You are on page 1of 21

Bab I Pendahuluan

Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia yang membungkus organ-organ dalam dan otot-otot tubuh. Kulit merupakan jalinan jaringan tidak berujung pembuluh darah, saraf, dan kelenjar. Kulit membentuk dinding pelindung yang mengelilingi tubuh dan berfungsi sebagai pengatur suhu tubuh, sekresi kelenjar, dan hubungan sensorik dengan lingkungan luar. Setiap struktur kulit memiliki potensi untuk terserang penyakit. Gangguan kulit dapat hanya terbatas pada kulit saja atau dapat juga menjadi petunjuk dari suatu penyakit gangguan sistemik. Salah satu penyebab terjadinya gangguan pada kulit adalah virus. Penyakit-penyakit kulit yang disebabkan oleh virus, misalnya varicella dan herpes zoster. Kedua penyakit ini sering terjadi di masyarakat, sehingga mereka harus mengetahui etiologi dan patofisiologi dari kedua penyakit ini.

Bab II Laporan Kasus


Seorang laki-laki, Tn. M, umur 56 tahun, bekerja sebagai karyawan bengkel mobil datang ke UGD RSUD dengan keluhan daerah dada kanan sampai punggung kanan terasa saki, nyeri, panas, pegal, kadang-kadang berdenyut yang dirasakan sejak kemarin pagi. Tn. M memang akhir-akhir ini bebannya terlalu berat, anaknya 2 orang yang masih sekolah semua dan istrinya sedang dirawat karena sakit jantung. Salah satu anaknya sedang sakit cacar air dan yang satunya baru sembuh dari sakit yang sama 1 bulan sebelumnya. Tn. M sendiri sudah lupa apakah pernah sakit cacar air atau tidak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: KU baik/cm TD 120/80; frekuensi nadi 80x/menit; suhu 38,2oC; frekuensi napas 20x/menit; BB 60 Kg Status dermatologikus : Dada daerah thoracal 9-10 bagian anterior kanan, terdapat vesikel-vesikel milier dengan dasar eritema yang mengelompok seluas 2x3 cm Daerah punggung kanan, tampak beberapa bercak merah yang merupakan vesikelvesikel ukuran lentikuler yang berkelompok Daerah dahi, pipi, dada kiri, serta punggung kiri tamapak vesikel dengan delle, dasar eritema, ukuran milier sampai lentikuler

Bab III Pembahasan Kasus


I. ANAMNESIS a. Identitas Pasien Nama Usia Pekerjaan Status :M : 56 tahun : Karyawan bengkel mobil : Menikah, 2 anak

b. Keluhan Utama Dada kanan sampai punggung kanan terasa sakit, nyeri, panas, pegal, dan kadang berdenyut. c. Riwayat Penyakit Sekarang 1. Apakah ada demam? 2. Apakah ada vesikel? Jika ada, dimanakah letaknya? 3. Apakah daerah yang terdapat vesikel terasa gatal? 4. Apakah daerah yang terdapat vesikel terasa panas? d. Riwayat Penyakit Dahulu 1. Apakah ada alergi? 2. Apakah pernah mengalami varicella sebelumnya? e. Riwayat Penyakit Keluarga 1. Apakah dalam keluarga ada yang menderita varicella atau herpes zoster? f. Riwayat Pengobatan 1. Apakah obat yang pernah dikonsumsi? 2. Apakah mengkonsumsi obat imunosupresan?

II.

HIPOTESIS Beberapa hipotesis yang didapat berdasarkan kasus diatas adalah herpes zoster, varicella, angina pectoris, dan demam reumatik. Angina pectoris dapat disingkirkan karena nyeri yang dirasakan pasien merupakan suatu tekanan substrenal dan menyebar turun ke sisi medial lengan kiri, sedangkan pasien dalam kasus ini merasakan nyeri di daerah dada kanan. Hipotesis demam reumatik juga dapat disingkirkan karena gejala utama pada penyakit ini adalah nyeri pada sendi (artritis), sedangkan pasien tidak mengeluh nyeri pada persendiannya.

III.

DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING Diagnosis kerja pada pasien ini adalah herpes zoster thoracalis 9-10 et generalisata. Diagnosis ini dapat ditegakan berdasarkan pada keluhan pasien dan vesikel berkelompok unilateral yang ditemukan pada dada kanan dan punggung kanan pasien. Diagnosis banding pada kasus ini adalah varicella, karena pada varicella terdapat gejala prodromal seperti yang dikeluhkan oleh pasien, juga terdapat vesikel yang timbul setelah gejala prodromal itu muncul.

IV.

PATOFISIOLOGI Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada orang tua yang khas ditandai dengan adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus.1 Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada
4

umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.2 Infeksi primer dari virus varicella zoster ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.3

VaricellaZoster Virus

Lesi kulit

Ujung saraf sensorik

Ganglion sensorik Reaktivasi virus

Infeksi laten Imunitas

Serat saraf sensoris Laten dalam neuron

Reticulo Endothel ial System Viremia II Kulit dan mukosa

Replikasi virus Aliran darah Viremia I

Antibodi

Antibodi Reaktivasi virus 5 Herpes zoster

Netralis asi virus

V.

INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN


Hasil Normal Interpretasi

Jenis pemeriksaan Tanda Vital Tekanan Darah Nadi Frekuensi Pernapasan Suhu Status Generalis Keadaan Umum Baik

120/80 mmHg 80 x/ menit 20x/menit

130/85 mmHg 60-100x/ menit 16-20x/menit

Normal Normal Normal

38,20C

36,50-37,20

Febris

Baik

Normal

Pada status lokalis dapat kita ketahui pada dada kanan-kiri, punggung kanan-kiri, dahi dan pipi terdapat vesikel-vesikel berkelompok dengan dasar erimatosa dengan ukuran sebesar kepala jarum pentul (miliar) hingga sebesar biji jagung (lentikular). Status dermatologis yang ditemukan setelah timbulnya gejala prodormal ini dapat membantu penegakan diagnosis kerja pada kasus ini adalah herpes zoster thoracalis 9-10 et generalisata.

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Untuk membantu diagnosis agar lebih pasti, dapat dilakukan pemeriksaan Tzanck. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan sel datia berinti banyak.2

VII.

PENATALAKSANAAN MEDIKA MENTOSA 1. Sistemik : Umumnya terapi sitemik bersifat simtomatik, untuk nyerinya diberikan analgetik, dan jika disertai dengan infeksi sekunder diberikan antibiotik.

Untuk mengatasi herpes zoster dapat diberikan antiviral asiklovir 5x800mg/hari selama 7 hari atau valansiklovir 3x1000mg/hari selama 7 hari.

Vitamin B6 dan B12 untuk saraf. Untuk neuralgia pasca herpetik bisa diberikan pregabalin dengan dosis awal 2x75mg sehari, setelah 3-7 hari bila responnya kurang bisa dinaikan menjadi 2x150mg sehari. Dosis maksimum 600 mg sehari.

2.

Topikal : Bedak Salisil 2% untuk mencegah supaya vesikel tidak pecah.2

NON-MEDIKA MENTOSA 1. Edukasi untuk tidak memegang daerah yang terkena agar tidak terjadi infeksi sekunder. 2. Pasien harus menjaga kebersihan tubuh. 3. Menenangkan pasien agar tidak stres (pengendalian faktor psikis). 4. Meningkatkan imunitas tubuh dengan asupan nutrisi yang cukup dan menjaga kesehatan dengan istirahat dan makan yang teratur. 5. Isolasi pasien contohnya cuti kerja unutk mencegah penularan ke orang lain. 6. Menggunakan sabun yang hipoalergenik 7. Tidak menggunakan handuk saat mengeringkan badan agar vesikel tidak pecah.

VIII.

KOMPLIKASI a. Neuralgia paska herpetik Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40
7

tahun, persentasenya 10-15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.2 b. Infeksi sekunder Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV, keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik. c. Kelainan pada mata Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik. d. Sindrom Ramsay Hunt Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikangejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus,vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan. e. Paralisis motorik Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.2 IX. PROGNOSIS Ad vitam Ad fungsionam Ad sanationam Ad cosmeticum : ad bonam : ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

Bab IV Tinjauan Pustaka


ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi tubuh dengan lingkungan luar. Luas kulit orang dewasa adalah 1,5-2 m2 dengan berat kira-kira 15-16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital, serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif. Kulit dapat bervariasi tergantung keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga tergantung pada lokasinya di tubuh.4 Pembagian kulit secara garis besar tersususn atas 3 lapisan utama, yaitu 1. Lapisan epidermis 2. Lapisan dermis 3. Lapisan subkutis Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis. Subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.4 1. Lapisan Epidermis Lapisan ini terdiri atas : 1. Stratum korneum 2. Stratum lusidum 3. Stratum granulosum 4. Stratum spinosum 5. Stratum basale atau stratum germinativum. Merupakan lapisan epidermis paling bawah. Sel-sel basal ini

mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas 2 sel, yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dan melanosit.4

2. Lapisan Dermis Lapisan ini berada dibawah epidermis. Ketebalan lapisan ini lebih tebal dibandingkan epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar, lapisan ini dibagi menjadi: a. Pars Papilare. Merupakan bagian yang menonjol ke epidermis. Pars papilare berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. b. Pars Retikulare. Merupakan bagian dibawah pars papilare yang enonjol ke arah subkutan. Bagian ini terdiri atas serabut kolagen, elastin, dan retikulin.4 3. Lapisan Subkutis Merupakan kelanjutan dari lapisan dermis. Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang didalamnya berisi sel-sel lemak. Lapisan lemak (paniculus adiposa) berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening.4 Fungsi utama kulit adalah proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi. 4 Karena sifat kulit yang elastis, kulit dapat juga mengembang dan menutupi daerah yang luas pada keadaan yang disertai pembengkakan seperti pada edema dan kehamilan. 1. Proteksi Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau mekanik. Hal ini dimungkinkan karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan yang penunjang yang berperan sebagai pelindung terhadap gangguan fisik. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit dari pajanan sinar matahari dengan mengadakan tanning. Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan
10

air, disamping itu terdapat lapisan keasaman kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia dengan kulit.4

2. Absorpsi Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, dan benda padat, tapi cairan yang mudah menguap dan larut dalam lemak lebih mudah diserap. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian dalam proses respirasi. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, dan jenis vehikulum.4 3. Ekskresi Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. Sebum yang diproduksi melindungi kulit karena lapisan sebum ini selain meminyaki kulit, juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering. Produk kelenjar asam lemak dan kelenjar keringat di kulit menyebabkan keasaman kulit pada pH 5-5,6.4 4. Persepsi Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan dingin diperankan oleh badan Krause yang terletak di dermis. Badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Markel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan ole badan Paccini di epidermis.4 5. Pengatur Suhu Tubuh Kulit melakukan peranan ini dengan mengeluarkan keringat dan kontraksi pembuluh darah kulit. Tonus vaskular dipengaruhi oleh saraf simpatis. 6. Pembentuk Pigmen Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosome) menentukan
11

warna kulit ras maupun individu. Pajanan sinar matahari mempengaruhi produksi melanosome. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan dendrit, sedangkan ke lapisan kulit di bawahnya dibawa oleh melanofag (melanofor). Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb, dan karoten.4 7. Keratinisasi Lapisan epidermis dewasa memiliki 3 jenis sel utama, yaitu keratinosit, sel Langerhans, dan melanosit. Keratinosit dimulai dari sel basal mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan merubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas sel semakin menjadi gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilang dan menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung normal selama kira-kira 2-3 minggu, dan memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanik fisiologis. 8. Pembentukan Vitamin D Fungsi ini dimungkinkan dengan mengubah 7-dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.4

HISTOLOGI Kulit terdiri atas epidermis, yaitu lapisan epitel yang berasal dari ektoderm, dan dermis, yaitu lapisan jaringan ikat yang berasal dari mesoderm. Di bawah dermis terdapat jaringan subkutan, yaitu jaringan ikat longgar yang dapat mengandung bantalan sel-sel lemak yang disebut paniculus adiposus. Jaringan subkutan mengikat kulit secara longgar pada jaringan di bawahnya dan sesuai dengan fascia superficialis pada anatomi. Bila diamati dengan cermat, kulit manusia memperlihatkan rabung-rabung dan aluralur yang tersusun dalam pola yang berbeda. Pola rabung yang diselingi alur ini dikenal sebagai dermatoglyphic. Pola ini bersifat unik bagi stiap individu yang tampak berupa lengkungan, lingkaran, uliran, atau kombinasi bentuk tersebut. Pola ini dipakai untuk identifikasi perorangan, sepertinya ditentukan oleh gen, sehingga pola ini penting dalam bidang kedokteran, antropologi, dan hukum.5

12

EPIDERMIS Terdiri atas epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk, juga mengandung 3 jenis sel yang jumlahnya tidak sebanyak sel epitel, yaitu melanosit, sel Langerhans, dan keratinosit. Epidermis terdiri atas 5 lapisan, yaitu 1. Stratum basale (stratum germinativum). Terdiri atas selapis sel kuboid atau silindris basofilik yang terletak di atas lamina basalis pada perbatasan epidermisdermis. Lapisan ini ditandai dengan tingginya aktivitas mitosis dan bertanggung jawab atas pembaruan sel-sel epidermis secara berkesinambungan. Epidermis manusia diperbarui setiap 15-30 hari. 2. Stratum spinosum. Terdiri atas sel-sel kuboid atau agak gepeng dengan inti di tengah dan sitoplasma dengan cabang-cabang berisi berkas filamen. Sel-sel spinosum saling terikat melalui spina sitoplasma yang berisi filamen dan desmosom, sehingga memberi corak berduri pada permukaan sel ini. Epidermis di daerah-daerah yang terkena gesekan dan tekanan secara terus-menerus memiliki stratum spinosum yang lebih tebal.

13

3. Stratum granulosum. Terdiri atas 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang sitoplasmanya berisi granula basofilik kasar yang disebut granula keratohialin. Protein granula ini mengandung protein yang kaya akan histidin berfosfor selain protein yang mengandung sistin. Banyaknya gugus fosfat memberikan sifat basofilik pada granula basofilik yang tidak dilapisi membran ini. Stratum granulosum juga memiliki granula lamela berselubung membran, yaitu suatu struktur lonjong atau mirip batang kecil yang mengandung cakram berlamel yang dibentuk oleh membran sel. 4. Stratum lusidum. Tampak lebih jelas pada kulit yang tebal. Stratum lusidum terdiri atas lapisan tipis sel epidermis eosinofilik yang sangat gepeng. Organel dan inti tidak tampak lagi, sitoplasma terutama terdiri atas filamen keratin padat yang berhimpitan dalam matriks padat elektron. 5. Stratum korneum. Terdiri atas 15-20 lapis sel gepeng berkeratin tanpa inti dengan sitoplasma yang dipenuhi skleroprotein filamentosa briefingen, yaitu keratin. Setelah mengalami keratinisasi, sel-sel hanya terdiri atas protein amorf, fibrilar, dan menebal, sel-sel ini disebut sel tanduk.5

DERMIS Dermis terdiri atas jaringan ikat yang menunjang epidermis dan mengikatnya pada jaringan subkutan. Ketebalan dermis bervariasi tergantung pada daerah tubuh, dan mencapai tebal maksimum di daerah punggung. Permukaan dermis dangat tidak teratur dan memiliki banyak tonjolan (papila dermis) yang saling mengunci dengan juluran-juluran epidermis. Papila dermis banyak terdapat pada kulit yang sering mendapat tekanan. Dermis terdiri atas 2 lapisan dengan batas tidak jelas, yaitu pars papilare di sebelah luar dan pars retikulare di sebelah dalam. Pars papilare tipis terdiri atas jaringan ikat longgar, fibroblas, sel mast, dan makrofag. Leukosit yang keluar dari pembuluh darah juga dapat dijumpai. Dalam lapisan ini, serabut kolagen khusus menyelip ke dalam lamina basalis dan meluas ke dalam dermis. Pars retikulare lebih tebal, terdiri atas jaringan ikat padat tidak teratur, terutama kolagen tipe I. Oleh karena itu, pars retikulare memiliki banyak serat dan lebih sedikit sel daripada pars papilare. Dermis mengandung jalinan serat elastin yang berfungsi bagi kelenturan kulit.5 JARINGAN SUBKUTAN
14

Lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengikat kulit secara longgar pada organ-organ di bawahnya yang memungkinkan kulit bergeser di atasnya. Hipodermis sering mengandung sel-sel lemak yang jumlahnya bervariasi sesuai daerah tubuh dan ukuran yang bervariasi sesuai dengan status gizi orang tersebut. Lapisan ini disebut juga sebagai fasia superfisial, dan jika cukup tebal disebut panikulus adiposus.5

HERPES ZOSTER Herpes zoster merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus varisela-zoster, biasanya merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Penyakit ini ditandai dengan adanya nyeri unilateral dan erupsi vesikel berkelompok yang biasanya terbatas pada dermatom yang diinervasikan oleh saraf tepi atau ganglion kranial sensorik. Penyakit ini biasa terjadi pada orang dewasa.6 ETIOLOGI Herpes zoster terjadi akibat reaktivasi virus varisela-zoster (VZV). Virus ini termasuk dalam famili herpesvirus dan terdapat dalam subfamili alfaherpesvirus bersama dengan Herpes Simplex Virus (HSV)-1 dan HSV-2. Virus ini merupakan virus DNA.7 PATOFISIOLOGI VZV dapat bertransmisi secara aerogen dan tidak memerlukan kontak langsung dengan penderita. Virus ini dapat masuk melalui mikrolesi. Setelah masa inkubasi kurang lebih 14 hari, virus sampai di target organ, yaitu kulit. Ada kemungkinan virus ini menyebar ke organ tubuh yang lain tanpa disertai gejala. Tapi pada penderita immunocompromised dan neonatus, penyebaran virus ini dapat menyebabkan infeksi yang serius. Setelah infeksi primer, virus memasuki fase laten di ganglion posterior saraf tepi dan ganglion kranialis. Ganglion yang sering terkena adalah ganglion cervical bagian bawah, thoracal dan lumbal posterior. Jika VZV teraktivasi di ganglion, virus ini akan menelusuri saraf sensorik ke kulit yang diinervasikan oleh saraf tersebut dan akan timbul efloresensi yang menyebar sepanjang dermatom kulit.7

GEJALA KLINIS

15

Herpes zoster biasanya diawali dengan adanya gejala prodromal, seperti demam, malese, dan pusing2, kemudian diikuti dengan adanya gejala prodromal kulit lokal yang pada dermatom terinfeksi

kurang lebih 2 hari8 yang ditandai dengan adanya nyeri dan pegal. Interval waktu timbulnya gejala prodromal sampai timbulnya

efloresensi pada kulit terjadi karena penyebaran virus di sepanjang saraf sensorik.8 Setelah gejala prodromal, gejala lain yang terjadi adalah : a. Eritema unilateral dengan indurasi. Muncul di area dermatom kulit yang terinfeksi. b. Kadang timbul limfadenopati setempat c. Timbul vesikel herpetiform berkelompok pada area eritematosa. Vesikel ini berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh. Jika pecah dapat menimbulkan krusta. Apada dermatom kulit yang terinfeksi ini akan terasa nyeri karena VZV pada saraf sensorik dapat menyebabkan inflamasi.8 Bila reaktivasi terjadi di ganglion saraf trigeminus, akan menyebabkan herpes zoster oftalmikus. Bila reaktivasi terjadi pada ganglion saraf sacralis, dapat diikuti dengan adanya retensi urin atau cystitis hemoragik. Pada sindrom Ramsay-Hunt, terjadi reaktivsi pada saraf VII yang menyebabkan terjadinya facial palsy yang diikuti dengan adanya vesikel di meatus auditori eksternus sehingga berakibat hilangnya pendengaran dan vertigo.7 Penyembuhan nyeri yang timbul tidak selalu mengikuti penyembuhan eritema dan vesikel. Neuralgia pascaherpetik hanya terjadi di daerah dermatom yang terinfeksi VZV, dapat terjadi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun dan kadang terjadi nyeri hebat. Biasanya neuralgia pascaherpetik terjadi pada penderita yang sudah tua, pada kasus herpes zoster oftalmikus dan bila terjadi di area dermatom tubuh bagian atas.7

KOMPLIKASI
16

a. Infeksi sekunder bakteri. Biasa terjadi pada lesi vesikel. b. Neuralgia. Neuralgia pascaherpetik merupakan komplikasi paling sering pada herpes zoster. Kebanyakan pasien mengalami nyeri hebat pada tempat terjadinya lesi yang dapat terjadi dalam waktu bertahun-tahun.7 DIAGNOSIS Dapat dilakukan dengan beberapa pemerikasaan laboratorium, seperti 1. Metode langsung a. Sitologi (Tzanck Test). Dapat ditemukan sel datia berinti banyak.2 Tapi, pemeriksaan ini tidak dapat dipakai untuk membedakan infeksi VZV dan HSV. b. Mikroskop Elektron. Virus herpes dapat dilihat dari cairan pada vesikel. Teknik ini juga tidak dapat membedakan infeksi HSV dan VZV. c. Imunofluoresensi. Teknik ini lebih sensitif dibandingkan dengan ME, tapi teknik ini memerlukan tenaga ahli.7

PENATALAKSANAAN Asiklovir merupakan drug of choice dan sudah terbukti mengurangi durasi perkembangan virus, tapi harus diberikan dalam waktu 48 jam setelah gejala timbul. Pengobatan ini diberikan kurang lebih 7 hari.7 Dosis yang direkomendasikan adalah 5x800 mg per hari.2 Untuk mengatasi neuralgia pascaherpetika dapat diberikan pregabalin dengan dosis awal 2x75 mg per hari. Jika setelah 3-7 hari respon obat berkurang, dosis dapat dinaikan menjadi 2x150 mg sehari. Dosis maksimum pregabalin adlah 600 mg sehari.2 PENCEGAHAN 1. Edukasi untuk tidak memegang daerah yang terkena agar tidak terjadi infeksi sekunder. 2. Pasien harus menjaga kebersihan tubuh. 3. Menenangkan pasien agar tidak stres (pengendalian faktor psikis). 4. Meningkatkan imunitas tubuh dengan asupan nutrisi yang cukup dan menjaga kesehatan dengan istirahat dan makan yang teratur.
17

5. Isolasi pasien contohnya cuti kerja unutk mencegah penularan ke orang lain. 6. Menggunakan sabun yang hipoalergenik 7. Tidak menggunakan handuk saat mengeringkan badan agar vesikel tidak pecah.

VARICELLA Varicella (chickenpox) merupakan penyakit akut dan sangat menular yang biasa terjadi pada anak-anak, tapi tidak menutup kemungkinan terjadi pada orang dewasa. Penyakit ini terjadi karena infeksi primer VZV.6 GEJALA KLINIS Periode inkubasi penyakit ini adalah 7-21 hari (biasanya 14 hari). Pada anak biasanya akan langsung timbul efloresensi, tapi pada orang dewasa biasanya didahului dengan gejala prodromal seperti influenza yang terjadi beberapa hari sebelum efloresensi timbul. Terkadang timbul limfadenopati pada leher. Penyebaran lesi yang berbentuk sentripetal merupakan ciri khas penyakit ini. Efloresensi pertama yang timbul adalah makula yang kemudian berubah menjadi papul eritematosa. Lalu papul tersebut akan menjadi vesikel dengan bentuk khas seperti tetesan embun (tear drop). Vesikel yang pecah dapat menimbulkan krusta. Penderita varicella dianggap infeksius pada 2 hari sebelum efloresensi muncul dan 7 hari setelah onset, ketika vesikel pecah menjadi krusta7 DIAGNOSIS Sama seperti pada pemeriksaan herpes zoster. KOMPLIKASI a. Infeksi sekunder. Paling banyak terjadi pada varicella. Infeksi sekunder ini tidak menambah resiko terjadinya jaringan parut. b. Varicella haemoragika. Gejala terjadi saat 2-3 hari setelah onset efloresensi varicella. Gejala yang terjadi adalah epitaksis, melena, atau hematuria. c. Pneumonia. Meupakan komplikasi paling sering dan paling serius pada varicella. Biasanya terjadi pada orang dengan immunocompromised, tapi dapat juga terjadi pada orang normal, khususnya orang dewasa. Komplikasi ini dapat menyebabkan kematian
18

pasien khususnya pada pasien dengan immunocompromised, dan apabila pasien selamat dapat sembuh total atau sembuh dengan jaringan fibrosis permanen pada paru-parunya.7 PENATALAKSANAAN Asiklovir merupakan drug of choice pada penyakit ini. Dosis pada anak dapat diberikan 4-5x20 mg/kg sehari,6 sedangkan dosis orang dewasa 5x800 mg sehari. Untuk menghilangkan rasa gatal dapat diberikan sedativa. Lokal diberikan bedak ditambah zat anti gatal untuk mencegah pecahnya vesikel serta menghilangkan gatal. Berikan antibiotik bila terjadi infeksi sekunder.2

19

Bab V Kesimpulan
Pada kasus ini, pasien didiagnosis menderita penyakit herpes zoster thoracalis 9-10 et generalisata. Diagnosis ini ditegakan berdasarkan keluhan dan predileksi efloresensi yang unilateral, yaitu terdapat pada dada kanan sampai punggung kanan pasien dan di beberapa tempat lain seperti dahi, pipi, dada kiri, dan punggung kiri juga ditemukan vesikel dengan delle berukuran milier sampai lentikuler dengan dasar eritema. Penatalaksanaan untuk pasien ini adalah dengan pemberian antiviral asiklovir 5x800mg/hari selama 7 hari atau valansiklovir 3x1000mg/hari selama 7 hari. Untuk mengatasi nyeri yang dirasakan pasien, dapat diberikan obat analgetik. Untuk mencegah supaya vesikel tidak pecah dapat diberikan bedak Salisil 2%. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini adalah neuralgia pascaherpetik dan infeksi sekunder. Apabila terjadi neuralgia pascaherpetik dapat diberikan pregabalin 2x75mg sehari, sedangkan jika terjadi infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik. Prognosis pada kasus ini baik apabila virus tidak menyerang saraf motorik karena jika virus menyerang saraf motorik dapat terjadi paralisis.

20

Daftar Pustaka
1. Hartadi, SS. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates;2000.p.92-4. 2. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010.p.110-2. 3. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001. 4. Wasitaatmadja SM. Anatomi Kulit; Faal Kulit. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, Editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2010.p.3;7-8. 5. Junqueira LC, Carneiro J. Kulit. Dany F, Editor. Histologi Dasar Teks dan Atlas. 10th ed. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC;2007.p.355-63. 6. Oxman MN, Alani R. Varicella and Herpes Zoster. Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF, Editors. Dermatology in General Medicine. 4th ed. Philadelphia: McGraw-Hill Professional;1993.p.2543;2546;2561.
7. Varicella-Zoster Virus. Available at : http://virologyonline.com/viruses/VZV.htm. Accessed on : November 21st, 2011. 8. Eastern JS. Herpes Zoster. Flowers F, Vinson RP, Krusinski P, Quirk CM, Elston

DM, Editors. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1132465overview. Accessed on : November 21st, 2011.

9.

21

You might also like