You are on page 1of 8

S E RI KA T MA H A S I S W A PR O GR ES I F U N I VE RS I T A S I N DO N ES I A

Edisi 01/September/I/2013

PAMFLET
Terbitan ini ditulis dan disebarluaskan oleh:
Departemen Agitasi dan Propaganda Serikat Mahasiswa Progresif Universitas Indonesia (SEMAR UI)

I U R A M E S

Redaksi: Annisa M. Pamungkas Dicky Dwi Ananta Eko Yudhi Prasetya Mitrardi Sangkoyo Nana Zhafirah Rio Apinino Robie Kholilurrahman

Selamat Datang, Bung dan Nona! Salam sejahtera Bung, salam sejahtera Nona. Salam sejahtera untuk kita semua, calon potensial pengangguran terdidik dan entrepreneur amoral bangsa. Salam IP-tinggi untuk kita para mapres yang dengan gigih bekerja sampingan sebagai pembela, penggerak, dan pemimpin (atau paling tidak sebagai simpatisan moral) rakyat. Yakinlah, rakyat sebagai gerombolan di luar sana tentunya terlalu bodoh dan malas untuk dapat membela atau memimpin diri sendiri.

N A R A HU BU N G
@SEMARUI serikatmahasiswaprogresif. blogspot.com serikatmahasiswaprogresif@ gmail.com 087870155420 1

Bukankah itu yang selama ini dijajakan untuk kita telan mentah-mentah? Bukankah Anda, Bung dan Nona, dilukiskan sebagai MAHA-SISWA (baca: SUPER-STUDENT), agen perubahan dan moral force yang datang membawa cahaya bagi mereka yang terbelakang? Tanyakan pada dirimu sendiri: Kuliahmu ini untuk apa? Bangku kuliahmu, yang kau dapatkan di atas pupusnya harapan bagi ratusan hingga ribuan calon penikmat pendidikan tinggi kelas internasional ini, buat apa? Berhektar-hektar hutan ditebang, ribuan warga digusur untuk

membangun gedung-kuliah yang Apakah rezim kampus ini dengan segala kau gunakan untuk curi-curi tidur aparaturnya menggiring kita untuk berpikir dan bertindak kritis, atau justru itu, untuk apa?
Bung, berhentilah sejenak dan perhatikanlah sekitarmu. Jujurlah Nona di hadapan masyarakat tak bertulangpunggung dan penuh kebanalan ini. Tengoklah pada pengalaman batinmu. Tengoklah pada saudara-saudara kita sebumi dan selangit. Begitu sesatkah kita yang telah melupakan solidaritas? Apakah manusia dan alam melewati hari dengan tenang dalam keselamatan, ataukah kita semua adalah penumpang kereta tanpa rem dalam krisis sosialekologis yang terus memburuk?

membuat kita buta krisis? Untuk mereka yang menghasut kesombongan dalam diri pelajar, katakanlah: turunlah dari menara gadingmu. Untuk mereka yang buta dan tak mau bertanya, katakan: keluarlah! Ada kelas di luar kelasmu. Untukmu, Bung dan Nona, renungkanlah: Apakah dunia ini baik-baik saja? Untuk para perusak manusia dan alam atas nama akumulasi dan ekspansi kapital, berilah jari tengah dan katakan sembari tersenyum: Tuhan tidak tidur dan rakyat tidak bodoh. Alian Adas Soehadi, pelajar

SELAMAT PAGI
Robie Kholilurrahman Selamat pagi orang-orangn marjinal, yang tiap hari terpapar lifestyle mewah, menyakitimu, membuatmu berpikir untuk menirunya bagaimanapun jua, hanya sekadar supaya bisa sama. Selamat pagi orang-orang tidak terkenal, yang tiap hari disajikan tontonan yang tak kau mau; cerita-cerita tentang orang-orang terkenal yang karena diceritakan, makin terkenal-lah mereka. Sedangkan kau, hanya menonton membuatmu semakin tidak terkenal. Selamat pagi para buruh, yang kemanusiaanmu kau gadaikan hanya demi kunyah dan se-gemerincing rupiah untuk orang rumah. Yang jam kerjamu memnjarakanmu dari berkumpul dan bersosialisasi, yang karena kau buruh, barang yang kau produksi sangat jauh dari dirimu walau ia tiap hari menyambangi tanganmu.

SENARAI KATA
Selamat pagi para perempuan, yang terlahir di dunia lelaki, yang mencap hitam kenigmu tanpa kau mau, dengan tulisan ini perempuan Selamat pagi para pemulung yang dibilang pemalas oleh para mahasiswa, padahal jika kau mogok kerja, mereka kelimpungan dikepung sampah. Selamat pagi mahasiswa yang chauvinis, congkak, dan banyak omong (kosong) padahal oportunis. Selamat pagi kau, yang mengusik pikirku malam tadi. Selamat pagi diri yang sulit mengucapkan selamat pagi dengan cara yang lebih sederhana dari ini.

Mitologi dalam Gerakan Mahasiswa Indonesia Oleh Gesang Kinasih


Tulisan ini menjadi sebuah pengingatan, kalaupun tak ingin disebut sebagai peringatan.

Sejak mahasiswa baru, kita selalu diperkenalkan dengan berbagai istilah heroik untuk menyebutkan diri dan posisi mahasiswa di masyarakat. Sebutan sebagai agent of change, iron stock, moral force, resi pembela kebenaran, garda terdepan rakyat, dan sebagainya, menjadi istilah keren untuk mahasiswa. Sebutan tersebut secara khusus ada untuk mahasiswa Indonesia diyakini karena berbagai peran yang pernah dijalankannya dalam perjalanan sejarah selama ini. Dengan sistem turun-temurun, istilah tersebut diajarkan sehingga menjadi mitos di kalangan mahasiswa. Namun, benarkah istilah tersebut secara tepat menggambarkan diri mahasiswa sebenarnya, lengkap dengan fungsi yang sesungguhnya?

Dengan sistem turuntemurun, istilah tersebut diajarkan sehingga menjadi mitos di kalangan mahaBila kita lihat secara kritis ke belakang, sesungguhnya istilah tersebut bukanlah sesuatu yang diperkenalkan mahasiswa sendiri, atau disebutkan oleh masyarakat untuk menggambarkan diri mahasiswa. 3

Tapi istilah tersebut justru dimunculkan oleh rezim guna mengaburkan posisi mahasiswa dalam sebuah cita-cita ketundukan politik (Radjab, 1991: 71). Ketundukan politik ini digunakannya untuk menunjang pembangunan sistem kapitalisme di Indonesia. Adalah Orde Baru yang secara sistematis mendesain hal tersebut. Dengan penyebutan mitologi itu ditambahkan dengan pengetahuan yang ahistoris, mahasiswa digiring dari asal mulanya dan tujuannya. Suryadi A. Radjab berusaha mendobrak keyakinan mitologi tersebut untuk melihat secara jernih permasalahan posisi sosial mahasiswa. Perubahan rezim dari Orde Lama ke Orde baru memberikan dampak pada orientasi politik yang dijalankannya. Dengan jargon, Kembali ke UUD 1945 dan Pancasila secara konsekuen Orde Baru memulai sebuah order yang berusaha mengganti cita-cita revolusi Indonesia dengan konsep pembangunan ekonomi. Pembangunan, dalam hal ini, kemudian ditempatkan dalam sebuah posisi sentral, atau sebagai Panglima. Dengan hal tersebut, sebuah kondisi struktural yang stabil sangat diperlukan. Oleh karena itu, politik harus dibuat sedemikian rupa sehingga tanpa gejolak, termasuk aksi protes, guna mensukseskan pembangunan ekonomi pemerintah. Namun, di sisi lain, Orde Baru berusaha menjaga citra bahwa Indonesia adalah Negara yang demokratis di hadapan luar negeri. Salah

satu ciri dari negara yang demokratis adalah adanya hak oposisi terhadap pemerintahan yang dijamin sebagai bagian dari hak bersuara/ berpendapat. Mendapati posisi dilematis seperti ini, Orde baru tidak mungkin memberikan ruang kepada gerakan rakyat, seperti gerakan Buruh, Petani, Seni Budaya, dan masyarakat Adat sebagai pengisinya. Hal tersebut sangat riskan dan pastinya mengganggu posisi pemerintahan. Oleh karena itu, gerakan rakyat pada periode ini dimatikan secara struktural guna menjaga stabilitas pemerintahan. Sebagai sebuah upaya rekonstruksi oposisi semu dibangunlah Mahasiswa sebagai aktornya. Pemberian panggung kepada mahasiswa ini memberikan kesempatan kepadanya untuk menjadi corong suara rakyat dalam gerakan ekstra Parlementer, namun dengan batas-batas dan aturan main yang ditentukan secara sepihak oleh rezim. Bila hal tersebut melewati batas panggung, dengan tanpa rasa segan tindakan represif dijalankan kepada mahasiswa. Peristiwa ini dapat dilihat dalam sebuah contoh represi ABRI atas aksi protes mahasiswa di Bandung pada tahun 1978 karena menuntut Soeharto mundur. Pada prinsipnya, oposisi semu ini diberikan hak hidup selama tidak mengusik dan mempermasalahkan posisi pemerintahan Soeharto. Efek dari adanya panggung tersebut, memberikan tempat secara struktual atas tumbuhnya berbagai mitologi yang dibangun dari posisi 4

sosial mahasiswa. Berbagai sebutan yang telah disinggung di atas dimunculkan, dengan tujuan hanya mahasiswa yang tergerak dan dengannya sangat mudah dihancurkan. Kemunculan mitologi yang ada juga berdampak besar pada kesadaran subyektif mahasiswa pada posisi sosialnya, terutama atas identitas dirinya. Kemunculan istilah-istilah tersebut menjadikan kesadaran subyektif mahasiswa sebagai kelompok di atas rakyat, atau minimal berbeda dengan rakyat. Hal tersebut merekonstruksi kesadaran bahwa mahasiswa berposisi sebagai pembela rakyat, bukan sebagai rakyat itu sendiri. Sehingga, dengan bangga mahasiswa dapat menyebutkan dirinya sebagai kelas tersendiri dalam konteks masyarakat Indonesia. Dampak terbesar dari posisi tersebut adalah keterpisahan mahasiswa dari entitas asalnya, yaitu rakyat. Kesadaran subyektif mahasiswa yang menempatkan diri sebagai pembela rakyat, menjadikannya memposisikan rakyat jauh di belakang mereka. Atau mereka tidak lagi secara organis sebagai rakyat. Hal ini kemudian juga disuburkan dengan pemahaman tentang independensi gerakan mahasiswa karena takut dituduh ditunggangi. Padahal tuduhan ditunggangi tersebut adalah bagian dari strategi Orde baru dalam menghancurkan gerakan. Ketakutan ini membuat gerakan mahasiswa menjauhkan diri dari elemen rakyat di Indonesia. Terpaan mitologi ini menjadikan

gerakan mahasiswa kemudian semakin terpisah dengan gerakan rakyat lainnya. Hal yang menyedihkan adalah mitologi ini masih berlangsung hingga saat ini, berikut dengan dampak yang ada. Kesadaran subyektif mahasiswa masih belum berubah, meskipun Orde yang membuatnya telah runtuh. Mitos-mitos bahwa mahasiswa berdiri di atas rakyat, pembela rakyat, garda terdepan rakyat, dan istilah heroik lainnya masih ada. Keterpisahan dengan gerakan rakyat lainnya kemudian menjadi konsekuensi logis berikutnya. Dengan kondisi tersebut, upaya pembongkaran mitos-mitos ini (demitologisasi) sangat diperlukan. Upaya demitologisasi ini sebenarnya telah dilakukan sejak munculnya mitos-mitos tersebut. Pada periode 90an upaya ini dilakukan dengan terobosan seperti live in mahasiswa dalam komunitas Buruh, Tani, Nelayan, atau Masyarakay Adat. Hal ini dilakukan agar mahasiswa dapat memahami problem rakyat sepenuhnya, dan manunggal dengannya. Konsep intelektual organik diperkenalkan. Istilah tersebut hadir dari pemikiran Antonio Gramsci, pemikir Italia, dalam melihat fungsi intelektual di masyarakat. Dengan menjadi intelektual organis, mahasiswa bersamasama dengan rakyat berusaha mendobrak kondisi yang membelenggu. Di konteks saat ini, upaya demitologisasi ini harus dilakukan dengan mengambil posisi sebagai 5

intelektual organis tersebut. Salah satu cara yang mungkin bisa dilakukan adalah penggabungan gerakan antara mahasiswa dengan rakyat progresif lainnya, baik secara sektoral maupun teritorial. Kebutuhan ini merupakan konsekuensi logis dari ekspansi kapitalisme yang mulai memapar pendidikan sebagaimana dalam isu buruh, petani, dan masyarakat lain sebelumnya. Dengan demikian, perjuangan secara kolektif diperlukan untuk menjawab tantangan saat ini. Mungkin kita bisa belajar kepada Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), sebuah wadah ke-

Di konteks saat ini, upaya demitologisasi ini harus dilakukan dengan mengambil posisi sebagai intelektual organik
budayaan di jaman 60an, dengan konsep Tiga Sama nya, yaitu sama makan, sama tinggal, dan sama kerja, untuk memahami situasi rakyat sebagai subyek berkeseniannya. Dengan begitu, kita dapat saling belajar untuk memahami realitas sosial yang ada saat ini. tidak dengan menjadikan rakyat sebagai obyek, tapi sebagai sesama subyek untuk saling belajar dan berlawan. Inti dari upaya demitologisasi ini hanyalah berujung pada pengingatan, bahwa mahasiswa adalah rakyat, dan harus mengorientasikan kembali gerakannya sebagai gerakan rakyat.

TENTANG SEMAR UI Rio Apinino Gerakan Mahasiswa sedang bergerak menuju lonceng kematiannya. Pasca runtuhnya rezim Orde Baru Suharto, gerakan mahasiswa yang diklaim pernah menurunkan dua rezimrezim Sukarno dan rezim Suhartotidak mampu menempatkan diri di tengah pusaran kapitalisme. Gerakan mahasiswa justru semakin tenggelam dan mengasingkan diri dari gelombang perlawanan rakyat lain. Buruh, tani, nelayan, miskin kota, dan berbagai gerakan rakyat lain berlomba-lomba untuk bergerak melawan rezim kapitalisme-neoliberal yang penuh ketidakpastian dan penindasan seperti hari ini. Sementara mahasiswa, yang masih mempercayai bahwa diri mereka adalah kelas menengah yang menghubungkan antara rakyat dan pemerintah, agen pengubah, pemimpin masa depan, dan berbagai macam jargon-jargon lain yang padahal adalah mitos yang diciptakan Orde Baru Suharto, semakin tidak jelas arah geraknya.

chauvinisme yang selama ini terusmenerus direproduksi dan bergabung bersama gerakan rakyat lain. Sayangnya, selama ini di Universitas Indonesiakampus yang dilabeli kampus perjuanganmasih saja mempertahankan mitos-mitos tentang gerakan mahasiswa tersebut. Badan Eksekutif Mahasiswa yang dianggap mewakili gerakan mahasiswa di dalam kampus juga tidak mampu menghapuskan mitos-mitos ini, bahkan cenderung untuk mempertahankannya. Hal ini tentu berkonsekuensi terhadap gerakan. Gerakan mahasiswa UI semakin tercerabut dan terasing dari gerakan rakyat. Gerakan mahasiswa pun bahkan semakin terasing diantara mahasiswanya sendiri.

Dengan latar belakang tersebutlah, SERIKAT MAHASISWA PROGRESIF UNIVERSITAS INDONESIA (SEMAR UI) lahir. SEMAR UI merupakan organisasi gerakan mahasiswa alternatif yang membawa gagasan-gagasan progresif dan berusaha mempraktikkannya dalam lapangan perjuangan gerakan menuju pembebasan Satu-satunya cara untuk menyelamatkan kelas-kelas tertindas dalam masyarakat. gerakan mahasiswa hari ini, bagi kami, adalah memeriksa ulang posisi Buanglah mitos-mitos pada tempatnya! mahasiswa di tengah-tengah ...dan biarlah kelas penindas musnah masyarakat. Siapakah itu mahasiswa, menjadi abu di atas altar kemenangan apa itu gerakan mahasiswa, dan gerakan mahasiswa, tani, buruh, bagaimana posisinya di tengah gerakan nelayan, dan gerakan rakyat progresif lainnya. rakyat lain. Bagi kami, karena sejatinya gerakan mahasiswa sama saja dengan gerakan rakyat lain, dan mahasiswa bukanlah kelas menengah, pemimpin masa depan, ataupun agen pengubah, maka konsekuensinya gerakan mahasiswa mau tidak mau menghapuskan rasa

BURUH DAN CALON BURUH SEDUNIA, BERSATULAH!

To Those Born After I To the cities I came in a time of disorder That was ruled by hunger. I sheltered with the people in a time of uproar And then I joined in their rebellion. That's how I passed my time that was given to me on this Earth. I ate my dinners between the battles, I lay down to sleep among the murderers, I didn't care for much for love And for nature's beauties I had little patience. That's how I passed my time that was given to me on this Earth. The city streets all led to foul swamps in my time, My speech betrayed me to the butchers. I could do only little But without me those that ruled could not sleep so easily: That's what I hoped. That's how I passed my time that was given to me on this Earth. Our forces were slight and small, Our goal lay in the far distance Clearly in our sights, If for me myself beyond my reaching. That's how I passed my time that was given to me on this Earth.

II You who will come to the surface From the flood that's overwhelmed us and drowned us all Must think, when you speak of our weakness in times of darkness That you've not had to face: Days when we were used to changing countries More often than shoes, Through the war of the classes despairing That there was only injustice and no outrage. Even so we realised Hatred of oppression still distorts the features, Anger at injustice still makes voices raised and ugly. Oh we, who wished to lay for the foundations for peace and friendliness, Could never be friendly ourselves. And in the future when no longer Do human beings still treat themselves as animals, Look back on us with indulgence. Bertolt Brecht

Jika hatimu bergetar melihat ketidakadilan, maka kau adalah kawanku. Che Guevara

BERGABUNGLAH DENGAN SEMAR UI


Bersama kita belajar, melawan, dan menang! Kepada Bung dan Nona semua Mari kita bersua dan bercengkrama di bawah kelamnya langit, bertemankan secangkir kopi dan sorot-sorot mata optimis yang menikam putus asa dan rasa lemah untuk berlawan.

SENIN 9 SEPTEMBER 2013 PUKUL 17.00 GAZEBO ASRAMA UI


Kami nantikan kehadiran Bung dan Nona semua untuk saling mengisi jalinan jemari yang kosong bergandengan erat kita dalam satu barisan yang rapi dan terpimpin Untuk melangkah maju Menuju pembebasan kelas tertindas sedunia Jangan ragu dan sungkan, ajaklah kawan-kawan sekalian yang selama ini terserak dan terlepas dari barisan Biarlah arus perlawanan ini menderas, mendobrak tembok-tembok dingin tempat mitos-mitos kelas borjuasi bersemayam

In solidarity,

SEMAR UI
8

You might also like