aku sangat yakin dia akan
mencintaimu layaknya mencintaiku. Akulah cinta
pertamanya. Tetapi aku tidak tahu jika kau
bersamanya nanti, kau urutan yang entah
keberapa. Begitu juga dengannya, dia entah
urutan keberapa dalam sejarah cintamu. Tetapi
ketahuilah sahabatku, cinta bukanlah angka yang
diurutkan. Satu, dua, tiga, dan seterusnya. Tetapi
cinta adalah cinta. (titik). Cinta tidak dapat
dijelaskan dari mana datangnya, mengapa, dan
untuk apa. Cinta

datang tanpa rasionalitas yang jelas. Tetapi entah


kenapa alasan perpisahan selalu menggunakan
rasionalitas. Satu lagi yang ingin kupesankan
dalam berhubungan kepadamu sahabatku,
berkomunikasilah dalam kejujuran.

Aku tidak ingin mengguruimu sahabatku. Sengaja


aku melakukan ini karena Aku sangat mencintai
Vienna. Dan ingin terus belajar mencintainya. Jika
nanti kalian berdua bertemu, jadikanlah setiap
pertemuan menjadi sebuah kesan yang indah.
Buatlah pertemuan itu seakan-akan pertemuan
itu pertemuan yang terakhir. Agar totalitas dirimu
dapat kau berikan. Sampaikan juga SELAMAT
40

ULANG TAHUN dariku untuknya bila telah


sampai 9 Desember nanti. Jika Kau dapat
memenuhi permintaanku, aku akan sangat
berterima kasih kepadamu sahabatku.

Satu lagi yang harus kita teruskan. Pertanyaan


dan paparan jawabannya telah aku tuliskan. Saat
kita bertemu nanti, kita akan
memperbincangkannya lagi. Aku yakin apa yang
terpenting dalam diriku tidak sama dengan
dirimu. Aku yakin kau pasti dapat menjawabnya.
Sekali lagi, jangan cari aku. Pencarianmu akan
sia-sia. Akulah yang akan

mencarimu nanti. Aku pasti akan


menemukanmu. Aku yakin itu.

Sampai bertemu lagi sahabatku. Aku akan pergi


untuk membuat sebuah hasil karya yang
kontroversi. Aku tidak tahu apakah aku akan
dibenci oleh orang banyak setelah selesainya
karya ini. Sekali lagi, aku tidak perduli. “Orang
miskin bawaannya nekat”. Aku akan
menunjukkan kebenaran yang sesungguhnya
terjadi. Dunia ini telah kacau. Seperti diskusi kita
kemarin. Akhir kata dariku. Wassalam.

Yakin Usaha Sampai


41

Terserah Kepadamu
Hei hasan. Terserah, apa kau mau pergi atau mau
pulang kembali bersahabat denganku. Aku
menjadi heran mengapa kau jadi sok pahlawan
begini. Kau ingin memesankan kepadaku untuk
menemukan Vienna dan dapat mencintainya.
Tahukah engkau bahwa cinta itu tidak dapat
dipaksakan. Aku akan memberikan konsep cinta
kepadamu.

Cinta adalah sebuah konsep universal. Untuk


mncapai kesana kau harus melewati cinta
personal. Ingat, cinta personal tidak harus
pacaran. Oh, iya, apakah kau tahu arti pacaran
yang sebenarnya. Pacaran adalah sebuah proses
untuk memasuki pernikahan. Sebenarnya kata
pacaran tidak lagi tepat dalam konsep agamaku.
Lebih tepat jika aku mengatakan perkenalan.

Baiklah, karena saat bercermin yang kulihat


adalah dirimu aku tidak akan sungkan-sungkan
untuk berkata terbuka dan agak sedikit kasar.
Lihatlah para remaja sekarang. Banyak sekali
orang yang berpacaran melakukan hubungan
yang tidak tepat. Mereka melakukan hubungan
yang dilakukan suami istri. Mereka terjebak
kedalam konsep cintamu, bukan

konsep cintaku. Memang benar bahwa setiap


orang butuh seks. Termasuk juga aku. Tetapi
42

ketahuilah hasan, seks adalah pelengkap. Sama


seperti kebutuhan perut. Seks adalah cara untuk
melanjutkan keturunan. Perut adalah cara untuk
bertahan hidup. Bagaimana jika orang melakukan
seks, tidak ada kebahagiaan dalam dirinya. Seks
tidak akan terasa nikmat. Seks berubah menjadi
boomerang. Begitu juga makan. Tidak akan
terasa nikmatnya makan jika suasana hati tidak
bahagia.

Sudah jelaskah semuanya bagimu. Semua


mengerucut kepada hati. Hati yang baik adalah
hati yang dipenuhi dengan rasa cinta. Cinta yang
universal tentunya. Rasulullah saw telah berhasil
menunjukkan cinta universal. Bagaimana cara
dia hidup hingga bisa mencapai cinta universal?
Aku rasa bukan saatnya lagi aku menerangkan
kepadamu tentang sejarah hidup Rasulullah.
Engkau dapat membeli dan membacanya di toko
buku manapun. Jika memang engkau tidak
memiliki cukup uang, aku sarankan engkau untuk
datang ke perpustakaan.

Aku rasa kau belum juga paham maksudku


Hasan. Baiklah, contoh sederhana akan aku
berikan kepadamu. Aku akan mengambil konsep
dalam

pernikahan. Saat kita menikah, dua keluarga


yang berbeda akan menjadi satu. Disinilah cinta
universal dibuktikan. Kita tidak memiliki satu
43

keluarga lagi. Melainkan dua. Dapatkah kita


menerapkan keadilan kita terhadap keluarga
kita?

Tidak ada kata “Tidak”. Kita harus berbagi secara


adil kepada kedua keluarga. Selisih paham yang
terjadi harus diselesaikan. Mungkin ini hanya
konsep. Maklum karena aku sama sepertimu
Hasan. Sama-sama masih bersayap satu. Tetapi
karena aku telah memiliki konsep yang akan aku
terapkan, maka aku nantinya akan berjalan
dengan lebih mudah. Jadi aku dapat memikirkan
sesuatu yang lebih besar nilainya.

Saudara, teman, kawan, dan Hasanku. Kenapa


kau tidak mencantumkan namaku disuratmnu
yang lalu. Masih ingatkah kau namaku. Atau kau
sengaja tidak mau menyebutkan namaku. Ah,
kau memang manusia yang sombong. Terpaksa
dalam ocehanku kali ini aku tidak dapat
menyebutkan namaku.

Saudara, teman, kawan, dan Hasanku.


Kepergianmu telah membuat berang hatiku.
Sebenarnya kepergianmu tidak terlalu aku
risaukan. Karena kau punya jalan dan rezekimu
sendiri. Dan kau kini telha tumbuh dewasa. Yang
kupermasalahkan disini adalah

kau telah membawa tas ranselku. Tas itu berisi


bunga mawar dan sehelai kertas. yang ingin
kuberikan kepada Vienna. Dia ulang tahun
44

tanggal 9 desember ini. Maaf aku


membohongimu. Aku selalu berkomunikasi
dengan dia. Karena aku tahu nantinya kau
cemburu dan patah hati, karena aku lebih
tampan dan lebih bijaksana darimu.

Oh iya, ternyata kau tidak jadi membuat sebuah


karya yang kontroversial. Kau malah menjadi
seorang pianist. Kau menjadi cengeng. Kau
menjadi tak punya pendirian. Bukan Hasan
seperti inilah yang aku kenal. Aku mendengar
kabar bahwa bulan depan kau akan berangkat ke
jerman. Bukan Vienna yang akan menemuimu.
Akulah yang akan menemuimu. Aku akan
menghajar kepalamu. Semoga saja saat kita
jumpa aku tidak semarah seperti sekarang.

Jika mawar tersebut hancur dan remuk, aku akan


betul-betul memberikan perhitungan denganmu.
Dan jika helai kertas tersebut terkena hujan dan
luntur, aku akan membunuhmu. Aku akan
membunuhmu. agar kau tetap selamat sampai
ke jerman, aku sarankan kau untuk tetap
menjaga helai kertas tersebut. Kau harus
membawa keduanya saat aku berjumpa
denganmu.

Ingat baik-baik, jangan sampai salah. Helaian


kertas tersebut bertuliskan:
45
46

Bunga Mawar
Aku termasuk orang yang menyenangi bunga-
bunga. Aku telah lama mempelajari seluk beluk
setiap kuntum. Bunga tulip, mawar, Alaska, daun
pinus, daun cemara, kembang sepatu, dan masih
banyak lagi lainnya. Namun tetap saja yang
memiliki rahasia yang dalam hanyalah bunga
mawar. Atau dalam bahasa inggrisnya dikenal
dengan nama rose. Flower of rose. Bunga mawar
sendiri memiliki empat warna yang sering
dijumpai. Merah, putih, pink, dan kuning. Engkau
mungkin belum pernah mencium wangi bunga
mawar saat mereka mulai mekar. Wanginya tidak
akan pernah sama dengan bunga yang lain.
Bahkan parfum-parfum alkohol yang dibuat
orang-orang frank sekalipun tidak akan sanggup
menyamainya. Inilah anugrah Allah yang
diberikan kepada bunga-bunga mawar yang ada
dihadapanku setiap hari.

Aku selalu memegang lekukan setiap lembaran


bunga mawar. Lembut kulitnya serasa mengelus
hatiku yang rindu akan belaian sebuah cinta
yang penuh dengan kasih sayang. Aku juga
memegang daunnya yang sedikit kasar. Aku
mengikuti setiap garisnya seakan aku mengerti
bagaimana jalan hidupku beberapa jam
kemudian. Namun entah mengapa aku tidak mau
lagi
47

memegang batangnya setelah pernah tertusuk


sekali. walau tidak berapa sakit, namun tusukan
durinya masih membekas hingga sekarang.

Inilah aku. si penjual bunga. Sang penjual


keindahan alam yang kami renggut untuk
mengambil sedikit keuntungan untuk melayani
orang–orang yang lagi kasmaran. Hingga
membuat bunga ini serasa sangat kesepian.
Hanya akulah yang menemaninya. Ya, hanya aku
yang menemaninya.

Namun aku sangat mengkritisi pelukis-pelukis


yang menggambarkan bunga mawar tanpa
mengikutkan durinya. Bunga mawar menjadi
kehilangan sejatinya. Karena sejatinya terletak
pada bunga, daun, dan duri. Dengan
menghilangkan salah satu diantaranya, mawar
tidak lagi anggun dan penuh dengan misteri.

Benar perkataan salah seorang penyair yang


bernama Hasan, bahwa “seorang penjual bunga
bernasib sama seperti seorang badut. Mereka
memberikan kesenangan terhadap para pembeli,
namun sebenarnya mereka cemburu, sakit, dan
terluka. Cemburu karena mereka hanya dapat
memberikan kesenangan. Sakit karena cemburu
ini datang berulang kali. Hingga akhirnya terluka
karena himpitan perasaan yang tak kunjung
datang berbalik kearah mereka.”
48

Inilah hidup yang kujalani seriap harinya.


Awalnya aku merasa sangat senang dengan ini
semua. Aku dapat melihat dari mekarnya bunga-
bunga sampai bunga itu layu dan membusuk dan
terpaksa harus kubuang. Namun karena ini aku
rasakan setiap hari tanpa ada variasi, aku
menjadi bosan, jenuh, dan jemu. Bahkan bunga
yang berada didepanku menjadi pemicu rasa
gundahku. Inilah yang namanya rutinitas. Aku
terjebak didalamnya. Tetapi karena aku belum
mampu melawannya, aku hanya diam dan
melalui hari apa adanya. Baiklah, mungkin kata-
kataku diatas masih tergolong rumit hingga
penyebab kebosananku menjadi sedikit
membingungkan. Aku akan memberikan sedikit
penjelasan. Bagaimana nilai segelas air bagi
orang yang sedang berjalan dipadang pasir dan
Ia sedang sangat kehausan. Segelas air menjadi
sangat berharga. Namun bagaimana nilai air bagi
orang yang memiliki air melimpah, dimana air
tersebut dapat dibuat untuk mandi, mencuci, dan
minum sepuasnya. Sekarang sudah sedikit lebih
jelas bukan?

Selama ini aku hanya melihat lelaki dengan


senyum simpul yang keluar dari hatinya ketika
membeli kuntum-kuntum yang terjaja. Aku
menghias dan mencampurkannya sesuai dengan
pesanan. Aku
49

menambahkan sedikit rerumputan untuk


melengkapi keindahannya. Lalu aku
membungkusnya dengan plastik transparan agar
kelihatan lebih indah dan anggun. Aku
membayangkan betapa bahagianya perempuan
yang diberikan bunga yang kuhias itu. Dan aku
tahu dari senyum yang tersimpul dari para lelaki,
mereka sangat senang bahwa mereka akhirnya
mampu menunjukkan betapa romantisnya
dirinya. Namun ketahuilah, aku tidak pernah
menerima bunga-bunga yang selalu kurangkai.
Inilah yang membuat aku gundah. Aku ingin
merasakan perasaan itu.

Hingga tepat suatu pagi, ada seorang lelaki yang


melewati toko bungaku tiga kali. Terlihat wajah
yang ragu dan pemalu. Sepertinya dia pertama
sekali membeli bunga. Perawakannya termasuk
dalam kategori tampan. Tingginya tidak
seberapa. Mungkin 170 cm. Dia berhenti turun
dari sepeda motornya dan tersenyum kepadaku.
Ternyata senyumnya manis juga. Dia lelaki yang
sering tebar pesona. Oh bukan, dia lelaki yang
ramah. Dia bertanya berapa harga setangkai
bunga mawar merah. Aku pun menjawab Rp.
2000,-. Dia kembali bertanya bisakah aku
merangkaikan bermacam-macam bunga yang
lain untuk menemani bunga mawar. Aku
menjawab bisa dengan secepatnya menentukan
harga Rp. 30.000,-. Ternyata
50

harga tersebut terlalu mahal buatnya. Dia hanya


meminta dirangkaikan dengan harga Rp.
20.000,-. Aku setuju. Sembari memilih mawar
yang masih segar, aku melihat tingkah gerak-
gerik lelaki ini. Lelaki ini mencabut mengambil
rokok dari saku bajunya dan mulai tersenyum.
Dapat kupastikan bahwa Dia sedang berkhayal.
Aku ikut tersenyum. Aku tidak mengganggunya
meskipun aku ingin berkenalan dengannya. Aku
membiarkan khalayannya, mumpung berkhayal
itu gratis. Karena sebentar lagi Indonesia ini akan
berubah menjadi sangat komersil. Bisa jadi
berkhayal pun menjadi tidak gratis lagi.

15 menit bunga itu telah terangkai dengan indah


dari tanganku yang mahir dan terlihat puas dari
wajah dilelaki. Dia memberikan uang Rp.
50.000,-. Aku mengatakan apakah tidak ada
uang pas? Tetapi dia menjawab uangnya tinggal
itu. Aku langsung menukarkan kewarung sebelah
dan segera kukembalikan uang lebihnya. Ada
yang membuat aku harus mengingatnya, dia
tersenyum tak henti dan berulang kali
mengucapkan terima kasih kepadaku. Aku heran
sehebat itulah cintanya kepada orang yang akan
menerima bunga yang kurangkai. Hingga
menentukan sikapnya terhadap orang seperti
aku, aku yang belum dikenalnya.
51

Entahlah, aku tidak perduli. Yang kulihat bahwa


aku sekarang merasa kesepian setelah lelaki itu
pergi menjauh dari pandangan. Penyesalan
datang menghampiriku. Berlanjut datang sepi.
Apa yang terjadi pada diriku.

Disinilah sisi keperempuananku keluar. Air mata


mulai menetes dari pelupuk mataku. Aku rasa
aku butuh teman. Aku merasa sangat kesepian.
Kepada siapa kiranya aku mendapatkan solusi
apa yang terjadi pada diriku. Aku sendiripun tidak
tahu. Tetapi aku yakin bahwa bukan aku saja
merasakan seperti ini. Aku yakin hampir semua
perempuan merasakan ini. Bahkan bisa jadi
hampir semua manusia merasakan ini. Hatiku
bertanya – tanya. Aku menghela air mata saat
pembeli datang lagi. Sembari memberikan
senyum ku yang anggun.

Seperti biasa, aku merangkaikan sesuai pesanan.


Setelah itu pembeli meminta untuk dituliskan
sebuah kata – kata puisi sebagai pelengkap.

Bisakah aku membelaimu


selembut awan membelai bumi.
Meskipun terasa sangat sulit, aku
akan mencoba.
52

Kamipun serah terima transaksi. Setelah itu aku


kembali duduk dan melihat orang berlalu-lalang
didepanku. Pandanganku kosong. Aku tak kenal
satupun orang yang melintas. Namun tiba-tiba
kekosongan itu menjadi tersadar saat satu orang
lewat dengan membawa banyak buku yang
terbungkus dalam plastic transparan.

Refleks suaraku memanggil “Mas…!!!” Aku


menutup mulutku karena malu sambil
tersenyum. Lelaki itu datang menghampiriku,
“Ada apa ya mbak…” seru lelaki itu terheran.

Aku malu untuk bertanya kepadanya. Tetapi


karena ia telah datang kepadaku, maluku
menjadi berkurang. “Banyak sekali bukunya
mas? Apa saya boleh lihat buku-buku apa saja
itu?”

“oh, silahkan mbak.”

Aku langsung mari masuk kedalam untuk


mengambil bangku. Lelaki itu pun dengan
semangat mengeluarkan buku-bukunya.

“Sebenarnya buku ini baru saya beli mbak. Tetapi


karena mbak terlihat semangat dengan buku-
buku saya. Sama-sama kita buka la bungkusnya
mbak.”
53

Aku rasa aku telah mengganggu perjalanan lelaki


ini. Aku mengambil air putih untuknya. Aku
langsung ke inti pokok masalah. “Sebenarnya
aku hanya meminta saran dari mas. Buku apa ya
yang bagus?”

Lelaki itu tersenyum. “Banyak buku yang bagus


mbak. Semua buku bagus. Semua buku
mengandung setetes ilmu. Tetapi harus hati-hati
lho. Banyak juga buku yang tidak ada tetes
ilmunya”

“Lho kok bisa gitu?” Aku menjadi bertambah


bingung. “Jadi aku beli buku yang gimana dong
mas?”

“sesuai dengan kebutuhan. Saya pernah


mendengar bahwa perasaan penjual bunga
sangat dalam. Lebih baik mbak sering membaca
cerpen atau novel. Ini saya punya buku kumpulan
cerpen. Penulis baru. Saya kenal dia.” Lelaki itu
mengambil buku didalam tasnya. “Ini dia.
Judulnya “Vienna”. Buku ini diberikan kepada
orang yang ingin dicintainya saat perempuan itu
ulang tahun yang kesembilan. Romantis, nakal,
dan asal, serta berisi menjadi cirri khas buku ini.”

“Saya harus beli dimana buku ini?” tanyaku


seolah—olah aku akan membelinya. Padahal
belum tentu.
54

“Mbak gak perlu membelinya. Buku ini untuk


mbak. Kalau saya tinggal minta saja kepada
pembuatnya. Itu photonya ada discover
belakang.”

“Hah…” Aku terkejut. Mengapa dunia terasa


begitu kecil sekarang. Lelaki inilah yang tadi
membeli bungaku. “Hmm, terima kasih mas.
Sampaikan salam terima kasih saya sama
penulis. Dan sampaikan juga kepada penulis
untuk menyampaikan selamat Ulang tahun
kepada wanita itu.”

“Namanya Vienna” kata lelaki itu.

“Ya, Vienna. Selamat Ulang Tahun” Aku


tersenyum riang.

“Oke mbak. Saya balik dulu ya. Sebenarnya buku


ini semua buku penulis buku itu” Sembari
menunjuk buku yang kupegang.
“Assalamualaikum mbak.”

“Wa’alaikum salam mas. Terima kasih mas.”

Dia tersenyum dan berlalu dari hadapanku


setelah beberapa saat. Aku akan membacanya
setelah sampai dikamarku. Setelah
membereskan pekerjaan rutinitasku yang
membosankan.
55

Jangan Ikuti Langkahku


Tik..tik.. Air mulai membasahi perahuku yang
kecil. Layar yang terkembamng pun kini mulai
basah. Aku bimbang untuk memutuskan pulang
atau melanjutkan pencarianku. Aku memberikan
pilihan atas diriku sendiri. Aku pulang, anak istri
tidak dapat makan. Aku lanjukan mencari, namun
perasaanku tidak begitu enak. Untuk sementara
aku memandang sekitar sambil menunda
keputusan yang kubuat. Huh, bukannya
menunda sesuatu itu menyenangkan. Tetapi
penyesalan selalu datang belakangan.

Kurasakan rintik hujan semakin deras membasahi


raut wajahku yang mulai keriput. Air hujan di air
asin sangat berbeda dengan didaratan. Air hujan
disini sangat keras. Membuat kulitku tampak tua
dan keriput. Dan sesungguhnya aku pun
memang sudah tua.

Aku merasa terlalu larut dalam pilihan untuk


pulang atau melanjutkan pencarian hingga aku
terkejut ketika mendengar kuatnya klakson dari
sebuah kapal. Kapal itu hitam. Perlahan otakku
mulai sadar bahwa kapal itu sangatlah besar. Ya,
itu kapal tengker.

Aku galau. Aku terjebak dalam pilihan yang


sebenarnya aku sering lalui. Aku terlalu lama
56

berkubang dalam pilihan tersebut. Secepat itu


pula otakku mulai berfikir untuk menyelamatkan
diri. Reflek tanganku mengambil dayung yang
berada satu hasta dari jangkauanku. Kudayung
cepat-cepat agar perahuku mundur. Semua
tenaga kukerahkan. Terus kukerahkan. Hingga
akhirnya aku dapat melihat badan kapal dengan
jelas berada didepanku. So pasti aku tidak jadi
tertabrak.

"Alhamdulillah" ucapku. Mulai terasa jantungku


berdebar sangat kencang. Aku hampir mati. Aku
hampir tertabrak.

Setelah beberapa saat, mulailah mereda


jantungku berdebar. Hatiku sangat bersyukur.
Ternyata aku yang sangat sering meninggalkan
perintah-Nya, masih menyayangiku. Hatiku mulai
merasa tenang. Tetapi tiba-tiba aku teringat akan
sesuatu.

"ombak"

Setelah kapal lewat, ombak yang dihasilkan oleh


kapal sangat besar. Sehingga sangat mungkin
untuk membalikkan perahu kayuku yang sudah
renta. Firasatku benar. Perahuku oleng dan hilang
keseimbangan. Dan. Dan. Dan.
57

Byur… Aku mulai masuk ke dalam laut lepas. Aku


melihat perahuku perlahan mulai tenggelam. Oh,
tidak. Bagaimana makan untuk keluargaku esok.
Oh, tidak. Mengapa aku masih memikirkan
mereka. Mengapa nyawaku terasa sangat dekat
sekarang. Aku mencoba untuk menyelamatkan
diri. Namun telingaku mendengar suara.

"toloong"

"toloong"

Ya, aku kenal suara itu. Aku mengenalnya sejak


kecil. Itu adalah suaraku. Aku tidak menyangka
mulutku menyuarakan itu. Sejenak kemudian aku
teringat akan semua dosa, hutang-hutang, dan
kesalahan yang sering kuperbuat.

"toloong"

"toloong"

Sembari menggerakkan seluruh anggota tubuh


untuk bergerak kepinggir, suaraku mnyuarakan
bantuan lagi. Refleks pita suaraku bekerja,
meskipun aku tahu tidak ada yang mendengar.
Tapi biarlah. Naluriku untuk hidup masih terlalu
tinggi. Aku masih ingin bertemu dengan
keluargaku. Namun sekarang, kakiku

mulai terasa lelah. Mataku melirik jauh diantara


air yang berpercikan, ternyata daratan masih
58

sangat jauh. Melihat kengerian ini, barulah kali ini


pita suaraku diperintah oleh otak secara sadar.

"tolong"

"tol..."

"upgh..."

"pluulululuup"

Tidak ada yang menolongku. Akh, air ini sangat


asin. Semakin kuminum semakin terasa haus.
Aku tak sanggup lagi. Otakku mulai tak
terkontrol. Otakku tak bisa berfikir lagi. Kakiku
bergerak semakin kencang untuk
mengembalikanku kepermukaan. Mataku
sungguh perih. Fisikku yang sudah tua tak
mampu lagi bertahan. Dadaku terasa sangat
panas. Mungkin itu daerah paru-paru. Paru-
paruku akan pecah. Telingaku pun kini
mendengar suara yang sangat mendenging yang
membuatnya terasa sangat ngilu. Inikah ajal?
Apakah benar ruh ku akan berpisah dari jasad?
Sungguh, ini sangat sakit sekali. Inilah kematian
orang yang malas untuk shalat. Jika aku dapat
mengulang waktu, aku akan mengabdikan
hidupku kepada Allah

swt. Sungguh, ini sangat sakit. Sudah cukup


bagiku untuk merasakan ini hanya sekali.
59

Jika benar aku mati, maka ini akan menjadi


pengalaman yang tak terlupakan. Aku ingin
menceritakan pengalaman ini kepada kedua
anakku yang tolol, tak tahu sopan santun, dan
sangat nakal. Huh, sudah pasti ini hanyalah
hayalan belaka. Orang mati tidak dapat berbicara
kepada orang hidup. Hidup? Apa itu hidup?

Sangat disayangkan sekali aku terlebih dahulu


berbicara dari orang buta yang ada
dibelakangku. Orang buta yang berbicara
tentang arti hidup. Aku merasakan ketidakadilan.
Namun aku sadar, rontaku tidak akan
diperdulikan. Tidak ada yang manusia yang akan
menolongku. Kemana juga ikan lumba-lumba
yang katanya selalu menolong orang yang
tenggelam dilaut. Itu semua dongeng. Dongeng
yang sering kusuarakan saat aku mabuk bersama
dengan teman-teman judiku.

Begitulah, penyesalan selalu datang dibelakang.


Penyesalan selalu tidak berguna. Aku terlambat
untuk antisipasi. Aku terlambat untuk belajar
hidup. Hatiku lebih keras dari batu. Selamat jalan
semua saudaraku. Aku telah berpisah dari
jasadku. Sangat sakit rasanya.

Untuk istriku, janganlah kau sesali pertengkaran


kita tadi. Maaf, aku tak dapat lagi menemanimu
membimbing semua anak-anak nakal kita.
60

Setelah ini, aku tidak lagi memikirkan dirimu. Aku


sekarang sibuk memikirkan diriku yang akan
disiksa karena perbuatan kotorku. Untuk anakku,
meskipun kalian sangat nakal dan tolol, aku
sangat menyayangi kalian. Selepas pergiku,
janganlah kau mengikuti jejakku. Aku
membutuhkan kiriman doa.

Untuk teman anakku, Hasan, aku sangat


berterima kasih atas petikan gitarmu yang
syahdu. Aku menjadi selalu terlambat pulang
kerumah. Yang akhirnya istriku selalu marah-
marah kepadaku. Dan memang istriku pemarah.
Aku heran, apa dia tidak lelah marah-marah
terus. Hasan, aku titip juga selamat ulang tahun
kepada orang yang ingin kau cintai, Vienna. Aku
rasa dia cocok untukmu.

Itu telah datang mahkluk berwarna putih


menghampiri jasadku. Itu bukan malaikat dan
bukan pula iblis. Itu adalah ikan paus yang akan
memakan jasadku. Oh, sangat kasihan jasadku.
Selamat tinggal semuanya. Selamat tinggal
semuanya.
61

Jalan Gajah Mada Tempatnya


Sungguh bodoh manusia akhir zaman ini.
Meskipun aku tidak tahu kapan zaman akan
berakhir, namun aku sudah dapat melihat tanda-
tandanya. Seminggu sudah aku berkeliling
dikawasan Indonesia yang dikatakan memiliki
jumlah Islam terbesar didunia, namun banyak
diantara mereka yang tidak mengenal
bagaimana Islam yang sebenarnya. Banyak
timbul aliran-aliran baru dalam Negara ini. Sekali
lagi aku bilang bodoh. Sudah tahu Muhammad
SAW adalah Nabi sekaligus Rasul terakhir dari
umat Islam, dan ajarannya juga jelas dari Al-
Qur’an dan Hadist, masih saja percaya dan
mencoba untuk percaya dan merasa bahwa ada
nabi setelah Rasulullah. Sebagian orang yang
menentangnya dengan melakukan kekerasan
untuk menghentikan ajaran-ajaran yang kusebut
bodoh tadi. Kekerasan memang harus dilakukan
bilamana cara yang lembut telah ditempuh. Apa
mereka tidak belajar dari Muhammad SAW?

Mayoritas umat Islam kini telah jauh melenceng


dari jalan yang diajarkan oleh Muhammad SAW.
Sudah barang tentu itu akan meringankan
tugasku dan prajuritku. Aku secara pribadi sangat
memuji ahklak Rasul umat Islam tersebut. Budi
pekertinya, sopan
62

santunnya, penghambaannya kepada Allah SWT,


dan lain sebagainya. Baiklah, sekarang aku akan
menceritakan beberapa contoh yang paling
dekat dengan kehidupan sehari-hari. Yaitu
istinjak.

Aku tak tahu apakah manusia-manusia ini tidak


belajar bagaimana istinjak yang benar?
Kebanyakan kaum lelaki kencing berdiri. Padahal
jika mereka kencing jongkok-sesuai yang
diajarkan oleh Rasulullah-, air kencing yang
mereka anggap najis tersebut tidak tersisa
disaluran penisnya. Dan secara otomatis, air
kencing yang tersisa tersebut akan keluar tanpa
sadar dan mengenai celana dalam mereka.
Celana itupun dibawa mereka dalam shalat-
shalat mereka. Tetapi begitulah, mereka banyak
yang kencing berdiri. Air kencing yang keluar dari
kelamin mereka akan menjadi mandi prajurit-
prajuritku. Tetap saja aku dan prajuritku menjadi
beruntung.

Aku telah lama berkenalan dengan Muhammad


SAW. Beliau adalah suri tauladan yang baik bagi
manusia. Jika seluruh umat manusia dimuka
bumi ini mengikuti jalan Beliau, maka kerja kami
tidak akan setenang seperti sekarang ini.
Lihatlah, prajuritku sekarang hanya merokok, dan
meminum minuman keras diwarung dan café-
café busuk yang manusia hedon
63

anggap megah. Prajuritku juga tertawa terbahak-


bahak diwarung-warung remang tempat
pelacuran. Mau tidak mau Aku juga tertawa kala
menyaksikan itu semua dan berucap “BODOH…
BODOH… Dasar manusia adalah Mahkluk yang
Bodoh”. Itulah sebabnya kunjunganku kemari
untuk membuat sebuah markas di jalan gajah
mada Jakarta. Kalian tahu dijalan gadjah mada
ada apa? Ya, disana ada tempat manusia banyak
melakukan perbuatan yang sering menjadi
rujukan kala manusia ingin sesuatu yang kami
sebut dengan kesenangan sesaat. Disana
terdapat sebuah diskotik megah yang membuat
manusia berpikiran pendek sangat ingin kesana.
Dan ketika mereka telah pernah kesana, mereka
akan ingin kesana lagi, lagi dan lagi. Tarikannya
sangat besar. Disana banyak gadis-gadis seksi
yang siap untuk menanggalkan bra untuk
memperlihatkan betapa seksinya dan idealnya
payudara miliknya. Payudara mereka siap
dipegang dengan cara menyelipkan uang
dibelahannya. Atau dengan memasukkan uang
kedalam celana dalam penari-penari.

Disana juga banyak minuman yang membuat


manusia melayang ketempat yang tinggi.
Melayang bersama nafsu birahi yang menggila.
Sungguh, melihat mereka membuat aku
bersama-temanku tertawa terkekeh-
64

kekeh. Mereka berhasil kami buat menjadi bidak-


bidak catur kelicikanku.

Tetapi kerja kami lebih berat disini dibandingkan


dengan temanku yang berada di Negara barat.
Orang-orang barat sudah memang menjadi
teman kami selama mereka masih tidak
mengikuti jalan Rasulullah SAW. Kalian dapat
melihat kelakuan orang-orang kafir yang berada
di Negara barat tersebut. Cara mereka
berhubungan seks sama seperti binatang.
Bahkan aku melihatnya lebih buruk dari
binatang. Binatang tidak memasukkan
kelaminnya kedalam lubang tempat buang tinja.
Tetapi aku sering melihat orang-orang kafir barat
melakukannya. Dan yang anehnya mereka
merasa sok senang dan sangat bergairah begitu
mereka melakukannya. Mereka merasa menang.
Mereka merasa puas.

Ada lagi yang membuat aku heran dengan orang-


orang yang berhubungan dengan semama
jenisnya. Manusia menyebutnya “Gay-untuk
sesama lelaki” dan “Lesby-untuk sesama
perempuan.” Aku rasa memang ada kelainan di
jiwa mereka. Di Al-Qur’an telah tercatat kejadian
kaum Luth beserta kehancuran kaumnya. Aku
melihat dengan mata dan kepalaku bagaiman
batu-batu jatuh dari langit bagai air hujan yang
sangat
65

lebat. Siapakah yang dapat mengelak dari


keadaan tersebut. Kenapa manusia tidak mau
belajar. Sangat wajarkan aku bilang mereka
bodoh? Mungkin belum sampai pelajaran ini
kepada mereka. Tetapi salah mereka juga kenapa
mereka tidak mencoba untuk belajar. Oh, maaf.
Aku hampir lupa bahwa mereka tidak mau belajar
karena godaan dari prajurit-prajuritku yang
militannya bukan main. Mereka tidak akan lepas
dari godaan kami. Sedetik, atau lebih tepatnya
sepersekian detik sekalipun.

Memang manusia adalah kaum yang bodoh.


Cuma kami yang pintar. Dan memang begitulah
kenyataannya. Tetapi memang begitulah kami.
Kesombongan itulah yang membuat kami diusir
dari Surga. Bagaimana mungkin kami bisa
tunduk kepada seorang manusia yang tercipta
dari tanah. Sedangkan kami terbuat dari api.

Sudah tahukah kau siapa diri kami sebenarnya?


Pelukis selalu menggambarkan kami dengan
buruk. Padahal mereka belum tentu tahu wujud
kami yang sebenarnya. Ketahuilah, kami dapat
berubah bentuk sesuai dengan keinginan kami.
Perkenalkan, Aku adalah Panglima Iblis yang
bertugas untuk memimpin prajuritku untuk
wilayah timur. Kami akan membuka

markas baru yang sangat besar dijakarta.


Tepatnya dijalan Gadjah Mada. Hati-hatilah,
66

jangan mencoba untuk masuk. Prajuritku sangat


militan. Karena prajuritku lebih tua dan
berpengalaman dibandingkan kalian umat
manusia.

Karena Penduduk Indonesia adalah penduduk


yang sangat labil, maka alasan ini juga yang
membuat aku membuat maskas disini. Aku
menyuruh prajuritku untuk membisikkan kepada
kepala keuangan yang memiliki kekuasaan
digedung-gedung megah untuk mengambil
sedikit uang yang ada dibrankas. Setelah berhasil
kami goda, kami akan cuci tangan dan
secepatnya pergi untuk mencari mangsa yang
lain. Karena manusia adalah mahkluk yang dapat
berfikir, kami selalu menyusupi pikirannya
dengan menganggap perbuatan kotor menjadi
perbuatan yang baik dan pantas dilakukan.
Karena itu adalah jasa yang pantas diterima oleh
manusia. Dan kami berhasil. Tetapi tidak selalu
berhasil. Kaum-kaum muda di Indonesia ini
sangat kuat. Tetapi lemah terhadap yang
namanya wanita. Disinilah kami masuk untuk
menggoda semua wanita agar membantu kami
menjalankan misi kami.

Aku memberitahukan bahwa aku sebagai


panglima tidak sanggup menggoda manusia
manakala dia dekat
67

dengan Allah. Sekali lagi berhati-hatilah.


Perbaikilah selalu niatmu wahai manusia. Jangan
menjadi temanku. Karena aku sangat berbahaya.
Aku bukan tipe teman sejati. Aku penghianat.
Sedangkan dengan Allah saja aku menjadi
pembangkang, apalagi dengan engkau kaum
manusia. Kaum yang lemah dan bodoh. Ha.. Ha..
Ha..

Ups. Jangan mengajariku tentang tauhid. Aku


pernah melihat Allah saat aku diciptakan. Aku
juga pernah merasakan surga. Aku juga dapat
mengajarimu tentang ilmu tauhid. Tetapi aku
tidak akan mau. Karena jika engkau kuajari,
maka aku tidak akan memiliki teman dineraka
nanti. Ya, inilah misi kami yang sebenarnya. Eh,
apakah kau percaya akan surga dan neraka. Jika
kau beriman kepada Kitab Allah-Taurat, Injil dan
Al-Qur’an, maka engkau tidak akan
menyangsikannya.

Aku tidak ingin terlalu banyak bicara, karena aku


banyak pekerjaan. Pesanku terhadap manusia
sekarang adalah belajarlah dan amalkanlah ilmu
yang telah dipelajari. Aku dan prajuriku telah siap
berada didepan, belakang, samping kanan dan
kiri untuk menyelewengkan pikiranmu tentang
semua hal. Kami akan terus menggoda kalian.
Kami akan terus
68

menggoda. Jika kalian mencoba memperbaiki


sebuah niat. Kami akan membelokkannya.
Begitulah seterusnya. Kita akan terus berperang
sampai hari akhir. Kami tidak perduli, baik itu
kyai, ulama, pemikir, ahli ibadah. Semua akan
kami goda sampai hancur dunia ini. Karena dunia
ini adalah perang. Ya, dunia adalah perang.
69

Berfikir Pelita Hati

Benarkah bahwa kebutaan sebuah bencana?


Untuk orang seperti aku, kini buta bukanlah
sebuah bencana. Buta menjadi sebuah
kebiasaan. Tongkat yang selalu bersamaku kini
menjadi teman sejati layaknya bayanganku
untuk menjalani hidup. Mungkin dalam kisah ini
aku tidak akan menceritakan apa yang terjadi
pada diriku hingga aku bisa buta seperti ini.
Terlepas dari itu semua, aku ingin berterima
kasih kepada tongkatku. Tongkat yang selalu
bersamaku kemanapun aku pergi. Atau lebih
tepatnya kemanapun aku hidup.

Hidup. Apa sebenarnya hidup? Apa tujuan hidup?


Pertanyaan ini sangat bersifat filsafat. Apakah
anda senang dengan pertanyaan-pertanyaan
filsafat seperti diatas? Terus terang, senang atau
tidak senang, dengarkanlah terus kisah ini.
Filsafat bukanlah sebuah teori yang harus
dihindari. Filsafat juga bukan sebuah ilmu yang
berat. Filsafat hanyalah wadah. Wadahnya adalah
pikiran.

Dasar filsafat adalah berfikir. Sedangkan berfikir


belum tentu filsafat. Memang benar, efeknya kita
dapat menisbikan segala sesuatu. tetapi itulah
hanyalah awal. Awalnya, otak terasa akan tercuci
70

oleh sesuatu yang baru. Karena terus menerus


mengejar

sesuatu yang baru, maka sesuatu itu akan


terjawab. Baiklah, mungkin ini terasa agak rumit.
Aku akan mengambil sebuah kasus. Sebuah
pertanyaan,seperti yang kita tahu, sangat jarang
sekali orang salah dalam melontarkan
pertanyaan, tetapi lebih sering orang salah
dalam menjawab pertanyaan. Kenapa bisa
begitu?

Pertama, pertanyaan akan memiliki banyak jalan


untuk sampai pada jawaban yang benar. Kedua,
jika pertanyaan terlalu sulit, maka pertanyaan itu
menjadi tertunda. Akan tetapi, dari sekian
banyak orang yang hidup didunia ini, peluang
orang untuk melontarkan pertanyaan yang sama
sangatlah besar. Jadi dengan terulangnya
pertanyaan tersebut–walau sesulit apapun–maka
akan lahir jawaban yang benar.

Sekarang kembali ke pertanyaanku yang


pertama. “Apa sebenarnya hidup ini?” aku ingin
tahu apa yang engkau pikirkan saat pertanyaan
ini timbul. Tetapi sayang sekali, komunikasi ini
hanya satu arah. Aku tidak dapat membaca apa
yang engkau pikirkan. Jadi maaf, engkau hanya
dapat mendengar apa yang aku pikirkan tentang
arti hidup.
71

Hidup. Hidup. Hidup. Ada hidup ada mati. Hidup


dulu baru mati. Kapan pertama sekali aku
dikatakan hidup.

Pertama sekali aku dikatakan hidup saat ruh dan


jasad bersatu, yaitu ketika aku lahir. Mati, belum
pernah kulalui. Tetapi aku tahu bahwa ini akan
terjadi padaku seperti yang sering kudengar.
Hidup dan mati adalah sebuah pasangan yang
sangat serasi.

Aku dapat sedikit menyimpulkan bahwa hidup


adalah konsep yang luas. Sangat luas. Dikatakan
luas karena hidup berhubungan dengan banyak
pihak. Jika kata hidup di beri kata imbuhan dan
awalan, kata ini akan menjadi kata jamak. Yaitu,
“Kehidupan”. Arti kehidupan akan menjadi lebih
kompleks lagi dari “hidup”.

Hidup lebih bersifat personal. Sedangkan


kehidupan merupakan kumpulan antara
mahkluk-mahkluk hidup yang berinteraksi.
Sebelum masuk lebih dalam, aku ingin lebih
menbedakan sebutan mahkluk hidup dan
mahkluk tidak hidup. Yang termasuk mahkluk
hidup adalah segala subjek yang memiliki
aktifitas. Manusia, hewan, dan tumbuhan
termasuk mahkluk hidup. Sedangkan mahkluk
tidak hidup adalah mahkluk yang diam. Tidak
ada aktifitas yang dibuatnya.
72

Batu. Anda ini sering mengatakan batu dengan


benda mati. Aku berfikir, bahwa setiap yang mati
berarti pernah hidup. Jadi tidak tepat jika anda
mengatakan

bahwa batu pernah hidup. Mulai sekarang


gantilah kata benda mati menjadi menjadi
mahkluk tidak hidup. Sekarang telah jelas
tentang hidup, mati, dan tidak hidup, serta
kehidupan.

Hidup terhimpun didalam kehidupan. Layaknya


sebuah teori himpunan dalam matematika, ada
yang dikenal dengan bagian semesta, arsiran,
dan gabungan. Semesta itulah kehidupan.
Banyak lingkaran yang bersatu didalam
kehidupan. Beberapa lingkaran yang
digabungkan selalu memiliki arsiran. Arsiran
inilah merupakan sebuah hubungan antar
sesama manusia.

Untuk berhubungan dengan sesama manusia,


ada indra yang bermain. Mata adalah indra yang
paling berperan dalam setiap momen dan paling
memahami adanya kesempatan. Kekuatan mata
dapat dikalahkan oleh telinga. Karena telinga
langsung kepusat saraf otak. Terlebih juga,
telinga adalah indra yang sangat waspada.
Contoh, kita sedang membaca disebuah buku
dibawah pohon cemara. Tempatnya agak semak,
namun sangat indah. Karena dikejauhan terlihat
73

gunung dan laut yang indah, dan kita


membiarkan diri kita larut bersama buku yang
dibaca. Tiba-tiba telinga mendengar suara kresek
dengan suara yang mengucapkan huruf “s”
berulang-ulang tanpa henti.

Telinga langsung memutus hubungan mata


dengan otak. Otak menjadi lebih konsentrasi
kepada telinga. Otak merespon suara itu dan
menerka mahkluk apa yang bersuara itu. Karena
basis data otak telah pernah merekan suara yang
sama demgan itu, langsung otak menyimpulkan
bahwa mahkluk itu adalah Ular atau sejenisnya.
Sampai disini aku yakin kau pasti setuju bahwa
telinga adala indra yang paling waspada
dibandingkan dengan indra yang lain. Bagaimana
dengan mata.

Aku ingin memberitahukan kepada kalian bahwa


mata adalah indra yang sangat rentan tertipu.
Dia butuh indra lain untuk membuktikan
kebenaran yang dilihatnya. Agar menjadi lebih
jelas, aku akan memberikan sebuah contoh yang
lain. Saat mata melihat ada sebuah kayu masuk
kedalam akuarium, mata akan melihat bahwa
kayu tersebut patah tepat diperpisahan antara
udara dan air. Tetapi jika kita raba dengan
tangan, ternyata kayu sama sekali tidak patah.
Disini jelaslah bahwa mata adalah indra yang
rentan tertipu.
74

Namun bagaimana dengan hidung dan lidah. Aku


lebih setuju dengan pernyataanku bahwa lidah
dan hidung

sangat merespon sesuatu yang berhubungan


dengan makanan.

Hahaha. Terjadi skor 1-0. Aku berhasil mengajak


kalian keliling tak tentu arah. Tema pokok kita
adalah hidup dan kehidupan. Dan itu semua
peran otak yang memiliki ilmu. Apakah kalian
merasa tertipu? Sudahlah, skor telah 1-0. Dan
kalian tidak akan bisa membalasnya. Tetapi
jangan berkecil hati, jika keliling tentang indra
tadi berguna, kau harus bersyukur. Jika tidak
berguna, jangan hentikan membaca. Teruslah
membaca. Aku yakin ada makna yang tersirat
disini. Setelah ini aku akan menceritakan kepada
kalian sesuatu yang luar biasa. Semoga dengan
membaca yang dibawah ini. Kalian tidak akan
buram lagi tentang kehidupan.

Aku yakin kalian tidaklah buta. Jika kalian buta,


kalian tidak akan pernah membaca buku ini. Aku
juga tahu kalian juga tidak pernah merasakan
menjadi buta. Tapi ingat, jangan menginginkan
untuk menjadi buta. Karena meminta buta
tidaklah baik.

Dalam Al-Qur’an pada surah Al-A’raf ayat 179


mengatakan “Dan sesungguhnya Kami jadikan
untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari Jin
75

dan Manusia, mereka mempunyai hati, tetapi


tidak dipergunakannya

untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka


mempunya mata (tetapi) tidak dipergunakan
untuknya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi)
tidak di-pergunakannya untuk mendengar (Ayat-
ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai.”

Sangat dalam isi ayat ini. Ayat ini menyinggung


indra. Secara tersurat, ayat ini sudah sangat
jelas. Namun secara tersirat, banyak diantara
kita masih jelas tersindir oleh ayat ini. Kita
mempunyai hati, namun kita sangat jarang untuk
memahami Ayat-ayat Allah. Kita mempunyai
mata, namun kita sangat jarang melihat tanda-
tanda kekuasaan Allah swt. Kita juga punya
telinga, namun kita jarang mempergunakan
untuk mendengar Ayat-ayat Allah.

Hati kita terlalu sibuk dengan sesuatu yang tidak


jelas hingga hati kita menjadi busuk. Hati kita
masih banyak tersimpan ragu-ragu, dendam,
angkuh, sombong, rakus, dan lain sebagainya.
Kita terlalu asyik dengan itu semua. Begitu juga
dengan mata (yang telah kita bahas diatas
bahwa indra ini sangat rentan tertipu). Mata
76

terlalu tertarik dengan keindahan yang menipu.


Telinga kita juga terlalu asyik mendengar

perkataan yang sia-sia. Dan akhirnya kita pun


menjadi lalai. Jika kita terlalu sering lalai seperti
ini, jadilah kita manusia yang lebih sesat dari
pada binatang.

Banyak penyakit dalam hati manusia. Semua


berbahaya. Ragu-ragu ini yang paling kacau.
Ragu-ragu akan sesuatu dapat menyebabkan
ketidak percayaan terhadap sesuatu. Jika
dihubungkan dengan Agama, maka ragu-ragu ini
akan menimbulkan sikap skeptis dalam dada.
Semua amal baik yang dilakukan akan menjadi
setengah-setengah. Akhirnya, Agama akan
kehilangan daya tarik rasionalnya, otoritas
moralnya, dan keampuhan spiritual. Karena
Agama adalah totalitas. Agama adalah Kaffah.

Sombong juga tak kalah kacaunya. Perbuatan


buruk yang pertama dilakukan terjadi dalam
sejarah jin dan manusia adalah sombong.
Golongan iblislah yang melakukannya. Karena
iblis merasa bahwa dia lebih tinggi derajadnya
yang tercipta dari api dibandingkan manusia
yang tercipta dari tanah, dia tidak mau mau
menuruti perintah Allah untuk sujud kepada
Adam. Inilah dosa pertama terjadi. Sombong
adalah sifat Iblis. Diam juga dapat diartikan
menjadi sombong, jika diam tidak ditempatkan
77

pada tempatnya. “Diam itu Emas” kata pepatah


lama. Namun aku

manambahkan “Kebanyakan diam dapat berarti


sombong, dapat juga berarti bodoh”.

Sekarang kita beralih ke indra “Mata”. Karena


aku sangat hobi dengan permainan bola, aku
ingin memberitahukan kepada orang yang belum
tahu tentunya bahwa di dalam persepak-bolaan
dunia, orang buta pun diberikan wadah untuk
bermain bola. Yang sering menang dalam
pertandingan piala dunia adalah Argentina dan
Brazil. Mereka main bola sama seperti orang
melihat. Hanya saja ukuran lapangan bola
seukuran dengan lapangan futsal. Melihat gaya
permainan mereka, mereka dapat mengoper bola
satu sama lain dengan tepat. Indra pendengaran
mereka berfungsi dengan baik.

Banyak orang buta dapat melakukan aktifitas


yang diperbuat oleh orang yang dapat melihat.
Buktinya adalah ceritaku diatas. Karena
kehilangan sebuah indra, maka indra yang lain
harus dimaksimalkan. Semua indra tentunya.
Untuk dapat berhasil memaksimalkan indra yang
lain, butuh “penekanan” yang kuat. Sebenarnya
kata “penekanan” hampir sama dengan
“paksaan”. Aku lebih memilih menggunakan
penekanan karena pada kata “paksaan” terdapat
ketidak ikhlasan.
78

Bagaimana sekiranya orang yang dapat melihat


melakukan penekanan terhadap seluruh
indranya? Asalkan penekanan indranya tepat
sasaran, aku sangat yakin, orang itu akan
menjadi sangat luar biasa.

Bagaimana dengan aku, seorang yang buta.


Orang lain sangat susah membedakan saat aku
tidur dan saat aku terjaga. Orang juga sangat
sulit membedakan saat aku berfikir. Jika orang
melihat berfikir, terkadang mereka memejamkan
mata untuk memusatkan perhatian pikirannya.
Inilah kelebihan kami sebagai orang buta, untuk
memusatkan pikiran, kami sangatlah mudah.
Mungkin inilah yang membuat aku sampai
berfikiran sejauh ini. Namun aku juga tidak
menafikan orang yang melihat bahwa mereka
dapat melanpaui pemahamanku tentang
sesuatu, karena indra mereka lengkap. Sangat
rugilah orang yang dapat melihat tidak dapat
melanpaui kelebihan dari orang buta.

Karena aku adalah mahkluk nomor dua terakhir


berbicara pada buku ini, mari kita bermain-main
lagi dalam pikiran kita sendiri. Sangat sayang jika
otak dibiarkan diam. Sedangkan kerja otak
adalah berfikir.

Mari kita bayangkan jika kita hidup hanya 60


detik. Dan kondisi saat itu malam. Mungkin kita
79

berfikir bahwa dunia ini hanya malam hari.


Tiadak ada siang,

sore atau pun hujan. Atau bisa jadi kita belum


mengerti apa itu malam karena belum ada yang
mengajari kita. Ataupun kita tak mau tau karena
kita hidup hanya sebentar. Dan ajal berada di
depan mata.

Apa yang bisa kita lakukan dari cerita diatas?


Inilah ilmu. Semakin sedikit kita hidup dimuka
bumi, semakin sedikit peluang kita untuk
mendapatkan ilmu. Sebaliknya, peluang kita
menjadi besar saat kita memiliki waktu hidup.
Ilmu membentuk pola pikir. Pola pikir akan
menuntun kita hidup dalam kehidupan. Mungkin
inilah maksud ayat Al-Qur’an diatas. Merugilah
orang yang tidak menggunakan indranya dengan
sebaik-baiknya.

Dipenghujung ini, hanya inilah yang dapat aku


pesankan sebagai orang buta. Aku memiliki
kelemahan fisik yang membuat otakku bekerja
ekstra keras. Aku tak mampu melihat bagaimana
dunia sekarang. Untuk orang yang dapat melihat,
diatas aku telah menerangkan bagaimana arti
hidup menurut pandanganku sendiri. Buta bukan
berarti berhenti berfikir. Hidup adalah menjadi
manusia. Manusia seutuhnya. Manusia yang
hidup dengan penuh cinta.
80

Bencana dan berkah selalu datang bersamaan.


Tergantung penilaian masing-masing. Buta
bukanlah

bencana dan berkah. Ini hanyalah perputaran


hidup. Siapa yang menjadi yang terbaik.

Sebelum kuakhiri cerita ini, aku ingin


mengucapkan selamat ulang tahun kepada
Vienna. Jadilah bunga mawar yang selalu
anggun, tetap anggun, dan sesungguhya Vienna
itu memang anggun. Lebih kurang aku meminta
maaf. Aku hanyalah manusia buta yang ingin
turut memeriahkan ulang tahun untuk Vienna,
dan untuk memberi tahu bahwa Vienna telah
hidup sebanyak 7.671 hari sampai tanggal 9
desember 2008 ini.
81

Penutup
Kini giliran aku yang berbicara. Mungkin penulis
memilih giliran yang terakhir padaku karena
sebagai pelengkap kesederhanaan buku ini. Ah,
apapun itu, aku

sangat berterima kasih kepada penulis karena


telah memberikan kesempatan kepadaku untuk
turut mengucapkan selamat ulang tahun kepada
Vienna yang berulang tahun pada tanggal 9
desember ini. Walaupun terlambat, aku yakin
perempuan itu akan senang membaca ucapan
selamat ini.

Perkenalkan, aku adalah sebuah penutup buku


yang tipis. aku datang kepadamu dengan penuh
harapan agar aku dapat mengucapkan selamat
ulang tahun. Sebagai perkenalan, aku ingin
menceritakan asal usulku hingga aku tercipta.
Pertama–tama aku hadir dalam otak penulis
dalam bentuk ide. Syukurlah aku datang tepat
sasaran dan tepat waktu. Maksudnya, aku datang
ketempat yang benar, dan waktunya saat malam
yang sepi. Eh, bukan malam. Ini telah subuh. Jadi
kita berhenti sebentar, karena penulis ingin
shalat subuh.

…………………

…………………
82

Baiklah, aku rasa penulis sekarang sudah cukup


tenang. Dia telah selesai shalat. Aku akan
melanjutkan cerita yang tertunda tadi. Jum’at,
tanggal 4 desember aku lahir dari tangan
penulis. Sistem kerja

saraf otak bagian lobus frontalis dengan cepat


bekerja untuk merangkai kata. Saat aku
dilahirkan, aku tahu penulis belum tidur satu
malaman. Sehabis pulang kuliah tepatnya jam
sembilan malam, penulis langsung shalat isya.
Kemudian ia langsung membuka notebooknya
dan mulai belajar untuk ujian kursus jaringannya
sehabis shalat jum’at nanti. Enam jam lamanya
dia belajar menjawab soal. Lalu dia memutuskan
untuk tidur. Lima menit berbaring di tempat
tidur, penyakit yang dideritanya setiap malam
mulai kambuh. Yaitu, pegal-pegal dibagian betis
kiri. Mungkin kebanyakan berjalan. Inilah yang
selalu menghambat penulis untuk tidur cepat.

Sembari memijit bagian yang terasa sakit, hati


penulis mulai berbicara.

Sekarang telah tanggal empat. Lima hari lagi


ultahnya Vienna. Aku ingin mengirimkan
sembilan buah cerpen. Agar sama dengan
tanggal lahirnya. Tetapi baru ada enam. Itupun
masih belum selesai semua. Semua masih dalam
kerangka pikiran. Kado yang lain pun telah
kubeli. Semoga dia suka. Sebenarnya aku juga
83

ingin menambahkan satu buah bunga mawar


untuk melengkapinya. Tetapi uang ku?

Oh, bukan amerika dan eropa saja yang krisis


ekonomi. Akupun termasuk mengalami krisis
ekonomi. Kapan ya aku bisa menyelesaikan
semua yang ingin kuberi ini? Hari ini aku ujian.
Habis ujian aku kuliah. Habis kuliah aku cari
bahan untuk ujian hari sabtu. Habis cari bahan
tentunya aku belajar untuk ujian esok. Selesai
ujian magrib atau sore. Sedangkan kantor pos
tutup jam tiga. Eh, aku kok bicara kantor pos.
apa yang mau aku kirim. Selain tidak ada uang,
cerpen juga belum selesai. Minggu libur. Senin
hari raya kurban. Selasa apa sudah dapat
kiriman atau belum ya? Semoga semua telah
selesai. Eh, selasa Vienna sudah ultah.
Bagaimana ini. Ah.. Sial kali awak.

Hmm, Aku heran, apa aku dinamakan sok


pahlawan? Apa aku mengharap sesuatu yang
lain. Astaghfirullah. Kenapa aku berfikir seperti
ini. Lebih baik aku tidur. Tapi betisku sakit sekali.
Ayolah mata. Tidur. Tidur. Aku besok banyak
kerjaan. Apa aku harus minum obat tidur agar
aku dapat segera tidur? Tidak, pengalamanku
kemaren buruk tentang obat tidur. Aku tidak jadi
praktikum dan gugur karena terlalu lelap tertidur.

Ayo tidur. Ayo tidurlah mataaa……


84

Ugh……Ting…… aku dapat ide……

Sudah jelaskah bagaimana benihku muncul


dalam pikiran penulis. Penulis langsung
membuka notebook. Mengaktifkannya, dan
langsung melahirkan aku menjadi sebuah kata-
kata yang membentuk kalimat.

Aku sebagai buah karya yang telah diciptakan


oleh penulis, mengetahui bagaimana kondisi
penulis saat melahirkanku dan teman-teman
cerpenku yang lain. Ada kewajiban moral didalam
hatiku untuk meminta maaf karena kado ini
datang terlambat. Aku tahu penulis sangat
menyesal. Penulis tidak ingin memberikan alasan
penyesalan apa yang dirasakannya. Karena
penulis menganggap bahwa alasan dapat
menimbulkan alasan lainnya. Semakin banyak
alasan semakin banyak kebohongan.
Kebohongan lebih dekat pada kemunafikan.
Begitulah seterusnya, dan itu takkan
berkesudahan. Melalui aku dan teman cerpenku,
penulis minta maaf sedalam-dalamnya.

Aku juga ingin meminta maaf kalau teman-


temanku dimuka tidak sebaik maha karya penulis
hebat yang berada di timur tengah dan daratan
eropa. Penulisku ini hanyalah pelajar biasa, yang
senantiasa belajar untuk berproses. Karena
penulis sama sekali tidak tahu pasti akan
85

menjadi apa penulis nantinya. Begitu juga


dengan aku, aku tidak tahu dimana letakku dan

menjadi apa aku nanti. Bisa jadi aku berada


dilubang sampah. Bisa jadi juga aku
berterbangan menjadi debu. Bisa jadi juga aku
berada didalam hati Vienna. Meskipun punya
planning masa depan, tetap saja tidak bisa
dipastikan planning tersebut tercapai.

Oh iya, penulis, aku dan teman-teman cerpenku


yang lain ingin mengucapkan sekali lagi

SELAMAT ULANG TAHUN yang ke-21

Semoga panjang umur dan mendapat berkah


dari Allah SWT.

Amin

Sekian. Salam manis dari kami.

Wassalam
86

Yakin Usaha
Sampai
87

You might also like