You are on page 1of 11

JUDUL : NAMA KOMODITAS (Arial 14, Kapital, Bold) I. SUB JUDUL (Arial 11, Kapital, Bold) A.

Sub Sub Judul (Arial 11, Bold) (1). Sub sub sub Judul (Arial 11, Bold)

II. SUB JUDUL (Arial 11, Kapital, Bold) A. Sub Sub Judul (Arial 11, Bold) (1). Sub sub sub Judul (Arial 11, Bold)

Keterangan: Arial 11, spasi 1, paper size A4, margin default (lihat file ini) Antar sub judul spasi 2x enter Antara sub judul dengan uraian spasi 1x enter Paragraf baru : margin pinggir kiri (tidak masuk ke dalam), spasi 1 x enter dari paragraf sebelumnya. Bahasa Asing italic Panjang makalah 5 7 halaman. Max 10 halaman. Model Bulletnya seperti ini aja ya.

KAKAO
I. PROFIL KOMODITAS A. Profil SIngkat Kakao atau cokelat mempunyai nama latin Theobroma cacao L. dengan kalsifikasi sebagai berikut : Kingdom: Plantae (Tumbuhan) Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas: Dilleniidae Ordo: Malvales Famili: Sterculiaceae Genus: Theobroma Spesies: Theobroma cacao L.

Cokelat atau kakao merupakan tanaman perkebunan/industri berupa pohon yang dikenal di Indonesia sejak tahun 1560, namun baru menjadi komoditi yang penting sejak tahun 1951. Pemerintah Indonesia mulai menaruh perhatian dan mendukung industri kakao pada tahun 1975, setelah PTP VI berhasil menaikan produksi kakao per hektar melalui penggunaan bibit unggul Upper Amazon Interclonal Hybrid, yang merupakan hasil persilangan antar klon dan sabah. Tanaman tropis tahunan ini berasal dari Amerika Selatan. Penduduk Maya dan Aztec di Amerika Selatan dipercaya sebagai perintis pengguna kakao dalam makanan dan minuman. Sampai pertengahan abad ke XVI, selain bangsa di Amerika Selatan, hanya bangsa Spanyol yang mengenal tanaman kakao. Dari Amerika Selatan tanaman ini menyebar ke Amerika Utara, Afrika dan Asia. Biji kakao merupakan salah satu komoditi perdagangan yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam rangka usaha memperbesar/meningkatkan devisa negara serta penghasilan petani kakao. Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain kurang terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten. Hal tersebut tercermin dari harga biji kakao Indonesia yang relatif rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan dengan harga produk sama dari negara produsen lain. Namun disisi lain kakao Indonesia juga mempunyai keunggulan yaitu mengandung lemak coklat dan dapat menghasilkan bubuk kakao dengan mutu yang baik.
B. Penggolongan/Klasifikasi dalam Komoditi Kakao Tanaman kakao yang ditanam di perkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (bulk cocoa atau kakao lindak), Criolo (fine cocoa atau kakao mulia), dan hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero dan Criolo). Pada perkebunan perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis. C. Penggunaan Komoditi Kakao

Biji bentuk bubuk ini banyak dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman, seperti susu, selai, roti, dan lainlain. Buah cokelat yang tanpa biji dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak. Buah cokelat bisa dipanen apabila terjadi perubahan warna kulit pada buah yang telah matang. Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang, cokelat memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah matang dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang lepas dari kulit bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanya berbunyi. Ketelatan waktu panen akan berakibat pada berkecambahnya biji di dalam. Terdapat tiga perubahan warna kulit pada buah cokelat yang menjadi kriteria kelas kematangan buah di kebun kebun yang mengusahakan cokelat. Secara umum kriteria tersebut tersaji padaTabel 1.
Tabel 1. Perubahan Warna Dan Pengelompokan Kelas Kematangan Buah

Perubahan Warna Kuning Kuning Kuning Kuning tua

Bagian Kulit Buah yang Mengalami Perubahan Warna Pada alur buah Pada alur buah dan punggung alur buah Pada seluruh permukaan buah Pada seluruh permukaan buah

Kelas Kematangan Buah C B A A+

Biji buah coklat/kakao yang telah difermentasi dijadikan serbuk yang disebut sebagai coklat bubuk. Coklat ini dipakai sebagai bahan untuk membuat berbagai macam produk makanan dan minuman. Buah coklat/kakao tanpa biji dapat difermentasi untuk dijadikan pakan ternak. Biji kakao merupakan sumber ekonomi kakao. Dari biji kakao tersebut, dapat diproduksi empat jenis produk kakao setengah jadi yaitu: cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake and cocoa powder dan cokelat. Walaupun pasar untuk cokelat merupakan konsumen terbesar dari biji kakao, produk kakao setengah jadi seperti cocoa powder dan cocoa butter, namun dapat juga digunakan untuk keperluan lain. Cocoa powder umumnya digunakan sebagai penambah citarasa pada biscuit, ice cream, minuman susu dan kue. Sebagian lagi juga digunakan sebagai pelapis permen atau manisan yang dibekukan. Cocoa powder juga dikonsumsi oleh industri minuman seperti susu cokelat. Selain untuk pembuatan cokelat dan perment, kakao butter juga dapat digunakan pembuatan rokok, sabun dan kosmetika. Secara tradisional juga dapat menyembuhkan luka bakar, batuk, bibir kering, demam, malaria, rematik, digigit ular dan luka. Juga dapat digunakan sebagai antiseptik dan diuretic.

D. Permasalahan Komoditas Kakao Indonesia Beberapa permasalahan yang dihadapi komoditas ini antara lain masih rendahnya produktivitas komoditas kakao yang disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : (a) penggunaan benih asalan, belum banyak digunakan benih klonal, (b) masih tingginya serangan hama PBK (penggerek buah kakao), hingga saat ini belum ditemukan klon kakao yang tahan terhadap hama PBK, (c) sebagian besar perkebunan berupa perkebunan rakyat yang dikelola masih dengan cara tradisional dan (d) umur tanaman kakao sebagian besar sudah tua, di atas 25 tahun jauh di atas usia paling produktif 13-19 tahun. (e) Pengelolaan produk kakao masih tradisional (85% biji kakao produksi nasional tidak difermentasi) sehingga mutu kakao Indonesia dikenal sangat rendah (berada di kelas 3 dan E. Proses Pengolahan Kakao Proses pengolahan buah kakao menentukan mutu produk akhir kakao, karena dalam proses ini terjadi pembentukan calon citarasa khas kakao dan pengurangan cita rasa yang tidak dikehendaki, misalnya rasa pahit dan sepat. Pemeraman Buah. Pemeraman buah bertujuan, memperoleh keseragaman kematangan buah serta memudahkan pengeluaran biji dari buah kakao. Buah dimasukan kedalam keranjang rotan atau sejenisnya disimpan ditempat yang bersih dengan alas daun daunan dan permukaan tumpukan ditutup dengan daundaunan . Pemeraman dilakukan ditempat yang teduh, serta lamanya sekitar 5-7 hari (maksimum 7 hari). Pemecahan Buah Pemecahan atau pembelahan buah kakao dimaksudkan untuk mendapatkan biji kakao, pemecahan buah kakao harus dilakukan secara hati-hati, agar tidak melukai atau merusak biji kakao. Pemecahan buah kakao dapat menggunakan pemukul kayu atau memukulkan buah satu dengan buah lainnya, harus dihindari kontak langsung biji kakao dengan benda benda logam, karena dapat menyebabkan warna biji kakao menjadi kelabu. Biji kakao dikeluarkan lalu dimasukan dalam ember plastik atau wadah lain yang bersih, sedang empulur yang melekat pada biji dibuang. Fermentasi Fermentasi dimaksudkan untuk memudahkan melepas zat lendir dari permukaan kulit biji dan menghasilkan biji dengan mutu dan aroma yang baik, selain itu menghasilkan biji yang tahan terhadap hama dan jamur, selama penyimpanan dan menghasilkan biji dengan warna yang cerah dan bersih. Ada beberapa cara fermentasi biji kakao yaitu : Fermentasi dengan kotak/peti fermentasi

Biji kakao dimasukkan dalam kotak terbuat dari lembaran papan yang berukuran panjang 60 cm dengan tinggi 40 cm (kotak dapat menampung 100 kg biji kakao basah) setelah itu kotak ditutup dengan karung goni/daun pisang. Pada hari ke 3 (setelah 48 jam) dilakukan pembalikan agar fermentasi biji merata. Pada hari ke 6 biji-biji kakao dikeluarkan dari kotak fermentasi dan siap untuk dijemur. Fermentasi menggunakan keranjang bambu Keranjang bambu terlebih dahulu dibersihkan dan dialasi dengan daun pisang baru kemudian biji kakao dimasukan (keranjang dapat menampung 50 kg biji kakao basah) Setelah biji kakao dimasukan keranjang ditutup dengan daun pisang. Pada hari ke 3 dilakukan pembalikan biji dan pada hari ke 6 biji-biji dikeluarkan untuk siap dijemur. Perendaman dan Pencucian. Tujuan perendaman dan pencucian adalah menghentikan proses fermentasi dan memperbaiki kenampakan biji. Sebelum pencucian dilakukan perendaman 3 jam untuk meningkatkan jumlah biji bulat dengan kenampakan menarik dan warna coklat cerah. Pencucian dapat dilakukan secara manual (dengan tangan) atau menggunakan mesin pencuci. Pencucian yang terlalu bersih sehingga selaput lendirnya hilang sama sekali, selain menyebabkan kehilangan berat juga membuat kulit biji menjadi rapuh dan mudah terkelupas. Umunya biji kakao yang dicuci adalah jenis edel sedangkan jenis bulk tergantung pada permintaan pasar. Pengeringan Pelaksanaan pengeringan dapat dilakukan dengan menjemur, memakai mesin pengering atau kombinasi keduanya. Pada proses pengeringan terjadi sedikit fermentasi lanjutan dan kandungan air menurun dari 55- 60 % menjadi 6-7 %, selain itu terjadi pula perubahan-perubahan kimia untuk menyempurnakan pembentukan aroma dan warna yang baik. Suhu pengeringan sebaiknya antara 55-66 c dan waktu yang dibutuhkan bila memakai mesin pengering antara 20-25 jam, sedang bila dijemur waktu yang dibutuhkan 7 hari apabila cuaca baik,tetapi apabila banyak hujan penjemuran 4 minggu. Bila biji kurang kering pada kandungan air diatas 8% biji mudah ditumbuhi jamur. Sortasi Biji. Sortasi Biji Kakao Kering dimaksudkan untuk memisahkan antara biji baik dan cacat berupa biji pecah, kotoran atau benda asing lainya seperti batu, kulit dan daun-daunan. Sortasi dilakukan setelah 1-2 hari dikeringkan agar kadar air seimbang, sehingga biji tidak terlalu rapuh dan tidak mudah rusak, sortasi dilakukan dengan menggunakan ayakan yang dapat memisahkan biji kakao dengan kotoran-kotoran. Pengemasan dan Penyimpanan Biji Biji kakao dikemas dengan baik didalam wadah bersih dan kuat, biasanya menggunakan karung goni dan tidak dianjurkan menggunakan karung plastik. Biji kakao tidak disimpan dalam satu tempat dengan produk pertanian lainnya yang berbau keras, karena biji kakao dapat menyerap bau-bauan tersebut. Biji kakao jangan disimpan di atas para-para dapur karena dapat mengakibatkan biji kakao berbau asap.

Biji kakao disimpan dalam ruangan, dengan kelembaban tidak melebihi 75 % ventilasi cukup dan bersih. II. POHON INDUSTRI

Produk olahan dari biji kakao yang bisa dihasilkan antara lain pasta, lemak, dan bubuk cokelat. Produk ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri makanan, farmasi, dan kosmetika. Pasta cokelat atau cocoa mass atau cocoa paste dibuat dari biji kakao kering melalui beberapa tahapan proses sehingga biji kakao yang semula padat menjadi bentuk cair atau semicair. Pasta cokelat dapat diproses lebih lanjut menjadi lemak dan bubuk cokelat yang merupakan bahan baku pembuatan produk makanan dan minuman cokelat . Lemak cokelat atau cocoa fat atau cocoa butter merupakan lemak nabati alami yang mempunyai sifat unik, yaitu tetap cair pada suhu di bawah titik bekunya. Lemak cokelat dikeluarkan dari pasta cokelat dengan cara dikempa atau dipres. Pasta kakao dimasukkan ke dalam alat kempa hidrolis yang memiliki dinding silinder yang diberi lubang-lubang sebagai penyaring. Cairan lemak akan keluar melewati lubang-lubang tersebut, sedangkan bungkil cokelat sebagai hasil sampingnya akan tertahan di dalam silinder.

Lemak cokelat mempunyai warna putih kekuningan dan berbau khas cokelat. Lemak cokelat mempunyai tingkat kekerasan yang berbeda pada suhu kamar, tergantung asal dan tempat tumbuh tanamannya. Lemak cokelat dari Indonesia, khususnya Sulawesi memiliki tingkat kekerasan lebih tinggi bila dibandingkan lemak cokelat dari Afrika Barat; dan sifat ini sangat disukai oleh pabrik makanan cokelat karena produk menjadi tidak mudah meleleh saat didistribusikan ke konsumen. Bubuk cokelat atau cocoa powder diperoleh melalui proses penghalusan bungkil (cocoa cake) hasil pengempaan. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, setelah penghalusan perlu dilakukan pengayakan. Bubuk cokelat relatif sulit dihaluskan dibandingkan bubuk/tepung dari biji-bijian lain karena adanya kandungan lemak. Lemak yang tersisa di dalam bubuk mudah meleleh akibat panas gesekan pada saat dihaluskan sehingga menyebabkan komponen alat penghalus bekerja tidak optimal. Pada suhu yang lebih rendah dari 34C, lemak menjadi tidak stabil menyebabkan bubuk menggumpal dan membentuk bongkahan (lump).

III. RENDEMEN I. Rendemen Hasil Produk Olahan Setengah Jadi Cokelat Dalam pengolahan biji kakao menjadi produk setengah jadi cokelat terjadi penyusutan bobot pada setiap tahapan sehingga didapatkan rendemen hasil dari masing-masing produk pasta, lemak, dan bubuk. Rendemen hasil olahan biji kakao menjadi produk setengah jadi untuk setiap tahapan proses dapat dilihat pada Gambar 1. Biji kakao kering yang dipergunakan untuk pengolahan produk setengah jadi cokelat sekitar 10 kg. Dari 10,13 kg biji kakao kering yang disangrai, diperoleh 9,77 kg biji kakao sangrai. Biji kakao sangrai kemudian dipisahkan antara bagian daging biji (nib) dengan kulitnya menggunakan mesin pengupas kulit ( desheller). Pecahanpecahan nib yang diperoleh sebanyak 7,83 kg (sekitar 77,33% dari berat biji kakao kering) dan bagian ini yang akan digunakan untuk proses pengolahan produk cokelat selanjutnya; Kadar kulit ari yang dapat memenuhi spesifikasi mutu biji kakao sebagai bahan baku produk cokelat adalah 12-13%; atau dengan kata lain, kadar nib yang memenuhi spesifikasi adalah 87-88%. Sebagai bahan baku makanan/minuman cokelat, pecahan nib harus dihancurkan sampai ukuran tertentu menjadi cairan kental yang disebut pasta. Pasta cokelat yang dapat dihasilkan dari 7,83 kg nib adalah sebanyak 7,80 kg (sekitar 77,00% dari berat biji kakao kering). Dari pasta cokelat dapat diproses lebih lanjut untuk mengeluarkan lemak cokelat, yaitu dengan cara pengempaan atau pengepresan dengan hasil samping berupa bungkil cokelat yang dapat diolah lebih lanjut menjadi bubuk cokelat.

Biji kakao kering (W = 10,13 kg)

Penyangraian (W = 9,77 kg)

Pemisahan kulit

Kulit biji

Daging biji/Nib (W = 7,83 kg)

Pemastaan

Pasta Cokelat (W = 7,80 kg)

Pengempaan

Lemak cokelat (V = 3,06 L ~ W = 2,45 kg)

Bungkil (W = 5,00 kg) Bubuk cokelat ( W = 4,77 kg)

Gambar 1. Rendemen Hasil Olahan Biji Kakao Menjadi Produk Setengah Jadi (Kapasitas 10 Kg Biji Kakao Kering)

Dari 7,80 kg pasta cokelat dapat dihasilkan lemak cokelat sebanyak 3,06 liter atau 2,45 kg (sekitar 24,21% dari berat biji kakao kering atau 31,44% dari berat pasta) dan 5,00 kg bungkil cokelat. Dari proses penghalusan dan pengayakan bungkil, didapatkan bubuk cokelat halus sebanyak 4,77 kg (sekitar 47,05% dari berat biji kakao kering atau 61,11% dari berat pasta. Rendemen lemak yang diperoleh dari proses pengempaan sangat dipengaruhi oleh suhu pasta, kadar air pasta, kadar protein pasta, ukuran partikel pasta, tekanan kempa, dan lama waktu pengempaan (Mulato et al., 2002). Umumnya, dengan keadaan yang ideal, lemak cokelat yang bisa didapatkan dari proses pengempaan adalah 475525 ml per kg pasta cokelat yang dipres atau sekitar 48% dari berat pasta dengan hasil samping (52%) berupa bungkil.

Proporsi rendemen hasil olahan kakao menjadi produk setengah jadi seperti disebut di atas tidak selalu tetap dan akan berubah tergantung pada spesifikasi biji kakao, seperti kadar air, kadar lemak, dan kadar kulit biji kakao sebagai bahan baku produk. IV. FAKTOR KRITIS Proses menghasilkan biji kakao yang baik dimulai dari tahapan paling awal, perkebunan kakao. Buah kakao yang diproduksi dari bibit unggul bersertifikat dan kebun yang terawat merupakan jaminan awal dari kualitas komoditas ini. Dari aspek pasca panen, kualitas prima biji kakao ditentukan dari tiga aspek, buah kakao yang sehat, fermentasi yang sukses, serta pengeringan yang cepat dan tepat. Biji kakao yang masih terselubung pulp umumnya difermentasi secara spontan selama kurang lebih satu minggu, baik di dalam box ataupun di atas terpal. Proses fermentasi dimulai dengan pertumbuhan kamir penghasil etanol seperti S. cerevisiae dan Kloeckera sp. Etanol merupakan sumber makanan prima untuk golongan bakteri penghasil asam cuka, Acetobacter, yang mendominasi tahapan fermentasi selanjutnya. Tahapan ini ditandai dengan peningkatan suhu, dimana kombinasi suhu hangat dan kosentrasi asam cuka yang tinggi akan mematikan lembaga kakao. Aroma kakao terbentuk sebagai akibat pemecahan komponen-komponen kompleks dengan bantuan enzim-enzim hasil sekresi banyak spesies bakteri dan kamir. Menjelang akhir proses fermentasi, bakteri penghasil spora dan jamur berfilamen (kapang) sering terlihat muncul dan pada umumnya tidak disukai, karena beberapa di antaranya dapat memproduksi toksin. Titik kritis fermentasi adalah pada flora awal yang diusahakan sedapat mungkin minim cemaran bakteri patogen dan jamur penghasil toksin. Fermentasi induktif dengan bantuan kultur campuran sangat dianjurkan untuk menghasilkan produk yang cenderung seragam serta menurunkan jumlah mikroorganisme yang tidak diinginkan. Fermentasi yang sukses ditandai dengan warna di dalam biji kakao yang berubah dari ungu menjadi coklat, memiliki aroma kakao yang khas, serta biji tampak bersih dan tidak lengket. Setelah proses fermentasi usai, biji kakao dicuci setengah bersih untuk membuang spora-spora bakteri dan jamur yang berada di permukaan. Pencucian setengah bersih akan mereduksi jumlah mikroorganisme sampai pada jumlah yang dianggap masih cukup untuk membantu pembentukan aroma selama proses pengeringan. Pengeringan biji kakao yang paling baik adalah dibawah suhu 60C dengan mesin pengering atau di bawah terik sinar matahari. Pengeringan harus berlangsung cukup cepat untuk mencegah pertumbuhan jamur dan bakteri penghasil spora. Spora jamur dan bakteri yang sudah ada tidak akan mati pada proses-proses pengolahan biji kakao selanjutnya. Titik kritis pengeringan adalah pada suhu pengeringan yang tidak melebihi 60C, lama waktu pengeringan yang tidak melebihi tiga hari jika di bawah terik sinar matahari atau 18-24 jam jika menggunakan mesin pengering, serta kadar air akhir produk sekitar 6-8%. Biji kakao bersifat sangat higroskopis (menyerap uap air), sehingga proses pengarungan dan penyimpanan yang tepat di tingkat petani, pengumpul dan pedagang besar menjadi

penting. Biji kakao perlu dijaga dari lingkungan yang lembab dan sedapat mungkin dengan cepat diolah menjadi produk bubuk ataupun cocoa butter. Titik kritis kadar air yang disarankan untuk mencegah proliferasi jamur dan bakteri patogen pada biji kakao kering adalah 6-8%. Untuk mencegah kelembaban yang tinggi dan kontaminasi, karung yang digunakan harus bersih, bukan merupakan bekas pestisida atau pupuk, dan memiliki pori-pori untuk keluar masuk udara. Titik kritis penyimpanan kakao di gudang sebaiknya tidak lebih dari 6 bulan, dan setiap bulan harus di[periksa untuk melihat ada tidaknya jamur atau hama yang menyerang. Penyakit yang sering ditemukan dalam budidaya kakao, yaitu penyakit jamur upas dan jamur akar. Penyakit tersebut disebabkan oleh jamur Oncobasidium thebromae. Selain itu, juga sering dijumpai penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytoptera sp.

V. REKOMENDASI PROSES PRODUKSI Untuk menghasilkan coklat yang baik, maka langkah yang paling penting adalah seleksi biji serta menangani biji kakao sesuai standar (fermentasi). Biji kakao berkualitas adalah biji yang sudah difermentasi dan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dinilai dari ukuran biji, sebagai berikut : 1. Kadar air sekitar 6%-7% 2. Jumlah biji per 100 gram : a. kelas AA 85 biji b. kelas A 100 biji c. kelas B 120 biji d. kelas C 120 biji e. Kelas S > 120 biji 3. Kadar kulit 11%-13% atau setelah dilakukan pemisahan biji dengan kulit ari, berat kulit ari sebesar 11%-13% dari berat biji setelah disangrai. SNI ini sangat penting sebagai acuan petani untuk dapat menghasilkan biji kakao yang berkualitas dan sesuai tuntutan pasar. Disamping itu, ukuran biji sangat penting, dan berpengaruh pada pengoperasian mesin pengolahan. Dengan ukuran biji yang standar, maka pengolahan akan dapat berjalan baik, efektif dan efisien serta tidak banyak terjadi loses (kehilangan).

REFERENSI http://afandypoltek.wordpress.com/2008/04/24/sop-produk-olahan-kakao/ http://www.foodreview.biz/preview.php?view&id=55838 http://regionalinvestment.com/sipid/id/userfiles/komoditi/3/kakao_profilsingkat.pdf http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2007/TPH/pengaruhfermentasi.doc http://www.indonesianmissioneu.org/website/netcontent_docs http://www.kadin-indonesia.or.id

You might also like